Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis
Prinsip pengeringan lapisan tipis pada dasarnya adalah mengeringkan bahan sampai kadar air bahan mencapai kadar air keseimbangannya. Sesuai dengan kondisi bahan yang seragam dalam lapisan, maka penampilan pengeringan lapisan tipis merupakan gambaran dari penampilan pengeringan individual bahan. Oleh sebab itu, untuk memprediksi penampilan pengeringan lapisan tipis dapat didekati dengan tampilan pengeringan individu bahan lapisan tipis (Anwar 1992).
Perubahan Kadar Air Terhadap Waktu
Proses pengeringan temu putih terjadi dari kadar air awal sekitar 90%bb sampai kadar air mendekati kesetimbangan yang berkisar antara 7.95%bb hingga 19.3%bb, tergantung pada perlakuan suhu dan RH saat pengeringan berlangsung.
Dari hasil penelitian diperoleh kurva penurunan kadar air terhadap waktu. Waktu pengeringan rimpang temu putih bervariasi menurut tingkatan suhu, kelembaban udara dan kecepatan udara. Tabel 3 dan 4 menampilkan data kadar air awal dan akhir serta waktu pengeringannya pada masing-masing perlakuan.
Tabel 3. Data kadar air dan waktu pengeringan pada suhu 50 °C
Suhu (°C) RH(%) Kadar air (%bb) Kadar air (%bk) Waktu pengeringan (menit)
Awal Akhir Awal Akhir
50
20 88.42 9.16 763.55 10.08 420
30 89.50 9.19 852.47 10.12 385
40 90.49 8.14 952.41 8.72 400
50 88.53 19.30 771.83 23.92 545
Tabel 3 (perlakuan T 50 ºC dengan RH berbeda) menunjukkan kadar air awal temu putih sekitar 89%bb dan kadar air akhir temu putih bervariasi menurut kombinasi kelembaban. Suhu 50 o C dengan RH 30% memiliki waktu pengeringan tercepat yaitu 385 menit dan kadar air akhir terendah yaitu 8.72 %bk.
Waktu pengeringan terlama yaitu 545 menit terjadi pada perlakuan RH 50%
dengan kadar air akhir sebesar 23.92%bk. Perlakuan RH 20%, mengalami sedikit
kesulitan pada alat untuk mencapai set poin yang diinginkan, sehingga waktu
yang dibutuhkan untuk mengeringkan temu putih lebih lama dibandingkan
perlakuan dengan RH 30%, yaitu 420 menit dengan kadar air akhir 10.08%bk.
29
Perlakuan perbedaan RH tidak memberikan pengaruh yang konsisten terhadap penurunan kadar air maupun terhadap waktu pengeringan. Perlakuan RH yang rendah pada proses ini menyebabkan besarnya internal resistance difusi air pada bagian dalam bahan ke permukaan dibandingkan dengan eksternal resistance dari permukaan bahan ke udara luar, sehingga menyulitkan air dalam bahan untuk bergerak ke permukaan yang menyebabkan waktu pengeringan lebih lama.
Tabel 4. Data kadar air dan waktu pengeringan pada RH 40%
RH (%)
40
Suhu (°C) Kadar air (%bb) Kadar air (%bk) Waktu pengeringan
(menit)
Awal Akhir Awal Akhir
50 90.27 9.06 927.74 9.96 370
60 91.26 8.17 1036.36 8.90 255
70 92.70 7.95 1269.86 8.63 225
Perlakuan RH 40% dengan suhu berbeda (Tabel 4) menunjukkan T 70 °C membutuhkan waktu pengeringan tercepat yaitu 225 menit dengan kadar air akhir 8.63%bk, dan waktu pengeringan terlama terjadi pada T 50 °C yang mencapai 370 menit dengan kadar air akhir 9.96%bk. Dari hasil tersebut diatas dapat disimpulkan semakin tinggi suhu serta rendahnya kelembaban maka waktu pengeringan akan semakin singkat. Waktu pengeringan juga dipengaruhi oleh kadar air awal bahan, semakin tinggi kadar air awalnya maka semakin lama waktu yg digunakan untuk mencapai kadar air keseimbangannnya pada lingkungan tertentu.
Pada Tabel 4 kadar air awal sekitar 90%bb karena bahan yang digunakan untuk pengeringan langsung berasal dari pemasok dan belum mengalami penyimpanan di lemari pendingin. Hal lain yang mempengaruhi adalah bagian rimpang yang digunakan untuk pengeringan memiliki lebih banyak air daripada seratnya, sedangkan pada Tabel 3 terdapat kadar air awal bahan sekitar 88%bb karena bahan telah disimpan dalam lemari pendingin selama beberapa hari sebelum dikeringkan, sehingga mengurangi kadar air awal bahan saat digunakan.
Kurva penurunan kadar air pada perlakuan T 50 °C dengan RH berbeda
dapat dilihat pada Gambar 7, dimana gambar menunjukkan penurun kadar air
yang terjadi dengan cepat dan terus menerus sejak awal pengeringan berlangsung
hingga 100 menit pertama, kemudian terjadi penurunan kadar air yang lambat hingga pengeringan berakhir. Hal ini sangat terlihat jelas pada perlakuan RH rendah, sedangkan pada RH 50% penurunan kadar air terjadi lebih landai dan waktu pengeringan juga lebih lama.
Gambar 7. Kurva penurunan kadar air terhadap waktu pada suhu 50 o C Kurva penurunan kadar air pada perlakuan RH 40% dengan suhu berbeda ditunjukkan pada Gambar 8, dimana terlihat penurunan kadar air pada pada suhu 70 ºC lebih menurun dengan cepat pada 100 menit pertama dibandingkan dengan suhu 50 ºC.
Penurunan kadar air yang relatif besar diawal pengeringan, disebabkan pada tahap tersebut masih terdapat massa air pada permukaan bahan dalam jumlah besar, sehingga terjadi perpindahan massa dari bahan ke udara dalam bentuk uap air sampai tekanan uap air pada permukaan akan menurun. Pada tahap berikutnya, terjadi perpindahan air dari dalam bahan ke permukaan secara difusi yang menyebabkan penurunan kadar air terjadi secara lambat. Pada akhirnya setelah air bahan berkurang, tekanan uap air bahan akan menurun sampai terjadi keseimbangan dengan udara sekitarnya dan tidak ada lagi perpindahan air.
Demikianlah terjadi bentuk kurva yang semakin landai pada akhir pengeringan hingga tercapai keseimbangan.
0 500 1000 1500
0
K a da r a ir ( %b k )
hingga 100 menit pertama, kemudian terjadi penurunan kadar air yang lambat hingga pengeringan berakhir. Hal ini sangat terlihat jelas pada perlakuan RH rendah, sedangkan pada RH 50% penurunan kadar air terjadi lebih landai dan waktu pengeringan juga lebih lama.
Gambar 7. Kurva penurunan kadar air terhadap waktu pada suhu 50 o C Kurva penurunan kadar air pada perlakuan RH 40% dengan suhu berbeda ditunjukkan pada Gambar 8, dimana terlihat penurunan kadar air pada pada suhu 70 ºC lebih menurun dengan cepat pada 100 menit pertama dibandingkan dengan suhu 50 ºC.
Penurunan kadar air yang relatif besar diawal pengeringan, disebabkan pada tahap tersebut masih terdapat massa air pada permukaan bahan dalam jumlah besar, sehingga terjadi perpindahan massa dari bahan ke udara dalam bentuk uap air sampai tekanan uap air pada permukaan akan menurun. Pada tahap berikutnya, terjadi perpindahan air dari dalam bahan ke permukaan secara difusi yang menyebabkan penurunan kadar air terjadi secara lambat. Pada akhirnya setelah air bahan berkurang, tekanan uap air bahan akan menurun sampai terjadi keseimbangan dengan udara sekitarnya dan tidak ada lagi perpindahan air.
Demikianlah terjadi bentuk kurva yang semakin landai pada akhir pengeringan hingga tercapai keseimbangan.
100 200 300 400 500
waktu (menit)
hingga 100 menit pertama, kemudian terjadi penurunan kadar air yang lambat hingga pengeringan berakhir. Hal ini sangat terlihat jelas pada perlakuan RH rendah, sedangkan pada RH 50% penurunan kadar air terjadi lebih landai dan waktu pengeringan juga lebih lama.
Gambar 7. Kurva penurunan kadar air terhadap waktu pada suhu 50 o C Kurva penurunan kadar air pada perlakuan RH 40% dengan suhu berbeda ditunjukkan pada Gambar 8, dimana terlihat penurunan kadar air pada pada suhu 70 ºC lebih menurun dengan cepat pada 100 menit pertama dibandingkan dengan suhu 50 ºC.
Penurunan kadar air yang relatif besar diawal pengeringan, disebabkan pada tahap tersebut masih terdapat massa air pada permukaan bahan dalam jumlah besar, sehingga terjadi perpindahan massa dari bahan ke udara dalam bentuk uap air sampai tekanan uap air pada permukaan akan menurun. Pada tahap berikutnya, terjadi perpindahan air dari dalam bahan ke permukaan secara difusi yang menyebabkan penurunan kadar air terjadi secara lambat. Pada akhirnya setelah air bahan berkurang, tekanan uap air bahan akan menurun sampai terjadi keseimbangan dengan udara sekitarnya dan tidak ada lagi perpindahan air.
Demikianlah terjadi bentuk kurva yang semakin landai pada akhir pengeringan
hingga tercapai keseimbangan.
31
Gambar 8. Kurva penurunan kadar air terhadap waktu pada RH 40%
Dari Gambar 7 dan 8 terlihat bahwa semakin tinggi suhu pengeringan serta semakin rendah kelembaban udaranya maka kemampuan untuk mengeringkan bahan akan semakin cepat dan waktu pengeringan akan berlangsung singkat. Hal ini dipengaruhi oleh semakin besarnya energi panas yang dibawa sehingga kemampuan memenuhi panas laten penguapan semakin meningkat.
Perubahan Laju Pengeringan Terhadap Waktu
Laju pengeringan menunjukkan banyaknya air yang diuapkan per satuan waktu. Dalam proses pengeringan, laju pengeringan dipengaruhi oleh suhu, kecepatan udara pengering juga kelembaban udara . Semakin tinggi suhu dan kecepatan udara pengering serta semakin rendah kelembaban udara yang digunakan maka semakin tinggi pula laju udara pengeringnya.
Grafik hubungan antara laju pengeringan dan waktu dapat dilihat pada Gambar 9 dan 10, yang menunjukkan bahwa selama proses pengeringan terjadi periode laju pengeringan menurun. Gambar 9, pada RH 20%, 30%, 40%
menunjukkan laju pengeringan menurun pertama pada 170 menit pengeringan berlangsung, kemudian terjadi laju pengeringan menurun kedua hingga pengeringan berakhir. Gambar 10, T 70 ºC mengalami laju pengeringan menurun drastis jika dibandingkan T 50 ºC pada 100 menit pertama.
0 500 1000 1500
0
K a da r a ir ( %b k )
31
Gambar 8. Kurva penurunan kadar air terhadap waktu pada RH 40%
Dari Gambar 7 dan 8 terlihat bahwa semakin tinggi suhu pengeringan serta semakin rendah kelembaban udaranya maka kemampuan untuk mengeringkan bahan akan semakin cepat dan waktu pengeringan akan berlangsung singkat. Hal ini dipengaruhi oleh semakin besarnya energi panas yang dibawa sehingga kemampuan memenuhi panas laten penguapan semakin meningkat.
Perubahan Laju Pengeringan Terhadap Waktu
Laju pengeringan menunjukkan banyaknya air yang diuapkan per satuan waktu. Dalam proses pengeringan, laju pengeringan dipengaruhi oleh suhu, kecepatan udara pengering juga kelembaban udara . Semakin tinggi suhu dan kecepatan udara pengering serta semakin rendah kelembaban udara yang digunakan maka semakin tinggi pula laju udara pengeringnya.
Grafik hubungan antara laju pengeringan dan waktu dapat dilihat pada Gambar 9 dan 10, yang menunjukkan bahwa selama proses pengeringan terjadi periode laju pengeringan menurun. Gambar 9, pada RH 20%, 30%, 40%
menunjukkan laju pengeringan menurun pertama pada 170 menit pengeringan berlangsung, kemudian terjadi laju pengeringan menurun kedua hingga pengeringan berakhir. Gambar 10, T 70 ºC mengalami laju pengeringan menurun drastis jika dibandingkan T 50 ºC pada 100 menit pertama.
100 200 300 400 500
waktu (menit)
31
Gambar 8. Kurva penurunan kadar air terhadap waktu pada RH 40%
Dari Gambar 7 dan 8 terlihat bahwa semakin tinggi suhu pengeringan serta semakin rendah kelembaban udaranya maka kemampuan untuk mengeringkan bahan akan semakin cepat dan waktu pengeringan akan berlangsung singkat. Hal ini dipengaruhi oleh semakin besarnya energi panas yang dibawa sehingga kemampuan memenuhi panas laten penguapan semakin meningkat.
Perubahan Laju Pengeringan Terhadap Waktu
Laju pengeringan menunjukkan banyaknya air yang diuapkan per satuan waktu. Dalam proses pengeringan, laju pengeringan dipengaruhi oleh suhu, kecepatan udara pengering juga kelembaban udara . Semakin tinggi suhu dan kecepatan udara pengering serta semakin rendah kelembaban udara yang digunakan maka semakin tinggi pula laju udara pengeringnya.
Grafik hubungan antara laju pengeringan dan waktu dapat dilihat pada Gambar 9 dan 10, yang menunjukkan bahwa selama proses pengeringan terjadi periode laju pengeringan menurun. Gambar 9, pada RH 20%, 30%, 40%
menunjukkan laju pengeringan menurun pertama pada 170 menit pengeringan berlangsung, kemudian terjadi laju pengeringan menurun kedua hingga pengeringan berakhir. Gambar 10, T 70 ºC mengalami laju pengeringan menurun drastis jika dibandingkan T 50 ºC pada 100 menit pertama.
500
Gambar 9. Kurva laju pengeringan terhadap waktu pada suhu 50 o C
Gambar 10. Kurva laju pengeringan terhadap waktu pada RH 40%
Perubahan Laju Pengeringan terhadap Kadar Air
Laju pengeringan dipengaruhi oleh kandungan air dalam bahan. Grafik yang menggambarkan hubungan antara laju pengeringan dan kadar air terlihat pada Gambar 11 dan Gambar 12. Berdasarkan grafik yang ada terlihat bahwa penurunan laju pengeringan menurun cepat terjadi pada saat kadar air bahan tinggi kemudian akan turun secara perlahan-lahan sesuai dengan menurunnya kadar air yang terdapat dalam bahan tersebut.
0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12
0 200 400 600
L P ( % b k /m e ni t)
Waktu (menit)
RH 20 RH 30 RH 40 RH 50
0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12
0 200 400 600
L P (% b k /m n t)
waktu (menit)
T=70C
T=60C
T=50C
33
Gambar 11. Kurva laju pengeringan terhadap kadar air pada suhu 50 o C Pada Gambar 11 dan 12 tidak terjadi laju pengeringan tetap pada awal pengeringan, sehingga dapat dikatakan bahwa pada pengeringan lapisan tipis temu putih proses difusi merupakan proses yang dominan terjadi sejalan dengan pergerakan air dari dalam bahan ke permukaan selama pengeringan. Hal ini sesuai dengan Manalu et al. (2009).
Gambar 12. Kurva laju pengeringan terhadap kadar air pada RH 40%
Gambar 11, pada perlakuan suhu 50 °C untuk RH 20% dan 30% , terlihat grafik yang berhimpit. Hal ini disebabkan karena kadar air bahan yang relatif sama dan penurunan kadar air dengan perlakuan perbedaan RH yang kecil tidak berpengaruh signifikan terhadap laju pengeringan. Perlakuan RH yang rendah
0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12
0 200
L P ( %b k /m n t)
33
Gambar 11. Kurva laju pengeringan terhadap kadar air pada suhu 50 o C Pada Gambar 11 dan 12 tidak terjadi laju pengeringan tetap pada awal pengeringan, sehingga dapat dikatakan bahwa pada pengeringan lapisan tipis temu putih proses difusi merupakan proses yang dominan terjadi sejalan dengan pergerakan air dari dalam bahan ke permukaan selama pengeringan. Hal ini sesuai dengan Manalu et al. (2009).
Gambar 12. Kurva laju pengeringan terhadap kadar air pada RH 40%
Gambar 11, pada perlakuan suhu 50 °C untuk RH 20% dan 30% , terlihat grafik yang berhimpit. Hal ini disebabkan karena kadar air bahan yang relatif sama dan penurunan kadar air dengan perlakuan perbedaan RH yang kecil tidak berpengaruh signifikan terhadap laju pengeringan. Perlakuan RH yang rendah
200 400 600 800 1000 1200
Kadar air(%bk)
33
Gambar 11. Kurva laju pengeringan terhadap kadar air pada suhu 50 o C Pada Gambar 11 dan 12 tidak terjadi laju pengeringan tetap pada awal pengeringan, sehingga dapat dikatakan bahwa pada pengeringan lapisan tipis temu putih proses difusi merupakan proses yang dominan terjadi sejalan dengan pergerakan air dari dalam bahan ke permukaan selama pengeringan. Hal ini sesuai dengan Manalu et al. (2009).
Gambar 12. Kurva laju pengeringan terhadap kadar air pada RH 40%
Gambar 11, pada perlakuan suhu 50 °C untuk RH 20% dan 30% , terlihat grafik yang berhimpit. Hal ini disebabkan karena kadar air bahan yang relatif sama dan penurunan kadar air dengan perlakuan perbedaan RH yang kecil tidak berpengaruh signifikan terhadap laju pengeringan. Perlakuan RH yang rendah
1200
pada proses ini menyebabkan besarnya internal resistance difusi air pada bagian dalam bahan ke permukaan dibandingkan dengan eksternal resistance dari permukaan bahan ke udara luar, sehingga menyulitkan air dalam bahan untuk bergerak ke permukaan yang menyebabkan laju pengeringan sedikit terhambat.
Nilai k, A dan n dari Model Pengeringan Lapisan Tipis Temu Putih
Konstanta pengeringan merupakan paduan unsur difusivitas dan geometris.
Nilai koefisien pengeringan (k) dan konstanta A dan n yang diperoleh pada pengeringan temu putih ini berasal dari data penurunan kadar air yang merupakan hasil curve fitting dari data empirik. Tiap-tiap model pengeringan menghasilkan konstanta pengeringan tersendiri. Oleh karena itu nilai konstanta pengeringan akan berbeda dan hanya berlaku pada selang suhu dan kadar air tertentu (Brooker et al. 1974). Pendekatan bentuk untuk temu putih adalah pendekatan bentuk geometris tipe lempeng tak hingga.
Koefisien pengeringan merupakan karakteristik bahan dalam mempertahankan air yang terkandung didalamnya terhadap pengaruh udara panas, dimana k dinyatakan sebagai persatuan waktu (1/menit atau 1/jam). Makin tinggi nilai k, makin cepat suatu bahan membebaskan airnya. Menurut Brooker et al.
(1992) k tergantung pada tipe bahan, suhu bahan dan kelembaban bahan itu sendiri. Nilai A dan k pada persamaan Henderson dan Pabis diperoleh dari hubungan semi-logaritmik antara MR dan waktu, sedangkan k merupakan nilai slope dari hubungan tersebut. Nilai k pada persamaan Lewis juga diperoleh dengan cara membuat hubungan semi-logaritmik antara MR dan waktu, sedangkan nilai k dan n pada persamaan Page diperoleh dengan membuat grafik log-log hubungan antara MR dan waktu, dimana n merupakan nilai slop positif.
Tabel 5 dan 6 menampilkan nilai k dan konstanta n, A untuk pendekatan model Lewis, Henderson dan Pabis, Page yang digunakan dengan berbagai perlakuan suhu dan kelembaban udara.
Nilai k model Page pada perlakuan RH 40% dengan suhu berbeda berkisar
antara 0.0034 mnt -1 – 0.0048 mnt -1 , sedangkan nilai k pada model Henderson dan
Pabis berkisar antara 0.0108 mnt -1 – 0.0140 mnt -1 . Pada perlakuan suhu 50 ºC
dengan RH berbeda nilai k model Page berkisar 0.0032 mnt -1 – 0.0067 mnt -1 dan
35
nilai k model Henderson dan Pabis berkisar 0.0085 mnt -1 – 0.0135 mnt -1 . Dari Tabel 5 dan 6 dapat dilihat semakin tinggi suhu dan semakin rendah RH yang digunakan dalam pengeringan maka koefisien pengeringan akan semakin tinggi, sehingga kemampuan untuk membebaskan air akan semakin besar dan waktu pengeringanpun akan semakin cepat.
Tabel 5. Nilai konstanta pengeringan pada RH 40%
Nilai konstanta persamaan MR (RH = 40%)
T Model k(1/mnt) A n
Lewis 0.0128
70 ºC Henderson & Pabis 0.0140 1.1011
Page 0.0034 1.3124
Lewis 0.0114
60 ºC Henderson & Pabis 0.0122 1.0733
Page 0.0041 1.2374
Lewis 0.0103
50 ºC Henderson & Pabis 0.0108 1.0589
Page 0.0048 1.1690
Tabel 6. Nilai konstanta pengeringan pada T 50 ºC Nilai konstanta persamaan MR (T = 50 ºC)
RH Model k (1/mnt) A n
50%
Lewis 0.0080
Henderson & Pabis 0.0085 1.0646
Page 0.0032 1.1955
40%
Lewis 0.0103
Henderson & Pabis 0.0108 1.0592
Page 0.0045 1.1834
30%
Lewis 0.0123
Henderson & Pabis 0.0130 1.0646
Page 0.0053 1.1910
20%
Lewis 0.0127
Henderson & Pabis 0.0135 1.0612
Page 0.0067 1.1393
Pengujian Model Pengeringan Lapisan Tipis Temu Putih
Perhitungan pengeringan lapisan tipis temu putih dilakukan dengan
menggunakan model semi teoritis. Model yang digunakan adalah model Lewis,
Henderson dan Pabis, dan Page. Perhitungan dilakukan dengan menurunkan persamaan menjadi persamaan linear sederhana seperti yang terlihat pada Tabel 2.
Kemudian dilakukan analisa error untuk melihat keabsahan model dengan menggunakan RMSE dan EF.
Nilai rata-rata error model Page berada pada kisaran 0.0013 sampai 0.0029, dapat dilihat pada tabel 7 dibawah ini.
Tabel 7. Analisa error model pada semua perlakuan Analisa error RMSE
Suhu RH Lewis Henderson & Pabis Page
50 ºC
50% 0.0248 0.0194 0.0011
40% 0.0242 0.0188 0.0029
30% 0.0242 0.0184 0.0008
20% 0.0199 0.0147 0.0003
Rata-rata 0.0232 0.0178 0.0013
70ºC
40%
0.0539 0.0442 0.0037
60ºC 0.0373 0.0433 0.0039
50ºC 0.0250 0.0194 0.0011
Rata-rata 0.0387 0.0356 0.0029
Model Henderson dan Pabis dan model Lewis memiliki nilai error lebih besar jika dibandingkan dengan model Page, yaitu berkisar 0.0147 sampai 0.0442 untuk semua perlakuan pada model Henderson dan Pabis, dan 0.0199 sampai 0.0539 untuk semua perlakuan pada model Lewis. Asumsi kedua model tersebut yang tidak memasukkan faktor penyusutan dalam perhitungannya dianalisa kembali dengan memasukkan nilai penyusutan yang telah diperoleh dan kemudian melihat hasil model modifikasi terhadap karakteristik pengeringan temu putih.
Nilai EF yang tertinggi adalah nilai pada model Page. Dimana nilai rata-
rata EF pada suhu 50 ºC dengan RH berbeda adalah 0.9970 dan nilai EF rata-rata
pada RH 40% dengan suhu berbeda adalah 0.9943. Nilai EF untuk model
Henderson dan Pabis memiliki nilai terendah berkisar 0.9870 sampai 0.9954
untuk semua perlakuan, sehingga dapat disimpulkan bahwa model Page dapat
menggambarkan karakteristik pengeringan lapisan tipis temu putih dengan baik
dengan nilai RMSE terendah dan EF tertinggi dengan persentase rata-rata pada
semua perlakuan adalah 99.43% sampai 99.70%.
37
Tabel 8. Analisa EF model pada semua perlakuan Analisa EF
Suhu RH Lewis Henderson & Pabis Page
50 ºC
50% 0.9917 0.9949 0.9979
40% 0.9937 0.9963 0.9912
30% 0.9923 0.9956 0.9993
20% 0.9904 0.9951 0.9995
Rata-rata 0.9920 0.9954 0.9970
70ºC
40%
0.9953 0.9804 0.9934
60ºC 0.9798 0.9854 0.9909
50ºC 0.9923 0.9954 0.9988
Rata-rata 0.9891 0.9870 0.9943
Untuk mengetahui ketepatan model yang dipakai dalam menggambarkan penampilan pengeringan lapisan tipis temu putih perlu dilakukan perbandingan antara data percobaan dan data hasil perhitungan. Gambar 13 (a),(b),(c) dan (d) serta Gambar 14 (a), (b) dan (c) menunjukkan penggambaran model Lewis,
(a) (b)
(c) (d)
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
0 120 240 360 480 600
MR
waktu (menit)
Data Lewis
Henderson & Pabis Page
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
0 120 240 360 480 600
MR
waktu (Menit)
Data Lewis
Henderson & Pabis Page
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
0 120 240 360 480 600
MR
waktu (menit)
Data Lewis
Henderson & Pabis Page
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
0 120 240 360 480 600
MR
waktu (menit)
Data Lewis
Henderson & Pabis Page
Gambar 13. Kurva hubungan antara MR dengan waktu pada suhu 50 ºC :
(a). RH 20%; (b). RH 30%; (c). RH 40% ; (d). RH 50%
untuk semua perlakuan, sehingga dapat disimpulkan bahwa model Page dapat Henderson dan Pabis, serta Page pada masing-masing suhu dan kelembaban udara.
Gambar 13 dan 14 memperlihatkan bahwa nilai MR dari model Page sangat mendekati data, sehingga dapat dikatakan dari uji keabsahan model diketahui bahwa model Page dapat menggambarkan karakteristik pengeringan lapisan tipis temu putih dengan baik.
(c)
Gambar 14. Kurva hubungan antara MR dengan waktu pada RH 40% : (a). T 70 °C; (b). T 60 °C; (c). T 50 °C
Penyusutan Selama Pengeringan
Penyusutan pada temu putih selama pengeringan terjadi karena menguapnya air selama proses pengeringan. Difusivitas pada bahan akan berkurang dengan berkurangnya kadar air. Penyusutan dan perubahan bentuk bahan yang
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
0 120 240 360
MR
waktu (menit)
Data Lewis
Henderson & Pabis Page
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
0 120 240 360
MR
waktu (menit)
Data Lewis
Henderson & Pabis Page
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
0 120 240 360
MR
waktu (menit)
Data Lewis
Henderon & Pabis Page
(a) (b)
39
dikeringkan juga tergantung pada struktul awal bahan serta komposisi kimia (Lewicki et al. 1994).
Perubahan Area Bahan terhadap Waktu
Penyusutan terhadap temu putih selama pengeringan berlangsung dapat dilihat pada Gambar 15 dan 16. Gambar 15 menunjukkan hubungan antara rasio area penyusutan (AR) yang terjadi pada perlakuan RH 40% dengan suhu berbeda, dimana terlihat bahwa semakin tinggi suhu pengeringan maka AR terlihat menurun secara drastis jika dibandingkan dengan AR pada suhu rendah. Hal ini terjadi karena disaat awal pengeringan penguapan air pada bahan cukup tinggi dan semakin lama semakin menurun dalam jangka waktu yang relatif lama.
Gambar 15. Kurva AR selama pengeringan pada RH 40%
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
0 60 120 180 240 300 360
AR
Waktu (menit)
T = 70 C
T = 60 C
T = 50 C
Gambar 16. Kurva AR selama pengeringan pada T 50 ºC
Gambar 16 menunjukkan hubungan antara AR selama pengeringan pada perlakuan T 50 °C dengan RH berbeda. Terlihat bahwa semakin rendah RH yang digunakan untuk mengeringkan bahan, maka AR akan semakin turun dengan cepat, begitu juga sebaliknya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi suhu dan semakin rendah RH maka AR yang terjadi selama pengeringan akan semakin besar.
Presentase penyusutan pada perlakuan RH 40% mencapai 78% pada suhu 70 °C dan 67% pada suhu 50 °C, sedangkan persentase penyusutan pada perlakuan suhu 50 °C mencapai 56% pada RH 20% dan 65% pada RH 50%. Hal ini dikarenakan pada RH rendah udara kering menyebabkan proses penyusutan terjadi lebih cepat dibandingkan pada perlakuan RH yang tinggi dimana penyusutan bahan terjadi secara perlahan, hal ini menyebabkan persentase penyusutan bahan pada RH 50 % lebih besar dibandingkan pada RH 20%.
Hubungan AR dan MR
Grafik hubungan antara rasio area penyusustan dengan rasio penurunan kadar air dibuat untuk melihat seberapa besar pengaruh penyusutan yang terjadi terhadap karakteristik pengeringan. Hubungan ini dapat dilihat pada Gambar 17 dan Gambar 18. Gambar 17 menunjukkan hubungan antara AR dan MR hampir linear, dimana nilai koefisien determinasi (R 2 ) pada RH=40% adalah 0.97 untuk suhu 70°C, 0.997 untuk T=60°C, 0.988 untuk T=50°C. Sedangkan Gambar 18
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
0 60 120 180 240 300 360 420 480
AR
Waktu (menit)
RH 20%
RH 30%
RH 40%
RH 50%
41
memperlihatkan nilai R 2 untuk semua perlakuan pada T=50°C adalah RH 50% = 0.959, RH 40% = 0.988, RH 30% = 0.923, RH 20% = 0.93. Dari hasil nilai R 2 tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin besar rasio perubahan kadar air yang terjadi maka semakin besar pula rasio area penyusutan selama pengeringan berlangsung.
Pada Gambar 17 dapat dilihat bahwa pada suhu 60°C AR dan MR mendekati linier jika dibandingkan dengan suhu 50°C dan 70°C yang memperlihatkan kurva yang berhimpit diawal penurunan kadar air, kemudian terlihat cenderung lebih cembung / cekung. Hal ini disebabkan pada awal pengeringan masih terdapat air yang cukup banyak dipermukaan bahan dan penyusutan yang terjadi sejalan dengan penurunan kadar airnya, setelah itu terjadi
Gambar 17. Kurva hubungan rasio perubahan kadar air (MR) dengan rasio area penyusutan (AR) yang terjadi selama pengeringan (RH 40%) difusi air dari bagian dalam temu putih ke permukaan dan dari permukaan bahan ke udara bebas yang menyebabkan AR tidak linier dengan MR. Bisa dikatakan bahwa untuk suhu 60°C penyusutan yang terjadi sejalan dengan penurunan kadar air selama pengeringan dengan koefisien korelasi (r) sebesar 0.998 dimana terlihat setelah MR turun sebesar 80%, penyusutan AR pun turun sebesar 80% hal ini berlangsung sampai tidak terlihat lagi rasio penyusutan dan penurunan kadar air.
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
AR
MR
T = 70 C T = 60 C T = 50 C
R
2= 0.970
R
2= 0.997
R
2= 0.988
Gambar 18. Kurva Kurva hubungan rasio perubahan kadar air (MR) dengan rasio area penyusutan (AR) yang terjadi selama pengeringan (T=50°C) Gambar 18 menunjukkan bahwa perlakuan perbedaan RH pada suhu 50°C juga mempengaruhi hubungan AR dan MR. Pada RH 40%, koefisien korelasi sebesar 0,994, sehingga dapat disimpulkan perlakuan RH 40% adalah perlakuan yang lebih baik jika dibandingkan dengan RH lainnya, dimana terlihat setelah MR turun sebesar 50%, penyusutan AR juga turun sebesar 50%.
Koefisien Pengeringan Sebagai Fungsi Rasio Penyusutan Area
Kajian keabsahan model pengeringan yang telah dibahas sebelumnya menghasilkan bahwa model Page merupakan model yang dapat menggambarkan karakteristik pengeringan dengan baik dibandingkan model lainnya, sedangkan model Henderson dan Pabis adalah model dengan nilai EF terendah dan error tertinggi. Model Henderson dan Pabis dan model Lewis perlu diperbaiki dengan memperhitungkan AR selama pengeringan berlangsung.
Modifikasi Model Henderson dan Pabis
Koefisien pengeringan yang merupakan fungsi dari AR dimasukkan dalam persamaan MR = A exp (-kt), sehingga diperoleh hubungan yang dapat memperbaiki MR dari model Henderson dan Pabis dimana nilainya mendekati nilai dari MR data.
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
AR
MR
RH = 50%
RH = 40%
RH = 30%
RH = 20%
R
2= 0.959
R
2= 0.988
R
2= 0.923
R
2= 0.930
43
Gambar 19. Kurva hubungan MR data dengan MR perhitungan pada T 50 °C Gambar 19 terlihat hubungan antara MR data dengan MR perhitungan pada perlakuan T 50 °C dengan RH berbeda yang telah dimodifikasi dengan memasukkan faktor AR pada persamaan Henderson dan Pabis. Model Henderson dan Pabis hasil modifikasi menghasilkan nilai EF yang berubah dari rata-rata 99.54% menjadi 98.85%. Penurunan nilai EF ini menunjukkan bahwa perhitungan hasil modifikasi belum mampu memperbaiki model menjadi lebih baik. Hal ini disebabkan karena perhitungan model Henderson dan Pabis diambil dari data percobaan yang dilakukan, dimana selama pengeringan terjadi telah mengakomodasi penurunan kadar air serta penyusutan bahan selama pengeringan, sehingga model awal lebih baik dibandingkan hasil modifikasi.
Gambar 20 menunjukkan hubungan antara MR data dengan MR perhitungan pada perlakuan RH 40% dengan suhu berbeda yang memasukkan faktor AR pada persamaan yang sama. Nilai EF hasil perhitungan ini berubah dari rata-rata 98.70% menjadi 98.12% Gambar 19 dan 20 menyimpulkan bahwa nilai penyusutan tidak berpengaruh significant terhadap persamaan semi teoritis yang dikemukakan oleh Henderson dan Pabis, dimana nilai effisiensi model tersebut menjadi menurun.
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
M R ' P er hi tu ng a n
MR Data
RH 50%
RH 40%
RH 30%
RH 20%
Gambar 20. Kurva hubungan MR data dengan MR perhitungan pada RH 40%
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 21. Kurva hubungan antara MR dengan waktu pada T 50 ºC (a). RH 20%; (b). RH 30%; (c). RH 40%; (d). RH 50%
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
M R ' P er hi tu ng a n
MR Data
T 70C T 60C T 50C
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
0 120 240 360 480
MR
waktu (menit)
Data HP HP modified
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
0 120 240 360 480
MR
waktu (menit)
Data HP HP modified
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
0 120 240 360 480
MR
waktu (menit)
Data HP HP modified
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
0 120 240 360 480
MR
waktu (menit)
Data
HP
HP modified
45
(a) (b)
(c)
Ketepatan model yang telah dimodifikasi dalam menggambarkan penampilan pengeringan lapisan tipis temu putih dilakukan kembali dengan membandingkan data percobaan dengan data hasil perhitungan. Pengujian model dilakukan dengan membandingkan penggambaran karakteristik pengeringan lapisan tipis temu putih pada grafik MR terhadap waktu. Gambar 21 (a),(b),(c) dan (d) serta Gambar 22 (a),(b) dan (c) menunjukkan penggambaran model Henderson dan Pabis awal dan hasil modifikasi pada masing-masing suhu dan kelembaban udara.
Modifikasi Model Lewis
Koefisien pengeringan yang merupakan fungsi dari AR dimasukkan dalam persamaan MR = exp (-kt). Gambar 23 terlihat hubungan antara MR data dengan MR perhitungan pada perlakuan T 50 °C dengan RH berbeda yang telah dimodifikasi dengan memasukkan faktor AR pada persamaan Lewis. Nilai efisiensi (EF) model Lewis modifikasi menjadi 98.54% dari nilai sebelumnya yaitu rata-rata sebesar 99.20%
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
0 120 240 360
MR
Waktu (menit)
Data HP HP modified
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
0 120 240 360
MR
waktu (menit)
Data HP HP modified
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
0 120 240 360
MR
waktu (menit)
Data HP
Gambar 22. Kurva hubungan antara MR dengan waktu pada RH 40%
(a). T 70 °C; (b). T 60 °C; (c). T 50 °C
Gambar 23. Kurva hubungan MR data dengan MR perhitungan pada suhu 50°C
Gambar 24 menunjukkan hubungan antara MR data dengan MR perhitungan pada perlakuan RH 40% dengan suhu berbeda yang memasukkan faktor AR pada persamaan yang sama. Nilai EF pada perlakuan ini adalah rata- rata 96.37% dari nilai sebelumnya yaitu rata-rata 98.91%.
Gambar 23 dan 24 menyimpulkan bahwa nilai penyusutan tidak member pengaruh yang berarti terhadap model yang dikemukakan oleh Lewis, bahkan menyebabkan EF model menurun. Hal ini disebabkan karena model Lewis telah mengakomodasi penyusutan bahan selama pengeringan, dikarenakan untuk mendapatkan karakteristik dari model tersebut diperoleh dari data percobaan selama pengeringan berlangsung.
Gambar 24. Kurva hubungan MR data dengan MR perhitungan pada RH 40%
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
M R ' P er hi tu ng a n
MR Data
RH 50%
RH 40%
RH 30%
RH 20%
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
M R ' P e rhi tu ng a n
MR Data
T 70C
T 60C
T 50C
47
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 25. Kurva hubungan antara MR dengan waktu pada suhu 50 C (a). RH 50%; (b). RH 40%; (c). RH 30%; (d). 20%
(a) (b)
(c)
Gambar 26. Kurva hubungan antara MR dengan waktu pada suhu RH 40%
(a). T 70 °C; (b). T 60 °C; (c). T 50 °C
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
0 120 240 360 480
MR
waktu (menit)
Data Lewis Lewis modified
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
0 120 240 360 480
MR
waktu (menit)
Data Lewis Lewis modified
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
0 120 240 360 480
MR
waktu (menit)
Data Lewis Lewis modified
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
0 120 240 360 480
MR
waktu (menit)
Data Lewis Lewis modified
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
0 120 240 360
MR
Waktu (menit)
Data Lewis Lewis modified
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
0 120 240 360
MR
waktu (menit)
Data Lewis Lewis modified
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
0 120 240 360
MR
Waktu (menit)
Data
Lewis
Lewis modified
Ketepatan model yang telah dimodifikasi dalam menggambarkan penampilan pengeringan lapisan tipis temu putih dilakukan kembali dengan membandingkan data percobaan dengan data hasil perhitungan. Pengujian model dilakukan dengan membandingkan penggambaran karakteristik pengeringan lapisan tipis temu putih pada grafik MR terhadap waktu. Gambar 25 (a),(b),(c) dan (d) serta Gambar 26 (a),(b) dan (c) menunjukkan penggambaran model Lewis awal dan hasil modifikasi pada masing-masing suhu dan kelembaban udara.
Nilai koefisien pengeringan (k’) dari model Henderson dan Pabis dan model Lewis hasil modifikasi yang merupakan fungsi dari AR diperoleh dengan pola eksponensial. Hubungan k’ dengan MR data dapat dituliskan dengan persamaan :
) ' exp( k t A
MR = − dimana be
cxk a
−= + 1
'
………. (22) )
' exp( k t
MR = − dimana
cxbe k a
= + 1
'