commit to user
1 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
E. Kajian Teoritis
a. Pembangunan Ekonomi
Paham pertumbuhan ekonomi dan pembangunan ekonomi memiliki
perbedaan yang jelas, masing-masing pengertian mengandung makna yang
berbeda satu dengan lainnya. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu
proses peningkatan produksi barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi
masyarakat. Pertumbuhan ekonomi menyangkut perkembangan yang
berdimensi tinggi dan diukur dengan meningkatnya hasil produksi dan
pendapatan. Pertumbuhan ekonomi biasanya ditelaah sebagai proses
produksi yang melibatkan sejumlah jenis produk dengan menggunakan
sejumlah saran produk tertentu.
Proses pembangunan harus disertai dengan partisipasi masyarakat
dalam kegiatan ekonomi yang produktif. Kegiatan yang produktif ini tentu
saja akan memberikan dampak yang positif bagi kesejahteraan masyarakat,
seperti pendapatan nyata yang bertambah dan memberikan surplus bagi
pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi dalam arti luas meliputi
pertumbuhan sebagai ciri pokok. Hal ini sangat diperlukan karena pada
kenyataannya di negara-negara berkembang memiliki pertumbuhan
penduduk yang tinggi. Bertambahnya penduduk maka semakin banyak pula
permasalahan tentang kependudukan di negara ini. Permasalahan ini dapat
dilihat dari meningkatnya kebutuhan hidup, pendidikan, kesehatan, pekerjaan
dan lain sebagainya. Pertumbuhan penduduk akan lebih cepat jika
pertambahan penduduk di dukung dengan peningkatan produktivitas.
Produktivitas merupakan pembentukan manusia yang produktif yaitu
pembentukan manusia yang dengan karyanya mampu mengadakan
bahan-bahan, barang dan jasa yang diperlukan oleh masyarakat untuk menambah
kesejahteraan masyarakat.
a. Sektor Informal
Keberadaan sektor informal yang umumnya tidak terorganisasi
dan tertata secara khusus melalui peraturan, resminya baru di kenal pada
tahun 1970 an sesudah diadakan observasi di beberapa negara dunia
ketiga yang sejumlah besar tenaga kerja perkotaannya tidak memperoleh
tempat atau pekerjaan di sektor modern yang formal (Todaro, 2000:143).
Sektor informal sering dianggap menjadi penyebab kesemrawutan
lalu lintas dan menjadikan lingkungan kotor, meskipun demikian sektor
informal sangat membantu kepentingan masyarakat dalam menyediakan
lapangan pekerjaan dan penyerapan tenaga kerja secara mandiri, selain
itu juga menyediakan kebutuhan masyarakat golongan menengah ke
bawah dengan harga yang relatif murah.
Para pekerja yang menciptakan sendiri lapangan kerjanya di
sektor informal biasanya tidak memiliki pendidikan formal. Pada
umumnya tidak mempunyai ketrampilan khusus dan sangat kekurangan
lebih rendah daripada kegiatan-kegiatan bisnis yang ada di sektor formal.
Para pekerja yang berada di sektor informal ini juga tidak memiliki
jaminan keselamatan kerja dan fasilitas-fasilitas kesejahteraan seperti
yang dinikmati rekan-rekan yang berada di sektor formal, misalnya
tunjangan keselamatan kerja dan dana pensiun (Todaro, 2000:145).
Sektor informal muncul dalam kegiatan perdagangan yang
bersifat kompleks oleh karena menyangkut jenis barang, tata ruang dan
waktu. Berkebalikan dengan sektor formal yang pada umumnya
menggunakan teknologi maju bersifat padat modal dan mendapat
perlindungan pemerintah. Sektor informal lebih banyak ditangani oleh
masyarakat golongan bawah, sektor informal dikenal juga dengan
undergr ound economy). Sektor informal ini
umumnya berupa usaha berskala kecil dengan modal, ruang lingkup dan
pengembangan yang terbatas (Harsiwi, 2002:1).
b. Lingkungan Hidup
Kualitas lingkungan yang baik merupakan salah satu modal dasar
penting bagi terlaksananya pembangunan yang berkelanjutan. Kualitas
lingkungan berpengaruh terhadap kualitas hidup masyarakat lokal,
penduduk yang bekerja serta berkunjung ke daerah. Banyak aktivitas
manusia yang memiliki dampak buruk terhadap kualitas lingkungan
karena pengelolaan sampah dan limbah yang kurang baik, kepedulian
masyarakat yang rendah terhadap kebersihan lingkungan, penggunaan
oleh alam serta bahan xenobiotik lain yang berdampak serius terhadap
kualitas lingkungan.
Undang-Undang No.32 Tahun 2009 menyatakan bahwa:
kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan mahluk hidup termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan
Lingkungan hidup adalah segala sesuatu yang terdapat di sekitar
setiap mahluk dalam kehidupannya sehari-hari, misalnya udara, tempat
kediaman, tanah sekitar, tempat bekerja, tempat berkumpul dan
sebagainya.
Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk
melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan
penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan,
pengawasan dan pengendalian lingkungan hidup karena persepsi tentang
kebutuhan dasar, terutama kelangsungan hidup yang manusiawi tidak
sama untuk semua golongan masyarakat dan berubah-ubah dari waktu ke
waktu (Soemarwoto, 1997:76).
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan berdasarkan asas:
1) Tanggung jawab negara
2) Kelestarian dan keberlanjutan
3) Keserasian dan keseimbangan
4) Keterpaduan
6) Kehati-hatian
7) Keadilan
8) Ekoregion
9) Keanekaragaman hayati
10)Pencemar membayar
11)Partisipatif
12)Kearifan lokal
13)Tata kelola pemerintahan yang baik
14)Otonomi daerah
b. Sampah
a. Pengertian Sampah
Sampah menurut kebanyakan orang dianggap barang sisa yang
tidak berguna lagi dan harus dibuang. Menurut Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008, menyatakan:
-hari manusia dan/atau proses alam
Adibroto (2004:1) menyatakan bahwa sampah bukanlah sesuatu
yang harus dibuang melainkan dapat diolah menjadi produk baru.
Sampah tidak berkonotasi kotor dan bau bila dikelola dengan baik karena
mempunyai nilai tambah sebagai produk daur ulang maupun diolah
menjadi produk baru. Sampah dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin
dengan cara pengolahan yang terintegrasi sedekat mungkin dari sumber
sampah dan dapat menghasilkan produk baru atau bahan daur ulang
b. Jenis dan Sumber Sampah
Nilandari, dkk. (2006:58) mengungkapkan, berdasarkan asalnya
sampah padat dapat digolongkan menjadi sampah organik dan sampah
anorganik. Sampah organik terdiri dari bahan-bahan penyusun tumbuhan
dan hewan yang diambil dari alam atau dihasilkan dari kegiatan
pertanian, perikanan atau yang lain. Sampah ini dengan mudah diuraikan
dalam proses alami. Sampah rumah tangga sebagian besar merupakan
bahan organik. Sampah organik seperti misalnya sampah dari dapur, sisa
tepung, sayuran, kulit buah dan daun. Sampah anorganik berasal dari
sumber daya alam tak terbaharui seperti mineral dan minyak bumi atau
dari proses industri. Beberapa bahan ini tidak terdapat di alam seperti
plastik dan alumunium. Sebagian zat anorganik secara keseluruhan tidak
dapat diuraikan oleh alam, sedang sebagian lainnya hanya dapat
diuraikan dalam waktu yang sangat lama. Sampah jenis ini pada tingkat
rumah tangga, misalnya berupa botol plastik, tas plastik dan kaleng.
Kertas, koran dan karton merupakan perkecualian. Berdasarkan asalnya,
kertas, koran dan karton termasuk sampah organik, tetapi karena kertas,
koran dan karton dapat didaur ulang seperti sampah anorganik lain
(misalnya gelas, kaleng dan plastik) maka dimasukkan ke dalam
kelompok sampah anorganik.
Suprihatin, dkk (1996:7) mengatakan, jenis sampah menurut
sumbernya terdiri dari:
Umumnya sampah rumah tangga berupa sisa pengolahan
makanan, perlengkapan rumah tangga bekas, kertas, kardus, gelas,
kain, sampah kebun atau halaman.
2) Sampah pertanian dan perkebunan
Sampah dari kegiatan pertanian tergolong bahan organik seperti
jerami dan sejenisnya. Sebagian besar sampah yang dihasilkan
selama musim panen dibakar atau dimanfaatkan untuk pupuk. Untuk
sampah bahan kimia seperti pestisida dan pupuk buatan perlu
perlakuan khusus agar tidak mencemari lingkungan. Sampah
pertanian lainnya adalah lembaran plastik penutup tempat
tumbuh-tumbuhan yang berfungsi untuk mengurangi penguapan dan
penghambat pertumbuhan gulma, namun plastik ini bisa di daur
ulang.
3) Sampah sisa bangunan dan konstruksi gedung
Sampah yang berasal dari kegiatan pembangunan dan
pemugaran gedung ini bisa berupa bahan organik maupun anorganik.
Sampah organik, misalnya kayu, bambu, triplek. Sampah anorganik,
misalnya semen, pasir, batu bata, ubin, besi dan baja, kaca serta
kaleng.
4) Sampah perdagangan dan perkantoran
Sampah yang berasal dari perdagangan seperti toko, pasar
tradisional, warung, pasar swalayan ini terdiri dari kardus,
dan restoran. Sampah yang berasal dari lembaga pendidikan, kantor
pemerintah dan swasta biasanya terdiri dari kertas, alat tulis menulis
(bolpoint, pensil, sidol dan lain-lain), toner fotocopy, pita printer,
kotak tinta printer, baterai bahan kimia dari laboratorium, pita mesin
ketik, klise film, komputer rusak dan lain-lain. Baterai bekas dan
limbah bahan kimia harus dikumpulkan secara terpisah dan harus
memperoleh perlakuan khusus karena berbahaya dan beracun.
5) Sampah industri
Sampah ini berasal dari seluruh rangkaian proses produksi
(bahan-bahan kimia serpihan atau potongan bahan), perlakuan dan
pengemasan produk (kertas, kayu, plastik, kain/lap yang jenuh
dengan pelarut untuk pembersihan). Sampah industri berupa bahan
kimia yang seringkali beracun memerlukan perlakuan khusus
sebelum dibuang.
c. Permasalahan Sampah
Sampah memang telah menjadi polemik sendiri. Masalah sampah
tidak hanya merupakan masalah krusial, tetapi telah menjadi
problematika kultural yang dirasakan semua lapisan. Dampak sampah ini
tidak hanya dirasakan sebagian kecil golongan tetapi mengenai
keberbagai sisi kehidupan. Jika masalah ini tidak tertangani secara
bijaksana, cepat atau lambat sampah akan menenggelamkan kehidupan
1) Dampak bagi Kesehatan Manusia
Sampah dapat menyebabkan berbagai penyakit seperti diare,
tifus, mentaber, demam berdarah dan sebagainya yang menyebar
secara bebas karena virus yang berasal dari sampah dengan
pengelolaan yang tidak tepat. Sampah mengandung merkuri dan
raksa yang dibuang ke laut atau sungai akan dapat mengkontaminasi
makluk hidup yang hidup di perairan tersebut, misalnya ikan. Jadi
jika ikan dimakan oleh manusia maka manusia akan ikut
terkontaminasi zat ini, selain itu ada pula penyakit yang dapat
menyebar melalui rantai makanan misalnya penyakit yang
dijangkitkan oleh cacing pita.
2) Dampak bagi lingkungan
Sampah cair atau cairan rembesan sampah yang masuk ke
dalam aliran sungai atau aliran air tanah, dapat mencemari air.
Berbagai organisme termasuk ikan dapat mati sehingga beberapa
spesien akan lenyap, mengakibatkan berubahnya ekosistem perairan
biologis. Penguraian sampah yang dibuang ke dalam air akan
menghasilkan asam organik dan gas cair organik seperti metana
selain berbau kurang sedap, gas ini dalam konsentrasi tinggi dapat
meledak.
3) Dampak bagi sosial ekonomi
Pengelolaan sampah yang kurang baik dan tepat akan
Bau yang tidak sedap ada dimana-mana dan pemandangan kota yang
buruk. Pembuangan sampah padat ke badan air dapat menyumbat
aliran air sehingga bisa menimbulkan banjir, disamping itu juga
meningkatkan jumlah biaya atau dana yang harus dikeluarkan untuk
pengelolaan air. Pengelolaan sampah yang kurang baik juga akan
memberikan dampak negatif bagi perkembangan pariwisata.
d. Perlunya Partisipasi semua pihak
Adanya berbagai ragam sampah menyebabkan diperlukannya pola
pengolahan sampah terpadu (integrated solid waste) yang efektif tanpa
mengandalkan pihak lain untuk menanggulangi masalah yang sewajarnya
menjadi tanggung jawab masing-masing, oleh karena itu agar berhasil
diperlukan beberapa syarat utama mengenai persepsi sampah dan
pengolahannya. Pertama, tidak semua sampah itu adalah lawan manusia,
melainkan bisa menjadi kawan yang dapat diberdayakan baik itu sebagai
bahan baku maupun sebagai sumber energi. Kedua perlunya kerjasama
semua pihak berdasarkan proporsi tanggung jawab, peran dan
kemampuan yang telah disepakati.
Keterlibatan dan kerjasama pihak terkait dalam pola pengolahan
sampah sangat diperlukan. Untuk di Indonesia sebenarnya pola ini
mengikutsertakan peran institusional formal, warga pemukiman dan
sektor informal. Pengumpulan sampah sementara, transportasi dan
pembuangan akhir sampah di dominasi oleh institusi formal yaitu
sektor informal seperti pemulung dan pengepul hanya bergerak dalam
pengumpulan dan perdagangan sampah yang layak jual.
e. Pengelolaan Sampah
Sistem pengolahan sampah meliputi beberapa proses yang pada
prinsipnya menyiapkan sampah yang akan diolah sehingga sesuai dengan
karakteristik teknologi pengolahannya. Sistem pengolahan pendahuluan
sering dilakukan umumnya terdiri dari dua macamyaitu pemisahan
sampah (sparation) dan pengolahan ukuran sampah (sisa reduction).
Pemisahan dapat dilakukan dengan sanitasi tangan, penyaringan, sistem
manguistik, sistem sanitasi optik dan lain-lain.
Usaha daur ulang pada dasarnya merupakan usaha memanfaatkan
kembali sampah melalui ekonososiotekno dan keterpaduan antara
pembinaan manusia, sumberdaya dan lingkungan yaitu: (Djuwendah,
2000:36)
1) Pengelolaan sampah tidak hanya berorientasi pada kegiatan
pengumpulan pengangkutan dan pemusnahan saja namun adanya
usaha pemanfaatan kembali sampah sebagai sumber daya yang
bersifat ekonomi
2) Pengelolaan sampah diselenggarakan secara terpadu antar semua
pelaku terkait seperti penghasil sampah, pemulung, industri
pengomposan serta Pemda dengan berorientasi pemecahan secara
3) Mengubah citra sampah dari beban lingkungan menjadi sumber daya
ekonomi.
Pengelolaan sampah padat kota (solid waste management), usaha
daur ulang dan pengomposan baik yang dilakukan oleh pemerintah
daerah melalui instansi terkait, para pemulung dan pelaku lainnya
mempunyai titik singgung dan tidak dapat dipisahkan satu dengan
lainnya. Selama ini kegiatan ini terkesan berjalan secara sendiri-sendiri.
Kegiatan para pemulung dan usaha pengomposan sampah belum
terintegrasi dalam sistem penanganan sampah secara menyeluruh.
Efisiensi penanganan sampah perlu memadukan semua pelaku dalam
menjaga kebersihan kota termasuk peran serta masyarakat.
F. Kajian Empiris
Penelitian mengenai kajian tentang sampah dan analisis sosial ekonomi
pengelolanya dapat dirangkum dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu tentang Sampah dan Analisis Sosial Ekonomi Pengelolanya
Penelitian Hasil Penelitian
1. Djuwendah, 2000,
Kotamadya Bandung
Deskriptif Kualitatif
dengan rata-rata pendapatan Rp.
Salah satu usaha informal adalah usaha yang berskala kecil dan dari hasil uji Chi-Square diketahui bahwa variabel pengalaman usaha, umur, tingkat pendidikan dan lokasi usaha berpengaruh terhadap pendapatan usaha sektor informal, sedangkan uji Chi-Square juga diketahui bahwa variabel jumlah tenaga kerja tidak berhubungan dengan pendapatan usaha di sektor informal.
3. Endry Setiawan, 2005, Kab. Bantul DIY
Deskriptif eksploratif
Rata rata pendapatan WKRT pemulung asal Gunung Kidul lebih besar dari pada Bantul yaitu Rp.720.000-Rp.920.000 asal Gunung Kidul dan Rp.510.000-Rp.710.000 asal Bantul dengan pendapatan total rumah tangga antara Rp.1.151.000-Rp.1.551.000 sebesar 66,67%. Pembagian kerja pada aktivitas kemasyarakatan tidak terjadi ketimpangan yang signifikan atau relatif seimbang antara suami istri rumah tangga pemulung. Pada pembagian kerja bidang
dan pola pengangkutan dengan dump-truck pada TPS transfer depo. Pembuangan sampah terakhir dapat bermacam-macam bentuk, seperti: Lahan tempat pembuangan akhir (TPA), pembakaran sampah,
pengkomposan sampah organic, dan lainnya.
berdomisili di tempat bos pemulung (86.7%), sedangkan alasan
pemulung melakukan mobilitas non permanen ke Banyumanik karena alasan lokasi yang lebih strategis (60%) dibandingkan di daerah asal mereka. Kontribusi pendapatan keluarga pemulung setiap hari sebesar 72,43% dari seluruh pendapatan keluarga yang mereka peroleh.
Karakteristik sampah yang didaur ulang di wilayah studi adalah sampah anorganik dengan mayoritas berupa sampah kertas, plastik, logam. Hubungan radius dan modal pemulung
terhadap nilai jual di lapak besar campuran menunjukkan hubungan linear negatif, berarti bahwa semakin jauh radius pengambilan sampah maka nilai jual yang akan diterima berkurang.
Pola bekerja pemulung di TPA Muara Fajar bisa dikatakan cukup baik. Sementara hubungan pola bekerja menunjukkan kondisi sedang terbukti dari tingkat pendapatan yang terima pemulung dari hasil penjualan sampah berkisar Rp 1.200.001 Rp 2.500.00
perbulan. Perhitungan hasil
penelitian ditemukan pengaruh yang signifikan antara pola bekerja dengan tingkat pendapatan yang diterima pemulung, dengan
0,260 X. Dimana setiap penambahan 1 pola bekerja pemulung maka akan
Dorongan utama pilihan kerja memulung adalah adalah pemenuhan kebutuhan dasar keluarga. Hal ini yang mendorong informan melakoni pekerjaan memulung, ataupun bertempat tinggal di lokasi TPA dengan segala keterbatasan yang ada. Dari sekian kebutuhan dasar yang terdiri dari sandang, pangan dan papan,
pemulung di TPA Air Sebakul lebih mementingkan kebutuhan pangan dibandingkan kebutuhan sandang dan papan, seperti makan.
9. Gunawan, 2012,
Tanjungpinang
Deskriptif Kualitatif
Strategi bertahan hidup pemulung Ganet adalah adanya suatu kepercayaan, jaringan serta hubungan timbal balik yang
diciptakan dalam kelompok mereka. Sebaiknya meningkatkan lagi kepercayaan serta mempereratkan lagi hubungan timbal balik yang dimiliki oleh kelompok pemulung di tempat pembuangan akhir Ganet.
10. Ana Martiana,
2013, Magelang
Deskriptif Kualitatif
hubungan yang terjalin antara pemulung, pembeli barang bekas dengan pengepul berpola asosiatif. Tercipta hubungan timbal balik (reciprocal) yang saling
menguntungkan. Kebutuhan seperti modal dan informasi harga barang diberikan oleh pengepul kepada pembeli barang bekas yang setia bekerja sama dengannya. Sedangkan pemulung tidak memerlukan informasi harga barang. Relasi memberikan indikasi di bidang ekonomi berupa
Pembeli barang bekas keliling memperoleh keuntungan dari barang bekas yang disetorkan dan beberapa strategi pengepul yang mendukung pekerjaan mencari barang bekas. Keakraban antaraktor sebagai dampak sosial yang
berfungsi untuk memperkuat relasi kerja.
Sumber : Data diolah, 2014
G. Kerangka Pemikiran
Sumber : Data diolah, 2014
Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran
Penelitian ini mengkaji faktor sosial ekonomi para pemulung sebelum
dan sesudah bekerja sebagai pemulung. Faktor ekonomi yang mendorong
sebagai pemulung meliputi kondisi keuangan atau pendapatan pemulung
sebelum memulung, sedangkan faktor sosial merupakan hal yang mendorong
Anorganik TPS & TPA Organik
Daur Ulang
Pemulung Pengepul
Pendapatan pemulung
Faktor Ekonomi dan Sosial
Pendapatan pengepul
Pengomposan
Sampah RT Sampah Fasilitas Umum
pemulung untuk memulung meliputi pendidikan, asal keluarga, alasan lain.
Kondisi sosial ekonomi pemulung setelah memulung akan terjawab dalam
penelitian ini. Pada saat pemulung memulung terlihat kondisi dan kehidupan
sosial ekonomi diantaranya meliputi jenis pekerjaan lain, tabungan,
konsumsi, pendapatan, umur, status perkawinan, lama kerja, jam kerja,
modal dan harapan ke depan sehingga yang dikaji adalah apa yang
menyebabkan orang bekerja sebagai pemulung dan juga kondisi sosial
ekonomi setelah menjadi pemulung.
Kegiatan daur ulang sampah juga memberikan lapangan kerja baru
dengan timbulnya para pengepul yang membeli barang yang telah
dikumpulkan oleh pemulung. Keuntungan yang diraih oleh para pengepul
dipengaruhi oleh sektor eksternal dan sektor internal. Faktor eksternal
merupakan faktor yang menunjukkan kemampuan pengepul dalam
mengelola usahanya untuk mendapatkan keuntungan yang maksimum.
Faktor eksternal misalnya modal, biaya operasional, perputaran uang per
hari. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri pedagang
yang meliputi lama usaha, pendidikan serta usia pedagang.
H. Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah pernyataan yang masih lemah kebenarannya dan masih
perlu dibuktikan kenyataannya. Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir
1. Variabel lokasi kerja, jenis kelamin, lama kerja, jam kerja, modal, status
pernikahan dan umur diduga berpengaruh terhadap pandapatan para
pemulung sampah di Kabupaten Ngawi.