• Tidak ada hasil yang ditemukan

KESANTUNAN BERBAHASA DALAM UPACARA PERKAWINAN MASYARAKAT BATAK TOBA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KESANTUNAN BERBAHASA DALAM UPACARA PERKAWINAN MASYARAKAT BATAK TOBA."

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

KESANTUNAN BERBAHASA DALAM UPACARA PERKAWINAN MASYARAKAT BATAK TOBA

SKRIPSI

Dinyatakan telah Memenuhi Syarat untuk

Memperoleh Gelar Sarjana Sastra

Oleh

MIKAWATI INDRYANI HUTABARAT

NIM 072222710031

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

(2)

ABSTRAK

Mikawati Indriyani Hutabarat. Nim. 072222710031. Kesantunan Berbahasa dalam Upacara Perkawinan Masyarakat Batak Toba. Skripsi Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Fakultas Bahasa dan Seni. Universitas Negeri Medan, 2011.

Upacara adat Batak Toba adalah upacara yang dihadiri oleh ketiga unsur Dalihan Na Tolu yaitu hula-hula (pihak perempuan), dongan sabutuha (kerabat semarga), dan boru (pihak laki-laki) yang berpartisipasi aktif dalam upacara adat. Upacara adat biasanya didahului oleh makan bersama kemudian dilanjutkan dengan acara marhata (bicara adat).

Kesantunan berbahasa yang digunakan oleh pihak hula-hula (pihak perempuan), dongan sabutuha (kerabat semarga), dan boru (pihak laki-laki) adalah berbeda sesuai dengan posisinya pada acara tersebut. Dalam penelitian ini dibahas mengenai kesantunan berbahasa yang digunakan hula-hula (pihak perempuan), dongan sabutuha (kerabat semarga), dan boru (pihak laki-laki), jenis dan fungsi kesantunan berbahasa masing-masing unsur, dan bagaimana pembentukan kesantunan berbahasa masing-masing unsur dalam upacara perkawinan masyarakat Batak Toba.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif, dimana akan dibuat deskripsi yang sistematis dan akurat mengenai data yang diteliti. Metode deskriptif dipilih karena penelitian yang dilakukan bertujuan untuk menggambarkan dengan jelas tentang objek yang diteliti secara alamiah.

Hasil penelitian yang diperoleh bahwa kesantunan berbahasa dalam upacara perkawinan masyarakat Batak Toba berbeda dengan kesantunan berbahasa yang digunakan masing-masing unsur di luar acara perkawinan. Penulis menggunakan 13 jenis tindak tutur yaitu tindak tutur bersalam, memberkati, memohon, memuji, meminta, berjanji, menyarankan, memperingatkan, mengesahkan, berterima kasih, menjawab, menjelaskan, dan bertanya untuk melihat bagaimana kesantunan berbahasa yang digunakan masing-masing unsur dalam upacara perkawinan.

(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan berkatNya sehingga skripsi yang berjudul “Kesantunan Berbahasa dalam Upacara Perkawinan Masyarakat Batak Toba” ini dapat diselesaikan dengan baik.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. Azhar Umar, M.Pd. selaku pembimbing yang telah banyak memberikan bantuan dan bimbingan demi kesempurnaan skripsi ini. Tidak lupa penulis juga sampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

Penulis menyadari masih banyak kelemahan maupun kekurangan yang terkandung dalam skripsi ini, untuk itu segala saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca mengenai Kesantunan Berbahasa dalam Upacara Perkawinan Batak Toba.

Medan, September 2011

Penulis,

(4)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas hidayahNyalah skripsi yang berjudul “Kesantunan Berbahasa dalam Upacara Perkawinan Masyarakat Batak Toba” dapat diselesaikan dengan baik.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Rektor Universitas Negeri Medan Bapak Prof. Dr. Ibnu Hajar, M.Si.

2. Dr. Isda Pramuniati, M.Hum selaku Dekan Fakultas Bahasa dan Sastra Indonesia beserta seluruh staf Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan.

3. Dr. Rosmawaty, M.Pd. selaku Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia beserta seluruh staf Jurusan Bahasa dan Sastra.

4. Drs. Azhar Umar, M.Pd. selaku dosen pembimbing skripsi 5. Drs. Basyaruddin, M.Pd. selaku dosen pembimbing akademik 6. Drs. H. Sigalingging selaku dosen pengarah

7. Teristimewa buat kedua orang tua saya yaitu Bapak R. Hutabarat dan Ibu N. Simanjuntak yang telah banyak berdoa dan memberikan bantuan baik dari segi materil maupun moril serta motivasi selama ini, sehingga saya dapat menyelesaikan studi jenjang SI ini.

8. Adik-adik saya Aryo Pratama Hutabarat, Yosse Leorensus Hutabarat, Puji Parluhutan Hutabarat, Metha Evanali Hutabarat, Yoel Alfredo Hutabarat yang selalu setia memberikan semangat dan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Teristimewa buat abang saya Roy Jhonpiter Simanjuntak yang telah banyak memberikan bantuan baik secara material maupun moril serta motivasi, dalam menyelesaikan studi jenjang SI ini.

10.Secara Khusus buat Abang saya (pariban) Andi Raja Olo Marbun yang telah membantu saya dalam proses menyelesaikan skripsi ini.

11.Amang Boru saya T. Tambunan, R. Manalu dan Bou saya Nurjannah Hutabarat dan Tiolina Hutabarat yang telah memberikan bantuan dalam menyelesaikan skripsi ini serta semua keluarga yang telah memberikan dukungan.

(5)

12.Kepada Bou A. Hutabarat dan Amang Boru D. Marbun atas kebaikannya pada saat saya dalam pelaksanaan penelitian.

13.Buat sahabat saya Darlin Panjaitan, Fernando Midata (Noris) yang selalu memberikan semangat dan dukungan.

14.Teman-teman seperjuangan, Kak Selvi, Kak Bevi, Honei, Wahyu Miji, Sri Rahelta. Atas dukungan dan semangatnya dalam menyelesaikan skripsi ini.

15.Seluruh teman-teman Nondik’07 yang telah mendukung saya selama ini.

16.Kepala Desa Hutanagodang Kec. Muara Kab.Taput, Bapak Raplan

Aritonang, yang telah memberikan izin penelitian kepada saya untuk dapat melakukan penelilitian di desa Hutanagodang.

Semoga budi baik dan keikhlasan mereka dapat saya amalkan dan Tuhan Yang Maha Esa memberikan berkat kemudahanNya untuk mereka.

Akhirnya, segala puji syukur saya persembahkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas lindunganNya selama ini. Semoga Tuhan menyertai kehidupan kita selamanya.

Medan, September 2011

Penulis,

Mikawati Indriyani Hutabarat

(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 6

1.3 Pembatasan Masalah ... 6

1.4 Rumusan Masalah ... 6

1.5 Tujuan Penelitian ... 7

1.6 Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KERANGKA TEORETIS DAN PERTANYAAN PENELITIAN ... 8

2.1 Kerangka Teoretis ... 8

2.2 Tindak Tutur ... 8

2.2.1 Pengertian Tindak Tutur ... 8

2.2.2 Tipe Tindak Tutur ... 10

2.3 Kesantunan Berbahasa ... 12

2.3.1 Pengertian Kesantunan Berbahasa ... 12

2.3.2 Bentuk Kesantunan ... 15

2.3.3 Fungsi Kesantunan Berbahasa ... 17

2.3.3.1 Fungsi Menyatakan ... 18

2.3.3.1.1 Menyatakan Informasi ... 19

2.3.3.1.2 Menyatakan Perjanjian ... 20

2.3.3.1.3 Menyatakan Keputusan ... 21

(7)

2.3.3.1.5 Menyatakan Selamat ... 22

2.3.3.2 Fungsi Menanyakan ... 25

2.3.3.2.1 Menanyakan Meminta Pengakuan ... 26

2.3.3.2.2 Menanyakan Meminta Keterangan ... 27

2.3.3.2.3 Menanyakan Meminta Alasan ... 28

2.3.3.2.4 Menanyakan Meminta Pendapat ... 29

2.3.3.2.5 Menanyakan Meminta Kesungguhan ... 29

2.3.3.3 Fungsi Memerintah ... 32

2.3.3.3.1 Menyuruh ... 36

2.3.3.3.2 Melarang ... 37

2.3.3.3.3 Menyetujui dan Menolak ... 38

2.3.3.4 Fungsi Meminta Maaf ... 40

2.3.3.5 Fungsi Mengeritik ... 42

2.3.5 Skala Kesantunan Leech ... 43

2.3.6 Maksim Sopan Santun ... 47

2.4 Upacara Perkawinan Masyarakat Batak Toba ... 48

2.4.1 Pengertian Dalihan Na Tolu ... 53

2.4.2 Unsur-unsur Dalihan Na Tolu ... 60

2.4.2.1 hula-hula ... 60

2.4.2.2 Dongan Tubu ... 60

2.4.2.3 Boru ... 60

B. Pertanyaan Penelitian ... 66

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 67

3.1 Metode Penelitian ... 67

3.2 Sumber D ata ... 67

3.3 Tempat Penelitian ... 68

(8)

3.5 Analisis Data ... 69

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 70

4.1 Hasil Penelitian ... 70

4.2 Pembahasan ... 80

4.3 Bentuk Kesantunan Berbahasa dalam Tindak Tutur Dalihan Na Tolu ... 80

4.3.1 Bentuk Kesantunan Berbahasa Hula-hula dalam Upacara Perkawinan ... 80

4.3.1.1 Kesantunan Berbahasa dalam Tindak Tutur Bersalam ... 80

4.3.1.2 Kesantunan Berbahasa dalam Tindak Tutur Memberkati ... 81

4.3.1.3 Kesantunan Berbahasa dalam Tindak Tutur Memuji ... 82

4.3.1.4 Kesantunan Berbahasa dalam Tindak Tutur Meminta ... 84

4.3.1.5 Kesantunan Berbahasa dalam Tindak Tutur Berjanji ... 85

4.3.1.6 Kesantunan Berbahasa dalam Tindak Tutur Menyarankan ... 86

4.3.1.7 Kesantunan Berbahasa dalam Tindak Tutur Memperingatkan ... 87

4.3.1.8 Kesantunan Berbahasa dalam Tindak Tutur Mengesahkan ... 89

4.3.1.9 Kesantunan Berbahasa dalam Tindak Tutur Berterima Kasih ... 89

4.3.1.10 Kesantunan Berbahasa dalam Tindak Tutur Menjawab ... 91

4.3.1.11 Kesantunan Berbahasa dalam Tindak Tutur Menjelaskan ... 92

4.3.1.12 Kesantunan Berbahasa dalam Tindak Tutur Bertanya ... 93

4.3.2 Kesantunan Berbahasa Dongan Sabutuha Ni Hila-hula ... 95

4.3.2.1 Kesantunan Berbahasa dalam Tindak Tutur Bersalam ... 95

4.3.2.2 Kesantunan Berbahasa dalam Tindak Tutur Memberkati ... 95

4.3.2.3 Kesantunan Berbahasa dalam Tindak Tutur Menyarankan ... 96

4.3.2.4 Kesantunan Berbahasa dalam Tindak Tutur Mengesahkan ... 97

4.3.2.5 Kesantunan Berbahasa dalam Tindak Tutur Menjelaskan ... 97

4.3.2.6 Kesantunan Berbahasa dalam Tindak Tutur Bertanya ... 98

4.3.3 Kesantunan Berbahasa Dongan Sabutuha Ni Boru ... 99

(9)

4.3.3.2 Kesantunan Berbahasa dalam Tindak Tutur Memohon ... 99

4.3.3.3 Kesantunan Berbahasa dalam Tindak Tutur Menyarankan ... 100

4.3.3.4 Kesantunan Berbahasa dalam Tindak Tutur Mengesahkan ... 100

4.3.3.5 Kesantunan Berbahasa dalam Tindak Tutur Berterima Kasih ... 101

4.3.3.6 Kesantunan Berbahasa dalam Tindak Tutur Menjelaskan ... 101

4.3.4 Kesantunan Berbahasa Boru ... 102

4.3.4.1 Kesantunan Berbahasa dalam Tindak Tutur Bersalam ... 102

4.3.4.2 Kesantunan Berbahasa dalam Tindak Tutur Memohon ... 103

4.3.4.3 Kesantunan Berbahasa dalam Tindak Tutur Memuji ... 104

4.3.4.4 Kesantunan Berbahasa dalam Tindak Tutur Menyarankan ... 105

4.3.4.5 Kesantunan Berbahasa dalam Tindak Tutur Mengesahkan ... 106

4.3.4.6 Kesantunan Berbahasa dalam Tindak Tutur Menjawab ... 107

4.3.4.7 Kesantunan Berbahasa dalam Tindak Tutur Menjelaskan ... 107

4.3.4.8 Kesantunan Berbahasa dalam Tindak Tutur Bertanya ... 109

4.4 Fungsi Kesantunan Berbahasa dalam Tindak Tutur Dalihan Na Tolu ... 110

4.4.1 Fungsi Kesantunan Berbahasa DNT dalam tindak tutur Bersalam ... 110

4.4.2 Fungsi Kesantunan Berbahasa DNT dalam tindak tutur Memberkati ... 111

4.4.3 Fungsi Kesantunan Berbahasa DNT dalam tindak tutur Memohon ... 112

4.4.4 Fungsi Kesantunan Berbahasa DNT dalam tindak tutur Memuji ... 112

4.4.5 Fungsi Kesantunan Berbahasa DNT dalam tindak tutur Meminta ... 113

4.4.6 Fungsi Kesantunan Berbahasa DNT dalam tindak tutur Berjanji ... 114

4.4.7 Fungsi Kesantunan Berbahasa DNT dalam tindak tutur Menyarankan ... 115

4.4.8 Fungsi Kesantunan Berbahasa DNT dalam tindak tutur Memperingatkan ... 115

4.4.9 Fungsi Kesantunan Berbahasa DNT dalam tindak tutur Mengesahkan ... 116

4.4.10 Fungsi Kesantunan Berbahasa DNT dalam tindak tutur Berterima Kasih ... 117

4.4.11 Fungsi Kesantunan Berbahasa DNT dalam tindak tutur Menjawab ... 117

(10)

4.4.13 Fungsi Kesantunan Berbahasa DNT dalam tindak tutur Bertanya ... 119

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 120

5.1 Kesimpulan ... 120

5.2 Saran ... 122

DAFTAR PUSTAKA ... 123

(11)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Masyarakat Batak Toba merupakan salah satu sub-etnis dari masyarakat

Batak di samping Batak Simalungun, Karo, Mandailing, dan Pakpak. Ciri-ciri

pembeda antara sub-etnis di atas adalah bahasa dan letak geografis daerah tempat

tinggal. Masyarakat Batak Toba mempunyai bahasa Batak Toba sebagai lambang

identitas dan manifestasi eksistensi. Eksistensi yang dimaksud adalah sebagai

mahluk sosial yang terbentuk karena adanya bahasa.

Menurut (T.M. Sihombing, 2000: 71) Masyarakat Batak Toba mempunyai

sistem adat istiadat tertentu yang berazaskan Dalihan Na Tolu (tungku yang berkaki tiga) disingkat ‘tungku nan tiga’ adalah suatu ungkapan yang menyatakan

kesatuan hubungan kekeluargaan pada suku Batak). Dalihan Na Tolu merupakan dasar hidup masyarakat Batak Toba. Setiap anggota masyarakat wajib berbuat dan

bertindak menurut aturan adat istiadat yang berazaskan Dalihan Na Tolu termasuk dalam menyelenggarakan upacara adat.

Upacara adat ialah upacara yang dihadiri oleh ketiga unsur Dalihan Na Tolu, yaitu dongan sabutuha, hula-hula, dan boru yang berpartisipasi aktif dalam upacara itu. Upacara adat biasanya didahului dengan acara makan bersama,

lalu diteruskan ke acara marhata (bicara adat). Salah satu upacara adat Batak Toba

adalah upacara perkawinan. Masing-masing pihak dalam upacara perkawinan

mempunyai ketiga komponen adat, yaitu hula-hula, boru, dan dongan sabutuha.

(12)

Inilah yang menjadi satu keluarga besar Dalihan Na Tolu yang baru. Apabila ketiga komponen dari kedua pihak tidak hadir dalam upacara, maka upacara tidak

memenuhi kualifikasi adat. Dengan kata lain, keterikatan ketiga komponen

tersebut merujuk pada satu kesatuan yang terintegrasi sehingga pelaksanaan adat

dapat berlangsung.

Upacara adat pada masyarakat Batak Toba dilaksanakan apabila ketiga

komponen yang dikenal dengan Dalihan Na Tolu telah hadir dalam situasi tersebut, hula-hula sebagai ‘pihak perempuan, boru sebagai ‘pihak laki-laki’, dan dongan sabutuha sebagai ‘kerabat marga’. Dalihan Na Tolu ini ialah suatu kerangka yang meliputi hubungan kekerabatan darah dari hubungan perkawinan

dua marga, yaitu pihak pengantin pria dan pihak pengantin wanita.

Pesta perkawinan adalah upacara adat yang penting bagi orang Batak,

karena hanya orang yang sudah kawin yang berhak mengadakan upacara adat,

seperti upacara menyambut lahirnya seorang anak, pemberian nama pada anak,

dan sebagainya. Pesta perkawinan merupakan jembatan yang mempertemukan

Dalihan Na Tolu dari orang tua pengantin laki-laki dan Dalihan Na Tolu dari orangtua pengantin wanita. Artinya karena perkawinan itulah Dalihan Na Tolu

dari orangtua pengantin laki-laki merasa dirinya berkerabat dengan Dalihan Na Tolu orang tua pengantin wanita dan sebaliknya. Segala istilah sapaan dan acuan yang digunakan oleh pihak yang satu terhadap pihak yang lain, demikian pula

sebaliknya adalah istilah-istilah kekerabatan berdasarkan Dalihan Na Tolu.

Perkawinan bagi orang Batak bukan merupakan persoalan pribadi suami

(13)

merupakan ikatan juga bagi orang tua si suami dan orang tua si isteri, begitu juga

bagi boru serta hula-hula dari masing-masing pihak. Karena itu, apabila sepasang suami isteri bercerai maka putus pulalah hubungan di antara kedua kelompok tadi.

Perkawinan orang Batak haruslah diresmikan secara adat berdasarkan adat

Dalihan Na Tolu. Upacara agama serta catatan sipil hanyalah sebagai pelengkap saja. Perkawinan orang Batak yang hanya diabsahkan oleh upacara agama serta

catatan sipil masih dianggap belum sah oleh masyarakatb Batak dilihat dari sudut

adat Dalihan Na Tolu. Itulah sebabnya apabila, timbul keretakan di dalam suatu rumah tangga yang demikian, marga dari masing-masing pihak tidak merasa

berhak dan berkewajiban mencampurinya.

Salah satu hal yang menarik diamati dari interaksi antar Dalihan Na Tolu kedua belah pihak (pihak suami dan pihak isteri) adalah praktis tindak tutur

(speech act) di antara mereka, terutama yang terkait dengan kesantunan berbahasa. Berikut merupakan salah satu dari beberapa acara dalam upacara

perkawinan Batak Toba. Dari acara tersebut dapat terlihat bagaimana kesantunan

masing-masing pihak berbicara kepada mitra tuturnya (pihak yang terkait dalam

acara tersebut) dalam upacara perkawinan Batak Toba.

(14)

persegi empat. Di dasar bakul itu ditaruh nasi setelah lebih dulu disekat dengan

daun pisang. Ampang yang berisi daging ditutup dengan ulos ragi hotang.

Urutan barisan masuk adalah sebagai berikut. Saudara perempuan yang

sudah berkeluarga dari pengantin laki-laki, atau namboru pengantin laki-laki berada dibarisan depan menjunjung bakul (manghunti ampang) didampingi suaminya. Di belakangnya adalah pengantin laki-laki, kemudian ayah dan ibu

pengantin laki-laki. Sesaat sampai di pintu masuk, suami si hunti ampang (amangboru pengantin laki-laki) memekikkan: horas ma di hita saluhut! lalu disambut parboru: horas ma tutu!

Sesaat setelah itu, boru (anak perempuan)dari parboru (pihak perempuan) menerima ampang dan meletakkan di tengah ruangan. Pengantin perempuan

segera tampil menyambut pengantin laki-laki dengan menyematkan kembang di

dada. Pengantin laki-laki menyerahkan kembang pegangan, lalu mereka cium

pipi. Seterusnya dibawa ke ruangan tersendiri. Rombongan paranak (pihak laki-laki) terus masuk sambil menyalami keluarga (pihak perempuan) yang berdiri

menyambut mereka. Masih dalam posisi berdiri, salah seorang dari parboru (pihak perempuan) berkata :

(15)

menerima kedatangan kami, raja hula-hula! Disini ada kami bawa seperti penggantinya selembar daun sirih. Senanglah hati kami, jika raja hula-hula menerima yang kami bawa).

Paranak : nauli raja ni boru! (yang baiknya raja boru)

Dari tindak tutur yang disampaikan oleh pihak laki-laki (boru) dan perempuan (hula-hula), kesantunan dapat terlihat pada sapaan dan pilihan kata yang digunakan oleh masing-masing pihak. Kesantunan berbahasa dalam tindak

tutur boru (pihak laki-laki) menggunakan sapaan raja kepada pihak hula-hula (pihak perempuan). Sebaliknya pihak hula-hula (pihak perempuan)demikian juga menjawab pihak boru (pihak laki-laki) dengan sapaan raja ni boru. Dari tindak tutur boru terlihat lebih santun lagi saat berbicara kepada hula-hulanya. Pihak boru menggunakan ungkapan yang halus pada kalimat Adong huboan hami di son songon pangganti ni napuran santampuk (ada kami bawa disini seperti penggantinya sehelai daun sirih untuk dinikmati raja kami). Sebenarnya yang

dibawa oleh paranak (laki-laki) tersebut bukan sehelai daun sirih, namun yang mereka bawa adalah daging. Hal ini dilakukan boru, agar tidak menyinggung perasaan hula-hulanya. Jadi kesantunan jelas terlihat dari masing-masing pihak pengantin.

Penelitian ini memuat tentang Kesantunan Berbahasa dalam Upacara

Perkawinan Masyarakat Batak Toba. Di dalam penelitian ini lokasi penelitian

penulis adalah Desa Hutanagodang. Penulis membatasi pengertian upacara adat

perkawinan Batak Toba pada upacara adat di desa Hutanagodang. Melihat belum

adanya penelitian mengenai kesantunan berbahasa dalam upacara perkawinan

masyarakat Batak Toba, hal inilah yang menjadi motivasi penulis untuk

(16)

1.2. Identifikasi Masalah

Penelitian tentang kesantunan berbahasa dapat mencakup :

1. Bentuk kesantunan berbahasa dalam tindak tutur yang digunakan

masing-masing unsur Dalihan Na Tolu dalam upacara perkawinan masyarakat Batak Toba

2. Fungsi kesantunan berbahasa dalam tindak tutur yang digunakan

masing-masing unsur Dalihan Na Tolu dalam upacara perkawinan masyarakat Batak Toba

1.3. Pembatasan Masalah

Dari identifikasi masalah di atas, ditetapkan masalah 2 (kedua) yaitu “Fungsi

kesantunan berbahasa dalam tindak tutur yang digunakan dalam upacara

perkawinan masyarakat Batak Toba” sebagai pembatasan masalah dalam

penelitian ini.

1.4. Rumusan Masalah

Masalah penelitian ini terumus di dalam pertanyaan berikut:

1. Bagaimanakah bentuk kesantunan berbahasa dalam tindak tutur yang

(17)

2. Bagaimanakah fungsi kesantunan berbahasa yang dilihat dari pihak penutur

dalam tindak tutur yang digunakan masing-masing unsur Dalihan Na Tolu dalam upacara perkawinan masyarakat Batak Toba?

1.5. Tujuan Penelitian

1. Menjelaskan bentuk kesantunan berbahasa yang digunakan masing-masing

unsur Dalihan Na Tolu dalam upacara perkawinan Batak Toba.

2. Menjelaskan fungsi kesantunan berbahasa yang digunakan masing-maisng

unsur Dalihan Na Tolu dalam upacara perkawinan masyarakat Batak Toba.

1.6. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut:

1. Memberikan sumbangan praktis pada masyarakat Batak Toba tentang

kesantunan berbahasa yang digunakan dalam upacara perkawinan Batak

Toba.

2. Merupakan cara untuk melestarikan budaya Batak Toba khususnya pada

(18)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Setelah menganalisis data mengenai tindak tutur hula-hula, dongan sabutuha dan boru dalam upacara perkawinanan dan tindak tutur di luar acara perkawinan (bahasa sehari-hari) masyarakat Batak Toba, yang akan digunakan

penulis sebagai bahan pertimbangan untuk melihat bagaimana kesantunan

berbahasa yang digunakan oleh hula-hula, dongan sabutuha, dan boru kepada mitra tuturnya, maka penulis menyimpulkan :

1. Dalam upacara perkawinan bahasa yang diucapkan oleh hula-hula, dongan sabutuha dan boru berbeda dengan bahasa yang diucapkan di luar acara perkawinan. Bahasa yang diucapkan hula-hula, dongan sabutuha, dan boru ternyata lebih santun dalam upacara perkawinan dari pada bahasa yang

diucapkan di luar acara perkawinan (bahasa sehari-hari).

2. Bahasa dalam upacara perkawinan digolongkan dengan raja panise (penanya) dari pihak hula-hula (pihak perempuan) dan raja pangalusi (penjawab) dari pihak boru dan dongan sabutuha (keabat semaga).

3. Dalam upacara perkawinan dibagi atas 13 jenis tindak tutur yang digunakan

oleh hula-hula, dongan sabutuha, dan boru yaitu: 1. Tindak tutur bersalam

2. Tindak tutur memberkati

3. Tindak tutur memohon

4. Tindak tutur memuji

(19)

5. Tindak tutur meminta

6. Tindak tutur berjanji

7. Tindak tutur menyarankan

8. Tindak tutur memperingatkan

9. Tindak tutur mengesahkan

10.Tindak tutur berterima kasih

11.Tindak tutur menjawab

12. Tindak tutur menjelaskan

13. Tindak tutur bertanya

4. Bentuk tindak tutur yang disampaikan oleh hula-hula tidak sama dengan jenis tindak tutur dongan sabutuha, dan jenis tindak tutur boru.Hula-hula (pihak perempuan) menggunakan 12 jenis tindak tutur, sedangkan dongan sabutuha parboru (kerabat semarga pihak perempuan) menggunakan 6 jenis tindak tutur, dongan sabutuha paranak (kerabat semarga pihak laki-laki) menggunakan 6 jenis tindak tutur, dan boru (pihak laki-laki) menggunakan 8 jenis tindak tutur. Pihak hula-hula (pihak perempuan) lebih banyak mengunakan jenis tindak tutur dari pada yang lainnya (unsur

DNT) mengingat status dan kedudukannya yang lebih tinggi.

5. Bahasa yang dituturkan oleh tiap-tiap unsur-unsur DNT tersebut,

(20)

5.2. Saran

1. Penulis berharap adanya penelitian lanjutan mengenai kesantunan

berbahasa dalam upacara perkawinan masyarakat Batak Toba yang

bisa memperkaya khasanah linguistik.

2. Kesantunan berbahasa dalam upacara perkawinan perlu diajarkan

kepada generasi muda, agar mampu menjadi juru bicara dalam upacara

perkawinan pada waktu yang akan datang.

3. Dalam masyarakat Batak Toba masih banyak yang diteliti mengenai

kesantunan berbahasa yang bisa memperkaya ilmu kebahasaan

(linguistik) misalnya, kesantunan berbahasa dalam upacara kelahiran

(21)

DAFTRA PUSTAKA

J. Moleong, Lexy.2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja ROSDAKARYA

Leech, Geoffrey. 1993. Prinsip-prinsip Pragmatik. Jakarta: Universitas Indonesia

P.L Situmeang, Doangsa. 2007. Dalihan Natolu Sistem Sosial Kemasyarakatan Batak Toba.Jakarta: KERABAT (Kerukunan Masyarakat Batak)

Rahardi, Kunjana. 2005. Pragmatik Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga

Rahardi, Kunjana. 2005. Sosiopragmatik. Jakarta: Erlangga

Sinaga, Richard.2007.Perkawinan Adat Dalihan Natolu.Jakarta:DIAN UTAMA dan KERABAT (Kerukunan Masyarakat Batak)

Sihombing, T.M.2000.Filsafat Batak. Jakarta: Balai Pustaka

Wijana, I Dewa Putu dan Muhammad Rohmadi.2009. Analisis Wacana

Pragmatik.Yogyakarta:Yuma Pustaka

http://www.TomsonSibarani:TindakTuturDalamUpacaraPerkawinanBatakToba,

Referensi

Dokumen terkait

Biasanya untuk mengawali pembicaraan tentang acara adat masyarakat Batak yang pertama bicara dimulai dari pihak teman semarga atau teman seperadatan.Undangan yang datang

” tuhor ni boru ” diberikan Anak boru kepada ibu calon pengantin perempuan. Dalam acara ini kedua belah pihak juga merundingkan tentang:.. a) Mas kawin,. b) Waktu yang baik

Berdasarkan uraian diatas, peneliti ingin mendeskripsikan bentuk kesantunan berbahasa di kalangan santri putri, mendiskripsikan pelanggaran-pelanggaran prinsip

anak muna nagabe hela nami dohot boru muna na gabe parumaen

Berdasarkan pranata dalihan na tolu, suatu kelompok yang memberikan anak perempuan (hula-hula) dianggap memiliki status yang lebih tinggi daripada kelompok yang menerima anak

Dalam hal pewarisan, sesuai dengan adat batak yang diberikan harta warisan adalah anak laki-laki, perempuan tidak mendapat warisan meskipun ia kawin dengan pria suku

tindak (act) mangolusi pada pernikahan adat Batak Toba, dilakukan datau disimbolkan dengan pemberian kain ulos dari pihak keluarga laki-laki kepada pihak keluarga perempuan..

Setelah selesa mangulosi putra-putri mereka, pada tuturan “paidua ni suhut paranak meminta kepada pihak parboru supaya kakak/adik dari orang tua pengantin laki-laki diberikan ulos