• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh keanggotaan Hunggaria dalam Rezim Internasional (1951

BAB V ANALISIS KEBIJAKAN PENGENDALIAN IMIGRASI

5.4.3 Pengaruh keanggotaan Hunggaria dalam Rezim Internasional (1951

Refugee Convention)

Berbeda dengan regular immigrant, pengungsi dan pencari suaka dilindungi oleh rezim internasional yang kemudian mampu mempengaruhi kebijakan suaka negara penerima sampai batas tertentu. Rezim tersebut diwakilkan oleh Konvensi Jenewa terkait pengungsi tahun 1951 (Refugee Convention) dan protokolnya tahun 1967. Berbagai negara penerima/tujuan telah mengadopsi 1951 Refugee

Convention, dan menerima pengungsi sebagai bagian dari rezim internasional.

Kepatuhan terhadap norma dari rezim ini dapat dilihat sebagai foreign policy

considerations.327

Hungaria ikut serta dalam rezim pengungsi internasional dengan menyetujui

1951 Refugee Convention pada tahun 1989 dan terpilih menjadi anggota dari

eksekutif komite pada tahun 1992 ditengah lonjakan kedatangan puluhan ribu pengungsi dari negara Yugoslavia. Kebijakan suaka Hungaria sudah meliputi ketentuan-ketentuan 1951 Refugee Convention mulai dari pendefinisian dan cakupan perlindungan serta kewajiban negara terhadap pengungsi. Sebagai

signatories dari 1951 Refugee Convention Hungaria memiliki kewajiban untuk

memberikan akses suaka kepada mereka yang membutuhkan perlindungan. Dalam konstitusi Hungaria Pasal XIV sub pasal 3 tertulis bahwa Hungaria memberikan suaka kepada warga non-Hungaria yang klaim suakanya valid, yang sesuai dengan ketentuan yang tertulis dalam 1951 Geneva Convention.

“Hungary shall, upon request, grant asylum to non-Hungarian citizens being persecuted or having a well-founded fear of persecution in their native country or in the country of their usual residence for reasons of race, nationality, membership of

a particular social group, religious or political belief, if they do not receive protection from their country of origin or from any other country”.328

Tidak tertulis, dalam ketentuan 1951 Refugee Convention, kewajiban bagi

signatories untuk menerima permohonan suaka yang diajukan oleh pencari suaka,

yang dituntut adalah bagi negara untuk memberikan akses suaka dimana pencari suaka memiliki akses untuk mengajukan permohonan suakanya terlepas dari hasil penentuan statusnya. Hungaria menganggap bahwa mengetahui siapa yang ingin memasuki wilayahnya dan menentukan dengan siapa masyarakatnya ingin tinggal atau menolak siapapun yang mereka anggap tidak sesuai merupakan hak mereka. Prinsip ini menurut Hungaria tidak berkonflik dengan prinsip universal terkait perlindungan pengungsi.

Meski begitu, banyak tuduhan yang ditujukan kepada pemerintah Hungaria bahwa kebijakan pengendalian imigrasinya terhadap pencari suaka tidak sesuai dengan peraturan-peraturan Internasional (rezim pengungsi) dan Uni Eropa. Diawali dengan pertanyaan tentang efektifitas akses ke wilayah dan suaka Hungaria yang diiringi dengan pengamatan atas isi dari Asylum Act. Penulis sebelumnya sudah membahas tentang tuduhan yang diberikan kepada Hungaria pada BAB 4 tentang amandemen kebijakan suaka Hungaria. Namun disini penulis akan merangkum beberapa poin dari isi kebijakan suaka yang menjadi perdebatan. Pertama tentang pengadopsian list of safe third country oleh Hungaria yang memasukkan Serbia sebagai salah satunya, dimana menurut UNHCR dan

Amnesty Internasional, sistem suaka di Serbia tidak memadai dan akan adanya

kemungkinan refoulment jika pencari suaka ditolak dengan alasan telah melewati

negara yang aman yaitu Serbia. Selanjutnya aksi kriminalisasi atas

irregular/illegal entry bagi seluruh migran termasuk pengungsi dan pencari suaka

yang bertentangan dengan Refugee Convention yang melarang pengenaan hukuman atas pengungsi dan pencari suaka yang memasuki wilayah negara secara

irregular.329 Pada pasal 31 dalam Refugee Convention menerapkan prinsip

immunity dari hukuman bagi pencari suaka yang masuk dan tinggal di wilayah

suatu negara secara irregular asalkan mereka segera mengajukan permohonan suaka dan memberikan alasan atas keberadaan mereka di wilayah negara tersebut.330

Selain itu penahanan (detention) pengungsi dan pencari suaka yang hanya dapat dibenarkan berdasarkan alasanyang sah dan hanya jika dianggap masuk akal dan pantas. Anak-anak seharusnya tidak ditahan dalam kondisi apapun. Pernyataan ini mengkritisi kebijakan penahanan seluruh pencari suaka selama masa permohonan suakanya diproses, termasuk UAC diatas 14 tahun. Selanjutnya tindakan-tindakan Hungaria yang melakukan pushbacka terhadap pencari suaka sebenarnya tidak diperbolehkan dalam ketentuan-ketentuan Internasional dan Uni Eropa. Pemerintah Hungaria sendiri menolak tuduhan-tuduhan tersebut dan menyatakan bahwa Hungaria melaksanakan tugas mereka secara sah dan profesional.

Berdasarkan klaim-klaim yang diberikan Uni Eropa, UNHCR dan Organisasi kemanusiaan lainnya, dapat disimpulkan bahwa kebijakan pengendalian imigrasi Hungaria secara keseluruhan, khususnya kebijakan suakanya setelah amandemen, bertentangan dengan standar Uni Eropa dan

329Suha Nasser., Op.Cit. hlm.35. 330 Krisztina Juhász., hlm.46.

Internasional karena artinya bahwa perlindungan internasional di Hungaria hampir tidak dapat diakses oleh pencari suaka. Prinsip non-refoulment tidak dapat diterapkan dan kebutuhan khusus bagi vulnerable persons tidak dijamin. Penolakan cepat Hungaria atas skema relokasi pengungsi (mandatory quota

system) juga dianggap melemahkan solidaritas negara anggota Uni Eropa.

Bagaimana suatu negara mendefinisikan status kelompok orang yang datang ke Negaranya sangat penting, baik sebagai pengungsi atau migran, karena berefek pada hak legal apa yang mereka miliki. Seperti contoh pencari suaka yang klaim suakanya diterima dan berstatus pengungsi maka akan terlindungi oleh hukum domestik dan internasional. Sedangkan imigran (economic migrant) tidak dapat melakukan klaim suaka. Meskipun begitu dalam prakteknya kedua kategori tersebut saling tumpang tindih, kedatangan arus mass migration membuat sulitnya membedakan antara keduanya karena banyaknya klaim suaka yang diajukan oleh migran yang datang dengan alasan ekonomi. Karena itulah kemudian kata yang digunakan pejabat pemerintah, politisi, dan pembuat keputusan untuk mendefinisikan pencari suaka seringkali menjadi politis sesuai tujuan pihak-pihak tersebut.

Memanggil sekelompok pencari suaka sebagai “pengungsi” dapat dijadikan sebuah cara dalam menggambarkan mereka sebagai kelompok yang memang layak mendapatkan tempat berlindung dan perhatian lebih.331Berbeda jika memanggil mereka “migran” yang bisa jadi cara untuk menuduh mereka datang karena alasan ekonomi dan mungkin bahkan berbohong atas klaim suakanya.332

331 Max Fisher dan Amanda Taub. “Questions About The Refugee Crisis You Were Too Embarrassed To Ask”. 2015. tersedia dalam: https://www.vox.com/2015/9/9/9290985/refugee-crisis-europe-syrian, diakses pada 7 Maret 2018.

Dalam kasus Hungaria sendiri sudah jelas bahwa pendefinisian pencari suaka Suriah oleh pemerintah Hungaria dan partai-partai sayap kanan lainnya lebih mengarah ke illegal immigrant dan economic/subsistence migrant. Mereka dianggap dapat menyalahgunakan hukum suaka Hungaria.

Menurut penulis tidak ada yang namanya illegal asylum seekers karena pencari suaka Suriah yang memasuki wilayah Hungaria secara ilegal ataupun tidak memiliki dokumen perjalanan (visa) tetap dapat mengajukan permohonan suaka dan tidak dikenai hukuman, namun economic immigrant diharuskan memiliki visa atau ijin bekerja untuk dapat secara legal berada di wilayah Hungaria. Maka dari itu dengan melabeli pencari suaka Suriah sebagai illegal

immigrant yang datang karena alasan ekonomi membuat Hungaria dapat

memberikan respon sebagaimana bila menghadapi arus illegal immigration. Pencari suaka Suriah sendiri hingga saat ini status kepengungsiannya masih valid sehingga respon Hungaria kemudian dihadapkan oleh banyak kritikan terutama dari masyarakat Internasional.

“Hungary does not neighbour either Syria or Iraq and those who come here are not fleeing for their lives….We regard most of them as migrants who want a better life”, - Orban, 2015333 “The refugees are not seeking political asylum in Europe, but have instead left their home countries in the hope of a better life” – Orban, 2015334

Pernyataan tersebut tidak mencerminkan realitas krisis yang sedang di hadapi Hungaria yang didominasi oleh pencari suaka Suriah terutama di tahun 2015, pelabelan “imigran” tentu sangat mengurangi akses suaka bagi mereka yang

333 "We are protecting europe’s values". Government, 2015. tersedia dalam:

http://www.kormany.hu/en/the-prime-minister/news/we-are-protecting-europe-s-values, diakses pada 8 Maret 2018.

334 "The refugees are not seeking political asylum". Government, 2015. tersedia dalam:

http://www.kormany.hu/en/the-prime-minister/news/the-refugees-are-not-seeking-political-asylum, diakses pada 8 Maret 2018.

benar-benar membutuhkan perlindungan. Pernyataan kedua diambil dari interview yang dilakukan Orbán dengan Autrian public media network ORF kembali mengukuhkan cara pandang pemerintah terhadap pencari suaka dan pengungsi yang kemudian mempengaruhi respon dan langkah yang dipilih pemerintah untuk mananganinya.

Dalam koran Germany’s Bild, Orbán mengatakan bahwa Hungaria tidak memandang orang-orang yang datang melalui Serbia sebagai pengungsi Muslim melainkan sebagai “Muslim Invader”.335 Istilah “Muslim invader” muncul karena

mayoritas pencari suaka Suriah merupakan muslim dan mereka datang dalam jumlah besar. Orbán memberikan alasan atas pernyataannya yang menegaskan bahwa untuk datang dari Suriah menuju Hungaria, mereka harus melewati empat negara yang mana memang tidak sekaya Jerman, namun dapat dibilang stabil, jadi ketika mereka sampai ke Hungaria, mereka sudah tidak lagi lari untuk menyelamatkan diri karena melewati negara yang aman.336

Disini, mungkin memang pencari suaka Suriah berhasil mencapai Yordania atau Turki dan sudah aman dari perang, namun karena prospek kehidupan di kamp-kamp pengungsi masih tidak jelas maka mereka meneruskan perjalanan menuju Eropa. Sudah dijelaskan sebelumnya bahwa pengungsi dan pencari suaka memang melarikan diri dari persekusi atau perang yang terjadi di negaranya, namun di saat yang bersamaan mereka akan cenderung mengajukan suaka ke negara-negara yang aman dimana mereka bisa membangun kehidupan baru atau dalam bahasa Orbán “Hope for better life” seperti layaknya ke

335 Nick Robins-Early., Loc.Cit. 336 Ibid.

negara Uni Eropa. Salah satu tujuan utama mereka adalah Jerman yang secara umum “welcome” terhadap pencari suaka dan memiliki ekonomi kuat juga sistem suaka yang memadai.

Sesuai teori Meyers, bagaimana cara negara mendefinisikan atau melabeli sekelompok imigran mencerminkan apakah ada pertimbangan foreign policy dalam sikapnya tersebut. Pemerintah Hungaria melabeli arus pencari suaka Suriah sebagai arus illegal (economic) immigrant, Muslim Invader yang mengancam budaya Hungaria dan potential terrorist bukan sebagai pengungsi yang melarikan diri dari konflik dan layak mendapatkan perlindungan. Bisa dikatakan dengan mendefinisikan pencari Suriah tidak sebagai pengungsi, maka Hungaria tidak terlalu mempertimbangkan foreign policy-nya.

Kebijakan pengendalian imigrasi terkait erat dengan foreign policy, dimana Negara penerima melakukan liberalisasi atau pembatasan kebijakan pengendalian imigrasi untuk dapat memajukan goals dari foreign policynya. Kita dapat melihat

foreign policy goals Hungaria tercermin dalam langkah-langkah yang dipilihnya

semua berujung pada perlindungan perbatasan eksternal dan sekaligus menghentikan arus pencari suaka Suriah yang mencoba memasuki wilayah Hungaria. Goals tersebut berfokus pada menjaga keamanan Hungaria dan Uni Eropa dengan menjaga proses perlindungan pencari suaka untuk tetap berada diluar wilayah Uni Eropa. Posisi Hungaria di Uni Eropa dalam isu ini adalah untuk menentang ide-ide liberal Eropa yang cenderung terbuka terhadap penerimaan pencari suaka, terutama ide skema relokasi (quota system).

Selanjutnya, sesuai hipotesa Meyers non-compliance dapat menjadi cerminan bahwa pertimbangan foreign policy bukanlah faktor yang memiliki pengaruh kuat dalam perubahan kebijakan pengendalian imigrasi Hungaria. Pengaruh keanggotaan Hungaria di Uni Eropa dan rezim Internasional sangat kecil melihat respon Hungaria dalam menangani isu pencari suaka. Berdasarkan penuturan berbagai pihak terutama badan-badan Uni Eropa dan organisasi kemanusiaan Internasional seperti UNHCR, kebijakan pengendalian imigrasi