• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Sosial Ekonomi Pemulung Dan Pengepul Sampah Di Kabupaten Ngawi COVER

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Sosial Ekonomi Pemulung Dan Pengepul Sampah Di Kabupaten Ngawi COVER"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

1 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

E. Kajian Teoritis

a. Pembangunan Ekonomi

Paham pertumbuhan ekonomi dan pembangunan ekonomi memiliki

perbedaan yang jelas, masing-masing pengertian mengandung makna yang

berbeda satu dengan lainnya. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu

proses peningkatan produksi barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi

masyarakat. Pertumbuhan ekonomi menyangkut perkembangan yang

berdimensi tinggi dan diukur dengan meningkatnya hasil produksi dan

pendapatan. Pertumbuhan ekonomi biasanya ditelaah sebagai proses

produksi yang melibatkan sejumlah jenis produk dengan menggunakan

sejumlah saran produk tertentu.

Proses pembangunan harus disertai dengan partisipasi masyarakat

dalam kegiatan ekonomi yang produktif. Kegiatan yang produktif ini tentu

saja akan memberikan dampak yang positif bagi kesejahteraan masyarakat,

seperti pendapatan nyata yang bertambah dan memberikan surplus bagi

pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi dalam arti luas meliputi

pertumbuhan sebagai ciri pokok. Hal ini sangat diperlukan karena pada

kenyataannya di negara-negara berkembang memiliki pertumbuhan

penduduk yang tinggi. Bertambahnya penduduk maka semakin banyak pula

permasalahan tentang kependudukan di negara ini. Permasalahan ini dapat

(2)

dilihat dari meningkatnya kebutuhan hidup, pendidikan, kesehatan, pekerjaan

dan lain sebagainya. Pertumbuhan penduduk akan lebih cepat jika

pertambahan penduduk di dukung dengan peningkatan produktivitas.

Produktivitas merupakan pembentukan manusia yang produktif yaitu

pembentukan manusia yang dengan karyanya mampu mengadakan

bahan-bahan, barang dan jasa yang diperlukan oleh masyarakat untuk menambah

kesejahteraan masyarakat.

a. Sektor Informal

Keberadaan sektor informal yang umumnya tidak terorganisasi

dan tertata secara khusus melalui peraturan, resminya baru di kenal pada

tahun 1970 an sesudah diadakan observasi di beberapa negara dunia

ketiga yang sejumlah besar tenaga kerja perkotaannya tidak memperoleh

tempat atau pekerjaan di sektor modern yang formal (Todaro, 2000:143).

Sektor informal sering dianggap menjadi penyebab kesemrawutan

lalu lintas dan menjadikan lingkungan kotor, meskipun demikian sektor

informal sangat membantu kepentingan masyarakat dalam menyediakan

lapangan pekerjaan dan penyerapan tenaga kerja secara mandiri, selain

itu juga menyediakan kebutuhan masyarakat golongan menengah ke

bawah dengan harga yang relatif murah.

Para pekerja yang menciptakan sendiri lapangan kerjanya di

sektor informal biasanya tidak memiliki pendidikan formal. Pada

umumnya tidak mempunyai ketrampilan khusus dan sangat kekurangan

(3)

lebih rendah daripada kegiatan-kegiatan bisnis yang ada di sektor formal.

Para pekerja yang berada di sektor informal ini juga tidak memiliki

jaminan keselamatan kerja dan fasilitas-fasilitas kesejahteraan seperti

yang dinikmati rekan-rekan yang berada di sektor formal, misalnya

tunjangan keselamatan kerja dan dana pensiun (Todaro, 2000:145).

Sektor informal muncul dalam kegiatan perdagangan yang

bersifat kompleks oleh karena menyangkut jenis barang, tata ruang dan

waktu. Berkebalikan dengan sektor formal yang pada umumnya

menggunakan teknologi maju bersifat padat modal dan mendapat

perlindungan pemerintah. Sektor informal lebih banyak ditangani oleh

masyarakat golongan bawah, sektor informal dikenal juga dengan

undergr ound economy). Sektor informal ini

umumnya berupa usaha berskala kecil dengan modal, ruang lingkup dan

pengembangan yang terbatas (Harsiwi, 2002:1).

b. Lingkungan Hidup

Kualitas lingkungan yang baik merupakan salah satu modal dasar

penting bagi terlaksananya pembangunan yang berkelanjutan. Kualitas

lingkungan berpengaruh terhadap kualitas hidup masyarakat lokal,

penduduk yang bekerja serta berkunjung ke daerah. Banyak aktivitas

manusia yang memiliki dampak buruk terhadap kualitas lingkungan

karena pengelolaan sampah dan limbah yang kurang baik, kepedulian

masyarakat yang rendah terhadap kebersihan lingkungan, penggunaan

(4)

oleh alam serta bahan xenobiotik lain yang berdampak serius terhadap

kualitas lingkungan.

Undang-Undang No.32 Tahun 2009 menyatakan bahwa:

kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan mahluk hidup termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan

Lingkungan hidup adalah segala sesuatu yang terdapat di sekitar

setiap mahluk dalam kehidupannya sehari-hari, misalnya udara, tempat

kediaman, tanah sekitar, tempat bekerja, tempat berkumpul dan

sebagainya.

Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk

melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan

penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan,

pengawasan dan pengendalian lingkungan hidup karena persepsi tentang

kebutuhan dasar, terutama kelangsungan hidup yang manusiawi tidak

sama untuk semua golongan masyarakat dan berubah-ubah dari waktu ke

waktu (Soemarwoto, 1997:76).

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 perlindungan dan

pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan berdasarkan asas:

1) Tanggung jawab negara

2) Kelestarian dan keberlanjutan

3) Keserasian dan keseimbangan

4) Keterpaduan

(5)

6) Kehati-hatian

7) Keadilan

8) Ekoregion

9) Keanekaragaman hayati

10)Pencemar membayar

11)Partisipatif

12)Kearifan lokal

13)Tata kelola pemerintahan yang baik

14)Otonomi daerah

b. Sampah

a. Pengertian Sampah

Sampah menurut kebanyakan orang dianggap barang sisa yang

tidak berguna lagi dan harus dibuang. Menurut Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008, menyatakan:

-hari manusia dan/atau proses alam

Adibroto (2004:1) menyatakan bahwa sampah bukanlah sesuatu

yang harus dibuang melainkan dapat diolah menjadi produk baru.

Sampah tidak berkonotasi kotor dan bau bila dikelola dengan baik karena

mempunyai nilai tambah sebagai produk daur ulang maupun diolah

menjadi produk baru. Sampah dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin

dengan cara pengolahan yang terintegrasi sedekat mungkin dari sumber

sampah dan dapat menghasilkan produk baru atau bahan daur ulang

(6)

b. Jenis dan Sumber Sampah

Nilandari, dkk. (2006:58) mengungkapkan, berdasarkan asalnya

sampah padat dapat digolongkan menjadi sampah organik dan sampah

anorganik. Sampah organik terdiri dari bahan-bahan penyusun tumbuhan

dan hewan yang diambil dari alam atau dihasilkan dari kegiatan

pertanian, perikanan atau yang lain. Sampah ini dengan mudah diuraikan

dalam proses alami. Sampah rumah tangga sebagian besar merupakan

bahan organik. Sampah organik seperti misalnya sampah dari dapur, sisa

tepung, sayuran, kulit buah dan daun. Sampah anorganik berasal dari

sumber daya alam tak terbaharui seperti mineral dan minyak bumi atau

dari proses industri. Beberapa bahan ini tidak terdapat di alam seperti

plastik dan alumunium. Sebagian zat anorganik secara keseluruhan tidak

dapat diuraikan oleh alam, sedang sebagian lainnya hanya dapat

diuraikan dalam waktu yang sangat lama. Sampah jenis ini pada tingkat

rumah tangga, misalnya berupa botol plastik, tas plastik dan kaleng.

Kertas, koran dan karton merupakan perkecualian. Berdasarkan asalnya,

kertas, koran dan karton termasuk sampah organik, tetapi karena kertas,

koran dan karton dapat didaur ulang seperti sampah anorganik lain

(misalnya gelas, kaleng dan plastik) maka dimasukkan ke dalam

kelompok sampah anorganik.

Suprihatin, dkk (1996:7) mengatakan, jenis sampah menurut

sumbernya terdiri dari:

(7)

Umumnya sampah rumah tangga berupa sisa pengolahan

makanan, perlengkapan rumah tangga bekas, kertas, kardus, gelas,

kain, sampah kebun atau halaman.

2) Sampah pertanian dan perkebunan

Sampah dari kegiatan pertanian tergolong bahan organik seperti

jerami dan sejenisnya. Sebagian besar sampah yang dihasilkan

selama musim panen dibakar atau dimanfaatkan untuk pupuk. Untuk

sampah bahan kimia seperti pestisida dan pupuk buatan perlu

perlakuan khusus agar tidak mencemari lingkungan. Sampah

pertanian lainnya adalah lembaran plastik penutup tempat

tumbuh-tumbuhan yang berfungsi untuk mengurangi penguapan dan

penghambat pertumbuhan gulma, namun plastik ini bisa di daur

ulang.

3) Sampah sisa bangunan dan konstruksi gedung

Sampah yang berasal dari kegiatan pembangunan dan

pemugaran gedung ini bisa berupa bahan organik maupun anorganik.

Sampah organik, misalnya kayu, bambu, triplek. Sampah anorganik,

misalnya semen, pasir, batu bata, ubin, besi dan baja, kaca serta

kaleng.

4) Sampah perdagangan dan perkantoran

Sampah yang berasal dari perdagangan seperti toko, pasar

tradisional, warung, pasar swalayan ini terdiri dari kardus,

(8)

dan restoran. Sampah yang berasal dari lembaga pendidikan, kantor

pemerintah dan swasta biasanya terdiri dari kertas, alat tulis menulis

(bolpoint, pensil, sidol dan lain-lain), toner fotocopy, pita printer,

kotak tinta printer, baterai bahan kimia dari laboratorium, pita mesin

ketik, klise film, komputer rusak dan lain-lain. Baterai bekas dan

limbah bahan kimia harus dikumpulkan secara terpisah dan harus

memperoleh perlakuan khusus karena berbahaya dan beracun.

5) Sampah industri

Sampah ini berasal dari seluruh rangkaian proses produksi

(bahan-bahan kimia serpihan atau potongan bahan), perlakuan dan

pengemasan produk (kertas, kayu, plastik, kain/lap yang jenuh

dengan pelarut untuk pembersihan). Sampah industri berupa bahan

kimia yang seringkali beracun memerlukan perlakuan khusus

sebelum dibuang.

c. Permasalahan Sampah

Sampah memang telah menjadi polemik sendiri. Masalah sampah

tidak hanya merupakan masalah krusial, tetapi telah menjadi

problematika kultural yang dirasakan semua lapisan. Dampak sampah ini

tidak hanya dirasakan sebagian kecil golongan tetapi mengenai

keberbagai sisi kehidupan. Jika masalah ini tidak tertangani secara

bijaksana, cepat atau lambat sampah akan menenggelamkan kehidupan

(9)

1) Dampak bagi Kesehatan Manusia

Sampah dapat menyebabkan berbagai penyakit seperti diare,

tifus, mentaber, demam berdarah dan sebagainya yang menyebar

secara bebas karena virus yang berasal dari sampah dengan

pengelolaan yang tidak tepat. Sampah mengandung merkuri dan

raksa yang dibuang ke laut atau sungai akan dapat mengkontaminasi

makluk hidup yang hidup di perairan tersebut, misalnya ikan. Jadi

jika ikan dimakan oleh manusia maka manusia akan ikut

terkontaminasi zat ini, selain itu ada pula penyakit yang dapat

menyebar melalui rantai makanan misalnya penyakit yang

dijangkitkan oleh cacing pita.

2) Dampak bagi lingkungan

Sampah cair atau cairan rembesan sampah yang masuk ke

dalam aliran sungai atau aliran air tanah, dapat mencemari air.

Berbagai organisme termasuk ikan dapat mati sehingga beberapa

spesien akan lenyap, mengakibatkan berubahnya ekosistem perairan

biologis. Penguraian sampah yang dibuang ke dalam air akan

menghasilkan asam organik dan gas cair organik seperti metana

selain berbau kurang sedap, gas ini dalam konsentrasi tinggi dapat

meledak.

3) Dampak bagi sosial ekonomi

Pengelolaan sampah yang kurang baik dan tepat akan

(10)

Bau yang tidak sedap ada dimana-mana dan pemandangan kota yang

buruk. Pembuangan sampah padat ke badan air dapat menyumbat

aliran air sehingga bisa menimbulkan banjir, disamping itu juga

meningkatkan jumlah biaya atau dana yang harus dikeluarkan untuk

pengelolaan air. Pengelolaan sampah yang kurang baik juga akan

memberikan dampak negatif bagi perkembangan pariwisata.

d. Perlunya Partisipasi semua pihak

Adanya berbagai ragam sampah menyebabkan diperlukannya pola

pengolahan sampah terpadu (integrated solid waste) yang efektif tanpa

mengandalkan pihak lain untuk menanggulangi masalah yang sewajarnya

menjadi tanggung jawab masing-masing, oleh karena itu agar berhasil

diperlukan beberapa syarat utama mengenai persepsi sampah dan

pengolahannya. Pertama, tidak semua sampah itu adalah lawan manusia,

melainkan bisa menjadi kawan yang dapat diberdayakan baik itu sebagai

bahan baku maupun sebagai sumber energi. Kedua perlunya kerjasama

semua pihak berdasarkan proporsi tanggung jawab, peran dan

kemampuan yang telah disepakati.

Keterlibatan dan kerjasama pihak terkait dalam pola pengolahan

sampah sangat diperlukan. Untuk di Indonesia sebenarnya pola ini

mengikutsertakan peran institusional formal, warga pemukiman dan

sektor informal. Pengumpulan sampah sementara, transportasi dan

pembuangan akhir sampah di dominasi oleh institusi formal yaitu

(11)

sektor informal seperti pemulung dan pengepul hanya bergerak dalam

pengumpulan dan perdagangan sampah yang layak jual.

e. Pengelolaan Sampah

Sistem pengolahan sampah meliputi beberapa proses yang pada

prinsipnya menyiapkan sampah yang akan diolah sehingga sesuai dengan

karakteristik teknologi pengolahannya. Sistem pengolahan pendahuluan

sering dilakukan umumnya terdiri dari dua macamyaitu pemisahan

sampah (sparation) dan pengolahan ukuran sampah (sisa reduction).

Pemisahan dapat dilakukan dengan sanitasi tangan, penyaringan, sistem

manguistik, sistem sanitasi optik dan lain-lain.

Usaha daur ulang pada dasarnya merupakan usaha memanfaatkan

kembali sampah melalui ekonososiotekno dan keterpaduan antara

pembinaan manusia, sumberdaya dan lingkungan yaitu: (Djuwendah,

2000:36)

1) Pengelolaan sampah tidak hanya berorientasi pada kegiatan

pengumpulan pengangkutan dan pemusnahan saja namun adanya

usaha pemanfaatan kembali sampah sebagai sumber daya yang

bersifat ekonomi

2) Pengelolaan sampah diselenggarakan secara terpadu antar semua

pelaku terkait seperti penghasil sampah, pemulung, industri

pengomposan serta Pemda dengan berorientasi pemecahan secara

(12)

3) Mengubah citra sampah dari beban lingkungan menjadi sumber daya

ekonomi.

Pengelolaan sampah padat kota (solid waste management), usaha

daur ulang dan pengomposan baik yang dilakukan oleh pemerintah

daerah melalui instansi terkait, para pemulung dan pelaku lainnya

mempunyai titik singgung dan tidak dapat dipisahkan satu dengan

lainnya. Selama ini kegiatan ini terkesan berjalan secara sendiri-sendiri.

Kegiatan para pemulung dan usaha pengomposan sampah belum

terintegrasi dalam sistem penanganan sampah secara menyeluruh.

Efisiensi penanganan sampah perlu memadukan semua pelaku dalam

menjaga kebersihan kota termasuk peran serta masyarakat.

F. Kajian Empiris

Penelitian mengenai kajian tentang sampah dan analisis sosial ekonomi

pengelolanya dapat dirangkum dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu tentang Sampah dan Analisis Sosial Ekonomi Pengelolanya

Penelitian Hasil Penelitian

1. Djuwendah, 2000,

Kotamadya Bandung

Deskriptif Kualitatif

(13)

dengan rata-rata pendapatan Rp.

Salah satu usaha informal adalah usaha yang berskala kecil dan dari hasil uji Chi-Square diketahui bahwa variabel pengalaman usaha, umur, tingkat pendidikan dan lokasi usaha berpengaruh terhadap pendapatan usaha sektor informal, sedangkan uji Chi-Square juga diketahui bahwa variabel jumlah tenaga kerja tidak berhubungan dengan pendapatan usaha di sektor informal.

3. Endry Setiawan, 2005, Kab. Bantul DIY

Deskriptif eksploratif

Rata rata pendapatan WKRT pemulung asal Gunung Kidul lebih besar dari pada Bantul yaitu Rp.720.000-Rp.920.000 asal Gunung Kidul dan Rp.510.000-Rp.710.000 asal Bantul dengan pendapatan total rumah tangga antara Rp.1.151.000-Rp.1.551.000 sebesar 66,67%. Pembagian kerja pada aktivitas kemasyarakatan tidak terjadi ketimpangan yang signifikan atau relatif seimbang antara suami istri rumah tangga pemulung. Pada pembagian kerja bidang

(14)

dan pola pengangkutan dengan dump-truck pada TPS transfer depo. Pembuangan sampah terakhir dapat bermacam-macam bentuk, seperti: Lahan tempat pembuangan akhir (TPA), pembakaran sampah,

pengkomposan sampah organic, dan lainnya.

berdomisili di tempat bos pemulung (86.7%), sedangkan alasan

pemulung melakukan mobilitas non permanen ke Banyumanik karena alasan lokasi yang lebih strategis (60%) dibandingkan di daerah asal mereka. Kontribusi pendapatan keluarga pemulung setiap hari sebesar 72,43% dari seluruh pendapatan keluarga yang mereka peroleh.

Karakteristik sampah yang didaur ulang di wilayah studi adalah sampah anorganik dengan mayoritas berupa sampah kertas, plastik, logam. Hubungan radius dan modal pemulung

terhadap nilai jual di lapak besar campuran menunjukkan hubungan linear negatif, berarti bahwa semakin jauh radius pengambilan sampah maka nilai jual yang akan diterima berkurang.

Pola bekerja pemulung di TPA Muara Fajar bisa dikatakan cukup baik. Sementara hubungan pola bekerja menunjukkan kondisi sedang terbukti dari tingkat pendapatan yang terima pemulung dari hasil penjualan sampah berkisar Rp 1.200.001 Rp 2.500.00

perbulan. Perhitungan hasil

penelitian ditemukan pengaruh yang signifikan antara pola bekerja dengan tingkat pendapatan yang diterima pemulung, dengan

(15)

0,260 X. Dimana setiap penambahan 1 pola bekerja pemulung maka akan

Dorongan utama pilihan kerja memulung adalah adalah pemenuhan kebutuhan dasar keluarga. Hal ini yang mendorong informan melakoni pekerjaan memulung, ataupun bertempat tinggal di lokasi TPA dengan segala keterbatasan yang ada. Dari sekian kebutuhan dasar yang terdiri dari sandang, pangan dan papan,

pemulung di TPA Air Sebakul lebih mementingkan kebutuhan pangan dibandingkan kebutuhan sandang dan papan, seperti makan.

9. Gunawan, 2012,

Tanjungpinang

Deskriptif Kualitatif

Strategi bertahan hidup pemulung Ganet adalah adanya suatu kepercayaan, jaringan serta hubungan timbal balik yang

diciptakan dalam kelompok mereka. Sebaiknya meningkatkan lagi kepercayaan serta mempereratkan lagi hubungan timbal balik yang dimiliki oleh kelompok pemulung di tempat pembuangan akhir Ganet.

10. Ana Martiana,

2013, Magelang

Deskriptif Kualitatif

hubungan yang terjalin antara pemulung, pembeli barang bekas dengan pengepul berpola asosiatif. Tercipta hubungan timbal balik (reciprocal) yang saling

menguntungkan. Kebutuhan seperti modal dan informasi harga barang diberikan oleh pengepul kepada pembeli barang bekas yang setia bekerja sama dengannya. Sedangkan pemulung tidak memerlukan informasi harga barang. Relasi memberikan indikasi di bidang ekonomi berupa

(16)

Pembeli barang bekas keliling memperoleh keuntungan dari barang bekas yang disetorkan dan beberapa strategi pengepul yang mendukung pekerjaan mencari barang bekas. Keakraban antaraktor sebagai dampak sosial yang

berfungsi untuk memperkuat relasi kerja.

Sumber : Data diolah, 2014

G. Kerangka Pemikiran

Sumber : Data diolah, 2014

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran

Penelitian ini mengkaji faktor sosial ekonomi para pemulung sebelum

dan sesudah bekerja sebagai pemulung. Faktor ekonomi yang mendorong

sebagai pemulung meliputi kondisi keuangan atau pendapatan pemulung

sebelum memulung, sedangkan faktor sosial merupakan hal yang mendorong

Anorganik TPS & TPA Organik

Daur Ulang

Pemulung Pengepul

Pendapatan pemulung

Faktor Ekonomi dan Sosial

Pendapatan pengepul

Pengomposan

Sampah RT Sampah Fasilitas Umum

(17)

pemulung untuk memulung meliputi pendidikan, asal keluarga, alasan lain.

Kondisi sosial ekonomi pemulung setelah memulung akan terjawab dalam

penelitian ini. Pada saat pemulung memulung terlihat kondisi dan kehidupan

sosial ekonomi diantaranya meliputi jenis pekerjaan lain, tabungan,

konsumsi, pendapatan, umur, status perkawinan, lama kerja, jam kerja,

modal dan harapan ke depan sehingga yang dikaji adalah apa yang

menyebabkan orang bekerja sebagai pemulung dan juga kondisi sosial

ekonomi setelah menjadi pemulung.

Kegiatan daur ulang sampah juga memberikan lapangan kerja baru

dengan timbulnya para pengepul yang membeli barang yang telah

dikumpulkan oleh pemulung. Keuntungan yang diraih oleh para pengepul

dipengaruhi oleh sektor eksternal dan sektor internal. Faktor eksternal

merupakan faktor yang menunjukkan kemampuan pengepul dalam

mengelola usahanya untuk mendapatkan keuntungan yang maksimum.

Faktor eksternal misalnya modal, biaya operasional, perputaran uang per

hari. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri pedagang

yang meliputi lama usaha, pendidikan serta usia pedagang.

H. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah pernyataan yang masih lemah kebenarannya dan masih

perlu dibuktikan kenyataannya. Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir

(18)

1. Variabel lokasi kerja, jenis kelamin, lama kerja, jam kerja, modal, status

pernikahan dan umur diduga berpengaruh terhadap pandapatan para

pemulung sampah di Kabupaten Ngawi.

Gambar

Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu tentang Sampah dan Analisis Sosial Ekonomi  Pengelolanya
Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

Dalam hal ini melaksanakan prosedur tetap (protap) Dalmas sesuai Peraturan Kepala Polri No.16 Tahun 2006 tentang pedoman pengendalian massa yang mengatur cara bertindak,

Sebagai kemungkinan lain, atau jika larut dalam air, menyerap dengan memakai bahan kering yang tidak giat dan masukkan ke wadah bahan buangan yang tepat.. Buang melalui kontraktor

Profile Matching merupakan suatu metode penelitian yang dapat digunakan pada sistem pendukung keputusan, proses penilaian kompetensi dilakukan dengan membandingkan

Pada tempat berikutnya,kami Fraksi Restorasi Partai NasDem menyampaikan selamat kepada Bupati dan Wakil Bupati Manggarai yang baru,semoga kemitraan kita

harga diri, sehingga dapat meningkatkan hasil proses pembelajaran.. Fakultas juga dapat memberikan Quiz kepada mahasiswa

Rangkaian driver blower (kipas) pada Gambar 3.6 dimaksudkan untuk menurunkan temperatur dan atau kelembaban jika melebihi dari setting point yang diinginkan, disamping

Berdasarkan hasil analisis data dapat diketahui bahwa perilaku dalam menjaga vulva hygiene pada siswi kelompok VIII di SLTP N 2 Ngemplak, Sleman Tahun 2010,

pollution  caused  by  industrial  waste,  always  suffered  the  environment  and  peoples  who  also  burden  the  pollution  pays.  Whereas  ethically  in  fact