• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

V-1

BAB V

ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

Pada bab ini dijelaskan mengenai analisis dan interpretasi hasil berdasarkan rancangan tingkat detail dan prototype alat pengering yang sudah dibuat pada tahapan pengolahan data. Analisis tersebut antara lain analisis simulasi proses pengeringan, analisis pengujian secara langsung proses pengeringan, analisis ekonomi alat pengering, analisis postur kerja proses pengeringan, serta analisis ketercapaian kebutuhan pengguna.

5.1 Analisis Simulasi Proses Pengeringan

Untuk mengetahui kinerja proses pengeringan berdasarkan rancangan desain alat pengering yang sudah dibuat, maka dilakukan simulasi pengujian dengan menggunakan bantuan software Solidwork 2013. Simulasi dilakukan dengan menggunakan fitur flow simulation yang digunakan untuk mensimulasikan aliran udara di dalam rancangan alat pengering pada saat proses pengeringan. Keluaran akhir dari simulasi proses pengeringan ini adalah perubahan dan sebaran suhu pada tiap bagian rancangan alat pengering. Simulasi proses pengeringan dibagi menjadi dua, yaitu simulasi proses pengeringan dengan sumber panas sinar matahari dan simulasi proses pengeringan dengan sumber panas backup kompor.

5.1.1 Analisis Simulasi Proses Pengeringan dengan Sumber Panas Sinar Matahari

Simulasi proses pengeringan sumber panas sinar matahari dilakukan dengan menggunakan parameter inputan seperti suhu lingkungan luar, kelembaban lingkungan luar, kecepatan udara di lubang udara masuk (inlet), suhu di lubang udara masuk (inlet), kelembaban di lubang udara masuk (inlet), suhu di lubang udara keluar (outlet), kelembaban di lubang udara keluar (outlet), serta suhu material seng di dalam collector. Data inputan parameter-parameter tersebut diperoleh dengan pengukuran secara langsung di lapangan secara acak (random).

Berdasarkan pengukuran, suhu lingkungan luar adalah sebesar 35°C, kelembaban lingkungan luar sebesar 39%, kecepatan udara di lubang udara masuk (inlet) sebesar 0,8 m/s, suhu di lubang udara masuk (inlet) sebesar 39°C,

(2)

commit to user

V-2

kelembaban di lubang udara masuk (inlet) sebesar 41%, suhu di lubang udara keluar (outlet) sebesar 45°C, kelembaban di lubang udara keluar (outlet) sebesar 39%, serta suhu material seng di dalam collector sebesar 69°C. Hasil simulasi aliran udara di dalam alat pengering pada saat menggunakan sumber panas sinar matahari ditunjukkan pada Gambar 5.1 berikut.

Gambar 5.1 Simulasi Aliran Udara Proses Pengeringan Sumber Panas Sinar Matahari

Berdasarkan hasil simulasi yang ditunjukkan pada Gambar 5.1, terlihat bahwa terjadi aliran udara mulai lubang udara masuk (inlet) di depan dan bawah collector sampai lubang udara keluar (outlet) di bagian atas pipa cerobong (exhaust). Perbedaan tekanan pada bagian dalam alat pengering terhadap lingkungan luar menyebabkan udara dapat mengalir dari lubang udara masuk (inlet) sampai ke lubang udara keluar (outlet). Pada awalnya udara masuk melalui lubang udara masuk (inlet) dibagian depan dan bawah collector. Setelah melewati material solar collector yang panas, suhu udara tersebut akan ikut naik sehingga tekanan udara tersebut juga akan meningkat. Udara kemudian bergerak ke atas, ke arah ruangan kabin pengering yang bertekanan lebih rendah. Udara panas yang berada di dalam kabin pengering inilah yang digunakan pada proses pengeringan simplisia.

Udara hasil proses pengeringan di dalam kabin pengering kemudian akan terus

(3)

commit to user

V-3

bergerak sampai ke lubang udara keluar (outlet) untuk membawa uap air hasil proses pengeringan.

Sebaran suhu di tiap bagian alat pengering pada saat menggunakan sumber panas sinar matahari secara jelas ditampilkan pada Gambar 5.2 berikut.

Gambar 5.2 Simulasi Sebaran Suhu Proses Pengeringan Sumber Panas Sinar Matahari

Dari hasil simulasi terjelaskan pada Gambar 5.2, perubahan suhu udara terjadi ketika udara masuk melalui lubang udara masuk (inlet) kemudian mengenai material penangkap panas (solar collector). Di dalam collector, suhu udara berkisar antara 34-47°C. Sedangkan suhu udara di kabin pengering berkisar antara 41-46°C.

5.1.2 Analisis Simulasi Proses Pengeringan dengan Sumber Panas Backup Kompor

Simulasi proses pengeringan sumber panas kompor dilakukan dengan menggunakan parameter inputan seperti suhu lingkungan luar, kelembaban lingkungan luar, kecepatan udara di lubang udara masuk (inlet), suhu di lubang udara masuk (inlet), kelembaban di lubang udara masuk (inlet), suhu di lubang udara keluar (outlet), kelembaban di lubang udara keluar (outlet), suhu pipa kompor, serta suhu heat exchanger di dalam kabin pengering. Data inputan

(4)

commit to user

V-4

parameter-parameter tersebut diperoleh dengan pengukuran secara langsung di lapangan secara acak (random).

Berdasarkan pengukuran, suhu lingkungan luar adalah sebesar 35°C, kelembaban lingkungan luar sebesar 39%, kecepatan udara di lubang udara masuk (inlet) sebesar 0,8 m/s, suhu di lubang udara masuk (inlet) sebesar 39°C, kelembaban di lubang udara masuk (inlet) sebesar 41%, suhu di lubang udara keluar (outlet) sebesar 45°C, kelembaban di lubang udara keluar (outlet) sebesar 39%, suhu pipa kompor sebesar 72°C, serta suhu heat exchanger di dalam kabin pengering sebesar 61°C . Hasil simulasi aliran udara di dalam alat pengering pada saat menggunakan sumber panas kompor ditunjukkan pada Gambar 5.3 berikut.

Gambar 5.3 Simulasi Aliran Udara Proses Pengeringan Sumber Panas Kompor

Berdasarkan hasil simulasi yang ditunjukkan pada Gambar 5.3, terlihat bahwa terjadi aliran udara mulai lubang udara masuk (inlet) di depan dan bawah collector sampai lubang udara keluar (outlet) di bagian atas pipa cerobong (exhaust). Perbedaan tekanan pada bagian dalam alat pengering terhadap lingkungan luar menyebabkan udara dapat mengalir dari lubang udara masuk (inlet) sampai ke lubang udara keluar (outlet). Pada awalnya udara masuk melalui lubang udara masuk (inlet) dibagian depan dan bawah collector dan terus bergerak ke arah bagian kabin pengering. Udara tersebut kemudian akan menyentuh material pipa

(5)

commit to user

V-5

dan heat exchanger yang panas akibat proses pembakaran yang berada di kompor biomassa. Udara panas yang berada di dalam kabin pengering inilah yang digunakan pada proses pengeringan simplisia. Udara hasil proses pengeringan di dalam kabin pengering kemudian akan terus bergerak sampai ke lubang udara keluar (outlet) untuk membawa uap air hasil proses pengeringan.

Sebaran suhu di tiap bagian alat pengering pada saat menggunakan sumber panas kompor biomassa secara jelas ditunjukkan pada Gambar 5.4 berikut.

Gambar 5.4 Simulasi Sebaran Suhu Proses Pengeringan Sumber Panas Kompor

Berdasarkan Gambar 5.4, Perubahan suhu udara terjadi ketika udara masuk melalui lubang udara masuk (inlet), melewati collector menuju kabin pengering, kemudian mengenai material pipa dan heat exchanger. Ketika masih di dalam collector, suhu udara masih berkisar antara 34-39°C. Sedangkan suhu udara setelah berada di kabin pengering berkisar antara 39-43°C.

5.2 Analisis Pengujian secara Langsung Proses Pengeringan

Untuk mengetahui kinerja proses pengeringan prototype alat pengering yang sudah dibuat, maka dilakukan pengujian secara langsung. Pengujian secara langsung proses pengeringan dilakukan sebanyak dua kali selama dua hari, yaitu

(6)

commit to user

V-6

satu hari pengujian dengan sumber panas sinar matahari dan satu hari pengujian dengan sumber panas backup kompor. Tujuan spesifik dari pengujian secara langsung adalah untuk mengetahui besaran dan sebaran suhu di tiap-tiap rak di kabin pengering, mengetahui kelembaban di kabin pengering, serta mengetahui perubahan produk hasil proses pengeringan jika dilihat dari indikator perubahan bobot dan perubahan kadar air. Pengujian dilakukan dengan menggunakan spons seperti yang tampak pada Gambar 5.5 untuk mendapatkan data parameter- parameter hasil pengujian tersebut. Pada pengujian ini, spons dipilih karena spons merupakan bahan yang mampu menyerap banyak air. Dengan karakteristik tersebut, maka kinerja proses pengeringan pada alat pengering dapat mudah teridentifikasi melalui perubahan kadar air pada spons tersebut.

Gambar 5.5 Pengujian Menggunakan Spons

Mula-mula spons basah diukur dengan menggunakan timbangan digital dan moisture meter untuk mengetahui bobot awal dan kadar air awal. Spons-spons basah tersebut kemudian diletakkan pada setiap rak di dalam kabin pengering.

Delapan buah thermometer (alat pembaca suhu/temperatur) lalu diletakkan pada tiap tingkatan rak mulai dari rak paling atas (A) sampai rak paling bawah (H). Selain thermometer, dua buah higrometer (alat pembaca kelembaban) juga diletakkan pada rak paling atas dan rak paling bawah . Kedua alat tersebut diposisikan sedemikian rupa sehingga mempermudah pembacaan skala tanpa membuka pintu kabin pengering. Pencatatan data suhu/temperatur dan kelembaban dilakukan tiap satu jam mulai dari jam 8.00 pagi sampai jam 16.00 sore. Setelah proses pengeringan selesai dilakukan, spons kembali diukur dengan menggunakan

(7)

commit to user

V-7

timbangan digital dan moisture meter untuk mengetahui bobot akhir dan kadar air akhir. Hasil pengujian proses pengeringan dengan menggunakan panas sinar matahari dan backup panas kompor adalah sebagai berikut.

5.2.1 Analisis Pengujian secara Langsung Proses Pengeringan dengan Sumber Panas Sinar Matahari

Untuk memperoleh data hasil pengujian secara langsung proses pengeringan dengan sumber panas sinar matahari, alat pengering diletakkan di tempat yang cukup terbuka dan diposisikan sedemikian rupa sehingga sudut collector menghadap ke arah utara dan pintu kabin pengering menghadap ke arah selatan.

Hasil pencatatan suhu, kelembaban, serta perubahan bobot dan kadar air ditunjukkan pada Tabel 5.1 berikut.

(8)

commit to user V-8

Tabel 5.1 Hasil Pencatatan Suhu, Kelembaban, serta Perubahan Bobot dan Kadar Air Proses Pengeringan Sumber Panas Sinar Matahari

Rak

Bobot Awal (gr)

Kadar Air Awal

Periode (Jam) Bobot

Akhir (gr)

Kadar Air Akhir 8:00 9:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 Rata-

rata

Suhu Proses Pengeringan (°C)

A 48 98 33 41 54 57 60 60,5 59 55 44 51,5 4 0

B 51 108 32,5 40,5 51 53,5 58 59 56 53 42 49,5 4 0

C 46 88 31,5 39 50 54 57 59,5 56 53 42 49,11 4 0

D 45 102 32,5 40 50 54,5 56 58 54,5 51 41 48,61 4 0

E 50 112 31 38 49,5 51 56 57,5 55,5 51 41,5 47,89 4 0

F 49 87 31,5 38 48 52,5 54 55 54 49 40 46,89 4 0

G 48 106 29,5 36 48 48 51,5 53 50 49 40 45 3 0

H 51 121 29 34 44 46 48 51 47 43 38 42,22 4 0

Rata-

rata 48,5 102,75 31,31 38,31 49,31 52,06 55,06 56,69 54 50,5 41,06 47,59 3,88 0

Kelembaban Rak Atas 54 47 34 33 33 31 30 31 32 36,11

38,78

Rak Bawah 58 59 40 41 38 36 32 34 35 41,44

(9)

commit to user

V-9

Berdasarkan Tabel 5.1, terlihat bahwa terjadi perubahan bobot dan kadar air awal terhadap bobot dan kadar air akhir yang sangat signifikan. Pada kondisi awal proses pengeringan, bobot awal rata-rata sebesar 48,5 gr dengan kadar air awal rata- rata sebesar 102,75%. Sedangkan pada kondisi akhir proses pengeringan, bobot akhir rata-rata sebesar 3,88 gr dengan kadar air akhir rata-rata sebesar 0%. Dari data perubahan bobot dan kadar air proses pengeringan tersebut, terlihat bahwa prototype alat pengering memiliki kemampuan yang tinggi untuk mengeringkan dan mengangkut uap air produk yang dikeringkan.

Apabila dilihat dari hasil pengukuran suhu selama 8 jam waktu pengeringan, terlihat bahwa suhu pada tiap rak memiliki kecenderungan naik pada siang hari dan kemudian turun lagi ketika sore hari seiring dengan perubahan sudut datang sinar matahari seperti Gambar 5.6. Sedangkan kelembaban di dalam kabin pengering memiliki kecenderungan terus turun pada siang dan sore hari seiring dengan lamanya proses pengeringan.

Gambar 5.6 Grafik Suhu Proses Pengeringan Sumber Panas Sinar Matahari

Dengan menggunakan sumber panas sinar matahari selama waktu 8 jam proses pengeringan, suhu rata-rata di tiap rak adalah sebesar 47,59°C dengan suhu tertinggi tercatat sebesar 60,5°C di rak A pada jam 13:00 dan suhu terendah tercatat

25 30 35 40 45 50 55 60 65

8:00 9:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00

Suhu (°C)

Periode (Jam)

Suhu Proses Pengeringan Sumber Panas Sinar Matahari

Rak A Rak B Rak C Rak D

Rak E Rak F Rak G Rak H

(10)

commit to user

V-10

sebesar 29°C di rak H pada jam 8:00. Apabila dilihat teridentifikasi, terdapat perbedaan suhu di rak-rak posisi atas dengan rak-rak yang berada di bagian bawah.

Suhu di rak-rak bagian atas sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan suhu di rak- rak bagian bawah. Namun untuk membuktikan apakah perbedaan suhu di tiap-tiap rak berbeda secara signifikan, maka dilakukan uji ANOVA satu arah dengan taraf signifikansi 95% atau error 0,05. Oleh karena itu digunakan pasangan hipotesis sebagai berikut:

Hipotesis awal (H0) : µA = µB = ... = µn Hipotesis tandingan (H1) : µA ≠ µB ... ≠ µn. Dengan:

µ : rata-rata suhu di tiap rak n : posisi rak (n = A, B, ... H)

Berdasarkan hasil uji ANOVA satu arah dengan taraf signifikansi 95% atau error 0,05, didapatkan nilai p-value sebesar 0,455 yang lebih besar dibandingkan nilai error sebesar 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan suhu di tiap-tiap rak adalah sama atau tidak berbeda secara signifikan.

5.2.2 Analisis Pengujian secara Langsung Proses Pengeringan dengan Sumber Panas Backup Kompor

Untuk memperoleh data hasil pengujian secara langsung proses pengeringan dengan sumber panas backup kompor biomassa, alat pengering diletakkan di tempat yang cukup terbuka dan diposisikan sedemikian rupa sehingga sudut collector menghadap ke arah utara dan pintu kabin pengering menghadap ke arah selatan.

Untuk memperoleh data yang menunjukkan proses pengeringan pada saat alat pengering hanya mengandalkan kompor biomassa, mula-mula collector ditutup dengan menggunakan kardus/terpal untuk menutupi collector dari sinar matahari.

Untuk menghasilkan energi panas, bahan bakar berupa kayu bakar dimasukkan ke dalam kompor biomassa sebagai bahan bakar proses pembakaran. Hasil pencatatan suhu, kelembaban, serta perubahan bobot dan kadar air ditunjukkan pada Tabel 5.2 berikut.

(11)

commit to user V-11

Tabel 5.2 Hasil Pencatatan Suhu, Kelembaban, serta Perubahan Bobot dan Kadar Air Proses Pengeringan Sumber Panas Kompor Biomassa

Rak

Bobot Awal (gr)

Kadar Air Awal

Periode (Jam) Bobot

Akhir (gr)

Kadar Air Akhir 8:00 9:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 Rata-

rata

Suhu Proses Pengeringan (°C)

A 50 112 32,5 43 44,5 48,5 46,5 45,5 42,5 43 43 43,22 3 0

B 51 90 32 39 45,5 49,5 46 45,5 41 43 42 42,61 4 0

C 47 106 31,5 40,5 43,5 47 46,5 45 41,5 44 39,5 42,11 3 0

D 47 88 32,5 39 47 48 44 47 40 44 40 42,39 3 0

E 48 100 31 39,5 43 44,5 43,5 44 40,5 41,5 43,5 41,22 4 0

F 51 90 31,5 39 40 43 46 47 39 40,5 43 41,00 4 0

G 50 104 32,5 38 43,5 46 47 43 38,5 38 35,5 40,22 4 0

H 47 98 33 37,5 42 44,5 46,5 45,5 39 38 39 40,56 4 0

Rata-

rata 48,875 98,5 32,06 39,44 43,63 46,38 45,75 45,31 40,25 41,5 40,69 41,67 3,63 0

Kelembaban

Rak Atas 53 48 44 35 33 32 30 32 33 37,78

38,61

Rak Bawah 54 49 42 39 34 36 32 34 35 39,44

(12)

commit to user

V-12

Berdasarkan Tabel 5.2, terlihat bahwa terjadi perubahan bobot dan kadar air awal terhadap bobot dan kadar air akhir yang sangat signifikan. Pada kondisi awal proses pengeringan, bobot awal rata-rata sebesar 48,875 gr dengan kadar air awal rata-rata sebesar 98,5%. Sedangkan pada kondisi akhir proses pengeringan, bobot akhir rata-rata sebesar 3,63 gr dengan kadar air akhir rata-rata sebesar 0%. Dari data perubahan bobot dan kadar air proses pengeringan tersebut, terlihat bahwa prototype alat pengering memiliki kemampuan yang tinggi untuk mengeringkan dan mengangkut uap air produk yang dikeringkan.

Apabila dilihat dari hasil pengukuran suhu selama 8 jam waktu pengeringan, terlihat bahwa kelembaban di dalam kabin pengering memiliki kecenderungan terus turun pada siang dan sore hari seiring dengan lamanya proses pengeringan.

Sedangkan suhu pada tiap rak memiliki pola sedikit acak (random) serta tidak tergantung pada periode proses pengeringan seperti Gambar 5.7.

Gambar 5.7 Grafik Suhu Proses Pengeringan Sumber Panas Kompor

Dengan menggunakan sumber panas backup kompor biomassa selama waktu 8 jam proses pengeringan, suhu rata-rata di tiap rak adalah sebesar 41,67°C dengan suhu tertinggi tercatat sebesar 49,5°C di rak B pada jam 11:00 dan suhu terendah tercatat sebesar 31°C di rak E pada jam 8:00. Untuk membuktikan apakah

25 30 35 40 45 50 55 60 65

8:00 9:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00

Suhu (°C)

Periode (Jam)

Suhu Proses Pengeringan Sumber Panas Backup Kompor Biomassa

Rak A Rak B Rak C Rak D

Rak E Rak F Rak G Rak H

(13)

commit to user

V-13

perbedaan suhu di tiap-tiap rak berbeda secara signifikan, maka dilakukan uji ANOVA satu arah dengan taraf signifikansi 95% atau error 0,05. Oleh karena itu digunakan pasangan hipotesis sebagai berikut:

Hipotesis awal (H0) : µA = µB = ... = µn Hipotesis tandingan (H1) : µA ≠ µB ... ≠ µn. Dengan:

µ : rata-rata suhu di tiap rak

n : posisi rak (n = A, B, C, D, E, F, G, H)

Melalui uji ANOVA satu arah dengan taraf signifikansi 95% atau error 0,05, didapatkan nilai p-value sebesar 0,853 yang lebih besar dibandingkan nilai error sebesar 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa suhu di tiap-tiap rak adalah sama atau tidak berbeda secara signifikan.

Berdasarkan hasil pengujian secara langsung terhadap alat pengering pada saat menggunakan sumber panas backup kompor biomassa, didapatkan suhu rata- rata sebesar 41,67°C selama 8 jam proses pengeringan. Sedangkan suhu tertinggi yang tercatat adalah sebesar 49,5°C. Pola data sebaran suhu pada tiap rak menunjukkan bahwa sebenarnya suhu proses pengeringan di dalam kabin pengering berjalan cukup stabil. Dengan demikian implementasi thermostat pada rancangan alat pengering tidak perlu dilakukan. Hal ini dikarenakan suhu proses pengeringan di dalam kabin pengering tidak terlalu tinggi. Tujuan awal rencana implementasi thermostat pada kompor alat pengering adalah untuk mengontrol suhu proses pengeringan agar selalu di bawah suhu yang sudah ditentukan sehingga produk simplisia yang dikeringkan tidak rusak. Implementasi/pemasangan thermostat perlu dilakukan hanya apabila suhu proses pengeringan di kabin pengering sangat tinggi (lebih dari 70°C).

5.2.3 Perbandingan Suhu Proses Pengeringan Sumber Panas Sinar Matahari dengan Sumber Panas Kompor

Berdasarkan hasil pengujian secara langsung, rataan suhu proses pengeringan pada saat menggunakan sumber panas kompor yang sebesar 41,67°C lebih rendah dibandingkan dengan rataan suhu proses pengeringan pada saat menggunakan sumber panas sinar matahari yaitu sebesar 47,59°C. Untuk mengetahui rataan suhu

(14)

commit to user

V-14

di antara kedua sumber panas apakah terdapat perbedaan yang signifikan atau tidak, maka, dilakukan uji t berpasangan dengan taraf signifikansi 95% atau error 0,05.

Hipotesis awal (H0) : µM = µK Hipotesis tandingan (H1) : µM ≠ µK

Dengan:

µ : rata-rata suhu proses pengeringan M : sumber panas sinar matahari K : sumber panas kompor biomassa

Berdasarkan hasil uji t berpasangan dengan taraf signifikansi 95% atau error 0,05, didapatkan nilai p-value sebesar 0,000. Karena nilai p-value (0,000) kurang dari nilai error yang ditentukan (0,05), maka dengan demikian dapat disimpulkan bahwa suhu proses pengeringan sumber panas sinar matahari berbeda secara signifikan terhadap suhu proses pengeringan sumber panas kompor biomassa.

Walaupun terdapat perbedaan nilai rataan suhu proses pengeringan di antara kedua sumber panas (matahari dan kompor) yang cukup signifikan, namun kedua sumber panas yang digunakan pada proses pengeringan alat pengering ini sudah mencapai target yang telah direncanakan, yaitu sebesar 40-60°C. Untuk sumber panas sinar matahari dengan rataan suhu 47,59°C bisa dikatakan sudah mencapai kondisi yang cukup optimal karena sudah mendekati suhu 50°C. Sedangkan untuk sumber panas kompor biomassa dengan rataan suhu 41,67°C, walaupun sudah memenuhi kriteria/target yang direncanakan pada kisaran 40-60°C, namun masih perlu dilakukan perbaikan ke depannya agar suhu proses pengeringan bisa lebih optimal lagi pada suhu 50°C.

5.3 Analisis Ekonomi Alat Pengering

Analisis ekonomi alat pengering perlu dilakukan untuk membandingkan apakah alat pengering yang dirancang mampu memberikan nilai tambah secara ekonomis apabila digunakan oleh petani dibandingkan pada saat proses pengeringan petani secara konvensional (terbuka di bawah sinar matahari secara langsung). Untuk melakukan analisis tersebut, yang pertama dilakukan adalah dengan membandingkan lama waktu pengeringan proses pengeringan konvensional

(15)

commit to user

V-15

(terbuka) dengan proses pengeringan menggunakan alat pengering bertenaga sinar matahari (solar dryer).

Untuk membandingkan lama waktu pengeringan kedua metode proses pengeringan tersebut, dibuatlah lima contoh kondisi perbandingan. Diketahui 5 kondisi luas area pengeringan petani adalah 10 m2, 15 m2, 20 m2, 30 m2, dan 40 m2. Sedangkan jahe basah yang akan dikeringkan adalah sebesar 100 kilogram. Dari 100 kilogram jahe basah tersebut, ketika kering nantinya akan menghasilkan seperempat dari beratnya atau 25 kilogram simplisia jahe. Untuk setiap area 1 m2, kapasitas jahe basah yang dapat ditampung sebesar 1,5 kilogram. Oleh karena itu jika luas area pengeringan di satu unit alat pengering adalah sebesar 3,2 m2, maka kapasitas alat pengering adalah sebesar 4,8 kilogram. Lamanya proses pengeringan petani secara konvensional (terbuka) adalah sebesar 5 hari atau 40 jam, sedangkan lama proses pengeringan menggunakan alat pengering adalah sebesar 8 jam.

Berdasarkan data tersebut, frekuensi pengeringan dan lama proses pengeringan baik metode pengeringan petani secara konvensional (terbuka di bawah sinar matahari) dan pengeringan menggunakan alat pengering (solar dryer) dapat dihitung seperti pada Tabel 5.3.

Contoh Perhitungan Perbandingan Kondisi 1 (luas area pengeringan = 10 m2):

Pengeringan Petani

Luas Area Pengeringan Petani = Luas Area Pengeringan yang Tersedia

= 10 m2

Kapasitas Pengeringan = Luas Area Pengeringan Petani x 1,5 Kg

= 10 x 1,5

= 15 Kg

Frekuensi Pengeringan = Jahe Basah yang Akan Dikeringkan Kapasitas Pengeringan

= 100 Kg 15 Kg

= 6,67 kali ≈ 7 kali

(16)

commit to user

V-16

Lama Pengeringan Petani = Lama Pengeringan Petani 1 kali Proses Pengeringan x Frekuensi Pengeringan

= 40 jam x 7

= 280 jam Pengeringan Menggunakan 1 Solar Dryer

Luas Area Pengeringan = 3,2 m2

Kapasitas Pengeringan = Luas Area Pengeringan x 1,5 Kg

= 3,2 x 1,5

= 4,8 Kg

Frekuensi Pengeringan = Jahe Basah yang Akan Dikeringkan Kapasitas Pengeringan

= 100 Kg 4,8 Kg

= 20,83 kali ≈ 21 kali

Lama Pengeringan Solar Dryer = Lama Pengeringan Solar Dryer 1 kali Proses Pengeringan x Frekuensi Pengeringan

= 8 jam x 21

= 168 jam

Dengan menggunakan perhitungan yang sama, maka akan diperoleh perhitungan perbandingan lama pengeringan petani dengan pengeringan solar dryer yang ditunjukkan pada Tabel L.1. Rangkuman hasil perbandingan lama pengeringan kedua metode pengeringan tersebut ditampilkan pada Tabel 5.3.

Tabel 5.3 Perbandingan Lama Pengeringan Petani dengan Pengeringan Solar Dryer Luas Area

Pengeringan (m2)

Lama Pengeringan Petani (Jam)

Lama Pengeringan Menggunakan

1 Solar Dryer (Jam) Feasible

5 280 168 Ya

15 200 168 Ya

20 160 168 Tidak

30 120 168 Tidak

40 80 168 Tidak

(17)

commit to user

V-17

Berdasarkan Tabel 5.3 tersebut, terlihat bahwa dua kondisi untuk luas area sebesar 10 m2 dan 15 m2, proses pengeringan menggunakan satu alat pengering memakan waktu lebih cepat yaitu selama 168 jam dibandingkan proses pengeringan petani secara konvensional (terbuka) yaitu selama 280 jam dan 200 jam. Sedangkan untuk kondisi luas area sebesar 20 m2, 30 m2, dan 40 m2, proses pengeringan menggunakan satu alat pengering memakan waktu lebih lama. Sehingga tidak memungkinkan satu alat pengering menggantikan pengeringan petani dengan luas 20-40 m2. Dari perhitungan di Tabel 5.3, terlihat bahwa dilihat dari segi lamanya waktu proses pengeringan, satu alat pengering yang dirancang lebih baik dibandingkan 10-15 m2 area luas proses pengeringan petani secara konvensional (terbuka). Untuk mengetahui apakah proses pengeringan menggunakan alat pengering (solar dryer) lebih ekonomis dibandingkan proses pengeringan petani secara konvensional (terbuka), maka dibuatlah perbandingan perhitungan Pay Back Period (PBP) dan Net Present Value (NPV) berdasarkan data lamanya proses pengeringan yang sudah diperoleh.

Diketahui harga simplisia jahe dipasarkan Rp 35.000,- sedangkan biaya tenaga kerja proses pengeringan simplisia jahe diasumsikan Rp 17.500,-. Dari data tersebut, penjualan simplisia jahe, biaya tenaga kerja pada saat proses pengeringan, pendapatan simplisia jahe, peningkatan pendapatan simplisia jahe, serta nilai Pay Back Period (PBP) dan Net Present Value (NPV) pada masing-masing kondisi pengeringan bisa dihitung dan ditunjukkan pada Tabel 5.4 berikut.

(18)

commit to user V-18

Tabel 5.4 Perhitungan Keekonomisan Alat Pengering (Solar Dryer)

Luas Area

10 m2 15 m2

Pengeringan Petani

Pengeringan Menggunakan Solar dryer

Pengeringan Petani

Pengeringan Menggunakan Solar dryer

Jahe yang Dikeringkan (Kg) 100 100 100 100

Simplisia yang Dihasilkan (Kg) 25 25 25 25

Lama Pengeringan (Jam) 280 168 200 168

Lama Pengeringan (Hari)

(1 Hari = 8 Jam) 35 21 25 21

Harga Simplisia Jahe Rp 35.000,- Rp 35.000,- Rp 35.000,- Rp 35.000,-

Penjualan Simplisia Jahe Rp 875.000,- Rp 875.000,- Rp 875.000,- Rp 875.000,- Biaya Tenaga Kerja Pengeringan Simplisia Jahe

(1 Hari = Rp 17.500,-) Rp 612.500,- Rp 367.500,- Rp 437.500,- Rp 367.500,- Pendapatan Simplisia Jahe

(Penjualan – Biaya Tenaga Kerja) Rp 262.500,- Rp 507.500,- Rp 437.500,- Rp 507.500,-

Peningkatan Pendapatan Simplisia Jahe - Rp 245.000,- - Rp 70.000,-

Estimasi Peningkatan Pendapatan Petani Selama 1 bulan - Rp 350.000,- - Rp 100.000,-

Investasi Alat - Rp 6.000.000,- - Rp 6.000.000,-

Pay Back Period (PBP) - 17 Bulan (1,5 Tahun) - 60 Bulan (5 Tahun)

Estimasi Umur Alat Pengering - 4 Tahun - 4 Tahun

Net Present Value (NPV)

(i = 1,2%) Rp 6.756.867,25 (Rp 1.155.180,78)

Investasi Layak? - Ya - Tidak

(19)

commit to user

V-19

Berdasarkan Tabel 5.4, pada kondisi pertama dengan total luas area 10 m2, terlihat bahwa pada kondisi proses pengeringan petani secara konvensional (terbuka), pendapatan yang diperoleh dari hasil pengeringan simplisia jahe adalah sebesar Rp 262.500,-. Sedangkan pendapatan simplisia jahe pada saat proses pengeringan menggunakan alat pengering adalah sebesar Rp 507.500,-. Dari angka tersebut didapatkan selisih peningkatan pendapatan simplisia jahe apabila menggunakan alat pengering sebesar Rp 245.000,-. Dengan total waktu pengeringan selama 21 hari, artinya ada sekitar 9 hari tersisa dalam sebulan yang bisa digunakan petani untuk mengeringkan produk tanaman herbal lain. Sehingga estimasi total peningkatan pendapatan petani selama 1 bulan adalah sebesar Rp 350.000,-. Apabila diketahui biaya investasi alat sebesar Rp 6.000.000,-, maka biaya pembelian/investasi alat pengering dapat terbayarkan (PBP) dalam kurun waktu 17 bulan (1,5 tahun). Jika umur alat pengering diestimasikan selama 4 tahun, maka nilai NPV selama 4 tahun penggunaan alat pengering adalah sebesar Rp 6.756.867,25.

Pada kondisi kedua dengan total luas area 15 m2, terlihat bahwa pada kondisi proses pengeringan petani secara konvensional (terbuka), pendapatan yang diperoleh dari hasil pengeringan simplisia jahe adalah sebesar Rp 437.500,-.

Sedangkan pendapatan simplisia jahe pada saat proses pengeringan menggunakan alat pengering adalah sebesar Rp 507.500,-. Dari angka tersebut didapatkan selisih peningkatan pendapatan simplisia jahe apabila menggunakan alat pengering sebesar Rp 70.000,-. Dengan total waktu pengeringan selama 21 hari, artinya ada sekitar 9 hari tersisa dalam sebulan yang bisa digunakan petani untuk mengeringkan produk tanaman herbal lain. Sehingga estimasi total peningkatan pendapatan petani selama 1 bulan adalah sebesar Rp 100.000,-. Apabila diketahui biaya investasi alat sebesar Rp 6.000.000,-, maka biaya pembelian/investasi alat pengering dapat terbayarkan (PBP) dalam kurun waktu 60 bulan (5 tahun). Jika umur alat pengering diestimasikan selama 4 tahun, maka nilai NPV selama 4 tahun penggunaan alat pengering bernilai negatif dengan nominal sebesar (Rp 1.155.180,78).

Berdasarkan perhitungan nilai Pay Back Period (PBP) dan Net Present Value (NPV) kedua kondisi tersebut, terlihat bahwa penggunaan alat pengering untuk menggantikan 10 m2 luas area pengeringan petani secara konvensional

(20)

commit to user

V-20

menghasilkan investasi yang layak bagi petani. Dengan demikian untuk melakukan proses pengeringan simplisia jahe, setidaknya dibutuhkan 1 alat pengering per 10 m2 atau 2 alat pengering per 20 m2 dan seterusnya.

5.4 Analisis Postur Kerja Proses Pengeringan

Analisis posisi postur kerja dilakukan dengan menggunakan metode Rapid Entire Body Assessment (REBA) untuk mengetahui tingkat resiko (risk level) yang ditimbulkan akibat posisi kerja yang dilakukan petani pada saat aktivitas kerja proses pengeringan. Sehingga dari nilai risk level tersebut, kemudian bisa diketahui apakah rancangan alat pengering sudah memberikan postur kerja yang aman bagi petani pada saat aktivitas kerja proses pengeringan. Untuk dapat menilai postur kerja menggunakan metode REBA, langkah pertama adalah mengambil gambar posisi postur kerja. Setelah itu melakukan penarikan sudut pada anggota-anggota tubuh yang diperlukan. Hasil pencatatan sudut kemudian digunakan untuk menghitung nilai risk level postur kerja.

Pada dasarnya aktivitas kerja yang dilakukan petani pada proses pengeringan menggunakan alat pengering bertenaga sinar matahari (solar dryer) ini tidaklah banyak. Dalam satu kali proses pengeringan, hanya dilakukan dua kali aktivitas proses loading-unloading pada 16 rak pengering. Ditambah dengan aktivitas penggunaan kompor biomassa jika sumber panas sinar matahari tidak memungkinkan untuk digunakan. Kedua macam aktivitas tersebut dijadikan dasar dalam penilaian postur kerja proses pengeringan. Oleh karena itu, analisis penilaian postur kerja dibagi menjadi tiga, yaitu dua aktivitas loading-unloading pada rak- rak yang posisinya paling ekstrim (atas dan bawah) serta aktivitas penggunaan kompor biomassa.

(21)

commit to user

V-21

5.4.1 Penilaian Postur Kerja Aktivitas Loading-unloading pada Rak Paling Atas

Aktivitas proses loading-unloading simplisia pada rak pengering paling atas ditampilkan pada Gambar 5.8. Sikap tubuh operator pada gambar tersebut yang digunakan dalam analisis postur kerja diasumsikan normal dan natural.

Gambar 5.8 Postur Kerja Aktivitas Loading-unloading pada Rak Paling Atas Berdasarkan penarikan sudut yang telah dilakukan pada Gambar 5.8 tersebut, maka penilaian postur kerja menggunakan metode REBA bisa dilakukan.

Pemberian skor pada postur kerja aktivitas loading-unloading simplisia pada rak paling atas ditunjukkan pada lampiran Gambar L.2. Untuk bagian tubuh A yang terdiri dari leher (neck), punggung (trunk), dan kaki (legs), terlihat bahwa postur leher cukup tegak dengan sudut 12,89° (skor 1), punggung tegak dengan sudut 0°

(skor 1), dan kaki membentuk sudut 3,6° (skor 1). Sedangkan beban yang diangkat pada aktivitas tersebut kurang dari 1 kg (skor 0). Dengan demikian untuk bagian tubuh A (neck, trunk, legs) dengan melihat tabel metode REBA, didapatkan total skor sebesar 1.

Untuk bagian tubuh B yaitu lengan tas (upper arm), lengan bawah (lower arm), dan pergelangan tangan (wrist), terlihat bahwa postur lengan atas membentuk sudut 73,93° (skor 3), lengan bawah membentuk sudut 19,82° (skor 2), dan pergelangan tangan membentuk sudut 16,02° (skor 2). Sedangkan beban yang

(22)

commit to user

V-22

diangkat pada aktivitas tersebut memiliki pegangan yang cukup baik (skor 0).

Dengan demikian untuk bagian tubuh B, dengan melihat tabel metode REBA, didapatkan total skor sebesar 5.

Gabungan dari nilai skor A dan skor B kemudian dengan melihat tabel metode REBA menghasilkan nilai skor C yaitu sebesar 3. Sementara itu frekuensi aktivitas yang dilakukan rendah (hanya dilakukan 2 kali sehari), maka total nilai skor final postur kerja aktivitas loading-unloading pada rak paling atas dengan menggunakan metode REBA adalah sebesar 3 (low risk). Dengan demikian dapat dikatakan postur kerja aktivitas tersebut memiliki resiko keamanan yang rendah bagi tubuh petani.

5.4.2 Penilaian Postur Kerja Aktivitas Loading-unloading pada Rak Paling Bawah

Aktivitas proses loading-unloading simplisia pada rak pengering paling bawah ditampilkan pada Gambar 5.9. Sikap tubuh operator pada gambar tersebut yang digunakan dalam analisis postur kerja diasumsikan normal dan natural.

Gambar 5.9 Postur Kerja Aktivitas Loading-unloading pada Rak Paling Bawah Pemberian skor pada postur kerja aktivitas loading-unloading simplisia pada rak paling bawah ditunjukkan pada lampiran Gambar L.3. Berdasarkan penarikan sudut yang telah dilakukan pada Gambar 5.9 tersebut, untuk bagian tubuh A yang terdiri dari leher (neck), punggung (trunk), dan kaki (legs), terlihat bahwa postur leher membentuk sudut 14,10° (skor 1), punggung membentuk sudut 36,93° (skor

(23)

commit to user

V-23

3), dan kaki membentuk sudut 10,78° (skor 1). Sedangkan beban yang diangkat pada aktivitas tersebut kurang dari 1 kg (skor 0). Dengan demikian untuk bagian tubuh A (neck, trunk, legs) dengan melihat tabel metode REBA, didapatkan total skor sebesar 2.

Untuk bagian tubuh B yaitu lengan tas (upper arm), lengan bawah (lower arm), dan pergelangan tangan (wrist), terlihat bahwa postur lengan atas membentuk sudut 56,84° (skor 3), lengan bawah membentuk sudut 13,76° (skor 2), dan pergelangan tangan membentuk sudut 13,49° (skor 1). Sedangkan beban yang diangkat pada aktivitas tersebut memiliki pegangan yang cukup baik (skor 0).

Dengan demikian untuk bagian tubuh B, dengan melihat tabel metode REBA, didapatkan total skor sebesar 4.

Gabungan dari nilai skor A dan skor B kemudian dengan melihat tabel metode REBA menghasilkan nilai skor C yaitu sebesar 3. Sementara itu frekuensi aktivitas yang dilakukan rendah (hanya dilakukan 2 kali sehari), maka total nilai skor final postur kerja aktivitas loading-unloading pada rak paling bawah dengan menggunakan metode REBA adalah sebesar 3 (low risk). Dengan demikian dapat dikatakan postur kerja aktivitas tersebut memiliki resiko keamanan yang rendah bagi tubuh para petani.

5.4.3 Penilaian Postur Kerja Aktivitas Penggunaan Kompor Biomassa

Aktivitas penggunaan kompor biomassa ditampilkan pada Gambar 5.10.

Sikap tubuh operator pada gambar tersebut yang digunakan dalam analisis postur kerja diasumsikan normal dan natural.

Gambar 5.10 Postur Kerja Aktivitas Penggunaan Kompor Biomassa

(24)

commit to user

V-24

Pemberian skor pada postur kerja aktivitas penggunan kompor biomassa ditunjukkan pada lampiran Gambar L.4. Berdasarkan penarikan sudut yang telah dilakukan pada Gambar 5.10 tersebut, untuk bagian tubuh A yang terdiri dari leher (neck), punggung (trunk), dan kaki (legs), terlihat bahwa postur leher membentuk sudut 14,10° (skor 1), punggung membentuk sudut 28,28° (skor 3), dan kaki membentuk sudut 153,56° (skor 3). Sedangkan beban yang diangkat pada aktivitas tersebut kurang dari 1 kg (skor 0). Dengan demikian untuk bagian tubuh A (neck, trunk, legs) dengan melihat tabel metode REBA, didapatkan total skor sebesar 5.

Untuk bagian tubuh B yaitu lengan tas (upper arm), lengan bawah (lower arm), dan pergelangan tangan (wrist), terlihat bahwa postur lengan atas membentuk sudut 72,02° (skor 3), lengan bawah membentuk sudut 31,81° (skor 2), dan pergelangan tangan membentuk sudut 10,95° (skor 1). Sedangkan beban yang diangkat pada aktivitas tersebut memiliki pegangan yang cukup baik (skor 0).

Dengan demikian untuk bagian tubuh B, dengan melihat tabel metode REBA, didapatkan total skor sebesar 4.

Gabungan dari nilai skor A dan skor B menghasilkan nilai skor C yaitu sebesar 5. Dengan demikian total nilai skor final postur kerja aktivitas loading- unloading pada rak paling bawah dengan menggunakan metode REBA adalah sebesar 5 (medium risk). Hal tersebut berarti aktivitas menggunakan kompor biomassa memiliki resiko keamanan bagi tubuh petani dalam skala sedang. Posisi kompor biomassa yang berada di bawah kabin pengering mengharuskan aktivitas tersebut dilakukan dengan posisi postur kerja yang kurang benar yaitu dengan berjongkok. Oleh karena itu perbaikan mungkin bisa dilakukan terhadap desain kompor biomassa pada rancangan alat pengering penelitian selanjutnya.

5.5 Analisis Ketercapaian Kebutuhan Pengguna

Analisis dilakukan untuk mengetahui apakah rancangan alat pengering yang dihasilkan sudah memenuhi kebutuhan pengguna. Dalam tahap awal pengembangan rancangan alat pengering, diketahui terdapat 8 kebutuhan pengguna yang dan 16 kebutuhan teknis alat pengering. Berdasarkan hasil desain rancangan, pengujian prototype, dan simulasi alat pengering; ketercapaian kebutuhan pengguna dan teknis rancangan alat pengering dijelaskan pada Tabel 5.5 berikut.

(25)

commit to user

V-25

Tabel 5.5 Ketercapaian Kebutuhan Pengguna dan Kebutuhan Teknis

No Kebutuhan Pengguna No Kebutuhan Teknis Ketercapaian

1 Alat pengering mudah digunakan

1 Set up alat mudah dilakukan 2 Loading/unloading rimpang jahe

mudah dilakukan

3

Pengeringan simplisia jahe dilakukan pada kedua sisi sekaligus (tidak perlu dibolak- balik)

2

Alat pengering bersumber kompor murah untuk beroperasi

4

Bahan bakar kompor terjangkau harganya atau dapat diperoleh di lingkungan desa Klaster

Biofarmaka Karanganyar

3

Perawatan alat pengering mudah dan murah

5

Perakitan komponen dan perbaikannya dapat dilakukan secara mandiri oleh petani

6 Biaya komponen terjangkau

petani

4 Alat pengering mudah

disimpan dan dipindah 7 Pemindahan alat pengering dapat

dilakukan oleh minimal 2 orang

5 Alat pengering awet dan kuat

8

Alat pengering tahan terhadap suhu luar (panas matahari dan malam hari)

9 Alat pengering tahan terhadap air

hujan

10 Kompor alat pengering tahan

terhadap panas api

6

Alat pengering mampu mengeringkan jahe menjadi simplisa yang dapat diterima industri atau pasar (lebih baik dari penjemuran langsung di alam terbuka)

11 Collector mampu menyerap

panas dengan baik

12 Panas pada kabinet pengering

rata pada seluruh bagian 13 Simplisa jahe yang dihasilkan

higienis

14

Kandungan penting pada jahe tidak hilang (suhu pengeringan 40-60°C)

7

Alat pengering mampu menampung banyak rimpang

15 Area pengeringan simplisa luas

8

Alat pengering mampu dibuat secara mandiri oleh petani

16

Assembly atau rancang bangun alat sederhana sesuai dengan skill/ketrampilan petani serta biaya material yang terjangkau

(26)

commit to user

V-26

Berdasarkan Tabel 5.5 tersebut, kebutuhan teknis ‘kemudahan set up alat’

sudah tercapai dengan rancangan alat pengering ini. Pada dasarnya alat pengering yang dirancang tidak memerlukan set up kecuali pada saat pertama kali diletakkan di area pengeringan. Desain collector, kabin pengering, dan kompor tidak permanen atau bisa dibongkar pasang sesuai kebutuhan proses pengeringan. Selain itu pada kaki-kaki bagian collector dan kabin pengering juga dilengkapi dengan roda yang memudahkan pergerakan alat pengering pada saat proses set up.

Kebutuhan teknis ‘loading/unloading rimpang jahe mudah dilakukan’ sudah tercapai dengan rancangan alat pengering yang telah dibuat. Berdasarkan analisis postur kerja pada saat operator melakukan aktivitas loading-unloading pada rak- rak di kabin pengering, terlihat bahwa proses loading dan unloading rimpang jahe dapat dilakukan dengan mudah dengan tingkat resiko postur kerja yang rendah.

Selain itu adanya handle wadah pengering yang terbuat dari material kayu memudahkan petani selama proses loading/unloading berlangsung.

Kebutuhan teknis ‘Pengeringan simplisia jahe dilakukan pada kedua sisi sekaligus (tidak perlu dibolak-balik)’ sudah tercapai dengan rancangan alat pengering yang telah dibuat. Pada rancangan desain alat pengering, wadah pengering dibuat dengan menggunakan material aluminium berongga seperti jaring (mesh). Hal ini memudahkan aliran udara panas dapat menjangkau ke semua sisi/bagian rimpang jahe yang dikeringkan. Dengan demikian proses pengeringan dapat dilakukan pada kedua sisi sekaligus tanpa perlu dibolak-balik.

Kebutuhan teknis ‘Bahan bakar kompor terjangkau harganya atau dapat diperoleh di lingkungan desa Klaster Biofarmaka Karanganyar’ sudah tercapai dengan rancangan alat pengering yang telah dibuat. Pada rancangan desain alat pengering, kompor yang digunakan adalah kompor biomassa yang artinya bahan bakar yang digunakan selama proses pembakaran berasal dari bahan-bahan organik seperti kayu bakar, arang, serabut kelapa, dan sebagainya. Bahan-bahan bakar tersebut merupakan bahan yang murah dan mudah ditemukan di sekitar lingkungan desa petani. Proses penggunaan kompor biomassa pada alat pengering yang dirancang pada penelitian ini juga cukup mudah. Yaitu dengan memasukkan bahan- bahan bakar tersebut ke dalam kompor untuk kemudian dibakar di dalamnya.

(27)

commit to user

V-27

Kebutuhan teknis ‘Perakitan komponen dan perbaikannya dapat dilakukan secara mandiri oleh petani’ sudah tercapai dengan rancangan alat pengering yang telah dibuat. Sebagian besar komponen dirakit dan disambungkan dengan menggunakan sekrup. Sehingga proses perakitan dan perbaikan komponen dapat dilakukan dengan mudah oleh para petani.

Kebutuhan teknis ‘Biaya komponen terjangkau petani’ sudah tercapai dengan rancangan alat pengering yang telah dibuat. Bahan material komponen-komponen dalam rancangan alat pengering sebagian besar terbuat dari kayu yang dapat mudah diperoleh di sekitar lingkungan desa petani. Sedangkan bahan material yang lain seperti kaca, seng, dan besi galvanium dapat dibeli dengan harga yang terjangkau oleh petani.

Kebutuhan teknis ‘Pemindahan alat pengering dapat dilakukan oleh minimal 2 orang’ sudah tercapai dengan rancangan alat pengering yang telah dibuat. Bagian kaki-kaki collector dan kabin pengering dilengkapi dengan roda-roda yang memungkinkan proses pemindahan alat pengering dapat dilakukan dengan mudah.

Sedangkan kompor biomassa walaupun terbuat dari material plat besi, bisa diangkat dan dipindahkan dengan mudah oleh satu orang karena dimensi dan massa nya yang tidak terlalu besar. Selain itu desain collector, kabin pengering, dan kompor bisa dilepas sehingga memudahkan proses pemindahan alat pengering.

Kebutuhan teknis ‘Alat pengering tahan terhadap suhu luar (panas matahari dan malam hari)’ sudah tercapai dengan rancangan alat pengering yang telah dibuat.

Prototype rancangan alat pengering menggunakan bahan-bahan yang kuat dan tahan terhadap perubahan suhu di lingkungan luar, baik itu pada saat siang hari ketika suhu tinggi atau pada saat malam hari ketika suhu rendah.

Kebutuhan teknis ‘Alat pengering tahan terhadap air hujan’ sudah tercapai dengan rancangan alat pengering yang telah dibuat. Desain rancangan alat pengering dibuat dengan rapat terutama pada bagian kabin pengering. Hal ini memungkinkan bagian dalam kabin pengering terhindar dari air hujan. Oleh karena itu proses pengeringan masih bisa dilakukan pada saat kondisi cuaca sedang hujan.

Kebutuhan teknis ‘Kompor alat pengering tahan terhadap panas api’ sudah tercapai dengan rancangan alat pengering yang telah dibuat. Bahan utama material kompor alat pengering terbuat dari plat besi eser yang berdasarkan pengujian secara

(28)

commit to user

V-28

langsung terhadap protoype, terbukti mampu untuk menahan suhu pembakaran yang tinggi (lebih dari 80°C).

Kebutuhan teknis ‘Collector mampu menyerap panas dengan baik’ sudah tercapai dengan rancangan alat pengering yang telah dibuat. Material solar collector terbuat dari material seng yang sudah sangat terbukti karakteristiknya dalam menangkap panas. Sedangkan adanya kaca di bagian atas solar collector memungkinkan panas dari sinar matahari terjebak di dalam collector akibat efek glazing yang ditimbulkan dari kaca tersebut. Berdasarkan simulasi proses pengeringan dan pengujian secara langsung terhadap prototype, collector yang dirancang terbukti sudah sangat baik dalam menangkap dan mendistribusikan udara panas ke dalam kabin pengering.

Kebutuhan teknis ‘Panas pada kabinet pengering rata pada seluruh bagian’

bisa dikatakan sudah tercapai dengan rancangan alat pengering yang telah dibuat.

Berdasarkan hasil pengujian secara langsung terhadap prototype alat pengering, diperoleh kesimpulan bahwa sebaran suhu di tiap-tiap rak tidaklah berbeda secara signifikan. Dengan demikian sebaran suhu di rak-rak alat pengering bisa dikatakan rata pada seluruh bagian.

Kebutuhan teknis ‘Simplisa jahe yang dihasilkan higienis’ sudah tercapai dengan rancangan alat pengering yang telah dibuat. Desain pada bagian collector dan kabin pengering dirancang dengan rapat, sehingga proses pengeringan bisa menghasilkan simplisia jahe yang higienis. Permasalahan asap pembakaran kompor yang masuk ke kabin pengering pada alat pengering Agassi (2014) saat menggunakan kompor biomassa juga dapat teratasi pada rancangan alat pengerin ini dikarenakan kompor mempunyai posisi di sisi bawah samping kabin pengering.

Sehingga kebocoran asap pembakaran dari kompor tidak akan masuk ke kabin pengering dan menyebabkan simplisia jahe hasil pengeringan menjadi tidak higienis.

Kebutuhan teknis ‘Kandungan penting pada jahe tidak hilang (suhu pengeringan 40-60°C)’ sudah tercapai dengan rancangan alat pengering yang telah dibuat. Dari hasil simulasi proses pengeringan dan pengujian secara langsung terhadap prototype alat pengering, baik pada saat menggunakan sumber panas sinar matahari maupun kompor biomassa diperoleh rata-rata suhu pengeringan di dalam

(29)

commit to user

V-29

kabin pengering sebesar 40-50°C dengan suhu tertinggi sebesar 60°C. Dengan demikian suhu pengeringan yang dihasilkan alat pengering ini sudah pada kondisi yang diinginkan. Sehingga kandungan penting pada jahe tidak akan mudah rusak/hilang. Pada tahapan perancangan tingkat detail, alat pengering yang dirancang direncanakan dilengkapi dengan mekanisme thermostat pada bagian bawah kompor. Thermostat ini berfungsi untuk mengontrol suhu proses pengeringan agar tidak terlalu tinggi sehingga dikhawatirkan merusak kandungan penting pada jahe. Setelah prototype alat pengering dibuat dan dilakukan pengujian secara langsung, suhu pengeringan di tiap rak pengering tidak terlalu tinggi dan masih dalam range yang diperbolehkan. Dengan demikian implementasi thermostat pada rancangan alat pengering ini tidak perlu dilakukan.

Kebutuhan teknis ‘Area pengeringan simplisa luas’ sudah tercapai dengan rancangan alat pengering yang telah dibuat. Desain rak pengering berdimensi panjang dan lebar sebesar 410 x 490 mm. Dengan jumlah rak pengering sebesar 16 buah, maka luas area pengeringan pada rancangan alat pengering sebesar 3,21 m2. Luas area pengeringan tersebut lebih besar dibandingkan dengan luas area pengeringan rancangan alat Agassi (2014) sebesar 2,39 m2. Dengan demikian jika diasumsikan 1 m2 dapat menampung sekitar 1,5-3 kilogram jahe basah, maka kapasitas alat pengering adalah sebesar 4-9 kilogram jahe basah.

Kebutuhan teknis ‘Assembly atau rancang bangun alat sederhana sesuai dengan skill/ketrampilan petani serta biaya material yang terjangkau’ sudah tercapai dengan rancangan alat pengering yang telah dibuat. Rancangan alat pengering didesain dengan sederhana dengan material yang murah tanpa mengurangi efektivitas dan efisiensi proses pengeringan. Sehingga para petani dapat membuat dan merakit alat pengering secara mandiri.

Referensi

Dokumen terkait

Perubahan job description tersebut dapat mengeliminasi seluruh aktivitas yang tidak bernilai tambah pada operator 14 dan meningkatkan nilai dari aktivitas yang bernilai

Pada grafik reaksi perletakan Z diatas dapat terlihat kenaikan beban yang signifikan terjadi antara kondisi awal sampai dengan kondisi akhir. Reaksi pada kondisi akhir digunakan

Pada Tabel 5.8 sampai Tabel 5.10 dapat dilihat hasil perhitungan total biaya maintenance dan kerugian yang dikeluarkan serta keandalan yang dicapai dari tiap mesin dan

Berdasarkan gambar 5.1 yang merupakan hasil pembobotan untuk masing- masing merit dapat diketahui jika merit yang menjadi pertimbangan terbesar adalah costs dengan

Hal ini dikarenakan pada awal penyimpanan hari ke-1 menuju penyimpanan hari ke-7 terjadi perubahan struktur antosianin dari flavylium (merah) menjadi chalcone (colorless),

Penetapan Kadar Air Hasil yang diperoleh pada penetapan kadar air simplisia dapat dilihat pada Tabel V.4 dan selengkapnya pada Lampiran 3 Tabel V.4Hasil penetapan kadar air Sampel %

Tabel V.2.Hasil Parameter Kadar Sari Larut Air dan Etanol Parameter Kadar Sari Larut Air Kadar Sari Larut Etanol Simplisia 8,25% 1,52% Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa

Berikut hasil penetapan parameter standar simplisia dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel V.1Hasil penetapan parameter standar simplisia Simplisia Kadar air 4% Kadar abu total