• Tidak ada hasil yang ditemukan

DOCRPIJM 568915b581 BAB VIIBAB VII RENCANA PEMBANGUNAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "DOCRPIJM 568915b581 BAB VIIBAB VII RENCANA PEMBANGUNAN"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN AKHIR VII | 1

Rencana Pembangunan Infrastruktur Bidang Cipta Karya mencakup empat sektor yaitu

pengembangan permukiman, penataan bangunan dan lingkungan, pengembangan air minum,

serta pengembangan penyehatan lingkungan permukiman yang terdiri dari air limbah,

persampahan, dan drainase. Penjabaran perencanaan teknis untuk tiap-tiap sektor dimulai dari

penjabaran kondisi eksisting sebagai baseline awal perencanaan, serta permasalahan dan

tantangan yang harus diantisipasi. Tahapan berikutnya adalah analisis kebu tuha n dan

peng ka jia n ter hada p pr ogra m -pro gra m s ektora l, de ngan mempertimbangkan kriteria

kesiapan pelaksanaan kegiatan. Kemudian dilanjutkan dengan merumuskan usulan program dan

kegiatan yang dibutuhkan.

Pada bab ini berisikan mengenai rencana program investasi Bidang Cipta Karya untuk masing-masing sektor, yaitu sektor pembangunan kawasan permukiman, penataan bangunan dan lingkungan, pembangunan SPAM, dan pengembangan PLP. Pada bab ini setiap sektor akan dijelaskan kondisi eksisting, analisis kebutuhan, serta usulan kebutuhan program dan pendanaan masing-masing sektor.

BAB VII

(2)

LAPORAN AKHIR VII | 2 7.1 Sektor Pengembangan Kawasan Permukiman

Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman,

permukiman didefinisikan sebagai bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu

satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai

penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau perdesaan. Kegiatan pengembangan

permukiman terdiri dari pengembangan permukiman kawasan perkotaan dan kawasan

perdesaan. Pengembangan permukiman kawasan perkotaan terdiri dari pengembangan kawasan

permukiman baru dan peningkatan kualitas permukiman kumuh, sedangkan untuk pengembangan

kawasan perdesaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman perdesaan, kawasan pusat

pertumbuhan, serta desa tertinggal.

Sumber: Laporan Akhir RKP-KP Kab. HST. 2015

Gambar 7.1

Ilustrasi Pengertian Rumah, Perumahan, Permukiman, Lingkungan Hunian dan Kawasan Permukiman 7.1.1 Kondisi Eksisting

Kondisi eksisting pengembangan permukiman terkait dengan capaian suatu kota/

(3)

LAPORAN AKHIR VII | 3

diketahui peraturan perundangan di tingkat kabupaten/kota (meliputi peraturan daerah,

peraturan gubernur, peraturan walikota/bupati, maupun peraturan lainnya) yang mendukung

seluruh tahapan proses perencanaan, pembangunan, dan pemanfaatan pembangunan

permukiman. Untuk Kabupaten Hulu Sungai Tengah, peraturan yang dimaksud dalam proses

pengesahan oleh Badan Legelatif Daerah Kabupaten.

Sedangkan kondisi eksisting pengembangan permukiman Kabupaten Hulu Sungai Tengah

dijelaskan dalam RTRW Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Kawasan permukiman meliputi kawasan

yang didominasi oleh lingkungan hunian dengan fungsi utama sebagai tempat tinggal. Kawasan

permukiman pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua kelompok yakni permukiman perdesaan dan

perkotaan, Kawasan peruntukan permukiman ditetapkan dengan kriteria:

1. Berada di luar kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan rawan bencana;

2. Memiliki akses menuju pusat kegiatan masyarakat di luar kawasan; dan/atau

3. Memiliki kelengkapan prasarana, sarana, dan utilitas pendukung.

Rencana pengelolaan kawasan permukiman antara lain meliputi:

1. Kawasan permukiman perkotaan dan perdesaan harus dapat menjadikan sebagai tempat

hunian yang aman, nyaman dan produktif, serta didukung oleh sarana dan prasarana

permukiman;

2. Setiap kawasan permukiman dilengkapi dengan sarana dan prasarana permukiman

sesuai hirarki dan tingkat pelayanan masing-masing;

3. Permukiman perkotaan diarahkan pada penyediaan hunian yang layak dan dilayani oleh

sarana dan prasarana permukiman yang memadai;

4. Perkotaan besar dan menengah penyediaan permukiman selain disediakan oleh

pengembang dan masyarakat, juga diarahkan pada penyediaan kasiba/lisiba berdiri

sendiri, perbaikan kualitas permukiman dan pengembangan perumahan secara vertikal;

5. Pengembangan permukiman perkotaan kecil dilakukan melalui pembentukan pusat

pelayanan kecamatan;

6. Permukiman perdesaan sebagai hunian berbasis agraris, dikembangkan dengan

memanfaatkan lahan pertanian, halaman rumah, dan lahan kurang produktif sebagai

(4)

LAPORAN AKHIR VII | 4

7. Permukiman perdesaan yang berlokasi di pegunungan dikembangkan dengan berbasis

perkebunan dan hortikultura, disertai pengolahan hasil, permukiman perdesaan yang

berlokasi di dataran rendah, basis pengembangannya adalah pertanian tanaman pangan

dan perikanan darat, serta pengolahan hasil pertanian;

8. Membentuk klaster-klaster permukiman untuk menghindari penumpukan dan penyatuan

antar kawasan permukiman, dan diantara klaster permukiman disediakan ruang terbuka

hijau (RTH); dan

9. Pengembangan permukiman kawasan khusus seperti penyediaan tempat peristirahatan

pada kawasan pariwisata, kawasan permukiman baru sebagai akibat perkembangan

infrastruktur, kegiatan sentra ekonomi, dilakukan dengan tetap memegang kaidah

lingkungan hidup dan sesuai dengan rencana tata ruang.

A. Kondisi Eksisting Kumuh Beserta SK Kumuh

Berdasarkan SK Bupati Hulu sungai Tengah nomor 050.13/269/051 penetapan lokasi Perumahan

Kumuh Dan Permukiman Kumuh Di Kabupaten Hulu Sungai Tengah tersebar di 7 Kawasan Perkotaan

Barabai yakni:

1.

Kawasan Barabai Darat;

2. Kawasan Barabai Utara;

3. Kawasan Sungai Barabai;

4. Kawasan Barabai Barat;

5. Kawasan Barabai Timur;

6. Kawasan Munti dan Bungur;

(5)

LAPORAN AKHIR VII | 5 Sumber: Laporan Akhir RKP-KP Kab. HST. 2015

(6)

LAPORAN AKHIR VII | 6 Tabel 7.1

Kondisi Eksisting Kawasan Permukiman Kumuh Perkotaan Barabai

No Nama

Kawasan

Kondisi Eksisting Karakteristik

Kawasan Permasalahan Penilaian Kekumuhan Pertimbangan Lain

1. Kawasan

- 25%-50% bangunan tidak memiliki keteraturan. - Kepadatan bangunan 124 unit/Ha.

- 25%-50% Bangunan tidak layak huni Kondisi Jalan Lingkungan

- Cakupan jalan lingkungan tidak memadai di 25%-50% luas area.

- Kualitas jalan buruk pada 25%-50% luas area. Kondisi Drainase Lingkungan

- Drainase lingkungan tidak mampu mengatasi genangan minimal 25%-50%% luas area - 25%-50% luas area tidak terlayani drainase

lingkungan

Kondisi Penyediaan Air Minum

- SPAM tidak memenuhi persyaratan teknis di 25%-50% luas area

- cakupan pelayanan SPAM tidak memadai terhadap 25%-50%

Kondisi Pengelolaan Air Limbah

- pengelolaan air limbah tidak memenuhi persyaratan teknis di 25%-50% luas area

- cakupan pengelolaan air limbah tidak memadai terhadap 25%-50% populasi

Kondisi Pengelolaan Persampahan

- Pengelolaan persampahan tidak memenuhi persyaratan teknis di 25%-50% luas area

- cakupan pengelolaan persampahan tidak memadai

- Kepadatan penduduk pada lokasi sebesar < 151 jiwa/Ha.

- Lokasi tidak memiliki potensi sosial Tanah ( Status Tanah Legal ) LEGAL - Keseluruhan Lokasi

(7)

LAPORAN AKHIR VII | 7

No Nama

Kawasan

Kondisi Eksisting Karakteristik

Kawasan Permasalahan Penilaian Kekumuhan Pertimbangan Lain

terhadapa 25%-50% populasi Kondisi pengaman kebakaran

- Pasokan air DAMKAR tidak memadai di 51%-75% luas area

- Jalan lingkungan untuk DAMKAR tidak memadai di 51%-75% luas area.

- 25%-50% bangunan tidak memiliki keteraturan. - Kepadatan bangunan 124 unit/Ha.

- 25%-50% Bangunan tidak layak huni Kondisi Jalan Lingkungan

- Cakupan jalan lingkungan tidak memadai di 25%-50% luas area.

- Kualitas jalan buruk pada 25%-50% luas area. Kondisi Drainase Lingkungan

- Drainase lingkungan tidak mampu mengatasi genangan minimal 25%-50%% luas area - 25%-50% luas area tidak terlayani drainase

lingkungan

Kondisi Penyediaan Air Minum

- SPAM tidak memenuhi persyaratan teknis di 25%-50% luas area

- cakupan pelayanan SPAM tidak memadai terhadap 25%-50%

Kondisi Pengelolaan Air Limbah

- pengelolaan air limbah tidak memenuhi persyaratan teknis di 25%-50% luas area

- cakupan pengelolaan air limbah tidak memadai terhadap 25%-50% populasi

- Kepadatan penduduk pada lokasi sebesar < 151 jiwa/Ha.

- Lokasi tidak memiliki potensi sosial Tanah ( Status Tanah Legal ) LEGAL - Keseluruhan Lokasi

(8)

LAPORAN AKHIR VII | 8

No Nama

Kawasan

Kondisi Eksisting Karakteristik

Kawasan Permasalahan Penilaian Kekumuhan Pertimbangan Lain

Konsisi Pengelolaan Persampahan

- Pengelolaan persampahan tidak memenuhi persyaratan teknis di 25%-50% luas area

- cakupan pengelolaan persampahan tidak memadai terhadapa 25%-50% populasi

Kondisi pengaman kebakaran

- Pasokan air DAMKAR tidak memadai di 51%-75% luas area

- Jalan lingkungan untuk DAMKAR tidak memadai di 51%-75% luas area.

- 25%-50% bangunan tidak memiliki keteraturan. - Kepadatan bangunan 184 unit/Ha.

- 25%-50% Bangunan tidak layak huni Kondisi Jalan Lingkungan

- Cakupan jalan lingkungan tidak memadai di 25%-50% luas area.

- Kualitas jalan buruk pada 25%-50% luas area. Kondisi Drainase Lingkungan

- Drainase lingkungan tidak mampu mengatasi genangan minimal 25%-50%% luas area - 25%-50% luas area tidak terlayani drainase

lingkungan

Kondisi Penyediaan Air Minum

- SPAM tidak memenuhi persyaratan teknis di 25%-50% luas area

- cakupan pelayanan SPAM tidak memadai terhadap 25%-50%

Kondisi Pengelolaan Air Limbah

- Kepadatan penduduk pada lokasi sebesar < 151 jiwa/Ha.

- Lokasi tidak memiliki potensi sosial Tanah ( Status Tanah Legal ) LEGAL - Keseluruhan Lokasi

(9)

LAPORAN AKHIR VII | 9

No Nama

Kawasan

Kondisi Eksisting Karakteristik

Kawasan Permasalahan Penilaian Kekumuhan Pertimbangan Lain

- pengelolaan air limbah tidak memenuhi persyaratan teknis di 25%-50% luas area

- cakupan pengelolaan air limbah tidak memadai terhadap 25%-50% populasi

Kondisi Pengelolaan Persampahan

- Pengelolaan persampahan tidak memenuhi persyaratan teknis di 25%-50% luas area

- cakupan pengelolaan persampahan tidak memadai terhadapa 25%-50% populasi

Kondisi pengaman kebakaran

- Pasokan air DAMKAR tidak memadai di 51%-75% luas area

- Jalan lingkungan untuk DAMKAR tidak memadai di 51%-75% luas area.

- 25%-50% bangunan tidak memiliki keteraturan. - Kepadatan bangunan 124 unit/Ha.

- 25%-50% Bangunan tidak layak huni Kondisi Jalan Lingkungan

- Cakupan jalan lingkungan tidak memadai di 25%-50% luas area.

- Kualitas jalan buruk pada 25%-50% luas area. Kondisi Drainase Lingkungan

- Drainase lingkungan tidak mampu mengatasi genangan minimal 25%-50%% luas area - 25%-50% luas area tidak terlayani drainase

lingkungan

Kondisi Penyediaan Air Minum

- SPAM tidak memenuhi persyaratan teknis di 25%-50% luas area

- Kepadatan penduduk pada lokasi sebesar <151 jiwa/Ha. - Lokasi tidak memiliki

(10)

LAPORAN AKHIR VII | 10

No Nama

Kawasan

Kondisi Eksisting Karakteristik

Kawasan Permasalahan Penilaian Kekumuhan Pertimbangan Lain

- cakupan pelayanan SPAM tidak memadai terhadap 25%-50%

Kondisi Pengelolaan Air Limbah

- pengelolaan air limbah tidak memenuhi persyaratan teknis di 25%-50% luas area

- cakupan pengelolaan air limbah tidak memadai terhadap 25%-50% populasi

Kondisi Pengelolaan Persampahan

- Pengelolaan persampahan tidak memenuhi persyaratan teknis di 25%-50% luas area

- cakupan pengelolaan persampahan tidak memadai terhadapa 25%-50% populasi

Kondisi pengaman kebakaran

- Pasokan air DAMKAR tidak memadai di 51%-75% luas area

- Jalan lingkungan untuk DAMKAR tidak memadai di 51%-75% luas area.

- 75%-100% bangunan tidak memiliki keteraturan. - Kepadatan bangunan 250 unit/Ha.

- 25%-50% Bangunan tidak layak huni Kondisi Jalan Lingkungan

- Cakupan jalan lingkungantidak memadai di 25%-50% luas area.

- Kualitas jalan buruk pada 25%-50% luas area. Kondisi Drainase Lingkungan

- Drainase lingkungan tidak mampu mengatasi genangan minimal 76%-100%% luas area - 25%-50% luas area tidak terlayani drainase

lingkungan

- Kepadatan penduduk pada lokasi sebesar < 151 jiwa/Ha.

(11)

LAPORAN AKHIR VII | 11

No Nama

Kawasan

Kondisi Eksisting Karakteristik

Kawasan Permasalahan Penilaian Kekumuhan Pertimbangan Lain

Kondisi Penyediaan Air Minum

- SPAM tidak memenuhi persyaratan teknis di 51%-75% luas area

- cakupan pelayanan SPAM tidak memadai terhadap 25%-50%

Kondisi Pengelolaan Air Limbah

- pengelolaan air limbah tidak memenuhi persyaratan teknis di 76%-100% luas area

- cakupan pengelolaan air limbah tidak memadai terhadap 51%-75% populasi

Kondisi Pengelolaan Persampahan

- Pengelolaan persampahan tidak memenuhi persyaratan teknis di 25%-50% luas area

- cakupan pengelolaan persampahan tidak memadai terhadapa 25%-50% populasi

Kondisi pengaman kebakaran

- Pasokan air DAMKAR tidak memadai di 51%-75% luas area

- Jalan lingkungan untuk DAMKAR tidak memadai di 51%-75% luas area.

Izin Pemanfaatan Tanah Dari Pemilik Tanah ( Status Tanah Legal ) LEGAL

- 75%-100% bangunan tidak memiliki keteraturan. - Kepadatan bangunan 250 unit/Ha.

- 25%-50% Bangunan tidak layak huni Kondisi Jalan Lingkungan

- Cakupan jalan lingkungantidak memadai di 25%-50% luas area.

- Kualitas jalan buruk pada 25%-50% luas area. Kondisi Drainase Lingkungan

- Drainase lingkungan tidak mampu mengatasi

- Kepadatan penduduk pada lokasi sebesar < 151 jiwa/Ha.

(12)

LAPORAN AKHIR VII | 12

No Nama

Kawasan

Kondisi Eksisting Karakteristik

Kawasan Permasalahan Penilaian Kekumuhan Pertimbangan Lain

genangan minimal 76%-100%% luas area - 25%-50% luas area tidak terlayani drainase

lingkungan

Kondisi Penyediaan Air Minum

- SPAM tidak memenuhi persyaratan teknis di 51%-75% luas area

- cakupan pelayanan SPAM tidak memadai terhadap 25%-50%

Kondisi Pengelolaan Air Limbah

- pengelolaan air limbah tidak memenuhi persyaratan teknis di 76%-100% luas area

- cakupan pengelolaan air limbah tidak memadai terhadap 51%-75% populasi

Kondisi Pengelolaan Persampahan

- Pengelolaan persampahan tidak memenuhi persyaratan teknis di 25%-50% luas area

- cakupan pengelolaan persampahan tidak memadai terhadapa 25%-50% populasi

Kondisi pengaman kebakaran

- Pasokan air DAMKAR tidak memadai di 51%-75% luas area

- Jalan lingkungan untuk DAMKAR tidak memadai di 51%-75% luas area. Tanah ( Status Tanah Legal ) LEGAL

- 25%-50% bangunan tidak memiliki keteraturan. - Kepadatan bangunan 137 unit/Ha.

- 25%-50% Bangunan tidak layak huni Kondisi Jalan Lingkungan

- Cakupan jalan lingkungan tidak memadai di 25%-50% luas area.

- Kepadatan penduduk pada lokasi sebesar < 151 jiwa/Ha.

(13)

LAPORAN AKHIR VII | 13

No Nama

Kawasan

Kondisi Eksisting Karakteristik

Kawasan Permasalahan Penilaian Kekumuhan Pertimbangan Lain

- Kualitas jalan buruk pada 25%-50% luas area. Kondisi Drainase Lingkungan

- Drainas lingkungan tidak mampu mengatasi genangan minimal 25%-50%% luas area

- 25%-50% luas area tidak terlayani drainase lingkungan

Kondisi Penyediaan Air Minum

- SPAM tidak memenuhi persyaratan teknis di 25%-50% luas area

- cakupan pelayanan SPAM tidak memadai terhadap 25%-50%

Kondisi Pengelolaan Air Limbah

- pengelolaan air limbah tidak memenuhi persyaratan teknis di 25%-50% luas area

- cakupan pengelolaan air limbah tidak memadai terhadap 51%-75% populasi

Kondisi Pengelolaan Persampahan

- Pengelolaan persampahan tidak memenuhi persyaratan teknis di 25%-50% luas area

- cakupan pengelolaan persampahan tidak memadai terhadapa 25%-50% populasi

Kondisi pengaman kebakaran

- Pasokan air DAMKAR tidak memadai di 76%-100% luas area

- Jalan lingkungan untuk DAMKAR tidak memadai di 76%-100% luas area. Tanah ( Status Tanah Legal ) LEGAL - Keseluruhan Lokasi

Berada Pada Zona Permukiman Sesuai RTR ( Sesuai )

(14)

LAPORAN AKHIR VII | 14

B. Kondisi Eksisting Permukiman Perdesaan, Permukiman Nelayan, Rawan Bencana, Perbatasan Dan Pulau Kecil

Kawasan peruntukan permukiman di kabupaten Hulu Sungai Tengah seluas kurang lebih

9.413 Ha, meliputi:

1. Kawasan permukiman perkotaan seluas kurang lebih 3.321 Ha.

Kawasan permukiman perkotaan adalah merupakan pusat pelayanan jasa pemerintahan,

pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi perkotaan, jumlah penduduk yang padat

menduduki lahan yang relatif sempit dan dinamika kehidupan yang relatif tinggi dan

merupakan orientasi pergerakan penduduk yang ada pada wilayah sekitarnya.

Penggunaan lahan perkotaan (urban) termasuk didalamnya penggunaan lahan untuk perumahan/permukiman, kegiatan perdagangan/jasa, perusahaan/ industri dan fasilitas sosial

yang terletak di kota kabupaten maupun kota-kota kecamatan. Luas rencana permukiman

perkotaan di Kabupaten Hulu Sungai Tengah seluas 3.321 Ha, dengan lokasi sebagai berikut :

a. Kawasan Permukiman Perkotaan Barabai seluas kurang lebih 1.588 Ha;

b. Kawasan Permukiman Perkotaan Batang Alai Selatan seluas kurang lebih 307 Ha;

c. Kawasan Permukiman Perkotaan Batu Benawa seluas kurang lebih 103 Ha;

d. Kawasan Permukiman Perkotaan Labuan Amas Selatan seluas kurang lebih 581 Ha;

e. Kawasan Permukiman Perkotaan Pandawan seluas kurang lebih 317 Ha;

f. Kawasan Permukiman Perkotaan Haruyan seluas kurang lebih 69 Ha;

g. Kawasan Permukiman Perkotaan Labuan Amas Utara seluas kurang lebih 130 Ha;

h. Kawasan Permukiman Perkotaan Batang Alai Utara seluas kurang lebih 130 Ha;

i. Kawasan Permukiman Perkotaan Hantakan seluas kurang lebih 45 Ha;

j. Kawasan Permukiman Perkotaan Batang Alai Timur seluas kurang lebih 12 Ha;

k. Kawasan Permukiman Perkotaan Limpasu seluas kurang lebih 39 Ha.

2. Kawasan permukiman perdesaan seluas kurang lebih 6.092 Ha.

Kawasan permukiman perdesaan adalah suatu kawasan untuk permukiman pada lokasi

sekitarnya masih didominasi oleh lahan pertanian, tegalan, perkebunan dan lahan kosong serta

aksesibilitas umumnya kurang, jumlah sarana dan prasarana penunjang juga terbatas atau

hampir tidak ada, kawasan dengan ciri dan karakteristik Sifat dan karakteristik

lingkungan permukiman yang masih mencirikan tata dan lingkungan kehidupan rural. Luas

(15)

LAPORAN AKHIR VII | 15

Interaksi pergerakan di lingkungan permukiman masih rendah dan sangat dipengaruhi oleh

interaksi hubungan eksternal.

Secara fisiografis permukiman perdesaan di Kabupaten Hulu Sungai Tengah terletak di

pergunungan dataran tinggi dan dataran rendah. Setiap lokasi memiliki karakter tersendiri

dan memerlukan penanganan sesuai karakter masing-masing. Kawasan permukiman

perdesaan yang terletak pada wilayah pegunungan dan dataran tinggi kegiatan,

pengembangan permukiman diarahkan pada pertanian tanaman keras, perkebunan dan

sebagian hortikultura, dan pariwisata. Kawasan ini berada di sebagian Batang Alai Timur. Pada

kawasan ini perkembangan permukiman harus diarahkan membentuk cluster dengan pembatasan pengembangan permukiman pada kawasan lindung.

Kawasan permukiman perdesaan yang terletak pada dataran rendah, umumnya memiliki

kegiatan pertanian sawah, tegal, kebun campur, termasuk peternakan dan perikanan darat.

Sebagian besar permukiman perdesaan yang terletak pada dataran rendah memiliki kondisi

tanah yang subur. Lahan kosong yang terletak pada tengah permukiman dan sepanjang jalan

utama merupakan kawasan yang rawan perubahan pengunaan lahan dari kawasan pertanian

menjadi kawasan terbangun. Pada kawasan ini diperlukan pembatasan pengembangan

untuk kawasan terbangun. Lokasi kawasan ini terletak di seluruh Kabupaten Hulu Sungai

Tengah.

Pada kawasan permukiman perdesaan yang memiliki potensi sebagai penghasil produk

unggulan pertanian atau sebagai kawasan sentra produksi akan dilengkapi dengan lumbung

desa modern, juga pasar komoditas unggulan. Selanjutnya beberapa komoditas yang memiliki

prospek pengembangan melalui pengolahan akan dilakukan pengembangan industri

kecil dengan membentuk sentra industri kecil.

Kawasan permukiman perdesaan Kabupaten Hulu Sungai Tengah meliputi seluruh

kawasan permukiman di luar kawasan permukiman perkotaan di tiap-tiap kecamatan, yaitu:

a. Kawasan Permukiman Perdesaan Barabai seluas kurang lebih 376 Ha;

b. Kawasan Permukiman Perdesaan Batang Alai Selatan seluas kurang lebih 725 Ha;

c. Kawasan Permukiman Perdesaan Batu Benawa seluas kurang lebih 491 Ha;

d. Kawasan Permukiman Perdesaan Labuan Amas Selatan seluas kurang lebih 627 Ha;

e. Kawasan Permukiman Perdesaan Pandawan seluas kurang lebih 904 Ha;

f. Kawasan Permukiman Perdesaan Haruyan seluas kurang lebih 471 Ha;

(16)

LAPORAN AKHIR VII | 16

h. Kawasan Permukiman Perdesaan Batang Alai Utara seluas kurang lebih 550 Ha;

i. Kawasan Permukiman Perdesaan Hantakan seluas kurang lebih 249 Ha;

j. Kawasan Permukiman Perdesaan Batang Alai Timur seluas kurang lebih 397 Ha;

k. Kawasan Permukiman Perdesaan Limpasu seluas kurang lebih 317 Ha.

C. Potensi Dan Tantangan Pengembangan Kawasan Permukiman

Tantangan pengembangan permukiman pada tingkat nasional antara lain:

1. Masih luasnya kawasan kumuh sebagai permukiman tidak layak huni sehingga dapat

menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan, dan pelayanan infrastruktur yang masih

terbatas.

2. Masih terbatasnya prasarana sarana dasar pada daerah tertinggal, pulau kecil, daerah

terpencil, dan kawasan perbatasan.

3. Belum berkembangnya Kawasan Perdesaan Potensial.

Potensi pengembangan permukiman pada tingkat nasional antara lain:

1. Percepatan peningkatan pelayanan kepada masyarakat.

2. Pencapaian target/sasaran pembangunan dalam Rencana Strategis Ditjen Cipta

Karya sektor Pengembangan Permukiman.

3. Perhatian pemerintah daerah terhadap pembangunan bidang Cipta Karya khususnya

kegiatan Pengembangan Permukiman yang masih rendah.

4. Memberikan pemahaman kepada pemerintah daerah bahwa pembangunan

infrastruktur permukiman yang saat ini sudah menjadi tugas pemerintah daerah

provinsi dan kabupaten/kota.

5. Penguatan Sinergi RP2KP/RTBL KSK dalam Penyusunan RPIJM bidang Cipta Karya pada

Kabupaten/Kota.

Sedangkan tantangan pengembangan permukiman di Kabupaten Hulu Sungai Tengah yaitu:

1. Masih terbatasnya prasarana sarana dasar pada daerah tertinggal dan daerah

terpencil.

2. Belum berkembangnya Kawasan Perdesaan Potensial.

3. Percepatan peningkatan pelayanan kepada masyarakat.

4. Perhatian pemerintah daerah terhadap pembangunan bidang Cipta Karya, khususnya

kegiatan Pengembangan Permukiman yang masih rendah.

5. Pemahaman pemerintah daerah yang masih rendah bahwa pembangunan

(17)

LAPORAN AKHIR VII | 17

Adapun Potensi dan tantangan kawasan permukiman kumuh perkotaan Barabai di

Kabupaten Hulu Sungai Tengah, adalah sebagai berikut:

Tabel 7.2

Potensi dan Tantangan Kawasan Permukiman Kumuh Perkotaan Barabai

No Potensi Tantangan

1. Kawasan Kumuh Barabai Utara

- Berada pada kawasan fungsional perkotaan Barabai

- Berada dekat dengan fungsional kawasan kegiatan ekonomi (Pasar Barabai)

- Berpotensi untuk pengembangan dibidang jasa-perdagangan

- Memiliki infrastruktur pendukung aktivitas kegiatan

- Telah terbentuk kelembagaan masyarakat

- Berada pada daerah cekungan sehingga selalu menggenang

- sebagian jalan rusak

- saluran drainase tidak berfungsi dengan baik

- belum memiliki sistem persampahan yang baik

2. Kawasan Kumuh Barabai Darat

- Telah terbentuk kelembagaan masyarakat

- memiliki pelayanan sarana yang cukup baik karena merupakan kawasan permukiman

- Memiliki infrastruktur pendukung aktivitas kegiatan

- Merupakan kawasan permukiman kumuh terluas di Kab. Hulu Sungai Tengah

- Rawan terjadi Kebakaran

- Merupakan daerah genangan

- belum memiliki sistem persampahan yang baik

- Kondisi jalan kurang baik

3. Kawasan Kumuh Barabai Timur

- Kawasan perumahan yang belum terlalu padat

- Memiliki infrastruktur pendukung aktivitas kegiatan

- Telah terbentuk kelembagaan masyarakat

- saluran drainase tidak berfungsi maksimal

- belum memiliki sistem persampahan yang baik

4. Kawasan Kumuh Sungai Barabai

- telah terbentuk kelembagaan masyarakat

-Memiliki infrastruktur pendukung aktivitas kegiatan

- merupakan kawasan rawan bencana banjir

- kawasan permukiman berada pada kawasan sempadan sungai

- belum memiliki sistem persampahan yang baik

5. Kawasan Kumuh Munti dan Bungur

- telah terbentuk kelembagaan masyarakat

- Memiliki infrastruktur pendukung aktivitas kegiatan

- merupakan kawasan rawan bencana banjir

(18)

LAPORAN AKHIR VII | 18

No Potensi Tantangan

- belum memiliki sistem persampahan yang baik

6. Kawasan Kumuh Barabai Barat

- Berada pada kawasan fungsional perkotaan Barabai

- Berada dekat dengan fungsional kawasan kegiatan ekonomi (Pasar Barabai)

- Berpotensi untuk pengembangan dibidang jasa-perdagangan

- Memiliki infrastruktur pendukung aktivitas kegiatan

- Telah terbentuk kelembagaan masyarakat

- belum memiliki sistem persampahan yang baik

- saluran drainase belum berfungsi maksimal sehingga rawan terjadi genangan

- kawasan rawan kebakaran

7. Kawasan Kumuh Bukat

- telah terbentuk kelembagaan masyarakat

- Memiliki infrastruktur pendukung aktivitas kegiatan

- merupakan kawasan rawan bencana banjir

- kawasan permukiman berada pada kawasan sempadan sungai

- belum memiliki sistem persampahan yang baik

Sumber: Laporan Akhir RKP-KP Kab. HST. 2015

D. Pemetaan Dan Evaluasi Program, Perkotaan Dan Perdesaan

Rencana penanganan adalah proses sistematisasi dan dokumentasi hasil-hasil dari kegiatan

SKS, penilaian kampung sendiri, prioritasi masalah dan perencanaan partisipatif dalam bentuk

dokumen Rencana Aksi Masyarakat (CAP). Materi yang terdapat dalam draft Dokumen

Perencanan Masyarakat meliputi:

1. Profil permukiman yang berisi kondisi wilayah, kondisi demografi, dan sejarah

permukiman.

2. Profil potensi dan permasalahan permukiman. Profil pemangku kepentingan

masyarakat. Rumusan kebutuhan penanganan.

3. Rumusan komponen yang akan dibangun (permukiman dan infrastruktur permukiman

perkotaan maupun komponen sektor terkait lainnya).

4. Rencana aksi masyarakat disusun sampai dengan tingkat kedalaman yang bersifat

operasional (jenis/komponen, volume, kegiatan, lokasi, dan pelaku).

Dalam perumusan progam penanganan pada kawasan permukiman prioritas dibutuhkan

beberapa tahapan kegiatan, yaitu Tahap Kajian dan Perumusan I, Tahap FGD, dan Tahap

(19)

LAPORAN AKHIR VII | 19

Hulu Sungai Tengah. Berikut merupakan tahapan-tahapan yang dilakukan dalam mencapai

progam penanganan dan rencana penanganan kawasan prioritas utama:

A. TAHAP KAJIAN DAN PERUMUSAN I

Kajian/Pemutakhiran Profil

Kegiatan ini adalah untuk melakukan kajian kebijakan dan strategi penanganan

permukiman kumuh, kajian hasil survey dan verfikasi serta kajian hasil kegiatan SKS. Dari

hasil kajian tersebut dilakukan pemutakhiran terhadap profil permukiman kumuh kota

dan profil kawasan kumuh.

Penilaian Kampung Sendiri

Dengan memperhatikan hasil overview kebijakan penanganan kumuh untuk kawasan

yang bersangkutan, masyarakat didampingi oleh Fasilitator Pendamping Masyarakat

melakukan Penilaian Kampung Sendiri. Kegiatan ini berupa menyusun daftar

permasalahan dan pemetaan kondisi permukiman serta menyusun akar masalah

permukiman untuk mendapatkan pendekatan dan metode penanganan yang tepat.

Perumusan Konsep dan Strategi Penanganan Kumuh Perkotaan

Perumusan Konsep dan Strategi Penanganan merupakan rencana konseptual penataan

kawasan permukiman kumuh untuk mencapai 0% kumuh di tahun 2019 serta

keberlanjutan penanganan pada tahun-tahun berikutnya. Konsep dan strategi ini

memuat visi, misi, dan tujuan penanganan kawasan permukiman kumuh, tahapan

penanganan kawasan secara spasial, langkah-langkah strategis yang dilakukan beserta

identifikasi kebutuhan penanganan kawasan kumuh perkotaan yang akan dilakukan.  Penyusunan Prioritas Kebutuhan

Dengan memperhatikan hasil kegiatan 3.3. Penyusunan Konsep dan Strategi

Penanganan Kumuh Perkotaan, selanjutnya masyarakat menyusun prioritas masalah

serta prioritas alternatif pemecahan masalah dan pemenuhan kebutuhan penanganan

permukiman kumuh di lingkungannya. Hasil penyusunan prioritas kebutuhan masyarakat

ini akan menjadi salah satu bahan masukan bagi Pokjanis.

Penyusunan Program dan Rencana Kegiatan

Konsep, strategi dan program-program penanganan kemudian diturunkan menjadi lebih

rinci dan operasional dalam bentuk kegiatan-kegiatan yang direncanakan akan

dilaksanakan dalam rentang waktu dan tahun pelaksanan yang lebih rinci selama 5 tahun

(20)

LAPORAN AKHIR VII | 20  Perencanaan Partisipatif

Kegiatan perencanaan partispatif adalah rembuk masyarakat yang melibatkan berbagai

komponen dan perwakilan masyarakat. Dalam kegiatan ini dibahas hasil kegiatan Survey

Kampung Sendiri (SKS), penilaian serta penyusunan prioritas kebutuhan. Kegiatan ini

merumuskan metode penanganan permukiman kumuh skala lingkungan yang paling

tepat dan implementatif sesuai dengan kebutuhan sektor keterpaduan pelaksanaan

program, serta dampak yang ditimbulkan dari dilaksanakannya/indikasi implementasi

program penanganan kumuh perkotaan. Hasil dari perencanan partisipatif menjadi salah

satu masukan untuk kegiatan Perumusan Memorandum Program Ke-Cipta karya-an.

B. TAHAP FGD DAN PERUMUSAN II

Perumusan Memorandum Program Pembangunan Ke-Ciptakarya-an

Kegiatan perumusan memorandum program pembangunan Ke-Cipta Karya-an

merupakan perencanaan investasi lima tahun sektor ke-Cipta Karyaan yang terkait

dengan penanganan permukiman kumuh perkotaan untuk mencapai target 0% kumuh di

2019, yang meliputi: program jangka menengah, indikasi program investasi yang

melibatkan lintas sektoral, penggalangan dana, penyiapan investasi serta pembiayaan

reguler ke-Cipta Karya-an. Kegiatan ini dikoordinir oleh Satker Randal Provinsi

bekerjasama dengan Satker Sektoral Ditjen Cipta Karya lainnya, Tim Teknis Provinsi dan

Pokjanis.

Perumusan Draft Dokumen Perencanaan Aksi Masyarakat

Kegiatan ini adalah proses sistematisasi dan dokumentasi hasil-hasil dari kegiatan SKS,

penilaian kampung sendiri, prioritasi masalah dan perencanaan partisipatif dalam bentuk

dokumen Rencana Aksi Masyarakat (CAP). Materi yang terdapat dalam draft Dokumen

Perencanan Masyarakat meliputi:

1. Profil permukiman yang berisi kondisi wilayah, kondisi demografi, dan sejarah

permukiman.

2. Profil potensi dan permasalahan permukiman. Profil pemangku kepentingan

masyarakat. Rumusan kebutuhan penanganan.

3. Rumusan komponen yang akan dibangun (permukiman dan infrastruktur

permukiman perkotaan maupun komponen sektor terkait lainnya).

4. Rencana aksi masyarakat disusun sampai dengan tingkat kedalaman yang

(21)

LAPORAN AKHIR VII | 21  FGD/Forum Konsolidasi

Kegiatan ini merupakan media diskusi hasil penyusunan pembahasan konsep dan

strategi penanganan permukiman kumuh yang melibatkan seluruh pemangku

kepentingan. Kegiatan ini juga sebagai media untuk mendapat masukan kritis dan

tanggapan atas konsep-konsep penanganan permukiman kumuh, data dan informasi

yang sudah disusun. Tahap FGD dilakukan untuk meningkatkan kapasitas dan perkuatan

Kelompok Swadaya Masyarakat dan Tim Teknis Pemerintah Kabupaten/Kota berkaitan

dengan kegiatan Perencanaan Kawasan Permukiman Kumuh Perkotaan meliputi:

1. Pelaksanaan FGD dilakukan minimal 1 (satu) kali selama masa pelaksanaan kegiatan

ini.

2. FGD diadakan untuk memberikan pemahaman yang berkaitan dengan kebijakan,

penetapan kawasan prioritas kumuh, kesadaran terhadap lingkungan kumuh,

dukungan infrastruktur ke-Cipta Karya-an, strategi dan pola penanganan

permukiman kumuh, penyusunan dokumen CAP, dan metode dokumentasi

kegiatan.

3. Dilaksanakan untuk mencapai kesepakatan lintas pemangku kepentingan terhadap

strategi dan indikasi program/ kegiatan penanganan kumuh di kawasan-kawasan

prioritas.

C. TAHAP FINALISASI

Rencana Aksi Masyarakat/CAP

Penyusunan rencana aksi program penanganan dan pembangunan permukiman ini

dilakukan dengan model pembangunan berbasis kawasan dan pendekatan perencanaan

partisipatif bersama masyarakat/Community Actin Plan (CAP). Rencana aksi program yang

dihasilkan meliputi permukiman dan infrastruktur permukiman perkotaan maupun komponen

sektor terkait lainnya, dan disusun sampai dengan tingkat kedalaman yang bersifat operasional

(jenis/komponen, volume, kegiatan, lokasi, dan pelaku).

Tabel 7.3

Tahapan Dokumen Rencana Aksi

(22)

LAPORAN AKHIR VII | 22 METODE  Analisis hasil SKS, analisis dan pemetaan stakeholder, analisis

pembiayaan, pendekatan partisipatif, dan FGD

LANGKAH  Sistematisasi seluruh hasil-hasil dari rangkain proses kegiatan di tingkat masyarakat yang disusun dalam dokumen perencanaan yang komprehensif seuai dengan substansi yang diwajibkan.  Diskusi pembahasan Dokumen CAP sebelum di cetak final. OUTPUT  Profil umum lingkungan kumuh.

 Potensi dan permasalahan permukiman di lingkungannya.  Konsep dan strategi penanganan kumuh di lingkungannya.  Rencana aksi program penanganan kumuh selama 5 tahun.

 Dokumen spasial terkait dengan konsep, rencana penanganan, rencana aksi program di lingkungannya dalam skala 1 : 1000.

PELAKSAN A

 Koordinator Kota/Askot/Fasilitator Pendamping Masyarakat  BKM/KSM

 Tim Inti Perencanaan Partisipatif

DURASI 2 minggu, minggu ke 1 hingga ke 2 bulan ke 6

Sumber : Pedoman Penyusunan Dokumen RKPKP, 2015

Tabel 7.4

Identifikasi Program Kegiatan dan Rencana Penanganan Kawasan Permukiman Kumuh

No. Aspek RPIJM

1 Penataan Bangunan Gedung

a. Aspek Fisik

b. Aspek Nonfisik

2 Penataan Jalan Lingkungan

a. Aspek Fisik

b. Aspek Nonfisik

3 Penataan Drainase Lingkungan

a. Aspek Fisik

b. Aspek Nonfisik

4 Pengelolaan Air Bersih dan Air Minum

a. Aspek Fisik

b. Aspek Nonfisik

5 Pengelolaan Air Limbah dan Sanitasi

a. Aspek Fisik

b. Aspek Nonfisik

(23)

LAPORAN AKHIR VII | 23

No. Aspek RPIJM

a. Aspek Fisik

b. Aspek Nonfisik

7 Proteksi dan Pemadaman Kebakaran

a. Aspek Fisik

b. Aspek Nonfisik

Sumber: Laporan Akhir RKP-KP 2015

7.1.2 Sasaran Program

Goalsprogam penanganan kawasan permukiman yaitu meningkatkan kualitas permukiman kumuh seluas 38.431 Ha, Pembangunan dan pengembangan kawasan permukiman perdesaan di

5.238 Kawasan dan Pembangunan dan pengembangan kawasan perbatasan dan pulau-pulau

kecil terluar di 86 Kawasan serta pembangunan dan pengembangan kawasan rawan atau paska

bencana di 63 Kawasan. Sementara sasaran strategis dalam hal ini merupakan kondisi yang

hendak dicapai secara nyata oleh Kabupaten Hulu Sungai Tengah sesuai dengan target RPJMN

2015-2019 yaitu:

a. Pembangunan Rumah layak huni, yang diantaranya rumah umum tapak layak huni yang

difasilitasi melalui bantuan PSU rumah umum sebanyak 676.950 unit.

b. Fasilitasi bantuan stimulan pembangunan baru rumah swadaya sebanyak 250.000 unit. 


c. Fasilitasi bantuan stimulan peningkatan kualitas rumah swadaya sebanyak 1.500.000 unit.

d. Pembangunan Rumah Khusus di daerah pasca bencana/konflik, maritim dan perbatasan

negara yang dilengkapi PSU pendukung sebanyak 50.000 unit. 


e. Pembangunan Rumah Susun untuk MBR yang dilengkapi dengan PSU pendukungnya

sebanyak 550.000 unit. 


Untuk pencapaian target sesuai RPJMN tersebut dibutuhkan pendanaan sebesar 184.662

trilyun rupiah, sementara alokasi pendanaan berdasarkan RPJMN hanya sebesar 33.090 trilyun rupiah. Terdapat gap pendanaan sebesar 151,563 trilyun. Sasaran–sasaran program tersebut

digambarkan pada Matriks Rencana Program, Kegiatan, Indikator Kinerja, Kelompok Sasaran,

Dan Pendanaan Indikatif SKPD Kabupaten Hulu Sungai Tengah padaLampiran 7 (Tabel 7.5).

(24)

LAPORAN AKHIR VII | 24

Berikut adalah usulan kebutuhan progam penanganan kawasan permukiman pada kurun

waktu 5 tahun yang dirinci setiap kegiatannya pertahun yang telah didiskusikan oleh Tim

Pokjanis dalam FGD. Progam penanganan disusun dalam 7 aspek yaitu: bangunan gedung, jalan

lingkungan, drainase lingkungan, air bersih dan air minum, air limbah dansanitasi, pengelolaan

persampahan, dan proteksi serta pemadaman kebakaran yang meliputi kegiatan fisik dan

nonfisik. Adapun tabel usulan kebutuhan program penanganan kawasan permukiman dapat

dilihat pada matriks rencana program investasi jangka menengah (RPIJM) Bidang Cipta Karya,

selengkapnya dapat dilihat padaLampiran 7(Tabel 7.6).

7.2

Sektor Penataan Bangunan Dan Lingkungan

Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang diperlukan

sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang, terutama untuk mewujudkan

lingkungan binaan, baik di perkotaan maupun di perdesaan, khususnya wujud fisik bangunan

gedung dan lingkungannya.

7.2.1 Kondisi Eksisting

Kondisi eksisting penataan bangunan dan lingkungan di Kabupaten Hulu Sungai

Tengah meliputi beberapa kawasan penggunaan, yaitu:

Kondisi Kota Pusaka, Kota Hijau 1. Ruang Terbuka Hijau (RTH)

Pengertian Ruang Terbuka Hijau (RTH) menurut UU No. 26 Tahun 2007 adalah area

memanjang atau jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat

terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja

ditanam. Pembagian RTH kawasan perkotaan terdiri dari RTH publik dan RTH privat. RTH

publik merupakan RTH yang dimiliki oleh kota/kawasan perkotaan yang digunakan untuk

kepentingan masyarakat secara umum. Yang termasuk RTH publik adalah taman kota, taman

pemakaman umum, dan jalur hijau sepanjang jalan, sungai, dan pantai. Sedangkan yang

termasuk RTH privat adalah kebun atau halaman rumah/gedung milik masyarakat/swasta

yang ditanami tumbuhan.

Ruang terbuka hijau, terutama untuk wilayah perkotaan sangat diperlukan sebagai ‘paru-paru’ (dengan proses kebalikan dari paru-paru manusia dan binatang) yang memproses gas

(25)

LAPORAN AKHIR VII | 25

memberikan kesejukan/keteduhan, selain pemandangan yang asri. Ruang terbuka hijau juga

dapat berfungsi sebagai daerah peresapan air hujan, sehingga dapat mengurangi terjadinya

genangan. Pengalokasiannya serta penataannya harus sudah nampak pada Master Plan tata ruang kota atau permukiman, dan harus ikuti secara bertanggung jawab.

Proporsi RTH kawasan perkotaan di wilayah Kabupaten Hulu Sungai Tengah adalah paling

sedikit 30% dari luas kawasan perkotaan, yang diisi oleh tanaman baik yang tumbuh secara

alamiah maupun yang sengaja di tanam. Pembagian RTH ini terdiri dari RTH publik paling sedikit

20% dan RTH privat 10%. Distribusi RTH kawasan perkotaan disesuaikan dengan sebaran

penduduk dan hierarki pelayanan dengan memperhatikan rencana struktur dan pola ruang

wilayah.

Proporsi 30% merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem

kota/kawasan perkotaan, baik keseimbangan sistem hidrologi dan sistem mikroklimat, maupun

sistem ekologis lain, yang selanjutnya akan meningkatkan ketersediaan udara bersih yang

diperlukan masyarakat, serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota/ kawasan

perkotaan.Perencanaan Kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kabupaten Hulu Sungai Tengah

adalah:

a. Kawasan RTH Publik, seluas 695 Hektar, tersebar pada beberapa kecamatan, yaitu:

 Kecamatan Barabai, seluas 516 Hektar;  Kecamatan Pandawan,seluas 28 Hektar;

 Kecamatan Batang Alai Selatan, seluas 19 Hektar; dan  Kecamatan Labuan Amas Selatan, seluas 132 Hektar.

b.

RTH privat 10% terdiri atas:

 pekarangan rumah tinggal;

 halaman perkantoran, pertokoan, dan tempat usaha;  taman; dan

 lapangan olahraga

c.

RTH publik 20% terdiri atas:

 RTH taman dan hutan kota terdiri atas:

- taman RT, taman RW, taman kelurahan dan taman kecamatan;

(26)

LAPORAN AKHIR VII | 26

- hutan kota; dan

- sabuk hijau (green belt)  RTH jalur hijau jalan terdiri atas:

- pulau jalan dan median jalan;

- jalur pejalan kaki; dan

- ruang di bawah jalan layang.  RTH fungsi tertentu terdiri atas:

- RTH sempadan rel kereta api;

- jalur hijau jaringan listrik tegangan tinggi;

- RTH sempadan sungai;

- RTH sempadan pantai;

- RTH pengamanan sumber air baku/mata air;

- lapangan olahraga; dan

- pemakaman.

2. Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan Alam

Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan alam adalah kawasan yang merupakan

lokasi bangunan hasil budaya manusia yang bernilai tinggi maupun bentukan geologi alami

yang khas. Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan ditetapkan dengan kriteria

sebagai hasil budaya manusia yang bernilai tinggi yang dimanfaatkan untuk pengembangan

ilmu pengetahuan.Kawasan cagar budaya di Kabupaten Hulu Sungai Tengah sekaligus

merupakan kawasan dengan fungsi pendidikan dan ilmu pengetahuan alam yang diantaranya

adalah:

a. Lingkungan non bangunan meliputi:

- monumen Divisi IV ALRI di desa Birayang Surapati kecamatan Batang Alai Selatan; -

- peninggalan situs Batu di desa Juhu kecamatan Batang Alai Timur.

b.

Lingkungan bangunan non gedung meliputi:

- makam H. Amin desa Walangku Kecamatan Labuan Amas Utara;

- situs makam Tumenggung Jayapati Kecamatan Limpasu;

(27)

LAPORAN AKHIR VII | 27

- makam Pahlawan di Desa Pagat Kecamatan Batu Benawa; dan

- makam Pahlawan di Kelurahan Birayang Kecamatan Batang Alai Selatan.

c.

Lingkungan bangunan gedung dan halamannya berada di Gedung Sarikat Islam di

Kecamatan Barabai.

Rencana pengelolaan kawasan konservasi budaya dan sejarah meliputi:

a.

Kawasan ini memiliki nilai wisata dan penelitian/pendidikan, sehingga diperlukan

pengembangan jalur wisata yang menjadikan candi sebagai salah satu obyek wisata

yang menarik dan menjadi salah satu tujuan atau obyek penelitian dan tujuan

pendidikan dasar-menengah;

b.

Benda cagar budaya berupa bangunan yang fungsional, seperti pabrik gula,

perumahan dan berbagai bangunan peninggalan sejarah, budaya dan adat istiadat

harus dikonservasi dan direhabilitasi bagi bangunan yang sudah mulai rusak; serta

c.

Penerapan sistem insentif bagi bangunan yang dilestarikan dan pemberlakuan sistem

disinsentif bagi bangunan yang mengalami perubahan fungsi.

Potensi Dan Tantangan Penataan Bangunan Dan Lingkungan

Dalam kegiatan penataan bangunan dan lingkungan terdapat beberapa potensi

dan tantangan yang dihadapi, antara lain:

1.

Penataan Lingkungan Permukiman

a.

Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana sistem proteksi kebakaran;

b.

Belum siapnya landasan hukum dan landasan operasional berupa RTBL untuk lebih

melibatkan pemerintah daerah dan swasta dalam penyiapan infrastruktur guna

pengembangan lingkungan permukiman;

c.

Menurunnya fungsi kawasan dan terjadi degradasi kawasan kegiatan ekonomi utama

kota, kawasan tradisional bersejarah serta heritage;

d.

Masih rendahnya dukungan pemda dalam pembangunan lingkungan permukiman

yang diindikasikan dengan masih kecilnya alokasi anggaran daerah untuk

peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan SPM.

2.

Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara

a.

Masih adanya kelembagaan bangunan gedung yang belum berfungsi efektif dan

efisien dalam pengelolaan Bangunan Gedung dan Rumah Negara;

(28)

LAPORAN AKHIR VII | 28

kecil di seluruh Indonesia;

c.

Meningkatnya kebutuhan NSPM terutama yang berkaitan dengan pengelolaan dan

penyelenggaraan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan

kemudahan);

d.

Kurang ditegakkannya aturan keselamatan, keamanan dan kenyamanan Bangunan

Gedung termasuk pada daerah-daerah rawan bencana;

e.

Prasarana dan sarana hidran kebakaran banyak yang tidak berfungsi dan kurang

mendapat perhatian;

f.

Lemahnya pengaturan penyelenggaraan Bangunan Gedung di daerah serta

rendahnya kualitas pelayanan publik dan perijinan;

g.

Banyaknya Bangunan Gedung Negara yang belum memenuhi persyaratan

keselamatan, keamanan dan kenyamanan;

h.

Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara kurang tertib dan

efisien;

i.

Masih banyaknya aset negara yang tidak teradministrasikan dengan baik.

3. Penyelenggaraan Sistem Terpadu Ruang Terbuka Hijau

a.

Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana lingkungan hijau/terbuka,

sarana olah raga.

b.

Masih terbatasnya ruang terbuka hijau (RTH) atau hutan kota di wilayah perkotaan

akibat pemanfaatan lahan yang terlalu mengedepankan keuntungan ekonomi;

c.

Kecenderungan terjadinya penurunan kualitas ruang terbuka public di kawasan

permukiman, terutama ruang terbuka hijau (RTH) pada 30 tahun terakhir sangat

signifikan. RTH yang ada sebagian bersar telah dikonversi menjadi infrastruktur

perkotaan seperti jaringan jalan, gedung-gedung perkantoran, pusat perbelanjaan,

dan kawasan permukiman baru. Dalam upaya mewujudkan ruang yang nyaman,

produktif dan berkelanjutan, maka sudah saatnya kita memberikan perhatian yang

cukup terhadap keberadaan ruang terbuka public, khususnya RTH. Beberapa solusi

yang dapat dilakukan antara lain membuat peraturan tentang standar penataan

ruang berkaitan dengan penyediaan ruang terbuka hijau, serta upaya-upaya dalam

skala kecil yang dapat dilakukan oleh masyarakat secara mandiri seperti menanam

(29)

LAPORAN AKHIR VII | 29

dikurangi. Untuk menutupi kekurangan tempat menyimpan cadangan air tanah,

setiap keluarga bisa melengkapi rumahnya, yang masih memiliki sedikit halaman,

dengan sumur resa pan.

d.

Isu yang berkaitan dengan ruang terbuka publik atau ruang terbuka hijau secara

umum terkait dengan beberapa tantangan tipikal perkotaan, seperti menurunnya

kualitas lingkungan hidup di kawasan kota dan di lingkungan permukiman warga,

bencana banjir/longsor dan perubahan perilaku sosial masyarakat yang cenderung

kontra-produktif dan destruktif seperti kriminalitas dan vandalisme;

e.

Pengaruh pendidikan, latar belakang budaya, dan kesadaran akan pemahaman akan

kearifan lokal yang dapat dijadikan aset pemerintah setempat menjadikan sebuah

hambatan dalam merevitalisasi kawasan;

4. Kapasitas Kelembagaan Daerah

a.

Masih terbatasnya kesadaran aparatur dan SDM pelaksana dalam pembinaan

penyelenggaraan bangunan gedung termasuk pengawasan;

b.

Masih adanya tuntutan reformasi peraturan perundang -undangan dan

peningkatan pelaksanaan otonomi dan desentralisasi;

c.

Masih perlunya peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan gedung di

daerah dalam fasilitasi penyediaan perangkat pengaturan.

7.2.2

Sasaran Program

Program-Program Penataan Bangunan dan Lingkungan, terdiri dari:

1. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman;

2. Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara;

3. Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan.

Program-program terkait pembangunan lingkungan hidup yang direncanakan antara

lain:

1. Program pengendalian pencemaran dan perusakan lingkungan hidup.

2. Program peningkatan kualitas dan akses informasi sumber daya Alam dan

Lingkungan Hidup.

3. Program pengembangan kinerja pengelolaan persampahan.

4. Program pengelolaan ruang terbuka hijau (RTH).

(30)

LAPORAN AKHIR VII | 30

6. Program rehabilitasi dan pemulihan cadangan sumber daya alam.

7. Program peningkatan pengendalian polusi.

Sasaran program sektor penataan bangunan dan lingkungan dapat dilihat lebih jelas

pada matrik rencana program, kegiatan, indicator kinerja, kelompok sasaran, dan pendanaan

indikatif SKPD kabupaten Hulu Sungai Tengah sektor penataan bangunan dan lingkungan

pada Lampiran 7 (Tabel 7.7).

7.2.3

Usulan Kebutuhan Program

Usulan program sektor penataan bangunan dan lingkungan disajikan pada matrik

rencana program investasi jangka menengah padaLampiran7 (Tabel 7.8).

7.3 Sektor Pengembangan SPAM

Baik buruknya pelayanan air bersih akan sangat bergantung pada ketersediaan bahan

baku air untuk pengolahan lebih lanjut. Sebagian besar penduduk kawasan Kabupaten Hulu

Sungai Tengah memperoleh air bersih melalui sistem pelayanan air bersih yang berada dibawah

pengelolaan Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Kinerja PDAM yag

dinilai berdasarkan pedoman penilaian menurut Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 47

Tahun 1999, mendapatkan nilai 58,229 tergolong “cukup” dibandingkan tahun lalu terdapat

peningkatan kinerja sebesar 1,684 yang disebabkan oleh kenaikan kinerja aspek operasional dan

administrasi.

7.3.1

Kondisi Eksisting SPAM

Pembahasan terkait dengan Kondisi Eksisting Pengembangan Sistem Penyediaan Air

Minum secara umum adalah :

1. Aspek Teknis

Di Wilayah Kabupaten Hulu Sungai Tengah pelayanan air minum berasal dari 2 sistem

pelayanan, yaitu pelayanan PDAM (perpipaan) dan pelayanan air minum pedesaan (non

perpipaan).

a.

Pelayanan Jaringan Perpipaan

Kondisi pelayanan PDAM eksisting saat ini di Kabupaten Hulu Sungai Tengah terdapat 7

IPA di tiap-tiap IKK, seperti pada tabel dan peta berikut:

Tabel 7.9

(31)

LAPORAN AKHIR VII | 31

Masyarakat 1204 91.42

Labuan

Masyarakat 1371 91.64

Desa

Haruyan Desa Batu

Panggung 938 2009

Masyarakat 1636 92.90

Desa

Masyarakat 1636 92.90

Batang Alai

(32)
(33)
(34)

LAPORAN AKHIR VII | 34

Sumber air baku yang digunakan PDAM untuk ibukota Barabai adalah air sungai

Birayang, sedangkan untuk IKK diambil dari sungai di masing-masing IKK. Sumber air baku

umumnya jernih dan mencukupi dan semuanya menggunakan tenaga pompa diesel. Area

pelayanan PDAM kabupaten Hulu Sungai Tengah di bagi menjadi 8 Ibukota Kecamatan. Jadi

total debit yang digunakan PDAM Kabupaten Hulu Sungai Tengah untuk mensuplai air minum di

wilayah perkotaan dan sekitarnya adalah 152,5 L/dtk.

Bangunan intake di masing masing IPAM kecamatan adalah sebagaimana intake

untuk menangkap air permukaan. Intake pada masing masing kecamatan

menggunakan river intake karena sumber air baku yang digunakan adalah air permukaan.

River intake menggunakan pipa penyadap dalam bentuk sumur pengumpul. Intake ini

lebih ekonomis untuk air sungai yang mempunyai perbedaan level muka air pada musim hujan

dan musim kemarau yang cukup tinggi. Beberapa hal dibawah ini merupakan komponen dari

suatu intake, yaitu :

Bangunan sadap, yang berfungsi untuk mengefektifkan air masuk menuju

sumur pengumpul.

Sumur pengumpul (Sump well)

Waktu detensi pada sumur pengumpul setidaknya 20 menit atau luas area yang cukup

untuk pembersihan. Dasar sumur minimal 1 m dibawah dasar sungai atau tergantung pada

kondisi geologis wilayah perencanaan. Konstruksi sumur disesuaikan dengan kondisi sungai

dan setidaknya terbuat dari beton dengan ketebalan minimal 20 cm atau lebih tebal.

Screen

Screen terdapat pada inlet sumur pengumpul, berfungsi untuk menyaring padatan

atau bentuk lainnya yang terkandung dalam air baku. Adapun dari jenisjenis screen dibagi

menjadi dua tipe berdasarkan perbedaan bukaan atau jarak antar bar, yaitu :

Saringan kasar (coarse screen)

Digunakan untuk menjaga alat-alat dan biasanya digunakan pada pengolahan pertama.

Tipenya secara umum adalah bara rack (bar screen), coarse weir, screen, dan kominutor.

 Saringan halus (fine screen)

Bukaan berkisar antara 2,3 - 6 mm, bahkan untuk instalasi tertentu bisa lebih kecil dari 2,3

mm. Biasanya digunakan untuk primary treatment atau pre treatment.

(35)

LAPORAN AKHIR VII | 35

aksesoris lainnya).

Sistem bangunan intake untuk masing masing IKK di Kabupaten Hulu Sungai Tengah

adalah river intake. Berada di tepi sungai yang berfungsi mengumpulkan air untuk kemudian di

olah di IPAM. Sedangkan kondisi intake terlihat pada Tabel 6.4.

Sebagian besar pipa yang terpasang dalam sistem penyediaan air minum Kabupaten

Hulu Sungai Tengah kondisi pipa baik meskipun sudah berumur ±16 tahun. Pipa yang relatif tua

akan memerlukan pergantian dan perbaikan untuk menekan tingkat kebocoran air pada

SPAM.

Tabel 7.10

Kondisi Intake dan Kapasitas Pompa

No Lokasi IKK Pompa Intake

Kondisi Kapasitas Pompa

1 IKK Barabai Kurang, tidak ada cadangan Q = 40 lt/dt Q = 15 lt/dt Q = 20 lt/dt

2 IKK Birayang dan IKK Limpasu

Ada yang rusak

Kurang, tidak ada cadangan

Q = 30 lt/dt H = 50

3 IKK Batu Banawa dan IKK Hantakan

Kurang, tidak ada cadangan Q = 20 lt/dt H = 40 Q = 20 lt/dt H = 40 Q = 10 lt/dt H = 40

4 IKK Ilung Sudah tidak layak Q = 20 lt/dt

5 IKK Pandawan Kurang, tidak ada cadangan Q = 5 lt/dt 6 IKK Kasarangan Kurang, tidak ada cadangan Q = 10 lt/dt H = 30

Q = 20 lt/dt H = 30

7 IKK Haruyan Kurang, tidak ada cadangan Q = 10 lt/dt H = 20 Sumber : PDAM Kabupaten Hulu Sun gai Tengah

Diameter pipa transmisi bervariasi antara 3” sampai dengan 10”. Material pipa

terbuat dari asbes, HDPE dan PVC. Adapun penjelasan dari masing masing IKK dapat dilihat pada

gambar berikut.

(36)

LAPORAN AKHIR VII | 36

Kondisi intake di IKK Batu Banawa dan IKK Hantakan kekurangan air baku

terutama saat musim kemarau. Pompa intake ada 2 tetapi salah satu pompa mengalami

kerusakan sehingga hanya ada satu pompa yang beroperasi sehingga akan menganggu kinerja

IPAM jika pompa mengalami kerusakan. Ke depannya diperlukan perawatan teratur terhadap

pompa intake sehingga umur pompa lebih tahan lama.

Gambar 7.5 Intake IKK Birayang dan IKK Limpasu

Kondisi air baku cukup bagus dan memenuhi syarat air bersih dari segi fisik. Sumber

air baku juga memenuhi meskipun musim kemarau. Pompa intake ada 2 tetapi salah satu pompa

mengalami kerusakan sehingga hanya ada satu pompa yang beroperasi sehingga akan

menganggu kinerja IPAM jika pompa mengalami kerusakan. Ke depannya diperlukan perawatan

teratur terhadap pompa intake sehingga umur pompa lebih tahan lama.

Gambar 7.6. Intake IKK Haruyan

Kondisi air baku cukup bagus dan memenuhi syarat air bersih dari segi fisik. Pompa

intake di lokasi ini hanya satu sehingga saat pompa rusak akan menganggu kinerja PDAM dalam

(37)

LAPORAN AKHIR VII | 37 Tabel 7.11

Pipa Transmisi dan Kondisinya

No Lokasi IKK

Pipa Transmisi

Kondisi dan Panjang Lain-

lain

1 IKK Barabai Dari Intake ke IPA Pipa GI Ø 4" & 6" = 135 M Dari IPA ke

Reservoar Pipa GI Ø 4" & 6" = 100 M 2 IKK Birayang dan IKK Limpasu Dari Intake ke IPA Pipa GI Ø 10" = 10 M

Dari IPA ke Reservoar Pipa PVC Ø 10" = 150 M 3 IKK Batu Banawa dan IKK

Hantakan

Dari Intake ke IPA Pipa GI,PVC,HDPE Ø 150 mm = 275 M

Dari IPA ke Reservoar Pipa Galvanis Ø 4" & 6" = 10 M

4 IKK Ilung Dari Intake ke IPA PVC Ø 3" = 100 M Dari IPA ke Reservoar PVC Ø

3" = 5 M

5 IKK Pandawan Dari Intake ke IPA PVC Ø 4" = 54 M Dari IPA ke Reservoar GI Ø 3"

= 10 M

6 IKK Kasarangan Dari Intake ke IPA PVC Ø 6" = 210 M Dari IPA ke Reservoar GI Ø 6" =

6 M

7 IKK Haruyan Dari Intake ke IPA PVC,GI Ø 4" = 51 M Dari IPA ke Reservoar GI,PVC Ø 6" = 22 M

Sumber : PDAM Kabupaten Hulu Sun gai Tengah

Untuk intake dan sistem transmisi di Kabupaten Hulu Sungai Tengah ada sebagian

intake yang kondisinya masih baik. Serta unit transmisi juga masih baik. Kondisi intake di

masing-masing kecamatan di Kabupaten Hulu Sungai Tengah dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 7.7Intake Barabai

Kondisi intake di IKK barabai masih cukup baik, meskipun tertutupi oleh rumput dan

semak kondisinya masih cukup baik. Karena sungai mengalami penyusutan saat musim

(38)

LAPORAN AKHIR VII | 38

intake di IPAM Barabai juga hanya ada satu, jadi akan menganggu kinerja pengolahan jika

pompa rusak, sehingga ke depannya di perlukan penambahan pompa intake untuk cadangan.

Gambar 7.8Intake IKK Pandawan

Untuk sumber air baku di IKK pandawan kurang bagus karena cenderung keruh, sehingga

diperlukan bahan kimia lebih banyak untuk menjernihkan air. Kondisi intake cukup bagus, tetapi

pompa intake di lokasi ini hanya satu sehingga akan menganggu kinerja PDAM jika pompa

mengalami kerusakan.

Gambar 7.9Intake IKK Pantai Hambawang/Kasarangan

Untuk sumber air baku di IKK Kasarangan kurang bagus karena cenderung keruh,

sehingga diperlukan bahan kimia lebih banyak untuk menjernihkan air. Kondisi intake cukup

bagus, tetapi pompa intake di lokasi ini hanya satu sehingga akan menganggu kinerja PDAM jika

pompa mengalami kerusakan.

Instalasi yang digunakan pada masing masing IPAM kecamatan adalah IPAM lengkap.

(39)

LAPORAN AKHIR VII | 39

sedimentasi, filtrasi, desinfektan, resservoar, pompa distribusi, dan jaringan distribusi. Skema

proses pengolahan air minum dapat dilihat pada gambar berikut :

Sumber air baku yang digunakan untuk pengolahan adalah air sungai. Kapasitas air

sungai yang berfluktuasi akan berpengaruh terhadap kinerja IPAM. PDAM di

Kabupaten ini kapasitas pengolahan IPAM kurang sehingga belum semua masyarakat terlayani

oleh air bersih. Berikut ini adalah kapasitas produksi air bersih pada masing masing IKK.

Tabel 7.11

Kapasitas Produksi Air Bersih PDAM pada masing masing IKK

No Lokasi IKK

INSTALASI PENGOLAHAN AIR (IPA)

Tahun Kapasitas

2015 200 lt/dt 200 lt/dt

2

(40)

LAPORAN AKHIR VII | 40

Produksi air bersih PDAM dapat dilihat pada tabel berikut. Sedangkan

kondisieksisting IPA masing-masing IKK dapat dilihat pada gambar-gambar selanjutnya.

Tabel 7.12

Produksi Air Bersih PDAM Pada Masing Masing IKK

NO NAMA IKK JUMLAH TOTAL AIR YANG

DIOLAH DIDISTRIBUSIKAN DIPAKAI OPERASI

1 IKK Barabai 1.890.756 1.821.682 34.666

2 IKK Birayang 771.011 765.373 5.640

3 Konsolidasi IKK Pagat 581.677 565.830 21.647

4 IKK Ilung 64.617 62.868 1.479

5 IKK Pandawan 80.655 79.130 1.525

6 IKK Pantai Hambawang 367.700 361.454 1.216

7 IKK Haruyan 235.318 263.632 2.289

Sumber : PDAM Kabupaten Hulu Sun gai Tengah

Gambar 7.10 IPA Barabai

(41)

LAPORAN AKHIR VII | 41 Gambar 7.12 IPA Hantakan

Gambar 7.13Birayang

Gambar 7.14 Limpasu

(42)

LAPORAN AKHIR VII | 42 Gambar 7.16IPA Haruyan

Gambar 7.17IPA Pandawan

Gambar 7.18 IPA Pantai Hambawang/ Kasarangan

Kinerja IPAM meliputi kapasitas pengolahan, dan kemampuan IPAM untuk

menghasilkan air yang memenuhi syarat sebagai air bersih. Selama ini kapasitas IPAM pada

masing masing IKK kurang memenuhi untuk melayani penduduk di area pelayan, sehingga

masyarakat yang belum terlayani PDAM memanfaatkan air tanah, air hujan maupun sumber air

lainnya untuk keperluan sehari hari.

Proses pengolahan air, terutama untuk air permukaan tidak lepas dari penggunaan

(43)

LAPORAN AKHIR VII | 43

menggunakan bahan kimia yakni tawas dan klorin di gunakan untuk proses desinfektan.

Penggunaan bahan kimia pada masing masing IKK dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel7.13

Kondisi Dan Hasil Pengolahan Instalasi Pengolahan Air Eksisting

No Lokasi IKK

INSTALASI PENGOLAHAN AIR (IPA)

Kapasitas Tahun Kapasitas Terpasan

- IPA sudah tidak layak - Kapasitas terpasang

tidak sama dg

kapasitas produksi

5 IKK Pandawan Kapasitas kurang

memenuhi kebutuhan

1996 2,5 lt/dt Tidak

Bagus

Rusak Berat

6 IKK

Kasarangan Kapasitas memadai 1993 10 lt/dt Bagus Baik

7 IKK Haruyan Kapasitas memadai 1997 10 lt/dt Bagus Baik

8 Pantai Hambawang

Kapasitas memadai 2014 20 lt/dt Bagus Baik

Sumber : PDAM Kabupaten Hulu Sungai Tengah, 2016

Reservoir merupakan bangunan penampungan air minum sebelum dilakukan

pendistribusian ke pelanggan atau masyarakat ke pelanggan/masyarakat, yang dapat ditempatkan

di bawah tanah atau di atas tanah dalam bentuk menara atau tower. Bangunan reservoir

(44)

LAPORAN AKHIR VII | 44

mengalirkan air secara baik dan merata ke seluruh daerah konsumen. Fungsi keberadaan

reservoir adalah:

- Penampungan terakhir kali air yang telah diolah dan memenuhi syarat kualitas air minum.

- Sebagai sarana vital penyaluran air ke masyarakat dan sebagai cadangan air.

- Sebagai tempat penyimpanan kelebihan air agar dapat tercapai keseimbangan antara kebutuhan dan suplai.

- Keperluan instalasi, seperti pencucian filter, pembubuhan alum.

- Tempat penyimpanan air saat desifektan.

- Sebagai pengaman untuk gelombang tekanan balik.

Kondisi reservoir untuk PDAM Hulu Sungai Tengah pada masing masing IKK adalah sebagai

berikut:

Tabel 7.14

Kondisi Reservoir PDAM Kabupaten Hulu Sungai Tengah

Nama IKK Kondisi Reservoir

IKK Barabai Ukuran ground reservoir adalah 100 & 200 m3. Karena

produksi tidak memenuhi semua area pelayanan maka

kapasitas air bersih yang tersimpan di dalam reservoir juga

kurang memenuhi kebutuhan.

IKK Birayang dan IKK Limpasu

Ukuran reservoir adalah 300 dan 100 m3. Kapasitas kurang

memenuhi kebutuhan.

IKK Batu Banawa dan IKK

Hantakan

Ukuran reservoir 200 & 200 m3. Kapasitas kurang

memenuhi.

IKK Ilung

Ukuran reservoir adalah 16 m3. Kapasitas kurang memenuhi

kebutuhan.

IKK Pandawan Ukuran reservoir adalah 9 m3. Kapasitas kurang memenuhi

kebutuhan.

IKK Kasarangan Ukuran reservoir adalah 50 m3. Kapasitas kurang memenuhi

(45)

LAPORAN AKHIR VII | 45

Nama IKK Kondisi Reservoir

IKK Haruyan Ukuran reservoir adalah 50 m3. Kapasitas kurang memenuhi

kebutuhan.

IKK Pantai Hambawang Ukuran reservoir adalah 200 m3. Kapasitas kurang

memenuhi kebutuhan.

Sumber : PDAM Kabupaten Hulu Sungai Tengah, 2016

Sebagian besar pipa distribusi yang terpasang dalam sistem penyediaan air minum

Kabupaten Hulu Sungai Tengah kondisi pipa baik. Pipa yang relatif tua akan memerlukan

pergantian dan perbaikan untuk menekan tingkat kebocoran air pada SPAM. Diameter pipa

distribusi bervariasi antara 50 mm sampai dengan 250mm. Material pipa terbuat dari asbes,

HDPE dan PVC. Adapun penjelasan dari masing masing IKK dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 7.15

Pipa Distribusi dan Kondisinya

No Lokasi IKK Pipa Distribusi

Jenis dan Panjang Kondisi

1 IKK Barabai Pipa Asbes Ø 200 mm = 1.000 M Pipa Asbes Ø 150 mm = 250 M

Baik Pipa PVC Ø 200 mm = 6,724 M

Pipa HDPE Ø 350 mm = 1063 M Pipa HDPE Ø 300 mm = 1462 M Pipa HDPE Ø 200 mm = 11.327 M Pipa HDPE Ø 150 mm =13.250M

Pipa HDPE Ø 100 mm = 3.843 M Pipa HDPE Ø 75 mm = 900 M Pipa HDPE Ø 50 mm = 2.644 M Pipa PVC Ø 150 mm = 1.430 M Pipa PVC Ø 100 mm = 15.246 Pipa PVC Ø 75 mm = 25.712 Pipa PVC Ø 50 mm = 46.319 2 IKK Birayang dan Pipa PVC :200 mm = 500

Baik IKK Limpasu 150 mm = 2.273

50 mm = 500 Pipa HDPE

(46)

LAPORAN AKHIR VII | 46

No Lokasi IKK Pipa Distribusi

Jenis dan Panjang Kondisi

3 IKK Batu Banawa

Sumber : PDAM Kabupaten Hulu Sungai Tengah

Sebagian besar kondisi pompa distribusi yang terpasang dalam kondisi kurang baik.

Khususnya IKK Ilung sudah tidak layak.

Tabel 7.16

Pipa Distribusi dan Kondisinya

No Lokasi IKK Pompa Distribusi

Kondisi Kapasitas

Gambar

Gambar 7.1 Ilustrasi Pengertian Rumah, Perumahan, Permukiman,
Tabel 7.2
Tabel 7.4
gambar berikut.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Target adalah Meningkatkan sistem drainase dalam rangka mengurangi wilayah genangan di perkotaan, mengembangkan jaringan drainase, sistem polder/kolam

Sistem Infrastruktur permukiman yang diusulkan dalam rencana pembangunan adalah adanya keserasian dan keseimbangan pembangunan infrastruktur permukiman sektor

Selain itu data yang dibutuhkan untuk kondisi eksisting adalah mengenai kawasan kumuh, jumlah RSH terbangun, dan Rusunawa terbangun di perkotaan, maupun dukungan

Untuk wilayah pemukiman kumuh perkotaan di kota Nanga Bulik, pembangunan infrastruktur di kawasan permukiman kumuh dapat menyebabkan pemindahan pemukiman penduduk

 Potensi utama terletak pada posisi kawasan yang strategis sebagai lokasi pengembangan khususnya di kawasan Muara Beliti, sesuai dengan fungsi kawasan sebagai

Pembangunan Infrastruktur Permukiman pada kawasan strategis (kawasan perbatasan, KSN, PKN, WPS) atau kawasan khusus (kawasan kumuh perkotaan, kawasan nelayan, kawasan rawan

Selaras dengan penetapan SK lokasi perumahan dan permukiman kumuh Kota Padang Panjang melalui Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) yang merupakan peralihan dari

Berdasarkan pemutakhiran kawasan kumuh di Kabupaten Ogan Komering Ilir yang tertuang dalam dokumen RP2KPKP, lokasi kawasan kumuh perkotaan di Kabupaten Ogan