PENGEMBANGAN ALAT PERAGA MATEMATIKA MATERI
PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN UNTUK SISWA
DENGAN ATTENTION DEFICIT AND HYPERACTIVITY
DISORDER (ADHD) DI SD NEGERI SARIKARYA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh : Mariyah NIM: 131134188
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2017
i
PENGEMBANGAN ALAT PERAGA MATEMATIKA MATERI
PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN UNTUK SISWA DENGAN
ATTENTION DEFICIT AND HYPERACTIVITY DISORDER (ADHD)
DI SD NEGERI SARIKARYA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh : Mariyah NIM: 131134188
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2017
iii .
iv PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan untuk:
1. Allah SWT yang senantiasa memberikan kelimpahan rahmat dan nikmat serta kelancaran dalam penyusunan skripsi ini.
2. Kedua orangtuaku tercinta yang selalu mendoakan, mendampingi, memberikan dukungan dan semangat.
3. Kakakku tercinta yang selalu memberikan dukungan dan semangat.
4. Sahabat-sahabatku dan teman kelompok payung pengembangan alat peraga untuk anak bekebutuhan khusus.
5. Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma 6. Almamaterku Universitas Sanata Dharma
7. Semua pihak yang membantu setiap proses penelitian dan penyusunan skripsi ini.
v
MOTTO
“Jika niat sudah terpancang karena Allah, tidak akan ada halangan
yang bisa menghentikan seseorang melakukan sesuatu”
“Bacalah, apa yang sudah disiapkan untukmu, resapi semua yang
ada di depanmu & kau akan memperoleh berkah kebahagiaan abadi”
“Optimisme seperti madu, yang menjadikan jamu (ujian) menjadi
manis dan tetap memberikan manfaat (hikmah)”
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian orang lain, kecuali yang telah saya sebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 13 Juni 2017 Peneliti
vii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Mariyah
Nomor Mahasiswa : 131134188
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
PENGEMBANGAN ALAT PERAGA MATEMATIKA MATERI PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN UNTUK SISWA DENGAN ATTENTION DEFICIT AND HYPERACTIVITY DISORDER (ADHD) DI SD
NEGERI SARIKARYA
beserta perangkat yang diperlukan. Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolahnya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai peneliti.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal : 13 Juni 2017 Yang menyatakan
viii ABSTRAK
Pengembangan Alat Peraga Matematika Materi Penjumlahan dan Pengurangan untuk Siswa dengan Attention Deficit and Hyperactivity Disorder (ADHD) di SD
Negeri Sarikarya Mariyah
Universitas Sanata Dharma 2017
Pendidikan untuk siswa dengan ADHD membutuhkan usaha yang lebih dibandingkan pendidikan untuk siswa pada umumnya. Siswa dengan ADHD yang cenderung sulit berkonsentrasi dan memiliki aktivitas yang berlebih sehingga dalam pembelajaran dibutuhkan alat yang selain dapat membantu siswa untuk memahami materi pelajaran juga dapat menarik perhatian dan menyalurkan aktivitas siswa tersebut. Penggunaan alat peraga menjadi salah satu metode yang dapat digunakan untuk membantu siswa dengan ADHD menghitung penjumlahan dan pengurangan serta menarik perhatian siswa. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan alat peraga matematika materi penjumlahan dan pengurangan untuk siswa dengan ADHD dengan kualitas yang baik.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian dan pengembangan (R&D). Langkah-langkah dalam penelitian yang digunakan memodifikasi tujuh dari sepuluh prosedur R&D menurut Sugiyono, Penelitian ini dilakukan di SD N Sarikarya dengan subjek penelitian seorang siswa dengan ADHD kelas II.
Prosedur pengembangan yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi tujuh langkah yaitu: (1) potensi dan masalah, (2) pengumpulan data, (3) desain produk, (4) validasi desain, (5) revisi desain, (6) uji coba produk dan (7) revisi produk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa alat peraga papan penjumlahan dan pengurangan yang dikembangkan memiliki kualitas yang sangat baik menurut skala 4. Pengembangan alat peraga papan penjumlahan dan pengurangan dilengkapi dengan album berupa petunjuk cara penggunaan alat peraga dan juga dilengkapi dengan bilik. Rata-rata hasil validasi papan penjumlahan dan pengurangan adalah 3,73, sedangkan rata-rata hasil validasi album oleh validator 1,2, dan 3 yaitu 3,77.
Kata kunci: penelitian dan pengembangan, alat peraga, matematika, penjumlahan dan pengurangan, dan ADHD
ix ABSTRACT
Development of Mathematics Learning Media for Addition and Substraction Subject for Student With Attention Deficit And Hyperactivity Disorder (ADHD) in
SD Negeri Sarikarya Mariyah
Universitas Sanata Dharma 2017
Education for student with ADHD required more effort than education for children in general. The student with ADHD tend to have difficulty in concentrating and having activity excess therefore when they learnt something, they needed an media to help student to understand the subject matter and to use as a medium for student activity. The purpose of media using was as one of the methods that could be used to help students with ADHD for addition and subtraction subject and also attracted students attention. The purpose of this research was to develop mathematics media that had good quality for addition and subtraction subject for students with ADHD.
Research method that was used in this research was research and development (R&D). This present research used ten procedures that had been modified into seven procedures of R&D according Sugiyono. This research was done in SD N Sarikarya with a student with ADHD as the subject.
There were seven steps of procedure development that had been conducted in this study. They were: (1) potential and problems, (2) the data collection, (3) design product, (4) design validation, (5) design revision, (6) products trial, and (7) product revision. The research results showed that media „papan penjumlahan dan pengurangan‟ having the quality of being excellent according to scale 4. The development of media „papan penjumlahan dan pengurangan‟ was completed with album guidelines and chamber in order to show how to use the media. The average results of validation „papan penjumlahan dan pengurangan‟ was 3,73, while the average frequency of validation the album by validator 1,2, and 3 was 3,77.
Key words: research and development, media, mathematic, addition and subtraction, and ADHD
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul Pengembangan Alat Peraga Matematika untuk Siswa dengan Attention Deficit and Hyperactivity Disorder (ADHD) di SD Negeri Sarikarya dengan tepat pada waktunya. Skripsi ini merupakan salah satu syarat dalam memperoleh Sarjana Pendidikan.
Peneliti menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah banyak membantu serta memberikan motivasi dalam penyusunann skripsi ini sampai selesai. Pada kesempatan ini, peneliti mengucapkan terima kasih kepada:
1. Rohandi, Ph.D., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.
2. Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd., Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma dan Dosen Pembimbing I.
3. Apri Damai Sagita Krissandi, S.S., M.Pd., Wakil Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma.
4. Brigitta Erlita Tri Anggadewi, S.Psi,. M.Psi., Dosen Pembimbing II.
5. Kepala Sekolah SD Negeri Sarikarya yang sudah mengijinkan peneliti mengambil data analisis kebutuhan dan uji coba produk.
6. Wali kelas II SD N Sarikarya yang telah membantu selama proses penelitian 7. Laurensia Aptik Evanjeli, M.A. dan Dra. Haniek Sri Pratini, M.Pd. yang
xi
8. Siswa kelas II SD N Sarikarya yang telah membantu selama proses pengambilan data dan uji coba produk.
9. Kedua orang tuaku tercinta, Bapak Sudung dan Ibu Marmi yang senantiasa mendampingi, memberikan doa dan dukungan.
10. Kakakku tercinta yang selalu menyemangatiku.
11. Kelompok payung (Rahma, Tanti, Riska) yang sama-sama berjuang serta memberikan semangat dan masukan.
12. Sahabat-sahabatku Rani, Estu, Tcee, Vany, Retno, Tita, Dona, Alfa, Sekar, Citra, Runi yang selalu bersamaku dan memberiku semangat tanpa hentinya. 13. Semua pihak yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu yang telah
memberikan doa, dukungan, dan semangat hingga skripsi ini terselesaikan dengan baik.
Peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih banyak kekurangan dan keterbatasan. Semoga skripsi ini bermanfaat dan menjadi inspirasi bagi para pembaca.
Yogyakarta, 13 Juni 2017 Peneliti
xii DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR BAGAN ... xiv
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 5
1.3 Tujuan Penelitian ... 5
1.4 Manfaat Penelitian ... 5
1.5 Spesifikasi Produk ... 6
1.6 Definisi Operasional ... 7
BAB 2 LANDASAN TEORI ... 10
2.1 Kajian Pustaka ... 10
2.1.1 Teori yang Mendukung ... 10
xiii
2.2 Kerangka Berpikir ... 39
2.3 Pertanyaan dalam Penelirian ... 42
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ... 43
3.1 Jenis Penelitian ... 43
3.2 Setting Penelitian ... 45
3.3 Prosedur Pengembangan ... 46
3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 50
3.5 Instrumen Penelitian ... 50
3.6 Teknik Analisis Data ... 57
BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 61
4.1 Hasil Penelitian ... 61
4.1.1 Potensi dan Masalah ... 61
4.1.2 Pengumpulan Data ... 63
4.1.3 Desain Produk ... 66
4.1.4 Validasi Desain ... 68
4.1.5 Revisi Desain ... 71
4.1.6 Uji Coba Produk ... 75
4.1.7 Revisi Produk ... 82
4.2 Pembahasan ... 84
4.3 Kelebihan dan Kekurangan Prototipe ... 91
BAB 5 PENUTUP ... 92 5.1 Kesimpulan ... 92 5.2 Keterbatasan Penelitian ... 93 5.3 Saran ... 93 DAFTAR PUSTAKA ... 94 LAMPIRAN ... 99
xiv
BAFTAR BAGAN
Halaman Bagan 2.1 Literature Map dari Penelitian yang Relevan ... 39 Bagan 3.1 Langkah Research and Development (R&D) menurut
Sugiyono ... 44
Bagan 3.2 Prosedur Pengembangan Prorotipe Papan Penjumlahan dan Pengurangan ...
47
Bagan 3.3 Teknik Triangulasi Berdasar Sumber Data ... 58 Bagan 4.1 Triangulasi Sumber Data Observasi dan Wawancara ... 65
xv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Perbedaan Anak Hiperaktif dan Anak Aktif ... 17
Tabel 3.1 Instrumen Wawancara Kepala Sekolah ... 55
Tabel 3.2 Instrumen Wawancara Guru Kelas II ... 55
Tabel 3.3 Instrumen Wawancara Guru Kelas II ... 55
Tabel 3.4 Instrumen Wawancara Siswa ADHD ... 55
Tabel 3.5 Rencana Observasi Pembelajaran ... 56
Tabel 3.6 Kisi-kisi Kuesioner Validasi Alat Peraga ... 56
Tabel 3.7 Kisi-kisi kuesioner validasi Album ... 57
Tabel 3.8 Tabel Klasifikasi Hasil Penilaian Skala 4 menurut Widoyoko ... 60
Tabel 4.1 Hasil Wawancara dengan Kepala Sekolah ... 62
Tabel 4.2 Hasil Wawancara Guru Kelas II ... 62
Tabel 4.3 Hasil Wawancara Guru Kelas II ... 64
Tabel 4.4 Hasil Wawancara dengan siswa ADHD ... 65
Tabel 4.5 Hasil Kuesioner Validasi Alat Peraga oleh Pakar dan Guru ... 78
Tabel 4.6 Hasil Kuesioner Validasi Album oleh Pakar dan Guru ... 79
Tabel 4.7 Perbandingan Revisi Album Berdasarkan hasil Validasi ... 81
Tabel 4.8 Hasil Validasi revisi Album ... 82
Tabel 4.9 Perbandingan Revisi Alat Peraga Berdasarkan hasil Validasi ... 83
Tabel 4.10 Hasil Analisis Pengembangan Alat Peraga Matematika Papan Penjumlahan berdasarkan indikator penilaian ... 86
Tabel 4.11 Hasil Analisis Validasi Album berdasarkan indikator penilaian 88
Tabel 4.12 Hasil Analisis Validasi Revisi Album Cara penggunaan Alat Peraga Papan Penjumlahan dan Pengurangan ... 89
xvi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 3.1 Rumus Menghitung Rata-rata Hasil Validasi ... 59
Gambar 4.1 Desain Papan Penjumlahan dan Pengurangan Awal ... 67
Gambar 4.2 Kotak dan Kartu Awal ... 67
Gambar 4.3 Replika Papan Penjumlahan dan Pengurangan ... 69
Gambar 4.4 Kartu Gambar ... 69
Gambar 4.5 Kartu Angka ... 69
Gambar 4.6 Replika Papan Penjumlahan dan Pengurangan ... 71
Gambar 4.7 Kartu Gambar ... 71
Gambar 4.8 Kartu Operasi Penjumlahan dan Pengurangan, Kartu Jawaban, dan Kartu Soal ... 72
Gambar 4.9 Papan Penjumlahan dan pengurangan ... 73
Gambar 4.10 Kotak tempat Kartu Gambar dan Kartu Angka ... 74
Gambar 4.11 Kotak Tempat Kartu Soal, Tanda Operasional, dan Kartu Jawaban ... 74
Gambar 4.12 Bilik ... 74
Gambar 4.13 Kartu Angka ... 75
Gambar 4.14 Kartu Angka ... 75
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Lembar Hasil Validasi ... 101
Lampiran 1.1 Lembar Hasil Validasi Alat Peraga ... 101
Lampiran 1.2 Lembar Hasil Validasi Album ... 107
Lampiran 1.3 Lembar Hasil Validasi Album Setelah Revisi ... 109
Lampiran 2 Rekapitulasi Hasil Validasi ... 111
Lampiran 2.1 Rekapitulasi Validasi Alat Peraga oleh Validator ... 111
Lampiran 2.2 Rekapitulasi Validasi Album oleh Validator ... 113
Lampiran 2.3 Rekapitulasi Validasi Album Setelah Revisi oleh Validator . 114 Lampiran 3 Komentar ... 115
Lampiran 3.1 Komentar Validasi Alat Peraga ... 115
Lampiran 3.2 Komentar Validasi Album ... 116
Lampiran 4 Foto Uji Coba ... 118
Lampiran 5 Album Cara Penggunaan Alat Peraga ... 120
Lampiran 6 Surat Izin Penelitian ... 154
BAB 1 PENDAHULUAN
Pada bab ini memuat tentang (1) latar belakang, (2) rumusan masalah, (3) tujuan penelitian, (4) manfaat penelitian, (5) definisi operasional, dan (6) spesifikasi produk.
1.1 Latar Belakang Penelitian
Usaha pemerintah dalam perkembangan pendidikan di Indonesia merupakan salah satu upaya dalam memperbaiki mutu pendidikan nasional. Perbaikan mutu pendidikan nasional oleh pemerintah salah satunya adalah dengan membuat kebijakan-kebijakan dengan mengamandemen Undang-Undang Dasar tahun 1945 pasal 31 tentang pendidikan, yang memperjelas dalam perluasan, dan pemerataan kesempatan pendidikan, dengan kewajiban rakyat mengikuti pendidikan dasar dan kewajiban pemerintah untuk membiayainya dalam program wajib belajar 9 tahun. Peningkatan mutu pendidikan nasional secara langsung akan meningkatkan sumber daya manusia Indonesia. Selain kebijakan pemerintah, guru memiliki peran yang sangat penting dalam memajukan pendidikan karena guru merupakan subjek yang berperan langsung dalam melaksanakan pembelajaran bersama siswa.
Menurut Munib (2009:139) pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan oleh manusia agar dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran. Pada hakikatnya pendidikan adalah hak dasar bagi setiap warga negara untuk mendapatkannya. Setiap warga negara memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan yang baik, tak terkecuali bagi siswa berkebutuhan khusus. Untuk siswa berkebutuhan khusus, pemerintah menyediakan pendidikan
inklusi di mana siswa yang berkebutuhan khusus dapat bersekolah dengan siswa yang tidak berkebutuhan khusus lainnya. Siswa dengan tingkat kebutuhan khusus tinggi sudah disediakan Sekolah Luar Biasa yang disediakan pemerintah khusus bagi siswa penyandang disabilitas. Meskipun demikian tidak jarang di sekolah reguler ditemukan siswa dengan Attention Deficit and Hiperactivity Disorder (ADHD).
Wiramihardja (2005:2) menyebutkan jika ADHD merupakan istilah tentang suatu kondisi medis yang disahkan secara internasional mencakup disfungsi otak, di mana individu mengalami kesulitan dalam mengendalikan impuls, menghambat perilaku, dan tidak mendukung rentang perhatian mereka. Siswa dengan ADHD dengan perilaku yang dimilikinya tidak jarang orang memandangnya sebagai suatu masalah perilaku dan bukan suatu gangguan medis. Menurut Barkley dan Qian dkk dalam Friend dan Bursuck (2015:498), anak ADHD mengalami kegagalan dalam mengembangkan kesulitan fungsi eksekusi, yaitu kemampuan untuk melaksanakan aktivitas mental yang membantu sebagian besar orang untuk mengatur perilaku mereka. Hal ini menjadikan siswa dengan ADHD mengalami masalah akademis dan sosial. Dipertegas dengan pernyataan dari Chrisna (2014:11) yang mengungkapkan bahwa anak yang menderita gangguan ADHD dapat mengalami berbagai kesulitan belajar, berperilaku, bersosialisasi, dan kesulitan-kesulitan lain yang berkaitan. Ketidak mampuan dalam mengontrol perilaku berakibat dalam masalah sosial anak.
Menurut Paternotte dan Bitelaar (2013:13), anak ADHD meskipun memiliki intelegensi normal ataupun tinggi, tetapi ia masih mempunyai juga masalah dalam
pelajaran membaca dan berhitung. Hal ini terjadi karena kurangnya konsentrasi dan minat belajar yang menjadikan siswa tersebut tidak dapat menyerap materi secara keseluruhan sehingga tidak heran jika siswa dengan ADHD mendapatkan nilai lebih rendah dibandingkan teman-teman yang lainnya. Menurut Chrisna (2014:66) bantuan yang dapat dilakukan guru untuk siswa dengan ADHD yaitu mengevaluasi kebutuhan masing-masing siswa dan kekuatan, kemudian membangun strategi yang dapat membantu siswa dengan ADHD untuk fokus, menyelesaikan tugasnya, dan belajar untuk memaksimalkan kemampuan mereka.
Peneliti telah melakukan wawancara sebagai data awal dalam penelitian ini. Berdasarkan wawancara dengan wali kelas II SD N Sarikarya Ibu A pada tanggal 16 November 2016, di sekolah tersebut ada seorang siswa dengan ADHD yang sekarang berada di kelas II tahun ajaran 2016/2017 bernama Z. Ibu A mengungkapkan pada saat pembelajaran siswa tersebut sering berkeliling kelas dan mengganggu temannya. Karena sering keluar kelas ketika pembelajaran, sehingga guru harus mengunci pintu tapi siswa tersebut keluar melalui jendela. Ibu A sebagai wali kelas mengungkapkan jika beliau masih kesulitan dalam menangani perilaku siswa tersebut dengan baik. Dalam wawancara, Ibu A mengungkapkan bahwa Z belum bisa berhitung penjumlahan dan pengurangan. Penjumlahan dan pengurangan di SD sudah mulai dipelajari siswa di bangku kelas I. Observasi yang peneliti lakukan dalam pembelajaran matematika, pada saat teman yang lainnya berdoa, Z berkeliling kelas dan mengganggu teman-temannya. Pada saat diberi tugas dari guru, Z tidak mengerjakan dan tidak selesai menuliskan soal. Selain itu pembelajaran di kelas juga tidak didukung dengan alat
peraga maupun media pembelajaran yang dapat menarik perhatian Z. Dari hasil wawancara dengan guru kelas II, diketahui jika guru belum pernah mengajarkan penjumlahan dan pengurangan dengan alat peraga. Selain itu, guru juga meminta peneliti mendesain alat peraga untuk mengajarkan penjumlahan dan penguranan pada siswa dengan ADHD. Menurut Runtukahu dan Kandou (2014: 105 dan 111) jika dalam mengajarkan konsep penjumlahan dan pengurangan harus diperkenalkan dengan pengalaman konkret. Dalam Sastradiradja (1971: 1-3) penggunaan alat peraga dalam pembelajaran salah satunya berfungsi untuk menjadikan belajar lebih konkret (nyata).
Berdasarkan analisis permasalahan yang ada, peneliti mencoba untuk mengembangkan alat peraga berupa papan penjumlahan dan pengurangan yang diharapkan dapat membantu siswa dengan ADHD dalam belajar penjumlahan dan pengurangan. Pengembangan alat peraga ini menggunakan prinsip pada alat peraga montessori. Alat peraga montessori memiliki ciri menarik, bergradasi, kontekstual, kemandirian dan memiliki kendali kesalahan. Selain itu, peneliti juga menggunakan gambar tokoh dalam serial animasi Upin dan Ipin sebagai gambar dalam kartu, hal ini berdasarkan hasil wawancara dengan siswa dengan ADHD yang mengatakan jika ia suka dengan serial animasi tersebut. Penggunaan alat peraga dalam pembelajaran bertujuan untuk mendorong keinginan siswa dengan ADHD untuk tertarik dalam belajar penjumlahan dan pengurangan. Selain sebagai upaya untuk melakukan terapi yaitu dengan tujuan untuk meningkatkan konsentrasi siswa dengan ADHD, penggunaan alat peraga tersebut dapat mempermudah siswa dengan ADHD dalam memahami penjumlahan dan
pengurangan. Menurut Chrisna salah satu teknik dalam mengajar siswa dengan ADHD, saat mengajar gunakan alat peraga, grafik, dan alat bantu visual lain (2013:70). Alat peraga selain sebagai cara untuk menarik perhatian siswa, salah satu fungsi utamanya adalah untuk mengubah materi yang abstrak menjadi konkret. Selain itu, pembelajaran menggunakan alat peraga dapat mengoptimalkan fungsi seluruh panca indra siswa untuk meningkatkan efektifitas dalam belajar dengan cara mendengar, melihat, meraba, dan menggunakan pikirannya secara logis dan realistis.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti merumuskan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengembangan alat peraga matematika papan penjumlahan dan pengurangan untuk siswa dengan ADHD?
2. Bagaimana kualitas alat peraga matematika papan penjumlahan dan pengurangan untuk siswa dengan ADHD?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Menjelaskan proses pengembangan alat peraga matematika papan penjumlahan dan pengurangan untuk siswa dengan ADHD.
2. Menjelaskan kualitas media matematika papan penjumlahan dan pengurangan untuk siswa dengan ADHD.
1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi Siswa
Siswa mendapatkan pengalaman baru dalam belajar dan menjadikan siswa menjadi lebih fokus ketika belajar penjumlahan dan pengurangan. Siswa juga terbantu dalam mempelajari penjumlahan dan pengurangan.
2. Bagi Guru
Membantu guru mengajarkan penjumlahan dan pengurangan kepada siswa dengan ADHD. Pengembangan alat peraga ini juga dapat dijadikan inspirasi guru untuk mengembangkan media secara mandiri yang dapat menunjang proses kegiatan belajar mengajar di kelas
3. Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan menjadikan peneliti lebih tanggap ketika kelak mendapatkan permasalahan lain di sekolah.
4. Bagi Sekolah
Penelitian ini menambah referensi untuk mengembangkan alat peraga untuk siswa lainnya.
1.5 Definisi Operasional
1. Alat peraga matematika adalah alat bantu dalam pengajaran matematika sebagai sarana yang digunakan pendidik untuk memperagakan/menanamkan konsep pembelajaran matematika supaya apa yang diajarkan mudah dimengerti siswa.
2 Matematika adalah ilmu yang berkaitan dengan bilangan yang terkait dengan strategi, analisis, sintesis, seni bahasa dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah.
3 Papan penjumlahan dan pengurangan adalah alat peraga pembelajaran matematika yang diharapkan dapat membantu siswa dengan ADHD dalam belajar penjumlahan dan pengurangan
4 Siswa berkebutuhan khusus adalah siswa yang dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya berbeda dari siswa pada umumnya karena mengalami kelainan atau penyimpangan fisik, mental-intelektual, sosial, dan atau emosional sehingga perlu pendidikan khusus untuk mereka.
5 Siswa dengan ADHD adalah siswa yang mengalami gangguan saraf yang mengakibatkan kesulitan dalam memusatkan perhatian dan cenderung hiperaktivitas sehingga siswa mengalami masalah dalam perilaku dan sosialnya.
1.6 Spesifikasi Produk
. Pengembangan alat peraga ini mengacu pada konsep pada alat montessori. Media papan penjumlahan dan pengurangan ini berfungsi untuk membuat siswa dengan ADHD tertarik untuk belajar penjumlahan dan pengurangan serta untuk memudahkan siswa dengan ADHD memahami konsep penjumlahan dan pengurangan. Produk yang dikembangkan dalam penelitian ini berupa alat peraga beserta albumnya.
1. Alat Peraga
a. Papan penjumlahan dan pengurangan
Papan penjumlahan dan pengurangan terbuat dari kayu jenis teak wood berbentuk persegi panjang dengan ketebalan 1 cm dan luas 68 cm x 59 cm. Pada bagian kiri atas terdapat 4 warna yang berbentuk persegi dengan ukuran masing-masingnya 7 cm x 7 cm. Di bawah masing-masing warna terdapat empat kotak yang dibatasi dengan sekat dengan ukuran 7 cm x 5 cm yang berfungsi untuk meletakkan kartu gambar. Di bawa kotak terdapat empat paku yang digunakan untuk menempelkan kartu angka. Pada bagian kanan papan juga terdapat paku yang digunakan untuk menempelkan soal dan jawaban. b. Kartu gambar
Kartu gambar terbuat dari kertas ivory 310 gram. Terdapat empat jenis kartu, dengan jenis kartu gambar warna hijau menunjukkan jika kartu tersebut masing-masing bernilai satu, kartu dengan warna dasar biru menunjukkan jika satu kartu bernilai sepuluh, warna dasar merah masing-masing kartu bernilai seratus, dan kartu dengan warna dasar kuning menunjukkan jika setiap kartu tersebut bernilai seribu.
c. Kartu angka
Kartu angka dengan warna angka hijau terdapat sembilan kartu yang bertuliskan angka 1 sampai 9, kartu dengan tulisan warna biru terdapat sembilan kartu yang bertuliskan angka 10 sampai 90, kartu dengan tulisan warna merah terdapat sembilan kartu yang bertuliskan angka 100 sampai 900, sedangkan kartu yang tulisan angka berwarna kuning terdapat sembilan kartu yang bertuliskan angka 1000 sampai 9000.
d. Kartu soal
Kartu soal terdapat 50 kartu yang dicetak dengan menggunakan kertas
ivory 310 gram.
e. Kartu operasi penjumlahan dan pengurangan
Kartu tanda operasi terdapat beberapa kartu dengan tanda operasi penjumlahan dan pengurangan. Kartu ini dicetak dengan menggunakan kertas
ivory 310 gram.
f. Kartu jawaban
Kartu jawaban dicetak dengan menggunakan kertas ivory 310 gram. Kartu jawaban terdiri dari kartu dengan angka 1 sampai 9. Kartu tersebut kemudian disusun sesuai jawaban dan dicantelkan pada papan di tempat jawaban.
g. Bilik
Bilik dibuat dengan menggunakan kayu. Bilik tersebut memiliki tinggi 63 cm. Lebar bilik bagian depan yaitu 68 cm. Sedangkan panjang bilik pada bagian samping yaitu 58 cm.
2. Album
Album berisi tentang spesifikasi alat peraga serta menjelaskan tentang cara penggunaan alat peraga tersebut. selain itu album juga memmuat materi penjumlahan dan pengurangan derta Rencana Pembelajaran Individu (RPI). Album dicetak dengan menggunakan kertas HVS 80 gr untuk bagian dalam, dan kertas ivory 260 gr untuk sampul.
BAB 2
LANDASAN TEORI
Pada bab ini membahas tentang (1) kajian putsaka, (2) kerangka berpikir, dan (3) pertanyaan dalam penelitian.
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Teori yang Mendukung
Pada kajian pustaka di dalamnya membahas tentang anak ADHD, alat peraga, Upin dan ipin, Matematika, teori perkembangan anak, dan anak berkebutuhan khusus.
2.1.1.1 Anak ADHD
Attention Deficit and Hiperactivity Disorder (ADHD) dalam bahasa
Indonesia dikenal dengan Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH).
1. Pengertian Anak ADHD
Chrisna menjelaskan ADHD (Attention Deficit and Hyperctivity Disorder) adalah suatu kondisi medis yang mencakup disfungsi otak ketika seseorang kesulitan mengendalikan impuls, menghambat perilaku, dan tidak mendukung rentang perhatian atau rentang perhatian mudah teralihkan (2014:11). Ia juga mengungkapkan jika anak yang menderita gangguan ini dapat mengalami berbagai kesulitan belajar, berperilaku, bersosialisasi, dan kesulitan-kesulitan yang lain yang berkaitan.
Azmira dan Tim Redaksi Cemerlang (2015:5-6) dalam menjelaskan menjelaskan:
“Anak ADHD adalah anak yang mengalami gangguan saraf tertentu sehingga sulit memusatkan konsentrasi dan cenderung hiperkinetik (terlalu banyak bergerak). Pada usia 0-7 hari belum menunjukkan gejala, tapi baru menunjukkan gejala hiperaktif pada usia lebih dari 6 bulan. Pada usia tersebut motorik (tingkah laku) dan kognitifnya (kualitas pikiran) telah berkembang sehingga anak normal dapat memusatkan perhatian dan menunjukkan ketertarikan. Anak ADHD kesulitan mengontrol emosinya sendiri, apalagi menyelesaikan suatu permasalahan hidupnya. Anak tersebut juga gagal menyelesaikan setiap tugas yang diberikan karena mudah kehilangan.”
Barkley di dalam Zaviera (2014:62) mendefiniskan ADHD sebagai sebuah gangguan di mana respons menjadi terhalang dan mengalami disfungsi yang mengarah pada kurangnya pengaturan diri, lemahnya kemampuan untuk mengatur perilaku untuk tujuan sekarang dan masa depan, serta sulit beradaptasi secara sosial dan perilaku dengan tuntutan lingkungan. Gangguan hiperkinetik muncul pada masa perkembangan atau sebelum berusia 7 tahun dengan ciri utama tidak mampu memusatkan perhatian, hiperaktif, dan impulsif. Hermawan di dalam Zaviera (2014:14) juga mengungkapkan bahwa ditinjau secara psikologis hiperaktif merupakan gangguan tingkah laku yang tidak normal, disebabkan disfungsi neurologis dengan gejala utama tidak mampu memusatkan perhatian. Ia juga mengungkapkan jika gangguan ini disebabkan kerusakan kecil pada sistem saraf pusat sehingga rentang konsentrasi penderita menjadi sangat pendek dan sulit untuk dikendalikan. Azmira (2015:8) menjelaskan jika anak Hiperaktif mengalami hambatan dalam berkomunikasi karena antara otak dan pendengaran kurang sinkron. Kadang apa yang didengar tidak sampai ke otak atau ditafsirkan berbeda sehingga ketika diajak berbicara anak hiperaktif tidak menjawab atau mendengarkan hal lain.
Dari penjelasan pengertian ADHD dari para ahli di atas dapat disimpulkan anak ADHD adalah anak yang mengalami gangguan saraf yang mengakibatkan anak kesulitan untuk memusatkan perhatian dan cenderung hiperaktivitas yang mengakibatkan anak mengalami masalah dalam perilaku dan sosialnya. Dalam penelitian ini, pengembangan alat peraga untuk siswa dengan ADHD selain diharapkan dapat membantu siswa dalam memahami konsep penjumlahan dan pengurangan, akan tetapi juga diharapkan dapat memusatkan perhatian dan mengontrol tingkah laku siswa.
2. Tipe Anak ADHD
Menurut American Psychiatric Assosiation (dalam Friend dan Bursuck, 2015:495-450) anak ADHD biasanya menunjukkan sejumlah gejala yang dapat terlihat pada dua ranah atau lebih dan telah mengganggu keberfungsian akademis dan sosial. Gejala ADHD bervariasi sesuai dengan usia anak tersebut. Tipe ADHD menurut Diagnostic Statistical Manual IV (DSM-IV) yaitu:
a. Tipe ADHD kurang perhatian
Karakteristi anak ADHD tipe kurang perhatian berdasarkan Diagnostic
Statistical Manual IV (DSM-IV) ada 9 gejala. Berikut gejala kurang perhatian
pada anak ADHD sebagai berikut:
1) seringkali gagal memerhatikan baik-baik terhadap sesuatu yang detail atau membuat kesalahan yang sembrono dalam pekerjaan sekolah dan pekerjaan-pekerjaan lainnya,
2) seringkali mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian terhadap tugas-tugas atau kegiatan bermain,
3) seringkali tidak mendengarkan jika diajak bicara secara langsung,
4) seringkali tidak mengikuti baik-baik instruksi dan gagal dalam menyelesaikan pekerjaan sekolah, pekerjaan, atau tugas di tempat kerja (bukan disebabkan karena perilaku melawan atau kegagalan untuk mengerti instruksi),
5) seringkali mengalami kesulitan dalam menjalankan tugas dan kegiatan, 6) seringkali kehilangan barang/benda penting untuk tugas-tugas dan kegiatan,
misalnya kehilangan permainan; kehilangan tugas sekolah; kehilangan pensil, buku, dan alat tulis lain,
7) seringkali menghindari, tidak menyukai atau enggan untuk melaksanakan tugas-tugas yang membutuhkan usaha mental yang didukung, seperti menyelesaikan pekerjaan sekolah atau pekerjaan sekolah,
8) seringkali bingung/terganggu oleh rangsangan dari luar, dan 9) seringkali lekas lupa dalam menyelesaikan kegiatan sehari-hari.
Pada kriteria ini, penderita ADHD kurang perhatian jika paling sedikit mengalami 6 atau lebih dari gejala-gejala di atas, dan berlangsung paling sedikit 6 bulan sampai suatu suatu tingkatan yang mal adaptif dan tidak konsisten dengan tingkat perkembangan.
b. Tipe hiperaktif-impulsif
ADHD tipe hiperaktif-impulsif dapat didiagnosis jika gejala yang muncul paling sedikit 6 atau lebih dari gejala-gejala hiperaktivitas impulsifitas dan bertahan selama paling sedikit 6 bulan sampai dengan tingkatan yang maladaptif dan tidak dengan tingkat perkembangannya. Berikut gejala hiperaktif impulsifitas:
1) Hiperaktif
Gejala hiperaktif yang muncul sebagai berikut:
a) Seringkali gelisah dengan tangan atau kaki mereka, dan senang menggeliat di kursi,
b) Sering meninggalkan tempat duduk di dalam kelas atau dalam situasi lainnya di mana diharapkan agar anak tetap duduk,
c) Sering bertahan atau naik-naik secara berlebihan dalam situasi di mana hal ini tidak tepat. (Pada masa remaja atau dewasa terbatas pada perasaan gelisah yang subjektif),
d) Sering mengalami kesulitan dalam bermain atau terlibat dalam kegiatan senggang secara tenang,
e) Sering „bergerak‟ atau bertindak seolah-olah „dikendalikan oleh motor‟, dan
f) Sering berbicara berlebihan. 2) Impulsifitas
Gejala impulsifitas yang muncul adalah:
a) Mereka sering memberi jawaban sebelum pertanyaan selesai. b) Mereka sering mengalami kesulitan menanti giliran.
c) Mereka sering menginterupsi atau mengganggu orang lain, misalnya memotong pembicaraan atau permainan.
c. Tipe ADHD gabungan
Dapat didiagnosis oleh adanya paling sedikit 6 di antara 9 gejala untuk „kurang perhatian‟ ditambah paling sedikit 6 dari 9 kriteria hiperaktivitas dan impulsifitas.
Menurut DSM IV, gejala-gejala tersebut tampak sebelum anak mencapai usia 7 tahun. Gejala-gejala diwujudkan dalam dua setting yang berbeda (misalnya di sekolah dan di rumah). Gejala yang muncul menyebabkan hambatan yang signifikan dalam kemampuan akademik. Terdapat bukti yang jelas mengenai akibat buruk yang penting secara klinis di tengah-tengah masyarakat, lingkungan akademis, atau pekerjaan. Gejala-gejala ini tidak muncul secara eksklusif pada saat mengalami gangguan perkembangan kejiwaan berat, skizofrenia, atau gangguan kejiwaan lainnya dan lebih baik tidak digolongkan pada gangguan jiwa lainnya, seperti gangguan perasaan (mood), khawatir atau rasa takut berlebihan, gangguan disosiatif, atau kepribadian.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan tipe ADHD ada tiga tipe yang pertama yaitu ADHD kurang perhatian dengan masalah utamanya adalah kurang konsentrasi. Tipe yang kedua yaitu ADHD hiperaktif-impulsif dengan masalah utamanya adalah hiperaktivitas-impulsivitas, dan yang ketiga ADHD campuran di mana anak mengalami masalah konsentrasi dan hiperaktivitas-impulsivitas. Pengembangan alat peraga dalam penelitian ini untuk anak ADHD tipe canpuran.
3. Perbedaan Hiperaktif dengan Aktif
Anak pada usia 1-7 tahun cenderung aktif karena perkembangan kognitif dan psikomotornya yang sangat pesat. Rasa ingin tahu pada anak sangat besar sehingga biasanya anak menjadi cerewet, membantah, dan mencoba hal-hal baru. Rasa ingin tahu yang tinggi menjadikan anak berbuat semaunya tanpa memperhatihkan instruksi yang diberikan. Selain itu perkembangan psikomotor yang sangat pesat pada anak usia pertumbuhan, seperti ketika mulai belajar berjalan anak mengalami sensasi yang luar biasa. Meskipun sering jatuh dan terluka anak masih dengan semangat tinggi untuk berjalan. Meskipun terus bergerak dan sulit diajak berkomunikasi, anak normal masih merasakan lelah sehingga ia akan beristirahat. Sedangkan untuk anak yang hiperaktif waktu beristirahat sangat pendek dan seolah anak tidak pernah kehabisan energi untuk bergerak.
Hermawan (dalam Zaviera, 2015:15) menjelaskan ditinjau secara psikologis, hiperaktif adalah gangguan tingkah laku yang tidak normal, disebabkan disfungsi neurologis dengan gejala utama tidak mampu memusatkan pethatian. Beliau juga menjelaskan jika gangguan ini disebabkan kerusakan kecil pada sistem saraf pusat dan otak sehingga rentang konsentrasi penderita menjadi sangat pendek dan sulit untuk dikendalikan. Sedangkan anak yang sekadar aktif menurut Zaviera (2014:17) pada otaknya tidak terdapat gangguan. Hanya saja energi yang dimiliki berlimpah dan anak berkeinginan untuk selalu bergerak sehingga mobilitas lebih tinggi dibandingkan pada anak pada umumnya.
Berikut tabel perbandingan antara anak aktif dan anak hiperaktif menurut Zaviera (2014:15-18):
Tabel 2.1 Perbedaan Anak Hiperaktif dan Anak Aktif
Anak Hiperaktif Anak Aktif
Tidak fokus Fokus (perhatian kuat)
Menentang Lebih penurut
Destruktif Konstruktif
Tak kenal lelah Ada waktu lelah
Tanpa tujuan Ada tujuan
Tidak sabar dan usil Lebih sabar Intelektualitasnya remdah Dan intelektualitas tinggi 4. Penyebab ADHD
Penyebab pasti ADHD sampai saat ini belum diketahui. Ada beberapa teori tentang faktor yang mempengaruhi ADHD. Genetika menjadi salah satu faktor penting dalam munculnya perilaku ADHD. Menurut Farone dkk dan Smalley dkk satu pertiga keluarga anak ADHD memiliki gangguan (Sutardjo dan Sugiarmin, 2010:22). Jadi, jika orangtua mengidap ADHD, anak-anaknya memiliki resiko ADHD sebesar 60% (Biederman dalam Sutardjo dan Sugiarmin, 2010:22). Sedangkan berdasarkan penelitian, Paternotte dan Buitelaar mengungkapkan jika faktor genetik pada anak kembar dan anak adopsi tampak bahwa faktor genetik atau keturunan ini membawa peranan sekitar 80% (Wiyani, 2014:170). Anak dengan dengan orangtua penyandang ADHD memiliki delapan kali kemungkinan memiliki resiko mendapatkan anak ADHD. Namun sampai saat ini belum diketahui gen spesifik yang membawa sifat tersebut.
Berikut Azmira dalam memaparkan teori penyebab hiperaktif (2015:32-33): “Beberapa teori mengatakan bahwa penyebab hiperaktif adalah
disfungsi dopamin pada saraf otak. Teori ini merupakan teori yang paling mendekati kebenaran. Gangguan produksi dopamin menyebabkan gangguan perilaku dan konsentrasi secara langsung. Anak hiperaktif
diduga mengalami abnormalitas dopamin sehingga tidak dapat fokus terhadap sesuatu dan tidak dapat memberikan respon tindakan yang sesuai dengan rangsangan. Teori lain mengatakan bahwa peningkatan dopamin selalu berbanding lurus dengan peningkatan agreivitas dan hiperaktivitas. “
Dopamin merupakan salah satu bentuk neurotransmiter (Azmira, 2015:32) senyawa kimia yang bertugas mengangkut rangsangan/ impuls dari sel neuron ke sel neuron berikutnya. Neurontransmiter dopamin bertugas menghantarkan impuls yang berhubungan dengan sensasi emosi, tingkah laku, dan beberapa proses psikologis. Selain itu hormon adrenalin juga berpengaruh terhadap tingkah laku anak. Menurut Amira (2015:33) anak hiperaktif memiliki hormon adrenalin yang yang berlebih sehingga tanpa disadari, dirinya ingin terus bergerak dan menurunkan kontrol diri seorang anak. Akibatnya kegiatan yang dilakukan selalu di luar batas dan sulit untuk berkonsentrasi.
Selain dopamin dan genetik, riwayat kehamilan juga menjadi salah satu penyebab anak menderita ADHD. Azmira (2015:35) menjelaskan jika apa yang dikonsumsi ibu hamil, gaya hidup yang dijalani, serta psikologis ibu sangat berpengaruh terhadap perkembangan janin. Ia juga menjelaskan jika 80% perkembangan otak dilakukan pada masa kehamilan, jika ibu terinfeksi suatu penyakit pada saat hamil akan menghambat perkembangan otak pada janin. Jika hambatan terjadi pada pembentukan neurotransmitter dopamin salah satu kemungkinan yang terjadi adalah anak akan lahir dengan kelainan ADHD. Faktor yang menghambat perkembangan otak pada janin antara lain jika ibu hamil mengalami stres, mengkonsumsi kafein, terkena paparan radiasi dan rokok, serta mengkonsumsi alkohol. Riwayat persalinan juga menjadi salah satu penyebab
ADHD. Menurut Azmira (2015:38), kesalahan saat berlangsungya persalinan dapat mengakibatkan cacat otak pada bagian frontal yang dapat menyebabkan kelainan tertentu seperti perubahan tingkah laku. Persalinan yang buruk dapat mengakibatkan perubahan metaboloisme otak yang berakibat fatal yang dapat menyebabkan anak mengalami hiperaktif.
Selain penyebab yang telah dijelaskan di atas, Azmira menambahkan jika faktor lingkungan dan faktor makanan menjadi penyebab anak mengalami ADHD (2015:38-39). Lingkungan yang buruk seperti lingkungan perokok dipercaya menyebabkan perubahan perilaku dan konsentrasi yang menjadi tidak terarah. Selain rokok, kurang tidur diduga menjadi salah satu faktor kelainan hiperaktif dan inatensi. Menurut Azmira (2015:39) makanan memang tidak memengaruhi ADHD secara langsung. Penelitian mengenai keterlibatan makanan kurang sehat seperti junk food, mengandung pestisida, dan bahan kimia belum menunjukkan hasil yang tepat terhadap perubahan dopamin pada otak. Pengaruh makanan kurang sehat terhadap perubahan perilaku merupakan asumsi yang berkaitan pengaruh makanan tersebut terhadap kerusakan otak secara umum. Sejauh ini seberapa banyak dan bahan makanan apa saja yang berpengaruh langsung terhadap ADHD belum diketahui.
Dari paparan di atas dapat diketahui jika ADHD dapat disebabkan oleh faktor kelainan genetik, dopamin, riwayat kehamilan, lingkungan dan makanan yang dikonsumsi
2.1.1.2 Alat Peraga 1. Pengertian Alat Peraga
Alat peraga adalah alat bantu dalam pengajaran untuk memeragakan sesuatu supaya apa yang diajarkan mudah dimengerti anak didik (Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, 2008:37). Menurut Smaldino dkk (2011: 14-15) alat peraga adalah sarana yang digunakan pendidik untuk menyampaikan suatu konsep pembelajaran sehingga alat peraga yang digunakan hendaknya mewakili konsep yang ingin disampaikan oleh pendidik. Sejalan dengan pernyataan tersebut, Anitah (2010: 4) mengatakan bahwa alat peraga merupakan sarana yang dapat membawakan pesan dari pemberi kepada penerima. Prastowo (2015: 297) menjelaskan bahwa alat peraga sebagai media yang menggambarkan atau mengilustrasikan konsep atau materi yang diajarkan sehingga siswa lebih mudah dalam mempelajari materi yang diajarkan. Pramudjono menjelaskan alat peraga matematika adalah benda konkret yang dibuat, dihimpun atau disusun secara sengaja digunakan untuk membantu menanamkan atau mengembangkan konsep matematika (Sundayana, 2015: 7).
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa alat peraga matematika adalah alat bantu dalam pengajaran matematika sebagai sarana yang digunakan pendidik untuk memperagakan/menyampaikan konsep pembelajaran matematika supaya apa yang diajarkan mudah dimengerti siswa.
2. Fungsi Alat Peraga
Dalam bukunya Sastradiradja (1971: 1-3) penggunaan alat peraga dalam pembelajaran berfungsi untuk:
1) Membantu murid belajar lebih banyak 2) Membantu murid mengingat lebih lama
3) Memperlengkapi rangsangan yang efektif untuk belajar 4) Menjadikan belajar yang lebih kongkrit (nyata)
5) Membawa dunia ke dalam kelas
6) Memberikan pendekatan-pendekatan bayangan yang tajam-tajam dari satu subyek yang sama
Fungsi alat peraga yang dikembangkan yaitu memperlengkapi rangsangan yang efektif untuk belajar, membantu murid mengingat lebih lama, dan menjadikan belajar lebih konkrit.
3. Kriteria Alat Peraga yang Baik
Syarat dan kriteria media alat peraga menurut Sundayana (2015: 8) antara lain:
1. Tahan lama
2. Bentuk dan warnanya menarik 3. Sederhana dan mudah dikelola 4. Ukuran sesuai
5. Dapat menyajikan konsep matematika baik bentuk real, gambar, atau diagram
6. Sesuai dengan konsep matematika
7. Dapat memperjelas konsep matematika dan bukan sebaliknya
8. Peragaan itu supaya menjadi dasar bagi tumbuhnya konsep abstrak bagi siswa.
9. Menjadikan belajar aktif dan mendiri dengan manipulasi alat peraga 10. Bila mungkin alat peraga tersebut bisa berfaedah lipat (banyak)
Dari sepuluh kriteria alat peraga yang baik, kriteria yang digunakan peneliti untuk mengembangkan alat peraga yaitu tahan lama, menarik, sederhana, sesuai dengan konsep matematika, menjadi dasar tumbuhnya konsep abstrak bagi siswa, derta menjadikan belajar menjadi aktif dan mandiri.
4. Alat Peraga Montessori
Metode Montessori dikembangkan oleh pendidik asal Italia yaitu Maria Montesori. Maria Montessori merupakan pendidik inovatif yang kemudian metodenya berkembang dan digunakan dibanyak negara sampai saat ini. Metode pendidikan Montessori didasarkan pada konsepnya tentang ilmu pengetahuan, pada pengamatan-pengamatanya terhadap anak-anak, dan pedagogi. Dari riset dan pengalaman, dia sampai pada serangkain “penemuan-penemuan” atau asumsi tentang pertumbuhan, perkembangan, dan pendidikan anak-anak. Alat peraga yang dikembangkan dalam Montessori memiliki ciri-ciri yang sudah disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak.
Montessori (2002:171-175) menyebutkan lima ciri alat peraga Montessori adalah sebagai berikut:
1) Menarik
Warna dalam alat dan media montessori disesuaikan dengan ketertarikan anak pada warna tersebut. Pemilihan warna berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Montessori terhadap anak.
Menurut Montessori ada dua gradasi dalam media dan alat peraganya yaitu gradasi umur dan gradasi rangsangan rasional. Gradasi rangsangan rasional dapat terlihat pada penggunaan alat yang melibatkan beberapa indera. Gradasi umur dapat dilihat dari penggunaan alat untuk jenjang kelas sebelumnya maupun untuk jenjang kelas selanjutnya.
3) Memiliki kendali kesalahan
Dengan adanya pengendali kesalahan menjadikan siswa tahu ketika melakukan kesalahan dalam penggunaan alat/media tanpa ada arahan dari guru.
4) Kemandirian
Kemandirian memungkinkan siswa belajar secara mandiri dalam menggunaan alat tersebut.
5) Kontekstual
Montessori mengisi kelas dengan bahan-bahan pembelajaran yang dekat dengan lingkungan siswa.
Dalam penelitian ini, pengembangan alat peraga mengacu pada prinsip pengembangan metode montessori. Peneliti mencoba untuk memasukkan lima ciri alat peraga montessori di atas ke dalam alat peraga matematika papan penjumlahan dan pengurangan yang akan dikembangkan. Alat peraga yang dikembangkan haruslah menarik terutama bagi siswa. Terlebih pengembangan alat peraga ini untuk siswa dengan ADHD, sehingga unsur menarik sangat diperlukan. Dengan penggunaan alat peraga yang menarik, siswa dengan ADHD diharapkan menjadi tertarik dan memiliki minat untuk belajar penjumlahan dan
pengurangan. Dalam mengembangkan alat peraga menarik, peneliti mempertimbangkan hal-hal yang disukai anak tersebut. Pengembangan alat peraga dengan menggunakan warna-warna cerah terutama pada kartu. Hal ini berdasarkan hasil wawancara dengan siswa dengan ADHD yang menjadi subjek penelitian peneliti yang mengungkapkan jika menyukai warna-warna yang cerah. Selain itu kartu gambar dengan menggunakan karakter kartun yang disukai anak tersebut.
Unsur selanjutnya pada alat peraga papan penjumlahan dan pengurangan ini yaitu memiliki kendali kesalahan. Dengan adanya kendali kesalahan, baik guru dan siswa diharapkan mampu mengetahui kesalahan saat penggunaan media. Adanya kendali masalah juga akan memudahkan siswa dalam menggunakan alat peraga papan penjumlahan dan pengurangan. Pengendali kesalahan dalam alat peraga ini yaitu warna pada kartu gambar, kartu angka dan warna pada papan penjumlahan.
Bergradasi dalam alat peraga yang dikembangkan ini yaitu dalam penggunaannya merangsang beberapa indera pada anak. Terutama indra penglihatan, pendengaran, sensori motor, dan juga merangsang pola pikir yang berkelanjutan. Selain itu alat peraga ini dapat digunakan pada kelas yang berbeda, yaitu tidak hanya dapat digunakan untuk siswa dengan ADHD kelas II, akan tetapi juga dapat digunakan pada anak kelas I yang belajar penjumlahan dan pengurangan dasar dan juga dapat digunakan pada anak lainnya yang tidak memiliki gangguan maupun yang memiliki gangguan yang berbeda.
Setelah belajar dari guru, kemungkinan siswa dapat belajar secara mandiri. Setelah berlatih dengan guru cara penggunaan alat peraga, selanjutnya siswa diberikan soal dan mencoba sendiri menghitung penjumlahan dan pengurangan dengan menggunakan alat peraga. Alat peraga dilengkapi dengan album petunjuk cara penggunaannya yang akan lebih mudah bagi anak untuk belajar cara penggunaan alat peraga tersebut. Karakteristik selanjutnya yaitu kontekstual. Pengembangan alat peraga juga mengacu pada hal yang dekat dengan siswa salah satunya dengan penggunaan kartu gambar yang mengunakan gambar kartun yang disukai siswa serta penggunaan warna cerah yang disukai anak-anak. Selain itu alat peraga dapat diproduksi oleh masyarakat sekitar terutama oleh tukang kayu. 4.1.1.3 Upin dan Ipin
Upin dan Ipin adalah serial televisi animasi anak-anak yang dirilis pada tahun 2007 di Malaysia yang pada awalnya bertujuan untuk mendidik anak-anak untuk lebih mengerti tentang Ramadhan. Serial ini juga ditayangkan di beberapa negara salah satunya Indonesia. Upin dan Ipin merupakan sepasang kembar berusia belia yang tinggal bersama Kak Ros dan Mak Uda (biasa dipanggil Opah) di Kampung Durian Runtuh setelah kematian kedua orangtua mereka sewaktu masih bayi. Upin dan Ipin bersekolah di Tadika Mesra yang terletak dalam kawasan kampung bersama teman-teman lainnya. Teman-teman Upin dan Ipin diantaranya Mei Mei yang imut dan berkepribadian cerdas, Jarjit Singh yang gemar membuat humor dan membuat pantun, Ehsan yang cerewet dan suka makan, Fizi (sepupu Ehsan) yang penuh keyakinan diri tetapi suka mengejek orang lain, Mail yang
berkemampuan untuk berjualan dan pandai berhitung, dan Susanti yang merupakan pindahan dari Jakarta, Indonesia.
Dalam penelitian pengembangan menggunakan tokoh dalam serial animasi Upin dan Ipin sebagai gambar dalam kartu. Peneliti menggunakan gambar dalam animasi Upin dan Ipin dikarenakan siswa dengan ADHD tertarik dengan serial animasi tersebut. Tokoh yang digunakan di antaranya Mei Mei, Upin, Ehsan, dan Mail.
4.1.1.4 Matematika 1. Pengertian Matematika
Matematika berasal dari kata mathea yang artinya pengetahuan dan mathein yang artinya berpikir atau belajar. Menurut Letner dan Reys dkk dalam Runtukahu dan Kandou (2014:28) mengatakan jika matematika tidak dapat disamakan dengan berhitung atau aritmatika. Aritmatika atau berhitung merupakan pengetahuan tentang bilangan dan merupakan bagian dari matematika. Menguasai matematika tidak hanya siswa mampu untuk berhitung, akan tetapi juga terampil dalam menyelesaikan masalah dengan tahapan-tahapan tertentu. Hamzah dan Muhlisrarini mengatakan jika dalam menyelesaikan masalah, paling sederhana siswa dapat menguraikan langkah-langkah menyelesaikan masalah sekurang-kurangnya tiga langkah penyelesaian soal (2014:49). Dalam kamus Bahasa Indonesia diartikan matematika adalah ilmu tentang bilangan hubungan antara bilangan dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan (Hamzah dan Muhlisrarini, 2014:48). Reys dkk (dalam Runtukahu dan Kandou, 2014:28) mengatakan bahwa matematika adalah
studi tentang pola dan hubungan, cara berpikir dengan strategi, analisis dan sintesis, seni, bahasa, dan alat untuk memecahkan masalah-masalah abstrak dan praktis.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa matematika adalah ilmu yang berkaitan dengan bilangan yang terkait dengan strategi, analisis, sintesis, seni bahasa dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah. Tujuan dari pendidikan matematika adalah siswa mampu berhitung dan juga mampu menyelesaikan masalah dengan tahap-tahapan penyelesaian. Guru Sekolah Dasar akan dikatakan berhasil dalam mengajar matematika jika siswa mampu menyelesaikan masalah dengan menguraikan paling sedikit tiga langkah penyelesaian soal sesuai prosedur operasional.
2. Pembelajaran Matematika di SD
Pada dasarnya pembelajaran matematika di SD berpusat pada keterampilan berhitung. Keterampilan berhitung pada matematika SD mencakup penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian, pecahan dan desimal. Melihat teori Piaget, anak Sekolah Dasar pada usia 7 sampai 11 kelas masuk dalam tahap operasional konkret. Pada tahap operasional konkret anak sudah mampu membuat operasi logika dengan materi konkret. Piaget mendefinisikan operasi logika sebagai kegiatan-kegiatan mental, di mana kegiatan-kegiatan dapat dikembalikan pada kegiatan awal dan dapat diintegrasikan dengan kegiatan-kegiatan lain yang juga memiliki sifat kebalikan (Runtukahu dan Kandou, 2014:79).
Operasi bilangan merupakan keterampilan dasar berhitung yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Operasi bilangan
diantaranya ada penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian. Ketika masuk SD anak akan mulai diajarkan penjumlahan dan pengurangan pada kelas I berupa penjumlahan sederhana. Pada kelas II akan dilanjutkan penjumlahan dan pengurangan sampai dengan angka ratusan. Penjumlahan dan pengurangan merupakan dasar yang harus dikuasai siswa sebelum mempelajari operasi bilangan selanjutnya yaitu operasi perkalian dan pembagian. Siswa yang belum menguasai konsep penjumlahan akan kesulitan untuk belajar dalam perkalian. Hal ini karena seperti yang kita ketahui jika perkalian merupakan penjumlahan berulang. Menurut Runtukahu dan Kandou (2014:105) konsep penjumlahan harus dikembangkan dari pengalaman nyata. Dengan cara ini mereka akan memanipulasi objek-objek dan menggunakan bahasanya yang akan diasosiasikan dengan simbol penjumlahan. Runtukahu dan Kandou juga menjelaskan setelah anak-anak berpengalaman dengan objek-objek konkret menyangkut kegiatan bahasa tidak formal maka simbol penjumlahan formal (+) dapat diperkenalkan.
Runtukahu dan Kandou (2014:111) menyebutkan bahwa seperti pada operasi penjumlahan, operasi pengurangan harus diperkenalkan dengan pengalaman konkret, model kegiatan yang menggunakan objek-objek yang dapat dimanipulasi dan penggunaan bahasa informal baru beralih pada bahasa formal. Pengenalan operasi pengurangan dimulai dari pengalaman konkret sampai pada simbol matematika.
Booker dkk. (dalam Runtukahu dan Kandou, 2014:111) menganjurkan pengajaran konsep pengurangan bagi anak-anak berkebutuhan khusus dengan tiga model berikut ini:
1. Model “memisahkan”
Model ini memperkenalkan pengurangan dengan mengangkat masalah konkret yang diketahui anak, kemudian berdasarkan bahasa formal digantikan dengan bahasa matematika.
2. Model penjumlahan “dengan suku yang tidak diketahui” Masalah konkret:
“Siti hendak berlibur. Ia menyediakan 3 baju. Jika ia hendak membawa 5 baju. Berapa baju lagi yang diperlukan siti”
Respon verbal:
“Ada tiga baju, berapa baju lagi harus ditambahkan sehingga menjadi 5 baju?” atau “3 ditambah berapa menjadi 5?”
3. Model “membandingkan” Masalah konkret:
“Budi mempunyai 5 kelereng dan Anton mempunyai 3 kelereng. Budi mempunyai berapa kelereng lebih dari Anton?”
Respon verbal:
“lima diambil tinggal berapa?” atau “tiga ditambah berapa menjadi 5?” Representasi simbolik:
5 – 3 = .... 3 + ... = 5
Dalam penelitian ini, pengembangan alat peraga matematika untuk penjumlahan dan pengurangan angka disimbolkan dengan menggunakan gambar dan dengan menyangkut bahasa tidak formal, kemudian direpresentasikan
kedalam bahasa simbolik matematika. Pada operasi pengurangan, media ini mengembangkan model Bruner yaitu model “memisahkan”. Pada papan penjumlahan dan pengurangan ketika menghitung pengurangan untuk mengetahui hasil pengurangannya yaitu dengan mengambil sejumlah gambar yang ada pada papan. Gambar yang tersisah pada papan merupakan hasil dari pengurangan. Operasi ini kemudian direpresentasikan simbolik di papan bagian kanan yaitu dengan menuliskan soal dengan dengan bahasa simbolik matematika dan jawabannya berupa angka.
3. Materi Penjumlahan dan Pengurangan di Kelas II
Menurut kurikulum KTSP 2006, matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari Sekolah Dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Di salam Standar Isi KTSP tahun 2006 dituliskan ada 5 tujuan pembelajaran matematika salah satu diantaranya adalah bertujuan agar peserta didik memiliki sikap rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Mata pelajaran matematika pada satuan pendidikan Sekolah Dasar dan sederajat meliputi aspek-aspek bilangan, geometri dan pengukuran, dan pengolahan data. Penelitian ini berkaitan dengan penjumlahan dan pengurangan sampai 500 pada kelas II semester ganjil yang dalam aspek matematika masuk dalam aspek bilangan. Materi tersebut terdapat dalam Standar Kompetensi 1 “Melakukan pejumlahan dan pengurangan sampai 500” dan Kompetensi Dasar 1.4 “melakukan penjumlahan dan pengurangan bilangan sampai 500”. Sebelum
belajar penjumlahan dan pengurangan, anak harus terlebih dahulu memahami nilai tempat satuan, puluhan, dan ratusan. Meskipun di kelas II penjumlahan dan pengurangan sampai 500, akan tetapi karena siswa dengan ADHD yang menjadi subjek dalam penelitian ini belum bisa berhitung sama sekali maka dalam penelitian ini, siswa tersebut dapat berhitung penjumlahan dan pengurangan sampai 50.
Meskipun demikian, peneliti dalam mengembangkan alat peraga papan penjumlahan dan pengurangan hanya sebatas dapat digunakan untuk menghitung penjumlahan dan pengurangan sampai 50 saja. Namun peneliti dalam mengembangkan alat peraga ini menambah lingkup materi yang lebih luas yaitu dapat digunakan untuk penjumlahan dan pengurangan sampai ribuan
4.1.1.5 Teori Perkembangan Anak
Perkembangan dimulai dari lahir sampai dewasa. Ada tiga teori atau pendekatan mengenai perkembangan, yaitu pendekatan perkembangan kognitif, belajar dan lingkungan, dan etologis. Yusuf (2009:4) mengungkapkan bahwa pendekatan perkembangan kognitif didasarkan pada asumsi atau keyakinan bahwa kemampuan kognitif merupakan suatu yang fundamental dan yang membimbing tingkah laku anak. Teori kognitif yang sering digunakan saat ini adalah teori kognitif Piaget. Piaget percaya bahwa pemikiran anak-anak berkembang menurut tahap-tahap atau periode-periode yang terus bertambah kompleks (Desmita, 2007:46). Piaget membedakan empat tahap perkembangan kognitif pada anak (Suparno, 2001:5). Empat tahapan tersebut adalah: (1) tahap sensori-motor yang terjadi sejak anak lahir sampai berumur 2 tahun, (2) tahap praoperasional pada
umur 2 sampai 7 tahun, (3) tahap operasional konkret pada umur 7 sampai 11 tahun, dan (4) tahap operasional formal setelah 11 tahun ke atas.
1. Tahap sensori-motor
Pada tahap sensori-motor, anak mengatur alamnya dengan indera (sensor) dan tindakannya (motor). Anak tidak memiliki konsepsi object permanent. Bila suatu benda disembunyikan, anak gagal menemukannya. Meskipun demikian, seiring berjalannya waktu, anak menyadari bahwa benda yang disembunyikan itu masih ada dan anak mulai mencari benda iru (Dhahar, 2011: 137).
2. Tahap praoperasional
Tahap praoperasional berlangsung antara 2-7 tahun. Selama tingkat ini anak belum mampu melaksanakan operasi mental seperti menambah dan mengurangi. Anak memiliki kemampuan menalar transduktif (khusus ke khusus) dan berpikir secara irreversibel. Anak pada tahap praoperasional memiliki sifat egosentris dan memfokuskan diri pada aspek statis pada suatu peristiwa bukan pada transformasi dari suatu keadaan ke keadaan lain (Dhahar, 2011: 137).
3. Tahap operasional konkret
Pada tahap opersional konkret berlangsung antara usia 7-11 tahun. Anak pada pada tahap operasional konkret sudah dapat berpikir secara rasional. Anak memiliki operasi-operasi logis yang diterapkan pada masalah-masalah yang konkret dan anak belum dapat berpikir secara abstrak (Dhahar, 2011: 137). Anak menggunakan operasi mental untuk memecahkan masalah-masalah aktual, anak mampu menggunakan kemampuan mentalnya untuk memecahkan masalah yang bersifat konkret (Izzati dkk, 2008:105-106). Suparno menjelaskan jika pada tahap
ini anak sudah memperkembangkan operasi-opersi logis sehingga anak telah mengembangkan sistem pemikiran logis yang dapat diterapkan dalam memecahkan persoalan-persoalan konkret yang dihadapinya (2001:69).
4. Tahap operasional formal
Tahap operasional berlangsung pada usia 11 tahun ke atas. Anak pada tingkat ini tidak lagi memerlukan bantuan dari benda-benda nyata untuk memerlukan bantuan dari benda-benda nyata untuk memecahkan masalah. Anak sudah dapat berpikir secara abstrak. Selain itu, pada tahap opersi formal anak berpikir dengan cara hipotesis-deduktif, proposional, kombinatorial dan reflektif (Dhahar, 2011:139).
Berdasarkan teori di atas dapat disimpulkan menurut teori perkembangan kognitif Jean Piaget, anak kelas II SD masuk dalam tahap operasional konkret (7-11 tahun). Anak yang dalam tahap operasional konkret membutuhkan benda konkret sebagai alat bantu dalam memahami suatu konsep yang abstrak. Pengembangan alat peraga matematika dalam penelitian ini diharapkan dapat memudahkan anak dalam memahami konsep penjumlahan dan pengurangan yang bersifat abstrak.
4.1.1.6 Anak Berkebutuhan Khusus
Menurut Muhammad (2008:36) anak berkebutuhan khusus anak yang berbeda dari anak biasa dalam hal ciri-ciri mental, kemampuan sensorial, kemampuan komunikasi, tingkah laku sosial, ataupun ciri-ciri fisik. Dalam Thompson (2014:2) dijelaskan bahwa anak-anak dikatakan berkebutuhan khusus jika mereka memiliki kesulitan belajar sehingga menuntut dibuatnya ketentuan