• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

64 

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Eksperimen

Pada penelitian ini, eksperimen dilakukan dua kali, dimana setiap eksperimen memiliki perbedaan pada pembagian dari kelas-kelas kanker.

Eksperimen pertama menguji keberhasilan klasifikasi ROI ke dalam jenis keabnormalan, yaitu benign dan malignant, dan eksperimen kedua menguji keberhasilan klasifikasi ke dalam kombinasi dari jenis dan struktur keabnormalan, yaitu architectural distortion, asymmetry, calcification, well- defined/circumscribed masses, other, ill-defined masses, dan spiculated masses.

Bagian ini akan membahas hasil yang diperoleh, baik pada fase offline mau pun online, disertai dengan pembahasannya untuk kedua eksperimen yang dilakukan.

4.1.1 Fase Offline

Fase offline terdiri atas dua tahap, yaitu pelatihan dan validasi. Sesuai dengan metodologi yang diusulkan, tahap pelatihan ditujukan untuk memberikan data-data kepada SVM sebagai sampel yang akan digunakan SVM untuk membentuk margin yang paling optimal, yaitu memiliki kemampuan diskriminatif terkuat terhadap kelas-kelas keanggotaan data. Tahap validasi ditujukan untuk menemukan nilai konstanta yang paling optimal untuk melakukan klasifikasi.

Konstanta yang ditentukan oleh tahap validasi ada empat, yaitu konstanta untuk

(2)

kernel gaussian, tingkat dekomposisi dan ukuran filter yang digunakan oleh DT CWT.

Pada eksperimen pertama, hasil dari tahap validasi menunjukkan bahwa konstanta berikut memberikan hasil yang paling optimal:

Konstanta kernel : 0.4

Tingkat dekomposisi : 2

Filter tingkat pertama : near-symmetric panjang 13,19 Filter tingkat selanjutnya : q-shift panjang 10,10

Selain penggunaan kombinasi konstanta tersebut, hasil paling optimal juga dapat diperoleh dengan menggunakan hanya deviasi standar untuk merangkum hasil pemfilteran DT CWT. Penggunaan kombinasi konstanta tersebut akhirnya akan menghasilkan 12 fitur, yang terdiri atas 6 fitur berupa deviasi standar untuk setiap orientasi, dimana setiap nilai fitur tersebut dimiliki oleh setiap tingkat dekomposisi, yaitu 2. Fitur-fitur tersebut digunakan sebagai dasar SVM dalam melakukan klasifikasi, sehingga bidang SVM terdiri atas 12 dimensi. Dengan menggunakan kombinasi konstanta yang tersebut, 5 dari 6 kasus benign dan 6 dari 7 kasus malignant berhasil diklasifikasi dengan benar pada tahap validasi. Dari hasil tersebut, akhirnya diperoleh tingkat ketepatan sebesar 84,62%. Proses eksperimen untuk menemukan konstanta terbaik dapat dilihat pada lampiran (halaman 133-142).

Pada eksperimen kedua, hasil dari tahap validasi menunjukkan bahwa konstanta berikut memberikan hasil yang paling optimal:

Konstanta kernel : 0.7

Tingkat dekomposisi : 2

(3)

Filter tingkat pertama : near-symmetric panjang 13,19 Filter tingkat selanjutnya : q-shift panjang 10,10

Penggunaan kombinasi konstanta tersebut akhirnya akan menghasilkan 24 fitur, yang terdiri atas 6 fitur berupa mean dan deviasi standar untuk setiap orientasi, dimana setiap nilai fitur tersebut dimiliki oleh setiap tingkat dekomposisi, yaitu 2.

Fitur-fitur tersebut digunakan sebagai dasar SVM dalam melakukan klasifikasi, sehingga bidang SVM terdiri atas 24 dimensi. Dengan menggunakan kombinasi konstanta tersebut, 5 dari 13 kasus berhasil diklasifikasi dengan benar pada tahap validasi. Dari hasil tersebut, akhirnya diperoleh tingkat ketepatan sebesar 38,46%.

Proses eksperimen untuk menemukan konstanta terbaik dapat dilihat pada lampiran (halaman 143-145).

Tabel 4.1 Hasil Klasifikasi pada Tahap Validasi.

Kelas Jenis Keabnormalan Struktur Keabnormalan Hasil Total Kelas 1 Benign architectural distortion 0 1

Kelas 2 Benign asymmetry 0 0

Kelas 3 Benign calcification 0 1

Kelas 4 Benign well-defined/circumscribed

masses 0 2

Kelas 5 Benign other, ill-defined masses 0 1

Kelas 6 Benign spiculated masses 1 1

Kelas 7 Malignant architectural distortion 1 2

Kelas 8 Malignant asymmetry 0 1

Kelas 9 Malignant calcification 1 1

Kelas 10 Malignant

well-defined/circumscribed

masses 0 0

Kelas 11 Malignant other, ill-defined masses 0 1

Kelas 12 Malignant spiculated masses 2 2

(4)

4.1.2 Fase Online

Pada fase online, eksperimen dilakukan dengan meng-input satu per satu data pengujian ke dalam sistem berbasis DT CWT dan SVM yang telah dilatih.

Eksperimen dilakukan dengan menggunakan kombinasi konstanta diperoleh dari tahap validasi pada fase offline. Pada eksperimen pertama, 23 dari 27 kasus benign dan 16 dari 17 kasus malignant berhasil diklasifikasi dengan benar pada fase online. Berdasarkan pada hasil ini, maka tingkat ketepatan yang diperoleh adalah 88,64%.

Pada eksperimen kedua, 9 dari 44 kasus berhasil diklasifikasi dengan benar pada fase online. Berdasarkan hasil ini, maka tingkat ketepatan yang diperoleh adalah 20,45%.

Tabel 4.2 Hasil Klasifikasi pada Fase Online.

Kelas Jenis Keabnormalan Struktur Keabnormalan Hasil Total Kelas 1 Benign architectural distortion 0 4

Kelas 2 Benign asymmetry 0 3

Kelas 3 Benign calcification 3 5

Kelas 4 Benign

well-defined/circumscribed

masses 2 8

Kelas 5 Benign other, ill-defined masses 0 4

Kelas 6 Benign spiculated masses 0 3

Kelas 7 Malignant architectural distortion 2 5

Kelas 8 Malignant asymmetry 0 2

Kelas 9 Malignant calcification 2 4

Kelas 10 Malignant well-defined/circumscribed

masses 0 1

Kelas 11 Malignant other, ill-defined masses 0 3

Kelas 12 Malignant spiculated masses 1 2

(5)

4.2 Pembahasan Hasil Penelitian

Kedua eksperimen yang dilakukan pada akhirnya memberikan hasil yang akan digunakan untuk mengukur keberhasilan metodologi.

4.2.1 Jenis Keabnormalan

Pada eksperimen pertama, kasus yang dihadapi adalah klasifikasi ROI ke dalam kelas benign dan malignant. Metodologi yang diusulkan berhasil memperoleh tingkat keakuratan sebesar 88,64%.

Pada praktiknya di lapangan, klasifikasi terhadap benign dan malignant memerlukan adanya tahap pengangkatan bagian yang dinyatakan kanker, lalu kemudian bagian tersebut diamati melalui sebuah mikroskop. Hal ini membuktikan bahwa kasus benign dan malignant memiliki sebuah representasi yang unik secara visual. DT CWT mampu mereplikasi kemampuan mata manusia dalam menterjemahkan citra dengan cara membagi citra tersebut ke dalam beberapa subband. Hasil dari pembagian citra tersebut kemudian akan digunakan oleh SVM untuk melakukan klasifikasi, dimana SVM merupakan pengklasifikasi dengan tingkat ketepatan yang terbaik saat ini. Sesuai dengan hasil eksperimen, maka kedua pernyataan tersebut dapat dinyatakan benar untuk kasus klasifikasi kanker berbasis mammogram ke dalam kelas benign dan malignant.

Penggunaan teknik transformasi wavelet untuk melakukan ekstraksi fitur dan SVM sebagai teknik klasifikasi bukanlah merupakan suatu hal yang baru.

Umumnya, bentuk transformasi wavelet yang digunakan adalah Discreet Wavelet Transform (DWT). DT CWT dirancang untuk mengatasi kekurangan-kekurangan

(6)

yang dimiliki oleh DWT yaitu rentan terhadap pergeseran dan informasi arah yang minim. Namun, apakah benar dengan teratasinya kekurangan-kekurangan DWT performa dari teknik ekstraksi fitur akan meningkat, khususnya untuk kasus ekstraksi fitur pada kasus klasifikasi kanker payudara? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka hasil yang diperoleh dari penelitian ini akan dicoba dibandingkan dengan penelitian-penelitian sebelumnya, yang telah menggunakan kombinasi DWT dan SVM.

M. A. Alolfe et al. (2008), melakukan penelitian terhadap kasus klasifikasi kanker payudara. Klasifikasi ini diawali dengan penentuan apakah suatu ROI tergolong sebagai normal atau abnormal, dan kemudian diteruskan dengan penentuan jenis keabnormalan, benign atau malignant. Untuk kepentingan pembahasan ini, maka hanya penentuan jenis keabnormalan yang akan dijadikan sebagai acuan. Teknik ekstraksi fitur yang digunakan pada penelitian ini adalah DWT dengan tingkat dekomposisi 1 sampai dengan 3. Untuk memperoleh fitur, hasil pemfilteran wavelet pada setiap tingkat akan dirangkum dengan urutan sebagai berikut:

1. Normalisasi, dengan cara membagi nilai-nilai pada hasil pemfilteran, dengan nilai maksimum pada hasil pemfilteran tersebut.

2. Perhitungan energy, dengan cara menghitung nilai kuadrat setiap nilai.

3. Reduksi fitur, dengan cara menghitung nilai mean dari hasil perhitungan energy.

Beberapa teknik klasifikasi diujikan secara terpisah, yaitu K Nearest Neighbour, SVM, Fuzzy classifier, dan Back Propagation Neural Network. Untuk pembahasan, hanya SVM yang akan digunakan. SVM ini menggunakan fungsi

(7)

kernel linear. Distribusi data yang digunakan pada penelitian ini terdiri atas 13 kasus benign, dimana 9 digunakan untuk pelatihan dan 4 digunakan untuk pengujian, dan 12 kasus malignant, dimana 8 digunakan untuk pelatihan dan 4 digunakan untuk pengujian. Dengan kondisi ini, diperoleh hasil sebagai berikut:

- Kombinasi tingkat 1 dan 3 berhasil memperoleh tingkat keakuratan untuk kasus benign 75% (3 dari 4 kasus berhasil diklasifikasi dengan benar) dan kasus malignant 100% (4 dari 4 berhasil diklasifikasi dengan benar), dengan tingkat keakuratan keseluruhan adalah 87,5%.

- Kombinasi tingkat 1 dan 2 berhasil memperoleh tingkat keakuratan untuk kasus benign 50% (2 dari 4 kasus berhasil diklasifikasi dengan benar) dan kasus malignant 50% (2 dari 4 berhasil diklasifikasi dengan benar), dengan tingkat keakuratan keseluruhan adalah 50%.

- Kombinasi tingkat 2 dan 3 berhasil memperoleh tingkat keakuratan untuk kasus benign 75% (3 dari 4 kasus berhasil diklasifikasi dengan benar) dan kasus malignant 75% (3 dari 4 berhasil diklasifikasi dengan benar), dengan tingkat keakuratan keseluruhan adalah 75%.

Sebagai pembanding, akan digunakan hasil terbaik, yaitu 75% untuk kasus benign dan 100% untuk kasus malignant dengan tingkat keakuratan keseluruhan adalah 87,5%. Secara keseluruhan, hasil yang diperoleh dari penggunaan DT CWT memberikan tingkat keakuratan yang lebih tinggi, yaitu 88,64%. Perbedaan tingkat keakuratan tidak terlalu signifikan, sebesar 1,14%. Perbedaan tersebut mungkin saja disebabkan karena beberapa hal sebagai berikut:

(8)

- P p k in R p d 0 d C

D in m d d

- J p te ( d p k

Perbedaan c penelitian ter kemudian dir ni adalah nil RMS seringk pada patokan deviasi stand 0. Kesetaraa deviasi stand Chapman, 19

Dimana a ni berarti ba mean dan de dapat disetar dikuadratkan

Jumlah data per kasus, se ersebut kura 0%, 25%, 5 diperoleh ma pengujian le kasus.

cara merang rsebut meng reduksi deng lai Root Me kali dinyatak n nilai terten dar pada dasa an antara RM dar terlihat p

992).

adalah nilai ahwa nilai R eviasi stand rakan sebag n, dengan asu

pengujian y ehingga ting ang spesifik, 50%, 75%, asih mungkin ebih banyak

gkum nilai ggunakan nor gan menghit an Square (

kan sebagai ntu (E.W. W

arnya adalah MS dengan ada persama

mean dan σ RMS selalu dar. Penggun gai nilai va umsi nilai m

yang diguna kat keakurat , dalam arti

atau 100%

n meningkat k secara jum

koefisien w rmalisasi, pe tung mean.

RMS) kuadr nilai devia Weisstein, 20 h nilai RMS n hubungann aan berikut (

σx adalah nila u sama atau naan RMS k ariant, yaitu mean adalah 0

akan terlalu tan yang dip hanya sedik

%). Nilai tin t atau menur mlah dan le

wavelet, dim erhitungan e

Hasil dari p rat. Dalam i si standar b 10), dimana terhadap m nya dengan (C. C. Bissel

ai deviasi st lebih besar kuadrat, dal

nilai devia 0.

sedikit, den peroleh oleh kit kemungk ngkat keakur

run apabila ju ebih bervari

mana pada energy, dan perhitungan ilmu fisika, berdasarkan a pada nilai mean, bukan mean dan l dan D. A.

tandar. Hal r dari nilai am hal ini asi standar

ngan 4 data h penelitian inan angka ratan yang umlah data iasi secara

(9)

P. Gorgel et al. (2009) juga menggunakan DWT dan SVM untuk kasus klasifikasi jenis keabnormalan. Tingkat dekomposisi DWT yang digunakan pada penelitian ini adalah 2. Pada penelitian ini, beberapa fungsi kernel diujikan, diantaranya adalah Gaussian RBF, linear, dan quadratic. Sumber data yang digunakan pada penelitian ini berasal dari fakultas pengobatan universitas Akdeniz. Distribusi data yang yang digunakan dalam penelitian ini adalah 28 kasus benign dan 38 kasus malignant. Dengan kondisi ini, diperoleh hasil sebagai berikut:

- Dengan menggunakan fungsi kernel Gaussian RBF diperoleh tingkat keakuratan untuk kasus benign sebesar 71,4% dan kasus malignant 94,7%, dengan tingkat keakuratan keseluruhan adalah 84,8%.

- Dengan menggunakan fungsi kernel linear diperoleh tingkat keakuratan untuk kasus benign sebesar 60,7% dan kasus malignant 86,8%, dengan tingkat keakuratan keseluruhan adalah 75,7%.

- Dengan menggunakan fungsi kernel quadratic diperoleh tingkat keakuratan untuk kasus benign sebesar 53,5% dan kasus malignant 76,3%, dengan tingkat keakuratan keseluruhan adalah 66,6%.

Sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya, Gaussian RBF terbukti memberikan nilai tingkat keakuratan terbaik, dibandingkan dengan fungsi-fungsi kernel lainnya. Tingkat keakuratan yang diperoleh dari penelitian ini adalah 84,8%, dibandingkan dengan hasil 88,64% dari penggunaan DT CWT. Hasil tersebut menunjukkan perbedaan tingkat keakuratan sebesar 3,84%. Hasil yang diperoleh pada penelitian untuk untuk setiap kasus menunjukkan adanya kecenderungan

(10)

bahwa kasus malignant dapat diklasifikasi lebih baik dibandingkan dengan benign, 94,7% berbanding dengan 71,4%. Hal ini mungkin terjadi karena jumlah data untuk kasus benign dan kasus malignant tidak sama, sehingga data yang digunakan untuk training pada kasus malignant bisa lebih banyak, akhirnya hyperplane SVM yang terbentuk lebih condong kepada malignant. Karenanya, untuk menganalisa tingkat keakuratan diperlukan cara yang lebih spesifik, yaitu per kasus benign dan malignant. Tingkat keakuratan untuk kasus benign adalah 71,4%, dimana penggunaan DT CWT menghasilkan tingkat keakuratan sebesar 85,2% dengan selisih 13,8%. Tingkat keakuratan untuk kasus malignant adalah 94,7%, dimana penggunaan DT CWT menghasilkan tingkat keakuratan sebesar 94,1% dengan selisih 0,6%. Dari selisih hasil yang diperoleh, dapat terlihat bahwa DT CWT lebih handal terutama pada kasus benign, dimana pada kasus malignant, selisih hasil yang diperoleh terlalu kecil sehingga dapat dikatakan setara.

C. Manoharan dan N. V. S. Sree Rathna Lakshmi (2010) mencoba menggunakan fitur yang merupakan kombinasi dari ‘S’ dan momen-momen Jacobi. Nilai ‘S’ diperoleh dengan cara mereduksi subband LL dari hasil proses dekomposisi DWT tingkat 1, menggunakan Singular Value Decomposition (SVD). Sebanyak 10 momen Jacobi dihitung dan dikombinasikan dengan ‘S’.

Selanjutnya SVM digunakan untuk melakukan klasifikasi. Distribusi data yang digunakan pada penelitian ini adalah 16 kasus benign, dimana 6 digunakan untuk pelatihan dan 10 digunakan untuk pengujian, dan 19 kasus malignant, dimana 6 digunakan untuk pelatihan dan 13 digunakan untuk pengujian. Dengan kondisi ini, hasil eksperimen menunjukkan bahwa tingkat keakuratan klasifikasi untuk kasus benign 90,0% dan kasus malignant 84,6%, dengan tingkat keakuratan keseluruhan

(11)

87%. Sebagai perbandingan dengan DT CWT, penelitian ini mungkin kurang relevan, karena hanya menggunakan subband LL dari hasil ekstraksi fitur DWT yang direduksi dengan menggunakan SVD. Hal ini disebabkan karena subband LL menyimpan informasi paling banyak, yang pada dekomposisi DWT merupakan bagian yang akan di dekomposisi pada tingkat selanjutnya. Subband LL dapat dikatakan gambar dengan isi seperti gambar aslinya, namun dengan resolusi setengah dari gambar aslinya. Jadi penggunaan DWT pada penelitian ini hanyalah untuk mengurangi ukuran matriks SVD dengan cara mereduksi resolusi gambar hingga setengahnya dan fitur-fitur sisanya diperoleh dari nilai momen Jacobi. Karenanya pada penelitian ini hanya bisa dibandingkan, berdasarkan tingkat keakuratannya, fitur mana yang memberikan hasil yang lebih baik. Hasil penelitian ini menunjukkan tingkat keakuratan sebesar 87%, dibandingan dengan DT CWT 88,64% terdapat perbedaan yang tidak terlalu signifikan, yaitu 1,64%.

Yang menarik pada penelitian ini adalah penggunaan data pelatihan yang jumlahnya lebih sedikit dari data pengujian, namun tetap memberikan hasil yang cukup menjanjikan. Namun, jumlah keseluruhan data juga tidak terlalu banyak, sehingga variasi kasus yang dihadapi juga kurang banyak.

Berdasarkan dari hasil yang diperoleh dengan penggunaan DT CWT, dibandingkan dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang menggunakan DWT, dimana keduanya menggunakan SVM sebagai pengklasifikasi, dapat dikatakan bahwa penerapan DT CWT mampu memberikan fitur yang lebih baik. Hal ini terbukti dari nilai-nilai tingkat keakuratan yang diperoleh, penggunaan DT CWT selalu memberikan hasil yang lebih baik. Namun, perlu diingat juga bahwa penelitian ini menggunakan data yang jumlahnya lebih besar, baik pada saat

(12)

pelatihan mau pun pengujian. Hal ini berarti bahwa generalisasi dari metodologi yang digunakan pada penelitian ini lebih teruji, dibandingkan dengan penelitian- penelitian sebelumnya, namun juga menggunakan data pelatihan dengan kasus yang lebih bervariasi.

4.2.2 Struktur Keabnormalan

Pada eksperimen kedua, kasus yang dihadapi adalah klasifikasi ROI ke dalam kelas yang merupakan kombinasi dari jenis keabnormalan dan struktur keabnormalan. Metodologi yang diusulkan berhasil memperoleh tingkat keakuratan sebesar 20,45%

Hasil buruk yang diperoleh dari eksperimen kedua akan dicoba dikaitkan dengan teori-teori yang ada. Berikut ini adalah beberapa analisis yang merupakan dugaan mengapa diperoleh hasil tersebut:

- DT CWT tergolong sebagai teknik ekstraksi fitur berbasis tekstur.

Struktur keabnormalan melambangkan bagaimana bentuk dan penyebaran kanker di dalam suatu ROI. Teknik yang digunakan untuk merangkum hasil pemfilteran DT CWT yang pada akhirnya digunakan sebagai fitur adalah mean dan deviasi standar. Pada akhirnya fitur yang dihasilkan tidak memiliki informasi spasial, sehingga fitur ini tidak dapat mendiskriminasi struktur keabnormalan.

- SVM multi-kelas menggunakan kombinasi dari beberapa SVM biner untuk melakukan klasifikasinya. SVM biner ini diterapkan kepada setiap pasang kombinasi tingkat keabnormalan dan kelas keabnormalan yang ingin diklasifikasi. Setiap SVM biner ini

(13)

mendapatkan perlakuan yang sama, dengan menggunakan kombinasi konstanta yang sama pada setiap proses klasifikasi. Struktur keabnormalan, melambangkan bagaimana bentuk dan penyebaran kanker di dalam suatu ROI. Permasalahannya, struktur keabnormalan yang satu dengan yang lainnya, mungkin saja memiliki karakteristik yang sangat berbeda sehingga diperlukan konstanta yang berbeda juga.

Untuk menguji hal ini, dilakukan eksperimen tambahan dimana konstanta kernel SVM dicari dan dibedakan untuk setiap pasangan kelas. Percobaan ini memberikan hasil yang lebih baik, namun tidak terlalu signifikan. Penggunaan kombinasi konstanta DT CWT yang berbeda-beda pada setiap pasangan kelas mungkin dapat meningkatkan hasil yang diperoleh lebih jauh lagi.

 

Gambar

Tabel 4.1 Hasil Klasifikasi pada Tahap Validasi.
Tabel 4.2 Hasil Klasifikasi pada Fase Online.

Referensi

Dokumen terkait

Skizogoni banyak terjadi pada organ dalam (hati, limpa, dan sumsum tulang) dan kelainan patologis pada organ tersebut sering ditandai dengan adanya pigmen malaria yang dideposit

R DENGAN HERNIA REPAIR PADA HERNIA INGUINAL LATERAL DI INSTALASI BEDAH SENTRAL RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA”. Penyusun Laporan Komprehensif ini merupakan

MARYATI J.230 10 30 82.. Telah Dipertahankan Di Depan Dewan Penguji Pada Tanggal 1 Februari 2012 Dan Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat. Hari Setyobudi, S.Kep., Ns.. Y DENGAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan metode latihan berstruktur yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa mengikuti langkah-langkah sebagai berikut (1) guru

Mengingat, produksi filet patin yang diharapkan dapat menjadi alternatif sumber protein hewan bagi masyarakat, tetapi selama ini sering mengalami penurunan kualitas

Praktikum terhadap sampel hiu paus yang telah dilakukan menggunakan metode ekstraksi chelex dan dilanjutkan dengan kegiatan PCR (polymerasi Chain Reaction) dan

Melalui perhitungan korelasi antara data hasil interpolasi dengan data pengukuran langsung, maka didapatkan bahwa metoda interpolasi spline memiliki tingkat presisi

Berdasarkan observasi dan wawancara yang sudah dilakukan peneliti, pembuatan RPP yang dilakukan guru berpedoman dengan penyusunan RPP pada Kurikulum 2013 yang