• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS COST EFFECTIVENESS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS COST EFFECTIVENESS"

Copied!
155
0
0

Teks penuh

(1)

PROGRAM MAGISTER ILMU FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2020 TESIS

ANALISIS COST EFFECTIVENESS DAN COST UTILITY PENGGUNAAN ANTIAGREGASI TROMBOSIT PADA PASIEN

RAWAT INAP STROKE ISKEMIK DI RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

OLEH:

DARMA ERICSON SARAGIH

NIM: 177014020

(2)

PROGRAM MAGISTER ILMU FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2020

ANALISIS COST EFFECTIVENESS DAN COST UTILITY PENGGUNAAN ANTIAGREGASI TROMBOSIT PADA PASIEN

RAWAT INAP STROKE ISKEMIK DI RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Magister dalam Ilmu Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

DARMA ERICSON SARAGIH

NIM: 177014020

(3)
(4)

PERSETUJUAN TESIS

Nama Mahasiswa : Darma Ericson Saragih Nomor Induk Mahasiswa : 177014020

Program Studi : Magister Farmasi

Judul Tesis : Analisis Cost Effectiveness dan Cost Utility Penggunaan Antiagregasi Trombosit Pada Pasien Rawat Inap Stroke Iskemik di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara Medan

Telah diuji dan dinyatakan LULUS di depan Komisi Penguji Tesis pada hari selasa tanggal 30 Juni 2020.

Menyetujui:

Komisi Penguji Tesis

Ketua : Prof. Dra. apt. Azizah Nasution, M.Sc., Ph.D.

Sekretaris : apt. Khairunnisa, S.Si., M.Pharm., Ph.D.

Anggota : Prof. Dr. apt. Wiryanto, M.S.

Prof. Dr. apt. Urip Harahap, SU.

(5)

PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

NamaMahasiswa : Darma Ericson Saragih NomorIndukMahasiswa 177014020

ProgramStudi : Magister IlmuFarmasi

JudulTesis : Analisis Cost Effectiveness dan Cost Utility Penggunaan Antiagregasi Trombosit Pada Pasien Rawat Inap Stroke Iskemik di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara Medan Dengan ini menyatakan bahwa tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan plagiat dan apabila dikemudian hari diketahui tesis saya tersebut plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Ilmu Farmasi Universitas Sumatera Utara. Saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan, 30 Juni 2020 Yang Menyatakan

Darma Ericson Saragih NIM 177014020

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena limpahan rahmat, kasih, dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis dengan judul “Analisis Cost Effectiveness dan Cost Utility Penggunaan Antiagregasi Trombosit Pada Pasien Rawat Inap Stroke Iskemik di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara Medan” sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Stroke iskemik termasuk penyakit katastropik yang menyerap biaya kesehatan tinggi. Terapi antiagregasi trombosit berperan penting untuk mencegah stroke berulang sehingga dapat mengurangi penyerapan biaya terapi. Atas dasar itulah maka dilakukan penelitian untuk menganalisis efektivitas model terapi antiagregasi trombosit dan mengukur kualitas hidup pasien rawat inap stroke iskemik. Penelitian ini menyimpulkan model terapi aspirin lebih cost effective dari clopidogrel dan tidak terdapat korelasi antara aPTT dan PT dengan kualitas hidup pasien serta biaya rerata terapi masih di bawah klaim INA-CBGs. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan pemilihan antiagregasi trombosit yang lebih efektif dan memberikan gambaran biaya rerata medis langsung khususnya pada pasien stroke iskemik.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih yang sebesar- besarnya kepada Ibu Prof. Dra. apt. Azizah Nasution, M.Sc., Ph.D. dan Ibu apt.

Khairunnisa, S.Si., M.Pharm., Ph.D. yang telah memberikan waktu, bimbingan, arahan, masukan, saran, dan dukungan kepada penulis dengan penuh kesabaran, tulus, dan ikhlas selama penelitian dan penyusunan tesis ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. apt. Wiryanto, M.S. selaku ketua penguji dan kepada Bapak Prof. Dr. apt. Urip Harahap, SU. selaku anggota penguji yang telah memberikan saran untuk penyempurnaan tesis ini. Pada kesempatan ini juga peneliti menyampaikan terimakasih kepada Ibu Prof. Dr. apt.

Masfria, M.S. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara (USU) yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama menjalani pendidikan di Program Magister Ilmu Farmasi dan kepada Bapak Dr. dr. Syah Mirsya Warli, Sp.U (K) selaku direktur utama Rumah Sakit USU yang telah memberikan izin penelitian di Rumah Sakit USU. Penulis juga mengucapkan rasa terima kasih yang kepada keluarga tercinta, Ayahanda Kornelus Saragih., dan Ibunda Rosmiyati Sinaga, Abang Doni Saragih S.E, dan Adik Rohni Saragih, atas limpahan kasih sayang, semangat dan doa yang tidak ternilai dengan apapun. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa dukungan, bantuan, dan bimbingan dari berbagai pihak, tesis ini tidak dapat terselesaikan dengan baik. Akhir kata penulis berharap semoga tesis ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya dibidang farmasi.

Medan, 30 Juni 2020 Penulis,

Darma Ericson Saragih NIM 177014020

(7)

ANALISIS COST EFFECTIVENESS DAN COST UTILITY PENGGUNAAN ANTIAGREGASI TROMBOSIT PADA PASIEN

RAWAT INAP STROKE ISKEMIK DI RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

ABSTRAK

Stroke merupakan kondisi medis aliran darah ke otak terganggu dengan penyebab kecacatan serta kematian tertinggi di Indonesia setiap tahunnya dan termasuk ke dalam penyakit katastropik yang menyerap biaya perwatan tertinggi.

Terapi antiagregasi trombosit berperan penting untuk mencegah stroke berulang sehingga dapat mengurangi biaya perawatan.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektivitas antiagregasi trombosit dari aspirin dan clopidogrel dan menentukan korelasi activated Partial Thromboplastin Time (aPTT) dan Prothrombine Time (PT) pada pasien stroke iskemik dengan kondisi komorbiditas dengan kualitas hidup (QOL) serta menghitung biaya rerata terapi pasien kemudian dibandingkan dengan klaim Indonesian Case Based Groups (INA-CBGs) di Rumah Sakit USU Medan periode Februari-Agustus 2019.

Penelitian kohort prospektif ini diperlukan data (karakteristik pasien, penggunaan obat, biaya akomodasi dan outcome terapi yaitu aPTT dan PT) diakses dari rekam medis pasien. Karakteristik pasien dianalisis secara deskriptif menggunakan microsoft excel. Biaya yang digunakan dihitung dengan mengalikan jumlah unit dengan unit cost. Efektivitas biaya dianalisis dengan menghitung Cost Effectiveness Ratio (CER), Incremental Cost Effectiveness Ratio (ICER), Cost Utility Ratio (CUR) dan Incremental Cost Utility Ratio (ICUR). Kualitas hidup diukur dengan kuisioner Euro Qol 5 dimension three level (EQ5D3L). Korelasi antara outcomes terapi dengan kualitas hidup dianalisis menggunakan pearson correlation pada programSPSS.

Karakteristik pasien: usia rerata pasien 62 ± 2, 3 tahun, laki-laki 51,5%, pendidikan SMA 55%. Terdapat 5 kelompok pasien stroke iskemik. Efektivitas (E) terapi tertinggi berdasarkan aPTT yaitu pada kelompok diagnosis hyperkolesterol penggunaan terapi aspirin diperoleh CER, Rp 545.838; E, 4,3;

ICER, Rp 67.147 dan efektivias berdasarkan PT dari kelompok pasien yang sama diperoleh CER, Rp 4.694.208; E, 0,5; ICER Rp -1.187.010. Korelasi antara aPTT dan PT dengan kualitas hidup pasien: aPTT, 0,026, p, 0,884; PT, 0,007, p, 0,970 nilai tersebut lebih kecil dari r tabel 0,344. Biaya rerata terapi sebesar Rp 2.514.515 ± Rp 778.153.

Model terapi aspirin lebih cost effective dari clopidogrel, tidak terdapat korelasi aPTT dan PT dengan kualitas hidup pasien stroke iskemik dan biaya rerata terapi di bawah klaimINA-CBGs.

Kata kunci: stroke iskemik, antiagregasi trombosit, CEA, CUA, EQ5D3L

(8)

COST EFECTIVENESS AND COST UTILITY ANALYSIS OF ANTIPLATELETS AGGREGATION IN THE TREATMENT OF ISCHEMIC STROKE INPATIENT

ADMITTED TO UNIVERSITAS SUMATERA UTARA HOSPITAL MEDAN ABSTRACT

Stroke is a condition in which poor blood flow to the brain with the highest incidence, disability and death in Indonesia each year and included into catastrophic diseases with the highest treatment cost. Antiplatelets aggregation therapy has an important role to prevent the recurrence of strokes; therefore can reduce the treatment costs.

This study aimed to analyze the effectiveness of antiplatelets aggregation of aspirin and clopidogrel and determine the correlation between the activated Partial Thromboplastin Time (aPTT) and Prothrombine Time (PT) of the ischemic stroke patients with comorbid conditions with their quality of life (QOL) and calculated the average cost of therapy then compared with Indonesian Case Based Groups (INA-CBGs) admitted to Universitas Sumatera Utara (USU) Hospital Medan period February-August2019.

This prospective cohort study extracted data including (patients characteristics, drugs used, accommodation costs, and therapeutic outcomes aPTT and PT) from the patients medical records. The patients characteristics were descriptively analyze using microsoft excel program. The costs consumed were calculated by multiply the number of units by the unit cost. Cost effectiveness was analyzed by calculating Cost Effectiveness Ratio (CER), Incremental Cost Effectiveness Ratio (ICER), Cost Utility Ratio (CUR,) and Incremental Cost Utility Ratio (ICUR). The QOLs of the patients were measured by using Euro Qol 5 dimension three level (EQ5D3L) questionnaire. The correlation between the outcomes achieved with their QOLs was analyze applying pearson correlation in the program ofSPSS.

Characteristics of the patients: the mean age of the patients, 62 ± 2.3 years;

male, 51.5%; high school education, 55%. There were 5 groups of the ischemic patients. The highest effectiveness (E) of the therapy based on aPTT was the patients with hypercholesterol provided with aspirin: CER, Rp 545,838; E, 4.3;

ICER, Rp 67,147. The effectiveness based on PT of the same patient group: CER, Rp 4,694,208; E, 0.5; ICER, Rp -1,187,010. Correlation between aPTT and PT with the QOL of the patients: aPTT, 0.026, p, 0.884; PT, 0.007, p,0.970. Thus, these values were smaller than r table 0.344. The average cost of therapy was Rp 2,514,515 ± Rp 778,153.

The aspirin therapy model was more cost effective than clopidogrel, there was no correlation between aPTT and PT with the QOL of the ischemic stroke patients. The average treatment costs was below the claims of INA-CBGs.

Keywords: ischemic stroke, antiplatelets aggregation, CEA, CUA, EQ5D3L

(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN JUDUL I ... ii

HALAMAN JUDUL II ... iii

HALAMAN PENGESAHAN TESIS... iv

HALAMAN PERSETUJUAN TESIS... v

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR SINGKATAN ... xv

DAFTAR LAMPIRAN... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar belakang... 1

1.2 Perumusan Masalah... 6

1.3 Hipotesis ... 6

1.4 Tujuan Penelitian ... 7

1.5 Manfaat Penelitian ... 7

1.6 Kerangka Pikir Penelitian... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1 Farmakoekonomi ... 10

2.1.1 Definisi Farmakoekonomi ... 10

2.1.2 Tipe Studi Farmakoekonomi ... 11

2.1.2.1 Cost of Illness(COI) ... 11

2.1.2.2 Cost Minimization Analysis (CMA)... 13

2.1.2.3 Cost Effectiveness Analysis (CEA) ... 13

2.1.2.4 Cost Utility Analysis (CUA) ... 16

2.1.2.5 Cost Benefit Analysis (CBA) ... 18

2.2 Klasifikasi Biaya Pelayanan Kesehatan ... 18

2.2.1 Biaya Langsung (direct cost)... 19

2.2.2 Biaya Tidak Langsung (indirect cost)... 20

2.2.3 Biaya Nirwujud (intangile cost)... 20

2.2.4 Biaya Terhindarkan (avoided cost) ... 20

2.3 Stroke... 21

2.3.1 Definisi ... 21

2.3.2 Epidemiologi... 21

2.3.3 Klasifikasi Stroke ... 23

2.3.4 Faktor Resiko PenyebabTerjadinya Stroke ... 25

2.3.4.1 Faktor Hipertensi... 25

2.3.4.2 Faktor DiabetesMelitus (DM)... 26

2.3.4.3 Faktor Hiperlipidemia dan Hiperkolesterolemia ... 26

2.3.4.4 Faktor Hiperkoagulasi ... 27

(10)

2.3.5 Patofisiologi Stroke Iskemik... 29

2.3.6 Manifestasi Klinis Stroke Iskemik ... 31

2.3.7 Diagnosis Stroke ... 32

2.3.7.1 Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah ... 32

2.3.7.2 Pemeriksaan Elektrolit... 33

2.3.7.3 Pemeriksaan Analisa Gas Darah ... 33

2.3.7.4 Pemeriksaan Hematologi Lengkap... 34

2.3.7.5 Pemeriksaan aPTTdan PT... 34

2.3.7.6 Pemeriksaan CT-SCAN, Foto Thorax, Ecohardiograph dan MRI ... 35

2.3.8 PenatalaksanaanTerapi ... 36

2.4 Fisiologi Hemostasis ... 37

2.4.1 Sistem Vaskular ... 38

2.4.2 Sistem Trombosit ... 38

2.4.3 Sistem Pembekuan Darah ... 40

2.5 Trombosis ... 41

2.6 Obat Antiagreasi Trombosit ... 41

2.7 Instrument General Kesehatan... 44

2.7.1 Euro Quality of Life (EQ5D) ... 44

2.7.2 World Health Organization Quality of Life (WHOQOL) ... 45

2.7.3 Short Form-36 Health Survey (SF-36)... 45

2.8 Indonesian Case Based Groups (INA-CBGs) ... 46

BAB III METODE PENELITIAN ... 48

3.1 Desain Penelitian... 48

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 48

3.3 Populasi dan Subjek Penelitian ... 49

3.3.1 Populasi ... 49

3.3.2 Subjek Penelitian... 49

3.4 Tahapan Penelitian ... 51

3.5 Pengolahan Data dan Penyajian Data... 52

3.6 Analisis Data... 52

3.7 Definisi Operasional... 55

3.8 Langkah Penelitian... 57

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 58

4.1 Karakteristik Subjek Penelitian ... 58

4.2 Profil Pengobatan ... 62

4.3 Biaya Langsung Medis ... 65

4.3.1 Biaya Pemeriksaan Laboratorium ... 67

4.3.2 Pengadaan dan Biaya Obat Antiagregasi Trombosit... 68

4.3.3 Biaya Terapi Obat Lainnya (nonantiagregasi trombosit) ... 71

4.4 Biaya Medis Tidak Langsung ... 71

4.5 Total Biaya Medis Langsung dan Biaya Medis Tidak Langsung ... 72

4.6 Analisis Efektivitas Pengobatan ... 73

4.6.1 Activated Partial Thromboplastin Time (aPTT)... 73

4.6.2 Prothrombine Time (PT) ... 75

4.6.3 Quality Adjust LifeYears (QALY) ... 78

(11)

4.6.4 Quality Adjust Life Years (QALY) Sebelum Perawatan ... 79

4.6.5 Quality Adjust Life Years (QALY) Setelah Perawatan ... 82

4.7 Perhitungan Cost Effectiveness Ratio (CER) dan (ICER) ...87

4.8 Analisis Utilitas Biaya ... 94

4.8.1 Perhitungan Cost Utility Ratio(CUR) ... 94

4.8.2 Perhitungan Incremental Cost Utility Ratio (ICUR)... 95

4.9 Korelasi antara aPTT dan PT dengan Kualitas Hidup ... 97

4.10 Tarif (INA-CBGs) Diagnosis Stroke Iskemik ...98

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 99

5.2 Saran...100

DAFTAR PUSTAKA ...101

LAMPIRAN ...105

(12)

DAFTAR TABEL

2.1 Perbedaan Stroke Hemoragik dan Stroke ... 24

2.2 Faktor Resiko Stroke... 25

2.3 Nomenklatur Faktor Pembekuan Darah ... 40

2.4 Pembagian Dosis Asipirin Berdasarkan Indikasi dan Usia... 42

4.1 Distribusi Pasien Stroke iskemik Berdasarkan Kelompok Penyakit... Penyerta dan Jenis Terapi Antiagregasi Trombosit...63

4.2 Kategori Resources Pengoabatan Pasien Stroke Iskemik... 65

4.3 Profil Penggunaan Antiagregasi Trombosit Berdasarkan Diagnosis Penyakit Penyerta...69

4.4 Total Pemakaian Antiagregasi Trombosit Pasien Stroke Iskemik ... 70

4.5 Biaya Langsung Medis Berdasarkan Diagnosis Penyakit Penyerta dan Kelompok Model Terapi ... 70

4.6 Total Biaya Medis Langsung dan Biaya Medis Tidak Langsung Pasien Rawat Inap Stroke Iskemik...72

4.7 Evaluasi Efektivitas Terapi Antiagregasi Trombosit Berdasarkan Diagnosis Penyakit Penyerta dari Hasil Pemeriksaan Laboratorium aPTT ...74

4.8 Evaluasi Efektivitas Terapi Antiagregasi Trombosit Berdasarkan Diagnosis Penyakit Penyerta dari Hasil Pemeriksaan Laboratorium PT ...76

4.9 Skor QALY Stroke Iskemik Berdasarkan Diagnosis Penyakit Penyerta Sebelum Menerima Perawatan ...79

4.10 Penilaian Kualitas Hidup Pasien Stroke Iskemik (QoL) sebelum Menerima Perawatan Pada 5 Status Dimensi Kesehatan ...80

4.11 Kategori Kualitas Hidup Pasien Stroke Iskemik (QoL) Sebelum Menerima Perawatan Berdasarkan Diagnosis Penyakit Penyerta...82

4.12 Skor QALY Stroke Iskemik Berdasarkan Diagnosis Penyakit Penyerta (QoL) Setelah Menerima Perawatan...82

4.13 Penilaian Kualitas Hidup Pasien Stroke Iskemik (QoL) Setelah Menerima Perawatan Pada 5 Status Dimensi Kesehatan ...84

4.14 Kategori Kualitas Hidup Pasien Stroke Iskemik (QoL) Setelah Menerima Perawatan Berdasarkan Diagnosis Penyakit Penyerta...85

4.15 Perhtiungan CER Pasien Rawat Inap Stroke Iskemik Berdasarkan Diagnosis Penyakit Penyerta dari Hasil Pemeriksaan Laboratorium aPTT ...88

4.16 Perhtiungan CER Pasien Rawat Inap Stroke Iskemik Berdasarkan Diagnosis Penyakit Penyerta dari Hasil Pemeriksaan Laboratorium PT ...90

4.17 Perhitungan Cost Utility Ratio (CUR) Pasien Stroke Iskemik ... Berdasarkan Diagnosis Penyakit Penyerta ...94

4.18 Perhitungan Nilai ICUR Kelompok Diagnosis CHF Antara Model ... Terapi Aspirin dan Kombinasi (aspirin + clopidogrel) ...97

4.19 Korelasi antara aPTT dan PT Dengan Kualitas Hidup Pasien... 98

(13)

DAFTAR GAMBAR

1.1 Kerangka Pikir Penelitian ... 9

2.1 Perencanaan Efektivitas Biaya... 15

2.2 Langkah-langkah Dalam Melakukan CEA... 16

2.3 10 Penyakit Penyebab Kematian Di Dunia Tahun 2016 ... 22

2.4 Sintesis Prostaglandin... 39

3.1 Tahapan Penelitian ... 51

4.1 Karakteristik Pasien Stroke Iskemik Berdasarkan Jenis Kelamin…... 59

4.2 Karakteristik Pasien Stroke Iskemik Berdasarkan Kelompok Usia...60

4.3 Karakteristik Pasien Stroke Iskemik Berdasarkan Tingkat Pendidikan ...61

4.4 Karakteristik Pasien Stroke Iskemik Berdasarkan Pekerjaan ... 62

4.5 Persentase Jumlah Pasien Stroke Iskemik Berdasarkan Diagnosis dan Penyakit Penyerta ...64

4.6 Model Terapi Penggunaan Obat Antiagregasi Trombosit Pasien Stroke Iskemik ...64

4.7 Perbandingan Efektivitas Terapi Menggunakan 3 Model Terapi Antiagregasi Trombosit dari Hasil Pemeriksaan Laboratorium aPTT ...75

4.8 Perbandingan Efektivitas Terapi Menggunakan 3 Model Terapi Antiagregasi Trombosit dari Hasil Pemeriksaan Laboratorium PT ...77

4.9 Penilaian Kualitas Hidup Pasien Stroke Iskemik (QoL) Sebelum Menerima Perawatan...81

4.10 Penilaian Kualitas Hidup Pasien Stroke Iskenik (QoL) Setelah Menerima Perawatan...84

4.11 Penilaian Kualitas Hidup Pasien Stroke Iskenik (QoL) Sebelum dan Setelah Menerima Perawatan Berdasarkan 5 Dimensi Status Kesehatan... 86

4.12 Plot area ICER berdasarkan pemeriksaan aPTT ... 90

4.13 Plot area ICER berdasarkan pemeriksaan PT ... 92

4.14 Cost Effectiveness Plane... 93

(14)

DAFTAR SINGKATAN

aPTT : Activated partial thromboplastin time BMHP : Barang medis habis pakai

C : Cost

CEA : Cost effectiveness analysis CER : Cost effectiveness ratio CHF : Congestive heartfailure CUA : Cost utility analysis CUR : Cost utility ratio DN : Diabetic nephropathy E : Efektivitas

EQ5D3L : Euro Qol 5 dimension three level HK : Hyperkolesterol

HN : Hypertensi

HN+DN : Hypertensi+diabetic nephropathy ICER : Incremental cost effectiveness ratio ICUR : Incremental cost utility ratio INA-CBGs : Indonesian cased based groups JK : Jenis kelamin

LOS : Length of stay PP : Penyakit penyerta PT : Prothrombine time

QALY : Quality adjusted life years QoL : Quality ofLife

Rp : Rupiah

SPSS : Statistical product andservice U : Utilitas

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Data Demografi Pasien Stroke Iskemik Pada Bulan Febuari

Agustus 2019 di RS USU Medan...105 2 Hasil Pemeriksaan Laboratorium dan Kategori Pemeriksaan aPTT

dan PT... 106 3 Perhitungan Biaya Terapi Antiagregasi Trombosit dan Efektivitas

Terapi Antiagregasi Trombosit ... 107 4 Pemakaian Obat, Alat Kesehatan dan Total Biaya (Rp) Pada

Diagnosis Penyakit Penyerta CHF...108 5 Total Biaya Pemeriksaan Laboratorium, Akomodasi, dan Rerata

Per pasien Pada Diagnosis Penyakit Penyerta CHF ... 109 6 Pemakaian Obat, Alat Kesehatan dan Total Biaya (Rp) Pada

Diagnosis Penyakit Penyerta DN...110 7 Total Biaya Pemeriksaan Laboratorium, Akomodasi, dan Rerata

Per pasien Pada Diagnosis Penyakit Penyerta DN ... 111 8 Pemakaian Obat, Alat Kesehatan dan Total Biaya (Rp) Pada

Diagnosis Penyakit Penyerta HK...112 9 Total Biaya Pemeriksaan Laboratorium, Akomodasi, dan Rerata

Per pasien Pada Diagnosis Penyakit Penyerta HK ... 113 10 Pemakaian Obat, Alat Kesehatan dan Total Biaya (Rp) Pada

Diagnosis Penyakit Penyerta HN...114 11 Total Biaya Pemeriksaan Laboratorium, Akomodasi, dan Rerata

Per pasien Pada Diagnosis Penyakit Penyerta HN ... 116 12 Pemakaian Obat, Alat Kesehatan dan Total Biaya (Rp) Pada

Diagnosis Penyakit Penyerta HN+DN. ...118 13 Total Biaya Pemeriksaan Laboratorium, Akomodasi, dan Rerata

Per pasien Pada Diagnosis Penyakit Penyerta HN+DN ... 119 14 Perhitungan QALY Pada Pasien Stroke Iskemik Perdiagnosis

Penyakit Penyerta Sebelum Menerima Perawatan...120 15 Perhitungan QALY Pada Pasien Sroke Iskemik Perdiagnosis

Penyakit Penyerta Setelah Menerima Perawatan...121 16 Contoh Perhitungan Kualitas Hidup (QALY) Berdasarkan EQ5D ...122 17 Hasil Pengolahan Crosstab Karakteristik Pasien Stroke Rawat Inap

Berdasarkan Jenis Kelamin, Rentang Usia, Tingkat Pendidikan dan

Jenis Pekerjaan... 123 18 Hasil Pengolahan Crosstab Kualitas Hidup, aPTT, PT... 126 19 Hasil Pengolahan Analyze Frequencies Mean aPTT dan PT ... 129 20 Hasil Pengolahan Analyze Pearson Correlation Kualitas Hidup

dengan aPPT dan PT ... 130

(16)

21 Hasil Pengolahan Analyze Frequencies Mean QALY Sebelum

Perawatan dan Setelah Perawatan ...131

22 Form Informed Consent. ... 133 23 Formulir Kuisioner Penelitian EQ5D3L Euro Quality of Life

Three Level (EQ5D3L)... 135 24 Surat Permohonan Izin Penelitian/Pengambilan Data Di RS USU

Medan ...136 25 Surat Izin Melaksanakan Penelitian Di Instalasi Rawat Inap RS

USU Medan ... 137 26 Surat Keterangan Telah Selesai Melaksanakan Penelitian Di RS

USU Medan ... 138 27. Surat Rekomendasi Persetujuan Etik Penelitian Kesehatan ... 139

(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang

Stroke termasuk penyakit katastropik yaitu penyakit pada otak berupa gangguan fungsi syaraf lokal atau global, munculnya mendadak, progresif, dan cepat. Gangguan fungsi syaraf pada stroke disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik. Gangguan syaraf tersebut menimbulkan gejala seperti kelumpuhan wajah atau anggota badan, bicara tidak lancar, bicara tidak jelas (pelo), perubahan kesadaran, gangguan penglihatan, dan lain-lain (Kemenkes RI a, 2013). Penyakit katastropik termasuk penyakit kronik dan degeneratif. Disebut kronik karena penyakit bersifat laten yang memerlukan waktu lama untuk penyembuhan. Disebut degeneratif karena terjadi seiring bertambahnya usia.

Penyakit katastropik adalah penyakit yang terapinya memerlukan keahlian khusus, menggunakan alat kesehatan yang canggih dan memerlukan pelayanan kesehatan seumur hidup. Biaya penyakit katastropik menyedot sekitar 30% atau sekitar Rp 16,9 triliun dari anggaran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Penyakit katastropik yang ditangung terdiri dari penyakit jantung (13%), gagal ginjal kronik (7%), kanker (5%), stroke (2%), thalasemia (1%), haemofilia (0,2%) dan leukemia (0,3%) (Kemenkes RI, 2017).

Pembiayaan kesehatan di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun yang dibuktikan meningkatnya anggaran kesehatan pada tahun 2015 Rp 54,33 triliun menjadi Rp 65,66 triliun pada tahun 2016 (Kemenkes RI, 2017).

Penyakit katastropik menyerap klaim kesehatan yang tinggi, namun pembiayaan kesehatan penyakit katastropik tetap ditanggung oleh JKN untuk mewujudkan

(18)

tercapainya Universal Health Coverage (UHC) disebut sebagai cakupan kesehatan yang menyeluruh untuk seluruh penduduk di Indonesia. Pengeluaran BPJS untuk pembiayaan kesehatan penyakit katastropik dipandang banyak menyerap dana JKN dan menjadi salah satu penyebab Badan Penyelenggara Jaminan Sosisal (BPJS) Kesehatan terus defisit. Penyerapan klaim yang besar ini menyebabkan munculnya terminologi penyakit katastropik (Thabrany dan Heniwati, 2016).

Implementasi UHC di Indonesia sudah terlaksana melalui program BPJS yang telah mulai beroperasi sejak tanggal 1 Januari 2014. Pelayanan yang diberikan kepada masyarakat bersifat paripurna, dimulai dari preventif, promotif, kuratif serta rehabilitatif. Melalui program tersebut, diharapkan seluruh penduduk Indonesia terlindung dalam sistem asuransi, sehingga kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak dapat terpenuhi. Sistem pembayaran asuransi kepada fasilitas kesehatan tingkat lanjutan adalah dengan Indonesian Case Based Groups (INA-CBGs). Sistem INA-CBGs merupakan pengklasifikasian penyakit yang mengkombinasikan antara sekelompok penyakit dengan karakteristik klinis serupa dengan biaya perawatan disuatu rumah sakit (Situmorang, 2016).

Di Indonesia, jumlah kematian diakibatkan penyakit stroke mengalami peningkatan setiap tahunnya. Berdasarkan laporan pola penyebab kematian di Indonesia dari analisis data kematian 2010, penyebab kematian tertinggi adalah stroke yaitu sebesar 17,7%. Faktor resiko yang paling sering adalah hipertensi (79%), hiperkolesterolemia (43%), merokok (25%), dan diabetes melitus (22%).

Prevalensi stroke nasional berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 sebesar 12,1 persen yang tertinggi di provinsi Sulawesi Selatan 17,9 persen

(19)

dan terendah provinsi Papua Barat. Di Indonesia berdasarkan Sample Registration System (SRS) pada tahun 2014, stroke masih menjadi penyebab kematian tertinggi dikategori penyakit yang tidak menular dengan angka 21,1 persen (Kemenkes RI, 2014). Menurut data World Health Organization (WHO) terdapat 17 juta kasusstroke baru yang tercatat tiap tahunnya dan terjadi 7 juta kematian tertinggi ke dua di dunia yang disebabkan oleh stroke serta faktor penyebab kecacatan ketiga di dunia (Anonim, 2018).

Kematian pada penderita stroke terjadi akibat penyumbatan pembuluh darah di otak. Salah satu faktor terpenting yang berperan dalam proses penyumbatan tersebut adalah trombus. Hiperaktifitas dari fungsi trombosit tersebut mengakibatkan peningkatan kemampuan trombosit untuk menggumpal, menyumbat pembuluh darah sehingga menimbulkan trombosis. Studi oleh Natalya, et al., 2002 bahwa timbulnya trombosis berhubungan dengan faktor koagulasi pada jalur intrinsik dan ekstrinsik. Faktor koagulasi pada jalur intrinsik dapat diketahui melalui pemeriksaan activated Partial Thromboplastin Time (aPTT) dan faktor koagulasi ekstrinsik dapat diketahui melalui pemeriksaan Prothrombine Time (PT) (Natalaya et al., 2002).

Tujuan pengobatan stroke adalah mengurangi kerusakan syaraf, menurunkan mortalitas dan kecacatan jangka panjang, mencegah komplikasi pada imobilitas dan disfungsi syaraf, serta mencegah stroke yang berulang (Sedjatiningsih dkk., 2013). American Heart Association merekomendasi terapi antiagregasi trombosit mencegah terjadinya stroke yang berulang. Model terapi yang dapat diberikan yaitu aspirin tunggal (80-325mg) atau clopidogrel tunggal (75mg). Pemberian antiagregasi trombosit secara optimal dapat mencegah stroke

(20)

berulang sebesar 80% (Prabhakaran dan Chong, 2014). Menurut Hankey 1 dari 6 pasien yang sembuh dari stroke yang pertama akan mengalami stroke berulang, 25% diantaranya mengalami fatal dalam kurun waktu 28 hari (Hankey, 2014).

Diperkirakan 25% orang yang sembuh dari stroke yang pertama akan mendapatkan stroke berulang dalam kurun waktu 1-5 tahun (Jacob, 2001).

Stroke dapat mengakibatkan kematian atau kecacatan yang akan menurunkan kondisi kesehatan dan kualitas hidup penderita stroke, di samping itu akan menambah beban biaya kesehatan yang harus ditanggung oleh keluarga dan negara. Konsekuensi terbesar dari kejadian stroke yaitu ketidakmampuan fisik, kualitas hidup dari penderita stroke. Kualitas hidup penderita stroke dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu gangguan atau hambatan karena adanya kecacatan fisik, kognisi, gangguan psikologis dan sosial. Menurut (Brown, 1996) konsep kualitas hidup berdasarkan kepada tiga area kehidupan manusia yang merupakan dimensi penting dalam pengalaman manusia yaitu Being, Belonging dan Becoming. Dimensi Being menekankan pada aspek kesehatan fisik, mobilitas fisik dan ketangkasan dalam melakukan kegiatan individu. Dimensi belonging yaitu mengenai apa yang seseorang punyai pada lingkungan fisik mereka seperti rumah, tempat kerja, tetangga dan lain-lain, termasuk dengan apa yang mereka rasakan sewaktu berada di rumah dan lingkungannya. Dimensi Becoming berfokus pada aktifitas seseorang untuk mencapai tujuan, aspirasi dan harapan. Ketidakmampuan fisik, emosi, dan kehidupan sosial pasien stroke dapat mempengaruhi peranan sosialnya. Hal tersebut memberikan pengaruh terhadap kualitas hidup terkait kesehatan pada pasien stroke. Pengukuran kualitas hidup terkait kesehatan pada pasien stroke dilakukan dengan tujuan mengevaluasi perawatan pasien stroke

(21)

meliputi kualitas sekaligus kuantitas dari kelangsungan hidup pasien. Pengukuran tersebut biasanya meliputi elemen fungsional, fisik, psikologis, dan sosial.

Penanganan stroke memerlukan pengorbanan yang tidak sedikit, baik dari aspek moril, maupun materiil. Apabila penderita stroke tidak memiliki penghasilan, maka akses untuk memperoleh sarana kesehatan tentu semakin sulit, akibatnya status kesehatan menjadi tidak optimal dan akan mempengaruhi kualitas hidup (Perdossi, 2011).

Keterbatasan anggaran kesehatan dan obat, maka lembaga kesehatan serta rumah sakit dituntut untuk memberikan pelayanan yang terbaik, oleh karena itu diperlukannya pengendalian biaya disemua aspek pelayanan kesehatan dalam upaya menyeimbangkan keterbatasan anggaran dan sumber daya untuk mencapai hasil yang optimal. Pengendalian biaya kesehatan dapat dilakukan dengan menggunakan studi analisis farmakoekonomi (Arnold, 2010). Studi analisis ekonomi seperti Cost Effective Analysis (CEA) menggunakan parameter klinis sebagai outcome dengan membandingkan dua atau lebih program dan mengukur masing-masing biaya dan konsekuensinya untuk memperoleh alternatif dalam sebuah terapi. Studi Cost Utility Analysis (CUA) atau analisis utilitas biaya merupakan analisis farmakoekonomi untuk menilai utilitas yang diperoleh dari intervensi kesehatan dan hasil pengobatan (outcome) dinyatakan dengan utilitas terkait dengan peningkatan kualitas atau perubahan kualitas akibat intervensi kesehatan yang dilakukan (Kemenkes RI a, 2013).

Mengingat pembiayaan kesehatan mencakup obat dan pelayanan yang masih terbatas serta perlunya antiagregasi trombosit untuk mencegah terjadinya stroke berulang yang dapat mempengaruhi kualitas hidup pada pasien stroke,

(22)

maka penelitian ini memfokuskan tentang efektifitas biaya penggunaan antiagregasi trombosit dan utilitas biaya pasien rawat inap stroke iskemik di Rumah Sakit (RS) Universitas Sumatera Utara (USU) Medan pada periode Febuari–Agustus 2019.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan penelitian ini adalah:

a. apakah terdapat perbedaan efektivitas pengobatan dan efektivitas biaya diantara model terapi antiagregasi trombosit pada stroke iskemik dengan diagnosis penyakit penyerta?

b. apakah ada korelasi antara aPTT dan PT dengan kualitas hidup pasien stroke iskemik?

c. apakah total biaya rerata pasien rawat inap stroke iskemik di Instalasi Rawat Inap RS USU Medan melebihi dari klaim INA-CBGs?

1.3 Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah penelitian di atas maka hipotesis penelitian ini adalah:

a. diduga terdapat perbedaan efektivitas pengobatan dan efektivitas biaya diantara model terapi antiagregasi trombosit yang diterima pasien stroke iskemik

b. diduga ada korelasi antara aPTT dan PT dengan kualitas hidup pasien stroke iskemik

(23)

c. total biaya terapi pasien rawat inap stroke iskemik di Instalasi Rawat Inap RS USU Medan melebihi tarif klaim INA-CBGs

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan hipotesis penelitian di atas, tujuan penelitian ini adalah:

a. menganalisis CEA melalui pemberian terapi antiagregasi tombosit pada pasien stroke iskemik

b. menilai korelasi antara aPTT dan PT dengan kualitas hidup pasien stroke iskemik pemberian terapi antiagregasi trombosit pada pasien stroke iskemik c. menghitung total biaya terapi pasien rawat inap stroke iskemik yang

dikeluarkan RS USU Medan dan dibandingkan dengan klaim INA-CBGs

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah:

a. bagi RS Universitas Sumatera Utara Medan, dapat menjadi acuan pemilihan obat antiagregasi tombosit yang lebih efektif dan memiliki manfaat (utilitas) pada pasien rawat inap stroke iskemik

b. bagi tim pengendali biaya RS Universitas Sumatera Utara Medan, dapat memberikan gambaran total biaya medis langsung pasien stroke iskemik

c. bagi program studi Magister Farmasi Univeristas Sumatera Utara, dapat menambah referensi tentang analisis farmakoekonomi CEA dan CUA

d. bagi peneliti, dapat menambah pengetahuan dan wawasan perlunya mengaplikasikan ilmu farmakoekonomi yaitu analisis CEA dan CUA pada

penyakit katastropik seperti stroke iskemik

(24)

1.6 Kerangka Pikir Penelitian

Populasi target penelitian ini adalah pasien rawat inap stroke iskemik yang menerima terapi antiagregasi trombosit yang kemudian berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi akan didapatkan populasi studi. Sudut pandang pada penelitian ini adalah asuransi pemberi jaminan kesehatan sebagai penanggung biaya pengobatan. Biaya pelayanan kesehatan yang diteliti pada penelitian ini adalah biaya langsung medis (direct medical cost) yaitu biaya obat antiagregasi trombosit; obat non antiagregasi trombosit, pemeriksaan laboratorium; BMHP;

serta biaya tidak langsung medis (direct non medical cost) yaitu biaya akomodasi.

Penelitian ini mengkaji tentang CEA penggunaan terapi antiagregasi trombosit untuk menghambat pembentukan trombus pada sistem arteri dan mengukur kualitas hidup pasien menggunakan instrument penelitian EQ5D3L.

Variabel bebas pada penelitian ini yaitu model terapi antiagregasi trombosit.

Variabel terikat pada penelitian ini yaitu outcomes klinis (aPTT, PT, dan Quality Adjusted Life Year) serta biaya langsung medis, dapat dilihat pada Gambar 1.1.

(25)

Pasien stroke iskemik

menerima terapi antiagregasi trombosit tertentu

Dikelompokkan berdasarkan diagnosis

komorbid stroke iskemik dan pemberian terapi antiagregasi trombosit

Efektivitas terapi aPTT nilai normal (2040 detik)

Efektivitas terapi PT nilai normal (1115 detik) Skor EQ5D3L (QALY) Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter

Outcomes klinis:

activated Partial

Tromboplastin Time (aPTT)

Protrombin Time (PT)

Kualitas Hidup (QoL)

Total biaya medis:

-direct medical cost -non direct medical cost

- biaya obat antiagregasi trombosit

- biaya obat non

antiagregasi trombosit - biaya pemeriksaan

laboratroium - biaya BMHP - biaya akomodasi Cost effectiveness

analysis (CEA)

CER dan ICER

Cost utility analysis (CUA)

CUR dan ICUR

Gambar 1.1 Kerangka pikir penelitian Keterangan:

Sebagai petunjuk arah variabel bebas ke variabel terikat dan parameter Sebagai petunjuk arah parameter dianalsis dengan metode (CEA dan CUA)

(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Farmakoekonomi

2.1.1 Definisi Farmakoekonomi

Farmakoekonomi merupakan identifikasi, pengukuran, membandingkan biaya (sumber daya yang digunakan) dengan konsekuensi dari pelayanan kesehatan (Bootman, et al., 2005). Farmakoekonomi juga didefenisikan sebagai deskripsi dan analisis dari biaya terapi suatu sistem pelayanan kesehatan. Lebih spesifik lagi adalah sebuah penelitian tentang proses identifikasi, mengukur dan membandingkan biaya dengan resiko dan keuntungan dari suatu program, pelayanan dan terapi (Vogenberg, 2001). Farmakoekonomi diperlukan karena adanya sumber daya yang terbatas, pilihan obat yang efektif dengan dana yang tersedia, pengalokasian sumber daya yang tersedia secara efisien untuk mengoptimalkan manfaat kesehatan dengan keterbatasan anggaran (Rahman, 2012).

Tujuan farmakoekonomi adalah untuk membandingkan obat yang berbeda untuk pengobatan pada kondisi yang sama. Selain itu juga membandingkan pengobatan yang berbeda pada kondisi yang berbeda. Hasil studi farmakoekonomi dapat dijadikan sebagai informasi yang dapat membantu para pembuat kebijakan dalam menentukan pilihan atas alternatif pengobatan yang tersedia agar pelayanan kesehatan menjadi lebih efisien dan ekonomis. Informasi farmakoekonomi saat ini dianggap sama pentingnya dengan informasi khasiat dan keamanan obat dalam menentukan pilihan obat yang akan digunakan (Vogenberg, 2001).

Farmakoekonomi merupakan cara yang komprehensif untuk menentukan

(27)

pengaruh ekonomi dari alternatif terapi obat atau intervensi kesehatan. Sejalan dengan adanya peningkatan teknologi kesehatan termasuk obat, alat kesehatan, metode diagnostik atau pengobatan, muncul permasalahan yaitu mengenai tingginya biaya yang dibutuhkan untuk menggunakan teknologi kesehatan.

Peningkatan biaya ini menjadi masalah penting bagi pihak penyedia layanan (payer), asuransi dan pasien yang mengakibatkan peningkatan porsi anggaran untuk menutupi kebutuhan penggunaan teknologi baru tersebut. Penyedia layanan kesehatan harus menyeimbangkan sumber daya yang terbatas dalam memenuhi kebutuhan pasien individu dengan kebutuhan masyarakat (Setiawan, et al., 2017).

2.1.2 Tipe Studi Farmakoekonomi

Pada kajian farmakoekonomi terdapat metode analisis utama yang meliputi cost of illness analysis, cost-minimization analysis, cost-effectiveness analysis, cost-utility analysis dan cost benefit analysis (Bootman, et al., 2005).

2.1.2.1 Cost of Illness (COI)

Studi COI merupakan evaluasi farmakoekonomi paling awal, mengukur beban ekonomi suatu penyakit untuk membantu pembuat kebijakan dalam menentukan kebijakan kesehatan. Studi COI memberi gambaran penyakit yang membutuhkan peningkatan alokasi sumber daya untuk pencegahan atau terapi, tetapi mempunyai keterbatasan dalam menjelaskan bagaimana sumber daya dialokasikan. Studi COI dapat dilakukan berdasarkan data epidemiologi, yaitu pendekatan prevalensi dan insidensi. Pendekatan prevalensi mengacu pada jumlah total dari kasus pada periode waktu tertentu sedangkan insidensi mengacu pada kasus baru yang muncul dalam periode waktu tertentu (Andayani, 2013). Studi COI memberikan informasi penting untuk analisis farmakoekonomi yang lain

(28)

(Segel, 2006). Hasil studi COI sangat membantu pembuat kebijakan kesehatan dalam memprioritaskan sumber daya. Studi COI memfokuskan penghematan biaya dapat dilakukan dengan mengurangi sumber daya dari suatu penyakit (Berger, et al., 2013).

Tujuan utama studi COI untuk:

a. mengevaluasi beban ekonomi suatu penyakit pada masyarakat. Hasil studi memberikan informasi tentang jumlah sumber daya yang digunakan suatu penyakit dan dapat diketahui peringkat penyakit berdasarkan beban ekonomi b. mengidentifikasi komponen biaya utama dan biaya total berdasarkan insidensi,

hasil studi dapat membantu pembuat kebijakan untuk menetapkan serta membatasi pengeluaran biaya penyakit

c. mengidentifikasi manajemen klinik dari suatu penyakit pada tingkat nasional, terutama sumber daya yang tidak efektif

d. menjelaskan variasi biaya dan menentukan pola pelayanan ke depan yang tepat dan akurat

e. memberikan kerangka kerja dan informasi perkiraan biaya untuk analisis ekonomi lain seperti cost-effectiveness analysis, cost-benefit analysis (Andayani, 2013).

Studi COI dapat dilakukan secara retrospektif atau prospektif tergantung kepada waktu penelitian dilakukan dan pengumpulan data. Studi COI retrospektif merupakan suatu analisis data yang telah tersedia seperti data klaim medis, rekam medik pasien, rincian biaya perawatan pasien. Studi bersifat retrospektif memfokuskan pada hasil akhir ekonomi atau klinik yang dapat dilakukan dari berbagai perspektif seperti pasien, sistem pelayanan, penyelenggara jaminan

(29)

sosial. Studi retrospektif dapat dilaksanakan dengan lebih cepat dibandingkan studi prospektif (Berger, et al., 2013). Studi prospektif merupakan suatu analisis data yang bersifat longitudinal (berkelanjutan) dengan mengikuti perjalanan penyakit ke depan pada periode waktu tertentu (Andayani, 2013).

2.1.2.2 Cost Minimizations Analysis (CMA)

Analisis minimalisasi biaya adalah analisis farmakoekonomi yang membandingkan dua terapi alternatif hanya dalam hal biaya dengan hasil akhir (efektifitas dan keamanan) yang sama dan alternatif yang lebih murah akan digunakan. Langkah terpenting yang harus dilakukan sebelum melakukan CMA adalah menentukan kesetaraan (equivalence) dari intervensi (misalnya obat) yang akan dikaji. Contoh dari CMA adalah terapi dengan menggunakan antibiotika generik dan paten menghasilkan efek terapi yang sama, maka pemilihan obat difokuskan pada obat yang biaya per harinya lebih murah (Berger, et al., 2013).

Studi ini umumnya digunakan untuk mengetahui berapa penghematan (saving) yang bisa dihasilkan dari obat ataupun pilihan terapi (Setiawan, 2017).

2.1.2.3 Cost Effectiveness Analysis (CEA)

Analisis efektivitas biaya merupakan bentuk analisis ekonomi yang komprehensif, menilai dan membandingkan sumber daya yang digunakan (input) dengan outcome klinik (output) yang berbeda antara dua atau lebih alternatif untuk memperoleh alternatif dalam sebuah terapi (Arnold, 2010). Hasil dari CEA digambarkan sebagai rasio, baik dengan Average Cost Effectiveness Ratio (ACER) atau sebagai Incremental Cost Effectiveness Ratio (ICER). Average cost effectiveness ratio menggambarkan total biaya dari suatu program atau alternatif dibagi dengan outcome klinik, dipresentasikan sebagai mata uang yang diperlukan

(30)

per outcome klinik spesifik yang dihasilkan, tidak tergantung dari pembandingnya (Andayani, 2013). Selisih efektivitas dari suatu terapi tersebut digunakan sebagai pembagi dari selisih biaya yang dibutuhkan pada masing-masing pilihan terapi sehingga mendapatkan suatu parameter yang disebut dengan ICER dengan rumus:

ICER = C1−C0

1−�0

C1 dan E1 merupakan biaya dan efektifitas dari teknologi kesehatan untuk obat baru C0 dan E0 merupakan biaya dan efektivitas dari teknologi kesehatan yang menjadi pembanding atau standar terapi atau sesuai permasalahan klinis dari suatu penelitian (Setiawan, 2017). Perhitungan CEA menggunakan ICER dilakukan untuk memberikan beberapa pilihan alternatif yang dapat disesuaikan dengan pertimbangan dana atau tersedia tidaknya jenis alternatif tersebut.

ICER= b iay a pe ng ob a t a n A −b iay a pe ng ob a t a n B efektivitas pengobatan A− efektivitas pengobatanB

Pada saat membandingkan dua jenis obat, biasanya dianalisis dengan ICER yang menunjukkan tambahan biaya terhadap pilihan yang lain. Jika biaya tambahan ini rendah, berarti obat tersebut dapat dipilih, sebaliknya jika biaya tambahan sangat tinggi maka obat tersebut tidak baik untuk dipilih (Bootman, et al., 2005).

Plot area efektivitas biaya dimana pertemuan antara sumbu x (efektivitas) dan sumbu y (biaya). Jika suatu alternatif lebih murah dan lebih efektif dibandingkan pembanding standar, maka poin akan berada pada kuadran I (higher effectiveness and lower cost) dan alternatif tersebut lebih cost effective dibandingkan standar. Jika suatu alternatif lebih mahal dan lebih efektif, poin akan berada pada kuadran II (higher effectiveness and higher cost). Jika suatu

(31)

alternatif lebih mahal dan kurang efektif, poin akan berada pada kuadran III (lower effectiveness and higher cost) dan terapi standar lebih cost-effective dibanding alternatif yang dibandingkan, jika suatu alternatif lebih murah dan kurang efektif, maka poin akan berada pada kuadran IV (lower effectiveness and lower cost) (Andayani, 2013). Perencanaan efektivitas biaya dapat dilihat pada Gambar 2.1.

K-III K-II

Efektifitas kurang baik dengan biaya lebih mahal

Efektifitas lebih baik dengan biaya lebih mahal

Efektifitas kurang baik dengan biaya lebih murah

Efektifitas lebih baik dengan biaya lebih murah

K-IV K-I

Gambar 2.1 Perencanaan efektivitas biaya (Andayani, 2013)

Cost effectiveness analysis (CEA) dilakukan dengan dua pendekatan, yang pertama didasarkan pada saat penyakit dan yang ke dua berdasarkan perkembangan teknologi atau terapi. Pada CEA dapat dimulai dari identifikasi masalah kesehatan yang spesifik seperti morbiditas, mortalitas dari suatu penyakit, identifikasi dan membandingkan berbagai cara pencegahan dan terapi yang relative cost-effective. Permasalahan ditetapkan berdasarkan strategi intervensi yang spesifik misalnya obat, pelayanan, prosedur pembedahan, dan peralatan medik. Outcome yang diharapkan dapat menurunkan mobiditas atau mortalitas dari suatu penyakit. Langkah-langkah dalam melakukan CEA secara

umum dapat dilihat pada Gambar 2.2.

(32)

- teknik modeling

- profil sumber daya yang digunakan Menetapkan masalah - identifikasi permasalahan peneliti

- spesifikasi tujuan penelitian

- menetapkan perspektif dari sumber daya yang digunakan

Identifikasi masalah intervensi

- pertimbangan analisis keputusan atau model terapi

- identifikasi alternatif dan memilih pembanding yang sesuai

- menetapkan perspektif dari sumber daya yang digunakan

Menggambarkan hubungan antara input dan output

Identifikasi dan pengkuran biaya dan outcome dari

intervensi

- penilaian biaya - penilaian outcome

- average cost-effectiveness ratio - incremental cost efectiveness ratio - analisis sensitivitas

- penyajian hasil dalam bentuk gambat Interpretasi dan

Penyajian data

Gambar 2.2 Langkah langkah dalam melakukan CEA 2.1.2.4 Cost Utility Analysis (CUA)

Analisis utilitas biaya mirip dengan analisis efektifitas biaya (CEA), tetapi outcome dinyatakan dengan utilitas yang terkait dengan peningkatan kualitas hidup atau perubahan kualitas akibat intervensi kesehatan yang dilakukan.

Misalnya terapi estrogen pada wanita menopause yang dapat meningkatkan kualitas hidup namun dapat menurunkan mortalitas disebabkan penyakit lain seperti penyakit jantung, tetapi dapat meningkatkan mortalitas dari penyakit yang

(33)

lain seperti kanker uterus (Andayani, 2013). Cost utility analysis adalah suatu metode analisis untuk menilai efisiensi dari intervensi pelayanan kesehatan. Pada metode ini dilakukan perhitungan rasio antara biaya dan output berupa QALY.

Outcome yang diharapkan adalah peningkatan kualitas hidup. Untuk mengukur kualitas hidup dapat digunakan instrument kesehatan seperti Euro Qol 5 Dimension Three Level (EQ5D3L). Langkah yang perlu dilakukan dalam menghitung QALYs (Andayani, 2013):

i. deskripsi penyakit atau status kesehatan, deskripsi penyakit harus menggambarkan pengaruh kesehatan yang diharapkan dari suatu penyakit atau keadaan kesehatan dengan singkat

ii. metode penentuan utility, terdapat tiga metode yang sering digunakan untuk menentukan pilihan, atau mengukur skor utility, yaitu Rating Scale (RS), Standard Gamble (SG), dan Time Trade Off (TTO). Setiap metode, keadaan atau kondisi beberapa penyakit diuraikan kepada subyek untuk membantu menentukan dimana keadaan penyakit atau kondisi kesehatan berada antara 0,0 (meninggal) dan 1,0 (kesehatan sempurna)

iii. pemilihan subjek, subjek merupakan seseorang yang dijadikan sampel dalam penelitian yang akan ditentukan nilai utility. Keunggulan assesment utility langsung dari pasien yang bersangkutan yaitu pasien lebih memahami apa yang dirasakan dibandingkan orang lain

iv. penentuan nilai QALYs, nilai QALYs diperoleh dengan mengalikan utility dengan lama hidup. Contoh perhitungan QALYs yaitu, secara random pasien dibagi menjadi 2 kelompok dan diberikan terapi awal pada tingkat

status kesehatan yang sama.

(34)

2.1.2.5 Cost Benefit Analysis (CBA)

Studi CBA membandingkan biaya dan outcome yang dikonversikan ke dalam unit mata uang. Kelebihan metode ini dapat menentukan program mana yang memberikan benefit yang lebih besar dan penting bagi pembuat keputusan.

CBA digunakan untuk mengetahui program apa yang akan memberikan manfaat lebih besar terhadap biaya pelaksanaan masing-masing program. Terbatasnya anggaran menyebabkan pembuat keputusan harus membuat pilihan terkait dengan program yang akan dilakukan (Andayani, 2013).

2.2 Klasifikasi Biaya Pelayanan Kesehatan

Dalam kajian farmakoekonomi, biaya selalu menjadi pertimbangan penting disebabkan keterbatasan sumber daya terutama dana. Menurut pandangan ahli farmakoekonomi, biaya kesehatan melingkupi lebih dari sekedar biaya pelayanan kesehatan, tetapi termasuk biaya yang diperlukan oleh pasien sendiri.

Pemberian pelayanan kesehatan, biaya dapat dibedakan menjadi:

a. biaya tetap, merupakan biaya yang jumlahnya tidak berubah dengan perubahan kuantitas produk atau layanan yang diberikan dalam jangka pendek (umumnya dalam rentang waktu 1 tahun atau kurang), seperti gaji karyawan dan biaya penjualan obat (Bootman, et al., 2005)

b. biaya tambahan, merupakan biaya atas pemberian tambahan pelayanan pada suatu prosedur medis, misalnya jasa laboratorium (Berger, et al., 2013)

c. biaya total, merupakan biaya keseluruhan yang harus dikeluarkan untuk memproduksi serangkaian pelayanan kesehatan (Kemenkes RI a, 2013)

(35)

d. opportunity cost adalah biaya yang mewakili manfaat ekonomi bila menggunakan suatu terapi pengganti dibandingkan dengan terapi terbaik berikutnya. Oleh karena itu, jika sumber daya telah digunakan untuk membeli program atau alternatif pengobatan, maka opportunity cost menunjukkan hilangnya kesempatan untuk menggunakannya pada tujuan yang lain. Dengan kata lain, opportunity cost adalah nilai yang dikorbankan. Misalnya, hilangnya kesempatan ataupun dikorbankannya penghasilan/pendapatan

e. incremental cost, merupakan biaya tambahan atas alternatif atau perawatan kesehatan dibandingkan dengan pertambahan manfaat, efek ataupun hasil (outcome) yang ditawarkan. Incremental cost diperlukan untuk mendapatkan efek tambahan dari suatu alternatif dan menyediakan cara lain untuk menilai dampak farmakoekonomi dari layanan kesehatan ataupun pilihan pengobatan dalam suatu populasi (Kemenkes RI a, 2013).

Biaya dihitung untuk memperkirakan sumber daya dalam suatu pelayanan atau jasa. Menurut pedoman penerapan kajian farmakoekonomi, jenis biaya dibedakan menjadi 4 jenis yaitu biaya langsung (direct cost), biaya tidak langsung (indirect cost), biaya nirwujud (intangible cost) dan biaya terhindarkan (averted cost, avoided cost) (Kemenkes RI a, 2013).

2.2.1 Biaya langsung (direct cost)

Merupakan biaya yang harus dibayarkan sebagai akibat dari adanya suatu penyakit atau selama intervensi pengobatan maupun kesehatan. Biaya langsung di bagi menjadi dua jenis yaitu (Setiawan, 2017):

a. biaya medis langsung, merupakan biaya yang paling sering diukur dan input yang digunakan secara langsung untuk memberikan terapi. Misalnya biaya

(36)

obat, uji diagnostik, uji laboratorium, kunjungan dokter, kunjungan unit gawat darurat, jasa ambulan, jasa perawat

b. biaya non medis langsung, merupakan biaya untuk pasien atau keluarga yang terkait langsung dengan perawatan pasien tetapi tidak langsung dengan terapi pasien. Misalnya biaya kamar rawat inap, biaya sarana rawat inap.

2.2.2 Biaya tidak langsung (indirect cost)

Merupakan biaya yang secara tidak langsung dikeluarkan pasien maupun pihak keluarga pasien, sebagai konsekuensi dari adanya penyakit atau pengobatan.

Misalnya penurunan produktivitas pasien dalam aktivitas pekerjaan dan hilangnya waktu pasien dari pekerjaan untuk menerima perawatan atau pengobatan chemoterapy (Setiawan, 2017). Metode yang dapat digunakan untuk menghitung biaya tidak langsung salah satunya dengan Human Capital Approach (HCA) yaitu menghitung jumlah hari yang hilang akibat adanya penyakit atau pengobatan disesuaikan dengan penghasilan yang diperoleh setiap hari, dengan rumus:

Jumlah hari tidak masuk kerja

𝑥 =

Penghasilan per Tahun 365

2.2.3 Biaya Nirwujud (intangible cost)

Merupakan biaya yang sulit diukur dalam unit moneter, namun sering kali terlihat dalam pengukuran kualitas hidup, misalnya rasa sakit, nyeri, mual, cemas, kelelahan dari efek chemoterapy yang terjadi disebabkan karena suatu penyakit atau terapi yang diderita pasien dan/atau keluarganya (Rascati, 2014).

2.2.4 Biaya Terhindarkan (avoided cost)

Biaya terhindarkan adalah potensi pengeluaran yang dapat dihindarkan karena penggunaan suatu intervensi kesehatan (Berger et al., 2003). Misalnya pemilihan menjalani terapi rawat jalan atau terapi operasi pada suatu penyakit.

(37)

2.3 Stroke 2.3.1 Definisi

Stroke menurut World Health Organization (WHO) adalah kumpulan tanda-tanda klinis yang cepat berkembang menjadi gangguan otak baik secara fokal atau global yang berlangsung selama minimal 24 jam (Anonim b, 2018).

Stroke disebabkan gangguan fungsi syaraf lokal atau global, munculnya mendadak, progresif, dan cepat. Gangguan fungsi syaraf pada stroke disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik. Gangguan syaraf tersebut menimbulkan gejala seperti kelumpuhan wajah atau anggota badan, bicara tidak lancar, bicara tidak jelas, perubahan kesadaran, gangguan penglihatan, dan lain- lain (Kemenkes RI a, 2013).

2.3.2 Epidemiologi

Menurut WHO pada tahun 2016 penyakit stroke menjadi penyebab kematian tertinggi ke dua di dunia, setelah penyakit jantung iskemik mendekati 6 juta jiwa yang dapat dilihat pada Gambar 2.3. Berdasarkan data hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang dilaksanakan oleh Departemen Kesehatan pada tahun 2013 menunjukkan bahwa prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis sebesar 7/1000 dan yang terdiagnosis atau gejala sebesar 12,1/1000.

stroke di Sumatera Utara berdasarkan diagnosis 6/1000 serta gejala 10,3/1000 (Kemenkes RI b, 2013). American Heart Association (AHA) pada tahun 2009 terdapat penderita stroke sejumlah 795.000 orang mengalami stroke iskemik 87%

atau stroke hemoragik 13% (Anonim b, 2018).

(38)

Gambar 2.3 10 penyakit penyebab kematian di dunia 2016

Menurut asosiasi stroke nasional AS, 10% korban stroke hampir sembuh sepenuhnya, 25% korban stroke sembuh dengan gangguan ringan, 40% korban stroke gangguan sedang sampai berat yang membutuhkan perawatan khusus, 10%

korban stroke memerlukan perawatan dalam keperawatan rumah atau fasilitas perawatan jangka panjang lainnya, dan 15% meninggal. Resiko penderita stroke lebih dari dua kali lipat setiap dekade setelah usia 55. Memberikan harapan hidup yang lebih panjang dan kejadian stroke yang lebih tinggi pada usia 55 tahun ke atas. Wanita memiliki risiko stroke seumur hidup yang lebih tinggi dari pria di Amerika Serikat (Albert dan Weissenberger, 2013). Angka kejadian stroke hemoragik 15-30% dan stroke iskemik 70-85%. Untuk negara-negara berkembang seperti di Asia angka kejadian stroke perdarahan sekitar 30% dan iskemik 70%

terdiri dari trombosis serebri 60%, emboli serebri 5% dan lain-lain 30% (Junaidi, 2004). Meskipun angka kejadian stroke hemoragik lebih rendah daripada stroke iskemik tetapi tingkat kematian akibat stroke hemoragik 2–6 kali lebih tinggi

(Fagan, et al., 2005).

(39)

2.3.3 Klasifikasi Stroke

Stroke diklasifikasikan menjadi 2 yaitu iskemik dan hemoragik (Fagan, et al., 2005). Stroke hemoragik dibagi dalam dua bagian yaitu perdarahan intraserebral (PIS) seperti intiparenkim/intraventrikel dan perdarahan subarachnoid (PSA). Berdasarkan perjalanan klinisnya stroke iskemik dikelompokkan menjadi:

a. Trancient Ischemic Attack (TIA), serangan stroke sementara yang berlangsung kurang dari 24 jam. Stroke ringan atau TIA biasanya disebakan oleh sumbatan karena trombus atau emboli dan mengakibatkan gangguan seperti gangguan pengelihatan mata, saraf motorik, saraf sensorik dan lain-lain. Stroke ringan muncul saat pasokan darah ke otak mengalami ganguan sesaat. Serangan ini umumnya berlangsung lebih singkat dari stroke, yaitu beberapa jam dan penderita akan pulih dalam waktu satu hari. Meski hanya sesaat TIA merupakan peringatan akan datangnya serangan yang lebih parah, jika tidak ditangani dengan benar terdapat 20 persen pengidap TIA akan mengalami stroke dan berpotensi terkena serangan jantung pada tahun yang berikutnya.

b. Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND) yaitu gejala neurologis yang akan menghilang antara 24 jam sampai dengan 21 hari

c. progressing stroke atau stroke in evaluation yaitu kelumpuhan neurologik yang berlangsung secara bertahap dari yang ringan sampai yang berat

d. completed stroke yaitu kelainan neurologis yang sudah menetap dan tidak berkembang lagi (Junaidi, 2004).

Perbedaan stroke iskemik dan hemoragik menurut Junaidi (2004) dapat

di bedakan pada Tabel 2.1.

(40)

Tabel 2.1. Perbedaan stroke hemoragik dan stroke iskemik (Junaidi, 2004)

Berdasarkan lokasi perdarahan di otak stroke hemoragik dibedakan menjadi 2 jenis yaitu intracerebral hemorrhage (perdarahan intraserebral) dan subarachnoid hemorrhage. Intracerebral hemorrhage yaitu perdarahan pada pembuluh darah dan masuk ke dalam jaringan otak sehingga, terjadi hematom, perdarahan ini sangat sering dikaitkan dengan tidak terkontrolnya tekanan darah tinggi. Subarachnoid hemorrhage (perdarahan subarakhnoid) yaitu darah arteri dari sistem pembuluh darah masuk ke dalam rongga subarakhnoid karena baik trauma, pecahnya aneurisma intrakranial, atau arteriovenous malformasi (Dipiro,

et al., 2011).

(41)

2.3.4 Faktor Resiko Penyebab Terjadinya Stroke

Faktor resiko stroke adalah kondisi yang membuat seseorang rentan terhadap serangan stroke. Adanya faktor resiko juga dapat memperparah terjadinya stroke ulang maupun stroke awal. Faktor resiko yang dapat dikontrol (modifiable risk factors) dan faktor yang tidak dapat dikontrol (non modifiable risk factors) dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Faktor resiko stroke (Junaidi, 2014)

(non modifiable riskfactors)

(modifiable riskfactors)

2.3.4.1 Faktor Hipertensi

Hipertensi dapat menyebabkan stroke iskemik maupun perdarahan, tetapi kejadian stroke perdarahan akibat hipertensi lebih banyak sekitar 80%.

dibandingkan kejadian stroke iskemik. Hipertensi pada kasus iskemik terjadi karena adanya cedera (injury) pada sel endotel pembuluh darah yang akan berkembang menjadi plak aterosklerotik yang dapat mempersempit lumen pembuluh darah. Resiko stroke bertambah sebanding dengan beratnya hipertensi.

Hasil studi Gaciong bila tekanan darah > 160/95 mmHg resiko stroke meningkat antara 3,1 kali pada laki-laki dan 2,9 kali pada wanita (Gaciong, 2013).

(42)

Penderita hipertensi memiliki resiko penyakit jantung koroner 2 kali lebih besar dan resiko terjadinya stroke. Lebih dari 50% penderita hipertensi akan meninggal akibat penyakit jantung dan ± 33% akibat stroke serta 10-15% meninggal akibat gagal ginjal apabila tidak diobati atau diabaikan (Junaidi, 2014).

2.3.4.2 Faktor Diabetes Melitus (DM)

Kencing manis atau DM dapat menjadi faktor terjadinya stroke iskemik dikarenakan terbentuknya plak aterosklerotik pada dinding pembuluh darah yang disebabkan gangguan metabolisme glukosa sistemik. Diabetes mempercepat terjadinya aterosklerosis baik pada pembuluh darah kecil (mikroangiopati) maupun pembuluh darah besar (makroangiopati) diseluruh pembuluh darah termasuk pembuluh darah otak. Kadar glukosa yang tinggi pada stroke akan memperbesar luas area infark karena terbentuknya asam laktat akibat metabolisme glukosa dilakukan secara anaerob yang merusak jaringan otak. Hiperglikemia dapat menurunkan sintesis prostasiklin, meningkatkan pembentukan thrombosis dan menyebabkan lisis protein pada dinding arteri (Junaidi, 2014).

2.3.4.3 Faktor Hiperlipidemia dan Hiperkolesterolemia

Kadar kolesterol Low Density Lipoprotein (LDL) yang tinggi dan kolesterol High Density Lipoprotein (HDL) yang rendah serta triglliserida plasma yang tinggi berperan pada proses pembentukan plak aterosklerosis sangat dominan sebagai penyebab stroke. Pada LDL yang teroksidasi oleh radikal bebas memacu terbentuknya ateroma pada dinding arteri pada proses aterosklerosis.

Studi yang dilakukan terhadap 350.977 orang pria bahwa resiko stroke iskemik meningkat pada penderita dengan kadar kolesterol diatas 160 mg/dl atau 4.14 mmol/l. Kadar kolesterol tidak boleh terlalu rendah, sebab akan menyebabkan

(43)

lemahnya dinding endotalium arteri di otak dan akan mudah terjadi perdarahan intrakarnial. Kadar kolesterol total dengan skala >220 mg/dL meningkatkan resiko stroke (Wong, 2006). Kolesterol merupakan zat yang ada dalam darah dan makin tinggi kolesterol maka semakin besar kemungkinan kolesterol tersebut tertimbun pada dinding pembuluh darah sehingga menghalangi aliran darah. Hal tersebut dapat menyebabkan pembuluh darah menjadi sempit sehingga menggangu suplai darah ke otak yang disebut dengan stroke iskemik (Junaidi, 2014).

2.3.4.4 Faktor Hiperkoagulasi

Hiperkoagulasi atau prothrombotic stage adalah kondisi dalam komponen- komponen yang ada dalam aliran darah yang cenderung menyebabkan terjadinya trombosis. Trombus terjadi bila tidak ada keseimbangan antara faktor trombogenik dan mekanisme proteksi terjadinya trombosis. Faktor trombogenik terdiri dari pembuluh darah yang rusak, rangsangan agregasi trombosit, pembekuan darah aktif, dan stasis. Diagnosis adanya kelainan hiperkoagulasi dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik, medical history dan pemeriksaan darah. Pemeriksaan darah dapat dilakukan untuk melihat faktor-faktor pembekuan, trombosit dan AT-III. Hiperkoagulasi merupakan masalah serius yang dapat menyebabkan vaskular tromboembolisme pada organ tubuh seperti otak, mata, jantung, pembuluh darah perut, ekstremitas. Keadaan hiperkoagulasi harus selalu diwaspadai karena dapat menyebabkan penderita jatuh dalam keadaan stroke, infark miokard, peripheral vascular disease yang dapat mengancam jiwa.

Sistem koagulasi tersebut terdiri dari dua komponen, yaitu komponen seluler dan komponen molekuler. Komponen seluler adalah trombosit, sel endotel, monosit dan eritrosit, sedangkan komponen molekuler adalah faktor-faktor koagulasi dan

Referensi

Dokumen terkait

Data pengukuran P-Potensial dan hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian kombinasi bahan organik baik berupa kompos kulit durian dan pupuk kandang ayam

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah- Nya sehinga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul: “POLA PENGOBATAN

Jumlah beras Raskin yang diberikan ke Rumah Tangga Sasaran Penerima Manfaat (RTS-PM) di Kelurahan Tanjung Mulia Kecamatan Medan Deli sesuai dengan yang tertulis dalam

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: Korporasi dapat dikenakan sebagai pelaku turut serta atau penyertaan terhadap perbuatan organ-organ yang ada didalamnya,

Narasumber iya, karena saya berharap santri PPS APIK setelah lulus tidak hanya sebagai guru mengaji atau berdagang saja, tetapi juga bisa menjadi yang lain.. Seperti

Penulis ingin lebih mendalami bagaimana pelaksanaan evaluasi hasil belajar PAI pada anak berkebutuhan khusus yang merupakan suatu pelaksanaan yang wajib

Tujuan dibuatnya call center oleh perusahaan adalah untuk melayani pelanggan, mengatasi panggilan pelanggan, untuk melayani dan sebagai sarana penjualan kepada pelanggan, untuk

Maka Al-Baraa’ termasuk dasar yang dibangun di atasnya Aqidah Islam, yaitu menjauhi orang-orang kafir dan memusuhi mereka serta memutus hubungan dengan mereka. Tidak sah iman