• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam terbitan (KDT) Nasakh dan Mansukh Penulis : Ahmad Sarwat, Lc.,MA 34 hlm

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam terbitan (KDT) Nasakh dan Mansukh Penulis : Ahmad Sarwat, Lc.,MA 34 hlm"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam terbitan (KDT) Nasakh dan Mansukh

Penulis : Ahmad Sarwat, Lc.,MA 34 hlm

Hak Cipta Dilindungi Undang-undang. Dilarang

mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit.

Judul Buku

Nasakh dan Mansukh

Penulis

Ahmad Sarwat, Lc. MA

Editor

Fatih

Setting & Lay Out

Fayyad & Fawwaz

Desain Cover

Faqih

Penerbit

Rumah Fiqih Publishing Jalan Karet Pedurenan no. 53 Kuningan

Setiabudi Jakarta Selatan 12940

Cetakan Pertama

(4)
(5)

Daftar Isi

Daftar Isi... 5

A. Nasakh Dalam Ayat Al-Quran ... 7

1. Ayat Pertama ... 7 2. Ayat Kedua ... 7 3. Ayat KEtiga ... 8 4. Ayat Keempat ... 8 B. Pengertian ... 10 1. Bahasa ... 10 2. Istilah ... 10

C. Perbedaan Pandangan Nasakh Al-Quran ... 13

1. Para Penentang Nasakh ... 13

2. Berlebihan Dalam Nasakh ... 14

3. Pendapat Pertengahan ... 15

4. Berapa Jumlah Ayat Yang Dinasakh?... 17

D. Cara Mengetahui Nasakh dan Manskuh ... 18

D. Hikmah Adanya Naskh ... 19

(6)

E. Pembagian Jenis Nasakh ... 20

1. Lafadz Tetap Hukum Dihapus ... 20

a. Kewajiban Shalat Malam ... 20

b. Apa Yang Tersirat di Hati ... 21

c. Khamar ... 23

d. Masa Iddah Bila Suami Wafat ... 25

e. Kualitas Taqwa ... 25

f. Semua Wajib Ikut Perang ... 26

g. Membaca Al-Quran Harus Sempurna? ... 27

2. Lafadznya Dihapus Tapi Hukumnya Tetap ... 28

3. Lafadz dan Hukumnya Dihapus ... 29

F. Belajar Ilmu Nasakh Wal Mansukh ... 31

(7)

A. Nasakh Dalam Ayat Al-Quran

Di dalam Al-Quran, kata nasakh dan derivasinya tersebut empat kali, menurut Prof. Dr. M. Quraish Shihab. Dalam Beliau menyebutkan keempatnya berada pada Q.S. alBaqarah: 106, A`raf: 154, al-Hajj: 52, dan al-Jatsiyah: 29. 1

1. Ayat Pertama

ْمَلْعَ ت َْلََأ ۗ اَهِلْثِم ْوَأ اَهْ نِم ٍْيَِْبِ ِتَْنَ اَهِسْنُ ن ْوَأ ٍةَيآ ْنِم ْخَسْنَ ن اَم

ٌريِدَق ٍءْيَش ِ لُك ٰىَلَع ََّللَّا َّنَأ

Ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang

sebanding dengannya. Tidakkah kamu

mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu? (QS. Al-Baqarah : 106)

2. Ayat Kedua

1 M. Quraish Shihab, Membumikan al-Quran, Fungsi dan

Peran Wahyu dalam Kehidupan, (Bandung : Mizan, 2004), hlm. 143

(8)

َْلا َذَخَأ ُبَضَغْلا ىَسوُم ْنَع َتَكَس اَّمَلَو

اَهِتَخْسُن ِفَِو ۖ َحاَوْل

َنوُبَهْرَ ي ْمِِ بَّرِل ْمُه َنيِذَّلِل ٌةَْحَْرَو ىًدُه

Sesudah amarah Musa menjadi reda, lalu diambilnya (kembali) luh-luh (Taurat) itu; dan dalam tulisannya terdapat petunjuk dan rahmat untuk orang-orang yang takut kepada Tuhannya. (QS. Al-Araf : 154) 3. Ayat KEtiga

ىَقْلَأ َّٰنَََّتَ اَذِإ َّلَِإ ٍ ِبَن َلََو ٍلوُسَر ْنِم َكِلْبَ ق ْنِم اَنْلَسْرَأ اَمَو

َُّللَّا ُمِكُْيُ َُّثُ ُناَطْيَّشلا يِقْلُ ي اَم َُّللَّا ُخَسْنَ يَ ف ِهِتَّيِنْمُأ ِفِ ُناَطْيَّشلا

ۗ ِهِتَيَآ

ٌميِكَح ٌميِلَع َُّللَّاَو

Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang rasulpun dan tidak (pula) seorang nabi, melainkan apabila ia mempunyai sesuatu keinginan,

syaitanpun memasukkan godaan-godaan

terhadap keinginan itu, Allah menghilangkan apa yang dimasukkan oleh syaitan itu, dan Allah menguatkan ayat-ayat-Nya. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana, (QS. Al-Hajj : 52)

4. Ayat Keempat

ْمُتْ نُك اَم ُخِسْنَ تْسَن اَّنُك َّنَِّإ ۚ ِ قَْلِْبِ ْمُكْيَلَع ُقِطْنَ ي اَنُ باَتِك اَذَٰه

َنوُلَمْعَ ت

(9)

Inilah kitab (catatan) Kami yang menuturkan terhadapmu dengan benar. Sesungguhnya Kami telah menyuruh mencatat apa yang telah kamu kerjakan".

(10)

B. Pengertian

1. Bahasa

Secara etimologi (bahasa) Azl-Zarqani dalam

Manahil al-Irfan fî Ulum al-Qur`an menyebutkan

nasakh itu adalah :2

▪ al-ibthāl (penghapusan) ▪ al-izālah (peniadaan) ▪ dan al-naql (perpindahan)

Nasikh (isim fa`il) diartikan sesuatu yang membatalkan, menghapus, memindahkan, dan memalingkan. Sedangkan mansukh (isim maf’ul) adalah sesuatu yang dibatalkan, dihapus, dipindahkan, diganti dan dipalingkan.

2. Istilah

2 Muhammad Abd al-`Azhim al-Zarqani, Manahil al-Irfan fî

Ulum al-Qur`an, (Kairo: `Isa al-Babi al-Halabi, 1957), hlm. 175. Lihat pula Jalal Din Suyuthi, Itqan fî Ulum al-Qur`an, (Beirut: Dar al-Fikr, 1979), hlm. 200. Lihat pula Supiana dan M. Karman, Ulumul al-Quran dan Pengenalan Metode Tafsir, (Bandung : Pustaka Islamika, 2002), hlm. 149.

(11)

Sedangkan secara terminologi (istilah) banyak berbagai pendapat, antara lain:

هنع ابحاترم يعرش باطبِ يعرشلا مكلْا عفر

“Mengangkat (menghapus) hukum syara` dengan dalil hukum (khatab) syara` yang datang kemudian.3

Muḥammad al-Khuḍarī dalam bukunya Ushul Fiqh, mengatakan bahwa nasakh, adalah:

“An-Nasakh adalah jalan hukum yang syar’i dengan dalil syar’i, ia dibolehkan atau tidak dibolehkan berdasarkan akal..” 4

Abd. al-Wahhāb Khalāf, dalam bukunya ‘Ilmu ‘Ushul Fiqh, menyatakan bahwa: 5

إ

اطب

ل

ا

لمعل

مكلْبِ

ا

يعرشل

هنع خاترم ليلدب

“Amal dibatalkan dengan hukum syar’i dengan

3 Abi Bakar Muhammad ibn Musa al-Hazimi al-Hamdzani,

Al-`Itibar fî al-Nasikh wa alMansukh min al-Atsar, (Pakistan: Jami`ah al-Dirasat al-Islamiyyah Karatisyi 1982), hlm. 52. Lihat juga Muhammad Wafa`, Ahkam al-Naskh fî al-Syari`ah al-Islamiyyah, (Kairo: Dar alThabi`ah al-Muhammadiyyah, 1984), hlm. 22-26

4 Syaikh Muhammad Al-Khudori, Ushul Fiqh, Penerbit: Darul

Haq, h. 247

5 Abdul Wahhab Khollaf, ‘Ilmu ‘Ushul Fiqh, Penerbit: Darul

(12)

ا

ﻆﻔلل

ا

دل

لا

ىلع

ءاهتنا

أ

دم

ا

مكلْ

يعرشل

عم

ا

ﺄتل

يْخ

نع

وم

هدر

Lafazh yang menunjukkan kepada berakhirnya masa berlakunya suatu hukum syar’i yang ditandai dengan berakhirnya sumbernya. 6

Sebagain ulama memaknai muhkam sebagai ayat yang menaskh, sedang mutasyabihah sebagai ayat yang mansukh.7

Dari berbagai pendapat yang dikemukakan di atas. Maka dapat disimpulkan bahwa nasakh adalah penghapusan atau pembatalan suatu hukum yang datang kemudian.

6 Sholah bin Muhammad bin ‘Uridhoh, Al-Burhan fi Ushul

Fiqih, (Beirut: Dar Al-Kotob Al-Ilmiyah, 1997), Cet. Ke-1, h. 246.

7 Imam Taufiq, Metode Ta`wil Al Quran, (Semarang : Makalah,

(13)

C. Perbedaan Pandangan Nasakh Al-Quran

Sebenarnya terdapat beberapa perbedaan pendapat tentang naskh ayat Al-Quran. Sebagian dari pendapat itu ada betul-betul menolak secara total adanya nasakh, sebagian lagi justru sebaliknya, nyaris semua ayat Quran bisa di-nasakh oleh mereka, lalu ada pendapat yang pertengahan, di mama konsep nasakh itu diterima, namun tidak bisa sembarangan dalam menetapkannya.

1. Para Penentang Nasakh

Yang paling gigih dalam menentang adanya nasakh adalah Kaum Yahudi. Mereka berpendapat bahwa adanya naskh dalam syariat Islam menyebabkan munculnya kesimpulan,

“Bahwa sesuatu itu ada setelah ketiadaannya”. Yang menurut mereka berarti naskh ada karena kurangnya kebijaksanaan (dan hal ini mustahil bagi Allah), atau naskh ada karena adanya kebijaksanaan yang mucul atau tampak setelah ketiadaannya di waktu sebelumnya dan hal ini akan memberikan kesimpulan bahwa Allah itu tadinya tidak tahu (dan hal ini pun mustahil bagi Allah).

(14)

seperti ini adalah bahwa apa yang mereka katakan itu tidaklah benar adanya, karena Allah itu Maha Mengetahui apa yang terbaik untuk para hamba-Nya, dan semua itu terjadi juga untuk mashlahat manusia itu sendiri.

Adapun sanggahan bagi pendapat mereka yang sebenarnya datang dari mereka sendiri adalah bahwa mereka pun meyakini bahwa sebagian syari’at Musa pun datang menghapuskan syari’at nabi-nabi sebelumnya. Dan begitu juga telah ada naskh dalam kitab Taurat mereka, sebagai contoh, telah diharamkan bagi mereka beberapa jenis hewan yang sebelumnya merupakan makanan yuang halal bagi mereka.

Semua makanan adalah halal bagi Bani Israil melainkan makanan yang israil haramkan untuk dirinya sendiri sebelum Taurat diturunkan, Katakanlah (jika kamu mengatakan ada makanan yang diharamkan sebelum diturunkannya taurat) maka bawalah Taurat itu, lalu bacalah ia jika kamu adalah orang-orang yang benar. (QS Ali Imran: 93)

Dan di dalam Taurat pun telah disebutkan bahwa Nabi Adam a.s. telah menikahkan anak laki-lakinya dengan anak perempuannya sendiri, dan hal ini telah diharamkan dalam syari’at Nabi Musa a.s., dan masih banyak lagi hal lain sebagai bukti lemahnya dalil yang mereka ajukan.

(15)

Mereka adalah golongan rawafidhah, di mana mereka terlalu berlebihan dalam membolehkan sekaligus menetapkan adanya naskh dalam syari’at Islam.

Mereka 180 derajat berseberangan pendapat dengan kaum Yahudi. Mereka mengambil dalil dari perkataan-perkataan yang dinisbatkan pada Ali ra yang sebenarnya kata-kata itu tidak pernah datang dari beliau.

Allah menghapuskan apa yang dia kehendaki dan menetapkan (apa yang dia kehendaki), dan di sisi-Nya-lah terdapat Ummul-Kitab (Lauh mahfuzh). (QS Ar-Ra’d: 39)

3. Pendapat Pertengahan

Yaitu pendapat sebagian besar ulama atau diistilahkan dengan jumhur ulama. Mereka mengatakan bahwa naskh itu memungkinkan terjadinya secara akal dan juga dalam syari’at Islam. Dalil mereka adalah:

1. Bahwa semua hal yang dilakukan oleh Allah tidak dihalangi oleh tujuan-tujuan tertentu, tapi Allah Maha Kuasa untuk melakukan apa saja yang Dia kehendaki, bahkan dalam satu waktu sekalipun, dan Dialah Yang Maha Tahu mana yang terbaik untuk hamba-Nya.

2. Nash-nash dalam Al-Qur’an dan hadits telah menunjukkan kemungkinan tejadinya naskh. Di antaranya adalah:

(16)

َتْنَأ اََّنَِّإ اوُلاَق ُلِ زَ نُ ي اَِبِ ُمَلْعَأ َُّللَّاَو ۙ ٍةَيآ َناَكَم ًةَيآ اَنْلَّدَب اَذِإَو

َنوُمَلْعَ ي َلَ ْمُهُرَ ثْكَأ ْلَب ۚ ٍَترْﻔُم

Dan apabila kami letakkan suatu ayat di tempat ayat yang lain sebagai penggantinya padahal Allah lebih mengetahui apa yang diturunkan-Nya, mereka berkata, "Sesungguhnya kamu adalah orang yang mengada-adakan saja." bahkan kebanyakan mereka tiada Mengetahui. (QS An-Nahl: 101)

َهِسْنُ ن ْوَأ ٍةَيآ ْنِم ْخَسْنَ ن اَم

ْمَلْعَ ت َْلََأ ۗ اَهِلْثِم ْوَأ اَهْ نِم ٍْيَِْبِ ِتَْنَ ا

ٌريِدَق ٍءْيَش ِ لُك ٰىَلَع ََّللَّا َّنَأ

Ayat mana saja yang kami nasakh-kan, atau kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang

sebanding dengannya. Tidakkah kamu

mengetahui bahwa Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu (QS Al-Baqarah: 106)

Selain itu ada Abu Muslim al-Ashfahani berpendapat bahwa terjadinya naskh itu dibenarkan oleh akal, namun tidak oleh syari’at. dDlilnya dalam pendapatnya ini adalah firman Allah berikut:

ٍميِكَح ْنِم ٌليِزْنَ ت ۖ ِهِﻔْلَخ ْنِم َلََو ِهْيَدَي ِْيَْب ْنِم ُلِطاَبْلا ِهيِتَْيَ َلَ

ٍديَِحْ

(17)

Yang tidak datang kepadanya (Al-Quran) kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Rabb yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji. (QS. Al-Fushilat:42)

4. Berapa Jumlah Ayat Yang Dinasakh?

Ayat-ayat yang dianggap mansukh memang bukan ditetapkan oleh Allah SWT secara wahyu, melainkan dari hasil ijtihad pada ulama berdasarkan banyak informasi dan konfirmasi. Maka ayat mana saya dan berapa jumlah ayat yang mansukh, pastinya tidak akan sama dalam pandangan para ulama. Berikut ada data ayat yang dimansukh menurut para ulama :

▪ Ibnu Al-Jauzi : 246 ayat ▪ As-Sakari : 218 ayat

▪ Ibnu Hazm : 214 ayat

▪ Ibnu Salamah : 213 ayat ▪ Al-Ajhuri : 213 ayat

▪ Ibnu Barakat : 210 ayat ▪ Makki bin Abi Thalib : 210 ayat ▪ An-Nahhas : 134 ayat

▪ Abdul Qahir : 66 ayat ▪ Az-Zarqani : 22 ayat ▪ AS-Suyuthi : 20 ayat ▪ Ad-Dahlawi : 5 ayat

(18)

D. Cara Mengetahui Nasakh dan Manskuh

Menasakh suatu ayat yang sudah turun itu pada dasarnya adalah hak preogratif Allah SWT. Maka ayat yang mana yang dinasakh, tentu saja merupakan hak Allah SWT.

Kita sebagai hamba Allah, tentu tidak bisa mengetahui adanya nasakh dan mansukh ini kecuali lewat pemberitahuan resmi dari Allah SWT kepada Rasulullah SAW, lalu dari Rasulullah SAW kepada kita.

Sehingga untuk mengetahui apakah suatu ayat itu mansukh atau tidak, tentu saja sumbernya adalah Rasulullah SAW. Sebab dalam hal ini Rasulullah SAW adalah representasi resmi dari Allah SWT .

Secara teknis, ketika Rasulullah SAW memberi informasi tentang ayat mana yang dinasakh, kita menemukan ada beberapa metode antara lain :

(19)

D. Hikmah Adanya Naskh

Perhatian Allah Ta’ala pada kemashlahatan hamba-Nya, sehingga naskh hanya akan Allah turunkan ketentuannya bila hal itu memang yang terbaik bagi mereka.

1. Proses Tasyri’

Perubahan syari’at yang selalu menuju kearah kesempurnaan sesuai dengan perkembangan dakwah dan juga perkembangan kehidupan manusia.

2. Ujian Keimanan

Sebagai ujian bagi manusia apakah ia akan tunduk pada aturan yang telah ditentukan oleh Allah ataukah ia akan membangkang-Nya.

Semuanya adalah merupakan kehendak Allah untuk memberikan apa yang terbaik bagi hamba-Nya yang sekaligus memberikan kemudahan dalam menjalankannya.

(20)

E. Pembagian Jenis Nasakh

Adanya ayat Al-Quran yang dihapus memang sudah disepakati kebenarannya oleh para ulama. Dan sebenarnya kita bisa membaginya menjadi tiga kelompok.

Ada ayat Al-Quran yang hukum dihapus tapilafadznya masih ada. Sebaliknya, ada yang hanya lafadz ayatnya yangdihapus, namun hukumnya masih ada dan tetap berlaku. Dan terakhir, ada yang kedua-duanya telah dihapus, lafadznya sudah tidak kita temukan dan hukumnya pun juga sudah tidak berlaku.

1. Lafadz Tetap Hukum Dihapus a. Kewajiban Shalat Malam

Contohnya adalah ayat tentang kewajiban shalat malam buat umat Islam. Awalnya ada ayat yang berbunyi:

ًلًيِلَق ُهْنِم ْصُقنا ِوَأ ُهَﻔْصِن ًلًيِلَق َّلَِإ َلْيَّللا ِمُق ُلِ مَّزُمْلا اَهُّ يَأ َيَ

(21)

hari kecuali sedikit, yaitu setengahnya atau kurang dari itu sedikit (QS. Al-Muzzammil: 1-3)

Kesimpuan ayat ini adalah bahwa shalat malam hari hukumnya wajib. Tetapi karena ada ayat lain yang menghapusnya, maka hukumnya tidak berlaku lagi. Shalat malam buat umat Islam hukumnya tidak wajib tetapi sunnah. Ayat yang menghapusnya adalah ayat berikut ini:

ُهَثُلُ ثَو ُهَﻔْصِنَو ِلْيَّللا ِيَثُلُ ث نِم َنَْدَأ ُموُقَ ت َكَّنَأ ُمَلْعَ ي َكَّبَر َّنِإ

نَّل نَأ َمِلَع َراَهَّ نلاَو َلْيَّللا ُرِ دَقُ ي َُّللَّاَو َكَعَم َنيِذَّلا َنِ م ٌةَﻔِئاَطَو

َنِم َرَّسَيَ ت اَم اوُؤَرْ قاَف ْمُكْيَلَع َباَتَ ف ُهوُصُْتُ

ِنآْرُقْلا

Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri kurang dari dua pertiga malam, atau

seperdua malam atau sepertiganya dan

segolongan dari orang-orang yang bersama kamu. Dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu, maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah dari Al-Qur'an. (QS. Al-Muzzammil: 20)

b. Apa Yang Tersirat di Hati

Ada ayat Quran yang menyebutkan bahwa aa yang tersirat di hati meski tidak dipraktekkan, termasuk juga yang akan dihisab oleh Allah. Bayangkan, betapa beratnya ketentuan itu. Jadi

(22)

meski belum melakukannya, sudah dihitung dosa.

ِتاواَمَّسلا ِفِ ام َِِّ للَّ

ْمُكِسُﻔنَأ ِفِ اَم ْاوُدْبُ ت نِإَو ِضْرَلا ِفِ اَمَو

ءاَشَي نَم ُبِ ذَعُ يَو ءاَشَي نَمِل ُرِﻔْغَ يَ ف ُ للَّا ِهِب مُكْبِساَُيُ ُهوُﻔُْتُ ْوَأ

ٌريِدَق ٍءْيَش ِ لُك ىَلَع ُ للَّاَو

Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. (QS. Al-Baqarah: 284)

Seandainya tidak ada ayat berikutnya, maka sungguh sulit sekali hidup ini. Ayat berikutnya menghapus berlakunya ketentuan di atas dan diganti dengan apa yang sanggup kita lakukan.

اَم اَهْ يَلَعَو ْتَبَسَك اَم اََلَ اَهَعْسُو َّلَِإ اًسْﻔَ ن ُ للَّا ُفِ لَكُي َلَ

ْلِمَْتُ َلََو اَنَّ بَر َنَّْﺄَطْخَأ ْوَأ اَنيِسَّن نِإ َنَّْذِخاَؤُ ت َلَ اَنَّ بَر ْتَبَسَتْكا

َ ق نِم َنيِذَّلا ىَلَع ُهَتْلََحْ اَمَك اًرْصِإ اَنْ يَلَع

اَم اَنْلِ مَُتُ َلََو اَنَّ بَر اَنِلْب

َنَّْرُصناَف َنََّلَْوَم َتنَأ آَنَْحْْراَو اَنَل ْرِﻔْغاَو اَّنَع ُفْعاَو ِهِب اَنَل َةَقاَط َلَ

َنيِرِفاَكْلا ِمْوَقْلا ىَلَع

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala yang diusahakannya dan ia mendapat siksa yang dikerjakannya. (QS. Al-Baqarah: 286)

(23)

c. Khamar

Dari empat ayat yang bicara tentang hukum khamar, hanya satu ayat yang masih berlaku. Sedangkan tiga ayat lainnya, semuanya sudah tidak lagi berlaku. Meski lafadznya masih ada. Tapi hukumnya sudah dihapus alias dinasakh.

Tahap Pertama: Khamar Tidak haram

َنوُذِخَّتَ ت ِباَنْعَْلاَو ِليِخَّنلا ِتاَرََثَ ْنِمَو

ۗ اًنَسَح اًقْزِرَو اًرَكَس ُهْنِم

ٍمْوَقِل ًةَي َلَ َكِلَٰذ ِفِ َّنِإ

َنوُلِقْعَ ي

Dan dari buah kurma dan anggur, kamu buat minuman yang memabukkan dan rezki yang baik. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda bagi orang yang memikirkan. (QS. An-Nahl: 67)

Tahap Kedua: Khamar Tidak Haram

ْيَمْلاَو ِرْمَْلْا ِنَع َكَنوُلَﺄْسَي

ُعِفاَنَمَو ٌيِْبَك ٌْثُِإ اَمِهيِف ْلُق ۖ ِرِس

ِلُق َنوُقِﻔْنُ ي اَذاَم َكَنوُلَﺄْسَيَو ۗ اَمِهِعْﻔَ ن ْنِم َُبَْكَأ اَمُهُْثَِإَو ِساَّنلِل

َوْﻔَعْلا

ۗ

َنوُرَّكَﻔَ تَ ت ْمُكَّلَعَل ِتَيَ ْلَا ُمُكَل َُّللَّا ُِ يَْبُ ي َكِلَٰذَك

Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah, "Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia.

Tapi dosa keduanya lebih besar dari

(24)

Minum Waktu Shalat

اَهُّ يَأ َيَ

َّٰتََّح ٰىَراَكُس ْمُتْ نَأَو َة َلًَّصلا اوُبَرْقَ ت َلَ اوُنَمآ َنيِذَّلا

ۚ اوُلِسَتْغَ ت َّٰتََّح ٍليِبَس يِرِباَع َّلَِإ اًبُ نُج َلََو َنوُلوُقَ ت اَم اوُمَلْعَ ت

ِطِئاَغْلا َنِم ْمُكْنِم ٌدَحَأ َءاَج ْوَأ ٍرَﻔَس ٰىَلَع ْوَأ ٰىَضْرَم ْمُتْ نُك ْنِإَو

َلَ ْوَأ

اًبِ يَط اًديِعَص اوُمَّمَيَ تَ ف ًءاَم اوُدَِتَ ْمَلَ ف َءاَسِ نلا ُمُتْسَم

اًروُﻔَغ اًّوُﻔَع َناَك ََّللَّا َّنِإ ۗ ْمُكيِدْيَأَو ْمُكِهوُجُوِب اوُحَسْماَف

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan (QS. An-Nisa: 43)

Tahap Keempat: Khamar Haram Total

ُم َلَْزَْلاَو ُباَصْنَْلاَو ُرِسْيَمْلاَو ُرْمَْلْا اََّنَِّإ اوُنَمآ َنيِذَّلا اَهُّ يَأ َيَ

َنوُحِلْﻔُ ت ْمُكَّلَعَل ُهوُبِنَتْجاَف ِناَطْيَّشلا ِلَمَع ْنِم ٌسْجِر

Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamar, judi, berkorban untuk berhala, mengundi

nasib dengan panah adalah perbuatan

kejitermasuk perbuatan syetan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu. (QS. Al-Maidah: 90)

Dari keempat ayat di atas, tiga yang pertama sudah dihapus hukumnya dan sekarang ini tidak berlaku lagi. Yang berlaku hanya ayat yang terakhir yaitu bahwa khamar itu hukumnya haram secara

(25)

mutlak.

d. Masa Iddah Bila Suami Wafat

Masa iddah yang harus dijalani oleh seorang istri ketika suaminya wafat pada awalnya harus genap selama satu tahun lamanya.

اًعاَتَم ْمِه ِجاَوْزَل ًةَّيِصَو اًجاَوْزَأ َنوُرَذَيَو ْمُكْنِم َنْوَّ فَوَ تُ ي َنيِذَّلاَو

ٍجاَرْخِإ َْيَْغ ِلْوَْلْا َلَِإ

Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antara kamu dan meninggalkan isteri, hendaklah berwasiat untuk isteri-isterinya, (yaitu) diberi nafkah hingga setahun lamanya dan tidak disuruh pindah. (QS. Al-Baqarah : 240)

Kemudian turun ayat lain yang mengangulir ketentuan itu dan diturunkan menjadi hanya 4 bulan 10 hari saja.

َةَعَ بْرَأ َّنِهِسُﻔْ نَِبِ َنْصَّبََترَي اًجاَوْزَأ َنوُرَذَيَو ْمُكْنِم َنْوَّ فَوَ تُ ي َنيِذَّلاَو

ٍرُهْشَأ

Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber´iddah) empat bulan sepuluh hari. (QS. Al-Baqarah : 234)

e. Kualitas Taqwa

(26)

bertaqwa. Ayat yang pertama memerintahkan kita bertaqwa dengan sebenar-benar taqwa.

ِهِتاَقُ ت َّقَح ََّللَّا اوُقَّ تا

Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kalian dengan sebenar-benar taqwa. (QS. Ali Imran : 102)

Namun bertaqwa secara maksimal seperti ternyata sangat memberatkan buat orang-orang. Sehingga turunlah lagi ayat lain yang memerintahkan taqwa, namun hanya sekedar semampu yang bisa kita lakukan saja.

ْمُتْعَطَتْسا اَم ََّللَّا اوُقَّ تاَف

Maka bertaqwa-lah kamu kepada Allah dengan semampunya. (QS. At-Taghabun : 16)

Sedangkan ayat 120 Ali Imran di atas sudah dinasakh atau dihapuskan isi perintahnya. Tidak lagi seseorang harus bertaqwa dengan sebenar-benarnya, cukuplah sebatas kemampuannya saja

f. Semua Wajib Ikut Perang

Para ulama ahli tafsir menyebutkan bahwa pada awalnya kewajiban berperang berlaku untuk semua umat Islam berperang, tidak perduli apakah memberatkan atau tidak. Perintahnya wajib berperang baik dalam keadaan ringan atau pun berat

(27)

telah dihapus dengan ayat lain yang tidak mewajibkan semuanya harus pergi berperang

لَاَقِثَو اًفاَﻔِخ اوُرِﻔْنا

Berangkatlah baik dalam keadaan ringan atau pun berat (QS. At-Taubah : 41)

Namun di kemudian hari, perintah itu kemudian dinasakh dan diganti dengan perintah yang lebih meringankan, yaitu tidak semuanya harus ikut berangkat pergi berperang.

ًةَّفاَك اوُرِﻔْنَ يِل َنوُنِمْؤُمْلا َناَك اَمَو

Tidak harus semua orang-orang mukmin itu semuanya pergi berperang. (QS. At-Taubah : 122)

g. Membaca Al-Quran Harus Sempurna?

Kita nampaknya lebih sering mendengar adanya perintah membaca Al-Quran secara sempurna, tartil dan sesuai dengan makharij huruf dan sifatnya. Dan benar bahwa ada ayat yang memerintahkan untuk itu, yaitu :

ًلًيِتْرَ ت َنآْرُقْلا ِلِ تَرَو ِهْيَلَع ْدِز ْوَأ

Dan bacalah Al Quran itu dengan tartil. (QS. Al-Muzzammil : 4)

Oleh banyak ulama, perintah untuk mentartilkan bacaan Quran maksudnya adalah membaca

(28)

Al-membacanya, yaitu dengan menyempurnakan makharijul hurufnya, sifat-sifatnya, termasuk tajwid dan hukumhukum bacaan yang berlaku.

Ayat ini kemudian sering ditafsirkan seakan menutup kesempatan orang yang non-Arab untuk masuk surga. Dari 1.6 milyar penduduk muslim di muka bumi ini, hanya kurang lebih 300 jutaan saja yang menggunakan bahasa Arab. Selebihnya, ada 1.300 juta sisanya yang tidak akan masuk sorga, lantaran tidak benar bacaan Al-Fatihahnya.

Untungnya kewajiban harus baca Al-Quran dengan sempurna 100% kemudian diringankan dalam Al-Quran. Ayatnya sebagai berikut :

ِنآْرُقْلا َنِم َرَّسَيَ ت اَم اوُءَرْ قاَف

Maka bacalah apa yang mudah dari Al-Quran (QS. Al-Muzzammil : 4)

Dengan adanya ayat ini, maka umat Islam sedunia yang rata-rata tidak bisa melafalkan huruf-huruf Arab dengan benar tidak menjadi berdosa atau tidak sah bacaan shalatnya. Karena Allah SWT tidak lagi mengharuskan bacaan Al-Quran yang sesempurna orang Arab dalam melafalkannya.

2. Lafadznya Dihapus Tapi Hukumnya Tetap

Sedangkan yang lafadznya dihapus tapi hukumnya tetap, contohnya adalah ayat rajam di

(29)

dalam Al-Quran.

Dalam syariah Islam, laki-laki atau wanita yang telah menikah tapi melakukan zina, hukumannya adalah hukum rajam. Tapi di Al-Quran, ayat tentang rajam ini tidak kita dapatkan. Yang ada hanya hukum cambuk sebanyak 100 kali.

ْ نِم ٍدِحاَو َّلُك اوُدِلْجاَف ِنِاَّزلاَو ُةَيِناَّزلا

َلََو ۖ ٍةَدْلَج َةَئاِم اَمُه

ِمْوَ يْلاَو َِّللَِّبِ َنوُنِمْؤُ ت ْمُتْ نُك ْنِإ َِّللَّا ِنيِد ِفِ ٌةَفْأَر اَمِِبّ ْمُكْذُخَْتَ

ِرِخ ْلَا

ۗ

َيِْنِمْؤُمْلا َنِم ٌةَﻔِئاَط اَمَُبّاَذَع ْدَهْشَيْلَو

Wanita dan laki-laki yang berzina maka jilidlah masing-masing mereka 100 kali.(QS. An-Nuur: 2)

Ternyata kita tahu dari Sayyidina Umar bin Al-Khattab radhiyallahu 'anhu bahwa dahulu ternyata pernah turun ayat khusus yang isinya perintah untuk merajam pezina. Bunyi ayatnya sebagaimana beliau riwayatkan adalah:

Laki yang sudah menikah dan perempuan yang sudah menikah apabila mereka masing-masing berzina, maka rajamlah sampai mati.

3. Lafadz dan Hukumnya Dihapus

Contohnya adalahhadits yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah ra. dia berkata:

َناَك

اَميِف

لِزْنُأ

َنِم

ِنآْرُقْلا

(

ُرْشَع

ٍتاَعَضَر

ٍتاَموُلْعَم

َنْمِ رَُيُ

(30)

)

َُّثُ

َنْخِسُن

ٍسْمَِبِ

ٍتاَموُلْعَم

َِ فُِوُ تَ ف

لوُسَر

َِّللَّا

ىَّلَص

َُّللَّا

ِهْيَلَع

َمَّلَسَو

َّنُهَو

اَميِف

ُأَرْقُ ي

َنِم

ِنآْرُقْلا

Dahulu ada ayat yang diturunkan dengan lafadz :Sepuluh kali penyusuan telah mengharamkan. Kemudian ayat itu dihapus dan diganti dengan 5 kali penyusuan. Dan Rasulullah SAW wafat dalam keadaan para wanita menyusui seperti itu. (HR. Muslim)

(31)

F. Belajar Ilmu Nasakh Wal Mansukh

Masalah nasakh dan mansukh adalah masalah ilmu ushul fiqih. Maka kalau anda ingin mengetahuinya lebih lanjut, pelajarilah ilmu ushul fiqih itu. Ada begitu banyak buku yang bicara tentang ilmu ini, namun sayangnya agak jarang penerbit buku Islam yang menerjemahkannya. Mereka lebih suka menerbitkan buku yang sekiranya bisa cepat laku dan laris manis kayak kacang goreng.

Kalau anda bisa bahasa Arab, kami akan kirimkan puluhane-book khusus yang bertema tentang ilmu ini, gratis tidak usah bayar karena buku-buku digital itu buku waqaf. Itulah untungnya bisa bahasa Arab. Bisa baca buku di internet dalam jumlah ribuan dan gratis. (Yang belum bisa bahasa Arab, mau sampai kapan jadi orang ummiyyin). Ummiyyin adalah orang atau kaum yang tidak bisa baca dan tulis huruf arab.

Seorang teman muncul dengan celetukan khasnya meniru iklan hp, "Hare gene nggak bisa bahasa arab Kaciaaan de lu."

Tentu saja ilmu ushul fiqih tidak hanya bicara masalah nasakh dan mansukh, tetapi ilmu itu

(32)

kesimpulan hukum dari sumber-sumbernya yang masih berserakan.

Tanpa ilmu ushul fiqih, seorang yang membaca Al-Quran belum tentu benar ketika menarik kesimpulan hukum. Demikian juga, seorang yang kerjanya melakukan kritik hadits, tanpa ilmu ushul fiqih tidak akan bisa menarik kesimpulan hukum, meski dia bergelimang dengan hadits.

Ilmu ushul fiqih ini adalah jurus dasar yang harus dikuasai setiap orang yang belajar fiqih. Ibarat silat, maka ushul fiqih adalah teknik dasar kuda-kuda, di mana semua jurus silat memang didasarkan di atas kuda-kuda yang kokoh.

Tanpa ilmu ushul fiqih, jurusnya akan kacau, ibarat jurus dewa mabok yang hanya ada di film-film kungfu, tidak pernah ada di dunia nyata.

(33)

Kesimpulan

1. Naskh adalah hal yang diperbolehkan keberadaannya dalam agama Islam. Hal ini sesuai dengan dalil yang telah datang dari Alqur’an dan sunnah Rasulullah SAW.

2. Demi menjaga kemashlahatan hamba-Nya, Allah telah menghapus sebagian hukum dalam syari’at Islam. Bila ternyata hukum penggantinya itu lebih ringan, maka itu adalah kemudahan yang diberikan oleh Allah di dunia ini secara langsung, namun apabila ternyata penggantinya lebih berat, maka tidak lain hal ini akan melipat gandakan pahala pelaksananya sebagai balasan atas ketaatannya pada aturan Allah Ta’ala.

3. Bahwa Allah Ta’ala adalah raja segala raja yang hanya Dia-lah yang berkuasa membuat peraturan bagi hamba-hamba-Nya. Maka dari itu hendaknya kita selalu tunduk pada aturan-aturan yang datang dari-Nya, yang berupa perintah maupun larangan.

(34)

Referensi

Dokumen terkait

Allah tidak antusias mendengarkan sesuatu sebagaimana antusiasnya mendengarkan seorang Nabi yang mempunyai suara yang bagus, melagukan Al-Qur'an, memperdengarkan

Masih juga dalam pengertian pujian yaitu tasbih atau mensucikan Allah SWT dari hal-hal yang tidak sepantasnya. Al-Kirmani dalam kitab Mutasyabih Al-Quran menyebutkan

menyebutkan bahwa pembagian berdasarkan juz baru dilakukan pada tahun 110 Hijriyah oleh Al-Hajaj bin Yusuf Al-Tsaqafi (40-95 H). Hal ini didasari dari gagasan untuk

Jadi, kemukjizatan Al-Qur’an haruslah dikaitkan dengan diri Nabi Muhammad SAW. Sebagai seorang yang ummiy, tidak pernah belajar dan berguru kepada siapapun, mustahil beliau

tentang Mushaf pribadi beberapa orang sahabat yang susunan surat-suratnya berbeda-beda satu sama lain seperti yang sudah diungkapan pada pendapat kedua di atas,

Sebenarnya keduanya sama sekali tidak ada hubungan apapun. Sebab bilangan 7 huruf dari.. Nabi SAW meski haditsnya shahih, namun ditafsirkan para ulama dengan

Hal paling fundamental yang membedakan Al- Quran dengan semua kitab samawi sebelumnya adalah Al-Quran merupakan kitab suci terakhir yang turun ke muka bumi.

Salah satu rahasia keajaiban al-Qur’an adalah adanya keserasian serta hubungan yang erat antara awal uraian suatu surat dengan akhir uraiannya.. Dalam Q.S al-Qashas,