• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas "Green Water" Sebagai Media Pemeliharaan Larva. Hasil pemeriksaan terhadap "feeding incidence" menunjukkan bahwa media

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Efektivitas "Green Water" Sebagai Media Pemeliharaan Larva. Hasil pemeriksaan terhadap "feeding incidence" menunjukkan bahwa media"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

HASIL ])AN PEMBAHASAN

Efektivitas "Green Water" Sebagai Media Pemeliharaan Larva

Tingkat Pemanfaatan Pakan

Hasil pemeriksaan terhadap "feeding incidence" menunjukkan bahwa media

pemeliharaan memberikan respon yang sama. Artinya dari seluruh contoh larva yang

diamati, di dalam saluran pencernaannya selalu terdapat Brachionus yang merupakan

pakan larva.

Rata-rata jurnlah Bruchiorl~ls ldalam saluran pencernaan larva setiap pengamatan

disajikan pada Gambar 3 dan Tabel lampiran 6. Jumlah Brachionus dalam saluran pencernaan semakin meningkat secara eksponensial dengan bertambahnya umur atau

ukuran larva, baik pada larva yang dipelihara dalam media "green water" sarnpai umur

12, 24 maupun 36 hari. Namun pacla larva yang hanya dipelilwa sarnpai umur 12 hari

dalarn media "green water", peningkatannya lebih rendah bila dibandingkan dengan yang

dipelihara pada media tersebut sampai umur 24 maupun 36 hari. Pada saat larva umur

12 hari, jumlah Brachionus dalarn saluran pencernaan masih relatif sama, dari 30 contoh

larva yang diperiksa berturut-turut rata-rata sebanyak 1 1.27rt0.34, 1 1.37k0.45 dan

1 1.50f0.17 individu/larva, pada larva yang dipelihara dalarn media "green water"

sampai urnur 12, 24 dan 36 hari. Pada umur tersebut larva masih dipelihara dalam media yang sama, yaitu media "green water". Pada penganlatan selanjutnya, yaitu pada saat

larva umur 1 8, 24, 30 dan 36 hari, jumlah Brachionus dalam saluran pencernaan pada larva yang dipelihara dalam media '*green water" hanya sampai

umur 12

hri, lebih rendah dibandingkan yang djpelihara pada media tersebut sarnpai umur 24 dan 36 hari.

(2)

Laju konsumsi pakan absolut

~elama

percobaan disajikan pada Tabel lampiran 7. Hubungan antara laju konsurnsi pakan (Kp) dengan lama waktu larva d i p e b a di dalarn media "green water" (X) berbentuk linier (Tabel lampiran 8 dan Gambar 4), dengan persamaan sebagai berikut: Kp = 0.1239

+

0.0002 X

(?=

0.8549), artinya sernakii

lama

larva dipelihara di dalam media tersebut, laju konsumsi pakan semakin tinggi. Laju

konsurnsi pakan terendah terjadi pada larva y a . dipelihara di dalam media "green water" hanya sampai umur 12 hari.

Lebih rendahnya laju konsumsi pakan pada larva bandeng yang dipelihara di dalarn media "green water" hanya m p a i umur 12 hari diduga pada umur tersebut larva masih peka terhadap cahaya. Liao e l ul. (1991) mengemukakan bahwa setelah umur 18 hari larva ikan bandeng tidak pek.a terhadap cahaya matahari langsung, sedangkan Anindiastuti et al. (1 994) mengemukakan setelah umur 13 - 21 hari larva ikan bandeng sudah tidak peka terhadap cahaya.

Penglihatan adalah sensor penting bagi benih bandeng dalam aktivitas mencari pakan (Kawan~uta, 1984). Variasi pola aktivitas mencari pakan harian pada kondisi penyinarm aliuni s u d d ~ ciiami~ti oleh Hara et ul. tlulum Watarlabe (1986), di mana pada saat larva bandeng umur 9 hari aktivi1.a~ mencari pakan dimulai pada pukill 06.30 pagi, sedangkan pada umur I S hari terjadi pada pukul 05.40 pagi. Pada urnur tersebut, aktivitas mencari pakan berhenti pada pukul 1 1 .OO malarn. Pada saat umur 21 hari, aktivitas mencari pakan dimulai pada pukul 05.00 pagi dm di dalarn usus masih terdapat pakan pada pukul01 .OO

-

02.00 malanl. Hasil pengamatan tersebut menunjukkan bahwa larva yang umurnya lebih tua, dapat ~rnulai mengkonsumsi pakan dalarn tingkat cahaya

(3)

-I E P

m

.2 200 c(l 'CI 0 .c_ In- s

'

150

5

%

5

2

8

100 m .G

8

50

f

12 18 24 30 36 Umur larva (hari)

Gambar 3. Jumlah Brachionus dalam saluran pencernaan larva ikan bandeng (Chanos chanos Forskal) setiap pengamatan pada media pemeliharaan yang berbeda

10 20 30 40

Dalam media "green water" sampai umur (hari)

Gambar 4. Hubungan antara laju konsumsi pakan absolut dengan lama waktu larva ikan bandeng (Chanos chanos Forskal) dipelihara dalam media "green water"

(4)

Hasil observasi tersebut menunjukkan bahwa larva bandeng sampai urnur tertentu

tnembutuhkan cahaya dalanl aktivitas mencari pakan, namun dengan adanya organ

sensor di bagian depan kepala, larva bandeng juga amat peka terhadap berbagai

perubahan lingkungan, termasuk intensitas cahaya. Oleh karena itu untuk mendapatkan

tingkat kecerahan tertentu, dalarn media pemeliharaan ditambahkan Chlorella yang

merupakan fitoplankton perlyusun "green water" dengan kepadatan tertentu. Peran

penting "green water" adalah meningkatkan peluang tertangkapnya pakan. Has3 penelitian Nass el al. (1992) terhadap larva halibut (Hippoglosus hippoglosus) juga

menunjukkan pola yang sarna. Densitas Artemia yang merupakan pakan larva, sangat rendah dalam media "green water" pada akhii percobaan, sebaliknya dalam media "clear

water" densitasnya tetap tinggi, yang menunjukkan rendahnya tingkat pemangsaan pada

kondisi tersebut.

Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Larva

Bobot individu rata-:ata larva ikan bandeng setiap pengamatan disajikan pada

Garnbar 5 dan Tabel larnpiran 9. Bobot larva semakin meningkat secara eksponensial dengari semakin meningkatriya umur atau ukuran larva, baik pada pada pemeliharaan

menggunakan "green water" sarnpai umur 12, 24 mnaupun 36 hari. Narnun pada larva yang hanya dipelihara sampai urnur 12 hari dalarn media "green water" , peningkatannya

lebih rendah dibandingkan dengan yang dipelihara dalam media "green water" sampai

umur 24 maupun 36 hari. L,aju pertumbuhan bobot individu disajikan pada Tabel

lampiran 10. Hubungan antara lama waktu larva ikan bandeng dipelihara dalam media

"green water" (X) dengan laju pertumbutm (G) berbentuk kuadratik (Tab21 lampiran 11

(5)

12 24 36 Umur larva (hari)

Gambar 5. Perkembangan bobot individu larva ikan bandeng

Chanos chanos Forskal) setiap pengamatan pada

penggunaan media pemeliharaan yang berbeda

Dalam media "green water" sampai umur (hari)

Gambar 6. Hubungan antara laju pertumbuhan spesifik bobot individu rata-rata larva ikan bandeng (Chanos chanos Forskal) dengan lama waktu dipelihara dalam media "green water"

(6)

Laju perturnbuhan rnaksirnum sebesar 0.1433 atau 14.3 3% tercapai pada penggunaan

"green water " sarnpai umur 27 hari.

Kelangsungan hidup larva bandeng selam percobaan disajikan pada Tabel

larnpiran 12, sedangkan nilai transformasinya disajikan pada Tabel lampiran 13.

Penggunaan "green water" sampai larva uniur 24 hari dapat meningkatkan tingkat

kelangsungan hidup sekitar 11% dibandingkan dengan yang dipelihara dalam media

tersebut hanya san~pai uniur 12, hari. Iiubungan antara l a m waktu larva bandeng

dipelihara dalam media "green water" (X) dengan tingkat kelangsungan hidup (H)

berbentuk kuadratik (Tabel lan~piran 14 dan Gambar 7), dengan persarnaan: H = 2.2822

X- 0.039 1 X' (r2= 0.995). Tingkat kelangsungan hidup maksimum sebesar 33.30% tercapai pada penggunslan "green water" sanipai uniur 29 hari.

Hasil analisis tersebut sejalan dengan hasil evaluasi terhadap kenlampuan larva untuk mengkonsui~si pakan. Rendahnya laju pertunlbuhan maupun tingkat kelangsungan hidup larva yang dipelihara di dalam media "green water" sarnpai wnur 12 hari terkait

lebih rendahnya kernampuan larva untuk mengkonsumsi pakan, sehiigga energi dan

rnateri yang tersedia untuk tumbuh dan mempertahankan kelangsungan hidup juga lebih

kecil.

Evaluasi peran "green water" dalam pemeliharaan larva telah dilakukan oleh

beberapa peneliti, antara lain olch Nass el ul. (1992) pada ikan halibut, Tamaru et a/. (1904) pada ikan belanak dan 'I'ang (2000) pada ikan baung (Mystus nemnrus). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa penggunaan "green water" dapat meningkatkan

(7)

Dalam media "green water" sampai umur (hari)

Gambar 7. Hubungan antara tingkat kelangsungan hidup dengan lama waktu larva ikan bandeng (Chanos chanos Forskal) dipelihara di dalam media "green water"

(8)

Kelangsungan hidup larva ikan bandeng yang dipelihara dalam "green water"

sampai umur 36 hari berkisar antara 33 - 34% (31.33 +_ 3.06, n=3). Menurut Djunaidah

dan Konlaruddin (1997) dengan teknologi yang sudah berkembang saat ini, tingkat

kelangsungan hidup larva ikan bandeng sampai ukuran siap jual (umur 21 hari) berkisar

antara 30 - 60% dan fiekuensi terbesar 20%.

Sifat Visika dan Kimiit Air Media

Kisaran nilai tisika-kimia air media relatif sana dan nlasih berada pada kisaran

toleransi larva ikan bandeng (Tabel lampiran 15). Namun kandungan amonia pada larva

yang dipelihara dalam "green water" sampai umur 36 hari (0.0043

-

0.0065 ppm)

agak lebih tinggi dibandingkan dengan yang dipelihara dalam mediggreen water"

sampai urnur 12 hari (0.0035

-

0,0043 ppm). Hal ini sejalan dengm hasil penelitian Tamaru el al. (1994) bahwa pada media "green water" nilai total arnonia lebih i.inggi

dibandingkan pada media "clear water". Amonia tersebut berasal dari media budidaya,

yaitu berasal

dari

urea dan amoniwrn sulfat yang dilJunakan sebagai s m b e r nitrogen.

Hasil penelitian ini berbeda dengan yang dilaporkan oleh Tang (2000), di mana nilai total amorb pada media "clear water" cenderung lebih tinggi dibandingkan pada media

"green water". Perbedaan tersebut karena dalam penyediaan "green water" tidak

dilakukan pemupukan.

Kaqdungan amonia yang ten~kur rnasih dalam kisaran yang dapat ditolerir oleh

larva bandeng. Kandungan amonia dalam pemeliharaan larva bandeng sebaiknya tidak

lebih dari 0.02 ppm, sedangkan kandungan oksigen terlarut yang baik berkisar antara 3

-

8 ppm (Anonimus, 1997).

(9)

Perkembangan Organ dan AMivitas Enzim Pencernasn

Secara histologis, larva umur 5 hari me~niliki saluran pencernaan yang masih

sederhana, berbentuk tabung lurus tanpa tonjolan-tonjolan (vili), batas antar segmen saluran pencernaan juga belum tampak. Pada saat larva umur 10 hari, organ pencernaan

mulai berdiferensiasi (Gambar 8). Pada umur tersebut sudah dapat dibedakan antara usus

bagian depan atau "anterior intestine" dengan usus bagian belakang atau "posterior

intestine", tetapi pada permukaan dalam usus belum tampak adanya vili. Hati dan pankreas juga sudah tampak pada posisinya. Pankreas merupakan organ yang

mensekresikan enzirn lipase, tripsin dan arnilase ( A h d i et ai., 1992). Hati

dm

pankreas terletak berdekatan narnun tidak menempel, sel pankreas narnpak lebih gelap

daripada sel hati.

Pada saat larva umur 1 5 hari, tonjolan-tonjolan pada permukaan dalarn usus sudah mulai tampak, walaupun masih rendah. Tonjolan-tonjolan tersebut semakin tinggi pada larva umur 20 hari (Gambar 9). Semakin tingginya tonjolan-tonjolan tersebut

menunjukkan adanya pelipat gandaan luas perrnukaan usus, berarti semakin banyak

jumlah sel penghasil enzim. Tonjolan-tonjolan yang semakin tinggi tersebut juga

rnenunjukkan adanya perluasan daerab penyerapan, yang berarti meningkatnya

kemampuan larva untuk menyerap nutrien hasil pencernaan.

Pada saat larva umur 25 hari, lambung sudah dapat dibedakan dari usus.

Di antara usus dan lambung terdapat penyempitan saluran pencernaan yang disebut

pilorus (Gambar 10). Ferraris dalum Watanabe (1 986) mengemukakan bahwa pada ikan

bandeng lambung berdiferensiasi menjadi kardiak dan pilorus pada akhir stadia larva

(10)

Ciainbar 8. Potongan membujur organ pencernaan larva ikan bandeng (Chanos charlos Forskal) umur 5hari dan umur 10 hari (HE 67 x)

(11)
(12)

Ganbar 9. Potongan membujur organ pencernaan larva ikan bandeng (C'htrnos chanos Forskal): A. umur 15 hari dan B. umur 20 hari (HE 67 x)

(13)
(14)

Galnbar 10. Potongan me~nbujtlr organ pencernaan larva ikan bandeng (Chanos chanos Forskal) : A. umur 25 hari dan B. umur 30 hari (HE 67 x)

(15)

,, f.. . ::*,b$

.I -a- &..-,

(16)

ke perairan pantai dan estuaria. Pada stadia tersebut sel-sel goblet juga berkembang di dalam usus. Selanjutnya dikemukakan bahwa pada saat metamorfosis (umur 39

hari),

lambung kardiak mulai fungsional dengan terbentuknya kelenjar yang mensekresikan

pepsin. Pada saat larva umur 35 hari, villi harnpir memenuhi bagian dalam usus

(Gambar 1 1 )

Perkembangan organ hati larva ikan bandeng disajikan pada Gambar 12. Hati

larva ikan bandeng secara histologis baru tarnpak setelah berurnur 10 hari. Sel llati

(hepatosit) terdiri dari inti sel (nukleus) dan dinding sel. Hepatosit merupakan unit

terkecil dari hati. Jumlah sel hati sernakin berth-nbah dengan rneningkatnya urnur larva,

batas antar sel juga semakin jelas. Berdasarkan kajian histologis tersebut tampak bahwa

organ pencernaan larva ikan bandeng mencapai fase de-finitif setelah berumur 25 hari,

dengan ukuran panjang total berkisar antara 13.2

-

14.8 Inm.

Perkembangan aktivitas enzim a-amiiase, lipase, tripsin dan pepsin pada berbagai

umur larva disajikan pada Gambar 13 dan Tabel lampiran 16. Pada saat umur 2 hari aktivitas enzim a-amilase dan pepsin tampak sangat rendah. Pada umur tersebut organ

penghasil enzim belum terbentuk dan larva belum mengkonsu~nsi pakan dari luar.

Sebaliknya aktivitas lipase &an tripsin pada umur tersebut cukup tinggi. Menurut A h d i

el al. (1994), sejak awal fase larva, pernanfaatan lernak sebagai sumber energi teiah berlangsung, terutama ketika larva belum mengambil pakan dari luar. Larva ikan

bandeng umur 2 hari rnasih menggunakan kuning telur sebagai sumber energi dan kuning

telur terserap sempurna setelah umur 3 hari (Watanabe, 1986). Pada urnur tersebut cadangan lernak yang terdapat pada kantong kuning telur ("yolk sac") dihidrolisis dengan

(17)

Gambar 1 1. Potongan memb~ljur organ pencernaan larva ikan bandeng (Chanos chanos Forskal) umur 35 hari (HE 67 x)

(18)
(19)

Gainbar 12. Perkembangan organ hati larva ikan bandeng (Chanos charios Forskal) pada berbagai umur larva (HE 666 x).

A. umur 10 hari, B. umur 20 hari, C. umur 25 hari, D. wnur 30 hari dan E umur 35 hari

(20)
(21)

2 5 10 15 20 25 30 35

Umur lawa (hari)

2 5 1 0 1 5 2 0 2 5 3 0 3 5

Umur larva (hari)

2 5 1 0 1 5 2 0 2 5 3 0 3 5

LRnur larva (had)

2 5 I 0 1 5 2 0 2 5 3 0 3 5 LRrurr larva (hari)

Gambar 13. Perkembangan aktivitas enzim 4- amilase, lipase, tripsin dan pepsin pada larva ikan bandeng (Chanos chanos Forskal)

(22)

bantuan enzim lipase untuk menghasilkan energi bebas. Hal ini s e s d pendapat

Mathavan et al. dulum Anggoro (1992) bahwa kuning telur menipakan satu-satunya sumber energi bagi perkembangan embrio. Stadia embricnik dirnulai dari akhir fertilisasi sampai mulai mengambil pakan dari luar (Balon dalam Verreth et al., 1992 ).

Komponen utarna dari kuning telur adalah lipoglioprotein yang sangat padat,

disebut lipovitelin yat~g mengandung 35% (atau lebih) lipid, dan sisanya terdiri dari

karbohidrat, protein dan fosfor (Zakalsky et al. dalam Anggoro, 1992). Pada stadia awal larva, dengan organ sekresi belum berkembang, enzim yang berperan adalah enzim yang

terikat pada me~nbran maupun yang terdapat pada sitoplasma. Pada Sprzls aurata, distribusi karbohidrat, protein dan lipid pada oosit yang rnatang ditemukan di dalam

kantong kuning telur dari larva yang baru menetas (Sarasquete et al. &lam Sarasquete et al., 1995). Sedangkan Tanaka dalam Sarasquete et al. (1995) mengemukakan bahwa kuning telur pada ikan mengandung glikogen, lipoprotein, enzim lisosornal dan enzim

lain yang krhubungan dengan metabolisme protein, karbo hidrat dan lemak.

Has2 penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Mokoginta et al. (2000), di mana kandungan lipid pada telur, larva yang baru menetas dan larva ikan patin

(Par1gasius hy/?o/~hfhalmus) urnur 2 hari berturut-turut 40.0 1, 30.1 1 dan 24.81 %. Hal ini menunjukkan bahwa lipid di dalam kuning telur dipergunakan sebagai s m b e r energi

pada saat larva beluln mengambil pakan dari luar. Aktivitas lipase yang tinggi pada awal

stadia larva juga terdeteksi antara lain pada udang galah, Macrohruciurn rosenbergii (Karnaruddin et ul., 1994), larva ikan betutu, Oxyeleotris marmorata (Effendi, 1995), larva ikan gurarne, (Isphronem~~s gorumy (Affandi el al., 1994) dan larva ikan baung, Mystus nemurus (Suryanti, 2002).

(23)

Aktivitas enzirn tripsin yang tinggi pada saat larva ban1 menetas karena enzirn penetasan dari kelenjar penetasan urnumnya tipe tripsin (Kawai dan Ikeda, 1973). Pada

ikan mas (Cyprinus carpio), aktivitas enzirn tersebut juga tinggi pada stadia awal larva, kemudian menurun secara cepat. Pola yang sarna juga diamati pada ikm kakap

(Lates calcarifer), di rnana aktivitas enzim tersebut sebesar 6.0 U enzim/rng protein pada

saat larva baru menetas dan menurun menjadi 1.2 U enzimfnlg protein pada saat larva urnur 8 hari (Waiford dan Larn, 1993). Hasil penelitian Suryanti (2002) pada larva ikan baung juga memperlihatkan adanya aktivitas protease pada larva umur 2 hari yaitu

sebesar 0.316 UImVmenit, dan pada wnur tersebut larva belum memperoleh pakan dari

luar, kernudian menurun rrlerijadi 0.148 U/rnVmenit pada saat larva umur 4 hari. Hal ini

diduga disebabkan adanya hidrolisis cadangan protein pada kuning telur untuk dihasilkan

energi bebas. Karnler (1 992) mengemukakan bahwa protein merupakan unsur dominan

di dalam telur ikan, sebagian besar dari protein tersebut ditransformasikan ke dalarn

jaringan embrionik dan sebagian lagi diubah menjadi energi. Namun hasil percobaan

Mokoginta ef al., (2000) menunjukkan pola yang berbeda, kandungan protein pada telur,

larva ikan patin yang baru menetas serta yarig berumur 2 hari berturut-turut 59.40, 63.58

dan 64.2 1 %. Hal ini menunjukkan bahwa cadangan protein dalam telur tidak diubah

menjadi energi.

Aktivitas enzim-enzim tersebut terus meningkat dengan semakin mcningkatnya

ukuran larva, aktivitas enzim lipase dan tripsin tampak menurun pada saat larva m u r

35 hari. Peningkatan aktivitas enzim tersebut disebabkan oleh dua faktor: ( I ) semakin

sempurnanya organ penghasil enzim (Kawai dan Ikeda, 1973) dan (2) meningkatnya peran pakan alami yang merupakan sumber energi eksogen sejalan dengan menyusutnya

(24)

kuning telw telah menyebabkan peningkatan konstunsi pakan. Pakan alarni yang dikonsumsi akan nlemberikan kontribusi terhadap peningkatan aktivitas enzim tersebut di

dalam saluran pencernaan (Walford et al., 1991).

Tingginya aktivitas a-amilase pada larva bandeng yang ukurannya lebih besar

mempertegas bahwa ikan tersebut mempunyai kernampuan yang tinggi untuk memanfaatkan karbohidrat. Hal ini berhubungan dengan kebiasaan makan selarna siklus

hldup ikan tersebut. Menurut Watanabe (1986), sampai umur 21 hari larva ikan bandeng pernakan zooplankton dan sejumlah fitoplankton, namun setelah mencapai ukuran

tersebut cenderung oportunistik dan omnivora. Menurut Hidalgo, Urea dan Sanz (1999), spesies omnivora mempunyai aktivitas arnilase dan rasio arnilase-protease lebih tinggi

darigada karnivora. Hal ini disebabkan spesies omnivor mempunyai kemarnpuan

memanfaatkan karbohidrat lebih tinggi dibandingkan dengan karnivor. Hasil pcnelitian

M m d i et al. (1994) pada benih gurame juga menunjukkan pola yang sama. Aktivitas enzim tersebut meningkat dari 0.35 1 5 U/g ikanlmenit pada larva umur 10 hari menjadi

0.9010 U/g ikanlmenit pada larva umur 22 hari. Namun hasil penelitian Effendi (1995)

pada larva ikan betutu menunjukkan pola yang berbeda, aktivitas enzim tersebut

meningkat sampai larva umur 12 h i dan selanjutnya cenderung terus menurun.

Penurunan aktivitas enzirn tersebut kemungkinan menunjukkan telah bergesernya sifat

pernangsaan dari herbivora ke karnivora. Hal ini sejalan dengan pendapat Kawai dan lkeda (1973) bahwa aktivitas enzim pencernaan dapat dikorelasikan dengan komposisi

pakan yang dikonsumsi.

Aktivitas enzim lipase tampak menurun pada saat larva bandeng umur 35 hari.

(25)

(Etiendi, 1995), sedangkan pada larva Acipenser fulvescens penurunan mulai terjadi

setelah larva umur 24 - 30 hari, yaitu saat bermetamorfosis mendekati stadia juvenil

(Buddington, 1985). Larva ikan bandeng mernasuki stadia transisi pada wnur 28 hari dan menjadi stadia juvenil setelah berumur 35 hari (Villaluz dan Unggui, 1983). Pada umur

tersebut ikan bandeng bersifat ornnivora, ikan dapat memanhatkan karbohidrat sebagai surnber energi lebih besar dibandingkan dengan pada stadia sebelumnya (Watanabe,

1986). Energi yang sebelumnya diperoleh dari lemak, diduga sebagian digantikan oleh

karbohidrat

.

Aktivitas enzirn tripsin juga menurun pada saat larva ikan bandeng urnur 35 hari.

Pada larva ikan kakap, aktivitas enzim te sebut menurun secara tajam setelah lambung

menjadi fungsional. M e n u m y a aktivi

1

as enzirn tersebut kemungkinan disebabkan penurunan kontribusi enzim eksogen yar/g berasal dari pakan akibat denatumsi oleh

cairan lambung tipe asam. Pada larva aejd yang diberi pakan alami, aktivitas enzim

tripsin mencapai puncak pada stadia 3 sampai ~nisis 1, selanjutnya menurun

sampai pascalarva 1 (Jones et a/., 1987). Menurunnya aktivitas enzim pada stadia tersebut diinterpretasikan sebagai konsequensi menurunnya ukuran "anterior midgut

diverticulata" (AMD) sebelurn hepatopan reas berkembang secara penuh, atau karena

I

perubahan kebiasaan makan (Lovett dan Fe der dalam Le Vay ei al., 1993).

I

Cahu et al. ( 1 998) telah menganalis s aktivitas enaim tersebut pada ikan "seabass"

(Dicentrachus lahrm) dan diperoleh polayang sama. Pada saat umur 8 hari, aktivitas

emim tersebut 0.050 Utmg protein, men run menjadi 0.034 Ulmg protein pada larva

I

(26)

0.070 Ulmg protein, kemudian turun lagi pada larva wnur 16 hari, yaitu sebesar

0.044 Ulmg protein.

Peningkatan relatif terbesar aktivitas enzim a-amilase dan lipase terjadi pada saat

larva bandeng umur 10

hari.

Pada enzim tripsin peningkatan relatif terbesar terjadi pada

saat larva bandeng umur 15 hari, sedangkan enzirn pepsin terjadi pada saat larva umur

5 hari (Gambar 14). Terjadinya peningkatan reiatif terbesar aktivitas enzim a-arnilase,

lipase dan tripsin pada umur tersebut selain adanya kontribusi enzim eksogen yang

krasal dari pakan, juga karena enzim endogen sudah mulai disekresikan. Hal ini sesuai

hasil pengarnatal histologi di rnana pada saat larva bandeng umur 10 hari, pankrem yang

merupakan salah satu organ yang mensekresikan enzim-enzim tersebut sudah mulai

tampak.

Peningkatan relatif terbesar aktivitas enzim pepsin pada umur tersebut tidak dapat

dihubungkan dengan telah disekresikan enzim tersebut, karena pada umur tersebut

lambung yang akan mensekresikan enzim tersebut belum terbentuk. Menurut Fenaris

dalam Watanabe (1986) pada akhir stadia larva, lambung berdiferensiasi menjadi kardiak dan pilorus. Pada saat ~ ~ ~ e t m o r f o s i s yaitu umur 39 hari, lambung kardiak ~nenjadi

bgsional dengan terbentuknya kelenjar yang akan mensekresikan pepsin. Pengarnatan

terhadap perkembangan struktur organ pencernm menunjukkan bahwa pada saat larva

bandeng umur 25 hari lambung mulai tampak tetapi belum dapat dipastikan apakah

lambung sudah fungsional karena peningkatan relatif alctivitas e h n pepsin rnasih relatif

sama pada setiap urnur larva. Adanya aktivitas pepsin juga dideteksi pada larva Sparus aurata (Barr el a/. dalarn Sarasquete et al., 1995). Terdeteksinya aktivitas e h

(27)

Umur larva (hari)

+ Amilase

+ Lipase

t- Tripsin

Gambar 14. Perubahan relatif aktivitas enzim 4 -amilase, lipase, tripsin dan pepsin pada larva ikan bandeng (Chanos chanos Forskal)

(28)

tersebut tidak dapat dihubtmgkan dengan kelenjar lanbung, karena kelenjar tersebut

pada stadia larva tidak ada. Tenlkurnya aktivitas enzim pegst? pada stadia larva tersebut

menurut Tirneyko dan Novikov dalam Walford dan Lam (1993) disebabkan oleh

aktivitas protease lisosomal yang berperan di dalarn pencernaan protein intraseluler di

dalarn sel-sel epitel usus belakang ("posterior intestine") atau adanya aktivitas enzirn

tersebut di luar organ pencernaan. Hasil penelitian Munilla-Moran dan Stark (1989)

menunjukkan bahwa aktivitas cnzim pepsin pada bagian tubuh juvenil ikan turbot tanpa

organ pencernaan sarna dibandingkan aktivitas enzim tersebut pada ekstrak larva umur

3, 6 dan 9 hari dan disimpulkan bahwa aktivitas protease tipe asam pada stadia larva tidak terletak pada jaringan pencernaan.

Enzim-enzim tersebut juga terdeteksi pada Brachionus yang merupakan pakan

larva, yang akan memberi kontribusi terhadap aktivitas enzim di d a h saluran

pencernaan. Aktivitas enzim a-arnilase, lipase, tripsin dan pepsin pada Brachionus

berturut-turut sebesar 0.0694kO.O 134, 0.0537f0.0080, 0.01 80k0.0020 dan

0.01 931 0.0002 U enzimdg Bruchionlr.slmenit. Walford dan l,arn (1 993) juga mendeteksi

aktivitas enzim tripsin dan pepsin pada Bruchionus yang merupakan pakan larva,

berturut-turut sebesar 28.6 dan 2.7 Ulmg protein. Gawlicka et al. (2000) telah rnengukur

aktivitas tripsin, arnilase, lipase dan alkalin fosfatase pada Arlemia berturut-turut sebesar

52.6k6.7, 5 449f30, 6.3f0.7 dan 68.81t9.2 mU/mg protein. Aktivitas enzirn amilase

terlihat paling tinggi, nauplii A rtemia adalah herbivora dan diharapkan mempunyai

tingkat amilase yang tinggi untuk mencerna karbohidrat yang terdapat pada mikroalga

yang dirnakan (Semain dalam Gawlicka et al., 2000). Brachionus juga rnerupakan organisme herbivora, Chlorellr yang merupakan mikroalga bersel satu digunakan

(29)

sebagai pakan. Tingginya aktivitas enzim a-amilase pada Brachionus dibandingkan

dengan protease (tripsin dan pepsin) sejalan dengan hasil penelitian

Gawlicka el al. (2000).

Berdasarkan evaluasi terhadap perkembangan aktivitas enzim tampak bahwa ada

keterkaitan antara aktivitas enzim pencernaan dengan perkembangan struktur organ

pencernaan. Pada saat struktur anatomis dan histologis alat pencernaan helum sempurna,

enzirn endogen yang disekresikan sangat sedikit. Dengan bertambahnya urnur larva, struktur anatomis organ pencemaan bertarnbah sempurna hingga mencapai bentuk

definitif.

Peningkatan aktivitas enzim yang cukup tinggi dapat dijadikan dasar untuk

menentukan saat pakan buatan mulai dapat digmakan. Hal ini sesuai pendapat

Gawlicka el al. (2000), bahwa aktivitas enzim pencernaan adalah suatu indikator yang baik untuk menentukan kapasitas pencemaul, ketika alaivitas tinggi dapat diindikasikan

secara fisiologis larva siap untuk memproses pakan dari luar. Berdasarkan

kecenderungan perkembangan organ pencernaan clan aktivitas enzim-enzirn tersebut,

pakan buatan baru dapat diberikan setelah larva bandeng umur 15 hari, dengan ukuran

panjang berkisar antara 8.4 - 10.0 mm (9.20

+

0.53 mm).

Berdasarkan jenis pakan yang biasa dimakan, ikan dikelompokkan ke dalam tiga

kategori yaitu herbivora, karnivora dan ornnivora. Berdasarkan perbedaan jenis pakan

yang dikonsumsi tersebut maka enzirn pencernaan yang dihasilkan akan berkaitan dengan

komposisi pakan. Karbohidrase akan lebih banyak diproduksi oleh ikan herbivora,

sedangkan proteinase secara kumulatif banyak diproduksi oleh ikan karnivora (&di

(30)

hati dan pankreas ikan mas kurang lebih seratus kaii lebih tinggi dibandingkan dengan

ikan "bluegill sunfish" dan largemouth bass". Sebaliknya kadar amilase pada ikan trout

yang merupakan spesies karnivora, lebih rendah dibandingkan dengan ikan

mas

yang

mmpakan spesies ornnivora. Aktivitas en& a-arnilase pada ikan roach yang

merupakan organisme "benthophages" juga lebih tinggi (45.80k4.70 U/g ikanlmenit) dibandingkan dengan aktivitas enzim proteolitik yang hanya sebesar 3.63f0.53 Ulg ikantmenit). Hasil penelitian pada larva bandeng juga menunjukkan pola yang sama, di mana aktivitas enzim a-arnilase lebih tinggi dibandingkan dengan protease (tripsin dan pepsin). Hal ini terkait dengan kebiasaan makan larva ikan tersebut yang cenderung

bersifat omlivora.

Kuz'rnina ( 1996) mengemukakan bahwa p e r u b a h aktivitas enzirn pencernaan

antara lain dipengaruhi oleh kebiasaan makan dan komposisi biokimia pakan yang

dikonsumsi. Selanjutnya dikemukakan bahwa data aktivitas enzim sangat bermadkit

untuk merancang formula pakan pada setiap stadia hidup ikan yang dipelajari.

Berdasarkan hasil pengukuran aktivitas enzim dan berdasarkan pola kebiasaan rnakan, larva ikan bandeng dapat m e d a a t k a n lernak dan karbohidrat dalarn jumlah yang besar.

Penggunaan Pakan Buatan Dalam Pemeliharaan Larva

Indikator penggunaan pakan buatan pada larva didekati berdasarkan (1) aktivitas enzirn

pencernaan, (2) perkembangan organ pencernaan, (3) aktivitas enzim eksogen,

(31)

Aktivitas Enzim Pencemaan

Aktivitas enzim a-amilase. Aktivitas enzim a-arnilase setiap pengamatan, pada penggantian Brachionus dengan pakan buatan mulai unlur 10, 15 dan 20 hari disajikan

pada Gambar 15 dan Tabel larnpiran 17. Aktivitas enzim amilase sernakin meningkat

dengan meningkatnya umur larca, namun pada larva yang diberi pakan buatan mulai

umur 10 hari peningkatannya lebih rendah dibandingkan yang diberi pakan berupa

Brachionus rnaupun kombinasi antara Brachionus dan pakan buatan. Laju peningkatan

aktivitas enzirn tersebut selama percobaan disajikan pada Tabel lampiran 18. Jznis pakan

(Brachionus, kombiisi Brachionus dan pakan buatan serta pakan buatan) berpengaruh

sangat nyata terhadap laju peningkatan aktivitas enzim tersebut (P< 0.01) pada

penggantian Brachionus dengan pakan buatan mulai umur 10 hari, sedangkan pada

penggantian pakan mulai wnur 15 dan 20 hari responnya

sama

(Tabel lampiran 19).

Laju peningkatan aktivitas enzirn tersebut pada larva yang diberi pakan buatan

mulai umur 10 hari paling rendah dan berbeda nyata apabila dibandingkan dengan yang

d i h r i pakan berupa Bruchionu.~ rnaupun kombinasi antara Brachionus dan pakan buatan.

Narn~n antara yang diberi pakan berupa Brachionus dengan yang diberi pakan berupa

kombinasi antara Brachionus dan buatan sama (Tabel 5 dan Tabel lampiran 20).

Pengamatan histologi menunjukkan bahwa pada larva umur 10 hari, pankreas

yang merupakan organ yang mensekresikan enzirn tersebut sudah mulai tampak.

Pengukuran terhadap aktivitas enzim tersebut juga menunjukkan bahwa amilase endogen

diduga mulai disekresikan pada umur tersebut. Lebih rendahnya aktivitas enzim

(32)

Penggantian pakan mulai umur 10 hari

-4- Brachionus

+

Campuran

-+-

P. Buatan

10 15 20 25 30 35

Umur larva (hari)

Penggantian pakan mulai umur 15 hari

-+-

Brachionus

-+-- Campuran

--+-

P. Buatan

20 20 30

Umur larva (hari)

Penggantian pakan mulai umur 20 hari

/

-4- Brachionus

--&- P. Buatan

20 25 30 35

Umur larva (hari)

Gambar 15. Aktivitas enzim 4- amilase setiap pengamatan pada penggantian Brachionus dengan pakan buatan mulai

(33)

Tabel 5. Laju peningkatan aktivitas enzim a-amilase selama percobaan pada penggantian Brachior~us dengan pakan buatan mulai umur 10, 15 dan 20 h i .

Keterangan:

-

Nilai rata-rata +_ standar deviasi , n = 3

-

Huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda pada taraf 5% (dibaca ke arah vertikal)

Jenis pakan Waktu mulai penggantian pakan

I0 hari 15 hari 30 hari

endogen yang dihasilkan belum dapat secara rnaksimal berperan sebagai katalisator

dalarn hidrolisis karbohidrat. Berdasarkan hasil analisis tersebut tampak bahwa larva Brachionzr,~

Campuran

Buatan

baru dapat mencerna karbohidrat dengar1 baik setelah krumur 15 hari, sebelum mencapai

umur tersebut rnasih diperlukan enzim cksogen yang berasal dari pakan dalam proses

pencernaan.

0.00240:1-0.000 1 7"

0.00300f 0.00030" 0.00073+0.00008b

Aktivitas enzjm lipase. Aktivitas enzirn lipase pada penggantian Brachionus dengan pakan buatan mulai umur 10, 1 5 dan 20 hari disajikan pada Gambar 16 dan Tabel larnpiran 2 1

.

Aktivitas enzitn tersebut meningkat sampai larva urnur 30 hari dan tampak menurun pada saat larva umur 35 hari. Hubungan antara aktivitas enzim tersebut dengan umur larva berbentuk kuadratik, artinya aktivitas enzim mencapai maksirnal pada

0.0028710.0001 5" 0.003 1 M0.00075" 0.003 13rtr0.00047" 0.00,?63f 0.0005 1 a 0.003 133~0.001 O l a 0.00340~0.00026a

(34)

Penggantian pakan mulai umur 10 hari

10 15 20 25 30 35

Umur larva (hari)

I

-+

Brachionus

+

Campuran P. Buatan

Penggantian pakan mulai umur 15 hari 0.1

I

+

Campuran

I 1

I

-t-.- P. Buatan

/

15 20 25 30 35

Umur larva (hani

1

Penggantian pakan mulai umur 20 hari

20 25 30 35

Umur larva (hari)

I+

Campuran

/

I

.--&- P. Buatan

I

Gambar 16. Aktivitas enzim lipase setiap pengamatan pada penggantian Brachionus dengan pakan buatan mulai umur 10,15 dan 20 hari.

(35)

umur tertentu (Tabel lampiran 22). Hasil analisis menunjukkan bahwa jenis pakan

(Brachionus, campuran dan buatan) sangat nyata berpengaruh (PC 0.0;) terhadap

aktivitas enzim lipase rnaksimal pada saat penggantian pakan mulai wnur 10 hari,

sedangkan penggantian pakan mulai umur 15 dan 0 hari memberikan respon yang smna (Tabel lampiran 23). Aktivitas enzim lipase rnaksimal pada larva yang diberi pakan

buatan mulai umur 10 hari paling rendah d m nyata berbeda bila dibandingkan dengan

yang diberi Bruchionu.~ maupun dengan pakan campuran, sedangkan antara yang dib:ri

pakan berupa Brachionus dengan pakan campuran responnya sama (Tabel lampiran 24). Jenis pakan tidak bcrpengaruh terhadap umw larva yang menghasilkan aktivitas enzim

maksimal (Tabel lampiran 25).

Rendahnya aktivitas enzim tersebut pada larva yang diberi pakan buatan mulai

umur 10 hari menunjukkan bahwa pada umur tersebut larva belum dapat menghidrolisis

lemak dengan baik. Hasil pengukuran terhadap perkembangan aktivitas enzim terset~ut

pada penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa lipase endogen mulai disekresikan pada

saat larva umur 10 hari. Pada larva yang diberi pakan campuran mulai umur terset~ut

aktivitas enzim sama dibandingkan yang diberi pakan berupa Brachionus (Tabel 6). Hal

ini diduga adanya peran dari lipase eksogen yang berasal dari pakan dalam proses pencernaan.

Aktivitas cnzim antara lain dipengaruhi oleh konsentrasi en- dan konsentrsi

substrat yang ditunjukkan olefi kadar nutrien (protein, lemak dan karbotlidrat ) di dah~m

pakan. Kosch da11 Segner ( 1990) mengemukakan bahwa pcrbcdaan aktivitas cnzim

merupakan respon perbedaan kadar nutrien di dalam pakan. Kadar lzmak pada pakan

(36)

Tabel 6. Aktivitas enzim lipase maksimal (U enzimlg ikanfmenit) serta umur larva yang menghasilkan aktivitas enzim maksimal pada penggantian pakan mulai umur i 0, 1 5 dan 20 hari

--

Waktu n~ulai penggmtian pakan

IJmur 1 0 hari I Jmur 15 hari Umur 20 hari

AI: maks 'I' opt AI: maks 'I' opt A11 maks

1

T opt

Keterangan: Nilai rata-rata k- star~dar deviasi, n = 3

Huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% (dibaca ke arah vertikal)

AE maks = aktivitas enzim maksimal

T opt = umur larva optimal yang menghasilkan aktivitas enzim maksimal (hari ke-)

Pada

umur tersebut lipase endogen juga sudah mulai disekresikan. Kedua ha1

tersebut diduga yang menyebabkan tidak berbedanya aktivitas enzim lipase tnaksirnal

pada saat penggantian pakan mulai umur 15 dan 20 hari. Hasil penelitiari Knauer el 01.

(1996) pada juvenil abalon (tlolioli.~ midue) juga menunjukkan bahwa aktivitas em.irn

tersebut pada abalon yang diberi pakan buatan tidak berbeda nyata dibandingkan yzng

diberi pakan berupa diatom, diduga kandungan lemak kedua jenis pakan tersebut reliitif

sarna. Hasil penelitian Borlongan (1990) pada ikan bandeng berukuran 220 - 250 g juga menunjukkan pola yang sama. Aktivitas lipase pada ikan yang mendapat pakan benlpa

alga uniselular dan diatom yang mempunyai kandungan l e d kasar 1.98%, lebih tin& dibandingkan yang diberi pakan berupa alga hijau berfilarnen yang mempunyai

(37)

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada larva berumur 10 hari, lipase eksogen yang berasal dari pakan masih dibutuhkan dalam proses pencernaan. Sedangkan

mulai urnur 15 hari, lipase endogen sudah dapat menjalankan fimgsinya &dam proses pencernaan.

Aktivitas enzim tripsin. Aktivitas enzim tripsin setiap pengamatan pads penggantian Bruchionus dengan pakan buatan mulai urnur 10, 15 dan 20 hafi disajikan

pada Garnbar 17 dan Tabel lampiran 26. Aktivitas enzim tersebut meningkat sanpai

larva umur 30 hari dan tarnpak menurun pada larva umur 35 hari. Hubungan arltara

aktivitas enzim dengan umur larva berbentuk kuadratik, artinya aktivitas enzi~n tersebut

rriencapai maksirnal pada larva umur tertentu (Tabel lampiran 27).

Hasil analisis menunjukkan bahwa jenis pakan sangat nyata berpengaruh (P<Cl.Ol)

terhadap aktivitas enzim tripsin rnaksimal pada penggantian pakan mulai umur 10 hari,

sedangkan penggantian pakan mulai umur 15 d m 20 hari rnernberikan respon yang sanla

('Tabel lampiran 28). Aktivitas enzirn tersebut pada larva yang diberi pakan mulai iunur

10 hari lebih rendah dan nyata berbeda apabila dibandingkan dengan yang diberi p,xkan

berupa Brachionus rnaupun kombinasi antara Brachionus dengan pakan buatan. Namun antara yang diberi pakan berupa Brachiorrlr.~ dengan kombinasi antara Brachionus den $an

pakan buatan relatif sarna (Tabel lampiran 29). Jenis pakan tidak berpengaruh terh(3dap

umur larva optimal yang menghasilkan aktivitas enzim maksirnal (Tabel 7 dan Tabel larnpiran 30).

(38)

Penggantian pakan rnulai urnur 10 hari 0.05 .C 3 0.04 %

S

5

g

0.03 V) c ([I ([I

5

Y 0.02 -3 cn

2

0.01

L!

+-.-

P. Buatan n .5

.=

=

0.04 P 0, 5 E 0.03 V) 2 (0 ([I y

r

0.02 10 15 20 25 30 35

Urnur larva (hari)

Penggantian pakan mulai umur 15 hari

+

Campuran

15 20 25 30 35

Umur larva (hari)

Penggantian pakan rnulai urnur 20 hari

0.05

1

-+--

P. Buatan

1

1

20 25 30 35

Umur larva (hari)

Gambar 17. Aktivitas enzim tripsin setiap pengamatan pada penggantian Brachionus dengan pakan buatan mulai

(39)

Tabel 7. Aktivitas enzirn tripsin maksimal (U enzim/g ikdmenit) serta umur larva yang menghasilkan aktivitas enzirn maksirnal pada penggantian Brachionus dengan pakan buatan mulai umur 10, 15 dan 20 hari

Jenis p h Waktu mulai p g p t i a n pakan

IJmur I 0 hari Ihur 15 hari lJrnur 20 hari

AE m&.

Keterangan: Nilai rata-rata

k

standar deviasi,

n

= 3

Huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% (dibaca ke arah vertikal)

AE

rnaks = aktivitas enzim rnaksirnal

T opt. = urnur larva optimal yang mengllslsilkan aktivitas enzirn m a k s h ~ l

(hari

ke- )

Rendahnya aktivitas enzirn tersebut pada larva yang diberi pakan buatan mulai

urnur 10 hati menunjukkan bahwa pada umur tersebut larva belum dapat mencerna

protein dengan baik. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya di mana tripsin

endogen diduga mulai disekresikan pada saat larva telah berumur 15 hari. Aktivitas

enzim tersebut pada larva yang diberi pakan campuran sama dibandingkan yang dih:ri

pakan berupa Brachionus. Hasil percobaan ini menunjukkan adanya peran emkn

eksogen yang berasal dari pakan. Aktivitas enzim tripsin pada larva Penaeus japonicu.~

stadia pascazoea 1, 2 dan misis yang diberi pakan alami juga nyata lebih ting,gi dibandingkan dengan yang diberi pakan buatan. Tingginya aktivitas enzim tersebut

(40)

diduga dipengaruhi respon biologi terhadap pakan. Aktivitas enzim yang tinggi diduga

akibat stimulasi secara langsung dari sekresi oleh alga (Le Vay et al., 1993).

Hasil percobaan ini menunjukkan bahwa pada larva urnur 10

hari

mwih diperlukan enzim eksogen yang berasal dari pakan, sedangkan mulai umur 15 hari tripsin

endogen diduga sudah rnarnpu berperan dalam proses pencernaan.

Aktivitas enzim pepsin. Aktivitas enzim pepsin pada penggantian Brachicnus

dengan pakan buatan mulai umur 10, 15, 20 dan 25 hari disajikan pada Gambar 18 dan

Tabel lampiran 3 1. Hubungan antara umur larva dan aktivitas enzim berbentuk lixiier,

artinya semakin bertambah urnur larva, aktivitas enzirn semakin meningkat. 1,aju

peningkatan aktivitas enzirn tersebut selama percobaan disajikan pada Tabel lampiran 32.

Hasil analisis menunjukkan bahwa jenis pakan sangat nyata berpengaruh terhadap laju

peningkatan aktivitas enzim tersebut (P<0.01) baik pada penggantian Brachionus wulai

urnur 10, 15 maupun 30 hari (Tabel lampiran 33). Laju peningkatan aktivitas evzirn

tersebut pada larva yang diberi pakan buatan mulai umur 10 hari paling rendah dan

sangat nyata berbeda (P<0.01) dibandingkan dengan yarlg diberi pakan carnpluan

maupun Brachionus (Tabel 8 dan Tabel lampiran 34).

Hasil percobaan ini menunjukkan bahwa pepsin eksogen yang berasal dari pakan

alarni rnasih dibutuhkan dalam proses pencernaan protein sampai larva urnur 20 1la.i. Rendahnya laju peningkatan aktivitas enzim tersebut pada larva yang diberi pakan buiitan

diduga pada umur tersebut pepsin endogen belurn disekresikan. Hasil pengamiitan

histologi tampak bahwa pada saat larva

urnur

25

hari,

larnbung yang merupakan organ

(41)

Penggantian pakan mulai umur 10 hari

10 15 20 25 30 35

Umur larva (hari)

-m- Campuran

I+-

P. Buatan

1

Penggantian pakan mulai umur 15 hari

-e- Brachionus

+

Campuran

-+

P. Buatan

15 20 25 30 35

Umur larva (hari)

Penggantian pakan mulai umur 20 hari

20 25 30 35

Umur larva (hari)

I

--t Brachionus

(+

Campuran /--A- P. Buatan

Gambar 18. Aktivitas enzim pepsin setiap pengamatan pada penggantian Brachionus dengan pakan buatan mulai

(42)

Tabel 8. Laju peningkatan aktivitas enzim pepsin pada penggantian Brachionus dengan pakan buatan mulai umur 10, 15 dan 20 hari

Keterangan: Nilai rata-rata

+

standar deviasi, n = 3

Huruf yang sarna ~nenunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% (dibaca ke arah vertikal)

Jenis pakan Waktu mulai penggantian pakan

Umur 10 hari Umur 15 hari Umur 20 hari

enzim tersebut sarnpai umur 35 hari belum terlihat adanya peningkatan relatif terbesar Brachionus

Campuran Buatan

aktivitas enzim tersebut. Menurut Ferraris dalam Watanabe (1 986), pada saat be

nih

bandeng umur 39 hari, lambung kardiak menjadi bgsional dengan terbentukrlya

kelenjar yang akan mensekresikan enzim pepsin.

0.000347+0.00(i048a 0.000375f 0.000063" 0.0001 70+0.000035~ 0.000334+0.000036a 0.0003 17f 0.000028" 0.0001 50+0.000035~

Perkembangan Organ Perlcernaan

Pengamatan terhadap jaringan usus larva umur 10 h i menunjukkan bahwa

tonjolan-tonjolan atau vili (vi) pada permukaan dalam usus sudah mulai tarnpak,

walaupun masih sangat rendah (Gambar lampiran 1 dan 2). Perkembangan organ

pencernaan larva yang diberi pakan carnpuran mulai umur 10 hari hampir sama dengan

yang diberi pakan berupa Brachionus. Vili semakin tinggi dengan semakin

meningkatnya umur atau ukuran larva. Semakin tingginya vili tersebut menunjuklcan

adanya pelipat gandaan luas permukaan usus. Dengan bertambahnya luas permukmn 0.000377+0.000055a

0.000373f0.000043" 0.0001 89+0.000029~

(43)

pakan

sernakin luas, yang berarti meningkatkan kernampuan larva untuk menyerap

nutrien hasil pencernaan (Kuz7mina, 1996).

Pada larva yang diberi pakan buatan mulai urnur 10

hari,

'Yood chyme"

(G:)

tampak pada lumen usus bagian depan (Garnbar larnpiran 1). Berdasarkan g&r

tersebut dapat disimpulkan bahwa larva sudah marnpu mengkonswnsi pakan yang diberikan. Vili juga sernakin tinggi dengan sernakin meningkatnya ukuran larva, namun

tidak setinggi pada larva yang diberi Brachionus maupun pakan carnpuran (Gambsr

larnpiran 3, 4 dan 5). Tinggi vili pada pada saat larva umur 35 Ilari, pada larva yang

diberi pakan buatan mulai urnur tersebut rata-rata hanya sebesar 10.77

+

1.17 pn~, sedangkan yang diberi pakan berupa Brachionus maupun kon~binasi antara Bracllionus

clan pakan buatan berturut-turut sebesar 17.26 ir 1.50 pm d m 19.22 +_ 0.68 pm (Tabel 9).

Tabel 9. Rata-rata tinggi vili pada lapisan permukaan usus (pm) pada penggantian pakm mulai urnur lO,15 dan 20 hari

I

l ' c n e t i a n pakan mulai umur 10 hari

1

Jenis Umur larva (hari)

1

Pcnggntian pakan mulai umur I0 hari

L

Keterangan: Nilai rata-rata It standar deviasi n = jumlab villi yang diukur tingginya

17.26f 1.50(n=4) 19.22 f 0.68 (n = 5) Brachionus Campurm Campwar1 I3uatan 2.87 f 0.91 (n = 7) 3.06 f 0.59 (n = 7) 7.90 f 1.71 (n = 10) 7.75 f 1.50 (n = 10) 17.1 1 f 3.29 (n = 8) 18.32 f 2.09 (n = 5)

I'cnggmtian pakan mulai umur 10 hari

C m p u r m Buatan 10.87 f 1.10 (n = 10) 9.00 *1.13(n=10) 20.42 f 3.58 (n = 4) 20.27f 1.06(n=4)

(44)

H a i l percobaan Zulkifli (1995) juga menunjukkan pola yang sama, sel-sel epitel

usus pada larva ikan "rainbow" trout yang diberi pakan buatan ditambah enzim eksogen

nyata lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak ditambah en-. Hal ini dapat diartikan bahwa menebalnya mukosa epitel kemungkinan berkorelasi dengan

meningkatnya produksi "mucin", aktivitas pencernaan lebii tinggi yang selanjutnya akan meningkatkan pertumbuhan.

Jurnlah dan ukuran vakuola supranuklear (vs) juga sernakin meningkat dengan

meningkatnya ukuran larva. Vakuola supranuklear merupakan sel yang mengandung

pakan. Dengan membandingkan keberadaan vakuola supranuklear pada epitel usus dapat

diketahui kemampuan larva untuk menyerap pakan (Afkndi el a]., 1992). Pada larva yang diberi pakan buatan mulai umur 10 hari, vakuola supranuklear juga tampak, tetapi

ukuranrrya lebih kecil dan jurnlahnya lebih sedikit.

Organ-organ lain juga berkembang dengan meningkatnya ukuran larva. Pada

larva yang diberi pakan berupa Brachionus serta kombinasi antara Brachiorzus dan pakan buatan, lambung (I) sudah dapat dibedakan dari usus dan di antara keduanya terdapat

penyempitan saluran pencernaan yang disebut pilorus (pi), pada saat larva umur 25 hari.

Lambung penuh pakan dan pakan yang ada tampak sudah hancur, yang nielunjukkan di

dalarn lambung terjadi proses pencernaan (Gambar lampiran 3). Pada larva yang diberi pakan buatan mulai umur 10 hari, lambung juga belum terbentuk sampa larva umur

3 5 hari (Gambar lampiran 5).

Perkembangan organ hati pada larva bandeng yang diberi pakan campuran mdai umur 10 llari h p i r sama dengan yang diberi Brachionus. Bahan cadangan yang benipa

(45)

campuran. Pada larva yang diberi pakan buatan mulai umur tersebut, tidak terjadi

penyusutan sel hati, namun ukuran sel lebih kecil dan jumlahnya lebih sedikit

dibandingkan dengan yang diberi pakan campuran rnaupun Brachionus. G!ikogen juga

tampk sangat sedikit di dalarn hati (Gambar lampiran 6 dan 7).

Jurnlah dan ukuran sel hati juga semakin bertambah dengan meningkatnya ukuran larva. Ukuran sel hepatik menunjukkan status hngsi fisiologi. Selain mensekresikan

garam bile, sel-sel hepatik mempunyai peran yaitu dalarn rnetabolisme protein, lemak d m

karbohidrat (Takashima dan Hibiya, 1995). Pada permukaan sel yang berbatasan dengan

kapiler darah dan saluran bile ("bile duct") terdapat rnikrofili. Hal ini menunjukkan

bahwa sel hati merupOakan sel yang aktif (Affandi el al., 1992). Bahan cadangan nutrien yang mum terlihat pada sel hati adalah glikogen dan butir lernak (Takashima dan Hibiya, 1 995).

Menurut T a k a s h i dan Mibiya (1995), partikel-partikel glikogen kemungkinan

ditemukan menyebar di dalam sitoplasma atau mengelompok membentuk konsentrasi

yang besar, Granula dari glikogen bentuknya tidak beraturan. Selanjutnya dikemukakan

pada ikan budidaya kandungan glikogen kadang-kadang lebih dari 20%. Dalarn penelitian ini partikel glikogen menyebar di dalarn sitoplasma, bentulaiya tidak beraturan.

Glukosa yang berasal dari hasil metabolisme karbohidrat, di d a h hepatosit

dengan proses glikogenesis oleh enzim "glicogen synthetase" diubah bentuknya menjadi

glikogen. Menurut Rosch dan Segner (1990) tingginya cadangan glikogen di &lam hati

larva coregonids menduk ung asumsi bahwa larva ikan tersebut maiipu mencerna

karbohidrat yang terdapat di dalarn pakan. Lebih rendahnya densitas glikogen pada larva

(46)

rendahnya kemampuan larva untuk mencerna karbohidrat yang terdapat di dalarn pakan.

Hal ini sejalan dengan pengukuran aktivitas enzirn di mana aktivitas enzirn a-amilase

pada larva yang mendapat pakan buatan mulai umur tersebut juga paling rendah dan

nyata berbeda dibandingkan dengan yang diberi Brachionus maupun pakan campuran.

Perkembangan organ pencernaan pada larva yang diberi pakan buatan mulai umur

15 dan 20 hari, hampir sarna dengan yang diberi pakan berupa Brachionus rnaupun

pakan campuran. Perkernbangan organ pencemaan pada penggantian pakan mulai umur

15 hari disajikan pada Gambar lampiran 8, 9, 10, 1 1 dan 12, sedangkan perkembangan

organ tersebut pada penggantian pakan mulai umur 20 hari disajikan pada Gambar

lampiran 15, 16, 17, 1 8 dan 19. Pada penggunaan pakan buatan mulai umur 15 hari dan

20 hari, lambung juga sudah mulai tampak pada larva urnur 25 hari (Gambar lampiran 10 dan 17). Pakan juga tampak penuh mulai dari lambung sarnpai usus.

Perkembangan organ hati pada larva yang diberi pakan buatan mulai urnur 15 dan 20 hari harnpir sama dibandingkan dengan yang diberi Brachionus rnaupun pakan

c q u r a n . C a d q a n glikogen juga tmpak, baik pada larva yang diberi pakan campwan

maupun pakan buatan (Gambar lampiran 13, 14, 20 dan 21 ). Hal ini menunjukkan bahwa

larva mampu mencerna karbohidrat dengan baik, selain untuk mencukupi kebutuhan

energi, sebagian glukosa disimpan di ddam hati dalarn bentttk glikogen. Hasil

pengamatan ini sejalan dengan hasil pengukuran aktivitas enzim, di mana aktivitas a-

arnilase pada larva yang diberi pakan buatan mulai umur 15 clan 20 hari tidak berbeda

dibandingkan dengan yang diberi pakan berupa Brachionus rnaupun pakan buatan.

Berdasarkan hasil pengamatan tersebut terlihat bahwa penggunaan pakan buatan

(47)

perkembangannya lebih lambat dibandingkan dengan yang diberi Brachionus maupun

dengan pakan carnpuran. Kapoor et a/. (1975) rnengemukakan bahwa pada larva ynng

kelaparan akan terjadi penyusutan saluran pencernaan sebesar 30 - 45%. Diduga larva bandeng mampu memanfaatkan pakan buatan yang diberikan tetapi tidak seoptimal yang

diberi Brachionus maupun pakan campuran. Energi yang diperoleh dari pakan tidak

mencukupi untuk berkembang secara maksimal.

Berdasarkan pengamatan histologi tersebut tampak bahwa larva ikan bandeng

sudah dapat memanfaatkan pakan carnpuran mulai umur 10 hari (bobot sekitar 0.00 15 g),

sedangkan pakan buatan paling tepat digunakan pada larva mulai urnur 15 hari (bobot

sekitar 0.004 g). Pada larva ikan betutu, pemberian pakan buatan baru dapat dilakukan

pada saat larva umur 23 hari atau setelah mencapai bobot 8.5 mg. Penggunaan pakan

buatan sebelum mencapai ukuran tersebut pada larva ikan betutu menyebabkan penyusutan organ pencernaan (Usrnan, 1993), sedangkan Tucker dalam Walford dan

Lam (1 993) merekomendasikan penggunaan pakan buatan dalam bentuk "crumble" pada

larva "seabass" setelab berumur 26 hari dengan panjang total 15 mm.

Aktivitas enzim eksogen

Aktivitas enzirn pencernaan yang diukur dalam percobaan ini kemungkinan termasuk aktivitas enzim yang berasal dari pakan. Untuk mempelajari kemurqkinan

kontribusi enzim eksogen yang berasal dari pakan dilakukan dengan jalan

membandingkan aktivitas enzim pada berbagai kondisi larva: (a) diberi pakan berupa

Brachiourus, (b) diberi pakan buatan, (c) tidak diberi pakan tetapi diinkubasikan dengan

(48)

Hasil pengukuran untuk mengevaluasi kontribusi a-arnilase, lipase, tripsin dan

pepsin eksogen dalam proses pencemaan disajikan pada Tabel lampiran 35 sampai 42

dan Gambar 19, 20, 21 dan 22. Berdasarkan hasil pengukuran tersebut tampak bahwa

aktivitas enzirn baik a-arnilase, lipase, tripsin rnaupun pepsin pada larva bandeng yang

diberi pakan berupa Brachionus lebih tinggi dibandingkan dengan yang dlinkubasikan

dengm ekstrak Brachiomus maupun yang dipuasakan. Sedangkan pada larva yang diberi

pakan buatan mulai umur 10 hari, aktivitas enzirn a-amilase, lipase dan tripsin agak lebih tinggi dibandingkan dengan ikan yang dipuasakan selama 24 jam, tetapi lebih

rendah dibandingkan dengan yang diinkubasikan dengan ekstrak Brachionus. Pada

penggantian pakan mulai umur 15

hari

aktivitas enzirn tersebut pada larva yang diberi

pakan buatan tampak lebih tinggi dibandingkan dengan yang dipuasakan maupun yang

diinkubasikan dengan Brachionus.

Aktivitas enzim pepsin pada larva bandeng yang diberi pakan buatan pada

penggantian pakan mulai umur 1 0, 1 5 maupun 20 hari relatif sama dibandingkan dengan

ikan yang dipuasakan tetapi tetap lebih rendah dibandingkan yang diinkubasikan dengan

Brachionus. Aktivitas total protease pada larva rnaupun juvenil ikan turbot yang diberi

pakan berupa rotifera selama 4 jam juga lebih tinggi dibandingkan dengan yang

diinkubasikan dengan rotifera maupun yang dipuasakan selama 24 jam. Aktivitas total

protease pada ikan turbot yang diberi pakan lebih tinggi 2 - 3 kali dibandingkan dengan ikan yang dipuasakan. Tingginya aktivitas total protease pada larva yang diberi pakan

disebabkan pada kondisi hidup, rotifer dihancurkan di dalam usus, kemudian sejumlah

mekanisme induktif akan mengaktifkan zyrnogen atau

untuk

memproduksi ("preformed")

(49)

I

Penggantian pakan mulai umur 10 hari

I

0.12 m c' crrr 0.1 = a

5

E 0.08 m

5

0.06 E P. buatan 9

r

0.04 .-

.>

a 2% 1nkub.Brachionus

n

3

0.02

a -

0

I

Umur larva (hari)

Penggantian pakan mulai umur 15 hari

0.1

"

5

0 . m

5

Brachionus c 0.06 rn m @ P. Buatan

4l

Y 0.04 > CD !# Inkub. Brachionus E

3

0.02

a -

0

I-

Puasa 15 20 25 30 35

Umur larva (hari)

Penggantian pakan mulai umur 20 hari

0.12

,

1 % Q 0.1 -"

5

-

$ 4

0.08 0.06 6x4 P. Buatan U) 0

4z

"

0.04 Ellnkub. Brachionus > a %

5

0.02

a -

0 20 25 30 35

Umur larva (hari)

Gambar 19. AMivitas enzim o(- amilase pada larva yang diberi pakan

Brachionus, pakan buatan, diinkubasikan dengan Brachionus

(50)

Penggantian pakan mulai umur 10 hari

0.1 7----I -

I

H Brachionus

-Umur larva (hari)

1

Penggantian pakan mulai umur 15 hari

1

0.1

%

0.08 P. Buatan

& Inkub. Brachionus Puasa m m

5

Y 0.04 .- g P 4 3 0.02 0

I

Umur larva (hari)

I

Penggantian pakan mulai umur 20 hari

1

20

25

30 35

Umur larva (hari)

H Brachionus P. Buatan

I Inkub. Brachionus Puasa

Gambar 20. Aktivitas enzim lipase pada larva yang diberi pakan berupa

Brachionus, pakan buatan, diinkubasikan dengan Brachionus

(51)

Penggantian pakan mulai umur 10 hari

0.05

7

Umur larva (hari)

Penggantian pakan mulai umur 15 hari 0.05

I

c 0.04

.g

s

-

-

E I0.03 \ $

s

kub Brachionus 3

'

0.02 gs?

a

2

0.01 0

I

Umur larva (hari)

Penggantian pakan mulai umur 20 hari 0.05 T--- c 0.04

'g

s

% 0.03 P. Buatan w R4 lnkub. Brachionus 8 s

3

0.02

5

0.01 0 20 25 30

Umur larva (hari)

Gambar 21. Aktivitas enzim tripsin pada larva yang diberi pakan berupa

Brachionus, pakan buatan, diinkubasikan dengan Brachianus

(52)

Penggantian pakan mulai umur 10 hari 0.025 1 h .E a c

.=

0.02 Q a, $,E 0.015

1

S

r r 0.01 kub. Brachionus >

q

q

0.005 0 10 15 20 25 30 35

Umur larva (hari)

Penggantian pakan mulai umur 15 hari

0.025

,

15 20 25 30

Umur larva (hari)

Penggantian pakan mulai umur 20 hari

0.025

7

-

1

.- .-

=

U)

=

c 0.02

Q a

%

E 0.015

2

s

=

> & 0.01 kub Brach~onus

5

0.005

a -

0

25 30

Umur larva (hari)

Gambar 22. Aktivitas enzim pepsin pada larva yang diberi pakan berupa

Brachionus, pakan buatan, diinkubasikan dengan Brachionus

Gambar

Gambar  3.  Jumlah Brachionus dalam saluran pencernaan larva ikan  bandeng (Chanos chanos  Forskal) setiap pengamatan  pada media pemeliharaan yang berbeda
Gambar 5.  Perkembangan bobot individu larva ikan bandeng  Chanos chanos  Forskal) setiap pengamatan pada  penggunaan media pemeliharaan yang berbeda
Gambar 7.  Hubungan antara tingkat kelangsungan hidup dengan lama waktu  larva ikan bandeng (Chanos  chanos  Forskal) dipelihara di dalam  media &#34;green water&#34;
Gambar 13.  Perkembangan aktivitas enzim  4-  amilase, lipase, tripsin dan  pepsin pada larva ikan bandeng  (Chanos chanos  Forskal)
+7

Referensi

Dokumen terkait

dalam penelitian ini didapatkan konsentrasi aktivitas 90Sr dalam rumput gajah yaitu 24.8 ± 15.6 mBq/kg, nilai ini terlalu kecil untuk digunakan dalam remidiasi tanah, tetapi

selaku dosen pembimbing I yang dengan penuh perhatian telah memberikan motivasi, semangat, bimbingan, dan saran dengan sabar selama penulis mengikuti pendidikan di Jurusan

Menurut ketentuan Pasal 584 KUHPerdata menyebutkan bahwa “ hak milik atas suatu barang tidak dapat diperoleh selain dengan pengambilan untuk dimiliki, dengan perlekatan,

penelitian dengan metode diatas, penulis memperoleh jawaban atas permasalahan yang ada bahwa Pelaksanaan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

Perlakuan panas hardening adalah salah satu proses untuk mengubah struktur logam dengan jalan memanaskan benda ker- ja dalam furnace (tungku) pada temperatur yang

Manajemen dan Ilmu Komputer) di Surakarta terdapat 6 dosen matematika dengan berbagai bidang keahlian. Matematika merupakan salah satu ilmu yang menjadi dasar.. perkuliahan

Mikroba tanah diketahui menghasilkan antibakteri yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen tanah.Pada penelitian Berbasis Laboratorium (2010/2011) telah berhasil

Melalui hasil analisis Rietveld diketahui bahwa pasca pemanasan selama 3 jam serbuk cangkang kerang tersusun dari 3 fasa kristal: CaCO 3 (calcite), CaOH, dan CaO