• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kebijakan Pengendalian Imigrasi Hungaria Dalam Penanganan Arus Pencari Suaka Suriah Tahun 2015 – 2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisis Kebijakan Pengendalian Imigrasi Hungaria Dalam Penanganan Arus Pencari Suaka Suriah Tahun 2015 – 2017"

Copied!
188
0
0

Teks penuh

(1)ANALISIS KEBIJAKAN PENGENDALIAN IMIGRASI HUNGARIA DALAM PENANGANAN ARUS PENCARI SUAKA SURIAH TAHUN 2015 – 2017 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pada Ilmu Hubungan Internasional Fakultas ilmu Sosial dan Ilmu Politik Peminatanan International Security and Peace. YOSKA RINI DHARA ANINDHITA 135120407121029. PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2018.

(2)

(3)

(4)

(5) ANALISIS KEBIJAKAN PENGENDALIAN IMIGRASI HUNGARIA DALAM PENANGANAN ARUS PENCARI SUAKA SURIAH TAHUN 2015 – 2017 ABSTRAK The Syrian Refugee Crisis merupakan krisis pengungsi terbesar dalam sejarah Uni Eropa. Pada tahun 2015 warga Suriah berbondong pergi menuju Eropa akibat konflik yang berkepanjangan di Suriah. Letak geografis Hungaria yang berada di rute suaka membuatnya menjadi salah satu negara entry point Uni Eropa dengan menerima ratusan ribu permohonan suaka, jumlah terbesar kedua setelah Jerman yang notabene adalah negara tujuan suaka. Dalam merespon arus pencari suaka Suriah tersebut, pemerintah Hungaria menggunakan langkah yang sifatnya restrictive (ketat), seperti menutup perbatasan dan memperketat kebijakan pengendalian imigrasinya di tahun 2015. Terdapat banyak kritik ditujukan kepada Hungaria, namun Hungaria tidak bergeming dan malah melakukan dua amandemen tambahan di tahun 2016 hingga tahun 2017 terhadap kebijakannya, terlepas sudah menurunnya jumlah pengajuan suaka Suriah. Penelitian ini akan membahas mengenai faktor-faktor yang melatarbelakangi kebijakan pengendalian imigrasi Hungaria yang ketat dalam menangani arus pencari suaka Suriah tahun 2015 – 2017 serta faktor manakah yang memiliki pengaruh dominan. Penelitian ini menggunakan teori International Immigration Policy milik Eytan Meyers yang menjelaskan bahwa terdapat lima faktor yang mempengaruhi suatu negara untuk merubah kebijakan pengendalian imigrasinya. Hasil dari analisa data yang diperoleh menunjukkan kebijakan pengendalian imigrasi restrictive (ketat) Hungaria dilatarbelakangi oleh keinginan Hungaria menjaga keamanan negara dan perbatasan dari kehadiran pencari suaka muslim yang sering dikaitkan dengan tindakan-tindakan terorisme dan menjaga homogenitas serta identitas Hungaria dari ancaman multikulturalisme. Selanjutnya, dominasi partai sayap kanan Fidesz dan aksi Perdana Menteri Hungaria Viktor Orbán mendorong sikap ketat yang dipilih Hungaria terhadap pencari suaka Suriah. Kata kunci: Pencari Suaka Suriah, Hungaria, Kebijakan pengendalian Imigrasi, Kebijakan suaka Hungaria. v.

(6) ANALYSIS OF HUNGARY’S IMMIGRATION CONTROL POLICY IN HANDLING THE FLOW OF SYRIAN ASYLUM SEEKERS IN 2015-2017 ABSTRACT The Syrian Refugee Crisis is the largest refugee crisis in European Union history. In 2015, many Syrians flocked to Europe due to the prolonged conflict in Syria. Hungary’s geographical location on the asylum route makes it one of European Union’s entry point countries by receiving hundreds of thousands of asylum applications, the second largest number after Germany which is the main destination country for asylum. In response to the flow of Syrian asylum seekers, the Hungarian government used restrictive measures, such as closing the border and tightening its immigration control policy in 2015. There were a lot of criticism directed at Hungary, but Hungary did not budge and instead carried out two additional amendments in the year 2016 to 2017 against its policy, despite the declining number of Syrian asylum applications. This research will discuss the factors behind Hungary restrictive immigration control policy in dealing with the flow of Syrian asylum seekers in 2015-2017 and which factors have dominant influence. This research uses Eytan Meyers’ International Immigration Policy Theory which explains that there are five factors influencing a country to change its immigration control policy. The results of the data analysis showed that Hungary's restrictive immigration control policy was motivated by Hungary's desire to safeguard the security of the state and borders from the presence of Muslim asylum seekers often associated with acts of terrorism, and maintaining the homogeneity and Hungarian identity from the threat of multiculturalism. Furthermore, the dominance of the right-wing Fidesz party and the actions of Hungarian Prime Minister Viktor Orbán prompted the strict attitude chosen by Hungary towards Syrian asylum seekers. Keywords: Syrian Asylum Seeker, Hungary, Immigration Control Policy, Hungary Asylum Policy. vi.

(7) KATA PENGANTAR Puji Syukur atas kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas berkat dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan penulisan skripsi ini yang mengangkat judul serta tema mengenai “Analisis Kebijakan Pengendalian Imigrasi Hungaria Dalam Penanganan Arus Pencari Suaka Suriah Tahun 2015 – 2017”. Tulisan ini dibuat atas dasar ketertarikan penulis atas isu migrasi khususnya isu forced migration dan hal-hal yang berhubungan dengan HAM. Penyusunan skripsi merupakan salah satu prasyarat kelulusan sebagai mahasiswa Universitas Brawijaya khususnya Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dan Program Studi Hubungan Internasional. Dengan selesainya penyusunan skripsi ini penulis hendak mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berjasa membantu dan memberikan motivasi dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Untuk itu adapun ucapan terima kasih ini akan penulis sampaikan kepada: 1. Allah SWT atas berkat, rahmat, karunia, serta perlindungan-Nya yang diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan baik. 2. Keluarga penulis, terutama ibu Priska Rini Wahyu Lestari sebagai ibu penulis yang tanpa lelah mendoakan dan memberi semangat sekaligus menjadi tempat penulis berkeluh kesah selama proses penyelesaian skripsi. Tidak dapat dipungkiri segala kelancaran yang penulis dapatkan adalah karena doa dan restu seorang ibu. 3. Ibu Karina, selaku pembimbing pertama penulis yang berjasa besar dalam membentuk pola pikir maupun arah penelitian dalam penyusunan skripsi penulis. Terima kasih karena selama masa perkuliahan selalu menjadi pribadi dosen yang tegas sekaligus terbuka dengan seluruh mahasiswanya. Dukungan yang selalu penulis dapatkan meskipun beliau tidak lagi menjadi dosen pembimbing penulis sangat penulis apresiasi. Kecerdasan dan perhatian beliau akan selalu menjadi panutan. 4. Ibu Rinda selaku pembimbing pertama dan kedua penulis yang penulis hormati yang sudah berperan dan berjasa besar dalam terselesaikannya skripsi ini. Sudah dengan sangat sabar membimbing penulis dalam segala. viii.

(8) aspek penyusunan skripsi ini, mulai dari membentuk pola berpikir penulis hingga pembelajaran atas bagaimana cara menyusun penulisan yang baik dan benar. Terima kasih juga atas segala arahan, ilmu, solusi dan rasa tenang yang diberikan ibu ditengah kepanikan dan masalah yang penulis hadapi. 5. Bapak Muhaimin Zulhair selaku dosen pembimbing kedua penulis yang kritik dan sarannya sangat membantu penulis selama proses Ujian Komprehensif dan penyelesaian skripsi. 6. Bapak Mahe selaku doen pembimbing akademik merangkap ketua majelis penguji dan Ibu Irza selaku sekertaris majelis penguji komprehensif skripsi, yang kritik dan masukannya memperkaya substansi dari tulisan penulis. 7. Teman-teman IHI Angkatan 2013. 8. Nur Faujiah dan Feinoor Yudhahastuti yang tidak lelah mengajak penulis berlibur dan traveling ditengah pengerjaan skripsi. Odystya Zuliantina dan Ivan Borneva untuk segala dukungan dan bantuannya kepada penulis. Sarah Farida Ainun yang sudah sabar menjadi tempat bertanya dan berkeluh kesah. Kiki Putri Pasai, Gita Asoka Graciana, Yu’thika Anindya Putri, dan Bianda Budianti yang energi positif dan supportnya selalu memberikan ketenangan ditengah keruwetan penulis.. Malang, 25 Juli 2018. Yoska Rini Dhara Anindhita. ix.

(9) DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL .......................................................................................................... i LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................................. ii LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................................ iii LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................................... iv ABSTRAK ......................................................................................................................... v ABSTRACT ...................................................................................................................... vi KATA PENGANTAR.................................................................................................... viii DAFTAR ISI ..................................................................................................................... x DAFTAR BAGAN ......................................................................................................... xiii DAFTAR GAMBAR...................................................................................................... xiv DAFTAR TABEL ........................................................................................................... xv DAFTAR SINGKATAN................................................................................................ xvi BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1 1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1 1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 12 1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................................... 12 1.4 Manfaat Penelitian......................................................................................... 12 BAB II KERANGKA PEMIKIRAN ............................................................................. 14 2.1 Studi Terdahulu ............................................................................................. 14 2.1.1 Reviewing the Change: A Comparative Historical Analysis on Immigration Control Policy Change within New Zealand oleh LauraAlice Blackwell ................................................................................................... 14 2.1.2 Refugee Between EU policies and Human Rights Law. The Case of Syrian Refugees on Hungarian Borders oleh Suha Nasser ................................ 17 2.1.3 The Syrian Refugee Crisis in Europe oleh Rossen Koroutchev, PhD ................ 20 2.2 Kerangka Konseptual .................................................................................... 22 2.2.1 Eytan Meyers’ International Immigration Policy Theory ................................... 23 2.2.1.1 The State of the Economy................................................................................. 24 2.2.1.2.The Volume of Immigration of Dissimilar Composition .................................. 27 2.2.1.3 Wars and External Threats .............................................................................. 29 2.2.1.4 Foreign Policy Considerations ........................................................................ 31 2.2.1.5 Ideological Cycles ........................................................................................... 32 2.2.2 The Type of Immigration and The Influence of the Socioeconomic and Foreign Policy Factors. ..................................................................................... 33 2.3 Operasionalisasi Teori ................................................................................... 35 2.4 Alur Pemikiran .............................................................................................. 44 2.5 Argumen Utama ............................................................................................ 45. x.

(10) BAB III METODE PENELITIAN ................................................................................ 46 3.1 Jenis Penelitian .............................................................................................. 46 3.2 Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................. 46 3.3 Teknik Pengumpulan Data ............................................................................ 47 3.4 Teknik Analisa Data ...................................................................................... 48 3.5 Sistematika Penulisan .................................................................................... 48 BAB IV GAMBARAN UMUM ..................................................................................... 50 4.1 Krisis Pencari Suaka Suriah .......................................................................... 50 4.1.1 Krisis Pencari Suaka Suriah di Eropa ................................................................. 50 4.1.2 Krisis pencari suaka Suriah di Hungaria tahun 2015-2017 ................................. 54 4.2 Kebijakan suaka Hungaria (Hungary Asylum Act) ........................................ 61 4.2.1 Amandemen Asylum Act 2015 ............................................................................ 63 4.2.2 Amandemen Asylum Acts 2016 (XXXIX 2016) and Act on state border .......... 71 4.2.3 Amandemen Asylum Act 2017 ........................................................................... 73 4.3 Opini Internasional Terhadap Kebijakan Suaka Hungaria .......................... 76 BAB V ANALISIS KEBIJAKAN PENGENDALIAN IMIGRASI HUNGARIA DALAM PENANGANAN ARUS PENCARI SUAKA SURIAH TAHUN 2015-2017 ........................................................................... 80 5.1 The State of the Economy ............................................................................... 81 5.2 The Volume of Immigration of Dissimilar Composition .................................. 97 5.2.1 Jumlah Kedatangan Pencari Suaka Suriah yang Mayoritas Muslim................... 97 5.2.2 Homogenitas Hungaria ....................................................................................... 99 5.2.3 Munculnya Gerakan Anti-imigrasi ................................................................... 102 5.3 Wars and External Threats ............................................................................ 112 5.3.1 Asosiasi Muslim Suriah dengan Terorisme dan Radikalisme Islam ................. 112 5.3.2 Adanya social conformity di tengah masyarakat terhadap keterkaitan antara pencari suaka Suriah dan terorisme di Eropa......................................... 116 5.3.3 Peran pemerintah dan media massa di Hungaria dalam mendorong meningkatnya social conformity ditengah masyarakat ..................................... 120 5.4 Foreign Policy Considerations ...................................................................... 125 5.4.1 Foreign Policy Goals yang ingin dicapai Hungaria ......................................... 125 5.4.2 Pengaruh keanggotaan Hungaria dalam Uni Eropa .......................................... 131 5.4.3 Pengaruh keanggotaan Hunggaria dalam Rezim Internasional (1951 Refugee Convention) ........................................................................................ 139 5.5 Ideological Cycles ......................................................................................... 146 5.5.1 Penggunaan terminologi rasis dalam kebijakan pengendalian imigrasi Hungaria ........................................................................................................... 146 5.5.2 Penerimaan pencari suaka berdasarkan etnisitas dalam kebijakan pengendalian imigrasi Hungaria ....................................................................... 147 5.5.3 Sikap yang digunakan Hungaria terhadap isu pencari suaka Suriah ................. 148 BAB VI PENUTUP....................................................................................................... 158 6.1 Kesimpulan .................................................................................................. 158 6.2 Saran ............................................................................................................ 161 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 162. xi.

(11) DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................. 174. xii.

(12) DAFTAR BAGAN Bagan 2.4. Alur Kerangka Pemikiran ……………………………… 44. xiii.

(13) DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1. Dampak Ganda dari Wars and External Threats atas Kebijakan ......................................................................... 29. Gambar 4.1.1. Jumlah Tahunan Permohonan Suaka yang diterima oleh Negara EU-28, Norwegia dan Swiss tahun 1985-2015… 52. Gambar 4.1.2. Rute Migrasi Western Balkan Route …………………… 54. Gambar 4.1.2.1. Papan Pengumuman Kampanye Anti-imigrasi Bertuliskan Slogan “if you come to Hungary, you have to respect our culture” ………………………….................................... 57. Grafik 5.1.1. Unemployment Rate Hungaria 2014-2017 …...………... 81. Gambar 5.1.2. Unemployment Rate Hungaria Juli 2014-Juni 2015 …… 82. Gambar 5.1.3. GDP Hungaria Tahun 2007-2016 …………………........ 83. Gambar 5.1.4. Jumlah Elderly Population di Hungaria 1980 – 2014 ...... 85. Gambar 5.1.5. Angka Kelahiran per 1000/jiwa Tahun 2000-2016 …...... 86. Gambar 5.1.7. Survei ManpowerGroup Tahun 2016 …………...…….... 91. Gambar 5.2.3.1. Pandangan Muslim Lebih Negatif di Eropa Timur dan Selatan…………………………………………...…….... 103. Gambar 5.2.3.2. Most Europeans say Muslims in Their Country Want to be Distinct…………………………………………...……... 104. Gambar 5.3.2. Banyak Masyarakat Eropa yang Khawatir Kehadiran Pengungsi Akan Meningkatkan Terorisme di Wilayah Domestik (Tahun 2016) ……………………………...... 118. Gambar 5.4.2. Hasil Referendum EU Mandatory Quota Pada 2 Oktober Tahun 2016………………………………………………….…136. xiv.

(14) DAFTAR TABEL Tabel 1.1. Data First Time Asylum Applicant Suriah Tahun 2013-2016 …… 6. Tabel 2.1. Tabel Operasionalisasi International Immigration Policy Theory Eytan Meyer ..................................................................... 41. Tabel 5.1.6. Jumlah Perbandingan Imigran dan Emigran di Hungaria Tahun 2010 – 2016 .………………………….....……………................. 88. Tabel 5.2.1. Jumlah Data Aplikasi Pencari Suaka Tahun 2013-2015 ……...... 97. Tabel 5.2.1.1 Data Jumlah Pencari Suaka Suriah Tahun 2013 – 2016..……..... 98 Tabel 5.2.2. Jumlah Warga Asing di Hungaria/ Januari Tahun 2011-2017.... 100. Tabel 5.3.1.1 Kasus Terorisme Eropa Tahun 2015 – 2017 ……………..…… 112. xv.

(15) DAFTAR SINGKATAN AIDA CEAS CEES GDP EU Eurostat Fidesz FRONTEX HHC IAO IAO IOM KDNP OHCHR OIN UNHCR MGYOSZ MKKP MSZP. Asylum Information Database Comon European Asylum System Central Eastern European States Gross Domestic Product European Union European Commission Directorate-General for Statistics Hungarian Civic Party (Magyar Polgári Szövetség) European Border and Coast Guard Agency Hungarian Helsinski Committee The Immigration and Asylum Office Immigration and Asylum Office International Organization for Migration Christian Democratic People’s Party Office of the United Nations High Commissioner for Human Rights Office for Immigration and Nationality United Nations High Commissione for Refugees National Association of Employers and Manufacturers Hungarian Two-tailed Dog Party (Magyar Kétfarkú Kutya Párt) Hungarian Socialist Party (Magyar Szocialista Párt). xvi.

(16) BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu migrasi bukanlah hal baru bagi Hungaria yang dalam perjalanan. sejarahnya pernah berperan baik sebagai negara asal maupun tujuan migrasi. Awal mula perubahan Hungaria menjadi negara transit sekaligus tujuan migrasi sendiri terjadi ketika adanya transformasi politik dan sosial yang terjadi di Eropa Timur sekitar tahun 1990, dimana Hungaria mengalami transisi demokratis paska komunisme soviet dan kontrol politik terhadap migrasi berakhir.1 Sejalan dengan transisi ke demokrasi tersebut, pembaruan Konstitusi juga dilakukan oleh Hungaria karena melihat perlunya pembentukan sebuah sistem administratif dan legislatif dalam menangani migrasi. Seperti tertera dalam Constitutional Reform (Act XXXI of 1989) yang memberikan hak bermigrasi bagi warga Hungaria yang kemudian diikuti dengan hukum-hukum yang berkaitan dengan warga negara asing dan perbatasan.2 Namun tidak hanya itu, 1989 juga menjadi titik tolak dalam konteks isu kepengungsian dengan ditandatanganinya Konvensi Jenewa tentang pengungsi tahun 1951 beserta protokolnya tahun 1967 oleh Hungaria pada 14 Maret tahun. 1. Irén GÖDRI, et al., “Dynamic Historical Analysis of Longer Term Migratory, Labour Market and Human Capital Processes in Hungary,” (2013) 7. tersedia dalam: http://www.seemig.eu/downloads/outputs/SEEMIGHistoricalAnalysisHungary.pdf, diakses pada 17 September 2017. 2 Act on Hungarian Citizenship (Act LV of 1993), Aliens Act (Act LXXXVI of 1993), dan Act on Border Control and Border Guard (Act XXXII of 1997), Ibid., hlm. 17.. 1.

(17) 1989. 3 Meskipun kala itu dengan geographical reservation dimana Hungaria hanya menerima pengungsi yang berasal dari kawasan Eropa. Hal ini ditunjukkan dengan adanya arus pencari suaka tahun 1988 akibat Balkan War dari Yugoslavia utamanya etnis Bosnia, Serbia dan Albania dan kemudian diiringi dengan kedatangan 40.000 orang legal imigran ke Hungaria pada tahun 1990.. 4. Kebanyakan legal imigran yang datang ke Hungaria adalah dari negara tetangga, seperti Romania yang sebagian besar atau sekitar 80% merupakan keturunan Hungaria yang kemudian menetap secara permanen. 5 Maka dari itu, pola penerimaan pencari suaka maupun imigran dapat dikatakan lebih terbuka dengan mayoritas berasal dari Eropa Timur. Kemudian setelah diberlakukannya Act on Asylum (Act CXXXIX of 1997) pada Maret 1998, pembatasan geografis terhadap Konvensi Jenewa tahun 1951 atas penerimaan pencari suaka dihapuskan yang artinya Hungaria dapat menerima pengungsi dari luar kawasan Eropa.6 Setelah penghapusan pembatasan tersebut, hampir setengah pengajuan suaka adalah dari negara-negara non-EU yang didominasi oleh Afghanistan, Irak dan Bangladesh khususnya pada awal tahun 2000an.7 Paska bergabung dengan Uni Eropa pada tahun 2004, Hungaria mencoba menselaraskan kebijakan migrasinya dengan ketentuan-ketentuan Uni Eropa.. 3. “States Parties to the 1951 Convention relating to the Status of Refugees and the 1967 Protocol,” UNHCR. tersedia dalam http://www.unhcr.org/uk/3b73b0d63.pdf, diakses pada 17 September 2017. 4 "The Hungarian Uprising of 1956 - History Learning Site". History Learning Site, 2015. tersedia dalam: http://www.historylearningsite.co.uk/modern-world-history-1918-to-1980/the-coldwar/the-hungarian-uprising-of-1956/, diakses pada 4 Juni 2017. 5 Ibid. 6 Iren GÖDRI et al., Op. Cit., hlm.17. 7 STADAT, “1.8. Asylum Seekers Arrived In Hungary By Citizenship And Type Of Entry (2000– )". ksh.hu. tersedia dalam: http://www.ksh.hu/docs/eng/xstadat/xstadat_annual/i_wnvn002a.html, diakses pada 19 September 2017.. 2.

(18) Salah satunya dengan mengadopsi ketentuan migrasi Uni Eropa termasuk EU asylum policy ke dalam kebijakan domestik Hungaria. 8 Tercermin pada tahun 2007, Hungaria mengadopsi hukum suaka yaitu Act LXXX of 2007 yang menerapkan sebuah asylum policy yang juga menggabungkan kebijakan suaka (asylum policy) dari Uni Eropa. 9 Tujuan dari asylum policy Uni Eropa sendiri adalah untuk menselaraskan prosedur suaka negara anggotanya dengan membentuk peraturan suaka bersama yang konsisten dengan Konvensi Jenewa tahun 1951 beserta Protokolnya tahun 1967.10 Asylum policy tersebut adalah The Common European Asylum System (CEAS) yang menyediakan common minimum standards untuk perlakuan terhadap pencari suaka dan aplikasi status suakanya.11 Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat dipahami bahwa kebijakan migrasi Hungaria cenderung mengikuti peristiwa-peristiwa internasional khususnya yang memiliki dampak ke Hungaria baik dalam bentuk arus migrasi ataupun posisi/ideologi politik kala itu yang membuat Hungaria tidak memiliki kebijakan migrasi yang komprehensif melainkan masih pada tingkat administratif. Terkait pola penerimaan pencari suaka Hungaria paska aksesi Uni Eropa, cenderung tidak banyak berubah. Pada tahun 2005 sampai tahun 2007 didominasi oleh kedatangan pencari suaka dari Serbia. 12 Pada tahun 2008-2009 mayoritas 8. Iren GÖDRI et al., Op. Cit., hlm.19 Anna Winslow., Shifting Immigration Policies In Response To The Syrian Refugee Crisis Across The European Union : A Case Analysis Of Germany, Hungary, And Lithuania. 1st ed (2016) 4. tersedia dalam: http://eucenter.scrippscalege.edu/oop-content/uploads/files/2016/03/Winslow.pdf, diakses pada 16 September 2017. 10 “Introduction | EU Fact Sheets | European Parliament". Europarl.Europa.Eu. tersedia dalam: http://europarl.europa.eu/atyourservice/en/displayFtu.htm?ftuld=FTU_5.12.2html, diakses pada 30 Agustus 2017. 11 “The Common European Asylum System (CEAS)”. europa.eu. tersedia dalam: https://ec.europa.eu/home-affairs/sites/homeaffairs/files/what-we-do/policies/european-agendamigration/backgroundinformation/docs/20160713/factsheet_the_common_european_asylum_system_en.pdf/, diakses pada 30 Agustus 2017. 12 STADAT., Loc. Cit. 9. 3.

(19) pencari suaka adalah etnis Yugoslavia yang melarikan diri dari Kosovo dan dalam waktu bersamaan jumlah pencari suaka asal Afghanistan tetap tinggi, terlepas dari perubahan komposisi pengajuan suaka di Hungaria, yang tercatat sejak tahun 2010 hingga saat data terbaru diambil pada tahun 2017, tetap termasuk dalam nasionalitas utama pencari suaka di Hungaria.13 Sempat terjadi kenaikan jumlah pencari suaka dari Kosovo pada tahun 2013 yang dikarenakan adanya kelonggaran regulasi dengan diamandemennya Asylum Act tahun 2013 yang berisikan bahwa per Januari tahun 2013 pencari suaka yang datang secara ilegal ke wilayah Hungaria tidak ditahan selama masa pemeriksaan atas pengajuan suakanya.14 Konsep penahan pencari suaka sendiri sebelumnya diperkenalkan pada tahun 2010 (Act CXXXV of 2010), dibawah amandemen terhadap hukum atas pencari suaka dan pengungsi, yang terbilang berhasil menurunkan jumlah pencari suaka yang datang ke Hungaria ketika itu.15 Lonjakan arus pencari suaka Suriah yang melanda Eropa pada tahun 2015 atau yang sering disebut dengan the Syrian Refugee Crisis juga berdampak ke Hungaria.16 Hungaria pada tahun 2015 dihadapkan dengan peningkatan pengajuan suaka warga negara Suriah yang melarikan diri akibat perang sipil. Bagi banyak pencari suaka Suriah, Hungaria merupakan salah satu negara pertama yang ditemui dalam wilayah Uni Eropa karena letak Hungaria yang berada di Western Balkan Route.17 Hal inilah yang akhirnya membuat negara Hungaria menjadi EU. 13. Ibid. Iren GÖDRI et al., Loc. Cit. 15 “Hungary as A Country of Asylum". Refworld.Org, 2012. tersedia dalam: http://www.refworld.org/pdfid/4f9167db2.pdf, diakses pada 19 September 2017. 16 Anna Winslow., Loc.Cit. 17 Lizzie Dearden,"6 Charts That Show Where Refugees Are From, Where They Are Going And How They Are Getting There". The Independent, 2018. tersedia dalam: http://www.independent.co.uk/news/world/europe/refugee-crisis-six-charts-that-show-where14. 4.

(20) Entry Point sekaligus negara transit bagi para pencari suaka untuk mencapai destinasi utama yaitu negara-negara Eropa Barat. Pencari suaka Suriah sendiri berbondong meninggalkan Suriah karena kondisi konflik yang sudah sangat memprihatinkan, dimana masyarakat sipil menjadi target dari pengeboman, penyiksaan, penyerangan dengan senjata kimia, dan pembunuhan. 18 Konflik ini berawal dari munculnya gejolak masyarakat Suriah untuk melakukan protes terhadap pemerintahan Presiden Bashar Al-Assad dan kian lama berubah dari yang semula berbentuk protes anti-pemerintah menjadi pemberontakan bersenjata dan munculnya Free Syrian Army, Islamic Front, hingga Hezbollah yang mendukung Free Syrian Army. 19 Kekerasan yang semakin meningkat kemudian mengakibatkan hampir 5 juta masyarakat Suriah, terhitung sejak konflik pecah pada Maret 2011, melarikan diri untuk mencari suaka/perlindungan ke negara lain. 20 Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, isu kedatangan pencari suaka bukanlah sesuatu yang baru bagi Hungaria. Namun terdapat perbedaan kondisi penerimaan pengungsi ketika Balkan-War tahun 1990-an dan ketika adanya kelonggaran regulasi terkait penahanan pencari suaka paska krisis Kosovo tahun 2000-an dengan tahun 2015. Pada tahun 2015, pencari suaka tinggal di Hungaria dalam jangka waktu yang relatif sebentar dikarenakan Hungaria dilihat sebagai negara transit dan juga karena adanya penahanan terhadap para pencari suaka. 21. refugees-are-coming-from-where-they-are-going-and-how-they-10482415.html, diakses pada 4 Juni 2017. 18 Max Fisher dan Amanda Taub. "The Refugee Crisis". Vox, 2015. tersedia dalam: https://www.vox.com/2015/9/9/9290985/refugee-crisis-europe-syrian, diakses pada 25 Mei 2017. 19 Ibid. 20 United Refugees, "Syria Emergency". UNHCR. tersedia dalam: http://www.unhcr.org/syriaemergency.html, diakses pada 25 Mei 2017. 21 Attila Juhász et al., Focus On Hungary: Refugees, Asylum And Migration. Heinrich-BöllStiftung, Political Capital Kft, 2015. ISBN: 78-80-906270-3-1. tersedia dalam:. 5.

(21) Menurut data Eurostat, dibandingkan dengan populasi masing-masing negara Uni Eropa, pada tahun 2015 Hungaria memiliki jumlah registered first time applicant tertinggi 17.699/ satu juta citizens diikuti dengan Swedia (10.016) orang dan Austria (9.970).22 Terjadi kenaikan jumlah first time asylum applicants di Hungaria dari tahun 2014 (41.215 orang) ke tahun 2015 (174.345) orang sebanyak 323%, jumlah tersebut mencakup 13.9 % dari total seluruh permohonan suaka di Uni Eropa. 23 Dengan komposisi pemohon suaka tahun 2015 adalah 64.080 Suriah, 45.560 Afghanistan, dan 23.690 Kosovo.24 Tabel 1.1: Data First Time Asylum Applicant Suriah tahun 2013-2016 (Orang) 2009. 2010. 2011. 2012. 2013. 2014. 2015. 2016. :. 180. 150. 145. 875. 600. 120. 625. 1.305. 2.830. 4.625. 4.765. Croatia. 190. 60. 25. 335. Hungary. 935. 6.630. 64.080. 4.875. Finland France. 60. 195. (Sumber : Eurostat25). Kedatangan pencari suaka asal Suriah membuat timbulnya gejolak politik ditengah masyarakat (political Hysteria) yang ditambah dengan pendanaan kampanye anti imigrasi (xenophobic propaganda campaign) dan pidato-pidato anti-refugee yang dilakukan oleh pemerintahan Perdana Menteri Viktor Orbán.26. https://www.boell.de/sites/default/files/2015-focus-on-hungary_refugees_asylum_migration.pdf, diakses pada 4 Juni 2017. 22 "Asylum in the EU Member States Record Number of Over 1.2 Million Firs Time Asylum Seekers Registered In 2015". Ec.Europa.Eu, 2016. tersedia dalam: http://ec.europa.eu/eurostat/documents/2995521/7203832/3-04032016-AP-EN.pdf/, diakses pada 4 Juni 2017. 23 Ibid. 24 Ibid. 25 Data Eurostat. tersedia dalam: http://appsso.eurostat.ec.europa.eu/nui/submitViewTableAction.do 26 Attila Juhász., Loc. Cit.. 6.

(22) PM Viktor Orbán menghimbau pencari suaka untuk tidak datang ke Hungaria dan juga mengklaim pencari suaka merupakan ancaman bagi identitas dan budaya Kristen Eropa.27 Zero admission dan pengamanan perbatasan Hungaria menjadi pilihan untuk menghadapi peningkatan arus pencari suaka sebagai bagian dari janji Viktor Orbán.28 Martha Pardavi, co-chair Hungarian Helsinski Committee, juga menyatakan bahwa pemerintah saat ini sedang mengejar zero refugee policy.29 Pernyataan tersebut kemudian diikuti dengan tindakan-tindakan perubahan kebijakan imigrasi khususnya terhadap pencari suaka di Hungaria untuk menjaga pengungsi dan pencari suaka agar tidak memasuki wilayahnya. Pada tanggal 15 September 2015 Hungaria melakukan amandemen hukum suaka-nya dimana perubahan tersebut menciptakan sebuah sistem yang mempercepat prosedur assesment dengan hampir seluruh pencari suaka, tanpa memandang kebutuhan perlindungannya, secara otomatis ditolak klaim-nya.. 30. Tidak hanya itu, pada. tanggal 15 September 2015, pemerintah Hungaria juga telah menyelesaikan pembangunan pagar kawat (border fence) sepanjang 175 km di Perbatasan Hungaria-Serbia dan sebulan kemudian pada tanggal 16 Oktober 2015 pagar kawat (border fence) juga didirikan di perbatasan Hungaria-Kroasia. 31 Selain itu 27. Lizzie Dearden, “Hungarian parliament votes to allow detention of all asylum seekers. The Independent”. The Independent, 2017. tersedia dalam: http://www.independent.co.uk/news/world/europe/hungary-parliament-asylum-seekers-detain-lawapprove-refugees-immigration-crisis-arrests-border-a7615486.html, diakses pada 4 Juni 2017. 28 Attila Juhász., Loc. Cit. 29 Lili Bayer, et al., "Hungary’s ‘Zero Refugee’ Strategy". POLITICO, 2016. tersedia dalam: http://www.politico.eu/article/hungary-zero-refugee-strategy-viktor-orban-europe-migration-crisis/, diakses pada 30 Agustus 2017. 30 "No Country for Refugees – Information Note". Magyar Helsinki Bizottság, 2015. tersedia dalam: http://www.helsinki.hu/en/no-country-for-refugees-information-note/, diakses pada 4 Juni 2017. 31 Corey Charlton, "Hungary Becomes The First Country To Shut Its Doors To Migrants: Syrian Family Will Be One Of The Last To Enter Illegally As The Country Begins Erecting 100-MileLong Fence Along Its Borders ". dailymail, 2015. tersedia dalam:. 7.

(23) terdapat pula indikasi asylum seekers criminalization yang dilakukan oleh Hungaria. Seperti contoh pengenaan hukuman penjara dan mandatory expulsion kepada irregular immigrants, termasuk pencari suaka, yang memasuki wilayah Hungaria tanpa ijin dari border fence yang dianggap sebagai tindakan kriminal. 32 Tindakan-tindakan pencegahan seperti ini sebelumnya tidak digunakan Hungaria ketika menangani peningkatan arus kedatangan pencari suaka dari Afghanistan dan Kosovo, yang kemudian mendukung argumen bahwa arus pencari suaka dari Suriah menjadi pemicu utama respon ketat Hungaria. Pada bulan Juli 2016 pemerintah Hungaria kembali melakukan amandemen terhadap Asylum Act dan Act on state border dimana polisi Hungaria secara otomatis diperbolehkan melakukan pushbacks, ke sisi eksternal pagar perbatasan Hungaria-Serbia atau Hungaria-Kroasia, terhadap pencari suaka yang ditangkap dalam jarak 8km (dalam wilayah Hungaria) tanpa melihat apakah mereka mengklaim suaka.33 Tanpa melakukan pertimbangan terhadap kebutuhan perlindungan. dan. meregistrasi. pencari. suaka. membuat. kemungkinan. pengembalian individu yang memang membutuhkan perlindungan internasional semakin besar. Pada 7 Maret 2017, Parlemen Hungaria menyetujui kebijakan suaka baru yang makin ketat dan mulai diberlakukan pada 15 Maret 2017. 34 Kebijakan tersebut memberikan kewenangan kepada otoritas untuk secara otomatis menahan http://www.dailymail.co.uk/news/article-3161129/Hungary-country-shut-doors-migrants-Syrianfamily-one-enter-illegally-country-begins-erecting-100-mile-long-fence-borders.html,diakses pada 4 Juni 2017. 32 United Refugees, "Hungary - Progress Report". UNHCR, 2016. Tersedia dalam: http://www.unhcr.org/protection/detention/57b5832d7/hungary-progressreport.html?query=Hungary, diakses pada 4 Juni 2017. 33 Ibid. 34 Human Rights Watch,“Hungary: Draft Law Tramples Asylum Seekers’ Rights". Human Rights Watch, 2017. tersedia dalam: https://www.hrw.org/news/2017/03/07/hungary-draft-law-tramplesasylum-seekers-rights, diakses pada 4 Juni 2017.. 8.

(24) pencari suaka dewasa di wilayahnya, termasuk keluarga beserta anak mereka dan Unaccompanied Children (UAC) usia 14 sampai 18 tahun, ke zona transit tanpa mereka dapat mengajukan keberatan atas penahanan tersebut. Otoritas juga diperbolehkan untuk mengembalikan mereka ke perbatasan Serbia melalui wilayah manapun di Hungaria terlepas dari 8km jarak yang tertera pada regulasi tahun 2016. 35 Terdapat dua wilayah zona transit yaitu di perbatasan HungariaSerbia yang berlokasi di Tompa dan Röszke dan di perbatasan Hungaria-Kroasia yang berada di Beremend dan Letényé 36 . Zona-zona transit inilah satu-satunya jalan memasuki wilayah Hungaria secara legal sejak 15 September 2015 sejak pemerintah Hungaria menutup perbatasan dengan pagar. 37 Salah satu contoh kondisi penerimaan pencari suaka di Hungaria adalah kasus pencari suaka dari Suriah bernama al-Zainab (22) yang setelah melaporkan diri ke petugas perbatasan Hungaria, dikirimkan ke zona transit dimana selama 14 hari al-Zainab tinggal di kontainer-kontainer yang telah disediakan pemerintah Hungaria.38 Al-Zainab melakukan wawancara dengan petugas imigrasi Hungaria selama 20 menit, salah satu bagian dari accelerated asylum assessment, lalu petugas memberikan surat tulisan tangan yang menyatakan bahwa klaim-nya ditolak tanpa diikuti alasan yang jelas dan tanpa diberikan akses appeal.. 39. 35. Ibid. "Access to The Territory and Push Backs - Hungary | Asylum Information Database". Asylumineurope.Org. tersedia dalam: http://www.asylumineurope.org/reports/country/hungary/asylum-procedure/access-procedure-andregistration/access-territory-and-push, diakses pada 4 Juni 2017. 37 "Report On The Visit To The Tompa And Röszke “ Pre- Transit Zone ” Area On The Serbian Hungarian Border". Helsinki.Hu, 2016. Tersedia dalam: http://www.helsinki.hu/wpcontent/uploads/HHC_Röszke_Tompa_pre_transit_zone_22April2016.pdf, diakses pada 4 Juni 2017. 38 Preethi Nallu, "Europe's Refugee Frontier: Pushbacks, Border Closures In Serbia". UPI, 2017. tersedia dalam: http://www.upi.com/Top_News/Voices/2017/03/28/Europes-refugee-frontierpushbacks-border-closures-in-Serbia/5321490709427/, diakses pada 4 Juni 2017. 39 Ibid. 36. 9.

(25) Kemudian al-Zainab dan pencari suaka lainnya dikembalikan ke wilayah Serbia tanpa menginformasikan pengembalian tersebut kepada pihak Serbia yang akhirnya membuat para pencari suaka ini terlantar di wilayah Horgos dan selama dua hari harus melakukan perjalanan ke Belgard, Ibukota Serbia. 40 Kasus seperti al-zainab bukan merupakan kasus yang langka terjadi, berdasarkan data Eurostat pada bulan Oktober-Desember 2016, Hungaria mengeluarkan 2.205 keputusan dimana 65 diantaranya merupakan positive decisions dan 2.135 negative decisions (rejected) dengan rate of recognitions paling kecil diantara EU-28 yakni hanya 3%.41 Banyak pandangan dan istilah digunakan untuk menggambarkan arus warga Suriah di tahun 2015. Berdasarkan sumber-sumber yang penulis jadikan acuan, istilah pengungsi, pencari suaka, economic migrant dan ilegal imigran secara bergantian disematkan kepada warga Suriah yang melakukan perjalanan menuju Eropa. Sebagian melihat fenomena ini sebagai isu pengungsi dan sebagian lainnya sebagai isu mass migration yang cenderung menggambarkan economic dan illegal immigration. Dalam menggambarkan arus warga Suriah sendiri penulis akan menggunakan istilah pencari suaka dengan alasan belum adanya status perlindungan yang sah bagi mereka, namun memiliki klaim persekusi yang valid. Dalam tulisan ini, pembaca tidak perlu mempermasalahkan istilah yang digunakan karena semuanya menggambarkan arus individu/kelompok (warga negara Suriah) yang datang ke Hungaria melalui Western Balkan Route dan mengajukan permohonan suaka di Hungaria. 40. Ibid. “File: First instance decisions by outcome and recognition rates, 4th quarter 2016.png - Statistics Explained”. ec.europa.eu, 2016. tersedia dalam: http://ec.europa.eu/eurostat/statisticsexplained/index.php/File:First_instance_decisions_by_outcome_and_recognition_rates,_4th_quart er_2016.png, diakses pada 4 Juni 2017. 41. 10.

(26) Dalam penelitian kali ini penulis mengangkat isu kebijakan pengendalian imigrasi Hungaria karena perubahan-perubahan dalam kebijakan yang kian ketat (restrictive) meskipun jumlah pencari suaka yang datang ke Hungaria telah menurun. Hungaria juga tetap kukuh pada posisinya ditengah banyaknya tuduhan pelanggaran baik terhadap hukum internasional maupun Uni Eropa yang ditujukan kepadanya. Lebih spesifik terhadap hukum prosedur suaka Hungaria yang membuat tidak efektifnya akses bagi pencari suaka untuk mengajukan permohonannya serta ancaman refoulment dan abuse/ill-treatment yang dihadapi pencari suaka di wilayah perbatasan Hungaria. Kebijakan ketat yang dipilih Hungaria kemudian menjadi menarik jika kita mempertimbangkan lokasi geografis Hungaria dan fakta bahwa pernah memiliki sejarah penerimaan warga Suriah yaitu ketika era Komunisme Soviet. Selama masa pemerintahan Komunisme Soviet, Hungaria sempat membangun hubungan politik dan ekonomi dengan beberapa negara Arab sekuler, hal tersebut membuka jalan bagi ribuan pelajar muslim dari Algeria, Suriah, Palestina, dan Iraq kemudian menuntut ilmu, lalu menetap dan bekerja di Hungaria. 42 Selain itu melihat letak Hungaria yang menjadi entry point jalur darat Uni Eropa membuat Hungaria menghadapi tekanan yang sama dengan negara entry point jalur laut seperti Yunani dan Italia, yang selama ini menjadi fokus bantuan Uni Eropa, maka perlu adanya perhatian khusus terhadap isu pencari suaka di Hungaria. Karena alasan-alasan tersebut penulis perlu melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang melatarbelakangi kebijakan pengendalian imigrasi Hungaria yang ketat dalam menangani pencari suaka Suriah yang memasuki wilayah Hungaria. 42. Enes Bayrakli, and Farid Hafez. "European Islamiphobia Report". Islamophobiaeurope.Com, 2016. tersedia dalam: http://www.islamophobiaeurope.com/wpcontent/uploads/2017/03/HUNGARY.pdf, diakses pada 4 Juni 2017.. 11.

(27) 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan paparan latar belakang di atas, maka penulis tertarik melakukan penelitian dengan pertanyaan penelitian sebagai berikut: Faktor-faktor apa yang melatarbelakangi kebijakan pengendalian imigrasi Hungaria yang ketat dalam menangani arus pencari suaka Suriah tahun 2015 - 2017? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini memiliki tujuan: 1. Mampu. menjelaskan. dan. menganalisa. faktor-faktor. apa. yang. melatarbelakangi kebijakan pengendalian imigrasi Hungaria yang ketat dalam menangani arus pencari suaka Suriah tahun 2015-2017. 2. Mampu menjelaskan secara deskriptif terkait kebijakan pengendalian imigrasi. Hungaria. dalam. menangani. isu. pencari. suaka. Suriah. menggunakan kerangka teori International Immigration Theory milik Eytan Meyers sebagai alat analisa dan kemudian di operasionalisasikan dengan kasus 1.4 Manfaat Penelitian. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi dan menjadi bahan kajian dalam pengembangan studi Hubungan Internasional di masa mendatang, khususnya bagi pemerhati isu pencari suaka terutama di Hungaria.. 12.

(28) 2. Sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya, terutama bagi pengkaji studi kebijakan migrasi khususnya yang memiliki minat dalam meneliti kasus pencari suaka di Negara-negara anggota Uni Eropa. 13.

(29) BAB II KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Studi Terdahulu Dalam menyusun penelitian, studi terdahulu merupakan hal penting sebagai acuan penulis terkait pemahaman terhadap kasus dan pengaplikasian teori yang digunakan dalam mengkaji kasus yang diangkat oleh penulis. Studi terdahulu juga memiliki tujuan sebagai bahan pembanding bagi penelitian penulis. Sesuai tujuan penelitian penulis yakni untuk menjelaskan faktor-faktor yang melatarbelakangi kebijakan pengendalian migrasi Hungaria dalam penanganan arus pencari suaka Suriah, penulis akan menggunakan tiga studi terdahulu yang cukup relevan bagi penelitian penulis. 2.1.1 Reviewing the Change: A Comparative Historical Analysis on Immigration Control Policy Change within New Zealand oleh LauraAlice Blackwell Adapun studi terdahulu yang penulis gunakan sebagai acuan dan referensi dalam penelitian penulis adalah tesis berjudul “Reviewing the Change: A Comparative Historical Analysis on Immigration Control Policy Change within New Zealand” oleh Laura A. Blackwell (2011). Dalam tulisannya, Blackwell mencoba menganalisa perubahan kebijakan imigrasi dari New Zealand untuk dapat memahami faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi perubahan kebijakan imigrasi sebuah negara dan bagaimana faktor-faktor tersebut dapat di identifikasi. Terdapat lima teori yang digunakan dalam tesis ini, salah satunya adalah International Immigration Policy Theory milik Eytan Meyers yang. 14.

(30) bertujuan untuk mengindentifikasi dan menganalisis faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kebijakan imigrasi New Zealand. Laura memaparkan analisis sejarah kebijakan imigrasi New Zealand dan menyatakan bahwa kebijakan imigrasi memiliki peran penting dalam politik New Zealand karena membentuk dan mempengaruhi bagaimana New Zealand bereaksi dengan masyarakat negara lain. Dijelaskan pula bagaimana imigrasi telah menjadi isu bahkan sebelum era kolonialisasi dan munculnya gagasan tentang ‘belonging’ dan ‘sense of community’ telah mempengaruhi kebijakan seperti apa yang dipilih oleh New Zealand hingga sekarang. 43 Rentang tahun yang dipilih oleh Laura adalah antara tahun 1970an hingga tahun 2010 namun disuguhkan pula rangkuman terkait sejarah migrasi New Zealand sebelum tahun 1970an. Laura menggunakan hipotesa-hipotesa dari International Immigration Policy Theory milik Eytan Meyers untuk menjawab pertanyaan terkait faktor yang mempengaruhi kebijakan pengendalian imigrasi New Zealand. Faktor-faktor dalam hipotesa Meyers adalah the state of the economy, The volume of immigrations of dissimilar composition, Wars & External threats, Foreign Policy, dan Ideological Cycles. Penemuan dari tulisan Laura adalah bahwa faktor ekonomi merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap perubahan kebijakan imigrasi New Zealand. Kebijakan imigrasi New Zealand merefleksikan kondisi dan kebutuhan ekonomi New Zealand dari waktu ke waktu dengan menggunakan economic growth dan unemployment sebagai indikator utama dalam. 43. Laura-Alice Blackwell. "Reviewing The Change: A Comparative Historical Analysis On Immigration Control Policy Change Within New Zealand" (University of Canterbury, 2011) 6.. 15.

(31) melihat apakah kebijakan pengendalian imigrasi New Zealand condong ke arah liberal atau resrictive.44 Faktor lain seperti Wars and external threats juga ditemukan dalam kasus New Zealand dengan adanya 2005 Citizenship and Passport Acts yang bertujuan untuk mencegah terorisme setelah kejadian 9/11. 45 Faktor tersebut dimaknai dengan adanya pengasosiasian imigran, yang berasal dari etnis dan budaya berbeda, dengan perang maupun ancaman ekternal yang berujung pada negara memilih kebijakan pengendalian imigrasi yang ketat. Dijelaskan bahwa variabel ‘wars’ tetap dapat digunakan untuk menganalisa kebijakan imigrasi New Zealand meskipun ketika itu tidak sedang dalam keadaan perang dengan melihat pengaruh ‘external threat’ dalam bentuk International Security Crisis yang diakibatkan oleh kejadian 9/11. Selanjutnya, faktor foreign policy mempengaruhi kebijakan migrasi New Zealand ketika terdapat preferensi terhadap etnis dan penolakan etnis tertentu serta perubahannya yang lebih terbuka ke semua etnis sebagai refleksi dari perubahan tujuan kebijakan luar negeri New Zealand. 46 Faktor the volume of dissimilar composition merupakan faktor kecil dalam mempengaruhi kebijakan imigrasi New Zealand namun tetap tercemin saat adanya opini dari antiimmigration groups yang melihat volume imigran dari Asia, India, dan Timur Tengah. 47 Faktor Ideological Cycles tercermin pada perubahan ideologi White New Zealand, dimana penerimaan berdasarkan etnisitas berubah menjadi. 44. Ibid. Ibid., hlm.112-113 46 Ibid., hlm.13 47 Ibid., hlm.14 45. 16.

(32) berdasarkan skill dan tidak menggunakan terminologi etnis dalam penerimaan imigran. Relevansi terhadap kasus yang diangkat penulis adalah sama-sama mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan pengendalian imigrasi sebuah Negara dengan menguraikan variabel-variabel dan menggunakan metodologi yang tidak jauh berbeda dari yang ditulis oleh Laura A. Blackwell yang memang merupakan variabel dari International Immigration Policy Theory. Penggunaan teori International Immigration Policy Theory sebagai alat analisa tersebut dapat berkontribusi sebagai acuan atau referensi penulis untuk penerapan variabel-variabel pada bagian kerangka konseptual.. Perbedaan dari tulisan. penulis adalah objek kajian, dimana Laura A. Blackwell mengkaji kebijakan imigrasi New Zealand secara umum terhadap semua tipe imigran dari berbagai negara pengirim sedangkan penulis meneliti kebijakan pengendalian imigrasi Hungaria terhadap pencari suaka Suriah. 2.1.2 Refugee Between EU policies and Human Rights Law. The Case of Syrian Refugees on Hungarian Borders oleh Suha Nasser Studi terdahulu kedua yang penulis gunakan adalah Refugees Between EU Policies and Human Rights Law. The Case of Syrian Refugees on Hungarian Borders oleh Suha Nasser. Nasser pertama-tama menggambarkan bagaimana arus pengungsi Suriah di Eropa didorong oleh konflik Suriah dimana orang-orang melarikan diri dari perang untuk mencari tempat aman. Pencari suaka Suriah umumnya melakukan perjalanan ke Turki kemudian menyebrang ke Yunani, Macedonia, hingga mencapai perbatasan Serbia-Hungaria dimana mereka. 17.

(33) mencoba memasuki wilayah Hungaria.48 Selanjutnya dijelaskan mengenai respon Hungaria terhadap krisis pengungsi Suriah yang memilih untuk mendirikan pagar, menahan dan mengkriminalisasi pencari suaka yang melintasi perbatasan Hungaria tanpa ijin. Nasser mengutip Human Rights Watch yang mengatakan bahwa hampir mustahil untuk pencari suaka untuk mendapatkan perlindungan di Hungaria yang mana merupakan pelanggaran atas kewajiban internasional Hungaria. Kemudian dibahas lebih lanjut terkait Dublin Regulations yang menuntut Hungaria, terlepas dari responnya, untuk tetap menerima pengungsi dan permohonan suaka mereka. Hungaria harus mengumpulkan fingerprints para pengungsi yang tertangkap oleh polisi dan memasukkannya ke European Database. 49 Pengungsi tersebut lalu di proses statusnya di Hungaria dan jika pengungsi diproses di Hungaria artinya negara-negara anggota Uni Eropa lainnya dapat mengembalikan pengungsi ke Hungaria. 50 Namun, terdapat masalah atas Dublin Regulations yakni ancaman pengembalian pengungsi ke tempat yang tidak aman atau terekspos penganiayaan oleh host country karena ketidakmampuan Negara menangani arus pengungsi. 51 Nasser menggunakan Grounded Theory milik Glaser dan Strauss yang berdasarkan pada data yang dikumpulkan selama proses penelitian (dalam disertasi ini yaitu hasil wawancara pengungsi).52 Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa menurut klaim pengungsi, kondisi receiption facilities di Hungaria tidak memadai atau layak dan. 48. Suha Nasser, "Refugees Between EU Policies and Human Rights Law. The Case of Syrian Refugees On Hungarian Borders" (University of Gothenburg, 2016) 13. 49 Ibid., hlm.15 50 Ibid. 51 Ibid., hlm.16 52 Ibid., hlm.23. 18.

(34) pengungsi mendapat kekerasan dari polisi di perbatasan yang bertujuan untuk mencegah masuknya mereka ke Hungaria. Selain itu terdapat mistreatment terhadap pengungsi dan mengkriminalisasi illegal entry dimana ketika pengungsi tertangkap oleh polisi Hungaria, maka pilihan mereka hanya dua yaitu memberikan fingerprint atau dimasukkan ke dalam penjara. Detention juga diberlakukan bagi pengugsi tanpa mempertimbangkan vulnerability dari migran dan tujuan dari tindakan mereka. 53 Ditambah lagi klaim pengungsi yang menyatakan bahwa mereka tidak mendapatkan informasi yang cukup atas hak mereka sebagai pengungsi, prosedur suaka, dan tentang asylum system di Uni Eropa. Dapat disimpulkan terdapat pelanggaran yang dilakukan pihak Hungaria terhadap pengungsi Suriah dalam hal International Human Rights Principles. Relevansi terhadap kasus yang diangkat penulis adalah sama-sama membahas pencari suaka Suriah di Hungaria. Disertasi ini berkontribusi terhadap pemahaman penulis terkait kondisi pencari suaka di transit zone di Hungaria seperti Rözke dan tindakan-tindakan Hungaria yang mencegah kedatangan pengungsi dan pencari suaka sekaligus mempercepat expulsion mereka dengan memberikan gambaran dari testimoni pencari suaka. Hasil penelitian Nasser memberikan pengetahuan baru bagi penulis karena menyoroti dampak kebijakan anti-imigrasi terhadap kesulitan yang dihadapi pengungsi dimana dari data-data tersebut terlihat secara umum tindakan pemerintah Hungaria dan kebijakan yang dipilih, juga kekurangan dari Dublin Regulations yang tidak mempertimbangkan perbedaan standar perlindungan dan penerimaan pengungsi antara negara Uni Eropa lah yang pada akhirnya memberikan tekanan terhadap asylum system dari. 53. Ibid., hlm.36. 19.

(35) countries of first entry seperti Hungaria. Perbedaan dari tulisan penulis adalah penulis membahas isu pencari suaka dari sisi Hungaria sedangkan disertasi Nasser lebih melihat isu dari sisi pengungsi/pencari suaka Suriah. 2.1.3 The Syrian Refugee Crisis in Europe oleh Rossen Koroutchev, PhD Adapun studi terdahulu terakhir yang dijadikan acuan oleh penulis adalah “The Syrian Refugee Crisis in Europe” milik Rossen Koroutchev. Tulisan ini membahas gambaran umum krisis pengungsi Suriah di Eropa dan kondisi pengungsi Suriah di Negara tetangga seperti, Turki Lebanon, dan Jordan. Rossen mencoba menyuguhkan analisis komparatif dengan memberikan data first instance decisions dalam kebijakan suaka dari sebagian Negara Eropa.54 Fenomena “Arab Spring” yang diikuti dengan pecahnya konflik di Suriah pada tahun 2011 menjadi penanda mulainya krisis pengungsi. 55 Konflik Suriah memberikan tekanan kepada Negara tetangganya yang menerima pengungsi dan pencari suaka dari Suriah dalam jumlah banyak. Pengungsi Suriah yang telah teregistrasi di Negara tetangga, tidak tinggal di refugee camp melainkan di komunitas-komunitas dan kota-kota. Namun karena banyaknya pengungsi mengakibatkan memburuknya kondisi di Negara tetangga yang membuat sebagian pengungsi Suriah hidup dalam kondisi yang buruk tanpa basic supplies yang memadai.56 Terkait dampak arus pengungsi ke kawasan Eropa sendiri, Rossen memberikan data statistik yang memberikan gambaran jumlah individu yang datang ke Yunani, Swedia, Jerman, Austria, dan beberapa Negara-negara Eropa 54. Rossen Koroutchev, "THE SYRIAN REFUGEE CRISIS IN EUROPE". Journal Of Liberty And International Affairs, vol 1, no. Special Issue, 2016, hlm. 26. Ejlia.Com. eISSN 1857-9760. 55 Ibid. hlm.2 56 Ibid. hlm.3. 20.

(36) lainnya pada tahun 2014. Jerman dan Swedia paling banyak menerima jumlah pengajuan suaka karena dilihat oleh pengungsi Suriah sebagai negara yang aman dan memiliki lapangan pekerjaan yang memadai. Pengungsi yang diterima di kedua negara ini mendapatkan dukungan integrasi ke labor market.57 Terdapat perbedaan kebijakan antar Negara-negara anggota Uni Eropa dalam penerimaan pengungsi dan pelaksanaan kebijakan migrasi Uni Eropa. Tidak samanya kondisi Negara anggota Uni Eropa juga mempengaruhi manajemen krisis Uni Eropa. Diperlukan adanya pemikiran ulang atas EU asylum system and management untuk dapat menghasilkan konsensus bersama dalam hal kebijakan migrasi. 58 Uni Eropa juga harus melihat gambaran jangka panjang dimana harus adanya mekanisme untuk mengintregasikan pengungsi terutama ke labor market dan mencari solusi untuk dapat mengadaptasikannya terhadap arus pengungsi dengan mempertimbangkan krisis demografis di Eropa. Relevansi terhadap kasus yang diangkat penulis adalah sama-sama membahas arus kedatangan pencari suaka dari Suriah ke Eropa untuk mencari perlindungan akibat konflik di Negaranya. Tulisan ini berkontribusi terhadap pemahaman penulis akan kondisi pengungsi Suriah di negara tetangga seperti, Turki, Lebanon dan Jordan sekaligus gambaran krisis pengungsi Suriah di Eropa beserta hambatan pengaplikasian EU’s asylum system dalam menangani isu ini. Perbedaan dari tulisan penulis adalah penulis lebih memfokuskan kepada isu pencari suaka Suriah di Hungaria sedangkan dalam Jurnal lebih membahas negara tetangga dan Negara-negara di Eropa secara umum.. 57 58. Ibid., hlm.6 Ibid., hlm.10. 21.

(37) 2.2 Kerangka Konseptual Sebelum. membahas. lebih. jauh. terkait. faktor-faktor. yang. dapat. mempengaruhi kebijakan pengendalian imigrasi, terlebih dahulu penulis akan menjelaskan mengenai definisi dari migrasi itu sendiri. United Nations merumuskan bahwa migrasi penduduk sebagai suatu perpindahan tempat tinggal dari suatu unit administrasi ke unit administrasi yang lain.59 Lee mendefinisikan migrasi sebagai perubahan tempat tinggal secara permanen atau semi permanen dengan tidak ada batasan mengenai jarak yang ditempuh. Lee juga menekankan adanya perubahan tempat tinggal yang dilakukan secara sukarela atau terpaksa, baik terjadi antar negara ataupun masih dalam suatu negara.60 Secara umum dapat disimpulkan bahwa migrasi adalah perpindahan individu ataupun kelompok dari suatu tempat ke tempat lain, baik melewati batas negara maupun di dalam wilayah Negara dengan tujuan menetap secara permanen ataupun semipermanen. Salah satu tipe migrasi adalah forced migration. Menurut International Organization for Migration (IOM), forced migration merupakan perpindahan penduduk dimana terdapat elemen paksaan atas perpindahan tersebut, termasuk ancaman terhadap kehidupan dan penghidupan, baik yang timbul dari sebab alami atau buatan manusia (misalnya perpindahan pengungsi/pencari suaka dan Internally Displaced Persons serta orang-orang yang kehilangan tempat tinggal akibat bencana alam, bencana kimia atau nuklir, kelaparan, atau proyek pembangunan).61. United Nations, “Methods of Measuring Internal Migration”. Population Studies, No.47,1970, New York. 60 EVERETT S LEE, "A Theory of Migration". Demography, vol 3, no. 1, 1966, hlm. 47. JSTOR, doi:10.2307/2060063, diakses pada 7 Juni 2017. 61 "Key Migration Terms". International Organization for Migration. tersedia dalam: https://www.iom.int/key-migration-terms, diakses pada 4 Juni 2017. 59. 22.

(38) 2.2.1 Eytan Meyers’ International Immigration Policy Theory Pada era dimana pergerakan perpindahan penduduk dalam jumlah besar terjadi di seluruh penjuru dunia, imigrasi lalu menjadi isu politik yang signifikan terutama di Negara maju. Bagi negara maju seperti Amerika Serikat dan negaranegara Eropa, kebijakan imigrasi menjadi pusat perhatian baik oleh publik maupun perdebatan politik yang berkelanjutan. 62 Maka dari itu diperlukan pemahaman terhadap politisasi dari kebijakan imigrasi karena pada akhirnya kebijakan dari negara penerima lah yang memutuskan apakah perpindahan dapat terjadi dan dalam bentuk seperti apa. Menganalisa kebijakan imigrasi sebuah Negara menjadi penting karena dapat memberikan pengetahuan mengenai faktor apa yang dapat mempengaruhi perubahan kebijakan imigrasi. Kebijakan imigrasi yang dimaksud penulis adalah kebijakan negara yang kemudian mempengaruhi tingkat “documented immigration” yang memasuki wilayah negara, disini termasuk pula kebijakan yang mengurusi pencari suaka. Dalam bukunya, Meyers menyuguhkan sebuah teori yaitu International Immigration Policy Theory yang mencoba menjelaskan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kebijakan pengendalian imigrasi suatu negara. 63 Teori ini juga dapat membantu menjelaskan bagaimana pemerintah memutuskan jumlah imigran yang akan mereka terima, perlu tidaknya membedakan antara beberapa kelompok etnis, apakah menerima pengungsi dan atas dasar yang bagaimana, dan. 62. Helen V Milner dan Dustin Tingley. The Economic And Political Influences On Different Dimensions Of United States Immigration Policy. tersedia dalam: https://www.princeton.edu/~hmilner/working%20papers/The%20Economic%20and%20Political% 20Influences%20on%20Different%20Dimensions%20of%20United%20States%20Immigration% 20Policy.pdf, diakses pada 26 Mei 2017. 63 Eytan Meyers. (2004). International Immigration Policy (1st ed., hlm.1). New York: Palgrave Macmillan.. 23.

(39) apakah lebih cenderung menerima permanent immigration daripada migrant worker. 64 Eytan Meyers percaya bahwa kebijakan pengendalian imigrasi sebuah negara dipengaruhi dan dibentuk oleh faktor-faktor socio-economic dan foreign policy.65 Eytan Meyers beragumen bahwa The State of The Economy, the Volume of Immigration of Dissimilar Composition, Wars and External Threats, Foreign Policy Considerations, dan Ideological Cycles menjadi faktor yang dapat mempengaruhi perubahan kebijakan pengendalian imigrasi. Kebijakan terhadap tipe-tipe migrasi yang berbeda dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut pada tingkat yang berbeda-beda pula.66 2.2.1.1 The State of the Economy Kondisi ekonomi negara dapat dilihat sebagai faktor penentu kebijakan pengendalian imigrasi. Ketika kondisi resesi (recession), negara akan menerima lebih sedikit imigran dengan membatasi imigrasi, sedangkan kesejahteraan ekonomi (prosper) membuat Negara menerima lebih banyak imigran dengan meliberalisasi kebijakan pengendalian imigrasinya.67 Kondisi ekonomi mempengaruhi kebijakan pengendalian imigrasi melalui interest group channel, dimana tekanan untuk membatasi imigrasi meningkat di saat ekonomi menurun, tingginya angka pengangguran atau ketika pekerja mendapat upah kecil. 68 Interest Group yang dimaksud oleh Meyers adalah employers dan workers (union). Pada saat resesi ekonomi, pekerja lokal. 64. Ibid. Ibid. 66 Ibid., hlm.12 67 Ibid. 68 Ibid. 65. 24.

(40) cenderung melihat imigran sebagai kompetisi dalam mencari pekerjaan dan juga sebagai sebab dari tersendatnya atau menurunnya upah kerja dikarenakan imigran memperbesar jumlah pasokan tenaga kerja. 69 Dalam kondisi seperti ini pekerja lokal akan lebih cenderung untuk menolak kehadiran imigran dengan mendukung kebijakan imigrasi yang restrictive. Penolakan tersebut dapat dimanifestasikan dengan menyuarakan opininya baik secara langsung dengan melakukan demonstrasi ataupun dialog dan secara perwakilan melalui interest groups seperti Labour Union. Begitu juga dengan employer dalam kondisi resesi ini memiliki banyak pasokan pekerja dengan upah rendah sehingga mereka akan membatasi investasinya untuk advokasi liberalisasi imigrasi karena kegunaan dari tindakan tersebut menurun. 70 Tekanan tersebut kemudian tersalurkan kepada pemerintah yang berupaya menyelaraskan diri, karena membutuhkan suara (votes) dari masyarakat sekaligus dukungan dari interest groups, yang artinya menjamin kebijakan migrasi yang lebih ketat (restrictive). Berbanding terbalik dengan saat kondisi ekonomi bertumbuh dan sejahtera (prosper), employers akan cenderung mendukung kebijakan imigrasi yang liberal karena membutuhkan tenaga kerja lebih banyak dengan menggunakan sumber dayanya untuk mendorong kebijakan imigrasi liberal.71 Hal yang sama juga terjadi dengan para pekerja, dimana mereka akan lebih mendukung kebijakan imigrasi yang liberal karena imigran tidak lagi dilihat sebagai kompetisi namun lebih sebagai batu loncatan ke pekerjaan dengan posisi yang lebih tinggi. 72 Dalam. 69. Ibid. Ibid. 71 Ibid. 72 Ibid. 70. 25.

(41) kondisi ekonomi yang sejahtera pun pemerintah juga mendapat tekanan untuk lebih meliberalisasi kebijakan imigrasinya karena kebutuhan tenaga kerja. Tekanan melalui interest groups untuk membatasi imigrasi dapat dipahami melalui studi kasus Inggris dan Jerman. Tahun 1889 Trade Union Congress (TUC) mengesahkan beberapa keputusan yang menuntut pembatasan imigran Yahudi.73 Dalam kasus Jerman, Christian Social Union (CSU) meminta pemotongan payments untuk pengungsi dan pencari suaka Bosnia guna melindungi Ekonomi Jerman yang ketika itu sedang mengalami puncak unemployment.74 The State of the Economy terkadang juga mempengaruhi kebijakan imigrasi melalui the Partisan Channel. 75 Ketika ekonomi dalam kondisi krisis, muncul ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintah dan menyebabkan partai ekstremis seperti anti-immigration parties mendapat keuntungan dengan menjadikan imigrasi sebagai pengalihan isu atau alat politik partai terutama disaat adanya arus dissimilar immigration dalam jumlah besar. Meyers memberikan contoh kasus Inggris di tahun 1902 ketika conservative party mengumumkan bahwa immigration control sebagai bagian dari kebijakan partai yang akhirnya menyebabkan diberlakukannya Alien Immigration Act (1905) untuk memperketat akses imigrasi.76. 73. Ibid., hlm.64 Ibid., hlm.136 75 Ibid., hlm.13 76 Ibid. 74. 26.

(42) 2.2.1.2.The Volume of Immigration of Dissimilar Composition Faktor selanjutnya yang berkonstribusi terhadap pembatasan imigrasi adalah penolakan terhadap imigrasi dalam jumlah besar dari komposisi ras/etnis/budaya yang berbeda dengan masyarakat negara penerima. 77 Artinya variabel ini berusaha menyoroti pentingnya melihat perbedaan budaya antara imigran dan masyarakat lokal (natives). Hipotesa Meyers mengacu pada culturebased theories yang melihat racism sebagai tanggapan atas apa yang dianggap aneh dan asing, dan sebagai tantangan terhadap racial status quo di masyarakat.78 Penelitian menunjukkan bahwa native population cenderung untuk menilai imigran berdasarkan sejauh mana perbedaan mereka dari norma dominan.79 “.... see racism as a spontaneous response to what is strange and unfamiliar, and in later stages as based upon negative responses to customs and habits of the arriving groups.” – Husbands (1988)80 Selain itu racism juga dapat digambarkan kedalam hal yang lebih berbasiskan rational-choice yaitu kompetisi. Maka dari itu, menurut Meyers volume dari imigrasi juga berhubungan dengan competition-based theories, karena lebih besar volume imigrasi maka kompetisi atas sumber daya juga semakin besar antara native-born dan imigran terutama pada level pekerjaan yang sama. 81 Hal ini dapat mengakibatkan xenophobia dan racism terutama jika terjadi saat resesi ekonomi.. 77. Ibid., hlm. 64 Ibid., hlm.13 79 Ibid. 80 Husbands, Christopher T. 1988. “The Dynamics of Racial Exclusion and Expulsion: Racist Politics in Western Europe,” European Journal of Political Research 16(6):701–720. 78. 81. Meyers, Op. Cit. hlm.13. 27.

(43) Pelopor dari pendukung anti-immigration movements sebagian besar adalah bagian dari kelompok etnis mayoritas yang terancam akan kehilangan beberapa kepentingan sosial, budaya, dan politiknya kepada kelompok etnis baru. Pendukung dari anti-immigration movements kemudian menggunakan ketakutan kelompok etnis mayoritas untuk selanjutnya mendorong pengetatan kebijakan pengendalian imigrasi. Namun Meyers tidak mengesampingkan bahwa terdapat pendukung anti-immigration movements dari political entrepreneurs yang bertindak atas nama kepentingan pribadi dengan di saat yang sama mengeksploitasi pemikiran xenophobic di masyarakat. Faktor volume dan komposisi imigran ditemukan pada studi kasus Negara Belanda yang pada tahun 1985 menghadapi kedatangan pencari suaka Tamil dalam jumlah besar yang kemudian membuat Belanda merubah asylum policynya menjadi lebih ketat dengan menghentikan akses pencari suaka atas general welfare security system. 82 Kemunculan anti-immigrant parties akibat lonjakan jumlah imigran juga terjadi di Jerman pada tahun 1986 yang menjadi titik tolak kesuksesan partai-partai sayap kiri, yang melakukan kampanye menentang pencari suaka, dalam pemilihan umum. 83 Hal tersebut dapat menjadi contoh oposisi masyarakat terhadap imigran terlebih yang datang dalam jumlah besar dapat membuat partai-partai yang mengusung ideologi anti-imigrasi sukses dalam arena politik yang selanjutnya dapat mengubah kebijakan negara tersebut atas imigrasi.. 82 83. Ibid., hlm.97 Ibid., hlm.159. 28.

(44) 2.2.1.3 Wars and External Threats Eytan Meyers memberikan beberapa hipotesa mengenai Wars. Pertama, wars menfasilitasi pembentukan program pekerja migran. Kedua, Wars, ancaman eksternal, dan ancaman domestik dihubungkan dengan external sources (sumber eksternal) yang akhirnya memupuk kecenderungan untuk mengasosiasikan dissimilar imigrants dengan ancaman eksternal dan berkontribusi terhadap pembatasan terhadap permanent dissimilar immigration (dalam hal ukuran dan komposisi dari imigrasi). Terakhir, Wars and external threats juga berkontribusi kepada dukungan terhadap permanent immigration atas similar composition84 Gambar 1.1 : Dampak Ganda dari Wars and External Threats atas Kebijakan Pengendalian Imigrasi. Sumber: Eytan Meyers (2000) Sesuai Gambar di atas, Wars dan ancaman eksternal mempunyai dampak ganda terhadap kebijakan pengendalian imigrasi baik dapat meliberalisasi maupun memperketat. Di satu sisi, wars, ancaman eksternal dan domestik dapat dihubungkan dengan sumber eksternal yang membuat negara tujuan/penerima untuk mengasosiasikan dissimilar immigrants yang memiliki etnis dan budaya 84. Ibid., hlm.14. 29.

(45) berbeda dengan ancaman eksternal tersebut.85 Hal ini dapat mengakibatkan lebih ketatnya. pembatasan. terhadap. imigrasi. ataupun. mendorong. kebijakan. pengendalian imigrasi yang bias dan lebih mendukung imigrasi dari latar belakang yang sama (similar origin). Ancaman tersebut juga berkontribusi terhadap kesesuaian sosial (social conformity), yang melemahkan dukungan masyarakat atas dissimilar immigration dan memudahkan jalan bagi tindakan-tindakan anti-immigration yang juga menghasilkan pembatasan terhadap imigrasi. Di sisi lain Wars juga dilihat dapat memberikan lowongan pekerjaan yang disebabkan oleh permintaan terhadap tenaga kerja dalam industri perang yang dapat mengarah kepada peningkatan permintaan untuk short-term migrant labour. 86 Kedua faktor tersebut dapat memiliki dampak atas penentuan ataupun perubahan kebijakan pengendalian imigrasi. Sebagai contoh di Era puncak Cold War dimana Amerika Serikat melihat Soviet sebagai ancaman berujung pada social conformity dan pengasosian foreigners dengan ancaman eksternal yang pada akhirnya mengakibatkan pemberlakuan pembatasan terhadap imigrasi.87 Salah satu cara mengetahui adanya social conformity dimasayarakat adalah dengan polling opini publik yang dilakukan di Inggris pada tahun 1962 yang menunjukkan adanya public hostility terhadap colored immigration.88. 85. Ibid., hlm.15 Ibid. 87 Ibid., hlm.59 88 Ibid., hlm. 68 86. 30.

(46) 2.2.1.4 Foreign Policy Considerations Negara penerima cenderung merefleksikan pertimbangan kebijakan luar negeri (foreign policy considerations) dalam kebijakan imigrasinya dan menerima imigran dari negara-negara secara spesifik untuk dapat memajukan tujuan (goals) dari kebijakan luar negerinya,. seperti memperbaiki hubungan militer dan. perdagangan. Negara penerima juga kerap menselaraskan penerimaan imigrasi dengan Negara yang dapat memberikan keuntungan seperti mendapatkan kehormatan internasional (international respectabitly) dan menunjukkan oposisi terhadap lawan ataupun mempertahankan hubungan politik masa lalu (biasanya saat era kolonialisme). 89 Hipotesa yang ditawarkan Meyers adalah bahwa pertimbangan atas foreign policy akan membuat negara cenderung meliberalisasi kebijakan imigrasinya, dalam hal jumlah dan komposisi imigran. Dalam faktor foreign policy considerations dibahas pula mengenai Integrasi kawasan yang dapat. mempengaruhi kebijakan pengendalian imigrasi negara-. negara anggota dalam berapa cara yakni. 90. : Pertama, integrasi kawasan. meriberalisasi kebijakan-kebijakan Negara anggota terutama atas imigrasi antar negara anggota. Kedua, dengan memfasilitasi kebebasan pergerakan tenaga kerja dan masyarakat antar negara anggota, maka terlihat bahwa integrasi kawasan menurunkan tingkat dari kendali yang dimiliki negara anggota atas kebijakankebijakan imigrasi dan perbatasannya. Ketiga, ketika pergerakan bebas telah dicapai, integrasi kawasan membantu penselarasan antara kebijakan pengendalian imigrasi dari Negara-negara anggota, dan untuk pembentukan “common external. 89 90. Meyers, Loc. Cit. Ibid.. 31.

(47) immigration policy” terhadap imigran yang berasal dari luar kawasan yang condong lebih ketat.91 Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa foreign policy considerations juga bisa digunakan sebagai alat untuk mengikat suatu kawasan dengan memudahkan kebebasan akses migrasi bagi masyarakat dari negara anggota. Meskipun hal ini juga seringkali menyebabkan lebih ketatnya kebijakan pengendalian imigrasi terhadap masyarakat dari negara di luar kawasan, sebagai usaha untuk mencegah imigran tersebut dapat secara leluasa berpindah ke negara anggota lainnya. 2.2.1.5 Ideological Cycles Berdasarkan penuturan Meyers, secara umum sikap rasis memfasilitasi pembatasan terhadap permanent immigration dari dissimilar composition (ras atau etnis yang berbeda), sedangkan sikap liberal secara umum mendorong liberalisasi kebijakan pengendalian imigrasi.92 Sikap rasis dan liberal dapat dimaknai sebagai sikap yang saling bertolak belakang dalam hal kesetaraan dan hak minoritas yang kemudian mempengaruhi kebijakan pengendalian imigrasi terhadap imigrasi dari dissimilar composition. 93 Sikap tersebut seiring waktu berubah seperti perubahan dari jaman dimana sikap rasis mendominasi menuju jaman dimana negara secara umum menerapkan sikap liberal terhadap imigrasi. Meyers memberikan contoh Negara-negara Barat di Era pra-PD II ketika terminologi rasis lazim digunakan dan imigrasi didasarkan pada ethnic-based selection criteria yang akhirnya berdampak pada pembatasan terhadap dissimilar immigration. Lalu muncul perang terhadap kekuatan fasis, terjadinya holocaust,. 91. Ibid. Ibid., hlm.187 93 Ibid. 92. 32.

(48) dan civil rights movements (1960an-1970an) yang kemudian medeligitimasikan penggunaan terminologi dan kebijakan rasis secara terbuka, dan menciptakan penghapusan ethnically explicit selection criteria.94 Ideological cycles memiliki batasan atas pengaruhnya terhadap kebijakan pengendalian imigrasi. Delegitimasi atas penggunaan kebijakan rasis memang membuat Negara tidak lagi menggunakan etnisitas sebagai bagian dari kriteria pemilihan, namun tetap saja ada pembatasan dalam penerimaan imigrasi di negara-negara barat seperti penerapan quota. Ditambah lagi jika ada tekanan domestik yang kuat terhadap pembatasan imigrasi, maka pembuat kebijakan nampaknya tetap bisa membatasi masuknya imigran dari etnis atau budaya tertentu tanpa menggunakan terminologi rasis secara terang-terangan.95 Penjelasan tersebut mencerminkan bahwa terdapat batasan-batasan dari variabel ideological cycles. 2.2.2 The Type of Immigration and The Influence of the Socioeconomic and Foreign Policy Factors. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, salah satu tema yang diangkat dalam buku Eytan Meyers adalah the type of immigration, yang terdiri dari permanent immigration, temporary labor migration, refugees dan illegal immigration, menentukan pengaruh relatif faktor-faktor socioeconomic dan foreign policy atas kebijakan pengendalian imigrasi. Penulis di sini akan berfokus pada argumen Eytan Meyers terkait salah satu tipe imigrasi yakni refugees dimana dalam pembahasanya disinggung pula tentang pencari suaka. Berikut asumsi Meyers mengenai refugee policy yakni : 94 95. Ibid. Ibid.. 33.

Referensi

Dokumen terkait