• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI ALIRAN PERDAGANGAN IMPOR BAWANG MERAH DAN KENTANG INDONESIA (Periode Tahun ) OLEH LUSIANA MANIK H

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI ALIRAN PERDAGANGAN IMPOR BAWANG MERAH DAN KENTANG INDONESIA (Periode Tahun ) OLEH LUSIANA MANIK H"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

(Periode Tahun 2001-2010)

OLEH LUSIANA MANIK

H14080113

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

(2)

RINGKASAN

LUSIANA MANIK. Faktor-faktor yang Memengaruhi Aliran Perdagangan Impor Bawang Merah dan Kentang Indonesia (Periode tahun 2001-2010) (dibimbing oleh TANTI NOVIANTI).

Bawang merah dan kentang merupakan jenis tanaman sayuran yang cukup potensial dikembangkan di Indonesia, hal ini disebabkan luas areal dan produksinya yang cukup besar dibandingkan dengan tanaman sayuran lainnya. Namun, sejak tahun 2006 hingga 2010 terjadi peningkatan neraca impor kedua komoditas ini secara signifikan. Peningkatan ini kemudian akan secara langsung memengaruhi neraca perdagangan sayuran dan hortikultura Indonesia. Kondisi ini pada akhirnya akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hal ini disebabkan neraca perdagangan merupakan salah satu penentu Produk Domestik Bruto Indonesia dari sisi pengeluaran.

Tingginya permintaan impor bawang merah dan kentang ini tidak hanya memengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia, tetapi juga berdampak pada penurunan tingkat kesejahteraaan petani Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan kondisi dan kecenderungan impor komoditas bawang merah dan kentang Indonesia. Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi aliran perdagangan impor komoditas bawang merah dan kentang Indonesia. Penelitian ini menggunakan data sekunder. Data yang diamati merupakan data gabungan time series dan cross section atau panel data. Tahun pengamatan sebanyak sepuluh tahun, mulai dari tahun 2001 hingga 2010. Jumlah negara yang menjadi asal impor yang diamati pada penelitian ini disesuaikan dengan keberlanjutan impor yang terjadi selama periode pengamatan. Data yang telah diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan model gravitasi.

Model estimasi terbaik yang digunakan untuk melakukan analisis terhadap faktor-faktor yang memengaruhi aliran perdagangan komoditas bawang merah berdasarkan uji Chow adalah dengan menggunakan model efek tetap (fixed effect model) yang kemudian diboboti dengan cross-section SUR. Pada komoditas kentang dengan menggunakan uji yang sama, diperoleh model estimasi terbaik yaitu pooled least square. Sama halnya dengan bawang merah model ini kemudian diboboto dengan cross-section SUR untuk mendapatkan hasil terbaik.

Berdasarkan hasil estimasi dengan menggunakan model gravitasi diketahui dari tujuh variabel yang digunakan hanya satu variabel yang tidak berpengaruh terhadap volume impor bawang merah dan kentang Indonesia. Adapun variabel yang berpengaruh terhadap volume impor bawang merah dan kentang Indonesia yaitu populasi negara pengekspor, populasi Indonesia, harga impor, jarak ekonomi, GDP riil Indonesia dan GDP riil negara pengekspor. Sedangkan variabel nilai tukar tidak memengaruhi volume impor bawang merah dan kentang Indonesia.

Adapun saran dalam penelitian ini adalah dibutuhkan regulasi yang tepat dalam mengatur impor bawang merah dan kentang ini. Misalnya, dengan menutup pintu impor pada daerah sentra produksinya yang dapat dilakukan oleh

(3)

pemerintah (Kementerian Pertanian) bekerjasama dengan lembaga-lembaga penelitian dapat berperan dalam penyediaan teknologi produksi yang lebih baik, misalnya pemberian subsidi berupa bibit unggul.

(4)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI ALIRAN

PERDAGANGAN IMPOR BAWANG MERAH DAN KENTANG

INDONESIA

(Periode Tahun 2001-2010)

OLEH LUSIANA MANIK H14080113 Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

(5)

Nama : Lusiana Manik NIM : H14080113

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Tanti Novianti, M.Si. NIP. 19721117 199802 2 005

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi

Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec. NIP. 19641022 198903 1 003

(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KERJA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Juni 2012

Lusiana Manik H14080113

(7)

Januari 1990. Penulis adalah anak keempat dari lima bersaudara, pasangan Bapak Togar Parulian Manik dan Ibu Rosulda Sitio. Penulis menamatkan pendidikan dasar di SDN No. 176381 Sangkal pada tahun 2002, kemudian melanjut ke SMP Negeri 1 Kecamatan Simanindo dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMA Negeri 1 Pematang Siantar dan lulus pada tahun 2008.

Pada tahun 2008, penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri). Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif di organisasi UKM Persekutuan Mahasiswa Kristen IPB, Komisi Pelayanan Anak (KPA) periode 2008-sekarang. Penulis juga aktif berpartisipasi dalam berbagai kepanitiaan. Selain itu, penulis juga dipercayakan untuk menjadi asisten mata kuliah Ekonomi Umum dan Pendidikan Agama Kristen.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Yesus Kristus atas segala cinta kasih dan berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Faktor-faktor yang Memengaruhi Aliran Perdaganga Impor Bawang Merah dan Kentang Indonesia (Periode Tahun 2001-2010). Penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Tanti Novianti, M.Si., selaku dosen pembimbing akademik dan pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, masukan dan motivasi baik secara teknis maupun teoritis selama penulis menempuh pendidikan di IPB hingga proses penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

2. Dr. Yeti Lies Purnamadewi selaku dosen penguji utama yang telah memberikan banyak masukan, saran dan kritik demi perbaikan penulisan skripsi ini dan Dr. Muhammad Findi selaku dosen penguji dari komisi pendidikan yang telah memberikan masukan demi perbaikan penulisan skripsi ini.

3. Kedua orang tua penulis, Bapak Togar Parulian Manik dan Ibu Rosulda Sitio atas kasih sayang, doa, motivasi, dan materi yang telah diberikan selama ini.

4. Saudara Penulis, Kak Paska, Bang Maryo, Bang Rudolf dan Dek Siska yang selalu mendukung penulis dalam kondisi apapun.

5. Kak Mutiara, Theresia dan Kak Loretta yang telah memberikan banyak pengajaran mengenai Panel Data dan semangat dalam penulisan skripsi ini. 6. Teman-teman Ilmu Ekonomi 45: Shanty Nathalia Margaretha, Fiona

Rebecca Hutagaol, Illinia Ayudhia Riyadi, Henny Priscilia dan Hairul atas persahabatan, sukacita, doa, semangat dan motivasi selama kuliah di Ilmu Ekonomi.

(9)

8. Teman-teman Dwi Regina: Lasmatiur, Junita, Hanna, Yosi, Dina, Ester, Nika, Lia dan Silvi untuk persahabatan selama ini.

9. Teman-teman seperjuangan: Melisa, Indah, Christine, Vonika, Cella, Monika dan Gio untuk kebersamaan dan kerjasama selama ini.

10. PMK IPB, KPA, Amos dan Azriel yang memberikan banyak kenangan selama penulis menempuh pendidikan di IPB.

11. Pihak-pihak lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.

Bogor, Juni 2012

Lusiana Manik H14080113

(10)

ii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

I. PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Perumusan Masalah ... 8 1.3 Tujuan Penulisan ... 9 1.4 Manfaat Penelitian ... 9 1.5 Ruang Lingkup ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 10

2.1 Tinjauan Pustaka ... 10

2.1.1 Bawang Merah ... 10

2.1.2 Kentang ... 10

2.1.3 Teori Perdagangan Internasional ... 11

2.1.4 Teori Permintaan ... 13

2.1.5 Pergerakan dan Pergeseran Kurva Permintaan ... 15

2.1.6 Konsep Gravity Model ... 16

2.1.6.1 Gross Domestik Product (GDP) ... 18

2.1.6.2 Populasi ... 18

2.1.6.3 Nilai Tukar ... 19

(11)

2.1.7 Panel Data ... 22

2.1.8 Penelitian Terdahulu ... 24

2.1.8.1 Penelitian Mengenai Model Gravitasi dan Data Panel ... 24

2.1.8.2 Penelitian Mengenai Impor ... 26

2.1.9 Relevansi dengan Penelitian Sebelumnya ... 27

2.2 Kerangka Pemikiran ... 27

2.3 Hipotesis Penelitian ... 29

III. METODE PENELITIAN ... 30

3.1 Jenis dan Sumber Data ... 31

3.2 Metode Analisis Data ... 31

3.3 Perumusan Model ... 31

3.4 Defenisi Operasional ... 32

3.5 Pengujian Kesesuaian Model ... 33

3.5.1 Uji Chow (Chow Test) ... 33

3.5.2 Uji Hausman (Hausman Test) ... 34

3.6 Pengujian Statistik ... 35

3.6.1 Uji F ... 35

3.6.2 Uji t ... 36

3.6.3 Koefisien Determinasi (R2) ... 37

3.6.4 Asumsi Kenormalan ... 38

3.7 Pengujian Asumsi Klasik ... 38

3.7.1 Uji Multikolinearitas ... 38

3.7.2 Uji Heteroskedastisitas ... 39

(12)

iv

IV. GAMBARAN UMUM ... 41

4.1 Pertumbuhan Total Nilai Impor Indonesia Tahun 2001-2010 di Pasar Internasional ... 41

4.2 Pertumbuhan Volume Produksi dan Impor Sayuran Indonesia Tahun 2001-2010 ... 41

4.3 Pertumbuhan Nilai Impor Sayuran Indonesia Tahun 2001-2010 ... 43

4.3.1 Kecenderungan Impor Komoditas Bawang Merah dan Kentang Indonesia Tahun 2001-2010 ... 44

4.3.1.1 Bawang Merah ... 45

4.3.1.2 Kentang ... 48

4.4 Pertumbuhan Volume dan Nilai Ekspor Sayuran Indonesia Tahun 2001-2010 di Pasar Internasional ... 52

4.5 Peraturan Impor Hortikultura Indonesia ... 53

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI ALIRAN PERDAGANGAN IMPOR ... 55

5.1. Faktor-faktor yang Memengaruhi Aliran Perdagangan Impor Bawang Merah Indonesia ... 55

5.1.1 Pemilihan Kesesuaian Model ... 55

5.1.2 Hasil Estimasidan Interpretasi Model ... 55

5.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Aliran Perdagangan Impor Kentang Indonesia ... 59

5.2.1 Pemilihan Kesesuaian Model ... 59

5.2.2 Hasil Estimasidan Interpretasi Model ... 60

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 65

5.1 Kesimpulan ... 65

5.2 Saran ... 65

DAFTAR PUSTAKA ... 66

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1.1 Penduduk 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan

Pekerjaan Utama di Indonesia Tahun 2007 hingga 2011 (juta jiwa) ... 1 1.2 Produk Domestik Bruto Indonesia Berdasarkan Harga Konstan

2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2007-2011 (triliun rupiah) ... 2 1.3 Perkembangan PDB Hortikultura Indonesia berdasarkan Harga

Berlaku Tahun 2004-2009 (Persen) ... 3 1.4 Volume Neraca Perdagangan Sayuran Potensial Indonesia Tahun

2006-2010 (ton) ... 4 1.5 Total Produksi dan Impor Bawang Merah Indonesia Tahun

2006-2010 (ton) ... 5 1.6 Total Produksi dan Impor Kentang Indonesia Tahun 2006-2010

(ton) ... 6 1.7 Perubahan Nilai Neraca Perdagangan Bawang Merah dan Kentang

Indonesia Tahun 2006-2010 (US$) ... 7 1.8 Volume dan Nilai Ekspor Impor Komoditas Hortikutura Indonesia

Tahun 2006-2010 ... 7 3.1 Negara-negara asal Impor Komoditas Bawang Merah dan Kentang

Indonesia Tahun 2001-2010 ... 30 3.2 Data dan Sumber Data yang Digunakan dalam Penelitian ... 31 3.3 Selang Nilai Statistik Durbin Watson serta Keputusannya ... 40 4.1 Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Bawang Merah Indonesia

Tahun 2001-2010 ... 46 4.2 Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Kentang Indonesia Tahun

2001-2010 ... 49 5.1 Hasil Pendugaan Parameter Faktor-faktor yang Memengaruhi

Aliran Perdagangan Impor Komoditas Bawang Merah Indonesia ... 56 5.2 Hasil Uji Normalitas Model Faktor-faktor yang Memengaruhi

Aliran Perdagangan Impor Bawang Merah Indonesia ... 57 5.3 Hasil Pendugaan Parameter Faktor-faktor yang Memengaruhi

(14)

vi

5.4 Hasil Uji Normalitas Model Faktor-faktor yang Memengaruhi

(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

2.1 Keseimbangan Parsial dalam Perdagangan Internasional ... 13

2.2 Kurva Permintaan... 14

2.3 Pergerakan dan Pergeseran Kurva Permintaan ... 16

2.4 Hubungan Kurs Riil dengan Ekspor Neto ... 20

2.5 Analisis Keseimbangan Parsial Atas Biaya Transportasi ... 21

2.6 Kerangka Pemikiran ... 28

4.1 Pertumbuhan Total Nilai Impor Indonesia Tahun 2001-2010 (US$) ... 41

4.2 Pertumbuhan Total Produksi Sayuran Indonesia Tahun 2001-2010 (kilogram) ... 42

4.3 Total Volume Impor Sayuran Indonesia Tahun 2001-2010 (kilogram) ... 43

4.4 Tren Nilai Impor Sayuran Indonesia Tahun 2001-2010 (US$) ... 44

4.5 Volume dan Nilai Impor Bawang Merah (HS070310) Indonesia Tahun 2001-2010 ... 46

4.6 Nilai Impor Bawang Merah (HS070310) Indonesia Berdasarkan Negara Asal Impor Tahun 2001-2010 (US$) ... 47

4.7 Volume Impor Bawang Merah (HS070310) Indonesia Berdasarkan Negara Asal Impor Tahun 2001-2010 (US$) ... 48

4.8 Volume dan Nilai Impor Kentang (HS070190) Indonesia Tahun 2001-2010 ... 50

4.9 Nilai Impor Kentang (HS070190) Indonesia Berdasarkan Negara Asal Impor Tahun 2001-2010 (US$) ... 51

4.10 Volume Impor Kentang (HS070190) Indonesia Berdasarkan Negara Asal Impor Tahun 2001-2010 (US$) ... 52

4.11 Volume dan Nilai Ekspor Sayuran (HS07) Indonesia Tahun 2001-2010 ... 53

(16)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman 1. Variabel-variabel dalam Model Faktor-faktor yang Memengaruhi

Aliran Perdagangan Impor Bawang Merah Indonesia ... 69 2. Variabel-variabel dalam Model Faktor-faktor yang Memengaruhi

Aliran Perdagangan Impor Kentang Indonesia ... 72 3. Hasil Uji Chow Model Faktor-faktor yang Memengaruhi Aliran

Perdagangan Impor Bawang Merah Indonesia ... 75 4. Hasil Estimasi Model Faktor-faktor yang Memengaruhi Aliran

Perdagangan Impor Bawang Merah Indonesia dengan

Menggunakan Fixed Effect Model serta Pembobotan Cross Section

SUR ... 76 5. Uji Normalitas Model Faktor-faktor yang Memengaruhi Aliran

Perdagangan Impor Bawang Merah Indonesia ... 77 6. Hasil Uji Chow Model Faktor-faktor yang Memengaruhi Aliran

Perdagangan Impor Kentang Indonesia ... 78 7. Hasil Estimasi Model Faktor-faktor yang Memengaruhi Aliran

Impor Kentang Indonesia dengan Menggunakan Fixed Effect Model

serta Pembobotan Cross Section SUR ... 79 8. Uji Normalitas Model Faktor-faktor yang Memengaruhi Aliran

(17)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pertanian merupakan salah satu bidang produksi dan lapangan usaha yang paling tua di dunia yang pernah dan sedang dilakukan oleh masyarakat. Sektor pertanian adalah sektor yang paling dasar dalam perekonomian dan merupakan penopang kehidupan produksi sektor-sektor lainnya (Putong, 2002). Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki kekayaan alam yang sangat melimpah. Pertanian bagi bangsa ini, memiliki peran penting karena merupakan sumber mata pencaharian bagi sebagian besar penduduknya.

Tabel 1.1 Penduduk 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama di Indonesia Tahun 2007 hingga 2011 (juta jiwa)

Lapangan Usaha 2007 2008 2009 2010 2011

Pertanian, Kehutanan, Perburuan dan Perikanan

41,91 (42,43) 42,01 (41,60) 42,32 (40,43) 42,16 (39,10) 40,90 (37,02) Pertambangan dan Penggalian 1,01 (1,02) 1,07 (1,06) 1,15 (1,10) 1,22 (1,13) 1,41 (1,28) Industri Pengolahan 12,23 (12,38) 12,49 (12,37) 12,73 (12,16) 13,44 (12,47) 14,12 (12,78) Listrik, Gas, dan Air 0.21

(0,21) 0,21 (0,21) 0,22 (0,21) 0,22 (0,21) 0,24 (0,22) Bangunan 4,82 (4,88) 5,07 (5,02) 5,05 (4,82) 5,22 (4,82) 5,97 (5,40) Perdagangan Besar,

Eceran, Rumah Makan, dan Hotel 19,99 (20,25) 20,93 (20,73) 21,89 (20,91) 22,35 (20,73) 23,32 (21,11) Angkutan, Pergudangan, dan Komunikasi 5,77 (5,84) 6,10 (6,04) 6,03 (5,76) 5,72 (5,32) 5,33 (4,83) Keuangan, Asuransi, Usaha Persewaan Bangunan, Tanah, dan Jasa Perusahaan 1,33 (1,35) 0,15 (0,15) 1,48 (1,42) 1,69 (1,57) 2,35 (2,13) Jasa Kemasyarakatan, Sosial dan Perorangan.

11,5 (11,64) 12,94 (12,82) 13,81 (13,19) 15,79 (14,65) 16,84 (15,24) Total 98,76 100,98 104,68 107,81 110,48 Sumber: BPS, 2012.

Keterangan: Angka dalam kurung menunjukkan nilai dalam persen.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistika 2012 diketahui pada Tahun 2007, total angkatan kerja Indonesia yang bekerja pada sektor pertanian mencapai

(18)

2

42,43 persen. Tahun 2008, terjadi peningkatan jumlah angkatan kerja Indonesia yang bekerja di sektor ini walaupun persentasenya mengalami penurunan menjadi 41,60 persen. Sejak Tahun 2009 hingga 2011, terjadi penurunan angkatan kerja yang bekerja di sektor ini, hingga Tahun 2011 menjadi 37,02 persen. Namun hingga saat ini, sektor pertanian menyerap sebagian besar angkatan kerja Indonesia jika dibandingkan dengan sektor lainnya.

Tabel 1.2 Produk Domestik Bruto Indonesia Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2007-2011 ( triliun rupiah) Lapangan Usaha 2007 2008 2009 2010* 2011** Pertanian, Peternakan,

Kehutanan, dan Perikanan

271,5 (13,8) 284,6 (13,6) 295,9 (13,6) 304,7 (13,2) 313,7 (12,7) Pertambangan dan Penggalian 171,3 (8,7) 172,5 (8,3) 180,2 (8,3) 186,6 (8,1) 189,2 (7,7) Industri Pengolahan 538,1 (27,4) 557,8 (26,8) 570,1 (26,2) 597,1 (25,8) 634,2 (25,7) Listrik, Gas, dan Air

Bersih 13,5 (0,7) 15,0 (0,7) 17,1 (0,8) 18,0 (0,8) 18,9 (0,8) Konstruksi 121,8 (6,2) 131,0 (6,3) 140,3 (6,4) 150,0 (6,5) 160,1 (6,5) Perdagangan, Hotel dan

Restoran 340,4 (17,3) 363,8 (17,5) 368,5 (16,9) 400,5 (17,3) 437,3 (17,8) Pengangkutan dan Komunikasi 142,3 (7,2) 165,9 (8,0) 192,2 (8,8) 218,0 (9,4) 241,3 (9,8) Keuangan, Real Estat, dan

Jasa Perusahaan 183,7 (9,4) 198,8 (9,5) 209,2 (9,6) 221,0 (9,5) 236,1 (9,6) Jasa-jasa 181,7 (9,3) 193,1 (9,3) 205,4 (9,4) 217,8 (9,4) 232,5 (9,4) PDB 1964,3 2082,5 2178,9 2313,8 2463,3 PDB Tanpa Migas 1821,8 1939,6 2036,7 2171,0 2321,8 Sumber: BPS, 2012.

Keterangan: Angka dalam kurung menunjukkan nilai dalam persen * Angka Sementara

** Angka Sangat Sementara

Selain menyerap sebagian besar angkatan kerja Indonesia, sektor pertanian (termasuk peternakan, kehutanan, dan perikanan) juga menyumbang kontribusi yang cukup besar bagi perekonomian di negara ini. Hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Pada Tabel 1.2 dapat dilihat kontribusi sektor pertanian terhadap PDB Indonesia. Pada Tahun 2007, sektor pertanian menyumbang kontribusi terbesar ketiga terhadap total PDB Indonesia setelah industri pengolahan dan perdagangan hotel serta restoran, yaitu sebesar 271,5 triliun rupiah atau sebesar 13,8 persen dari total PDB Indonesia.

(19)

Pada Tahun 2008, kontribusi sektor ini mengalami peningkatan menjadi 284,6 triliun rupiah atau sebesar 13,6 persen dari total PDB Indonesia. Peningkatan kontribusi pertanian terhadap PDB Indonesia terus terjadi hingga Tahun 2011 sektor pertanian menyumbang kontribusi sebesar 313,7 triliun rupiah atau sebesar 12,7 persen terhadap PDB Indonesia.

Tabel 1.3 Perkembangan PDB Hortikultura Indonesia berdasarkan Harga Berlaku Tahun 2005-2009 (persen)

Komoditas

Nilai PDB (Milyar Rupiah)

2005 2006 2007 2008 2009 Buah-buahan 31,694 35,448 (11,84) 42,362 (19,51) 47,060 (11,09) 48,437 (2,93) Sayuran 22,630 24,694 (9,12) 25,587 (3,61) 28,205 (10,23) 30,506 (8,16) Tanaman Biofarmaka 2,806 3,762 (34,06) 4,106 (9,14) 3,853 (-6,16) 3,897 (1,14) Tanaman Hias 4,662 4,374 (1,54) 4,741 (8,39) 5,085 (7,26) 5,494 (8,04) Total 61,792 68,639 (11,08) 76,795 (11,88) 84,203 (9,65) 88,334 (4,91) Rata-rata Peningkatan PDB Hortikultura (%)

Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura, 2010.

Keterangan: Angka dalam kurung menunjukkan nilai dalam persen

Hortikultura sebagai salah satu subsektor pertanian tanamana bahan makanan, mempunyai komoditas yang terdiri dari buah-buahan, sayuran, tanaman biofarmaka dan tanaman hias juga berperan penting terhadap pembentukan PDB Indonesia. Tabel 1.3 menunjukkan perkembangan PDB Hortikultura berdasarkan harga berlaku periode 2005 hingga 2009. Berdasarkan data tersebut diketahui, sejak Tahun 2005 hingga 2009 komoditas buah-buahan memberikan kontribusi terbesar terhadap PDB, sedangkan sayuran berada pada urutan kedua. Tren pertumbuhan nilai PDB sayuran berdasarkan harga berlaku periode 2005 sampai 2009 terus meningkat dari Tahun ke Tahun. Pada Tahun 2006, nilai PDB sayuran Indonesia meningkat sebesar 9,12 persen dibandingkan Tahun sebelumnya. Pada Tahun 2007, nilai PDB sayuran Indonesia juga meningkat sebesar 3,61 persen. Hingga Tahun 2009, peningkatan nilai PDB sayuran Indonesia menjadi 8,16 persen.

Menurut data dari Badan Pusat Statistika 2011, ada lima jenis sayuran yang cukup potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Kelima jenis sayuran itu

(20)

4

adalah, kubis, kentang, bawang merah, tomat, dan cabe besar. Kelima jenis sayuran ini dikatakan potensial karena produksi dan luas arealnya yang cukup besar jika dibandingkan dengan sayuran lainnya. Selain itu, kelima jenis sayuran ini juga diperdagangkan Indonesia ke negara lain. Namun, sejak Tahun 2006 terjadi peningkatan impor yang sangat signifikan pada dua jenis sayuran potensial Indonesia yaitu bawang merah dan kentang. Hal ini mengakibatkan volume neraca impor kedua komoditas ini jauh lebih besar jika dibandingkan dengan komoditas sayuran lainnya. Tabel 1.4 menunjukkan volume neraca perdagangan sayuran potensial Indonesia sejak Tahun 2006 hingga 2010. Tabel tersebut menunjukkan neraca perdagangan komoditas bawang merah dan kentang Indonesia terus berfluktuasi dengan kecenderungan impor yang semakin tinggi. Tabel 1.4 Volume Neraca Perdagangan Sayuran Potensial Indonesia Tahun

2006-2010 (ton) Komoditas 2006 2007* 2008 2009 2010** Kubis 29.875 42.657 35.881 40.147 28.549 Kentang 81.711 4.093 2.613 -5.407 -17.433 Bawang Merah -62.671 -98.292 -115.701 -54.508 -70.036 Tomat -48 1.643 732 549 561 Cabe 1.038 1.052 717 -161 346

Sumber: Kementerian Pertanian, 2011. (diolah)

Keterangan: * Tahun 2007 terdapat perubahan HS dari 9 digit menjadi 10 digit. ** Angka sementara

Bawang merah merupakan salah satu jenis tanaman sayuran yang memiliki banyak manfaat. Selain sebagai bumbu penyedap masakan, tanaman bawang merah juga dijadikan sebagai obat untuk berbagai penyakit. Bawang merah termasuk kedalam kelompok rempah tidak bersubstitusi. Di Indonesia tanaman ini banyak dihasilkan di daerah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur Daerah Istimewa Yogyakarta, Bali, Nusa Tenggara Barat, Sumatera Utara, Sumatera Barat dan Sulawesi Selatan.

Penyedian bawang merah dalam negeri dipasok dari produksi domestik dan impor. Data dari statistik pertanian 2011 menunjukkan perubahan produksi dan konsumsi bawang merah setiap Tahunnya. Tabel 1.5 menunjukkan total produksi dan impor bawang merah Indonesia. Sejak Tahun 2006 hingga 2010, produksi bawang merah Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada Tahun 2006 produksi bawang merah nasional sebesar 794.929 ton. Pada Tahun

(21)

berikutnya terjadi peningkatan produksi bawang merah Indonesia hingga Tahun 2010 menjadi 1.048.934 ton.

Total impor bawang merah Indonesia juga berfluktuasi namun cenderung meningkat. Pada Tahun 2006, impor bawang merah Indonesia sebesar 78.462 ton. Pada Tahun 2007 dan 2008, impor bawang merah Indonesia mengalami kenaikan yang signifikan menjadi 107.649 ton pada Tahun 2007 dan 128.015 ton pada Tahun 2008. Total impor bawang merah Indonesia mengalami penurunan pada Tahun 2009 karena adanya krisis ekonomi global walaupun pada tahun 2010 kembali mengalami kenaikan.

Tabel 1.5 Total Produksi dan Impor Bawang Merah Indonesia Tahun 2006-2010 (ton)

Tahun Total Produksi

Nasional (Ton) Total Impor (Ton) 2006 794.929 78.462 2007* 802.810 107.649 2008 853.615 128.015 2009 965.164 67.330 2010** 1.048.934 73.270

Sumber: Kementerian Pertanian, 2011.

Keterangan: * Tahun 2007 terdapat perubahan HS dari 9 digit menjadi 10 digit. ** Angka sementara

Berbeda dengan bawang merah yang tidak memiliki substitusi terdekat, fungsi kentang bagi masyarakat Indonesia masih terbatas sebagai bahan sayuran dan penganan (snack food) dan belum menjadi pangan pokok yang dapat menyubstitusi beras secara nyata. Di Indonesia sentra produksi kentang terdapat di provinsi Nangro Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara dan Nusa Tenggara Barat. Tabel 1.6 menunjukkan produksi dan impor kentang Indonesia sejak Tahun 2006 hingga 2010. Pada Tahun 2006 produksi kentang nasional sebesar 1.011.911 ton. Pada Tahun 2007, produksi kentang Indonesia mengalami penurunan menjadi 1.003.732 ton. Pada Tahun 2008 dan 2009, produksi kentang Indonesia mengalami kenaikan hingga Tahun 2010 produksi kentang Indonesia menjadi 1.060.805 ton.

Impor kentang Indonesia juga mengalami fluktuasi. Pada Tahun 2006, impor kentang Indonesia hanya sebesar 4.211 ton dan meningkat pada Tahun

(22)

6

berikutnya. Pada Tahun 2008, terjadi penurunan impor kentang Indonesia menjadi 5.345 ton. Pada Tahun 2009, total impor kentang Indonesia meningkat tajam menjadi 11.727 ton hingga pada Tahun 2010, total impor kentang Indonesia menjadi 24.204 ton.

Tabel 1.6 Total Produksi dan Impor Kentang Indonesia Tahun 2006-2010 (ton)

Tahun Total Produksi

Nasional (Ton) Total Impor (Ton) 2006 1.011.911 4.211 2007* 1.003.732 5.559 2008 1.071.543 5.345 2009 1.176.304 11.727 2010** 1.060.805 24.204

Sumber: Kementerian Pertanian, 2011.

Keterangan: * Tahun 2007 terdapat perubahan HS dari 9 digit menjadi 10 digit. ** Angka sementara

Volume impor bawang merah dan kentang Indonesia cenderung mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Kondisi ini tentunya akan memengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Indonesia merupakan negara berkembang yang menganut sistem perekenomian terbuka, dimana untuk menghitung PDB dari sisi pengeluaran juga ditentukan oleh komopenen net ekspor. Jika impor kedua komoditas ini semakin meningkat berarti net ekspornya akan mengalami penurunan dan berdampak terhadap penurunan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pertumbuhan ekonomi yang semakin menurun ini akan secara langsung memengaruhi posisi Indonesia di mata dunia.

Neraca perdagangan bawang merah menunjukkan surplus impor dari tahun ke tahun. Sejak Tahun 2006 hingga 2008 kenaikan nilai impor bawang merah terus menerus mengalami kenaikan. Setelah itu pada Tahun 2009, nilai impor bawang merah turun drastis. Hal ini disebabkan adanya krisis ekonomi global yang terjadi pada Tahun sebelumnya. Namun pada Tahun 2010, nilai impor bawang merah Indonesia kembali mengalami kenaikan. Berbeda dengan bawang merah, sejak Tahun 2006 hingga 2007 neraca perdagangan kentang masih mengalami surplus perdagangan. Namun sejak Tahun 2008 hingga 2010, nilai impor kentang jauh melebihi nilai ekspornya. Tabel 1.7 menunjukkan perubahan

(23)

nilai neraca perdagangan bawang merah dan kentang Indonesia Tahun 2006 hingga 2010.

Tabel 1.7 Perubahan Nilai Neraca Perdagangan Bawang Merah dan Kentang Indonesia Tahun 2006-2010 (US$)

Komoditas 2006 2007* 2008 2009 2010** Bawang Merah -Ekspor 6.366 3.492 4.534 4.348 1.814 -Impor 30.106 44.097 53.814 28.942 32.048 -Neraca -23.740 -40.605 -49.280 -24.594 -32.048 Kentang -Ekspor 5.917 2.855 2.340 2.180 2.426 -Impor 1.959 2.687 2.880 6.689 14.591 -Neraca 3.958 168 -540 -4.529 -12.165

Sumber: Kementerian Pertanian, 2011.

Keterangan: * Tahun 2007 terdapat perubahan HS dari 9 digit menjadi 10 digit. ** Angka sementara

Peningkatan impor komoditi bawang merah dan kentang ini akan berdampak pada penurunan neraca perdagangan komoditas sayuran Indonesia. Hal ini kemudian berdampak pada neraca perdagangan hortikultura dan neraca perdagangan Indonesia secara keseluruhan. Tabel 1.8 menunjukkan perubahan volume dan nilai impor komoditas hortikultura Indonesia periode 2006-2010. Tabel ini menunjukkan kecenderungan peningkatan baik volume maupun nilai impor hortikultura Indonesia dari Tahun ke Tahun.

Tabel 1.8 Volume dan Nilai Eskpor Impor Komoditas Hortikultura Indonesia Tahun 2006-2010 Hortikultura 2006 2007* 2008 2009 2010** Volume(Ton) -Ekspor 456.890 393.895 524.485 447.609 364.139 -Impor 923.867 1.300.345 1.429.967 1.524.666 1.560.808 -Neraca -466.977 -906.450 -905.482 -1.077.057 -1.196.669 Impor (US$ 000) -Ekspor 238.063 254.537 433.921 379.739 390.740 -Impor 527.415 810.130 926.045 1.077.463 1.292.988 -Neraca -289.352 -555.593 -492.124 -697.724 -902.248

Sumber: Kementerian Pertanian, 2011.

Keterangan: * Tahun 2007 terdapat perubahan HS dari 9 digit menjadi 10 digit. ** Angka sementara

Tidak hanya memengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia, kenaikan impor bawang merah dan kentang juga berpengaruh terhadap kesejahteraan petani

(24)

8

yang bekerja di sektor ini. Tingginya volume impor bawang merah dan kentang Indonesia akan menyebabkan peningkatan supply kedua komoditas ini di pasar domestik. Hal ini kemudian akan menyebabkan penurunan harga, (ceteris paribus), terutama saat panen raya. Penurunan harga ini akan secara langsung memengaruhi petani Indonesia karena harga merupakan salah satu insentif bagi petani untuk terus berproduksi. Penurunan harga pada barang kebutuhan pokok yang cenderung bersifat inelastis dengan permintaan yang cenderung tetap akan berdampak pada pengurangan keuntungan yang diterima oleh petani secara umum. Hal inilah yang dapat mengurangi tingkat kesejahteraan petani, jika dibiarkan terus menerus.

1.2. Perumusan Masalah

Tingginya impor bawang merah dan kentang akan memengaruhi posisi petani Indonesia bahkan dalam skala domestiknya. Jika dilihat secara empiris tingkat harga produk impor kedua komoditas ini masih lebih murah dibandingkan dengan produk domestiknya. Hal ini menyebabkan minat masyarakat Indonesia yang umumnya berada pada tingkat pendapatan menengah ke bawah memilih membeli produk impor dibandingkan produk domestik, walaupun kualitas produksi domestik masih lebih baik. Jika hal ini dibiarkan terus menerus maka petani domestik akan kehilangan insentif untuk terus berproduksi. Selain itu, predikat negara Indonesia yang dikenal sebagai negara pertanian juga akan terpengaruh dengan peningkatan volume dan nilai impor produk pertaniannya.

Untuk dapat mengantisipasi permintaan impor kedua komoditas ini yang cenderung meningkat setiap tahunnya, maka diperlukan adanya suatu analisis dan kajian mengenai aliran perdagangan impor komoditas bawang merah dan kentang oleh Indonesia dari negara-negara asal impor.

Berdasarkan uraian tersebut di atas maka perumusan masalah yang dikaji dan dianalisis lebih lanjut dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana kondisi dan kecenderungan impor komoditas bawang merah dan kentang Indonesia ?

2. Faktor-faktor apa sajakah yang memengaruhi volume impor komoditas bawang merah dan kentang Indonesia ?

(25)

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang dijelaskan, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan kondisi dan kecenderungan impor komoditas bawang merah dan kentang Indonesia.

2. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi aliran perdagangan impor komoditas bawang merah dan kentang Indonesia.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat tidak hanya bagi penulis tetapi juga bagi pemerintah Indonesia dan instansi yang terkait dalam melakukan impor suatu komoditas khususnya komoditas yang dijelaskan dalam penelitian ini. Manfaat yang diharapkan antara lain:

1. Dapat dijadikan sebagai tambahan informasi, masukan dan bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam penyusunan kebijakan yang terkait dengan kegiatan impor terutama impor komoditas yang diteliti.

2. Bagi penulis penelitian ini diharapkan dapat menjadi tempat pengaplikasian ilmu pengetahuan.

3. Dapat dijadikan sebagai informasi bagi penelitian-penelitian serupa dimasa yang akan datang.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Fokus dari penelitian ini diarahkan untuk mengamati faktor-faktor yang memengaruhi aliran perdagangan impor. Adapun komoditas yang diteliti yaitu bawang merah dan kentang dimana neraca impor komoditas ini menduduki peringkat tertinggi jika dibandingkan dengan neraca impor komoditas sayuran lainnya. Namun karena alasan ketersediaan data, analisis bawang merah akan digabung dengan bawang bombay. Tahun pengamatan dalam penelitian ini yaitu Tahun 2001 hingga 2010. Adapun variabel penelitian yang diamati dalam penelitian ini meliputi harga impor komoditas, Produk Domestik Bruto (GDP) riil Indonesia dan negara asal impor komoditas, nilai tukar riil rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, populasi Indonesia dan populasi negara asal impor, serta jarak ekonomi antara Indonesia dengan negara asal impor.

(26)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1. Bawang Merah

Bawang merah dikenal dengan nama ilmiah Allium ascalonicum L. Bawang Merah berasal dari wilayah yang sama dengan bawang putih yaitu kawasan Asia Tengah yaitu di sekitar India, Pakistan sampai Palestina. Jika dibandingkan dengan jenis bawang lainnya, bawang merah di Indonesia lebih populer dan banyak dibudidayakan.

Pada umumnya, bawang merah dimanfaatkan sebagai bumbu penyedap rasa masakan. Bawang merah mengandung minyak atsiri yang dapat menciptakan aroma yang khas dan memberikan cita rasa pada masakan. Selain itu, minyak asiri ini juga berfungsi sebagai pengawet karena bersifat bakterisida dan fungisida untuk bakteri dan cendawan tertentu (Rahayu dan Berlian, 1994).

2.1.2 Kentang

Kentang (Solanum tuberosum L.) berasal dari wilayah pegunungan Andes di Peru dan Bolivia. Suku Inka telah memanfaatkan kentang sekurang-kurangnya sejak 2000 tahun sebelum kedatangan penjajah Spanyol. Pendugaan umur dengan menggunakan C14 terhadap butiran pati yang ditemukan dalam penggalian

arkaelogi menunjukkan bahwa kentang telah dimanfaatkan sekurang-kurangnya sejak 8000 tahun yang lalu (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Kentang termasuk jenis tanaman sayuran semusim, berumur pendek, dan berbentuk perdu atau semak. Kentang termasuk tanaman semusim karena hanya satu kali berproduksi dan setelah itu mati. Umur tanaman ini relatif pendek, hanya 90-180 hari (Samadi, 2007). Kentang merupakan salah satu tanaman sumber karbohidrat. Kentang bermanfaaat untuk meningkatkan energi di dalam tubuh manusia. Energi ini kemudian membuat manusia dapat bergerak, berpikir dan melakukan berbagai aktivitas lainnya. Selain itu, karbohidrat juga berperan penting untuk meningkatkan proses metabolisme tubuh.

(27)

2.1.3 Teori Perdagangan Internasional

Perdagangan memiliki peranan yang sangat penting dalam memenuhi kebutuhan manusia karena dapat menyalurkan barang hasil produksi dari produsen ke konsumen. Perdagangan antarnegara atau yang lebih dikenal dengan perdangan internasional sudah terjadi sejak zaman dulu namun dalam skala yang masih relatif kecil.

Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antar perorangan (individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Perdagangan internasional yang tercermin dari kegiatan ekspor dan impor suatu negara menjadi salah satu komponen dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto) dari sisi pengeluaran negara. Peningkatan ekspor bersih suatu negara menjadi faktor utama untuk meningkatkan PDB suatu negara (Oktaviani dan Novianti, 2009).

Dalam perdagangan internasional terdapat beberapa teori, dimulai dari merkantilisme. Teori merkantilisme adalah suatu teori yang berpendapat bahwa perdagangan internasional akan terjadi apabila terdapat kesempatan memperoleh surplus neraca transaksi berjalan (current account). Oleh karena itu, kegiatan ekspor-impor diletakkan sebagai lokomotif utama yang dipacu melalui peningkatan industri dalam negeri. Teori ini pada akhirnya mengetengahkan pemikiran bahwa kegiatan ekspor harus lebih besar dibandingkan impor (Halwani, 2002).

Teori merkantilisme ini mendapat beberapa kritikan diantaranya dari Adam Smith. Smith, datang dengan teori keunggulan mutlak (absolut advantage) yang menerangkan bagaimana perdagangan internasional dapat menguntungkan kedua belah pihak. Teori ini berpendapat setiap negara akan memperoleh manfaat perdagangan internasional (gain from trade) karena melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang jika negara tersebut memiliki keunggulan mutlak (absolute advantage), serta mengimpor barang jika negara tersebut memiliki ketidakunggulan mutlak (absolute disadvantage) (Hadi, 2001).

(28)

12

David Ricardo menyempurnakan teori keunggulan absolut yang dikemukakan oleh Adam Smith dengan teori keunggulan komparatif (The Law of Comparative Advantage). Teori ini berpendapat bahwa walaupun suatu negara tidak memiliki keunggulan absolut dalam memproduksi dua jenis komoditas jika dibandingkan negara lain, namun perdagangan yang saling menguntungkan masih dapat berlangsung, selama rasio harga antarnegara masih berbeda jika dibandingkan tidak ada perdagangan.

Teori David Ricardo ini didasarkan pada nilai tenaga kerja atau theory of labour value yang menyatakan bahwa nilai atau harga suatu produk ditentukan oleh jumlah jam kerja yang diperlukan untuk memproduksinya. Oleh karena itu, suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang dimana negara tersebut dapat berproduksi relatif lebih efisien serta mengimpor barang dimana negara tersebut berproduksi relatif kurang/tidak efisien (Hady, 2001).

Teori Heckscher-Ohlin menyatakan perbedaan opportunity cost suatu produk antara satu negara dengan negara lain dapat terjadi karena adanya perbedaan jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki (endowment factor) masing-masing negara. Oleh karena itu, menurut teori ini sebuah negara akan mengekspor komoditas yang produksinya lebih banyak menyerap faktor produksi yang relatif melimpah dan murah di negara tersebut, dan mengimpor komoditas yang produksinya memerlukan sumberdaya yang relatif terbatas dan mahal di negara tersebut.

Pada gambar 2.1, secara teoritis dapat dilihat dimana negara 1 adalah negara pengekspor dan negara 2 adalah negara pengimpor. Negara 1 (eksportir) akan mengekspor suatu komoditi ke negara 2. Saat sebelum terjadi perdagangan, harga di negara 1 terletak pada P1 karena itu terjadi kelebihan penawaran (excess supply) sebesar garis BE. Adanya kelebihan penawaran dengan harga yang tergolong rendah memberikan kesempatan kepada negara 1 untuk menjual kelebihan produksinya ke negara 2.

Negara 2 sebagai negara pengimpor (importir) mengalami kekurangan

supply (penawaran) karena konsumsi domestiknya melebihi produksinya sehingga terjadi kelebihan permintaan (excess demand) sebesar garis B’E’. Harga yang

(29)

terbentuk menjadi lebih tinggi yaitu sebesar P3. Hal ini menyebabkan terjadinya

perdagangan antarnegara. Kedua negara melakukan perdagangan melalui pasar internasional sehingga terjadi keseimbangan pada e*, dan harga yang terbentuk di pasar internasional berada pada P2.

Sumber: Salvatore, 1997

Gambar 2.1 Keseimbangan Parsial dalam Perdagangan Internasional keterangan:

Px/Py = Harga relatif komoditas X

P1 = Harga domestik komoditas X di negara 1, sebagai negara eksportir

sebelum terjadi perdagangan internasional

P2 = Harga yang terjadi di pasar internasional setelah terjadi perdagangan

internasional

P3 = Harga domestik komoditas X di negara 2, sebagai negara importir

sebelum terjadi perdagangan internasional

BE = Besarnya excess supply di negara 1 atau jumlah yang diekspor B’E’ = Besarnya excess demand di negara 2 atau jumlah yang diimpor 2.1.4 Teori Permintaan

Menurut (Putong, 2002), permintaan adalah banyaknya jumlah barang yang diminta pada suatu pasar tertentu, pada tingkat pendapatan tertentu, dan dalam periode tertentu. Jumlah komoditas total yang ingin dibeli oleh semua

SX Panel A Pasar di Negara 1 untuk Komoditas X Panel C Pasar di Negara 2 untuk Komoditas X Panel B Hubungan Perdagangan Internasional dalam Komoditas X Impor Ekspor 0 A* B* e* D S DX E’ B’ A’ A E B DX SX X X X A’’ 0 Px/Py Px/Py Px/Py P3 P2 P1

(30)

14

rumah tangga disebut jumlah yang diminta (quantity demanded) untuk komoditas tersebut (Lipsey, 2005). Banyaknya komoditas yang akan dibeli semua rumah tangga pada periode waktu tertentu dipengaruhi oleh variabel penting berikut ini yaitu: harga komoditas itu sendiri, rata-rata penghasilan rumah tangga, harga komoditas yang berkaitan, selera, distribusi pendapatan diantara rumah tangga, dan besarnya populasi.

P P1 a P2 b P3 c D Q = f(P) Q1 Q2 Q3 Sumber: Lipsey, 1995

Gambar 2.2. Kurva Permintaan keterangan:

P = harga komoditas

Q = jumlah komoditas yang diminta

Gambar 1, menunjukkan bagaimana hubungan antara harga dengan jumlah komoditas yang diminta. Suatu hipotesis ekonomi dasar menyatakan bahwa harga suatu komoditas akan berhubungan negatif dengan kuantitas yang akan diminta, dengan faktor lain tetap sama (ceteris paribus). Hal ini berarti, semakin rendah harga suatu komoditas maka jumlah yang akan diminta untuk komoditas tersebut akan semakin besar, dan semakin tinggi harga suatu komoditas maka jumlah yang akan diminta untuk komoditas tersebut akan semakin kecil. Gambar 1, menunjukkan gambaran umum kurva permintaan yaitu jumlah yang diminta pada Q dengan tingkat harga pada P. Titik – titik a, b, dan c merupakan titik-titik kombinasi antara harga komoditas dan jumlah yang diminta. Kemiringan yang semakin menurun pada kurva menunjukkan hubungan berbanding terbalik antara harga dengan jumlah komoditas yang diminta.

Rata-rata pendapatan rumah tangga akan berpengaruh terhadap permintaan masyarakat. Kenaikan pendapatan rata-rata rumah tangga akan menggeser kurva

(31)

permintaan untuk kebanyakan komoditas ke arah kanan. Ini menunjukkan akan lebih banyak komoditas itu yang akan diminta pada setiap tingkat harga yang mungkin.

Faktor lain yang mempengaruhi permintaan suatu komoditas adalah harga barang lain yang memiliki keterkaitan dengan komoditas tersebut. Keterkaitan antara dua jenis komoditas dapat bersifat substitusi (pengganti) dan bersifat komplemen (pelengkap). Jika harga komoditas substitusi suatu barang meningkat, maka harga barang tersebut menjadi relatif lebih murah. Hal ini kemudian meningkatkan permintaan akan barang tersebut. Namun, jika harga komoditas pelengkap suatu barang meningkat yang mengakibatkan penurunan permintaan, akan berdampak pada penurunan permintaan barang tersebut. Selera berpengaruh besar terhadap keinginan orang untuk membeli. Perubahan selera memang bisa lama sekali. Namun cepat atau lambat, perubahan selera terhadap suatu komoditas akan menggeser kurva permintaan ke arah kanan. Artinya, lebih banyak komoditas yang akan dibeli pada tiap tingkat harga.

Perubahan distribusi pendapatan akan menggeser kurva-kurva permintaan untuk komoditas yang dibeli. Jika masyarakat memperoleh tambahan pendapatan maka kurva permintaan akan bergeser ke kanan. Sebaliknya, jika masyarakat mengalami penurunan pendapatan maka kurva permintaannya akan bergeser ke kiri. Distribusi pendapatan yang dimaksud adalah jika suatu pendapatan total yang konstan didistribusikan kembali kepada sejumlah penduduk yang mengakibatkan perubahan permintaan.

Kenaikan jumlah penduduk juga memengaruhi permintaan suatu komoditi. Kenaikan jumlah penduduk akan menggeser kurva-kurva permintaan untuk komoditas ke arah kanan, yang menunjukkan bahwa akan lebih banyak komoditas yang dibeli pada setiap tingkat harga.

2.1.5 Pergerakan dan Pergeseran Kurva Permintaan

Perubahan permintaan dapat terjadi karena dua sebab utama. Sebab utama tersebut yaitu perubaan yang disebabkan oleh perubahan harga komoditas itu sendiridan perubahan yang disebabkan oleh faktor lain selain harga komoditas itu sendiri. Perubahan faktor lain selain harga yang dimaksud dapat berupa perubahan

(32)

16

jumlah penduduk, pendapatan, selera, distribusi pendapatan, dan harga komoditas lain yang terkait.

Perubahan pada harga barang itu sendiri akan langsung memengaruhi jumlah barang yang diminta. Perubahan yang terjadi akan menyebabkan pergerakan pada kurva permintaan. Perubahan ini hanya terjadi dalam satu kurva. Jumlah barang yang diminta akan mengalami perubahan apabila terjadi perubahan harga barang itu sendiri. Kenaikan harga dari P2 ke P1 akan menyebabkan jumlah

barang yang diminta berkurang dari Q2 ke Q1. Keseimbangan permintaan berubah

yaitu pergerakan dari titik B ke titik A. P P1 A C P2 B D D1 D0 Q Q1 Q2 Q3 Q4 Sumber: Lipsey, 1995

Gambar 2.3. Pergerakan dan Pergeseran Kurva Permintaan keterangan:

P = harga komoditas

Q = jumlah komoditas yang diminta

Jika perubahan permintaan disebabkan faktor lain selain harga barang itu sendiri akan menyebabkan pergeseran pada kurva permintaan. Suatu pergeseran kurva permintaan ke kanan dapat disebabkan oleh kenaikan pendapatan, kenaikan jumlah penduduk, kenaikan distribusi pendapatan, perubahan selera menjadi lebih menyukai komoditi, penurunan pada harga komoditi komplementer, dan kenaikan pada komoditi subtitusi. Pergeseran kurva permintaan ke kiri terjadi

(33)

karena kondisi sebaliknya. Pergeseran kurva permintaan ke kanan ditunjukkan oleh pergeseran kurva permintaan dari D0 ke D1.

2.1.6 Konsep Gravity Model

Model gravitasi (gravity model) digunakan untuk menerka perdagangan berdasarkan jarak antarnegara dan interaksi antarnegara. Model ini terbentuk berdasarkan kinerja hukum Gravitasi Newton. Model ini pertama kali diterapkan oleh Jan Tinbergen (1962) dan Poyhonen (1963) untuk menganalisis aliran perdagangan antarnegara Eropa. Selanjutnya Bergstrand (1985) dalam Napitupulu (2007) menerapkan persamaan gravitasi dari keseimbangan model perdagangan dunia. Tidak hanya digunakan untuk menganalisis perdagangan secara agregat,

gravity model juga diterapkan terhadap aliran perdagangan suatu komoditas. Napitupulu (2007) menjelaskan bahwa pemikiran mendasar yang menjadi argumen pemakaian gravity model adalah negara yang lebih besar dan kaya akan lebih banyak melakukan perdagangan internasional dibandingkan dengan negara yang kecil dan miskin. Perumusan Teori Gravitasi Newton dalam fisika yaitu:

Fij = G X

“interaksi antar dua objek adalah sebanding dengan massanya dan berbanding terbalik dengan jarak masing-masing”

Jika persamaan tersebut diaplikasikan dalam perdagangan internasional maka, F = Volume aliran perdagangan

M = Ukuran ekonomi untuk kedua negara D = Jarak ekonomi kedua negara

G = konstanta

Dengan menggunakan persamaan logaritma, persamaan diatas kemudian diubah kedalam bentuk linear dan menjadi bentuk umum dari Gravity Model untuk analisis ekonometrika, dimana konstanta G menjadi bagian dari 0, dan GDP

menggambarkan ukuran ekonomi untuk kedua negara.

Log (Aliran Perdagangan Bilateral) = 0 + 1 log (GDP negara 1) + 2 log (GDP

negara 2) + 3 log (Jarak) +

Secara umum persamaan gravity model adalah sebagai berikut: Log Xij = 0 + 1 log Yj + 2 log Pj + 3 log Dij + ij

(34)

18

keterangan:

Xij = Volume komoditas yang diperdagangkan dari negara i ke negara j

Yj = GDP negara j

Pj = Jumlah populasi negara j

Dij = Jarak antarnegara i dengan negara j

Pada penerapannya dalam perdagangan antarnegara, bentuk model ini disusun oleh tiga jenis variabel utama, yang terdapat pada setiap gravity model

untuk aliran perdagangan bilateral yaitu:

1. Variabel yang mewakili total total permintaan potensial negara pengimpor 2. Variabel yang mewakili total penawaran potensial negara pengekspor 3. Variabel yang mewakili pendukung atau penghambat aliran perdagangan

Selanjutnya akan dijelaskan lebih lanjut mengenai pengaruh variabel-variabel yang terdapat pada model gravitasi atau gravity model, diantaranya: 2.1.6.1 Gross Domestik Product (GDP)

Gross Domestik Product adalah jumlah barang dan jasa yang diproduksi di dalam suatu negara selama periode ekonomi tertentu. GDP dapat juga digunakan untuk mengukur pendapatan setiap orang dalam perekonomian dan pengeluaran total terhadap output barang dan jasa perekonomian. Dalam model gravitasi, semakin besar GDP yang dihasilkan suatu negara mengindikasikan semakin besar pula kemampuan negara tersebut untuk melakukan perdagangan. Sehingga, GDP baik yang dimiliki negara pengekspor maupun pengimpor akan memengaruhi voleme perdagangan antar kedua negara.

2.1.6.2 Populasi

Jumlah penduduk atau populasi suatu negara akan memengaruhi besarnya kebutuhan negara tersebut terhadap komoditas perdagangan. Hal ini dapat ditunjukkan dengan peningkatan permintaan seiring dengan peningkatan jumlah penduduk disuatu negara, ceteris paribus. Peningkatan jumlah penduduk akan memengaruhi dari dua sisi yaitu sisi permintaan dan sisi penawaran.

Dari sisi permintaan peningkatan jumlah penduduk menunjukkan kebutuhan yang semakin meningkat terhadap komoditas perdagangan. Peningkatan kebutuhan ini tercermin dari peningkatan permintaan pada negara

(35)

tujuan ekspor yang menyebabkan terjadinya pergeseran kurva permintaan kearah kanan dan terjadinya ekses demand di pasar internasional. Hal tersebut kemudian berdampak pada peningkatan harga komoditi tersebut dan akan mendorong negara pengekspor untuk melakukan perdagangan atau ekspor.

Sementara itu, dari sisi penawaran peningkatan jumlah penduduk mengakibatkan peningkatan kebutuhan akan komoditas tersebut di pasar domestik. Hal ini akan menyebabkan pengurangan jumlah ekspor komoditas yang berakibat terjadinya excess demand (jika permintaan awal tetap) di pasar internasional. Setelah itu, akan terjadi peningkatan harga, ceteris paribus. Namun, dampak lain yang dapat ditimbulkan akibat kenaikan jumlah penduduk dari sisi penawaran yaitu peningkatan faktor produksi karena penambahan sumberdaya tenaga kerja.

2.1.6.3 Nilai Tukar

Menurut Mankiw (2003), nilai tukar adalah tingkat harga yang disepakati penduduk kedua negara untuk saling melakukan perdagangan. Kebijakan perdagangan internasional suatu negara akan dipengaruhi oleh peningkatan maupun penurunan nilai tukar. Nilai tukar dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu nilai tukar nominal dan nilai tukar riil. Nilai tukar nominal merupakan harga relatif mata uang dua negara sedangkan nilai tukar riil merupakan harga relatif dari barang-barang diantara dua negara.

Nilai tukar riil diantara kedua negara dihitung dari nilai tukar nominal dan tingkat harga di kedua negara. Jika nilai tukar riil tinggi, barang-barang luar negeri relatif lebih murah dan barang-barang domestik relatif lebih mahal. Begitupun sebaliknya, jika nilai tukar riil rendah, maka barang-barang luar negeri relatif lebih mahal dan barang-barang domestik relatif lebih murah.

Nilai tukar riil = Nilai Tukar Nominal X Rasio Tingkat Harga

Adapun hubungan antara nilai tukar riil dengan ekspor neto dapat dirumuskan sebagai berikut (Mankiw, 2003):

NX = NX ( )

dimana : NX = Ekspor neto = Kurs Riil

(36)

20

Gambar dibawah menunjukkan hubungan antara kurs riil dengan ekspor neto: semakin rendah kurs, semakin murah harga barang domestik relatif terhadap barang-barang luar negeri, hal ini akan menyebabkan ekspor domestik semakin besar. Kurs Riil (€) e1 e2 NX (e) Ekspor Neto (NX) NX1 NX2 Sumber: Mankiw, 2003.

Gambar 2.4 Hubungan Kurs Riil dengan Ekspor Neto keterangan:

e = kurs riil

NX = Ekspor bersih (net ekspor)

2.1.6.4 Jarak Antara Pengekspor dengan Pengimpor

Jarak merupakan faktor geografi yang menjadi variabel utama gravity model untuk aliran perdagangan. Jarak, dalam kaitannya dengan perdagangan akan memberikan pengaruh dalam masalah biaya angkut (transportasi) komoditas yang diperdagangkan antarnegara. Hal ini kemudian berdampak pada biaya transaksi dari perdagangan suatu komoditas. Jarak yang digunakan dalam penelitian ini adalah jarak ekonomi. Jarak ekonomi yang digunakan dalam penelitian ini merupakan jarak geografis antar ibukota negara yaitu antar ibukota negara Indonesia dengan negara asal impor yang dikalikan dengan total GDP negara asal impor yang telah dibagi dengan GDP masing-masing negara asal. Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

(37)

Penggunaan jarak ekonomi ini disebabkan jarak geografis antar ibukota negara Indonesia dengan negara asal impor tidak berubah atau konstan. Oleh karena itu, kondisi tersebut tidak dapat digunakan dalam melihat faktor jarak terhadap aliran ekspor jika hanya menggunakan jarak geografis saja, akan tetapi dapat dilihat dari share GDP-nya yang menunjukkan kecenderungan perdagangan diantara kedua negara.

Analisis untuk menjelaskan biaya transportasi dalam memengaruhi perdagangan dapat dilakukan dengan metode analisis keseimbangan parsial. Metode analisis keseimbangan parsial menganalisis biaya dengan satuan absolut (nominal uang), dengan asumsi kurs mata uang dua negara yang melakukan perdagangan selalu konstan, demikian juga indikator ekonomi lainnya kecuali tingkat konsumsi yang ditolerir dapat berubah.

Pada Gambar 2.5 sumbu vertikal mengukur harga komoditas Z dalam satuan dolar yang berlaku dikedua negara. Setiap pergerakan ke sebelah kiri dari pusat sumbu mengukur peningkatan kuantitas komoditi Z untuk negara 1. Sebelum adanya perdagangan internasional, Negara 1 akan berproduksi sebanyak 50Z dan dengan harga sebesar $5. Sedangkan Negara 2 akan memproduksi komoditas Z sebanyak 50 unit dengan harga sebesar $11.

Pz ($) Sz Negara 2 13 Sz 11

Negara 1 9 Impor . Ekspor 7 D . 5 3 D Z Z 100 70 50 30 0 30 50 70 100 Sumber : Salvatore, 1997

(38)

22

Setelah perdagangan internasional berlangsung diantara kedua negara tersebut maka akan menyebabkan ekspor dan impor diantara negara yang bersangkutan. Negara 1 akan mengekspor komoditi Z ke negara 2 ketika harga mulai mengalami kenaikan di negara 1. Kenaikan harga ini mendorong Negara 1 untuk memproduksi komoditi Z dan kemudian kelebihan produksinya akan diekspor ke Negara 2. Di Negara 2 harga dari komoditas Z mulai menurun. Tanpa adanya biaya transportasi maka harga yang berlaku di kedua negara adalah sama yaitu $8 dengan jumlah komoditas Z yang diperdagangkan antarnegara sebanyak 60 unit.

Lain halnya ketika terjadi perdagangan internasional dengan adanya biaya transportasi, misalkan $1 per unit, maka harga di Negara 2 akan melampaui harga di Negara 1 sebesar $1. Pada Gambar 2.5, hal tersebut terjadi apabila harga sebesar $7 di Negara 1 dan harga $9 di Negara 2. Pada harga $7 maka Negara 1 akan meningkatkan produksi domestik pada komoditi Z hingga 70 unit, diantaranya konsumsi domestik 30 unit dan 40 unit sisanya diekspor ke Negara 2. Sedangkan pada saat harga $9 di Negara 2, produksi komoditi Z turun menjadi 30 unit dan tingkat konsumsi domestiknya naik menjadi 70 unit, sisa 40 unit kekurangan diimpor dari negara 1. Oleh karena itu, dengan adanya biaya transportasi maka akan menyebabkan penurunan dalam produksi dan berdampak pada penurunan volume perdagangan.

2.1.7 Panel Data

Data empiris dalam suatu kasus ekonomi terdiri dari berbagai macam tipe, yaitu data berkala (time series), data tampang lintang (cross section), dan data penel yang merupakan gabungan antara data berkala dan data tampang lintang (Setiawan dan Kusrini, 2010). Juanda (2009) menjelaskan ada beberapa keuntungan menggunakan data panel dalam model regresi dibandingkan hanya dengan time series atau hanya data cross section, yaitu:

1. Data panel akan memberikan informasi yang lebih lengkap, lebih beragam kurang berkorelasi antar variabel, derajat bebas lebih besar dan lebih efisien. 2. Studi data panel lebih memuaskan untuk menentukan perubahan dinamis

(39)

3. Membantu studi untuk menganalisis perilaku yang lebih kompleks, misalnya fenomena skala ekonomi dan perubahan teknologi.

4. Dapat meminimumkan bias yang dihasilkan oleh agregasi individu atau perusahaan karena unit data lebih banyak.

Menurut Syahrial dalam Yuliastuti (2010), dikenal tiga macam pendekatan dalam analisis model panel data yang terdiri dari:

Pendekatan yang paling sederhana dalam pengolahan data panel adalah dengan menggunakan metode kuadrat terkecil biasa yang diterapkan dalam data yang berbentuk pool . Misalkan terdapat persamaan berikut ini:

Yit = + jit j + it untuk i = 1,2, ...,N dan t = 1,2,...T

Dimana N adalah jumlah unit cross section (individu) dan T adalah jumlah periode waktunya. Dengan mengasumsi komponen error dalam pengolahan kuadrat terkecil biasa, maka proses estimasi secara terpisah dapat dilakukan untuk setiap unit cross section. Untuk periode t = 1, akan diperoleh persamaan regresi

cross section sebagai berikut:

Yi1 = + jit j + i1 untuk i = 1,2,...N

yang akan berimplikasi diperolehnya persamaan sebanyak T persamaan yang sama dan begitu pun sebaliknya akan diperoleh persamaan deret waktu (time series) sebanyak N persamaan untuk setiap T observasi. Namun untuk mendapatkan parameter dan yang konstan dan efisien, akan data diperoleh dalam bentuk regresi yang lebih besar dengan melibatkan sebanyak NT observasi. 1) Pendekatan Efek Tetap (Fixed Effect)

Kesulitan terbesar dalam pendekatan metode kuadrat terecil biasa adalah asumsi intersep dan slope dari persamaan regresi yang dianggap konstan baik antar daerah maupun antar waktu yang mungkin tidak beralasan. Generelasi secara umum yang sering dilakukan adalah dengan memasukkan variabel boneka (dummy variabel) untuk mengizinkan terjadinya perbedaan nilai parameter yang berbeda-beda baik lintas unit cross section maupun time series.

Pendekatan dengan memasukkan variabel dummy ini dikenal dengan sebutan model efek tetap (fixed effect) atau Least Square Dummy Variabel atau disebut juga (Covariance Model). Pendekatan tersebut dapat dituliskan dalam persamaan sebagai berikut:

(40)

24

Yit = i + jit j + ∑ t + eit

keterangan:

Yit = variabel terikat diwaktu t untuk unit cross section i i = intersep yang berubah-ubah antar cross section unit j

it = variabel bebas j di waktu t untuk unit i j = parameter untuk variabel ke j

eit = komponen error diwaktu t untuk unit cross section i

2) Pendekatan Efek Acak (Random Effect)

Memasukkan variabel dummy dalam efek tetap dapat menimbulkan konsekuensi (trade off) yaitu akan dapat mengurangi derajat kebebasan (degree of freedom) yang akhirnya akan mengurangi efisiensi dari parameter yang diestimasi. Pendekatan yang dapat digunakan untuk mengatasi hal ini adalah model efek acak (random effect). Dalam model ini, parameter-parameter yang berbeda antar daerah maupun antar waktu dimasukkan kedalam error.

Model efek acak ini dijelaskan dengan persamaan berikut: Yit = + jit j + it

it = ui + vt + wit

dimana:

ui ~ N(0, u2) = komponen cross section error

vt ~ N(0, v2) = komponen time series error

wit ~ N(0, w2) = komponen error kombinasi

Dalam model ini, diasumsikan bahwa error secara individual juga tidak saling berkorelasi begitu juga dengan error kombinasinya. Penggunaan model efek acak ini, dapat menghemat pemakaian derajat kebebasan dan tidak mengurangi jumlahnya seperti yang akan dilakukan pada model efek tetap. Hal ini berimplikasi parameter yang merupakan hasil estimasi akan menjadi semakin efisien. Keputusan penggunaan model efek tetap ataupun efek acak ditentukan dengan menggunakan spesifikasi yang dikembangkan oleh Hausmann. Spesifikasi ini akan memberikan penilaian dengan menggunakan chi square statistic sehingga keputusan pemilihan model akan dilakukan secara statistik.

(41)

2.1.8 Penelitian Terdahulu

2.1.8.1 Penelitian Mengenai Model Gravitasi dan Data Panel

Berbagai penelitian terdahulu yang terkait aliran perdagangan dengan menggunakan model gravitasi dan data panel telah banyak dilakukan. Penelitian tersebut dilakukan dengan berbagai jenis data dan jenis komoditas yang berbeda.

Soelaksono (2010) melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan ekspor komoditas perkebunan Indonesia. Terdapat lima jenis komoditas yang diteliti yaitu karet, kelapa sawit, kopi, teh, dan biji kakao. Dari kelima jenis komoditas yang diteliti tersebut, secara umum menunjukkan pola kecenderungan volume ekspor yang berfluktuatif.

Dalam penelitian tersebut, faktor-faktor aliran perdagangan untuk kelima komoditas perkebunan Indonesia diestimasi dengan menggunakan model efek tetap (fixed effect). Dari semua variabel independen yang digunakan, terdapat dua variabel yang memiliki pengaruh untuk seluruh model persamaaan komoditas yaitu jarak dan dummy (adanya krisis global), sehingga secara umum pengaruh besarnya jarak antara pengekspor dengan negara tujuan impor serta adanya krisis global tidak menyebabkan turunnya permintaan ekspor komoditas perkebunan Indonesia karena komoditas tersebut merupakan kebutuhan primer yang harus dipenuhi.

Selain itu variabel-variabel lainnya yang digunakan dalam model memiliki pengaruh yang beragam pada masing-masing komoditas. Komoditas karet dipengaruhi oleh variabel PDB, jarak, nilai tukar, dan adanya krisis global. Komoditas kelapa sawit dipengaruhi oleh variabel populasi, jarak, dan adanya krisis. Komoditas kopi dipengaruhi oleh variabel harga komoditas, populasi, jarak, dan adanya krisis global. Komoditas teh dipengaruhi oleh variabel Produk Domestik Bruto, jarak, nilai tukar, dan adanya krisis global. Komoditas biji kakao dipengaruhi oleh harga komoditas, jarak dan adanya krisis global.

Alam et al. (2009) meneliti tentang aliran impor Bangladesh dengan menggunakan pendekatan model gravitasi. Penelitian tersebut bertujuan untuk menganalisis impor Bangladesh sebagai salah satu faktor yang paling signifikan dalam neraca perdagangan negara tersebut. Data yang digunakan adalah data panel dari tahun 1985 – 2003, dan data cross section yang digunakan adalah

(42)

26

negara-negara mitra dagang terbesar: Cina, Singapura, Jepang, Hongkong, Korea Selatan, Amerika Serikat, dan Malaysia.

Hasil penelitian menunjukkan pengaruh impor terhadap produksi Bangladesh sangat kecil, hal ini disebabkan kebanyakan impor negara ini adalah impor barang konsumsi dan bukan barang modal. Selain itu, populasi Bangladesh memiliki dampak yang signifikan terhadap impor yang artinya Bangladesh tidak mampu memenuhi peningkatan permintaan domestik akan barang konsumsi. Selain itu, hal ini juga menunjukkan PDB negara-negara mitra dagang yang lebih besar bila dibandingkan dengan Bangladesh.

Yuliastuti (2010) melakukan penelitian yang berjudul analisis aliran perdagangan ekspor rumput laut Indonesia periode 1999-2008. Penelitian ini menggunakan data panel, yaitu kombinasi antara data time series selama periode 1999-2008 dan data cross section sepuluh negara tujuan ekspor rumput laut Indonesia yang kemudian dianalisis dengan menggunakan model gravitasi.

Hasil pengolahan regresi data panel menunjukkan bahwa metode yang terbaik dalam estimasi model adalah metode fixed effect. Selain itu, berdasarkan uji t-statistik pada taraf nyata lima persen, diketahui bahwa harga komoditi rumput laut Indonesia di negara tujuan ekspor, populasi penduduk negara importir, GDP riil negara pengimpor berpengaruh signifikan terhadap aliran perdagangan ekspor rumput laut Indonesia. Faktor yang paling mempengaruhi positif adalah populasi penduduk negara tujuan ekspor dan yang negatif adalah jarak ekonomi Indonesia dan negara tujuan ekspor.

2.1.8.2 Penelitian Mengenai Impor

Tresnawan (2006) melakukan penelitian terkait dengan analisis tren dan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan impor kentang di Indonesia. Data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistika Indonesia kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis tren dan analisis regresi data panel. Berdasarkan hasil pengolahan data impor kentang periode 2001-2003 dari lima negara pengimpor terbesar ke Indonesia, diperoleh tren impor kentang di Indonesia cenderung fluktuatif. Secara umum didapatkan model tren eksponensial. Penelitian ini juga menyimpulkan faktor-faktor yang mempengaruhi

Gambar

Tabel  1.1  Penduduk  15  Tahun  Ke  Atas  yang  Bekerja  Menurut  Lapangan  Pekerjaan  Utama  di  Indonesia  Tahun  2007  hingga  2011  (juta  jiwa)
Gambar 2.1 Keseimbangan Parsial dalam Perdagangan Internasional  keterangan:
Gambar 2.3.  Pergerakan dan Pergeseran Kurva Permintaan  keterangan:
Gambar 2.5 Analisis Keseimbagan Parsial Atas Biaya Transportasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari alasan itulah, peneliti menganggap bahwa model tersebut cocok digunakan untuk mengetahui konstruksi berita mengenai peristiwa Sidang Paripurna Maret 2010 dimana dalam

Formulasi pengukuran: Jumlah SKPD yang menerapkan SPIP secara memadai tahun n dibagi jumlah seluruh SKPD yang dievaluasi kali seratus persen Tipe penghitungan:e. Non Kumulatif

Dengan berlakunya Peraturan ini ketentuan pada diktum Pertama angka 1,2,3,4,8, dan 10 Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 324/U/1997 tentang Pemberian

Tempat tinggal : ……… Demikianlah surat keterangan ini dibuat dengan mengingat sumpah jabatan dan untuk dipergunakan seperlunya... Lampiran

Pembinaan Teknis (Bimtek) ini diselenggarakan dengan tujuan untuk meningkatkan kompetensi Dosen Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan dalam penguasaan materi pokok

Penelitian ini bertujuan Untuk mengetahui perbedaan hasil belajar siswa yang diajarkan menggunakan model pembelajaran Think-Pair-Share (TPS) dengan yang diajar menggunakan

Tujuan penelitian ini adalah untuk untuk mengetahui pengaruh periode implementasi support informational terhadap tingkat kecemasan pada anggota keluarga pasien yang

Status Pekerja Outsourcing dalam Hal Terjadinya Pelanggaran Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Ditinjau dari Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan5. Ida