• Tidak ada hasil yang ditemukan

Oleh: SEKAR HARUM BUANA DAMAI NIM: KERTAS KERJA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Oleh: SEKAR HARUM BUANA DAMAI NIM: KERTAS KERJA"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (SMK3) PADA INDUSTRI GARMEN

MENURUT TANGGAPAN BURUH WANITA

(Survey Industri Garmen di Karangjati, Ungaran, Jawa Tengah)

Oleh:

SEKAR HARUM BUANA DAMAI NIM: 212011054

KERTAS KERJA

Diajukan kepada Fakultas Ekonomika dan Bisnis Guna Memenuhi Sebagian dari

Persyaratan-Persyaratan untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi

FAKULTAS : EKONOMIKA DAN BISNIS

PROGRAM STUDI : MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA 2016

(2)
(3)
(4)
(5)

v

(6)

vi

"

Apabila Anda berbuat kebaikan kepada orang lain, maka Anda telah berbuat

baik terhadap diri sendiri."

(Benyamin Franklin)

"Musuh yang paling berbahaya di atas dunia ini adalah penakut dan bimbang.

Teman yang paling setia, hanyalah keberanian dan keyakinan yang teguh."

(Andrew Jackson)

"Hiduplah seperti pohon kayu yang lebat buahnya; hidup di tepi jalan dan

dilempari orang dengan batu, tetapi dibalas dengan buah."

(7)

vii

ABSTRACT

The purpose of the study is to describe and analyze women worker perception in garmen industry toward Safety and Health Management System (SMK3) from four aspects. The first is the company aspect (1), the second is the support availability about Safety and Health Management System that consist of working location, machine and working equipment used, working place condition, also health assessment and chemical substances (2), the third is the company control system (3), the fourth is is the worker awareness (4). Acctidental sampling was applied as a sampling method. The selected respondents were those who met accidentially. The responden criteria in this study was the women worker who works in the garmen industry in Karang Jati, Ungaran, Central Java. The analysis technique used in this research was qualitative descriptive statistic. Next, the result showed women worker perception towards four aspects of Safety and Health Management System

Implemenation (SMK3) in the company commitment of K3 implementation was categorized as bad. Meanwhile, their perception of the support availability of K3 toward working

location, machine and working equipment, also medical assessment and chemical substances was categorized as quite good. Moreover, they had very good perceptionof the support avalability of K3 in working condition and its facilities.

Key words: SMK3 of garmen industry, women worker perception, company commitment, support availability, control system, and worker awareness.

(8)

viii

SARIPATI

Penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis tanggapan buruh wanita pada industri garmen terhadap Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yang dilihat dari 4 aspek yaitu (1) Komitmen pihak perusahaan, (2) Ketersediaan dukungan tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yang meliputi tempat lokasi kerja, mesin dan perlengkapan alat kerja yang digunakan, kondisi tempat kerja serta pemeriksaan kesehatan dan bahan-bahan kimia, (3) Sistem kontrol perusahaan, dan (4) Kesadaran pekerja. Metode pengambilan sampel menggunakan accidental sampling, dimana pengambilan sampel dengan memilih responden yang kebetulan dijumpai. Kriteria pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah buruh wanita yang bekerja pada industri garmen di wilayah Karang Jati, Ungaran, Jawa Tengah. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah statistik deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan tanggapan buruh wanita terhadap 4 (empat) aspek penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) berupa tanggapan buruh wanita terhadap komitmen perusahaan pada penerapan K3 dan kesadaran pekerja masuk dalam kategori buruk, sedangkan tanggapan buruh wanita terhadap ketersediaan dukungan K3 terhadap lokasi tempat kerja, mesin dan perlengkapan alat kerja, pemeriksaan kesehatan dan bahan-bahan kimia masuk dalam kategori cukup baik.

Kata kunci: SMK3 industri garmen, persepsi buruh wanita, komitmen perusahaan, ketersediaan dukungan, sistem kontrol, kesadaran pekerja.

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Berawal dari ketertarikan terhadap penelitian mengenai Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) pada Industri Garmen menurut tanggapan Buruh Wanita (Survey Industri Garmen di Karangjati, Ungaran, Jawa Tengah), penelitian ini bermaksud untuk mendeskripsikan bagaimana penerapan program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada industri garmen dan menganalisis tanggapan buruh wanita industri garmen dengan melihat 4 (empat) aspek yaitu (1) komitmen pihak perusahaan, (2) ketersediaan dukungan yang meliputi tempat lokasi, mesin dan perlengkapan alat kerja, kondisi tempat atau fasilitas, dan pemeriksaan kesehatan serta bahan-bahan kimia berbahaya, (3) sistem kontrol perusahaan, dan (4) kesadaran pekerja. Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran penerapan program K3 pada industri garmen menurut tanggapan buruh wanita, kemudian memberi informasi lebih mendalam bagi perusahaan industri garmen dalam pertimbangan pelaksaaan program K3 selanjutnya, serta bagi buruh wanita yang bekerja pada industri garmen untuk lebih mengenal, mengerti, dan memahami bagaimana pelaksanaan program K3 yang diterapkan oleh perusahaan.

Penulis menyadari bahwa dalam penelitian ini masih terdapat kekurangan yang mungkin akan ditemukan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan segenap kritikan, masukan, dan saran yang membangun dari pembaca.

Semoga hasil dari penelitian ini dapat memberikan manfaat dan kontribusi bagi pihak-pihak yang berkepentingan serta dapat memberikan dorongan bagi peneliti-peneliti lain untuk melakukan pengembangan penelitian serupa di kemudian hari.

Salatiga, Februari 2016

(10)

x

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis sangat menghargai banyak pihak yang telah membantu, mendukung, dan memberikan semangat serta motivasi kepada penulis selama proses perkuliahan dan proses penulisan kertas kerja ini. Bersamaan dengan terselesaikannya penulisan kertas kerja ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Allah SWT karena berkat karunia, rahmat, kekuatan, kesabaran, dan ketenangan yang diberikan sehingga penulis bisa menyelesaikan kertas kerja ini.

Selain itu ucapan terima kasih tertuju kepada:

1. Alm. Mbahti, Papahku Sonny Agus Himawan, Ibuku Endah Purgawati, Kakakku Andhita Kusuma Wardhani dan keluarga besar Roesman. Terima kasih untuk semua perhatian, doa, motivasi, dan kasih sayang yang dicurahkan selama ini.

2. Ibu Ir. Lieli Suharti, MM, Ph.D selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan masukan, bimbingan, dan saran-saran maupun kritik yang bermanfaat bagi penulis sehingga penulisan kertas kerja ini dapat terselesaikan.

3. Bapak Prof. Christantius Dwiatmadja, SE, MM, Ph.D selaku Dekan Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana.

4. Seluruh staff pengajar FEB UKSW yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan kepada penulis selama menempuh study.

5. Seluruh staff administrasi dan tata usaha FEB UKSW yang telah membantu penulisan dalam pengurusan persyaratan administrasi selama proses perkuliahan dan penyelesaian skripsi.

6. Mbak Maria Entina dan Mas Gunawan sebagai teman bertukar pikiran dan guru yang baik serta sabar.

7. Mas Angga Dwika Kumala Putra, S.Si selaku kekasih penulis, terimakasih telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran sehingga penulis dapat menyelesaikan kertas kerja ini.

8. Sahabat-sahabatku Saraswati Hedwich, Dina Widyastuti, S.Kep, Hana Suryadjana, Malfino Tendik Suharto, S.Pd, Ardian Fernandes, Candra Puspita Dewi, SE, Winanti Anggarsiwi, SE, Wahyu Tri Wibowo, SE, Lucy Amelia Sumual, SE, Giovania Kartika, SE, Ferita Adelia, SH, Anisa Kencana Putri, Satya Aji Pratama, dan teman-teman yang tidak bisa di sebutkan satu persatu.

(11)

xi

9. Teman-teman Egoal angkatan 2011, teman senasib dan seperjuangan. Terimakasih untuk kebersamaannya, dan dukungannya selama ini.

Semoga Allah SWT senantiasa selalu melimpahkan karunia serta rahmatNya kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan kertas kerja ini.

(12)

xii

Daftar Isi

Halaman Judul ... i

Halaman Pernyataan Keaslian Kertas Kerja ... ii

Halaman Persetujuan ... iii

Motto ... iv

Abstract ... v

Saripati ... vi

Kata Pengantar ... vii

Ucapan Terimakasih ... vii

Daftar Isi ... x Daftar Tabel ... xi Daftar Lampiran ... 1. PENDAHULUAN ... 1 1.1.Latar Belakang ... 1 1.2.Tujuan Penelitian ... 2 1.3.Persoalan Penelitian ... 2 1.4.Manfaat Penelitian ... 3 2. TELAAH TEORITIS ... 3

2.1.Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) ... 3

2.2.Pedoman Penerapan Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di Indonesia ... 4

2.3.Faktor Penyebab Industri Garmen Masih Belum Memberikan Pelayanan K3 yang Baik ... 7

2.4.Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di Industri Garmen ... 8

(13)

xiii

3. METODE PENELITIAN ... 10

3.1.Populasi dan Sampel ... 10

3.2.Metode Pengambilan Sampel ... 10

3.3.Jenis Data ... 11

3.4.Teknik Analisis Data ... 11

4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 12

4.1.Proses Produksi Industri Garmen ... 12

4.2.Gambaran Umum Responden ... 13

4.3.Tingkat Kecelakaan Kerja Buruh Wanita pada Industri Garmen ... 15

4.4.Analisis Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) pada Industri Garmen ... 16

4.4.1.Komitmen Perusahaan Terhadap Program K3 ... 16

4.4.2.Ketersediaan Dukungan K3, Tempat Lokasi ... 17

4.4.3.Ketersediaan Dukungan K3, Mesin dan Perlengkapan Alat Kerja ... 18

4.4.4.Ketersediaan Dukungan K3, Kondisi Tempat / Fasilitas ... 19

4.4.5.Ketersediaan Dukungan K3, Pemeriksaan Kesehatan dan Bahan-Bahan Kimia ... 20

4.4.6.Sistem Kontrol Perusahaan ... 21

4.4.7.Kesadaran Buruh Wanita Terhadap Pelaksanaan K3 ... 22

4.5.Rekapitulasi Perhitungan Rata-Rata Indikator Penilaian K3 ... 23

5. Kesimpulan dan Saran ... 23

5.1.Kesimpulan ... 24

5.2.Saran ... 24

5.3.Keterbatasan Penelitian ... 25

5.4.Saran Penelitian Mendatang ... 25

(14)

xiv Daftar Tabel

Tabel 1 Karakteristik responden berdasarkan usia ... 13

Tabel 2 Karakteristik responden berdasarkan divisi ... 14

Tabel 3 Karakteristik responden berdasarkan masa kerja ... 14

Tabel 4 Karakteristik responden berdasarkan jenis kecelakaan kerja ... 14

Tabel 5 Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan ... 15

Tabel 6 Komitmen perusahaan terhadap program K3 ... 16

Tabel 7 Ketersediaan dukungan K3 terhadap tempat lokasi kerja ... 15

Tabel 8 Ketersediaan dukungan K3 terhadap mesin dan perlengkapan alat kerja ... 18

Tabel 9 Ketersediaan dukungan K3 terhadap kondisi tempat / fasilitas ... 19

Tabel 10 Ketersediaan dukungan K3 terhadap pemeriksaan kesehatan dan bahan-bahan kimia ... 20

Tabel 11 Sistem kontrol perusahaan terhadap K3 ... 21

Tabel 14 Kesadaran pekerja terhadap pelaksanaan K3 ... 22

Tabel 15 Ringkasan Perhitungan Rata-Rata Indikator penilaian K3... 23

Daftar Lampiran Lampiran 1 Kuesioner

Lampiran 2 Statistik Deskriptif SPSS Lampiran 3 Crosstabulation

(15)

1 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Di Indonesia, industri garmen masih merupakan andalan industri nasional dalam menghasilkan pendapatan devisa negara. Para pekerja industri garmen mendapat paparan potensi bahaya yang dapat mengganggu kesehatannya (Almazini, 2010). Keselamatan kerja merupakan komponen penting dalam suatu perusahaan karena menyangkut jaminan kenyamanan saat bekerja. Setiap pekerja atau buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan, dan perlakuan yang sama sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama (Undang-Undang No.13/2003 pasal 86). Keselamatan kerja ditujukan kepada para buruh yang bekerja dalam perusahaan, dimana setiap aktivitas yang melibatkan faktor manusia, mesin dan bahan baku, serta melalui tahapan proses, memiliki tingkat resiko bahaya berbeda-beda, yang memungkinkan terjadinya kecelakaan dan penyakit yang ditimbulkan akibat kerja.

Menurut Modjo (2007), Setiap proses aktivitas kerja yang dilakukan dalam perusahaan selalu mengandung resiko kegagalan yang dialami oleh manusia maupun peralatan yang digunakan. Perusahaan yang melaksanakan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) secara serius dapat menekan angka risiko kecelakaan dan penyakit dalam tempat kerja, sehingga karyawan yang tidak masuk karena alasan cedera dan sakit akibat kerja juga berkurang. Namun pada kenyataannya penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) secara umum masih terabaikan. Hal ini ditunjukkan dengan masih tingginya angka kecelakaan kerja yang terjadi pada industri.

Industri garmen sebagai salah satu pelaku usaha yang melaksanakan SMK3, dimana industri ini memproduksi pakaian jadi dan perlengkapan pakaian. Industri garmen sendiri merupakan industri penyumbang devisa terbesar di Indonesia, setelah minyak dan gas bumi (MIGAS) dengan pangsa pasar antara 3% - 4% dari total nilai ekspor dunia di pasar internasional (Khaniaanisah, 2012).

Dalam kegiatan produksi, produsen garmen memiliki buruh pria dan wanita dengan usia kerja 15-55 tahun, dimana buruh wanita memiliki prosentase lebih tinggi. Salah satu indikator yang menunjukkan peran serta wanita dalam dunia kerja yang semakin meningkat. Dalam perkembangannya, industri garmen lebih membutuhkan buruh wanita karena dianggap memiliki ketelitian tinggi, namun disisi lain buruh wanita dianggap tidak produktif karena fungsi biologisnya seperti haid, hamil, dan menyusui (Murniarti, 2004).

(16)

2

Menurut penelitian Riyadina (2008), mayoritas cedera akibat kecelakaan kerja pada pekerja industri garmen adalah luka terbakar (37,2%), cedera sendi, pinggul dan tungkai atas (40,2%) serta luka tusuk (43,1%) dari keseluruhan kasus yang pernah terjadi. Hal ini menunjukkan bagaimana tingginya risiko buruh wanita dalam melakukan pekerjaannya. Beberapa contoh kecelakaan kerja yang terjadi pada industri garmen antara lain rambut terlilit dan kepala tertarik dalam mesin, rambut panjang tersangkut kipas dan tersedot mesin pemintal benang, serta leher tergilas mesin saat bekerja.

Penelitian terkait SMK3 juga telah dilakukan oleh Calvin (2006), dimana potensi bahaya industri garmen meliputi kecelakaan pada jari tangan tertusuk jarum dan terbakar, juga bahaya fisik seperti paparan kebisingan, panas dan pencahayaan. Bahkan sangat sedikit laporan tentang kecelakaan kerja di industri garmen karena kurangnya kesadaran industri untuk mencatat dan melaporkan terjadinya kecelakaan. Riyadina (2007) menyatakan bahwa untuk menurunkan angka kejadian kecelakaan akibat kerja adalah dengan cara mengendalikan faktor risiko melalui penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yang tepat dan sesuai masing-masing jenis industri.

Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan masih rendahnya tingkat kesadaran perusahaan dalam penerapan pelaksanaan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) pada industri garmen, juga tingkat kecelakaan kerja yang masih tinggi sehingga menarik untuk diteliti bagaimana sebenarnya penerapan SMK3 pada industri garmen dimata buruh wanita yang bekerja pada industri tersebut.

1.2. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis tanggapan buruh wanita industri garmen terhadap Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yang dilihat dari 4 aspek yaitu (1) komitmen pihak perusahaan, (2) ketersediaan dukungan tentang sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3) yang meliputi tempat lokasi kerja, mesin dan perlengkapan alat kerja yang digunakan, kondisi tempat kerja serta pemeriksaan kesehatan dan bahan-bahan kimia, (3) sistem pengendalian perusahaan, dan (4) kesadaran pekerja.

1.3. Persoalan Penelitian

Dari uraian diatas, yang menjadi persoalan penelitian adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana komitmen perusahaan terhadap pelaksanaan program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) menurut tanggapan buruh wanita?

(17)

3

2. Bagaimana ketersediaan dukungan buruh wanita terhadap program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang meliputi tempat lokasi, mesin dan perlengkapan alat kerja, kondisi tempat atau fasilitas, serta pemeriksaan kesehatan dan bahan-bahan kimia berbahaya menurut tanggapan buruh wanita?

3. Bagaimana sistem pengendalian perusahaan terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) menurut tanggapan buruh wanita?

4. Bagaimana kesadaran para buruh wanita industri garmen terhadap penerapan program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)?

Perbedaan penelitian ini dari penelitian sebelumnya adalah penelitian ini mengambil sampel penelitian buruh wanita industri garmen dengan cakupan wilayah penelitian pada industri garmen di Karang Jati, Ungaran, Jawa Tengah.

1.4. Manfaat Penelitian

Diharapkan hasil penelitian ini memberi gambaran penerapan program K3 pada industri garmen menurut tanggapan buruh wanita, kemudian memberi informasi lebih mendalam bagi perusahaan industri garmen dalam pertimbangan pelaksanaan program K3 selanjutnya, serta bagi seluruh buruh wanita yang bekerja pada industri garmen untuk lebih mengenal, mengerti dan memahami bagaimana pelaksanaan program K3 yang diterapkan oleh perusahaan.

2. TELAAH TEORITIS

2.1. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)

Mandagi (2006) mendefinisikan sistem sebagai suatu proses dari gabungan berbagai komponen/unsur/bagian/elemen yang saling berhubungan, saling berinteraksi dan saling ketergantungan satu sama lain yang dipengaruhi oleh aspek lingkungan untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai. Manajemen merupakan suatu ilmu pengetahuan tentang seni memimpin organisasi yang terdiri atas kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian terhadap sumber-sumber daya yang terbatas dalam usaha mencapai tujuan dan sasaran yang efektif dan efisien (Husein, 2008).

Dari segi keilmuan, Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan dan penerapan mencegah kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja (Soemaryanto, 2002). Kemudian Mangkunegara (2002) juga mendefinisikan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) sebagai suatu rangkaian usaha untuk menciptakan suasana kerja yang aman dan tentram bagi para buruh yang bekerja di perusahaan tersebut.

(18)

4

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 09/PER/M/2008 mencatat Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan K3 dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.

5 (lima) manfaat penerapan Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) bagi perusahaan, menurut Tarwaka (2008) antara lain:

1. Pihak manajemen dapat mengetahui kelemahan-kelemahan unsur sistem operasional sebelum timbul gangguan operasional, kecelakaan, insiden dan kerugian-kerugian lainnya.

2. Mengetahui gambaran secara jelas dan lengkap tentang kinerja K3 di perusahaan. 3. Meningkatkan pemenuhan terhadap peraturan perundangan bidang K3.

4. Meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kesadaran tentang K3, khususnya bagi karyawan yang terlibat dalam pelaksanaan audit.

5. Meningkatkan produktivitas kerja.

2.2. Pedoman Penerapan Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Indonesia.

Pedoman Penerapan K3 yang berlaku di Indonesia menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia No: PER.05/MEN/1996:

i. Komitmen Perusahaan

Perusahaan harus menetapkan komitmen dan kebijakan, serta struktur orgaisasi yang jelas mengenai penerapan sistem K3, menyediakan anggaran dan tenaga kerja ahli khusus dibidang K3, serta koordinasi lanjutan terhadap perencanaan K3. Dalam hal ini yang perlu menjadi perhatian penting yaitu (1) Kepemimpinan dan Komitmen Perusahaan (2) Tinjauan Awal Pelaksanaan K3 (3) Kebijakan dan Koordinasi lanjutan mengenai Program K3.

ii. Perencanaan

Dalam proses perencanaan sistem K3, secara lebih rinci dibagi menjadi beberapa hal: 1. Identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian resiko dari kegiatan produksi,

2. Pemenuhan akan peraturan perundangan dan persyaratan lainnya, kemudian memberlakukan kepada seluruh pekerja,

(19)

5

3. Menetapkan sasaran dan tujuan dari kebijakan K3 yang harus dapat diukur, menggunakan satuan/indikator pengukuran, sasaran pencapaian dan jangka waktu pencapaian,

4. Menggunakan indikator dalam kinerja penilaian kinerja K3 sebagai informasi keberhasilan pencapaian K3,

5. Menetapkan sistem pertanggungjawaban dan saran untuk pencapaian kebijakan K3 dan,

6. Proses perencanaan yang efektif dengan hasil keluaran (output) yang baik dan dapat diukur sebagai keberhasilan penerapan dan pelaksanaan K3.

iii. Penerapan

Menerapkan kebijakan K3 secara efektif dengan mengembangkan kemampuan dan mekanisme pendukung yang diperlukan untuk mencapai kebijakan, tujuan dan sasaran K3. Suatu tempat kerja dalam menerapkan kebijakan K3 harus dapat mengintegrasikan sistem menejemen perusahaan yang sudah ada. Yang perlu diperhatikan oleh perusahaan pada tahap ini adalah:

1. Jaminan Kemampuan

a. Sumber daya manusia, fisik dan finansial b. Integrasi

c. Tanggung jawab dan tanggung gugat d. Konsultasi, motivasi dan kesadaran e. Pelatihan dan keterampilan

2. Dukungan Tindakan a. Komunikasi b. Pelaporan c. Dokumentasi

d. Pengendalian dokumen

e. Pencatatan manajemen operasi

3. Identifikasi Sumber Bahaya dan Pengendalian Resiko a. Identifikasi Sumber Bahaya

b. Penilaian Resiko c. Tindakan pengendalian d. Perencanaan dan rekayasa e. Pengendalian administrasi f. Tinjauan ulang

(20)

6 g. Pembelian

h. Prosedur tanggap darurat atau bencana i. Prosedur menghadapi insiden

j. Prosedur rencana pemulihan 4. Pengukuran dan evaluasi

a. Inspeksi, pengujian dan kontrol b. Audit dan pemeriksaan K3

c. Tindakan perbaikan dan pencegahan 5. Tinjauan Pihak Manajemen

a. Evaluasi terhadap penerapan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja (K3). b. Tujuan, sasaran dan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja (K3).

c. Hasil temuan audit sistem manajemen K3.

d. Evaluasi efektifitas penerapan sistem manajemen K3 dan kebutuhan untuk mengubah sistem manajemen K3 sesuai dengan:

1) Perubahan peraturan perundangan

2) Tuntutan dari pihak yang terkait dan pasar 3) Perubahan produk dan kegiatan

4) Perubahan struktur organisasi perusahaan

5) Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi termasuk epidemologi 6) Pengalaman yang didapat dari insiden keselamatan dan kesehatan kerja 7) Pelaporan

8) Umpan (balik khususnya dari tenaga kerja).

Berikut adalah beberapa potensi bahaya kecelakaan kerja di industri garmen yang sering terjadi, antara lain :

- Gudang

Potensi bahaya kecelakaan kerja : bahaya kebakaran - Pola/potong

Potensi bahaya kecelakaan kerja : jari tangan terpotong, tersengat arus listrik - Jahit

Potensi bahaya kecelakaan kerja : Jari terkena jarum, tersengat arus listrik, kebakaran

- Pasang kancing

Potensi bahaya kecelakaan kerja : Jari tergencet mesin kancing, tersengat arus listrik

(21)

7 - Setrika

Potensi bahaya kecelakaan kerja : tersengat arus listrik, kebakaran - Packing

Potensi bahaya kecelakaan kerja : tergores dan bahaya jatuhan.

2.3. Faktor Penyebab Industri Garmen Masih Belum Memberikan Pelayanan K3 yang Baik

Tidak sedikit dari industri yang masih belum memberikan pelayanan K3 yang baik dan benar terhadap buruhnya. Padahal hal tersebut sangat penting untuk masa depan perusahaan juga (Herdyantismi, 2013). Hal ini dapat disebabkan karena faktor berikut: 1. Manajemen perusahaan memberikan prioritas yang rendah pada program K3 dalam

perusahaan. Hampir di banyak perusahaan yang ada, program K3 tidak pernah dibahas dalam rapat-rapat yang diselenggarakan perusahaan tersebut. perusahaan hanya terlalu fokus pada produksi perusahaan sedangkan program K3 tersebut sangat dibelakangkan. Jika sudah terjadi kecelakaan, baru perusahaan akan mengingat mengenai K3 tersebut. Namun tetap perusahaan tidak memprioritaskan program K3 dalam pengoperasiannya.

2. Kurangnya pengetahuan mengenai K3 baik dari perusahaan maupun buruhnya. Pengetahuan mengenai K3 oleh karyawan ataupun pihak perusahaan terkadang masih rendah. Baik pengetahuan mengenai cara penerapan K3 yang benar, dampak apabila perusahaan tidak menerapkan K3 tersebut, dan sebagainya. Hal inilah yang membuat perusahaan masih kurang dalam memberikan pelayanan K3 untuk karyawannya. 3. Keterbatasan modal dalam memberikan pelayanan K3. Untuk memberikan pelayanan

K3 yang benar tentu diperlukan berbagai modal untuk melaksanakannya terhadap para karyawan atau buruh. Terkadang kondisi keuangan perusahaan tersebut tidak mendukung karena kurangnya modal untuk meningkatkan kualitas pelayanan K3 sehingga penerapan K3 pun tidak maksimal.

4. Pengawasan pemerintah yang lemah mengenai penerapan K3. Peraturan K3 memang sudah memiliki undang-undang yang sah dimata hukum. Namun, pemerintah sendiri masih kurang dalam hal mengawasi berjalannya peraturan hukum tersebut. Pemerintah hanya menganggap semuanya akan berjalan lancar bila sudah memiliki hukum yang kuat. Padahal dalam kenyataannya, penerapan K3 masih sangat kurang meskipun telah memiliki Undang-Undang yang kuat.

Itulah penyebab masih adanya perusahaan yang belum bisa melaksanakan program K3 dengan baik dan benar, dikarenakan program K3 yang sangat penting

(22)

8

untuk menjamin keselamatan dan kesehatan para karyawan atau buruh industri, tentu perusahaan akan mendapat dampak yang buruk apabila perusahaan tidak memberikan pelayanan K3 terhadap karyawannya, seperti:

1. Terjadinya cidera bahkan bisa menyebabkan kematian pada tenaga kerja. Hal ini disebabkan perusahaan tidak melakukan pemeliharaan dan pemeriksaan berkala terhadap peralatan-peralatan yang ada di perusahaan tersebut. Karena bisa saja peralatan tersebut rusak. Jika tidak diterapkan K3, tentu karyawan atau buruh yang menjadi korbannya hingga mengalami cidera, bahkan yang terparah bisa mengakibatkan kematian.

2. Menimbulkan penyakit. Kurangnya kebersihan lingkungan perusahaan karena tidak terawatnya lingkungan tersebut, bisa menjadi sarang penyakit, sehingga kesehatan karyawan pun terancam.

3. Memberikan kerugian. Apabila banyak tenaga kerja yang mengalami kecelakaan, tentu perusahaan akan mengalami kerugian karena perusahaan harus menanggung biaya kecelakaan dari karyawan tersebut. Ditambah dengan berkurangnya karyawan yang ada diperusahaan tersebut.

4. Proses kerja di perusahaan terhambat. Karena K3 yang tidak diterapkan hingga menimbulkan kecelakaan, tentu proses kerja di perusahaan tersebut akan terganggu dan terhambat. Karena berkurangnya karyawan yang bekerja di perusahaan tersebut sehingga proses kerja menjadi lebih lambat dari biasanya.

2.4. Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di Industri Garmen.

Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) pada industri garmen dilihat dari 4 aspek berikut, yaitu :

1. Komitmen Perusahaan

Indikator komitmen perusahaan diukur dengan pertanyaan berikut:

 Perusahaan memiliki aturan K3 yang tertulis

 Perusahaan memiliki aturan K3 yang berfungsi dengan baik

 Perusahaan telah melakukan sistem penghargaan atau reward bagi buruh yang mengikuti aturan K3 tersebut

 Perusahaan memberikan sanksi bagi buruh yang tidak menggunakan alat perlindungan.

(23)

9

2. Ketersediaan dukungan tentang K3, meliputi : a. Tempat Lokasi Kerja

 Perusahaan telah terpasang pendeteksi kebakaran dan sistem alarm.

 Perusahaan sudah memiliki perlengkapan pemadam kebakaran.

 Perusahaan memiliki pintu-pintu darurat dan rute untuk meloloskan diri ditandai secara jelas dan terpampang di tempat kerja.

 Perusahaan memiliki jumlah pintu darurat yang mencukupi.

 Perusahaan memiliki pintu darurat yang dapat diakses, tidak terhalang apapun, dan tidak terkunci selama jam kerja, termasuk pada saat waktu berlembur.

 Perusahaan melakukan sosialisasi pelatihan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja)

b. Mesin dan Perlengkapan Alat Kerja

 Perusahaan memiliki kapasitas mesin sesuai standar yang ditentukan.

 Perusahaan memiliki kondisi mesin berada dalam kondisi yang layak.

 Perusahaan memiliki mesin yang digunakan dan dirawat dengan baik.

 Perusahaan menyediakan perlengkapan dan peralatan perlindungan pribadi yang diperlukan seperti masker, alas kaki dll.

 Perusahaan melakukan pelatihan kepada karyawan untuk penggunaan mesin-mesin dan peralatan-peralatan secara aman.

c. Kondisi Tempat atau Fasilitas

 Perusahaan menyediakan kursi yang sesuai dan layak.

 Perusahaan memberikan penerangan dan ventilasi yang cukup.

 Perusahaan memiliki bahan-bahan, peralatan, saklar dan peralatan kontrol berada pada jangkauan yang mudah dari para pekerja.

 Perusahaan memberi pengaturan jarak dari pekeja satu ke pekerja yang lainnya.

d. Pemeriksaan Kesehatan dan Bahan-Bahan Kimia

 Perusahaan memberikan fasilitas kesehatan yang layak bagi karyawan.

 Perusahaan memiliki kotak P3K yang diletakkan di berbagai tempat yang mudah dijangkau tiap divisi.

 Perusahaan menyimpan bahan kimia dan zat-zat berbahaya dengan baik.

(24)

10

 Perusahaan memberikan surat permohonan untuk pengambilan bahan kimia.

3. Sistem Pengendalian

 Perusahaan memiliki standart atau kode Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) secara jelas.

 Perusahaan memiliki sistem dan prosedur Kontrol penerapan K3 dengan baik.

 Perusahaan melakukan pencatatan dan pelaporan kecelakaan kerja dengan baik

 Perusahaan memantau terhadap setiap sistem produksi. 4. Kesadaran Pekerja

 Enggan menggunakan alat perlindungan diri (APD) dengan alasan adanya perasaan tidak nyaman (risih, panas, berat dan terganggu) selama bekerja.

 Enggan menggunakan alat perlindungan diri (APD) karena perawatannya tidak baik dan kualitasnya buruk.

 Enggan menggunakan alat perlindungan diri karena buruh-buruh wanita yang lain juga tidak menggunakannya.

 Merasa pekerjaan buruh wanita tidak membahayakan atau berdampak pada kesehatan sehingga saya tidak perlu menggunakan alat perlindungan diri (APD)

3. METODE PENELITIAN 3.1. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah buruh wanita yang bekerja di industri garmen di wilayah Karang Jati Ungaran Jawa Tengah, yaitu sebanyak 240 responden. Sedangkan sampel dalam penelitian ini ditetapkan sebesar 200 responden. Tidak semua kuesioner yang disebar dapat dijadikan sampel penelitian karena kuesioner tidak terisi lengkap sehingga tidak dapat diolah.

3.2. Metode Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel menggunakan accidental sampling dimana pengambilan sampel dengan memilih siapa yang kebetulan dijumpai (Supramono dan Haryanto 2003). Kriteria pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah buruh wanita pada industri garmen di wilayah Karang Jati Ungaran Jawa Tengah.

(25)

11

Pengambilan sampel pada responden buruh wanita industri garmen tersebut dilakukan dengan cara mendatangi secara langsung para responden pada saat jam istirahat pabrik, kemudian buruh yang didatangi, diminta mengisi kuesioner pada saat itu juga (peneliti menunggu sampai kuesioner diisi dan dikembalikan). Kendala yang dihadapi penulis saat pengambilan sampel sebagian besar dikarenakan alasan administratif dan perijinan untuk memasuki area pabrik industri garmen tersebut, sehingga peneliti hanya menunggu sampai jam istirahat tiba. Pengambilan sampel juga dilakukan pada pagi hari sebelum para buruh wanita masuk area pabrik. Penulis menunggu di sekitar area masuk pabrik dan mendekati buruh wanita yang kebetulan ditemui serta meminta waktu untuk mengisi kuesioner. Lain halnya pada industri garmen yang mengijinkan penulis memasuki area pabrik (dengan surat ijin penelitian dari fakultas) dan menemui bagian HRD untuk permohonan ijin melakukan penelitian, kemudian penulis memberikan kuesioner tersebut pada HRD untuk selanjutnya didistribusikan kepada buruh wanita. Setelah terisi lengkap penulis mengambil kuesioner tersebut beberapa hari kemudian. Yang menarik dalam pengambilan sampel penelitian ini adalah para responden buruh wanita seperti enggan mengisi kuesioner yang penulis bagikan karena menganggap hal tersebut tidak penting bagi mereka.

3.3. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu data yang dikumpulkan langsung dari individu-individu yang diselidiki (Sugiyono, 2010:137). Dalam penelitian ini data primer diperoleh dengan menyebarkan kuesioner kepada buruh wanita yang bekerja pada industri garmen diwilayah Karang Jati Ungaran Jawa Tengah.

Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada para responden dikelompokan menjadi 4 (empat) aspek yaitu (1) Komitmen pihak perusahaan, (2) Ketersediaan dukungan tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yang meliputi tempat lokasi kerja, mesin dan perlengkapan alat kerja yang digunakan, kondisi tempat kerja serta pemeriksaan kesehatan dan bahan-bahan kimia, (3) sistem Pengendalian perusahaan, dan (4) kesadaran pekerja. Penelitian ini menggunakan skala Likert dari skala 1-5, dimana angka 1 mewakili jawaban sangat tidak setuju dan angka 5 mewakili jawaban sangat setuju.

3.4. Teknik Analisis Data

Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah statistik deskriptif kualitatif. Analisis statistik deskriptif adalah statistik yang berfungsi mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap obyek yang diteliti melalui data dan sampel atau

(26)

12

populasi sebagaimana adanya (Sugiyono, 2011). Penlitian deskriptif mempunyai data yang dapat dianalisis dengan statistik maupun non statistik (Arikunto, 2005). Penelitian kualitatif sering juga menggunakan data statistik yang telah tersedia sebagai sumber data tambahan bagi keperluannya. Berdasarkan hal tersebut maka dapat dikatakan bahwa penelitian kualitatif dapat juga menggunakan data kuantitatif. Analisis statistik deskriptif dilakukan secara sederhana menggunakan software microsoft excel 2007, dengan mengelompokkan data data yang sudah terkumpul, menghitung skor, didukung dengan analisis statistik crosstabulation SPSS, kemudian membuat analisis dan interpretasi dari hasil yang telah diolah.

Metode pengumpulan dan analisis data yang dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Menentukan indikator yang bertujuan untuk melihat kemampuan buruh wanita dalam keterlibatannya dalam melakukan penerapan K3, terdiri dari variabel-variabel pertanyaan untuk mengetahui penerapan K3 dalam tanggapan buruh wanita.

2. Masing-masing pertanyaan kemudian disajikan dalam suatu kuesioner dan di isi oleh responden buruh wanita industri garmen di daerah Karang Jati, Ungaran, Jawa Tengah.

3. Masing-masing variabel pertanyaan tersebut kemudian diolah dan diberi skor dengan ketentuan sebagai berikut:

𝐼𝑛𝑡𝑒𝑟𝑣𝑎𝑙 =Skor tertinggi − Skor terendah Jumlah Kategori

(Sugiyono, 2003)

Dengan demikian dapat diperoleh interval untuk kategori jawaban yaitu:

5−1

5 = 0,80

Interval dari masing-masing kategori dapat ditentukan dengan skor berikut:

Sangat buruk = 1,00 – 1,80 Buruk = 1,81 – 2,61 Cukup baik = 2,62 – 3,42 Baik = 3,43 – 4,23 Sangat baik = 4,24 – 5,00

(27)

13

4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Produksi Industri Garmen

Secara umum proses industri garmen dapat dilihat dalam gambar 1 berikut ini :

Gambar 1. Proses Produksi Industri Garmen

Proses produksi pembuatan garmen dimulai dari pengecekan kain di ruang penyimpanan kain, kemudian proses desain dan pembuatan pola, grading dan marker, kemudian dilanjutkan ke proses pembuatan sample dan pemotongan kemudian dilakukan proses pengepresan. Setelah bagian-bagian yang terpotong tadi dipres maka dilanjutkan ke proses produksi (penjahitan). Proses penjahitan ini dilakukan per satuan sehingga untuk menjahit satu kemeja terkadang bisa mencapai 100 variasi proses penjahitan. Oleh karna itu produksi garmen di kenal dengan proses piece to piece. Setelah dijahit maka dilanjutkan proses penyempurnaan/penyelesaian akhir, seperti pemasangan kancing, label, pembersihan dan penyertikaan dan kemudian dilakukan pengepakan dan pengiriman kekonsumen.

Karakteristik pekerjaan di industri garmen umumnya adalah proses material handling (angkat-angkut), posisi kerja duduk dan berdiri, membutuhkan ketelitian cukup tinggi, tingkat pengulangan kerja tinggi pada satu jenis otot, berinteraksi dengan benda tajam seperti jarum, gunting dan pisau potong, terjadi paparan panas di bagian pengepresan dan penyetrikaan dan banyaknya debu-debu serat dan aroma khas kain, terpaan kebisingan, getaran, panas dari mesin jahit dan lainnya. Untuk itu desain tempat kerja di industri garmen akan sangat berpengaruh bagi kinerja karyawan.

Storage/raw materials

Pattern making

Sample production

Cutting area Production area

Finishing area Washing and

drying

Washing and drying Packing area

Shipping area

Records area

(28)

14 4.2 Gambaran Umum Responden

Karakteristik responden dalam penelitian ini dideskripsikan berdasarkan usia, divisi, masa kerja, jenis kecelakaan kerja dan pendidikan terakhir, sebagai berikut:

Tabel 1. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

Kelompok Usia Responden Jumlah Prosentase

Muda Usia 19-31 Tahun 194 97%

Tua Usia 32-43 Tahun 6 3%

Total 200 100%

Sumber: data primer diolah 2016

Berdasarkan data tabel 1 diatas, sebagian besar responden berusia 19-31 tahun dengan prosentase 97%. Pada umumnya buruh di industri garmen didominasi oleh buruh wanita dengan usia yang relatif muda yang dipandang lebih produktif dalam kegiatan produksi. Selain itu keberadaan buruh wanita muda menunjukkan pekerjaan menjahit dalam industri garmen adalah memang pekerjaan wanita dalam mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga dengan keterampilan dan pendidikan yang terbatas.

Tabel 2. Karakteristik Responden Berdasarkan Divisi

Divisi Jumlah Prosentase

Menjahit 68 34% Pasang Kancing 52 26% Pengemasan 3 1,5% Pola/Potong 44 22% Setrika 33 16,5% Total 200 100%

Sumber: data primer diolah 2016

Tabel 2 diatas menunjukkan bahwa sebagian besar responden berasal dari divisi menjahit (34%) dan divisi pasang kancing (26%). Hal ini dapat dipahami karena pekerjaan menjahit dan pasang kancing umumnya merupakan pekerjaan yang dilakukan dengan tingkat konsentrasi dan ketelitian yang tinggi.

Tabel 3. Karakteristik Responden Berdasarkan Masa Kerja

Masa Kerja Jumlah Prosentase Kurang dari 1 tahun 44 22% 1 sampai 3 tahun 96 48% 3 sampai 5 tahun 60 30%

Total 200 100%

Sumber: data primer diolah 2016

Tabel 3 diatas menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki masa kerja yang cukup lama antara 1 sampai 3 tahun (48%). Hal ini menunjukkan pekerjaan sebagai buruh pada industri garmen adalah alternatif pilihan pekerjaan yang menjanjikan karena tidak ada pilihan pekerjaan yang lain.

(29)

15

Tabel 4. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kecelakaan Kerja

Jenis Kecelakaan Kerja Jumlah Prosentase

Luka tertusuk jarum 93 46,5%

Terpapar debu bahan kain 67 33,5%

Keguguran 2 1%

Tersengat arus listrik 37 18,5%

Jari terpotong 1 0,5%

Total 200 100%

Sumber: data primer diolah 2016

Data tabel 4 diatas menunjukkan sebagian besar buruh wanita mengalami kecelakaan kerja berupa luka tertusuk jarum (46,5%). Selain itu jenis kecelakaan kerja lainnya seperti terpapar debu bahan kain (33,5%) dan tersengat arus listrik (18,5%) masih ditemui dalam setiap proses produksi. Data juga menyebutkan jenis kecelakaan kerja seperti keguguran (1%) dan jari terpotong (0,5%) masih menjadi kemungkinan buruh wanita mengalami kecelakaan saat bekerja.

Karakteristik pekerjaan di industri garmen pada umumnya adalah proses material

handling (angkat-angkut), posisi kerja duduk dan berdiri, membutuhkan ketelitian cukup

tinggi, berinteraksi dengan benda tajam seperti jarum, gunting dan pisau potong, terjadi paparan panas mesin pada bagian pengepresan dan penyetrikaan serta banyaknya debu-debu serat dan aroma khas kain yang memungkinkan terjadinya kecelakaan kerja saat proses produksi.

Tabel 5. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Pendidikan Terakhir Jumlah Prosentase

SD/Sederajat 48 24%

SMP/Sederajat 58 29%

SMA/SMK/Sederajat 94 47%

Total 200 100%

Sumber: data primer diolah 2016

Tabel 5 diatas menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat pendidikan SMA/SMK/Sederajat (47%). Menurut responden, sebagian besar buruh wanita mencari pekerjaan setelah lulus sekolah SMA/SMK, bahkan pada umumnya pekerjaan ini dilakukan oleh ibu-ibu rumah tangga dalam rangka membantu kepala rumah tangga menafkahi keluarganya. Dari kondisi tersebut dapat disimpulkan buruh wanita di industri garmen memiliki tingkat pendidikan yang cukup tinggi walaupun mereka tidak memiliki ketrampilan (skill) khusus.

4.3. Tingkat Kecelakaan Kerja Buruh Wanita pada Industri Garmen

Data tingkat kecelakaan kerja buruh wanita pada industri garmen masih menunjukkan prosentase yang tinggi (51%). Hal ini seiring dengan rendahnya kesadaran buruh wanita

(30)

16

akan penerapan K3 pada penggunaan alat perlindungan diri saat melakukan proses produksi. Sebagian besar kecelakaan kerja pada buruh wanita 79,41% memiliki masa kerja antara 1 sampai 3 tahun dan masih berusia 19 sampai 31 tahun.

Tingkat kecelakaan kerja pada buruh wanita di industri garmen juga disebabkan oleh faktor penyebab perusahaan masih belum memberikan pelayanan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang baik, bahkan tidak sedikit dari perusahaan yang masih belum memberikan pelayanan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) secara benar terhadap karyawannya. Padahal hal tersebut sangat penting untuk kelangsungan masa depan perusahaan. Perusahaan terlalu fokus pada produksi sehingga tidak memprioritaskan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dalam operasionalnya. Pengetahuan mengenai Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) oleh buruh wanita ataupun pihak perusahaan terkadang masih rendah, hal ini lah yang membuat perusahaan masih kurang maksimal dalam memberikan pelayanan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) bagi para buruh dan karyawannya.

4.4. Analisis Penerapan Sistem Manajemen Keselamtan dan Kesehatan Kerja (SMK3) pada Industri garmen

Untuk mengtahui bagaimana komitmen perusahaan terhadap pelaksanaan program K3, bagaimana ketersediaan dukungan buruh wanita terhadap program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang meliputi tempat lokasi, mesin dan perlengkapan alat kerja, kondisi tempat atau fasilitas, serta pemeriksaan kesehatan dan bahan-bahan kimia berbahaya, bagaimana sistem pengendalian perusahaan terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) menurut tanggapan buruh wanita serta bagaimana kesadaran para buruh wanita Industri garmen di Karang Jati, Ungaran, Jawa Tengah terhadap penerapan program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Adapun hasilnya ditampilkan pada tabel berikut:

(31)

17

Tabel 6. Komitmen Perusahaan Terhadap Program K3

No Indikator STS (1) TS (2) N (3) S (4) SS (5) Total

Rata-Rata F % F % F % F % F % F % 1. Mempunyai K3 yang tertulis 43 21,5% 114 57% 15 7,5% 23 11,5% 5 2,5% 200 100% 2,165 2. Mempunyai K3 yang berfungsi dengan baik 58 29% 94 47% 6 3% 40 20% 2 1% 200 1000% 2,17 3. Melaksanakan sistem penghargaan (reward) 31 15,5% 121 60,5% 26 13% 20 10% 2 1% 200 100% 2,205 4. Memberikan sanksi bagi karyawan yang tidak menggunakan APD 48 24% 107 53,5% 26 13% 16 8% 3 1,5% 200 100% 2,095 Rata-rata 22,5% 54,5% 9,12% 12,37% 1,5% 2,158

Sumber: data primer diolah, 2016

4.4.1. Komitmen Perusahaan terhadap Program K3

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanggapan buruh wanita terhadap komitmen perusahaan pada pelaksanaan program K3 masuk dalam kategori buruk dengan perolehan jawaban rata-rata tidak setuju (54,5%) dan sangat tidak setuju (22,5%). Buruh wanita menganggap perusahaan tempat bekerja tidak mempunyai aturan K3 yang tertulis, aturan tidak berfungsi dengan baik, tidak melaksanakan sistem penghargaan (reward), serta perusahaan tidak memberi sanksi bagi buruh yang tidak menggunakan alat perlindungan diri saat proses produksi, dan data juga menunjukkan perolehan nilai rata-rata rendah (2,158). Pada indikator dimana perusahaan tidak memberikan sanksi bagi buruh yang tidak menggunakan alat perlindungan diri saat bekerja memiliki rata-rata terendah (2,095) sedangkan jawaban tertinggi (2,205) ada pada indikator melaksanakan sistem penghargaan atau reward.

(32)

18

Tabel 7. Ketersediaan Dukungan K3 Terhadap Tempat Lokasi Kerja

No Indikator STS (1) TS (2) N (3) S (4) SS (5) Total

Rata-Rata F % F % F % F % F % F % 1. Telah terpasang pendeteksi kebakaran dan sistem alarm 1 0,5% 2 1% 31 15,5% 148 74% 18 9% 200 100% 3,9 2. Memiliki perlengkapan pemadam kebakaran 1 0,5% 2 1% 23 11,5% 152 76% 22 11% 200 100% 3,96 3. Memiliki pintu-pintu darurat dan rute untuk meloloskan diri ditandai secara jelas dan terpampang di tempat kerja 2 1% 0 0% 43 21,5% 141 70,5% 14 7% 200 100% 3,825 4. Memiliki jumlah pintu darurat yang mencukupi 1 0,5% 1 0,5% 54 27% 129 64% 15 7,5% 200 100% 3,78 5. Memiliki pintu darurat yang ada dapat diakses, tidak terhalang apapun, dan tidak terkunci selama jam kerja, termasuk pada saat waktu lembur 1 0,5% 4 2% 58 29% 121 60,5% 16 8% 200 100% 3,735 6. Melakukan sosialisasi pelatihan K3 38 19% 113 56,5% 27 13,5% 18 9% 4 2% 200 100% 2,185 Rata-rata 3,66% 10,16% 19,66% 59,08% 7,42% 3,564

Sumber: data primer diolah, 2016

4.4.2. Ketersediaan Dukungan K3, meliputi: - Tempat Lokasi Kerja

Hasil penelitian menunjukkan ketersediaan dukungan K3 terhadap tempat lokasi kerja yang disediakan perusahaan mempunyai tanggapan dan rata-rata penilaian yang baik (3,564) dan rata-rata prosentase setuju (59,08%) terhadap ketersediaan dukungan K3 pada lokasi kerja. Bentuk ketersediaan tersebut berupa tempat lokasi seperti terpasangnya alat pendeteksi kebakaran dan sistem alarm, perlengkapan pemadam kebakaran, adanya pintu darurat, serta sosialisai pelatihan tentang K3.

(33)

19

Data menunjukkan perolehan nilai rata-rata terendah (2,185) pada indikator dimana perusahaan tidak melakukan sosialisasi pelatihan K3 bagi buruh dan nilai rata-rata tertinggi (3,96) pada indikator memiliki perlengkapan pemadam kebakaran.

Tabel 8. Ketersediaan Dukungan K3 Terhadap Mesin dan Perlengkapan Alat Kerja

No Indikator STS (1) TS (2) N (3) S (4) SS (5) Total

Rata-Rata F % F % F % F % F % F % 1. Memiliki kapasitas mesin sesuai standart yang di tentukan 12 6% 42 21% 61 30,5% 79 39,5% 6 3% 200 100% 3,125 2. Memiliki kondisi mesin berada dalam kondisi yang layak 8 4,% 35 17,5% 51 25,5% 99 49,5% 7 4% 200 100% 3,31 3. Memiliki mesin yang digunakan dirawat dengan baik 4 2,% 32 16% 60 30% 95 47,5% 9 5% 200 100% 3,365 4. Menyediakan perlengkapan dan peralatan perlindungan pribadi yang diperlukan seperti masker, alas kaki dll 8 4% 42 21% 53 26,5% 89 44,5% 8 4% 200 100% 3,235 5. Melakukan pelatihan kepada karyawan untuk penggunaan mesin-mesin dan peralatan-peralatan secara aman 2 1% 13 6,5% 53 26,5% 118 59,% 14 7% 200 100% 3,645 Rata-rata 3,4% 16,4% 27,8% 48% 4,4% 3,336

Sumber: data primer diolah, 2016

4.4.3. Ketersediaan Dukungan K3, meliputi: - Mesin dan Perlengkapan Alat Kerja

Hasil penelitian menunjukkan tanggapan buruh wanita terhadap ketersediaan dukungan K3 pada mesin dan perlengkapan alat kerja mempunyai rata-rata penilaian yang baik (3,336). Hal ini juga ditunjukkan dengan jawaban prosentas setuju (48%) dari pertanyaan yang diajukan berkaitan dengan ketersediaan mesin dan perlengkapan alat kerja. Buruh wanita merasa perusahaan sudah menyediakan mesin dan

(34)

20

perlengkapan alat kerja yang sesuai, seperti penggunaan mesin dengan kapasitas sesuai standar yang ditentukan, kondisi mesin layak pakai, mesin yang dirawat dengan baik, perlengkapan dan peralatan perlindungan diri seperti masker dan alas kaki yang disediakan perusahaan serta adanya pelatihan kepada buruh wanita untuk penggunaan mesin dan perlengkapan kerja. Data menunjukkan perolehan nilai rata-rata terendah (3,125) pada indikator dimana perusahaan memiliki kondisi mesin yang layak bagi buruh dan perolehan rata-rata tertinggi (3,645) pada indikator melakukan pelatihan kepada karyawan untuk penggunaan mesin-mesin dan peralatan secara aman.

Tabel 9. Ketersediaan Dukungan K3 Terhadap Kondisi Tempat / Fasilitas

No Indikator STS (1) TS (2) N (3) S (4) SS (5) Total

Rata-Rata F % F % F % F % F % F % 1. Menyediakan kursi yang sesuai dan layak 1 0,5% 8 4% 39 19,5% 135 67,5% 17 8,5% 200 100% 3,795 2. Memberikan penerangan dan ventilasi yang cukup 2 1% 15 7,5% 38 19% 129 64,5% 16 8% 200 100% 3,71 3. Memiliki bahan-bahan, peralatan, saklar, dan peralatan kontrol berada pada jangkauan yang mudah dari para pekerja 1 0,5% 15 7,5% 34 17% 128 64% 22 11% 200 100% 3,775 4. Memberi pengaturan jarak dari pekerja satu ke pekerja yang lain 2 2% 8 4% 51 25,5% 119 59,5% 20 10% 200 100% 3,735 Rata-rata 1% 6% 20% 64% 9% 3,753

Sumber: data primer diolah, 2016

4.4.4. Ketersediaan Dukungan K3, meliputi: - Kondisi Tempat / Fasilitas

Hasil penelitian menunjukkan tanggapan buruh wanita terhadap ketersediaan dukungan K3 pada kondisi tempat atau fasilitas tempat kerja baik (3,735). Hal ini ditunjukkan dengan jawaban setuju (64%) pada kondisi tempat kerja atau fasilitas selama ini yang disediakan oleh perusahaan untuk mendukung proses produksi, seperti kursi yang sesuai dan layak digunakan buruh wanita saat bekerja, penerangan

(35)

21

lampu dan ventilasi udara dalam ruang kerja yang cukup, peralatan, saklar, peralatan kontrol yang mudah dijangkau para buruh wanita saat bekerja serta adanya pengaturan jarak antara buruh satu dengan buruh yang lain sehingga mereka dapat bekerja dengan nyaman tanpa berdesak-desakan satu sama lain. Data menunjukan perolehan nilai rata-rata terendah (3,71) pada indikator memberikan penerangan dan ventilasi yang cukup dan perolehan nilai rata-rata tertinggi pada indikator menyediakan kursi yang sesuai dan layak.

Tabel 10. Ketersediaan Dukungan K3 Terhadapn Pemeriksaan Kesehatan Bahan-Bahan Kimia

No Indikator STS (1) TS (2) N (3) S (4) SS (5) Total

Rata-Rata F % F % F % F % F % F % 1. Memberikan fasilitas kesehatan yang layak bagi karyawan 2 1% 3 1,5% 57 28,5% 120 60% 18 9% 200 100% 3,745 2. Memiliki kotak P3K yang diletakan di berbagai tempat yang mudah dijangkau tiap divisi 2 1% 10 5% 51 25,5% 121 61% 16 8% 200 100% 3,695 3. Memiliki petugas K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) 2 1% 13 6,5% 69 34,5% 100 50% 16 8% 200 100% 3,575 4. Menyimpan bahan kimia dan zat-zat berbahaya dengan baik 2 1% 11 5,5% 85 42,5% 93 47% 9 5% 200 100% 3,48 5. Memberikan surat permohonan untuk pengambilan bahan kimia 4 2% 12 6% 72 36% 98 49% 14 7% 200 100% 3,53 Rata-rata 1,2% 4,9% 33,4% 53,2% 7,3% 3,605

Sumber: data primer diolah, 2016

4.4.5. Ketersediaan Dukungan K3, meliputi:

- Pemeriksaan Kesehatan dan Bahan-bahan Kimia

Hasil penelitian menunjukkan tanggapan buruh wanita terhadap ketersediaandukungan K3 pada pemeriksaan kesehatan dan bahan-bahan kimia baik (3,605). Hal ini ditunjukkan dengan prosentase jawaban setuju (53,2%) pada kondisi pemeriksaan kesehatan dan bahan-bahan kimia selama ini yang disediakan oleh perusahaan untuk mendukung proses produksi, seperti disediakannya kotak

(36)

22

kesehatan P3K yang mudah dijangkau setiap divisi, serta memiliki petugas kesehatan yang berjaga saat proses produksi. Selain itu adanya pemeriksaan terhadap bahan kimia dan zat-zat berbahaya dengan prosedur pemberian surat permohonan untuk pengambilan bahan kimia, serta prosedur penyimpanan bahan-bahan kimia dan zat berbahaya tersebut. Data menunjukan perolehan nilai rata-rata terendah (3,48) pada indikator menyimpan bahan kimia dan zat-zat berbahaya dengan baik, sedangkan perolehan nilai rata-rata tertinggi (3,745) pada indikator memberikan fasilitas kesehatan yang layak bagi karyawan.

Tabel 11. Sistem Pengendalian Perusahaan Terhadap K3

No Indikator STS (1) TS (2) N (3) S (4) SS (5) Total

Rata-Rata F % F % F % F % F % F % 1. Memiliki standart atau aturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja secara jelas 5 2,5% 2 1% 58 29% 129 64,5% 6 3% 200 100% 3,645 2. Memiliki sistem dan prosedur control penerapan K3 dengan baik 4 2% 5 2,5% 62 31% 115 57,5% 14 7% 200 100% 3,65 3. Melakukan pencatatan dan pelaporan kecelakaan kerja dengan baik 3 1,5% 5 2,5% 80 40% 99 49,5% 13 6,5% 200 100% 3,57 4. Memantau terhadap setiap sistem produksi 3 1,5% 4 2% 75 37,5% 100 50% 18 9% 200 100% 3,63 Rata-rata 1,88% 2% 34,5% 55,38% 6,38% 3,62

Sumber: data primer diolah, 2016

4.4.6. Sistem Pengendalian Perusahaan

Dalam sistem pengendalian perusahaan, hasil penelitian menunjukkan tanggapan buruh wanita terhadap sistem pengendalian perusahaan baik (3,62). Hal ini ditunjukkan dengan perolehan jawaban setuju sebesar 55,38%. Tanggapan buruh wanita dalam hal sistem pengendalian perusahaan terhadap pelaksanaan K3 sudah baik, ditunjukkan dengan adanya standar atau aturan K3, memiliki sistem dan prosedur kontrol yang baik, melakukan pencatatan dan pelaporan kecelakaan kerja serta memantau setiap proses produksi. Hal ini dapat terlihat dengan adanya sanksi atau teguran bagi buruh wanita yang didapati tidak menggunakan alat perlindungan diri saat proses produksi berlangsung, adanya aturan tentang penggunaan perlengkapan kerja seperti masker dan alas kaki setiap memasuki ruang produksi. Data menunjukan perolehan nilai rata-rata terendah (3,57) pada indikator melakukan pencatatan dan pelaporan kecelakaan kerja dengan baik, sedangkan perolehan nilai

(37)

23

rata-rata tertinggi (3,65) pada indikator memiliki sistem dan prosedur pengendalian penerapan K3 dengan baik.

Tabel 14. Kesadaran Pekerja Terhadap Pelaksanaan K3

No Indikator STS (1) TS (2) N (3) S (4) SS (5) Total

Rata-Rata F % F % F % F % F % F % 1. Saya enggan menggunakan alat pelindungan diri (APD) dengan alasan adanya perasaan tidak nyaman (risih,panas,berat dan terganggu) selama bekerja. 23 11,5% 42 21% 35 17,5% 93 46,5% 7 3,5% 200 100% 3,155 2. Saya enggan menggunakan alat perlindungan diri (APD) karena perawatannya tidak baik dan kualitasnya buruk 21 10,5% 31 15,5% 38 19% 103 51,5% 7 3,5% 200 100% 3,18 3. Saya enggan menggunakan alat perlindungan diri karena buruh yang lain juga tidak memakai 20 10% 38 19% 32 16% 99 49,5% 11 5,5% 200 100% 3,135 4. Saya merasa pekerjaan saya tidak membahayakan atau berdampak pada kesehatan sehingga saya tidak perlu menggunakan alat perlindungan diri (APD) 9 4,5% 38 19% 37 18,5% 106 53% 10 5% 200 100% 3,05 Rata-rata 9,13% 18,6% 17,75% 50,13% 4,38% 3,13

Sumber: data primer diolah, 2016

4.4.7. Kesadaran para Buruh Wanita Terhadap Pelaksanaan K3

Tabel 14 menunjukkan tanggapan buruh wanita terhadap kesadaran pekerja dalam pelaksanaan K3 masuk dalam kategori buruk (3,13) dan dengan prosentase jawaban setuju sebesar 50,13%. Hal ini ditunjukkan dengan masih rendahnya kesadaran buruh wanita menggunakan alat perlindungan diri dengan alasan tidak nyaman selama bekerja, karena perawatan dan kualitas alat perlindungan diri yang buruk, buruh-buruh wanita yang lain tidak menggunakan alat perlindungan diri, serta merasa pekerjaan yang dilakukan tidak membahayakan atau tidak berdampak pada

(38)

24

kesehatan sehingga mereka enggan dan tidak mau menggunakan alat perlindungan diri yang sudah disediakan oleh perusahaan. Data menunjukkan perolehan nilai rata-rata terendah (3,05) pada indikator buruh merasa pekerjaannya tidak membahayakan atau berdampak pada kesehatan sehingga tidak perlu menggunakan APD, sedangkan perolehan nilai rata-rata tertinggi (3,18) pada indikator buruh enggan menggunakan APD karena perawatannya tidak baik dan kualitasnya buruk.

4.5. Rekapitulasi Rata-Rata Indikator Penilaian K3

Berikut adalah ringkasan hasil perhitungan rata-rata masing-masing indikator penilaian K3.

Tabel 15. Rekapitulasi rata-rata indikator penilaian K3

No Indikator Nilai Rata-Rata Skor penilaian

1 Komitmen Perusahaan 2,15 Buruk

2 Ketersediaan Dukungan K3 Terhadap:

2.1 Lokasi Tempat Kerja 3,56 Baik

2.2 Mesin dan Perlengkapan Alat Kerja 3,63 Baik 2.3 Kondisi Tempat / Fasilitas 3,75 Baik 2.4 Pemeriksaan Kesehatan dan Bahan-Bahan

Kimia

3,60 Baik

3. Sistem Pengendalian Perusahaan 3,62 Baik

4. Kesadaran Pekerja 3,13 Cukup baik

Dari tabel 15 diatas, ringkasan perhitungan rata-rata masing-masing indikator penilaian K3 menunjukkan secara rata-rata tanggapan buruh wanita terhadap pelaksanaan K3 pada perusahaan tempat mereka bekerja adalah baik. Hal ini menunjukkan penilaian buruh wanita terhadap pelaksanaan K3 sudah berjalan cukup baik jika dilihat dari aspek ketersediaan dukungan K3 terhadap lokasi tempat kerja, ketersediaan dukungan K3 terhadap penggunaan mesin dan perlengkapan alat kerja, pemeriksaan kesehatan dan ketersediaan dukungan K3 terhadap bahan-bahan kimia serta penilaian sistem pengendalian perusahaan.

Namun disisi lain, buruh wanita memberi penilaian buruk terhadap komitmen perusahaan dalam penerapan K3 serta penilaian atas kesadaran pekerja itu sendiri terhadap pelaksanaan K3. Data menyebutkan masih banyaknya buruh wanita yang enggan menggunakan alat perlindungan diri dengan alasan tidak nyaman digunakan selama bekerja, alat perlindungan diri yang tidak terawat, buruh wanita yang lain juga

(39)

25

tidak menggunakan alat perlindungan diri serta merasa pekerjaan tidak membahayakan atau berdampak pada kesehatan.

Penilaian buruh wanita sangat baik terhadap ketersediaan dukungan K3 terhadap kondisi tempat kerja dan fasilitas yang diberikan perusahaan, seperti menyediakan kursi yang sesuai dan layak digunakan, penerangan dan ventilasi yang cukup, tersedianya peralatan, saklar yang mudah dijangkau oleh para buruh serta pengaturan jarak antara buruh satu dengan buruh yang lain yang membuat buruh wanita tersebut nyaman saat bekerja.

5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan

Dari analisis dan pembahasan bab sebelumnya, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Tanggapan buruh wanita terhadap komitmen perusahaan, secara rata-rata memiliki penilaian buruk.

2. Tanggapan buruh wanita terhadap ketersediaan dukungan K3 pada lokasi tempat kerja secara rata-rata memiliki penilaian cukup baik, mesin dan perlengkapan alat kerja masuk dalam kategori cukup baik, kondisi tempat atau fasilitas masuk dalam kategori baik dan pemeriksaan bahan-bahan kimia masik dalam kategori cukup baik.

3. Tanggapan buruh wanita terhadap sistem pengendalian perusahaan, secara rata-rata memiliki penilaian cukup baik.

4. Tanggapan buruh wanita terhadap kesadaran pekerja, secara rata-rata memiliki penilaian buruk.

Meskipun perusahaan menyediakan perlengkapan yang layak untuk perlindungan diri para buruh, kebanyakan dari mereka enggan mengenakan perlengkapan tersebut sebagai akibat dari kurangnya pelatihan serta kesadaran yang buruk ditempat kerja, selain itu industri hanya terlalu fokus pada produksi perusahaan dan program K3 dibelakangkan.

5.2. Saran

- Bagi Perusahaan

Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang baik seharusnya diterapkan perusahaan seperti memberikan sanksi bagi karyawan yang tidak menggunakan alat perlindungan diri, melakukan sosialisasi pelatihan K3, memiliki kapasitas mesin sesuai standart yang ditentukan, memberikan penerangan dan

(40)

26

ventilasi yang cukup, menyimpan bahan kimia dan zat-zat berbahaya dengan baik dan melakukan pencatatan dan pelaporan kecelakaan kerja dengan baik, lalu Perusahaan diharapkan memelihara kondisi peralatan kerja agar selalu dalam kondisi yang baik, melakukan pengontrolan terhadap peralatan kerja secara berkala untuk mengetahui mana peralatan yang mengalami kerusakan agar dapat diperbaiki dan tidak membahayakan buruh saat bekerja, menyediakan fasilitas yang memadai dan perencanaan program K3 yang terkoordinasi dengan baik dengan melakukan penilaian dan tindak lanjut pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) tersebut.

- Bagi Buruh

Bagi buruh diharapkan dengan adanya program K3 dapat menjadi acuan dalam kegiatan proses produksi dimana perusahaan sudah menyediakan alat perlindungan diri sebagai fasilitas, sehingga diharapkan buruh menggunakan fasilitas tersebut sebagai perlindungan diri saat melakukan proses produksi. Alasan enggan menggunakan alat perlindungan diri seperti tidak membahayakan atau berdampak pada kesehatan dan enggan menggunakan karena buruh yang lain juga tidak menggunakan, diharapkan tingkat kecelakaan kerja buruh wanita menurun

5.3. Keterbatasan Penelitian

Peneliti mengukur Penerapan Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) hanya berdasarkan tanggapan buruh wanita yang bekerja pada industri garmen di wilayah Karang Jati Ungaran Jawa Tengah tersebut. Peneliti juga tidak membandingkan jawaban buruh wanita dengan sumber informasi lain (manajemen perusahaan) sebagai tolak ukur penilaian Penerapan Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) pada industri garmen. Metode pengambilan sampel menggunakan accidental sampling dirasa kurang tepat mewakili karakteristik responden sehingga menyajikan sampel yang kurang akurat. Jika dimungkinkan pengambilan sampel penelitian ke depan menggunakan metode random sampling yang mewakili karakteristik responden secara lebih akurat. Selain itu jumlah sampel penelitian tidak mewakili populasi dimana masih terbatas pada 6 (enam) industri garmen yang peneliti jadikan objek penelitian, diharapkan penelitian kedepan dapat mengambil jumlah industri garmen lebih banyak lagi.

5.4.Saran Penelitian Mendatang

Saran bagi penelitian mendatang, apabila sampel industri garmen yang tersedia lebih banyak, dimungkinkan data-data yang terkumpul dapat diolah dan

(41)

27

dianalisis lebih mendalam dengan menambahkan issue gender dalam penelitian. Dapat pula dipertimbangkan untuk menambah dan menggali lebih dalam jenis kecelakaan kerja yang dialami buruh wanita dalam proses produksi misalnya adanya kemungkinan pelecehan seksual saat bekerja. Selain itu penelitian mendatang dapat melihat keterkaitan antara tingkat pendidikan dengan kesadaran K3 para buruh.

(42)

28 DAFTAR PUSTAKA

Adzim, H. I. (2013). Pengertian (Definisi) K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja). Mangkunegara,2002 .

Almazini, Prima. 2010. Potensi Bahaya bagi Pekerja di Industri Garmen, https://myhealing.wordpress.com/2010/08/03/potensi-bahaya-bagi-pekerja-di-industri-garmen/

Tarwaka. 2014. Sistem Manajemen K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja). 2008 Arikunto. 2005. Manajemen Penelitian. Rineka Cipta, Jakarta

Calvin, S, dan Joseph. 2006. Occupation Related Accidents in Selected Garmen

Industries in Bangalore City. 2006. Indian Journal of Community Medicine Vol. 31, No. 3,

Haryani, N. 2003. Sistem Menejemen Keselamatan dan Kesehatan kerja (SMK3) di PT. Pertamina (PERSERO) Unit Pemasaran II Terminal Bahan Bakar Minyak (TBM) Jambi. Soemaryanto , 64.

Herdyantismi. 2013. Penerapan Keselamatan dan Kesehatan yang Baik dalam Perusahaan, https://herdyantismi.wordpress.com/2013/11/26/penerapan-keselamatan-dan-kesehatan-kerja-yang-baik-dalam-perusahaan/

Husein Abrar, MT. 2008. Manajemen Proyek, Penerbit Andi, Yogyakarta

Khaniaanisah. 2012. Garmen. https://khaniaanisah.wordpress.com/2012/11/17/garmen/

Modjo, Robiana. 2007. Jurnal Studi Manajemen dan Organisasi, Volume 7:45

P.Murniarti, A. 2004. Getar Gender. Magelang : Indonesia: 212.

Peraturan Pemerintah. 2008. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum. Jakarta: Menteri Tenaga Kerja

Peraturan Pemerintah. 2008. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Tentang Sistem

(43)

29

Republik Indonesia. 2003. Undang-Undang No 13 Tahun 2003 tentang Keselamatan dan Kesehatan Buruh atau pekerja. Lembaran Negera RI Tahun 2003, Sekertariatan Negara. Jakarta.

Riyadina, Woro. 2008. Cedera Akibat Kerja pada Pekerja Industri di Kawasan Industri Pulo Gadung Jakarta, Manajemen Kedokteran Indonesia, Volum: 58, nomor 5, Mei 2008

Sugiyono. 2003. Metode Penelitian Bisnis. Edisi 1, Bandung: Alfabeta

Sugiyono, 2010. Metode Penelitian Bisnis. CV. Alfabeta. Bandung.

Supramono dan Haryanto. 2003. Desain Proposal Penelitian Studi Pemasaran. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Tarore, Huibert, dan Mandagi. Robert J M. 2006. Sistem Manajemen Proyek Konstruksi (SIMPROKON), Tim Penerbit JTS Fakultas Teknik Universitas Sam Ratulangi, Manado.

www.betterfactory.com : Chapter Three: General Workplace Conditions

Gambar

Gambar 1.  Proses Produksi Industri Garmen
Tabel 1. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia  Kelompok  Usia Responden  Jumlah  Prosentase
Tabel 4. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kecelakaan Kerja  Jenis Kecelakaan Kerja  Jumlah  Prosentase
Tabel 6. Komitmen Perusahaan Terhadap Program K3
+7

Referensi

Dokumen terkait

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 20 Tahun 2016 tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah;.. Peraturan Menteri Pendidikan dan

Pada dasarnya manusia dalam kehidupannya dituntut melakukan suatu usaha untuk mendatangkan hasil dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya.Di dalam Islam, bekerja merupakan suatu

Berdasarkan hasil pengujian residu antibiotika , diperoleh hasil bahwa keseluruhan sampel susu sapi segara yang diperiksa bebas dari residu antibiotika yang

Baxter (2010) menyebutkan peneliltian terdahulu mengenai kualitas komite audit yang dinilai malalui karakteristik komite audit, antara lain: penelitian Menon and

sediaan berakhir didapatkan satu dari empat ampul yang kami buat bocor pada ujung atasnya hal tersebut mungkin dikarenakan proses pembakaran tutup ampul yang kurang baik dan

Jika persamaan diferensial berbentuk = ( , ) , yaitu persamaan yang ruas kanannya dapat dinyatakan sebagai perkalian atau pembagian fungsi x dan fungsi y,

gPROMS, ditargetkan untuk pemodelan dan simulasi sistem kontinu, didisain baik untuk lingkungan simulasi fledged penuh maupun sebagai engine simulasi yang dapat dimasukkan

Development, Vol. The effects of exchange rate fluctuations on economic activity in Turkey. Journal of Asian Economics. Financial System Fragility. Basri, Terjemahan). Financial