• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN MASYARAKAT LOKAL DALAM PENGEMBANGAN WISATA ALAM PANTAI LUMBAN BULBUL DI KABUPATEN TOBA KERTAS KARYA OLEH MELIN BETARIA TAMPUBOLON

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERAN MASYARAKAT LOKAL DALAM PENGEMBANGAN WISATA ALAM PANTAI LUMBAN BULBUL DI KABUPATEN TOBA KERTAS KARYA OLEH MELIN BETARIA TAMPUBOLON"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

KERTAS KARYA

OLEH

MELIN BETARIA TAMPUBOLON 172204022

PROGRAM STUDI D-III PERJALANAN WISATA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2020

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Kabupaten Toba atau yang dulunya dikenal dengan nama Toba Samosir merupakan salah satu dari 7 (tujuh) kabupaten yang mengelilingi Danau Toba.

Kabupaten Toba ini memiliki 16 kecamatan, satu diantaranya adalah Kecamatan Balige yang sekaligus merupakan ibukota kabupaten. Di kota Balige terdapat sebuah desa wisata yang berbasis alam yang cukup terkenal yaitu, Pantai Lumban Bulbul yang terletak di desa Lumban Bulbul. Pantai ini memiliki keindahan alam dengan Danau Toba yang menjadi daya tarik utamanya dan melalui potensi yang ada di pantai ini dapat dimanfaatkan oleh masyarakat setempat untuk dikelola sebagai sumber mata pencaharian. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peran dari masyarakat lokal dalam pengembangan Pantai Lumban Bulbul sebagai salah satu wisata alam yang ada di Kabupaten Toba dan untuk mengetahui dampak yang terjadi pada masyarakat dari hasil pengembangan Pantai Lumban Bulbul. Metode penelitian yang digunakan dalam kertas karya ini adalah studi kepustakaan (library research) dan studi lapangan (field research). Hasil dari kertas karya ini menunjukkan bahwa masyarakat berperan dalam pengembangan Pantai Lumban Bulbul dan memiliki dampak positif bagi perekonomian masyarakat lokal.

Keyword: Kabupaten Toba, Pantai Lumban Bulbul, Peran Masyarakat Lokal, Wisata Alam.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat, kesehatan, dan kasih karunia-Nya yang selalu berlimpah setiap waktu sehingga penulis dapat menyelesaikan setiap tahapan dari penyusunan kertas karya ini dengan judul “Peran Masyarakat Lokal Dalam Pengembangan Wisata Alam Pantai Lumban Bulbul di Kabupaten Toba” yang disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Studi Diploma (D3) di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

Adapun dalam penyusunan kertas karya ini sampai dengan selesai penulis dibantu dan dibimbing oleh berbagai pihak. Maka dari itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Budi Agustono, M.S, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Jhonson Pardosi M.Si, Ph.D, selaku Ketua Program Studi D-III Perjalanan Wisata, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Mukhtar, S.Sos, S.Par, M.A, selaku Sekretaris Program Studi D-III Perjalanan Wisata, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Drs. Gustanto, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing penulis yang selalu meluangkan waktunya untuk memberikan pengarahan, bimbingan, saran, dan nasihat yang sangat berharga sehingga kertas karya ini dapat tersusun dengan baik.

(8)

5. Ibu Dra. Nur Cahaya Bangun, M.Si, selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan masukan dan nasihat dalam membimbing penulis selama masa perkuliahan berlangsung.

6. Kepada seluruh dosen pengajar maupun pegawai di Program Studi D-III Perjalanan Wisata yang selama ini telah memberikan banyak ilmu bermanfaat melalui berbagai mata kuliah yang telah diajarkan.

7. Kedua orang tua penulis Ramot Tampubolon dan Marline Tambunan yang telah merawat dan menjaga penulis sedari kecil, baik berupa pengorbanan waktu maupun materi yang selama ini diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan jenjang pendidikan sampai dengan sekarang ini. Untuk doa serta dukungan yang tiada henti diberikan untuk penulis.

8. Kepada saudara penulis Melpa, Melur, Melisa, dan Jonatan yang telah memberikan dukungan dan senantiasa menghibur penulis selama mengerjakan kertas karya ini sampai dengan selesai.

9. Kepada Bang Nando, Kak Vera, dan Kak Melda yang telah memberikan motivasi dan nasihat serta dukungan secara moral maupun material selama masa perkuliahan penulis.

10. Kepada teman-teman penulis Astrid, Ruth, Cory, Henny, Yohanna, Dinda, Widya dan juga kepada Maya, Theresia, Raysa, Roles, Intan, Yuni yang telah memberikan semangat dan masukan selama dalam penyusunan kertas karya ini sampai dengan selesai.

11. Kepada seluruh angkatan 2017 D-III Perjalanan Wisata, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara yang telah menemani penulis selama masa perkuliahan.

(9)

12. Kepada pihak kantor kepala desa Lumban bulbul beserta pengelola yang telah berbaik hati memberikan informasi dan meluangkan waktunya.

13. Dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang selalu memberikan doa dan dukungan sehingga kertas karya ini dapat terselesaikan dengan baik.

Penyusunan kertas karya ini tentu saja masih memiliki banyak kekurangan maupun kesalahan, sehingga penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk penyempurnaan kertas karya ini.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih dan berharap bahwa kertas karya ini dapat bermanfaat bagi para pembaca maupun semua pihak yang membutuhkan.

Medan, 01 Desember 2020 Penulis,

Melin Betaria Tampubolon NIM: 172204022

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ...v

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR TABEL... viii

BAB I PENDAHULUAN ...1

1.1 Latar Belakang ...1

1.2 Pembatasan Masalah ...3

1.3 Rumusan Masalah ...4

1.4 Tujuan Penelitian ...4

1.5 Manfaat Penelitian ...4

1.6 Metode Penelitian...4

1.7 Sistematika Penulisan...5

BAB II URAIAN TEORITIS ...7

2.1 Sejarah Pariwisata ...7

2.2 Pengertian Pariwisata ...9

2.3 Bentuk Pariwisata...12

2.4 Jenis-jenis Pariwisata ...14

2.5 Pengertian Wisatawan ...15

2.6 Daya Tarik Wisata...18

2.7 Pengertian Desa Wisata...20

2.8 Sarana dan Prasarana Pariwisata ...20

(11)

2.8.1 Sarana Pariwisata ...20

2.8.2 Prasarana Pariwisata...23

2.9 Pengertian Peran Masyarakat ...23

BAB III GAMBARAN UMUM PANTAI BULBUL ...27

3.1 Gambaran Kecamatan Balige ...27

3.2 Gambaran Desa Lumban Bulbul ...28

3.2.1 Sejarah Pantai Lumban Bulbul ...30

3.3 Keadaan Sosial Desa Lumban Bulbul ...30

BAB IV PEMBAHASAN ...34

4.1.1 Peran Masyarakat Lokal ...34

4.1.2 Tahap Perencanaan ...34

4.1.3 Tahap Pelaksanaan...35

4.1.4 Tahap Pengelolaan Atau Pemanfaatan ...38

4.1.5 Tahap Pengawasan...39

4.1.6 Menikmati Hasil Dan Evaluasi ...40

4.2 Kendala Yang Ditemui Selama Pengembangan Pantai Bulbul ...40

4.3 Dampak Pengembangan Pantai Bulbul Terhadap Masyarakat ...41

BAB V PENUTUP ...44

5.1 Kesimpulan ...44

5.2 Saran ...45

DAFTAR PUSTAKA ...46

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Kantor Kepala Desa Lumban Bulbul ...29

Gambar 3.2 Struktur Organisasi Pemerintahan Desa Lumban Bulbul ...29

Gambar 3.3 Panorama Alam Pantai Bulbul ...31

Gambar 3.4 Potensi Buatan Manusia ...32

Gambar 4.1 Fasilitas Wisata Pantai Bulbul...37

Gambar 4.2 Fasilitas Pantai Bulbul ...38

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Sebaran Jumlah Penduduk di Kecamatan Balige Berdasarkan Jenis Kelamin ...28 Tabel 3.2 Sebaran Jumlah Penduduk di Desa Lumban Bulbul Berdasarkan Jenis Kelamin ...29

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia sebagai halnya dengan negara yang sedang berkembang dan dalam tahap membangun negeri, juga berusaha untuk membangun industri pariwisatanya. Karena pariwisata merupakan salah satu penggerak perekonomian nasional yang potensial untuk memacu pertumbuhan perekonomian yang lebih tinggi di masa yang akan datang. Melalui sektor pariwisata ini jugalah banyak tercipta lowongan pekerjaan yang dapat membantu perekonomian masyarakat untuk berkembang. Oleh karena itu, peran pemerintah dan juga masyarakat sangat dibutuhkan untuk meningkatkan sarana dan prasana kepariwisataan agar lebih maju lagi dikemudian hari.

Menurut data dari kementerian pariwisata Indonesia tahun 2010 hingga 2014, industri pariwisata menempati peringkat ke-4 (empat) nasional dibawah minyak gas bumi, batu bara, dan minyak kelapa sawit.

Berbeda dengan industri migas yang berdasar pada bahan bakar fosil, pariwisata tidak tergantung dari sumber daya yang semakin berkurang. Justru sebaliknya, agar pariwisata dapat terus berkembang diperlukan adanya upaya untuk meningkatkan lingkungan dan melestarikan kebudayaan.

Jumlah dari kunjungan wisatawan global di kawasan Asia tahun 2018 menurut World Tourism Organization mencapai 343 juta kunjungan wisatawan internasional dengan pertumbuhan rata-rata 5% dimana pertumbuhan terbesar berada di kawasan Asia Tenggara termasuk Indonesia sebesar 7,6% setiap tahunnya. Berdasarkan angka tersebut maka perekonomian Indonesia akan di

(15)

dominasi oleh sektor pariwisata sebagai penerima devisa dan akan menyerap banyak investasi di Indonesia.

Indonesia merupakan sebuah negara yang dikaruniai beragam kekayaan dan keindahan alam maupun budaya yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Setiap daerah memiliki potensi wisata alam dan wisata budaya yang berbeda-beda dan dapat dijadikan sebagai daya tarik wisata. Salah satu provinsi yang memiliki potensi pariwisata yang sangat menjanjikan adalah Sumatera Utara yang cukup memadai untuk dijadikan Daerah Tujuan Wisata. Objek wisata alam yang wajib dikunjungi salah satunya adalah Pantai Lumban Bulbul yang terletak di Kabupaten Toba, Sumatera Utara. Kabupaten Toba adalah sebuah kabupaten di Provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Ibu kotanya adalah Kota Balige. Kabupaten Toba merupakan satu dari tujuh kabupaten yang mengelilingi Danau Toba, yaitu danau terluas di Indonesia.

Tentu saja banyak destinasi wisata alam maupun wisata budaya yang indah dan memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi sektor pariwisata di Kabupaten Toba, namun yang cukup populer dan banyak diminati oleh wisatawan adalah Pantai Pasir Putih Lumban Bulbul. Pantai ini memiliki pemandangan yang indah dengan latar belakang Danau Toba yang memiliki air yang cukup jernih.

Bukan hanya itu, Pantai Bulbul juga merupakan ikon yang dapat menunjukkan keindahan akan pemandangan perbukitan serta pepohonan yang mengelilingi Danau Toba. Pantai ini terletak di Desa Lumban Bulbul, di kota Balige yang merupakan sebuah kota kecil di dekat Danau Toba.

Dalam pengembangan destinasi wisata alam Pantai Lumban Bulbul diharapkan masyarakat lokal dapat ikut serta ambil bagian dalam kegiatan

(16)

3

pariwisata yang ada di desanya sendiri dan juga ikut memelihara potensi wisata alam yang ada. Pengembangan Pantai Lumban Bulbul ini tentu saja tidak selalu berjalan dengan lancar karena terdapat beberapa kendala seperti kurangnya pembangunan fasilitas pendukung ataupun terjadinya selisih paham di dalam masyarakat saat pengembangan pantai ini sedang berlangsung dan juga kegiatan promosi yang mungkin masih belum maksimal. Namun meski demikian peran masyarakat yang ikut serta dan juga dibantu oleh pemerintah setempat menjadikan Pantai Lumban Bulbul dapat berkembang dan juga memberikan dampak yang cukup baik dalam perekonomian masyarakat. Pemerintah dalam UU No. 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan menyatakan bahwa masyarakat memiliki kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan serta dalam penyelenggaraan kepariwisataan.

Dari beberapa uraian yang telah dijelaskan di atas, maka dari itu penulis membuat kertas karya dengan judul “Peran Masyarakat Lokal Dalam Pengembangan Wisata Alam Pantai Lumban Bulbul di Kabupaten Toba”.

1.2 Pembatasan Masalah

Mengingat waktu yang terbatas dan banyaknya pembahasan mengenai peran masyarakat yang dapat ditemukan dalam permasalahan ini, maka perlu adanya batasan-batasan masalah yang jelas mengenai agar mendapatkan hasil yang maksimal. Maka dari itu penulis hanya membahas masalah peran masyarakat lokal dalam pengembangan dan dampak dari pengembangan tersebut pada kehidupan masyarakat yang berada di sekitaran destinasi wisata alam Pantai Pasir Putih Lumban Bulbul.

(17)

1.3 Rumusan Masalah

1. Bagaimana peran masyarakat lokal dalam pengembangan wisata alam Pantai Lumban Bulbul?

2. Apa dampak yang terjadi pada masyarakat dari pengembangan wisata alam Pantai Lumban Bulbul?

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian kertas karya ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui peran masyarakat lokal dalam pengembangan wisata alam Pantai Lumban Bulbul.

2. Untuk mengetahui dampak yang terjadi pada masyarakat dari pengembangan wisata alam Pantai Lumban Bulbul.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang hendak dicapai dari penulisan kertas karya ini adalah:

1. Secara subjektif, penelitian ini merupakan usaha untuk meningkatkan kemampuan berpikir melalui penulisan karya ilmiah berdasarkan kajian-kajian teori dan aplikasi yang diperoleh selama masa perkuliahan di jurusan Perjalanan Wisata.

2. Secara akademis, sebagai referensi bagi kepustakaan jurusan Perjalanan Wisata.

1.6 Metode Penelitian

Untuk memperoleh dan pengumpulan data maupun informasi dalam penulisan kertas karya, penulis menggunakan teknik:

(18)

5

1. Studi Kepustakaan (Library Research)

Penelitian yang dilakukan melalui keputusan dengan cara membaca dan mempelajari buku-buku ilmiah yang berkaitan dengan judul kertas karya, mengumpulkan data-data perpustakaan yang bersifat teoritis, artikel, dan internet yang berhubungan dengan pembahasan, serta bahan-bahan perkuliahan yang ada hubungannya dengan objek penelitian.

2. Studi Lapangan (Field Research)

Studi lapangan adalah metode pengumpulan data-data pengamatan maupun wawancara langsung kepada narasumber atau dengan pihak- pihak yang terkait yang dapat membantu melengkapi isi kertas karya ini.

1.7 Sistematika Penulisan

Dalam penyusunan pada kertas karya ini secara ringkas, pembahasan terdiri dari 5 (lima) bab, dimana masing-masing bab terdiri dari sub bahasan yang saling berkaitan, yaitu sebagai berikut:

BAB I : Pendahuluan

Menguraikan alasan pemilihan judul, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian ,manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II : Uraian Teoritis

Membahas uraian teoritis tentang sejarah pariwisata, pengertian pariwisata, bentuk pariwisata, jenis-jenis pariwisata, pengertian wisatawan, daya tarik wisata,

(19)

pengertian desa wisata, sarana dan prasarana pariwisata, pengertian peran masyarakat.

BAB III : Gambaran Umum Pantai Lumban Bulbul

Mencakup pembahasan mengenai sejarah singkat Kabupaten Toba, potensi wisata Kabupaten Toba, gambaran Kecamatan Balige, gambaran desa Lumban Bulbul, sejarah Pantai Lumban Bulbul, keadaan sosial desa Lumban Bulbul.

BAB IV : Pembahasan

Menguraikan tentang gambaran peran masyarakat lokal terhadap pengembangan wisata alam Pantai Pasir Putih Lumban Bulbul.

BAB V : Penutup

Penutup yang berisi kesimpulan dan saran.

Daftar Pustaka

(20)

BAB II

URAIAN TEORITIS

2.1 Sejarah Pariwisata

Sesungguhnya pariwisata telah dimulai sejak adanya peradaban manusia itu sendiri, yang ditandai dengan adanya pergerakan manusia yang melakukan ziarah atau perjalanan agama lainnya. Namun demikian tonggak-tonggak sejarah dalam pariwisata sebagai fenomena modern dapat ditelusuri dari perjalanan Marcopolo (1254-1324) yang menjelajahi Eropa sampai ke Tiongkok, untuk kemudian ke Venesia yang disusul dengan perjalanan Pangeran Henry (1394- 1460), Christopher Colombus (1451-1506), dan Vasco da Gama (akhir abad ke XV).

Pada zaman prasejarah, manusia hidup berpindah-pindah (nomadism) sehingga perjalanan yang jauh (travelling) merupakan gaya dan cara untuk bertahan hidup. Sejarah panjang dari nomaden mempengaruhi pikiran manusia sehingga secara tidak sadar membuat aktivitas perjalanan secara insting menjadi perilaku yang alamiah. Seiring perjalanan waktu orang-orang dengan sengaja melakukannya karena aktivitas tersebut menyenangkan. Di abad ke-11 sampai abad ke-15 dalam sejarah peradaban barat, terjadi model baru perjalanan manusia untuk melakukan ziarah ke tempat khusus untuk alasan religius. Selanjutnya pada abad ke-17 sampai abad ke-20 merupakan era perpindahan dan perjalanan manusia melintasi negara (internasional) dan benua (interkontinental). Ini adalah periode migrasi di mana jutaan umat manusia meninggalkan satu benua untuk bermukim di benua lain. Beberapa orang yang telah mencapai tingkat kesejahteraan dan mempunyai waktu luang mulai melakukan perjalanan bukan

(21)

untuk mencari tempat bermukim baru, tetapi untuk kesenangan dan mengisi waktu luang atau untuk alasan budaya. Fenomena terakhir inilah yang menjadi potret awal lahirnya pariwisata, yang mulai meledak di akhir abad ke-20.

Istilah tour telah menjadi perbendaharaan kata dalam Bahasa Inggris sejak berabad-abad lalu, yang artinya ad alah perjalanan ke suatu tempat yang mana orang tersebut akan kembali ke titik awal dari mana dia berangkat. Kata tour berasal dari Bahasa Latin (Yunani) yang awalnya berarti alat untuk membuat lingkaran. Journal of Tourism History menyatakan bahwa ada sebuah keluarga di Eropa, de la Tour, di tahun 1500-an mempunyai bisnis memberangkatkan orang.

Nama keluarga ini kemudian menjadi istilah generik untuk tour/tourist. Namun istilah tour yang berarti “perjalanan” baru secara luas dikenal dan dipakai setelah abad ke-16.

Bagi Indonesia, jejak perkembangan pariwisata dapat ditelusuri kembali ke dasawarsa 1910-an, yang ditandai dengan dibentuknya VTV (Vereeneging Toeristen Verkeer) yang merupakan sebuah badan pariwisata Belanda, di Batavia.

Badan pemerintah ini juga bertindak sebagai tour operator dan travel agent yang secara gencar mempromosikan Indonesia, khususnya Jawa dan Bali. Pada 1926 berdiri pula di Jakarta, sebuah cabang dari Lislind (Lissonne Lindeman) yang pada 1928 berubah menjadi Nitour (Nederlandsche Indische Touriten Bureau) sebagai anak perusahaan pelayaran Belanda (KPM) dan secara rutin melayani pelayaran yang menghubungkan Batavia, Surabaya, Bali, dan Makassar dengan mengangkut wisatawan. Pada masa penjajahan Belanda dapat dikatakan bahwa kegiatan kepariwisataan hanya terbatas untuk golongan kulit putih saja. Walaupun kunjungan wisatawan pada saat itu masih terbatas, namun di beberapa kota di

(22)

9

Indonesia telah berdiri hotel untuk menjamin akomodasi bagi mereka yang berkunjung ke daerah Hindia-Belanda.

Kesempatan untuk berpariwisata, beristirahat, menikmati keindahan alam, maupun untuk keperluan pendidikan atau hanya sekadar melihat tempat-tempat lain masih menjadi hal yang jarang dapat dilakukan oleh golongan kecil, seperti buruh/pekerja. Setelah kemerdekaan Indonesia dan terlepas dari penjajahan negara asing, pemerintah mulai menghidupkan kembali industri-industri yang mendukung perekonomian, termasuk industri pariwisata. Kemudian setelah memasuki abad ke-20 perkembangan pariwisata dipengaruhi oleh perkembangan sarana angkutan yang merupakan salah satu penunjang kegiatan pariwisata.

2.2 Pengertian Pariwisata

Menurut definisi yang luas, pariwisata adalah perjalanan dari satu tempat ke tempat lain, bersifat sementara, dilakukan perorangan maupun kelompok, sebagai usaha mencari keseimbangan atau keserasian dan kebahagiaan dengan lingkungan hidup dalam dimensi sosial, budaya, alam, dan ilmu.

Secara etimologi, kata pariwisata berasal dari bahasa Sansekerta yang terdiri atas dua suku kata, yaitu pari dan wisata. Pari berarti seluruh, semua, dan penuh.

Wisata berarti perjalanan. Dengan demikian pariwisata dapat diartikan sebagai perjalanan penuh, yaitu berangkat dari suatu tempat, menuju dan singgah di suatu atau di beberapa tempat, kemudian kembali ke tempat asal semula.

Istilah pariwisata pertama kali dikenal setelah Musyawarah Nasional Tourisme II di Tretes, Jawa Timur pada tahun 1958. Dicetuskan pertama kali oleh Prof. Priyono yang disahkan oleh Presiden Soekarno dan setelah itu istilah Dewan Tourisme Indonesia diubah menjadi Dewan Pariwisata Indonesia (Depari).

(23)

Prof.K. Krapt dan Prof. Hunziker sebagai Bapak Ilmu Pariwisata (dalam Yoeti, 1996:112):

“Pariwisata adalah keseluruhan dari gejala-gejala yang ditimbulkan dari perjalanan dan pendiaman orang-orang asing serta penyediaan tempat tinggal sementara, asalkan orang asing itu tidak tinggal menetap dan tidak memperoleh penghasilan dari aktivitas yang bersifat sementara”.

Menurut UU Republik Indonesia No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, pariwisata adalah berbagai macam sebuah kegiatan wisata dan didukung dengan berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah dan pemerintah daerah.

Richard Sihite (dalam Marpaung, 2000) mendefinisikan pariwisata sebagai berikut:

“Pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan orang untuk sementara waktu, yang diselenggarakan dari suatu tempat ke tempat lain meninggalkan tempatnya semula dengan suatu perencanaan dan dengan maksud bukan untuk berusaha atau mencari nafkah di tempat yang dikunjungi, tetapi semata-mata untuk menikmati kegiatan pertamasyaan dan rekreasi atau untuk memenuhi keinginan beraneka ragam”.

United Nation World Tourism Organization (UNWTO) merupakan organisasi internasional di bidang pariwisata yang bertujuan untuk mempromosikan pariwisata sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi, kemitraan global untuk pembangunan, serta kelestarian lingkungan dengan menawarkan kepemimpinan dan dukungan dalam memajukan pengetahuan dan kebijakan pariwisata di seluruh dunia. UNWTO mendefinisikan pariwisata sebagai berikut:

“Tourism comprises the activities of persons traveling to and staying in places outside their usual environment for not more than one consecutive year for leisure, business and other purposes”.

Jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia mempunyai pengertian:

“Pariwisata adalah aktivitas perjalanan dan tinggal seseorang atau kelompok di luar tempat tinggal dan lingkungannya selama tidak lebih dari satu tahun

(24)

11

berurutan untuk berwisata, bisnis, atau tujuan lain dengan tidak untuk bekerja di tempat yang dikunjunginya tersebut”.

Definisi pariwisata memang tidak dapat persis sama di antara para ahli, hal yang memang wajar terjadi dalam dunia akademis, sebagaimana juga bisa ditemui pada berbagai displin ilmu lain.

Semua definisi yang dikemukakan selalu mengandung beberapa unsur pokok, yaitu:

1. Adanya unsur travel atau perjalanan, yaitu pergerakan manusia dari satu tempat ke tempat lain;

2. Adanya unsur “tinggal sementara” di tempat yang bukan merupakan tempat tinggal yang biasanya; dan

3. Tujuan utama dari pergerakan manusia tersebut bukan untuk mencari penghidupan/pekerjaan di tempat yang dituju (Richardson and Fluker 2004:5).

Selanjutnya, Mathieson dan Wall (1982) mengatakan bahwa pariwisata mencakup tiga elemen utama, yaitu:

1. A dynamic element, yaitu travel ke suatu destinasi wisata;

2. A static element, yaitu singgah di daerah tujuan; dan

3. A consequential element, atau akibat dari dua hal di atas (khususnya terhadap masyarakat lokal) yang meliputi banyak ekonomi, sosial, dan fisik dari adanya kontak dengan wisatawan.

Menurut beberapa pendapat yang telah diuraikan diatas maka dapat disimpulkan bahwa pariwisata adalah sebuah perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang yang tujuannya hanya bersifat sementara dan bukan untuk menetap maupun berusaha mencari nafkah dari kegiatan perjalanan yang dilakukan tersebut, melainkan untuk tujuan rekreasi atau mencari kepuasan dan kesenangan yang hendak dicapai.

(25)

2.3 Bentuk Pariwisata

Perkembangan pariwisata di Indonesia memunculkan bentuk-bentuk wisata untuk menjadi salah satu produk industri bernilai ekonomis. Bentuk-bentuk dari pariwisata menurut Muljadi (2009) dikategorikan berdasarkan sebagai berikut:

1. Menurut Jumlah Orang yang Berpergian

a. Pariwisata individu/perorangan (individual tourism), yaitu bila seseorang atau sekelompok orang dalam mengadakan perjalanan wisatanya melakukan sendiri dan memilih daerah tujuan wisata beserta programnya serta pelaksanaannya dilakukan sendiri.

b. Pariwisata kolektif (collective tourism), yaitu suatu usaha perjalanan wisata yang menjual paketnya kepada siapa saja yang berminat, dengan keharusan membayar sejumlah uang yang telah ditentukannya.

2. Menurut Motivasi Perjalanan

a. Pariwasata rekreasi (recreational tourism) adalah bentuk pariwisata untuk beristirahat guna memulihkan kembali kesegaran jasmani dan rohani dan menghilangkan kelelahan.

b. Pariwisata untuk menikmati perjalanan (pleasure tourism) adalah bentuk pariwisata yang dilakukan oleh orang-orang yang meninggalkan tempat tinggalnya untuk berlibur, untuk mencari udara segar, untuk memenuhi kehendak ingin tahunya, untuk menikmati hiburan dan lain-lain.

c. Pariwisata budaya (cultural tourism) adalah bentuk pariwisata yang ditandai dengan rangkaian motivasi seperti keinginan untuk belajar adat istiadat dan cara hidup rakyat negara lain, studi- studi/riset pada penemuan-penemuan, mengunjungi tempat-tempat peninggalan kuno/bersejarah dan lain-lain.

d. Pariwisata olahraga (sports tourism). Bentuk pariwisata ini dapat dibedakan menjadi 2 kategori yaitu:

Pertama: Big Sports Events, yaitu peristiwa-peristiwa olahraga besar yang menarik perhatian, baik olahragawannya sendiri maupun penggemarnya (supporter).

Kedua: Sporting Tourism of the Practitioners, yaitu bentuk olahraga bagi mereka yang ingin berlatih atau mempraktikkan sendiri, seperti mendaki gunung, olahraga naik kuda, berburu, memancing dan lain-lain.

e. Pariwisata untuk urusan usaha (business tourism) adalah bentuk pariwisata yang dilakukan oleh kaum pengusaha atau industrialis, tetapi dalam perjalanannya hanya untuk melihat eksibisi atau pameran dan sering mengambil dan memanfaatkan waktu untuk menikmati atraksi di negara yang dikunjungi.

(26)

13

f. Pariwisata untuk tujuan konvensi (convention tourism) adalah bentuk pariwisata yang dilakukan oleh orang-orang yang akan menghadiri pertemuan-pertemuan ilmiah seprofesi dan politik.

Tempat konferensi dituntut tersedia fasilitas yang lengkap, modern dan canggih baik tempat penyelenggaraan, beserta peralatannya, penginapan dan lain-lainnya yang terkait dengan penyelenggaraan tour (kunjungan wisata).

3. Menurut Waktu Berkunjung

a. Seasional tourism adalah jenis pariwisata yang kegiatannya berlangsung pada musim-musim tertentu. Termasuk dalam kelompok ini musim panas (summer tourism) dan musim dingin (winter tourism).

b. Occasional tourism adalah kegiatan pariwisata yang diselenggarakan dengan mengkaitkan kejadian atau event tertentu, seperti Galungan di Bali dan Sekaten di Jogja.

4. Menurut Objeknya

a. Cultural tourism adalah jenis pariwisata yang disebabkan adanya daya tarik seni dan budaya di suatu daerah/tempat, seperti peninggalan nenek moyang, benda-benda kuno dan sebagainya.

b. Recuperational tourism yaitu orang-orang yang melakukan perjalanan wisata bertujuan untuk menyembuhkan suatu penyakit.

c. Commercial tourism adalah perjalanan yang dikaitkan dengan perdagangan seperti penyelenggaraan expo, fair, exhibition dan sebagainya.

d. Political tourism adalah suatu perjalanan yang dilakukan dengan tujuan meihat dan menyaksikan peristiwa atau kejadian yang berhubungan dengan kegiatan suatu negara.

5. Menurut Alat Angkutan

a. Land tourism adalah jenis pariwisata yang di dalam melaksanakan kegiatannya menggunakan kendaraan darat seperti bus, kereta api, mobil pribadi atau taksi dan kendaraan darat lainnya.

b. Sea or river tourism adalah kegiatan pariwisata yang menggunakan sarana transportasi air seperti kapal laut, ferry dan sebagainya.

c. Air tourism adalah kegiatan pariwisata yang menggunakan sarana transportasi udara seperti pesawat terbang, helikopter dan sebagainya.

6. Menurut Umur

a. Youth tourism atau wisata remaja adalah jenis pariwisata yang dikembangkan bagi remaja dan pada umumnya dengan harga relatif murah dan menggunakan sarana akomodasi youth hostel.

b. Adult tourism adalah kegiatan pariwisata yang diikuti oleh orang- orang berusia lanjut. Pada umumnya orang-orang yang melakukan perjalanan ini adalah mereka yang menjalani masa pensiun.

(27)

2.4 Jenis-jenis Pariwisata

Menurut Pendit (1994), pariwisata dapat dibedakan menurut motif wisatawan untuk mengunjungi suatu tempat. Jenis-jenis pariwisata tersebut adalah sebagai berikut:

1. Wisata Budaya

Perjalanan yang dilakukan atas dasar keinginan untuk memperluas pandangan hidup seseorang dengan jalan mengadakan kunjungan atau peninjauan ke tempat lain atau ke luar negeri untuk mengetahui keadaan penduduk di suatu wilayah, mengetahui kebiasaan atau adat istiadat, cara hidup, serta mempelajari budaya dan keseniannya. Seiring perjalanan serupa ini disatukan dengan kesempatan-kesempatan mengambil bagian dalam kegiatan-kegiatan budaya, seperti eksposisi seni (seni tari, seni drama, seni musik, dan seni suara), atau kegiatan yang bermotif kesejarahan dan sebagainya.

2. Wisata Maritim atau Bahari

Jenis wisata ini banyak dikaitkan dengan kegiatan olahraga di air, lebih- lebih di danau, pantai, teluk atau laut seperti memancing, berlayar, menyelam, kompetisi berselancar, balapan mendayung, melihat-lihat taman laut dengan pemandangan indah di bawah permukaan air serta sebagai rekreasi perairan yang banyak dilakukan di daerah-daerah atau negara-negara maritim. Di Indonesia banyak tempat dan daerah yang memiliki potensi wisata maritim ini, seperti misalnya Pulau-pulau Seribu di Teluk Jakarta, Danau Toba, pantai-pantai di Bali.

3. Wisata Cagar Alam

Jenis wisata ini biasanya banyak diselenggarakan oleh agen atau biro perjalanan yang mengkhususkan usaha-usaha dengan jalan mengatur wisata ke tempat atau daerah cagar alam, taman lindung, hutan daerah pegunungan, dan sebagainya yang kelestariannya dilindungi oleh undang- undang. Wisata ini banyak dikaitkan dengan kegemaran akan keindahan alam, kesegaran hawa udara di pegunungan, keajaiban hidup binatang dan marga satwa yang langka serta tumbuh-tumbuhan yang jarang terlihat.

4. Wisata MICE

Menurut Pendit (1994:25), MICE diartikan sebagai wisata konvensi dengan batasan berupa jasa konvensi, perjalanan insentif, dan pameran merupakan usaha dengan kegiatan memberi jasa pelayanan bagi suatu pertemuan kelompok orang (negarawan, usahawan, cendikiawan, dan lain sebagainya) untuk membahas masalah-masalah yang berkaitan dengan kepentingan bersama.

5. Wisata Agro

Filosofi agrowisata adalah meningkatkan pendapatan kaum tani dan meningkatkan kualitas alam pedesaan menjadi hunian yang benar-benar dapat diharapkan sebagai hunian yang berkualitas, memberikan kesempatan masyarakat untuk belajar kehidupan pertanian yang menguntungkan dan ekosistemnya.

(28)

15

Rilla et al. (1999) memiliki pendapat yang hampir sama tentang agrowisata, di mana pembangunan pariwisata mestinya dapat menjadi peluang bagi petani lokal untuk meningkatkan pendapatannya demi mempertahankan hidup keluarganya.

Sementara agrowisata bagi wisatawan adalah untuk mendidik wisatawan memahami kehidupan nyata tentang pertanian dan memberikan pemahaman kepada wisatawan bahwa kehidupan bertani adalah pekerjaan yang amat mulia karena kehidupan manusia lainnya sangat tergantung kepada pertanian. Keuntungan lain bagi wisatawan adalah mereka dapat menikmati alam yang sehat dan alamiah bebas dari polusi kota, mendapatkan produk pertanian yang segar dan bahkan organik atau green product.

6. Wisata Buru

Jenis wisata ini banyak dilakukan di negeri-negeri yang memang memiliki daerah atau hutan tempat berburu yang dibenarkan oleh pemerintah dan digalakan oleh berbagai agen atau biro perjalanan. Wisata buru ini diatur dalam bentuk safari buru ke daerah atau hutan yang telah ditetapkan pemerintah negara yang bersangkutan.

7. Wisata Ziarah

Jenis wisata ini sedikit banyak dikaitkan dengan agama, sejarah, adat istiadat, dan kepercayaan umat atau kelompok dalam masyarakat. Wisata ziarah banyak dilakukan oleh perorangan atau rombongan ke tempat- tempat suci seperti makam-makan orang besar atau pemimpin yang diagungkan, misalnya seperti ke bukit atau gunung yang dianggap keramat, tempat pemakaman tokoh atau pemimpin besar.

2.5 Pengertian Wisatawan

Wisatawan merupakan unsur utama dalam pariwisata karena terjadinya kegiatan pariwisata tergantung pada adanya interaksi antara wisatawan dan objek wisata yang didukung dengan berbagai sarana prasarana pariwisata.

Istilah wisatawan berasal dari Bahasa Sansekerta yaitu wisata yang berarti perjalanan yang ditambah dengan akhiran wan yang berarti orang yang melakukan perjalanan. Sedangkan menurut UU Pariwisata No. 10 Tahun 2009 turis atau wisatawan adalah seseorang yang melakukan kegiatan perjalanan dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara.

(29)

Berdasarkan asalnya, wisatawan dibagi menjadi dua (Yoeti, 1991), yaitu wisatawan nusantara (wisnus) dan wisatawan mancanegara (wisman). Wisatawan nusantara adalah orang yang berdiam dan bertempat tinggal pada suatu negara dan melakukan perjalanan wisata di negara dimana dia tinggal, sedangkan wisatawan mancanegara adalah orang yang melakukan perjalanan wisata yang datang memasuki suatu negara lain yang bukan merupakan negara dimana dia tinggal.

Orang yang melakukan perjalanan wisata disebut wisatawan atau tourist.

Batasan terhadap wisatawan juga sangat bervariasi, mulai dari yang umum sampai dengan yang sangat spesifik. Hasil dari United Nation Conference on Travel and Tourist di Roma (1963) memberikan batasan yang lebih umum, tetapi dengan menggunakan istilah visitor (pengunjung) yaitu: “setiap orang yang mengunjungi negara yang bukan merupakan tempat tinggalnya, untuk berbagai tujuan, tetapi bukan untuk mencari pekerjaan atau penghidupan dari negara yang dikunjungi”.

Batasan ini juga digunakan oleh IUOTO (International Union of Official Travel Organization) sejak tahun 1968. Batasan ini sebenarnya hanya berlaku untuk wisatawan internasional, tetapi secara analogis bisa juga diberlakukan untuk wisatawan domestik, dengan membagi negara atas dasar daerah (provinsi).

Selanjutnya visitor dibedakan atas dua, yakni:

1. Wisatawan (tourist), yaitu mereka yang mengunjugi suatu daerah lebih dari 24 jam.

2. Pelancong/pengunjung (excursionist), yaitu mereka yang tinggal ditujuan wisata kurang dari 24 jam.

Menurut Theobald (2005: 11-12) mengemukakan beberapa elemen yang dipakai sebagai patokan untuk menentukan apakah seseorang dapat dikatakan sebagai wisatawan atau tidak menurut standar internasional, sebagai berikut:

(30)

17

1. Tujuan perjalanan (purpose of trip). Wisatawan adalah orang yang melakukan perjalanan selain untuk tujuan bisnis (leisure traveling), walau ada kalanya sebuah perjalanan bisnis juga dapat diikuti oleh kegiatan wisata (non-bisnis).

2. Jarak perjalanan dari tempat asal (distance traveled). Untuk tujuan statistik ketika memperhitungkan jarak perjalanan wisata, beberapa negara memakai jarak total pulang-balik (round trip) antara tempat tinggal dan tujuan wisata. Umumnya jarak yang dipakai bervariasi antara 0-160km tergantung ketentuan masing-masing negara. Oleh karenanya, perjalanan yang dilakukan seseorang walau bukan untuk bisnis, tetapi bila kurang dari ketentuan yang ditetapkan maka orang tersebut tidak akan dihitung sebagai wisatawan.

3. Lamanya perjalanan (duration of trip). Umumnya definisi mengenai wisatawan mencakup perjalanan paling tidak satu malam (over night) di tempat yang menjadi tujuan perjalanan. Namun adakalanya persyaratan ini dikesampingkan pada kasus perjalanan wisata yang memang didesain kurang dari 24 jam.

Cohen (1972) dalam Pitana (2005), mengklarifikasikan wisatawan atas dasar dari daerah yang akan di kunjungi, serta tingkat pengorganisasian dari perjalanan wisatanya. Atas dasar ini, Cohen membedakan wisatawan atas 4 (empat), yaitu sebagai berikut:

1. Drifter, yaitu wisatawan yang ingin mengunjungi daerah yang sama sekali belum diketahuinya, dan bepergian dalam jumlah kecil.

2. Explorer, yaitu wisatawan yang melakukan perjalanan dengan mengatur perjalanannya sendiri, dan tidak mau mengikuti jalan-jalan wisata yang sudah umum melainkan mencari hal yang tidak umum. Wisatawan seperti ini bersedia memanfaatkan fasilitas dengan standar lokal dan tingkat interaksinya dengan masyarakat lokal juga tinggi.

3. Individual Mass Tourist, yaitu wisatawan yang menyerahkan pengaturan perjalanannya kepada agen perjalanan, dan mengunjungi daerah tujuan wisata yang sudah terkenal.

4. Organized-Mass Tourist, yaitu wisatawan yang hanya mau mengunjungi daerah tujuan wisata yang sudah dikenal, dengan fasilitas yang seperti yang dapat ditemuinya di tempat tinggalnya, dan perjalanannya selalu dipandu oleh pemandu wisata.

Dari pendapat yang telah dikemukakan oleh beberapa para ahli diatas bahwa wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata keluar dari tempat tinggalnya menuju tempat lain tetapi tidak untuk tinggal dan bukan tujuan

(31)

untuk bekerja melainkan ada kepenting tertentu yakni rekreasi, berlibur maupun untuk mencari kesenangan dan kepuasan.

2.6 Daya Tarik Wisata

Daya tarik wisata merupakan salah satu faktor penting yang mempunyai nilai jual yang menarik dalam pariwisata karena dapat meningkatkan kunjungan wisatawan ke sebuah destinasi wisata.

Pengertian Daya Tarik Wisata menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 adalah “segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan”.

A. Yoeti (1985) mengemukakan bahwa daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang menjadi daya tarik bagi orang untuk mengunjungi suatu daerah tertentu. Ada 3 hal yang menjadi salah satu faktor pendukung daya tarik wisata yaitu sebagai berikut:

1. Something to see, artinya di daerah tujuan wisata terdapat daya tarik khusus di samping atraksi wisata yang menjadi interestnya.

2. Something to do, artinya selain banyak yang dapat disaksikan, harus terdapat fasilitas rekreasi yang membuat wisatawan betah tinggal di objek itu.

3. Something to buy, artinya di tempat wisata harus tersedia fasilitas untuk berbelanja souvenir atau hasil kerajinan untuk oleh-oleh.

Sedangkan menurut Priyadi (2016:44) mengemukakan bahwa:

“daya tarik wisata sangat mempengaruhi pemilihan daerah tujuan wisata.

Seseorang tidak akan mau mengunjungi daerah wisata dengan daya tarik yang biasa saja, karena mereka harus membayar dan meluangkan waktu untuk melakukan pengalaman berwisata”.

Dalam UU No. 9 Tahun 1990 Tentang Kepariwisataan disebutkan bahwa daya tarik wisata adalah sesuatu yang menjadi sasaran wisatawan yang terdiri dari:

(32)

19

1. Daya tarik wisata ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang berwujud keadaan alam, flora, dan fauna.

2. Daya tarik wisata hasil karya manusia yang berwujud museum, peninggalan sejarah, seni dan budaya, wisata agro, taman rekreasi, dan komplek hiburan.

3. Daya tarik wisata minat khusus, seperti: berburu, mendaki gunung, gua, industri dan kerajinan, tempat perbelanjaan, sungai air deras, tempat- tempat ibadah, tempat ziarah, dan lain-lain.

Arti daya tarik wisata menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.

10 tahun 2009, daya tarik wisata dijelaskan sebagai segala sesuatu yang memiliki keunikan, kemudahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaranatau kunjungan wisatawan. Sedangkan, daya tarik wisata menurut Direktoral Jendral Pemerintahan di bagi menjadi 3 (tiga) macam, yaitu:

1. Daya Tarik Wisata Alam

Daya tarik wisata alam adalah sumber daya alam yang berpotensi serta memiliki daya tarik bagi pengunjung baik dalam keadaan alami maupun setelah ada usaha budi daya. Potensi wisata alam dapat dibagi menjadi 2 kawasan yaitu:

a. Flora dan fauna

b. Keunikan dan kekhasan ekosistem, misalnya ekosistem pantai dan ekosistem hutan bakau. Gejala alam, misalnya kawah, sumber air panas, air terjun dan danau. Budidaya sumber daya alam, misalnya sawah, perkebunan, peternakan, usaha perikanan.

2. Daya Tarik Wisata Sosial Budaya

Daya tarik wisata sosial budaya dapat dimanfaatkan dan dikembangkan sebagai objek dan daya tarik wisata meliputi museum, peninggalan sejarah, upacara adat, seni pertunjukan dan kerajinan.

3. Daya Tarik Wisata Minat Khusus

Daya tarik wisata minat khusus merupakan jenis wisata yang baru dikembangkan di Indonesia. Wisata ini lebih diutamakan pada wisatawan yang mempunyai motivasi khusus. Dengan demikian, biasanya para wisatawan harus memiliki keahlian. Contohnya: berburu, mendaki gunung, arung jeram, tujuan pengobatan, agrowisata, dll.

Dari berbagai uraian diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa daya tarik wisata sangat mempengaruhi wisatawan dalam memilih objek wisata yang akan di kunjungi. Daya tarik wisata yang memiliki potensi akan keunikan dan

(33)

keindahan alam maupun budaya akan menjadi sasaran utama wisatawan memilih tempat wisata yang akan dikunjunginya.

2.7 Pengertian Desa Wisata

Desa wisata merupakan sebuah istilah dalam dunia pariwisata yang menggambarkan sebuah desa yang memiliki sebagian besar komponen-komponen pendukung pariwisata seperti penyediaan akomodasi, atraksi budaya maupun alam, penyediaan makanan dan minuman.

Menurut Hadiwijoyo (dalam Fitari dan Ma’arif, 2017) mengatakan bahwa:

“desa wisata merupakan kawasan perdesaan baik dari kehidupan sosial ekonomi, sosial budaya, adat istiadat, keseharian, dan lain sebagainya yang mampu dikembangkan sebagai objek pariwisata”.

Menurut Nuryanty Wiendu (1993) mendefinisikan desa wisata sebagai:

“suatu bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi, dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dangan tradisi yang berlaku”.

Inskeep (1991) mengatakan bahwa: “desa wisata merupakan bentuk pariwisata yang sekelompok kecil wisatawan tinggal di dalam atau di dekat kehidupan tradisional atau di desa-desa terpencil dan mempelajari kehidupan desa dan lingkungan setempat”.

2.8 Sarana dan Prasarana Pariwisata 2.8.1 Sarana Pariwisata

Sarana pariwisata (tourism superstructures) adalah perusahaan-perusahaan yang memberikan pelayanan kepada wisatawan, baik secara langsung atau tidak

(34)

21

langsung dan hidup serta kehidupan perusahaan tersebut sangat tergantung pada kedatangan wisatawan. Sarana pariwisata dapat di bagi ke dalam 3 (tiga) bagian, yaitu: sarana pokok pariwisata, sarana pelengkap pariwisata, dan sarana penunjang pariwisata.

2.8.1.1 Sarana Pokok Pariwisata (Main Tourism Superstructures)

Sarana pokok pariwisata adalah perusahaan yang hidup dan kehidupannya sangat tergantung kepada arus kedatangan orang yang melakukan perjalanan wisata, yaitu:

1. Travel Agent and Tour Operator

2. Perusahaan-perusahaan angkutan wisata 3. Hotel dan jenis akomodasi lainnya

4. Bar dan Restoran, serta rumah makan lainnya 5. Objek wisata dan atraksi wisata

Pada dasarnya, perusahaan-perusahaan tersebut merupakan fasilitas minimal yang harus ada pada suatu daerah tujuan wisata, jika salah satu tidak ada maka dapat dikatakan perjalanan wisata yang dilakukan tidak berjalan seperti yang diharapkan. Sarana pokok parwisata ini oleh Nyoman S. Pendit disebut dengan istilah “perusahaan utama yang langsung” yang terbagi ke dalam Objek Sentra dan Subjek Sentra sebagai berikut:

1. Objek Sentra: termasuk perusahaan akomodasi, perusahaan pengangkutan/transportasi, tempat peristirahatan yang khusus bagi pengunjung yang sakit beserta kliniknya, perusahaan manufaktur (kerajinan tangan atau barang-barang kesenian), toko-toko souvenir, badan usaha yang menyajikan hiburan-hiburan (EO) atau menyediakan pemandu (guide) serta penerjemah, lembaga khusus untuk mempromosikan pariwisata.

2. Subjek Sentra: perusahaan penerbitan pariwisata yang memajukan promosi pariwisata secara umum ataupun khusus, kantor yang membiayai pariwisata (Travel Bank, Travel Credit, Social Tourism, and Youth Travel), asuransi pariwisata (seperti kecelakaan, sakit dan biaya rumah sakit saat melakukan perjalanan).

(35)

2.8.1.2 Sarana Pelengkap Pariwisata (Suplementing Tourism Superstructures) Sarana pelengkap pariwisata adalah perusahaan atau tempat-tempat yang menyediakan fasilitas untuk rekreasi yang fungsinya tidak hanya melengkapi sarana pokok pariwisata, tetapi yang terpenting adalah untuk membuat wisatawan dapat lebih lama tinggal pada suatu daerah tujuan wisata. Sarana pelengkap pariwis ata oleh Nyoman S. Pendit disebut sebagai “perusahaan pariwisata sekunder”, karena tidak seluruhnya tergantung kepada kedatangan wisatawan tetapi juga diperuntukan bagi masyarakat setempat yang membutuhkannya.

Nyoman S. Pendit memberi contoh perusahaan pariwisata sekunder sebagai berikut:

1. Perusahaan yang membuat kapal khusus untuk wisatawan, seperti: cuiser, gerbong khusus bagi wisatawan, mobil atau bus khusus bagi wisatwan.

2. Toko pakaian (boutiques), toko perhiasan (jewellery), toko kelontongan dan toko foto (cuci-cetak).

3. Binatu, salon (barbershop), salon kecantikan, dan lain-lain.

2.8.1.3 Sarana Penunjang Pariwisata (Supporting Tourism Superstructures) Sarana penunjang pariwisata adalah perusahaan yang menunjang sarana pelengkap dan sarana pokok. Selain berfungsi untuk membuat wisatawan lebih lama tinggal pada suatu daerah tujuan wisata, sarana penunjang pariwisata memiliki fungsi yang jauh lebih penting yaitu membuat wisatawan lebih banyak mengeluarkan atau membelanjakan uangnya di tempat yang dikunjunginya.

Misalnya night club, casinos, steambaths, dan lain-lain.

Adanya sarana pelengkap dan penunjang pariwisata seperti yang telah diuraikan di atas akan mendukung sarana-sarana pokok. Hal ini berarti bahwa ketiga sarana pariwisata tersebut, satu sama lainnya harus saling mengisi dan melengkapi.

(36)

23

2.8.2 Prasarana Pariwisata

Prasarana (infrastructures) adalah semua fasilitas yang menungkinkan proses perekonomian berjalan dengan lancar sedemikian rupa, sehingga dapat memudahkan manusia untuk dapat memenuhi kebutuhannya. Prof. Salah Wahab dalam bukunya Tourism Management, membagi prasarana ke dalam tiga bagian, yaitu: prasarana umum (general infrastructures), kebutuhan masyarakat banyak (basic needs of civilized life), dan prasarana kepariwisataan.

2.8.2.1 Prasarana Kepariwisataan 1. Receptive Tourist Plant

Segala bentuk badan usaha atau organisasi yang kegiatannya khusus untuk mempersiapkan kedatangan wisatawan pada suatu daerah tujuan wisata, yaitu:

a. Perusahaan yang kegiatannya adalah merencanakan dan menyelenggarakan perjalanan bagi orang yang akan melakukan perjalanan wisata (tour operator and travel agent).

b. Badan atau organisasi yang memberikan penerangan, penjelasan, promosi, dan propagansa tentang suatu daerah tujuan wisata (Tourist Information Center yang terdapat di airport, terminal, pelabuhan, atau suatu resort).

2. Residental Tourist Plant

Semua fasilitas yang dapat menampung kedatangan para wisatawan untuk menginap dan tinggal untuk sementara waktu di daerah tujuan wisata.

Termasuk ke dalam kelompok ini adalah semua bentuk akomodasi yang diperuntukan bagi wisatawan dan juga segala bentuk rumah makan dan restoran yang ada. Misalnya hotel, motor hotel (motel), wisma, homestay, cottages, camping, youth hostel, serta rumah makan, restoran, self- services, cafetaria, coffee shop, grill room, bar, tavern, dan lain-lain.

3. Recreative and Sportive Plant

Semua Fasilitas yang dapat digunakan untuk tujuan rekreasi dan olah raga.

Termasuk ke dalam kelompok ini adalah fasilitas untuk bermain golf, kolam renang, boating, surfing, fishing, tennis court, dan fasilitas lainnya.

2.9 Pengertian Peran Masyarakat

Peran menurut Wulandari (2009) diartikan sebagai konsep tentang apa yang harus dilakukan oleh individu dalam masyarakat, sejalan dengan pengertian

(37)

tersebut Paul dan Chester (1993) mengartikan peran sebagai perilaku yang diharapkan dari seseorang yang memiliki status. Dari pemahaman tersebut, peran hakekatnya merupakan tindakan seseorang yang dilakukan dan dikaitkan dengan kedudukannya dalam suatu struktur sosial.

Maka dari itu proses pengembangan desa wisata yang berbasis pada masyarakat tentu memerlukan peran langsung dari masyarakat guna meningkatkan pengembangan sebuah desa wisata. Pengelolaan desa wisata yang berbasis lokal memerlukan kepedulian dan partisipasi masyarakat sendiri untuk senantiasa berinovasi dan kreatif dalam mengembangkan wilayah desanya yang dijadikan sebagai desa wisata.

Menurut Cohen dan Uphoff (1979) peran atau partisipasi yang dilakukan oleh masyarakat bisa dilihat mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pengelolaan atau pemanfaatan, pengawasan, menikmati hasil dan evaluasi.

Pengembangan desa wisata ini harus memerhatikan kemampuan dan tingkat penerimaan masyarakat setempat yang akan dikembangkan menjadi desa wisata.

Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui karakter dan kemampuan masyarakat yang dapat dimanfaatkan dalam pengembangan desa wisata, menentukan jenis dan tingkat pemberdayaan masyarakat secara tepat.

Salah satu prinsip kepariwisataan yang terkandung dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 tentang kepariwisataan adalah memberdayakan masyarakat setempat dimana masyarakat berhak berperan dalam proses pembangunan kepariwisataan dan berkewajiban menjaga dan melestarikan daya tarik wisata;

serta membantu terciptanya suasana aman, tertib, bersih, berperilaku santun, dan menjaga kelestarian lingkungan destinasi pariwisata.

(38)

25

Keikutsertaan masyarakat juga dijelaskan secara eksplisit melalui implementasi Undang-Undang No. 12 tahun 2008 tentang Pemerintah Daerah telah memberikan peluang bagi pemerintah daerah untuk mengelola dan mengoptimalkan potensi daerahnya secara mandiri termasuk mengelola sektor pariwisata.

Pembangunan pariwisata yang dapat dikatakan berhasil salah satunya adalah sebuah pembangunan pariwisata yang turut serta ikut membangun masyarakatnya sehingga pembangunan pariwisata dapat memberikan keuntungan secara ekonomi, sosial maupun budaya kepada masyarakat setempat atau bisa disebut sebagai pariwisata berbasis masyarakat (Community Based Tourism) atau CBT. Pariwisata berbasis masyarakat sendiri merupakan model pembangunan yang memberikan peluang yang sebesar-besarnya kepada masyarakat pedesaan untuk berpartisipasi dalam pembangunan pariwisata.

Menurut Sastrayuda (2010) pariwisata berbasis masyarakat adalah pariwisata dimana masyarakat memainkan peranan penting dan utama dalam pengembangan pariwisata. Prinsip pengembangan pariwisata berbasis masyarakat atau yang dimaksudkan disini adalah pariwisata yang dapat memberikan dorongan pembangunan masyarakat yang memiliki prinsip antara lain:

1. Memanfaatkan sarana dan prasarana masyarakat setempat 2. Menguntungkan masyarakat setempat

3. Berskala kecil untuk memudahkan terjalinnya hubungan timbal balik masyarakat

4. Melibatkan masyarakat setempat

5. Menerapkan pengembangan produk wisata

Maka dari itu masyarakat lokal berperan penting dalam pengembangan desa wisata karena sumber daya dan keunikan tradisi, budaya, dan alam yang

(39)

melekat pada komunitas tersebut merupakan unsur penggerak utama kegiatan desa wisata. Pengembangan pariwisata tentu membutuhkan peran masyarakat untuk menjaga dan memelihara potensi yang ada di desa wisata. Karena keberhasilan dari pengembangan desa wisata bergantung pada penerimaan dan dukungan masyarakat lokal sebagai tuan rumah dan menjadi pelaku penting dalam pengembangan desa wisata dalam keseluruhan tahapan mulai tahap perencanaan, pengawasan, dan implementasi.

(40)

BAB III

GAMBARAN UMUM PANTAI LUMBAN BULBUL

3.1 Gambaran Kecamatan Balige

Kecamatan Balige terletak pada ketinggian 905-1.200 meter dari permukaan laut sehingga suhu udara cukup lembab. Luas wilayah mencapai 91,05 km² dan tersebar di 35 desa. Untuk lebih meningkatkan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat, maka pada tahun 2009 jumlah desa di kecamatan Balige bertambah dari 33 desa menjadi 35 desa. Adapun desa yang bertambah adalah Desa Tambunan Sunge yang merupakan hasil pemekaran dari Desa Lumban Gaol dan Desa Pea Timur hasil pemekaran dari Desa Lumban Pea. Luas lahan di kecamatan Balige seluas 9.105 Ha dan dimanfaatkan untuk lahan sawah sebanyak 2.926 Ha dan sisanya merupakan lahan kering. Areal lahan sawah terluas ada di Desa Baruara seluas 237 Ha dan luas lahan sawah terkecil berada di Desa Siboruan dan kelurahan Balige I masing-masing dengan luas 20 Ha.

Kecamatan Balige terdiri dari 29 desa dan 6 kelurahan dengan ibu kota kecamatan yaitu kelurahan Napitupulu Bagasan, dimana 2 desa/kelurahan masih merupakan desa swadaya, 29 desa/kelurahan swakarya dan 4desa/kelurahan yang sudah berhasil swasembada. Adapun 4 desa/kelurahan yang telah termasuk swasembada adalah kelurahan Sangkar Nihuta, kelurahan Pardede Onan, kelurahan Napitupulu Bagasan dan kelurahan Balige III. Desa/Kelurahan di kecamatan ini dibagi atas 100 dusun dan 31 lingkungan.

Kecamatan Balige berbatasan dengan:

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Danau Toba

(41)

b. Sebelah Selatan berbatan dengan Kabupaten Tapanuli Utara c. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Tampahan d. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Laguboti

Tabel 3.1 Sebaran Jumlah Penduduk di Kecamatan Balige Berdasarkan Jenis Kelamin

NO Jenis Kelamin Jumlah Persentase

1 Laki-laki 19.139 49,92%

2 Perempuan 19.197 50,08%

Jumlah 38.336 100%

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Toba Samosir

3.2 Gambaran Desa Lumban Bulbul

Desa Lumban Bulbul adalah sebuah desa yang terletak di kota kecil Balige yang berada di pinggiran Danau Toba. Berdasarkan data yang diperoleh dari Kantor Kepala Desa Lumban Bulbul menujukkan bahwa jumlah penduduk yang ada di desa ini adalah 833 jiwa dan 187 Kepala Keluarga dengan mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai petani, nelayan, dan memiliki usaha kecil-kecilan di sekitaran Pantai Bulbul. Desa ini memiliki luas wilayah 0,71 Km² dengan batas wilayah sebagai berikut:

a. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Sibola Hotang b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Lumban Dolok c. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Lumban Silintong d. Sebelah Utara berbatasan langsung dengan Danau Toba

(42)

29

Gambar 3.1 Kantor Kepala Desa Lumban Bulbul

Sumber: Dokumen Pribadi Tahun 2020

Tabel 3.2 Sebaran Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

NO Jenis Kelamin Jumlah Persentase

1 Laki-laki 403 48,3%

2 Perempuan 430 51,7%

Jumlah 833 100%

Sumber: Kantor Kepala Desa Lumban Bulbul Tahun 2020

Gambar 3.2 Struktur Organisasi Pemerintahan Desa Lumban Bulbul

Sumber: Kantor Kepala Desa Lumban Bulbul Tahun 2020

(43)

Dari gambar tersebut diatas dapat dilihat bahwa Desa Lumban Bulbul dibagi atas 4 (empat) dusun yaitu: Dusun Simangunsong, Dusun Marpaung, Dusun Huta Dolok, dan Dusun Silesem serta memiliki kepala dusunnya masin- masing.

3.2.1 Sejarah Pantai Lumban Bulbul

Pantai Lumban Bulbul merupakan pantai yang berada di Desa Lumban Bulbul, Kecamatan Balige, Kabupaten Toba. Balige merupakan ibu kota dari Kabupaten Toba yang dimekarkan dari Kabupaten Tapanuli Utara pada tahun 1999. Bupati Toba Drs. Sahala Tampubolon pada masa periodenya tahun 2000- 2005 meresmikan Pantai Ancol (sebutan Pantai Bulbul pada saat itu). Namun, ketika itu pariwisata di Kabupaten Toba masih kurang diminati karena kalah bersaing dengan pariwisata Danau Toba yang ada di Parapat. Selain itu minimnya dana untuk pembangunan pariwisata menjadi faktor terbesar tidak berkembangnya pariwisata di Kabupaten Toba, hingga pada awal tahun 2014 masyarakat mulai bergerak untuk mencari donatur dan mulai mengembangkan daerah pariwisata Toba khususnya Pantai Bulbul di karenakan efek dari ikan di Danau Toba yang mulai berkurang.

3.2.2 Potensi Pantai Lumban Bulbul

Pantai Lumban Bulbul adalah sebuah destinasi wisata yang berada di Desa Lumban Bulbul dan desa ini terletak di kecamatan Balige yang merupakan ibu kota kabupaten dari Toba. Desa ini berada dipinggiran Danau Toba, sebuah danau terbesar di Indonesia bahkan di Asia Tenggara. Dari kecamatan Balige jaraknya hanya sekitar 2 km atau kurang lebih dapat ditempuh dengan waktu 10 menit.

(44)

31

Pantai Bulbul merupakan sebuah pantai air tawar yang memiliki hamparan pasir putih dan air danau yang jernih. Melihat potensi yang cukup untuk menarik minat wisatawan, maka masyarakat setempat bersama pemerintah mulai mengembangkan desa wisata ini sekitar tahun 2014.

Gambar 3.3 Panorama Alam Pantai Bulbul

Sumber: Dokumen Pribadi Tahun 2020

Pasir putih yang berada dipinggiran pantai ini dan panorama alam yang indah menjadikannya sebuah potensi dan daya tarik wisata, selain itu pantai ini juga cocok untuk dijadikan tempat olahraga air karena airnya yang cukup dangkal dan tenang. Pantai Bulbul memiliki ukuran sekitar 865 meter. Daerah sekitaran pantai ini juga masih tergolong asri karena banyak terdapat persawahan milik masyarakat setempat sehingga wisatawan dapat menghirup udara yang sejuk dan cocok sebagai pilihan tempat berwisata keluarga untuk menghilangkan penat dari rutinitas sehari-hari. Di pantai ini juga banyak terdapat pepohonan yang sangat rindang dan memberikan kesan damai juga nyaman ketika berkunjung. Pemilik kedai-kedai yang juga merupakan penduduk setempat tergolong ramah dan cukup membantu bila ada pengunjung yang memerlukan bantuan.

(45)

Selain potensi wisata alam di pantai ini juga terdapat potensi buatan manusia yang juga menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan untuk datang berkunjung. Potensi buatan manusia di Pantai Bulbul adalah wahana-wahana permainan air seperti banana boat, speed boat, perahu, kapal, kano, ayunan, dan lain sebagainya.

Gambar 3.4 Potensi Buatan Manusia

Sumber: Dokumen Pribadi Tahun 2020

Keindahan Pantai Bulbul ini menjadi salah satu nilai jual yang menjanjikan. Selang setahun setelah resmi dibuka pantai ini mulai ramai dikunjungi oleh wisatawan baik dari daerah setempat maupun dari luar daerah.

Dan untuk memasuki kawasan Pantai Bulbul ini sama sekali tidak dikutip uang tiket masuk, tetapi hanya diberlakukan pembayaran untuk parkir kendaraan.

Untuk meningkatkan kunjungan wisatawan di pantai ini mulai banyak dilakukan pembangunan fasilitas untuk menunjang kegiatan wisata.

Pantai ini selalu ramai dikunjungi apalagi ketika akhir pekan dan hari libur, selain aksesnya yang mudah dijangkau yakni hanya sekitar 10 menit dari Kota Balige dan dapat ditempuh dengan kendaraan pribadi maupun kendaraan umum. Adapun kegiatan yang dapat dilakukan wisatawan selama berkunjung di

(46)

33

pantai pasir putih ini adalah dengan cara menghabiskan waktu bersantai di pondok yang telah disediakan di pinggir pantai untuk sekadar menikmati pemandangan indahnya perairan Danau Toba yang masih asri dan juga dapat sambil menikmati makanan dengan menu yang sangat bervariasi di mulai dari jenis masakan ikan hingga nasi goreng maupun hidangan mie lengkap tersedia di pondok dan tentu saja dengan harga yang cukup terjangkau.

Selain itu pengunjung juga dapat berenang di perairan Danau Toba yang cukup dangkal hanya setinggi pinggang orang dewasa dan airnya juga sangat jernih. Pengunjung juga bisa menyewa wahana permainan yang telah disediakan seperti banana boat, perahu, kapal, dan juga kano. Biasanya anak-anak akan bermain pasir di pinggiran pantai ini.

Menikmati keindahan Pantai Bulbul tidak selalu dengan berenang dan bermain wahana permainan, namun wisatawan juga dapat berjalan menelusuri pinggiran pantai yang berpasir putih dan terasa lembut di kaki. Banyak orang yang datang ke pantai ini untuk melepas penat dan menyaksikan indahnya matahari sore yang terbenam di Pantai Bulbul. Ketika matahari terbenam, langit sore di pantai ini sangatlah indah karena warna langit akan berubah menjadi warna oranye kekuningan.

Dengan segala keindahan alam yang telah ada tentu saja menjadikan pantai ini menjadi tempat yang wajib diabadikan melalui foto. Pengunjung juga dapat berfoto di tempat-tempat yang telah disediakan maupun hanya dengan latar belakang Danau Toba. Di sekitaran Pantai Bulbul juga terdapat kafe untuk bersantai dengan arsitektur bangunan dan fasilitas yang tak kalah memukau.

(47)

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Peran Masyarakat Lokal

Menurut Cohen dan Uphoff (1979) peran atau partisipasi yang dilakukan oleh masyarakat bisa dilihat dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pengelolaan atau pemanfaatan, pengawasan, menikmati hasil, dan evaluasi.

4.1.1 Tahap Perencanaan

Dari hasil wawancara yang telah dilakukan oleh penulis terhadap pihak kepala desa maupun masyarakat setempat, maka dapat diuraikan bahwa perencanaan dalam pengembangan Pantai Lumban Bulbul ini dilakukan sekitar tahun 2014 dan mulai dibentuk juga sebuah organisasi yang bernama Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata) untuk memaksimalkan pengembangan pantai.

Pokdarwis saat ini diketuai oleh Bapak Parluhutan Simangunsong. Keanggotaan dari Pokdarwis sendiri terdiri dari masyarakat yang memiliki usaha kecil-kecilan di sekitaran Pantai Bulbul dan biasanya diadakan perkumpulan sekali seminggu, tepatnya pada hari Kamis.

Tugas dari Pokdarwis ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk menjaga portal masuk ke kawasan Pantai Bulbul

2. Mengamankan dan membantu pengunjung. Jika selama berada di Pantai Bulbul pengunjung mengalami kesulitan dan memerlukan bantuan, maka Pokdarwis siap memberikan bantuan.

3. Mengelola setiap dana yang masuk untuk Pantai Bulbul

(48)

35

4. Mengadakan kegiatan gotong royong untuk membersihkan pantai yang sebelumnya telah dimusyawarahkan bersama. Kegiatan ini bertujuan untuk menjaga kebersihan dan keindahan Pantai Bulbul sehingga tetap menarik untuk dikunjungi oleh wisatawan

5. Pengutipan dana dari setiap anggota Pokdarwis untuk menyediakan ambulans, jika ada wisatawan yang mendapat musibah kemalangan ketika sedang mengunjungi Pantai Bulbul

Dengan adanya organisasi sosial seperti ini diharapkan dapat melancarkan kegiatan kepariwisataan dan menjadikan pengembangan Pantai Bulbul lebih terarah.

4.1.2 Tahap Pelaksanaan

Dengan adanya Pokdarwis yang sudah ada mempermudah proses pelaksanaan dari pengembangan Pantai Bulbul. Dalam tahapan pelaksanaan ini masyarakat ikut berperan langsung dengan memberikan kontribusi seperti turut serta membangun usaha kecil-kecilan seperti warung makanan beserta pondoknya, menyediakan berbagai fasilitas pendukung, dan juga mempekerjakan masyarakat setempat untuk menjaga arena bermain. Peran lain dari masyarakat lokal terhadap Pantai Bulbul adalah dengan menjaga kelestarian serta keindahan lingkungan agar tetap asri dan tidak rusak meskipun ramai dikunjungi oleh wisatawan. Masyarakat juga perlu berlatih untuk menjadi tuan rumah yang baik agar para pengunjung merasa nyaman ketika sedang berada di Pantai Bulbul.

Selain menyajikan panorama keindahan alam, hamparan pasir putih, air yang dangkal dan cukup tenang, tentu saja Pantai Bulbul juga harus menyediakan berbagai fasilitas yang cukup mendukung untuk berkembangnya destinasi wisata

(49)

ini dan juga untuk memberikan rasa nyaman dan kemudahan bagi setiap pengunjung yang datang. Fasilitas yang ada kebanyakan dikelola dan disediakan oleh masyarakat sendiri guna untuk meningkatkan pengembangan pantai ini agar menjadi lebih baik dan semakin banyak dilirik oleh para pengunjung karena sebuah destinasi wisata haruslah memiliki fasilitas-fasilitas pendukung demi kelancaran kegiatan pariwisata di tempat tersebut. Akses jalan menuju Pantai Bulbul juga telah dibenahi dan sudah beraspal. Berikut ini adalah beberapa fasilitas yang dapat ditemui oleh wisatawan selama berkunjung di Pantai Pasir Putih Lumban Bulbul:

1. Lahan parkir

2. Akses jalan menuju Pantai Bulbul 3. Warung makanan

4. Pondok tempat beristirahat 5. Toilet

6. Toko Cinderamata

7. Musholla (masih dalam tahap pembangunan) 8. Tempat berfoto

9. Arena bermain (banana boat, perahu, kapal, kano, ayunan) 10. Homestay

11. Tempat sampah

(50)

37

Gambar 4.1 Fasilitas Pantai Bulbul

Akses Jalan Lahan Parkir

Warung Makan Toilet

Sumber: Dokumen Pribadi Tahun 2020

Tarif parkir untuk kendaraan adalah sekitar 2.000-10.000 dan untuk harga makanan yang tersedia di warung-warung tergolong murah dengan berbagai menu yang cukup khas dan bervariasi. Harga untuk menyewa pondok dipinggiran pantai berkisar antara 20.000-35.000 saja. Masyarakat setempat yang menjadikan rumahnya sebagai tempat penginapan (homestay) juga menawarkan harga yang cukup terjangkau untuk perkamar diberi harga sekitaran 100.000-150.000/malam atau untuk sistem borongan satu rumah diberi harga 1 juta rupiah lengkap dengan

Referensi

Dokumen terkait

Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Analisis Pengembangan Potensi Wisata Sumber Daya Alam Wilayah Pesisir Berbasis Masyarakat di Pantai Talugawu Desa Banuagea Kabupaten

Pantai Labu sebagai salah satu objek wisata alam di Kabupaten Deli Serdang, memiliki potensi alam yang khas, dapat dijadikan sebagai daya tarik untuk meningkatkan kunjungan

Judul Skripsi : Persepsi Masyarakat dan Prospek Pembangunan Hutan Wisata Lumban Julu (Studi Kasus di Desa Sionggang Utara Kecamatan Lumban Julu Kabupaten Toba

Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Pulau Weh merupakan salah satu tujuan wisata utama di Kota Sabang. Keberhasilan TWAL Pulau Weh ini tidak lepas dari peran serta masyarakat

Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Pulau Weh merupakan salah satu tujuan wisata utama di Kota Sabang. Keberhasilan TWAL Pulau Weh ini tidak lepas dari peran serta masyarakat

Dari perkembangan kawasan wisata Pantai Pulau Merah itu memberikan dampak positif bagi masyarakat sekitar itu, karena dari pengembangan tersebut, wisata Pantai

Data primer adalah data yang diambil langsung dari pengunjung dan masyarakat sekitar kawasan wisata Pantai Kubu. Hal ini dilakukan untuk melihat sejauh mana tingkat

Partisipasi masyarakat dalam pengembangan daya tarik wisata Pantai Pandawa untuk mengetahui tahapan dan tingkatan partisipasi masyarakat yang diterapkan pada daya tarik