• Tidak ada hasil yang ditemukan

PRODUKTIVITAS KAMBING KACANG DENGAN PEMBERIAN PAKAN KOMPLIT KULIT BUAH MARKISA (Passiflora Edulis Sims. F. Edulis Deg) TERFERMENTASI Aspergillus niger

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PRODUKTIVITAS KAMBING KACANG DENGAN PEMBERIAN PAKAN KOMPLIT KULIT BUAH MARKISA (Passiflora Edulis Sims. F. Edulis Deg) TERFERMENTASI Aspergillus niger"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

PRODUKTIVITAS KAMBING KACANG DENGAN

PEMBERIAN PAKAN KOMPLIT KULIT BUAH MARKISA

(

Passiflora Edulis

Sims

. F. Edulis

Deg) TERFERMENTASI

Aspergillus niger

(The Productivity of Kacang Goat Using Aspergillus niger Fermented

Markisa Rind (Passiflora edulis Sims. Edulis Deg.) as a Complete Feed)

RANTAN KRISNANdan SIMON P.GINTING

Loka Penelitian Kambing Potong, PO Box. I Galang-20585 Sumatera Utara

ABSTRACT

An experiment was conducted to evaluate the utilization of markisa rind (Passiflora edulis Sims. Edulis

Deg.) fermentedwith Aspergillus niger in complete feed for weaning Kacang goat. Twenty male Kacang goat were used in a Randomized Blick Design. The animal were devided into four treatment group with five replications. Dietary treatments were formulated based on the level of inclusion of fermented markisa rind content, in the diet namely RO (0.0%), R1 (20.0%), R2 (40.0%), and R3 (60.0%). The results indicated that the inclusion of fermented markisa rind at 0, 20, or 40% give the same daily gain (P>0.05), while inclusion at 60% resulted in significant (P<0.05) decrease daily gain. It is concluded that the optimum level of inclusion of fermented markisa rind in complete diet is 40%, although inclusion at 60% resulted in the same level of consumtion and feed efficiency.

Key Words: Fermented Markisa Rind, Performance, Kacang Goat ABSTRAK

Penelitian dilakukan untuk mengetahui pengaruh penggunaan kulit buah markisa (Passiflora edulis Sims.

Edulis Deg.) yang difermentasi dengan Aspergillus niger dalam ransum terhadap performans kambing Kacang lepas sapih. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok dengan jumlah ternak percobaan sebanyak 20 ekor kambing Kacang jantan yang diacak dan dibagi menjadi empat perlakuan ransum dan lima ulangan. Keempat perlakuan ransum disusun berdasarkan tingkat penggunaan kulit buah markisa produk fermentasi, yaitu RO (0,0%), R1 (20,0%), R2 (40,0%) dan R3 (60,0%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertambahan bobot hidup harian (pbbh) tidak berbeda (P>0,05) antar perlakuan R0, R1, dan R2, namun pertambahan bobot hidup harian menurun nyata (P<0,05) pada perlakuan R3. Konsumsi ransum dan efisiensi penggunaan ransum serta kecernaan ransum tidak berbeda antar perlakuan. Disimpulkan bahwa tingkat optimal penggunaan kulit buah markisa produk fermentasi adalah 40%, walaupun pada tingkat penggunaan 60% masih mempunyai nilai akseptabilitas yang baik.

Kata Kunci: KBM Terfermentasi, Performans, Kambing Kacang .

PENDAHULUAN

Daging adalah salah satu produk peternakan yang merupakan sumber protein hewani yang permintaannya dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan. Hal ini sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan perbaikan sosial ekonomi masyarakat. Untuk memenuhi kebutuhan daging tersebut perlu adanya suatu pola mengenai pengembangan peternakan secara terpadu.

Salah satu usaha yang telah dilakukan oleh pemerintah adalah melaksanakan Intensifikasi Usaha Ternak Kambing dan Domba (IUKD) yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas ternak kambing dan domba. Namun usaha tersebut sampai saat ini belum dapat memenuhi permintaan daging, khususnya yang berasal dari ternak kambing. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi ternak kambing terhadap suplai daging nasional baru mencapai 5–7%, sedangkan kontribusi

(2)

terhadap pendapatan petani mencapai 16%

(SOEDJANA et al., 1988). Disamping itu,

populasinyapun sejak 1997-2001 terus mengalami penurunan dengan laju sebesar 2,74% per tahun (DIREKTORAT JENDRAL

PRODUKSI PETERNAKAN, 2001). Salah satu

faktor yang diperkirakan menjadi penyebab rendahnya tingkat produktivitas ternak kambing tersebut adalah belum optimalnya pemanfaatan sumber daya lokal yang tersedia, terutama pakan alternatif dan lahan serta hijauan pakan.

Pemanfaatan sumber daya lokal secara maksimal merupakan langkah strategis dalam upaya mencapai efisiensi usaha. Terlebih apabila sumberdaya tersebut bukan merupakan kebutuhan langsung bagi kompetitor lain, yang dalam hal ini adalah manusia atau jenis ternak lain. Oleh karena pakan sangat erat kaitannya dengan produktivitas, maka pemanfaatan bahan baku pakan secara efisien akan berpengaruh nyata bagi perkembangan produksi kambing. Ada beberapa kriteria yang perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan efisiensi dan kompetisi bahan pakan tersebut yaitu tersedia secara kontinyu, murah dan mudah didapat, mempunyai nilai gizi yang cukup, mudah dicerna serta tidak mengganggu kesehatan ternak. Produk yang berpotensi sebagai bahan pakan alternatif yang tersedia dalam volume besar dan tersedia sepanjang tahun umumnya terkait dengan sektor industri yang menghasilkan berbagai produk baik yang sifatnya sampingan, sisa, maupun limbah.

Industri pengolahan buah markisa

(Paciflora idollis Sims f. edulis Deg.) menjadi

produk minuman (sari markisa), menawarkan produk limbah dan hasil ikutan yang berpotensi diolah menjadi pakan ternak kambing. Secara nasional, sentra produksi markisa terletak di Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan. Di Sumatera Utara sendiri, industri pengolahan hortikultura menjadi pangan cukup berkembang. PT Gunung Sibayak Intisari mampun berproduksi 10–15 ton per hari dengan limbah berupa biji dan kulit buah sebanyak 2–3 ton per hari. Limbah tersebut belum dimanfaatkan dan malah membutuhkan biaya untuk penanganannya. Menurut GINTING

(2003), pemanfaatan limbah kulit buah markisa sebagai suplemen bahan pakan kambing masih belum optimal yaitu hanya mencapai tingkat

45% dalam ransum. Hal ini masih bisa ditingkatkan dengan cara mengeliminir kendala dan faktor negatif dari bahan pakan tersebut. Salah satunya dengan cara Bioteknologi melalui fermentasi, baik dengan atau tanpa penambahan inokulum yang dalam hal ini menggunakan mikroorganisme Asfergillus

niger.

Teknik fermentasi dengan menggunakan

Aspergillus niger sudah sering dilakukan dan

terbukti dalam prosesnya mampu meningkatkan kandungan kulit ubi kayu (SUPRIYATI danKOMPIANG, 2002), dan lumpur

sawit (SINURAT et al., 1998) serta dapat pula

meningkatkan energi metabolis lumpur sawit (PASARIBU et al., 1998; SINURATet al., 1998). Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dinilai perlu dilakukan penelitian dan analisis nilai nutrisi Kulit Buah Markisa yang difermentasi dengan penambahan inokulum, serta pemanfaatannya sebagai bahan baku pakan kambing.

MATERI DAN METODE

Penelitian dilaksanakan di Stasiun Percobaan Loka Penelitian Kambing Potong Sungei Putih, menggunakan 20 ekor kambing Kacang jantan lepas sapih dengan rataan bobot hidup awal 12,87 ± 0,91 kg. Ternak ditempatkan dalam kandang individu dan diacak menjadi empat perlakuan ransum yang terdiri lima ekor ternak setiap perlakuannya.

Limbah kulit buah markisa yang dipergunakan diperoleh dari PT. Sibayak Intisari, Brastagi, Sumatera Utara yang kemudian dijemur dan digiling untuk selanjutnya difermentasi dengan inokulum

Aspergillus niger. Prosedur fermentasi

mengikuti proses yang dilakukan pada fermentasi lumpur sawit (PASARIB et al.,

1998). Semua analisis bahan kulit buah markisa dan ransum serta feses dan urine dilakukan di Laboratoriun Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih.

Ransum diberikan berdasarkan pada berbagai tingkat persentase penggunaan kulit buah markisa yang difermentasi, yaitu; R0 (0%), R1 (20%), R3 (40%) dan R4 (60%) pada campuran ransum komplit.

(3)

Tabel 1. Susunan serta kandungan zat - zat makanan dan energi ransum percobaan Ransum Percobaan (%) Bahan pakan RO R1 R2 R3 Dedak halus 33 27 14 1 Tepung jagung 15 11 10 19

Bungkil inti sawit 24 17 14 -

Tepung ikan 1 1 1 - Urea 1 0,5 - - Tepung tulang 2 1 0,5 - Ultra mineral 2 1 - - Garam 2 1,5 0,5 - KBM-fermentasi 0 20 40 60

Tepung rumput lapang 20 20 20 20

Total 100 100 100 100

Protein kasar (%) 14,47 14,47 14,56 14,53

Energi metabolis (kkal/kg) 2653 2656 2654 2652

Bahan kering( %) 89,42 93,64 90,45 91,86

Bahan organik (%) 81,27 82,52 81,41 83,24

Ransum diberikan dua kali sehari dalam bentuk pelet dengan standar pemberian 3,8 % dari bobot hidup ternak. Air minum selalu tersedia (ad-libitum), sedangkan pencegahan penyakit meliputi kegiatan vaksinasi, pemberian vitamin dan antibiotika, serta sanitasi lingkungan. Peubah yang diamati meliputi pertambahan bobot hidup, konsumsi bahan kering dan konversi ransum, serta tingkat kecernaan. Data yang diperoleh diuji secara statistik dengan menggunakan analysis

of varian menurut STEEL dan TORRI (1981),

sedangkan proses pengolahannya menggunakan program SPSS versi 10.0 (SANTOSO, 2002).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Komposisi nutrien kulit buah markisa fermentasi

Berdasarkan hasil analisis, maka diperoleh kandungan nutrisi dari kulit buah markisa tertera pada Tabel 2.

Hasil analisis di atas menunjukkan adanya peningkatan kandungan protein kasar dan energi serta penurunan serat kasar pada kulit buah markisa yang difermentasi dibandingkan dengan tanpa fermentasi. Kandungan protein kasar yang mencapai 18,13 % termasuk ke dalam kategori sedang dan sebanding dengan

bungkil kelapa atau bungkil inti sawit. Peningkatan protein ini tentunya akan berdampak positif, mengingat protein merupakan salah satu komponen gizi pokok yang diperlukan untuk pertumbuhan ternak fase pertumbuhan. Kekurangan protein dalam ransum yang dikonsumsi dapat menghambat pertumbuhan (ENSMINGER dan PARKER, 1986 ;

GATENBY, 1986), menekan mikroorganisme

yang berfungsi mencerna selulosa dan sebagai sumber protein (MCDONALD et al, 1988).

Peningkatan protein diduga karena adanya penambahan protein yang disumbangkan oleh sel mikroba akibat pertumbuhannya (Protein

Enrichment) yang menghasilkan produk

Protein Sel Tunggal (PST) atau biomassa sel yang mengandung sekitar 40–65 % protein.

Kandungan energi kasar yang tinggi dan rendahnya serat kasar memberikan indikasi bahwa energi tersedia cukup tinggi. Hal yang sama terjadi pada kandungan BETN pada kulit buah markisa setelah fermentasi meningkat hampir 44% dibandingkan dengan tanpa fermentasi. Tentunya hal ini mengindikasikan pula bahwa kulit buah markisa fermentasi mempunyai potensi sebagai sumber energi yang mudah larut dalam rumen. Begitu juga dengan kandungan serat (NDF dan ADF) yang hampir sebanding dengan rumput, sehingga kulit buah markisa fermentasi ini berpotensi untuk dijadikan sebagai bahan pakan dasar.

(4)

Tabel 2. Kandungan kimiawi kulit buah markisa tanpa atau dengan difermentasi Aspergillus niger KBM KBM-F ME (Kkal/kg) 4495 4972 PK (% BK) 13,12 18,13 BK (% BK) 87,0 94,1 BO (% BK) 89,3 86,9 NDF (% BK) 52,7 57,9 ADF (% BK) 43,0 46,1 SK (% BK) 29,9 22,1 L (% BK) 7,5 3,7 Abu (% BK) 10,7 13,1 BETN (% BK) 25,62 36,83 Hasil Analisis Laboratorium Loka Penelitian Kambing Potong Sungei Putih

ME = metabolis energi PK = protein kasar BK = bahan kering BO = bahan organik NDF = netral digestible fiber ADF = acid digestible fiber SK = serat kasar L = lemak

Pengaruh ransum percobaan terhadap performan dan kecernaan kambing Kacang

Selama delapan minggu percobaan tidak dijumpai kematian pada semua perlakuan. Hasil analisis menunjukkan peningkatan penggunaan kulit buah markisa fermentasi (KBMF) dalam ransum komplit cenderung menurunkan bobot hidup. Pada tingkat penggunaan KBMF 60% (R4) menghasilkan pertambahan bobot hidup yang paling rendah dan berbeda nyata (P<0,05) dengan perlakuan lainnya, tetapi nilai konsumsi ransum yang dihasilkan masih setara atau tidak berbeda nyata (P<0,05) dengan perlakuan lainnya. Hal ini memberikan gambaran bahwa penggunaan KBM-F sampai tingkat 60% masih mempunyai nilai akseptabilitas yang baik, walaupun manifestasi untuk dijadikan daging masih rendah. Terbukti dengan nilai konversi ransum pada R4 paling tinggi yaitu mencapai 10,82.

Secara kuantitas, konsumsi ransum pada semua perlakuan berkisar antara 3,5–3,7%. Tentunya angka ini berada pada kisaran

normal, sehingga mngindikasikan pula tingkat palatabilitas ransum yang relatif baik pada semua taraf penggunaan KBM-F. Mengingat kulit buah markisa merupakan produk limbah yang belum mempunyai nilai ekonomi, maka pertambahan bobot hidup yang dicapai pada penggunaan KBMF sampai taraf 40% termasuk kategori baik. Penggunaannya sampai taraf 60% dalam ransum diperkirakan masih memberi nilai tambah, apalagi masih dapat menghasilkan pertambahan bobot hidup sampai 63 g/hari. Tentunya pertambahan bobot hidup sebesar 63 g/hari pada kambing termasuk kategori cukup baik apabila dibandingkan dengan pemberian hijauan saja yang hanya mencapai 30 g/hari (BATUBARAet al., 2003). Begitu juga dengan konsumsi bahan kering yang mencapai 668 g/hari atau lebih dari 3% bobot hidup, dinilai sudah mencukupi kebutuhan bahan kering kambing dalam masa pertumbuhan (BATUBARAet al., 2003).

Pada Tabel 3 juga dapat dilihat ternyata perlakuan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik pakan. Telah dikemukakan lebih awal, bahwa penggunaan kulit buah markisa fermentasi sampai tingkat 60% dihasilkan rataan pertambahan bobot hidup harian yang rendah. Tentunya homogenitas kecernaan pada semua perlakuan ini membuktikan bahwa pemanfaatan limbah kulit buah markisa yang difermentasi sampai taraf 60% dalam ransum komplit mempunyai daya cerna yang cukup baik. ANGGORODI (1990) menjelaskan bahwa pada dasarnya tingkat kecernaan adalah upaya untuk mengetahui banyaknya zat makanan yang diserap oleh saluran pencernaan.

Perbedaan hasil antara pemanfaatan Kulit buah markisa yang difermentasi dengan tanpa difermentasi dapat dilihat dengan membandingkannya pada hasil penelitian

GINTING et al (2003). Pertambahan bobot

hidup harian yang dicapai pada tingkat penggunaan kulit buah markisa tanpa fermentasi 15, 30, dan 45% adalah berturut-turut 76; 66 dan 60 g/hari, sedangkan konversi ransumnya adalah 9,20; 10,40 dan 11,20.

Tentunya hasil ini masih lebih rendah dibandingkan dengan pemanfaatan kulit buah markisa yang difermentasi, walaupun tingkat penggunaan kulit buah markisa fermentasi lebih tinggi dari setiap tingkat perlakuannya.

(5)

Tabel 3. Respon ternak terhadap ransum percobaan selama 8 minggu

Tingkat penggunaan KBM dan KBM-F dalam ransum

Peubah 0% KBM*) KBM-F 0% KBM*) 15% KBM-F 20% KBM*) 30% KBM-F 40% KBM*) 45% KBM-F 60% Konsumsi BK (g/ekor/hari) 692 780 a 698 773a 687 767a 674 668a PBHH (g/ekor/hari) 84 97a 76 93a 66 89a 60 63b FCR 8,20 8,21a 9,20 8,53a 10,40 9,01a 11,20 10,82a Kecernaan BK (%) 70,72a 67,79a 66,41a 65,04a Kecernaan BO (%) 62,35a 57,11 a 53,12a 52,85a

*) Hasil Penelitian GINTINGet al. (2003)

Superskrip yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05)

KESIMPULAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertambahan bobot hidup harian (PBHH) tidak berbeda (P>0,05) antar perlakuan R0, R1, dan R2, namun pertambahan bobot hidup harian menurun nyata (P<0,05) pada perlakuan R3. Konsumsi ransum dan efisiensi penggunaan ransum serta kecernaan ransum tidak berbeda antar perlakuan. Disimpulkan bahwa tingkat optimal penggunaan kulit buah markisa produk fermentasi adalah 40%, walaupun pada tingkat penggunaan 60% masih mempunyai nilai akseptabilitas yang baik.

DAFTAR PUSTAKA

ANGGORODI, R. 1990. Ilmu Makanan Ternak Umum. Cetakan ketiga. PT Gramedia, Jakarta. BATUBARA,L.P.,S.P.GINTING,K.SIMANIHURUK,J. SIANIPAR dan A. TARIGAN. 2003. Pemanfaatan limbah sawit dan hasil ikutan perkebunan kelapa sawit sebagai ransum kambing potong. Pros. Seminar Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 29–30 September 2003. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 106–109. DIREKTORAT JENDRAL PRODUKSI PETERNAKAN.

2001. Statistik Peternakan. Direktorat Jendral Bina Produksi Peternakan, Jakarta.

ENSMINGER, M.E. dan R.O. PARKER. 1986. Sheep and Goats Science. 5th Ed. The Interstate

Printer & Publisher. Inc, Danville, Illinois. pp. 235–253.

GATENBY, R.M. 2986. “Sheep production in the tropics and subtropics”. Tropical Agricultur Series, Longmans, London and New York. GINTING, S.P., L.P. BATUBARA, J. SIANIPAR, S.

ELIESER dan A. TARIGAN. 2003. Studi pemanfaatan limbah industri markisa sebagai pakan kambing. Laporan Tahunan Penelitian. Loka Penelitian Kambing Potong, Sei Putih. MCDONALD, P., R.A. EDWARD and J.F.D.

GREEHALGH. 1988. Animal Nutrition. 4th Ed. Longman Scientific & Technical, New York. PASARIBU, T., A.P. SINURAT, T. PURWADARIA,

SUPRIYATI dan H.HAMID. 1998. Peningkatan nilai gizi lumpur sawit melalui proses fermentasi: Pengaruh jenis kapang, suhu dan lama proses enzimatis. JITV 3(4): 237–242. SANTOSO, S. 2002. Mengolah Data Statistik Secara

Profesional. SPSS Versi 10. Cetakan ketiga. PT Elex Media Komputindo, Jakarta.

SINURAT, A.P., T. PURWADARIA, J. ROSIDA, H. SURACHMAN, H.HAMID dan I.P. KOMPIANG. 1998. Pengaruh suhu ruang fermentasi dan kadar air substrat terhadap nilai gizi produk fermentasi lumpur sawit. JITV 3(4): 225–229. SOEDJANA, T.D., A.J. DE BOER and H.C.

KNIPSCHEER. 1988. Potential uses of commercial technologies for sheep and goat. Small Ruminant. Res. 3: 249.

STEEL R.G.D. dan J.H.TORRIE. 1981. Principles and Prosedures of Statistical. Mc.Graw–Hill Book Co. New York.

SUPRIYATI dan I.P. KOMPIANG. 2002. Perubahan komposisi nutrien dari kulit ubi kayu terfermentasi dan pemanfaatan sebagai bahan baku pakan ayam pedaging. JITV 7: 150–154.

Gambar

Tabel 1. Susunan serta kandungan zat - zat makanan dan energi ransum percobaan  Ransum Percobaan (%)  Bahan pakan  RO R1  R2  R3  Dedak halus  33  27  14  1  Tepung jagung  15  11  10  19
Tabel 2. Kandungan kimiawi kulit buah markisa  tanpa atau dengan difermentasi Aspergillus
Tabel 3. Respon ternak terhadap ransum percobaan selama 8 minggu

Referensi

Dokumen terkait

Jumlah proposal penelitian yang dikelola oleh LPPM dari tahun ketahun semakin meningkat seiring dengan semakin meningkatnya gairah para peneliti Universitas Udayana untuk

Upaya Bimbingan Yang Telah Dilakukan di Sekolah Terhadap Siswa Berprilaku Menyimpang

perusahaan harus dikuasai dan dicatat yang nanti bisa diterapkan bila Anda menjadi wirausahawan.. Jangan

The Rainforest Alliance works to conserve biodiversity and ensure sustainable livelihoods by transforming land-use practices, business practices and consumer behavior. The

(2) Sub Bagian Tata Usaha dan Seksi diangkat dan diberhentikan oleh Bupati atas usul Kepala Kantor melalui Sekretaris Daerah dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi

[r]

[r]

This study is an explanatory analysis which aims to explain the value of relative efficiency and productivity changes produced from three inputs to a single output. The