• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. bahasa mempunyai kaidah-kaidah ataupun aturan-aturan masing-masing yang baik dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. bahasa mempunyai kaidah-kaidah ataupun aturan-aturan masing-masing yang baik dan"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN .1 Latar Belakang Masalah

Robert Sibarani (1997: 65) mengemukakan, bahwa bahasa merupakan suatu sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan oleh masyarakat sebagai alat komunikasi. Setiap bahasa mempunyai kaidah-kaidah ataupun aturan-aturan masing-masing yang baik dan benar, dengan kata lain pemakaian bahasa harus sesuai dengan situasi pemakaiannya dan sesuai dengan kaidah yang berlaku. Abdul Chaer (1994:42) mengatakan bahwa bahasa adalah sistem dan bahasa adalah lambang dan bahasa adalah bunyi. Jadi, sistem itu berupa lambang dan wujudnya berupa bunyi.

Masih menurut Abdul Chaer (1995:1), sebagai alat komunikasi verba, bahasa merupakan suatu sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer. Maksudnya, tidak ada hubungan wajib antara lambang sebagai hal yang menandai yang berwujud kata atau leksem dengan benda atau konsep yang ditandai yaitu referen dari kata atau leksem tersebut.

Selain itu Abdul Chaer (2007:11-12) mengungkapkan, bahasa merupakan objek kajian linguistik. Linguistik berarti “ ilmu bahasa “. Oleh sebab itu, dapat dijabarkan dalam sejumlah konsep mengenai linguistik yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya.

Pertama, karena bahasa adalah bunyi ujaran, maka linguistik melihat bahasa sebagai bunyi. Artinya, bagi linguistik bahasa lisan adalah yang primer, sedangkan bahasa tulis hanya sekunder.

(2)

Kedua, karena, bahasa itu bersifat unik, maka linguistik tidak berusaha menggunakan

kerangka suatu bahasa untuk dikenakan pada bahasa lain.

Ketiga, karena bahasa adalah suatu sistem, maka linguistik mendekati bahasa bukan

sebagai kumpulan unsur yang terlepas, melainkan sebagai kumpulan unsur yang satu dengan yang lainnya mempunyai jaringan hubungan.

Keempat, karena bahasa itu dapat berubah dari waktu ke waktu, sejalan dengan

perkembangan sosial budaya masyarakat pemakainya, maka linguistik memperlakukan bahasa sebagai sesuatu yang dinamis.

Sudjianto (2004:14) mengatakan bahwa dilihat dari aspek kabahasaan, bahasa Jepang memiliki karakteristik tertentu yang dapat kita amati dari huruf yang digunakan, sistem pengucapan, gramatika, ragam bahasa dan kosakata.

Dalam berbahasa, seseorang perlu mempelajari tata bahasa yang baik dan benar.

Terutama pada saat hendak berbicara kepada orang asing dalam hal ini kepada orang Jepang. Hal ini sangat penting bila ingin menjalin komunikasi dengan baik.

Poerwardaminta (1976:1024) mengemukakan :

Tata bahasa adalah pengetahuan atau pelajaran mengenai pembentukan kata-kata dan penyusunan kata-kata dalam kalimat.

Pada waktu berkomunikasi, khususnya dalam bahasa Jepang, verba sangatlah penting.

Verba dalam bahasa Jepang disebut doushi. Verba merupakan kata kerja yang berfungsi menjadi predikat dalam kalimat, bisa berdiri sendiri juga mengalami perubahan bentuk (katsuyo). Apabila, melihat verba yang digunakan, ada beberapa makna dalam bahasa Indonesia sama, namun dalam bahasa Jepang berbeda. Seperti yang dikemukakan oleh Dedi Sutedi (2003:128) verba ochiru, korobu, dan taoreru merupakan verba yang bersinonim, sebab ketiga verba ini dapat dipadankan dengan kata ’jatuh’ dalam bahasa

(3)

Indonesia. Ungkapan yang sama juga terdapat dalam kamus Pemakaian Bahasa Jepang Dasar yang menjelaskan bahwa makna awal dari kata ochiru, korobu, dan taoreru adalah

’jatuh’ (Nomoto,1988:608,865,1169). Dengan demikian verba ochiru, korobu, dan taoreru yang apabila apabila kita terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dapat diartikan dengan “ jatuh “.

Contoh :

1. つくえの上にあるかびんが倒れた Tsukue no ue ni aru kabin ga taoreta

(vas bunga yang di atas meja jatuh) 2. 子供が転んだ

Kodomo ga koronda

(Anak jatuh)

(Dedi Sutedi, 2003:129)

3. 馬から落ちてけがをする Uma kara ochite kega o suru (terluka karena jatuh dari kuda) (Kikou Nomoto, 1988:865)

Dari contoh di atas dapat dikatakan bahwa verba ochiru, korobu, dan taoreru memiliki arti yang dalam bahasa Indonesia bisa diterjemahkan “ jatuh “. Kata ’jatuh’

disini terbatas pada arti jatuh secara fisik saja. Ketiga verba tersebut karena memiliki

(4)

kesamaan arti, dalam bahasa Indonesia disebut sinonim. Secara etimologi kata sinonimi berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu onoma yang berarti ‘nama’, dan syn yang berarti

‘dengan’. Maka secara harfiah kata sinonimi berarti ‘nama lain untuk benda atau hal yang sama’. Secara semantik Verhaar dalam Abdul Chaer (1995:82) mendefinisikan sebagai ungkapan (bisa berupa kata, frase, atau kalimat) yang maknanya kurang lebih sama dengan makna ungkapan lain.

Di dalam bahasa Jepang, verba yang memiliki arti yang sama apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia ada banyak. Tetapi, cara pemakaian dan penggunaannya dalam kalimat berbeda. Dengan demikian, selaku pembelajar bahasa Jepang, sebaiknya kita paham benar cara pemakaian tersebut, agar lawan bicara paham betul apa yang kita bicarakan. Pembahasan ketiga verba tersebut lebih kepada perbedaan pamakaian dalam kalimat. Dengan alasan tersebut penulis tertarik untuk menganalisis verba tersebut yang akan dituangkan dalam skripsi yang berjudul “ Analisis Pemakaian Verba Ochiru, Korobu, dan Taoreru Dalam Kalimat Bahasa Jepang “

.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan sejarahnya, bahasa Jepang dibagi menjadi dua bagian besar yakni kougo (bahasa modern) dan bungo (bahasa klasik). Kougo dalam bahasa Jepang disebut juga gendaigo. Di dalam bahasa Jepang modern (kougo/gendaigo) terdapat ragam lisan (hanashi kotoba) yaitu bahasa yang diungkapkan secara lisan yang diperlukan pada

(5)

waktu berbicara dan ragam tulisan (kaki kotoba) yaitu bahasa yang dipakai secara tertulis (Sudjianto, 1996:12-13).

Verba yang bersinonim banyak sekali ditemukan dalam bahasa Jepang. Seperti なら う、べんきょうする、まなぶ yang artinya belajar. Verba lain adalah ochiru, korobu, dan taoreru. Jika kita melihat makna ketiga verba tersebut secara gramatikal, verba ochiru artinya jatuh, korobu artinya terpeleset, dan taoreru artinya tumbang. Tetapi kalau dilihat secara leksikal atau yang berhubungan dengan kamus, ketiga verba tersebut memiliki arti yang sama dan dapat kita lihat di dalam kamus Pemakaian Bahasa Jepang Dasar. Permasalahan yang sering muncul adalah pada saat menterjemahkan kalimat kedalam bahasa Jepang dari bahasa Indonesia dan sebaliknya. Apabila dalam bahasa Indonesia kata “ jatuh “ hanya satu, tetapi dalam konteks bahasa Jepang bisa menggunakan beberapa kata. Ada kemungkinan apabila kata jatuh dalam bahasa Indonesia diterjemahkan kedalam bahasa Jepang bukan ochiru yang digunakan tetapi bisa korobu dan taoreru. Hal inilah yang menyulitkan penulis ataupun pembelajar

menterjemahkan kalimat dari bahasa Indonesia juga sebaliknya karena kurangnya pengetahuan dalam penggunaan kata tersebut. Untuk itu, dalam skripsi ini akan dibahas satu persatu ketiga verba tersebut.

Untuk membahas hal tersebut di atas, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah makna verba ochiru, korobu, dan taoreru.

2. Bagaimanakah penggunaan verba ochiru, korobu, dan taoreru dalam kalimat bahasa Jepang dan penerjemahannya kedalam bahasa Indonesia.

(6)

.3 Ruang Lingkup Pembahasan

Setiap bahasa memiliki kaidah-kaidah tersendiri. Begitu pula bahasa Jepang yang memiliki kaidah-kaidah tersendiri dalam penggunaanya, terutama verba yang bersinonim.

Verba ochiru, korobu, dan taoreru yang apabila diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia menjadi ‘jatuh’. Namun, apabila digunakan ke dalam kalimat ketiga verba tersebut berbeda pemakaiannya. Pengggunaanya juga harus disesuaikan dengan kondisi yang tepat dalam kalimat. Agar tulisan ini dapat terorganisir dengan baik, maka penulis membatasi masalah dengan hanya menganalisis verba ochiru, korobu, dan taoreru yang bermakna ‘jatuh’ dan bagaimana penggunaanya dalam kalimat bahasa Jepang.

Dalam pembahasan ini, penulis akan membahas verba ochiru sebanyak 5, verba korobu sebanyak 5, dan verba taoreru sebanyak 5, bahan yang dijadikan referensi dalam

pencarian data adalah buku-buku teks berbahasa jepang seperti minna no nihongo, buku tata bahasa jepang dan buku-buku yang berhubungan dengan pelajaran bahasa jepang.

Untuk mendukung penulisan, penulis juga akan membahas tentang semantik. Bahan yang diambil dari buku-buku yang berhubungan dengan semantik dan juga teori-teori yang berhubungan dengan semantik.

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori .4 .1 Tinjauan Pustaka

Bahasa digunakan sebagai alat untuk menyampaikan sesuatu ide, pikiran, hasrat, dan keinginan kepada orang lain. Terkadang kita menggunakan bahasa bukan untuk menyampaikan isi pikiran kepada orang lain tetapi hanya ditujukan kepada diri sendiri,

(7)

seperti saat berbicara sendiri baik yang dilisankan maupun hanya di dalam hati. Tetapi, yang paling penting adalah ide, hasrat, pikiran, dan kegiatan tersebut dituangkan melalui bahasa. (Sutedi,2003:2)

Linguistik adalah ilmu tentang bahasa, atau ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya (Abdul Chaer, 1994:1). Linguistik merupakan ilmu yang objek pengamatannya adalah bahasa, bahasa yang merupakan alat komunikasi utama manusia.

Sedangkan yang menjadi objek pokok linguistik adalah masalah dasar yang menyangkut bahasa, seperti hakekat atau sifat bahasa. Proses kerja bahasa, perubahan dan perkembangan yang terjadi dalam bahasa (Siregar, 2006:1)

Dalam tata bahasa baku, kata diklasifikasikan menjadi 10 kelas kata. Beberapa diantaranya adalah meishi (nomina), doushi (verba), keiyoushi (adjektiva I), keiyoudoushi (adjektiva II), jodoushi (verba bantu), dan lain sebagainya. (Sudjianto, 2004:98). Ochiru, korobu, dan taoreru yang akan dibahas ini termasuk doushi (verba).

Verba ochiru, korobu, dan taoreru mempunyai hubungan kemaknaan. Dalam hal ini hubungan kemaknaan berhubungan dengan kesamaan makna atau sinonim. Berbicara makna kalimat berarti berbicara semantik. Semantik merupakan bidang Linguistik.

Sehingga jelas yang digunakan adalah pendekatan linguistik.

Kata semantik dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Yunani sema (kata benda) yang berarti “tanda” atau “lambang”. Kata kerjanya adalah semaino yang berarti

“menanda” atau “melambangkan”. Yang dimaksud dengan tanda atau lambang disini sebagai padanan kata sema itu adalah tanda linguistik, seperti yang dikemukakan oleh Ferdinand de Saussure dalam Chaer (1994:60), yaitu terdiri dari (1) komponen yang

(8)

mengartikan, yang berwujud bentuk-bentuk bunyi bahasa dan, (2) komponen yang diartikan atau makna dari komponen yang pertama itu.

Kata semantik ini kemudian disepakati sebagai istilah yang digunakan untuk bidang linguistik yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya. Atau dengan kata lain, bidang studi dalam lingu istik yang mempelajari makna atau arti dalam bahasa. Oleh karena itu, kata semantik dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau tentang makna atau tentang arti, yaitu salah satu dari tiga tataran analisis bahasa : fonologi, gramatika, dan semantik. (Abdul Chaer, 2002:2)

Verba ochiru, korobu, dan taoreru memiliki arti yang sama, tetapi berbeda cara penggunaanya dalam kalimat. Dalam hal ini ketiga verba tersebut memiliki kesamaan makna, atau yang disebut dengan sinonim. J.D Parera (2004:61) mengatakan dua ujaran- apakah dalam bentuk morfem terikat, kata, frase, atau kalimat yang menunjukkan kesamaan makna disebut sinonim atau bersinonim. Seperti yang dituturkan oleh A.

Chaedar dalam Linguistik Suatu Pengantar menyatakan , beberapa kata (leksem) yang berbeda mempunyai arti yang sama, dengan perkataan lain beberapa leksem mengacu pada satu unit semantik yang sama. Relasi ini dinamai sinonim.

Apabila kita cermati secara seksama bahwa bahasa Jepang kaya akan kosakata, selain itu dalam bahasa Jepang banyak juga kata yang memiliki bunyi ucapan yang sama tetapi ditulis dengan huruf kanji yang berbeda sehingga menunjukkan makna yang berbeda pula. (Sudjianto, 2004:15).

Dalam bahasa Jepang, berdasarkan urutannya verba berada diakhir kalimat. Verba adalah kata yang menyatakan aktivitas, keberadaan, keadaan sesuatu, atau menjadi keterangan bagi kelas kata yang lain pada sebuah kalimat. Verba dalam bahasa Jepang

(9)

mengalami perubahan bentuk (katsuyou) tergantung pada kategori gramatikalnya antara lain tingkat kebahasaannya (teineisa), bentuk positif dan negatif (mitomekata), diatesis (tai), aspek (sou), kala atau tense (jisei), dan modalitas (hou).

.4.2 Kerangka Teori

Dalam penulisan skripsi ini penulis banyak mempergunakan teori-teori berdasarkan pendapat para pakar yang diperoleh dari berbagai sumber pustaka.

Penelitian ini akan membahas tentang makna yang terdapat pada verba ochiru, korobu, dan taoreru yang apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dapat berarti

‘jatuh’. Namun sebenarnya dalam bahasa Jepang memiliki perbedaan makna yang berbeda dalam setiap konteks kalimat. Penelitian ini juga akan membahas cara pemakaian kata tersebut ke dalam kalimat bahasa Jepang. Dengan demikian penulis akan meneliti melalui pendekatan semantik yang membahas tentang makna.

Wittgstein dalam J.D Parera ( 1990:18 ) mengungkapkan kata tidak mungkin dipakai dan bermakna untuk semua konteks, karena konteks itu selalu berubah dari waktu ke waktu. Makna tidak diluar kerangka pemakaiannya. Wittgstein juga memberi nasehat : “ jangan menanyakan makna sebuah kata, tanyakanlah pemakaiannya “. Lahirlah pengertian tentang makna. Makna sebuah ujaran ditentukan oleh pemakainya dalam masyarakat bahasa.

Menurut Chaer (1994:59) makna itu terbagi dua yaitu makna leksikal dan makna gramatikal. Dalam bahasa Jepang makna leksikal disebut makna kamus (jisho teki imi) atau makna kata (goi teki imi) yang sesungguhnya sesuai dengan referensinya sebagai hasil pengamatan indra dan terlepas dari unsur gramatikalnya, bias juga dikatakan

(10)

sebagai makna asli suatu kata sedangkan makna gramatikal yang dalam bahasa Jepang disebut makna kalimat (bunpou teki imi) yaitu makna yang muncul akibat dari proses gramatikal.

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian .5 .1 Tujuan Penelitian

Tujuan yang dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pengertian verba ochiru, korobu, dan taoreru dalam konteks kalimat bahasa Jepang

2. Untuk mengetahui pemakaian verba ochiru, korobu, dan taoreru dalam kalimat bahasa Jepang.

1.5.2 Manfaat penelitian

Manfaat yang akan didapat bila penelitian ini dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Memperkaya ilmu pengetahuan dibidang linguistik, khususnya mengenai makna

yang terdapat dalam verba ochiru, korobu, dan taoreru.

2. Setelah mengetahui makna dari verba ochiru, korobu, dan taoreru serta bagaimana cara pemakaiannya dalam kalimat, maka baik penulis maupun pembaca akan mengggunakan verba tersebut dengan tepat sesuai konteks dari kalimat sehingga tercipta suasana komunikasi yang baik.

1.6 Metode Penelitian

(11)

Untuk mengerjakan penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian deskriptif.

Menurut Winarno Surachmad (1988:5) bahwa metode penelitian deskriptif lebih merupakan istilah umumnya mencakup berbagai tekhnik deskriptif. Diantaranya ialah penyelidikan yang menuturkan, menganalisa, dan mengklasifikasi. Dan pelaksanaan metode deskriptif tidak terbatas hanya sampai pada pengumpulan dan penyusunan data, tetapi meliputi analisa dan interpretasi tentang arti data itu.

Selain metode deskriptif, penulis juga menggunakan metode kepustakaan (library research) yaitu pengumpulan data dilakukan dengan pengumpulan teks (kepustakaan) dari berbagai literature, baik diperpustakaan maupun di tempat lain. Serta mengumpulkan buku-buku yang berisikan pendapat para ahli yang mempunyai hubungan dengan penelitian ini.

Referensi

Dokumen terkait

Dari Kegiatan konstruksi maupun pertambangan dapat mengakibatkan gangguan akibat kerja pada operator alat berat yaitu low back pain akibat getaran seluruh tubuh

Pada kasus rangkaian dimana bentuk gelombang keluaran sama dengan gelombang masukan Tphl adalah waktu yang diukur dari level tegangan ini ketika falling input Wavefrom hingga

Mengidentifikasi kekurangan butir data yang tidak lengkap agar ketika digunakan untuk pelayanan pasien berikutnya, data yang belum lengkap tersebut sudah dilengkapi.Dengan

Hal ini sesuai dengan definisi perbankan, yang terkait dengan kegiatan utama suatu bank yaitu membeli uang dari masyarakat (menghimpun dana) melalui simpanan

Listrik untuk kehidupan yang lebih baik 30 Kategori O Trafo tenaga/ reaktor dengan tegangan nominal sistem 400 kV dan diatasnya.

Karakteristik bisnis layanan jasa, analisis dan rancang jasa, Karakteristik bisnis layanan jasa, analisis dan rancang jasa, manajemen kapasitas dan permintaan layanan, manajemen

untuk melikuidasi persekutuan, seperti penagihan piutang, konversi aset non kas menjadi kas, pembayaran kewajiban  persekutuan, dan distribusi laba bersih yang

Jadi ya menunggu umurnya sama ya,” kata Pak Kemplu seperti orang tanpa dosa.” Tuturan tersebut menjelaskan bahwa tokoh Kemplu telah melakukan pelanggaran prinsip kerja sama