• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dr. dr. Mintareja Teguh, Sp.OG(K)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Dr. dr. Mintareja Teguh, Sp.OG(K)"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN KADAR SERUM MATRIX METALLOPROTEINASE-9 PADA PERSALINAN PRETERM DIBANDINGKAN DENGAN

KEHAMILAN PRETERM YANG TIDAK INPARTU

Dr. dr. Mintareja Teguh, Sp.OG(K)

BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

RSUP SANGLAH DENPASAR 2013

(2)

RINGKASAN

Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi antara usia kehamilan 20 minggu sampai kurang dari 37 minggu atau 259 hari gestasi, dihitung dari haid pertama hari terakhir. Banyak bukti yang menunjukan bahwa mungkin sepertiga kejadian persalian preterm pada wanita hamil berkaitan dengan infeksi intra uteri.

Invasi bakteri pada koriodesidua yang merangsang pelepasan endotoksin, eksotosin, dan mengaktifkan desidua dan membran janin untuk menghasilkan berbagai sitokin yaitu TNF-α, IL-1α, IL-1β, IL-6, IL-8 dan granulocyte colony- stimulating factor (GCSF) sehingga merangsang pembentukan dan pelepasan prostaglandin, pada puncaknya terjadi pembentukan dan pelepasan matrix metalloproteinase. Invasi matrix metalloproteinase pada membran korioamnion menyebabkan pecah ketuban dan juga menyebabkan perlunakan kolagen serviks sehingga terjadi persalian preterm.

Matrix metalloproteinase-9 diketahui diproduksi oleh banyak inflammatory cells sehingga peningkatan kadar MMP-9. Stimulasi sel amnion dan korion oleh sel inflamsi menyebabkan peningkatan prostaglandin E2 menyebabkan peningkatan MMP-9, menstimulasi ripening serviks dan menstimulasi kontraksi oleh miometrium. Peningkatan aktivitas kolagenase pada membran amnion menyebabkan lemahnya kekuatan regangan membrane dan memicu pecahnya membrane. Sehingga MMP-9 memiliki peranan pada persalinan preterm.

Metode penelitian ini adalah cross-sectional analitik, dilaksanakan di IRD dan Poliklinik Kebidanan dan Kandungan RSUP Sanglah Denpasar dari Januari

(3)

2012-Desember 2012, diperoleh 68 sampel dimana 42 sampel dengan persalinan preterm dan 26 sampel dengan kehamilan preterm tidak inpartu.

Hasil penelitian didapatkan bahwa rerata kadar MMP-9 pada kelompok persalinan preterm adalah 1198,10±432,79 ng/ml lebih tinggi bila dibandingkan kelompok kehamilan preterm tidak inpartu adalah 492,28±145,32 ng/ml. Pada penelitian ini disimpulkan bahwa terdapat perbedaan bermakna kadar serum MMP-9 pada persalian preterm dan kehamilan preterm tidak inpartu.

(4)

ABSTRAK

LatarBelakang: Persalinan preterm berkisar 6-10% dari seluruh kehamilan dan 75% merupakan penyebab kematian dan kesakitan perinatal. Infeksi merupakan penyebab tersering persalinan preterm. Matrix Metalloproteinase-9 diproduksi oleh banyak inflammatory cells sehingga menyebabkan lemahnya kekuatan regangan membran dan menstimulasi perlunakan serviks dan menstimulasi kontraksi miometrium. Peningkatan kadar serum MMP-9 berkaitan dengan persalinan preterm.

Tujuan Penelitian : Untuk mengetahui perbedaan kadar serum MMP-9 pada persalinan preterm dan kehamilan preterm tidak inpartu.

Metode Penelitian: Rancangan penelitian ini adalah cross-sectional analitik dengan 68 sampel, dimana 42 sampel dengan persalinan preterm dan 26 sampel dengan kehamilan preterm tidak inpartu. Dilakukan pengambilan darah vena cubiti sebanyak 5 cc dan dimasukkan kedalam tabung pemeriksaan, kadar serum MMP-9 diperiksa di laboratorium Prodia Denpasar dengan metode Quantikine Human MMP-9. Hasil pemeriksaan serum MMP-9 dikumpulkan dan dilakukan uji statistic dengan program SPSS for windows. Uji analisis yang digunakan adalah t-independent sampel test dengan tingkat kemaknaan α=0,05.

Hasil: Rerata kadar serum MMP-9 pada kelompok persalinan preterm adalah 1198,10±432,79ng/ml sedangkan kelompok kehamilan preterm tidak inpartu adalah 492,28±145,32ng/ml (p = 0,001). Hal ini berarti bahwa rerata kadar serum MMP-9 pada kedua kelompok berbeda bermakna(p < 0,05).

Simpulan: Didapatkan perbedaan bermakna kadar serum MMP-9 pada persalian preterm dan kehamilan preterm tidak inpartu.

Kata Kunci: MMP-9, persalinan preterm, kehamilan preterm tidak inpartu

(5)

ABSTRACT

Background: Preterm delivery ranges from 6-10% of all pregnancies and 75% is a cause of perinatal mortality and morbidity. Infection is most common cause of preterm delivery. Matrix Metalloproteinase-9 is produced by many inflammatory cells, thus causing impaired membrane tensile strength and ripening the cervix and stimulate contractions of the myometrium. Increased serum levels of MMP-9 associated with preterm delivery.

Objective: To determine differences in serum levels of MMP-9 in preterm labor and preterm pregnancies not labor.

Methods: The study design was cross-sectional analytic with 68 samples, of which 42 samples of preterm labor and 26 samples of preterm pregnancies with no labor. We took 5 cc of blood samples from the cubiti veins, and its MMP-9 serum quantities were than examined at Prodia laboratory Depasar by the method Quantikine Human MMP-9. The results of serum MMP-9 were collected and performed statistical tests using SPSS for windows. Test analysis is independent sample t-test with significance level α = 0.05.

Results: The mean serum levels of MMP-9 in preterm labor group was 1198.10 ± 432.79 ng / ml while the preterm pregnancy is not labor 492.28 ± 145.32 ng / ml (p = 0.001). This means that the mean serum levels of MMP-9 in the two groups was significantly different (p <0,05).

Conclusions: There were significant differences in serum levels of MMP-9 in preterm labor and pregnancy preterm not labor.

Keywords: MMP-9, preterm labor, preterm pregnancy not labor.

(6)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah.

Persalinan preterm merupakan masalah serius karena dapat menyebabkan kematian dan kesakitan neonatus. Persalinan prematur berkisar 6-10% dari seluruh kehamilan dan 75% merupakan penyebab kematian dan kesakitan perinatal tanpa kelainan kongenital (Husslein P, 2003). Bayi preterm terutama yang lahir dengan usia kehamilan < 32 minggu, mempunyai risiko kematian 70 kali lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang lahir cukup bulan karena imaturitas sistem organ tubuhnya (John, 2009).

Komplikasi yang sering terjadi adalah Respiratory Distress Syndrome (RDS), Intraventricular Hemorrhage (IVH), displasia bronkopulmoner, sepsis dan enterokolitis nekrotikans. 75% kematian perinatal disebabkan oleh prematuritas (John, 2009). Jika tidak terjadi kematian neonatus, hampir separuh dari neonatus yang berhasil bertahan hidup akan mengalami kecacatan neurologis termasuk serebral palsi dan akan menderita penyakit kronis yang merupakan komplikasi kelahiran prematur (Husslein P, 2003).

Pada tahun 2005, sebanyak 12,5 juta kelahiran atau 9,6% dari semua kelahiran di seluruh dunia adalah kelahiran preterm. Kejadian tertinggi kelahiran preterm berada di Afrika dan Amerika Utara (11,9% dan 10,6% dari semua kelahiran), dan terendah berada di Eropa (6,2%) (WHO,2009). Di Indonesia diperkirakan persalinan preterm terjadi 10% dari sekitar 4 juta kelahiran, dan

(7)

angka kematian neonatal sebanyak 20% dari seluruh persalinan preterm (HKFM, 2005).

Penyebab dari persalinan preterm sering kali tidak diketahui secara pasti.

Beberapa konsep yang menjelaskan penyebab terjadinya persalinan preterm pada dasarnya selalu dihubungkan dengan kejadian-kejadian infeksi didalam cairan amnion, utero-placental ischemia, regangan uterus yang berlebihan, kelainan- kelainan endokrin dan suatu immune response yang tidak normal dari ibu maupun janin.

Lockwood, mengemukakan tentang hubungan antara kejadian persalinan preterm tersebut dengan proses keradangan yang terjadi pada jaringan desidua, korion dan amnion (Lockwood, 2001). Sejalan dengan kemajuan ilmu kedokteran modern, banyak penelitian mencurahkan perhatian kepada usaha-usaha untuk dapat menemukan petanda infeksi intra uterin pada wanita hamil yang bisa diperiksa dari cairan amnion, lendir serviks atau vagina dan dari serum ibu.

Matrix metalloproteinase (MMP) merupakan kelompok enzym yang bekerja melalui mekanisme katalitik yang mengunakan zinc untuk mendegradasi komponen matrik ekstraselular. Kolagen interstitial (matrix metalloproteinase-1) memecah kolagen tipe I,II,III. Gelatinase (matrix metalloproteinase-2 dan -9) mampu mengurai lebih lanjut fragmen kolagen yang telah didenaturasi oleh kolagenase interstitial. Gelatinase juga memecah komponen membran basal dan proteoglikan (Locksmith GJ dkk,1999).

Matrix metalloproteinase (MMP) diproduksi oleh amnion, korion dan desidua dan berperanan penting dalam mempertahankan dan menghancurkan matriks ekstraselular dari korioamnion dan serviks. Beberapa MMP (MMP-1 dan

(8)

MMP-2) diproduksi relatif stabil selama kehamilan, tetapi produksi MMP yang lain (MMP-3 dan MMP-9) meningkat selama persalinan. Korioamnionitis menginduksi ekspresi dan pengeluaran MMP-9 dari membran, sehingga MMP-9 diketahui berkaitan spesifik dengan infeksi intra amnion (Locksmith GJ dkk,1999).

Matrix metalloproteinase-9 (MMP-9) berperan dalam degradasi basal membran dan komponen matriks ekstraselular lain dan meningkat pada saat persalinan. Konsentrasi Serum maternal MMP-9 meningkat 24 jam sebelum proses persalinan. Ekspresi MMP-9 meningkat pada membran koriodesidua selama proses aktif persalinan, dan terdeteksi hanya setelah onset persalinan, berbeda dengan MMP lainnya seperti MMP-2 yang terdeteksi sebelum dan setelah persalinan (Tu FF dkk, 1998).

Fortunato dkk (1997) menemukan kadar MMP-2 pada wanita hamil yang tidak dalam persalinan dan wanita dengan infeksi intra-amnion. Namun MMP-9 hanya ditemukan pada wanita dengan infeksi intra-amnion. MMP-9 diproduksi dari membran wanita hamil yang tidak dalam persalinan ketika dipapar oleh lopopolisakarida atau peptidoglikan polisakarida yang merupakan produk infeksi.

Penelitian yang dilakukan oleh Harirah H dkk (2002) menyatakan konsentrasi MMP-9 dan interleukin-6 (Il-6) meningkat pada wanita dengan infeksi intraamnion. Ditemukan spesifisitas yang lebih tinggi dan positive predictive values lebih tinggi pada MMP-9 dibandingkan IL-6. MMP-9 tidak terdeteksi pada sampel cairan amnion dengan hasil kultur negatif.

Penyabab persalinan preterm yang terbanyak adalah faktor infeksi bakteri.

Bakteri dapat memproduksi kolagenase yang dapat melemahkan membran basal

(9)

sehingga menyebabkan persalinan preterm. Dari beberapa penemuan ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan MMP-9 pada wanita hamil dengan infeksi intra-amnion. Sehingga MMP-9 dapat digunakan untuk memperkirakan terjadinya persalinan preterm pada wanita hamil dengan tanda adanya persalinan preterm.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut diatas, maka dibuat rumusan masalah :

Apakah terdapat perbedaan kadar serum matrix metalloproteinase-9 (MMP-9) pada persalinan preterm dibandingkan kehamilan preterm tidak inpartu?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan umum

Untuk mengetahui kadar matrix metalloproteinase-9 (MMP-9) serum pada kehamilan preterm.

1.3.2 Tujuan khusus

1. Untuk mengetahui kadar serum matrix metalloproteinase-9 (MMP-9) pada persalinan preterm

2. Untuk mengetahui kadar serum matrix metalloproteinase-9 (MMP-9) pada kehamilan preterm tidak inpartu

3. Untuk mengetahui perbedaan kadar serum matrix metalloproteinase-9 (MMP-9) pada persalinan preterm dan kehamilan preterm tidak inpartu.

(10)

1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Akademis

Apabila kadar serum MMP-9 lebih tinggi pada persalinan preterm maka dapat disimpulkan bahwa inflamasi berperan penting pada persalinan preterm.

1.4.2 Manfaat bagi Pelayanan

Apabila terbukti kadar serum maternal MMP-9 lebih tinggi pada persalinan preterm maka dapat digunakan sebagai faktor prediksi terjadinya proses persalian preterm dan dapat sebagai masukan dalam pengembangan upaya pengelolaan termasuk pencegahan terjadinya persalinan preterm spontan melalui deteksi dini sehingga dapat menurunkan kejadian mortalitas dan morbiditas perinatal.

(11)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Batasan

Menurut American College of Obstetricians and Gynecologists, 1995, persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi antara usia kehamilan 20 sampai 37 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir (Cunningham, 2010).

Menurut WHO persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi antara usia kehamilan 20 minggu sampai kurang dari 37 minggu atau 259 hari gestasi, dihitung dari haid pertama hari terakhir (WHO,2009).

Definisi persalinan preterm menurut Creasy dan Herron (2009) merupakan persalinan pada usia gestasi 20-36 minggu, dengan kontraksi uterus empat kali setiap 20 menit atau delapan kali setiap 60 menit selama 6 hari, dan diikuti oleh satu dari beberapa hal berikut: ketuban pecah dini, dilatasi serviks ≥ 2 cm, penipisan serviks > 50%, atau perubahan dalam hal dilatasi dan penipisan serviks pada pemeriksaan secara serial.

Indikator yang sering dipakai untuk terjadinya persalinan adalah kontraksi uterus dengan frekwensi minimal 2 kali setiap 10 menit dan lamanya kontraksi 30 detik atau lebih, disertai perubahan pada servik yang progresif, seperti: dilatasi servik ≥ 2 cm dan penipisan ≥ 80% (Sozmen dkk, 2005). Pada penelitian ini diagnosis persalinan preterm berdasarkan prosedur tetap (protab) tahun 2003 yang berlaku di Lab/SMF Obstetri Ginekologi Rumah Sakit Umum Sanglah Denpasar.

(12)

2.2 Insiden Persalinan Preterm

Di setiap negara kejadian persalinan preterm sangat bervariasi. Insiden di Amerika Serikat berkisar antara 12-13%, di Eropa dan negara berkembang lainnya dilaporkan berkisar antara 5-9%. Pengetahuan tentang faktor risiko dan mekanisme persalinan preterm terus dipelajari, namun angka kejadian persalinan preterm cenderung meningkat. Di negara industri angka persalinan preterm meningkat seperti di Amerika Serikat dari 9,5% pada tahun 1981 meningkat menjadi 12,7% pada tahun 2005 (Goldenberg dkk, 2008). Hal yang sama terjadi terjadi juga di Inggris dan Wales dimana pada tahun 1997, 50,3% dari seluruh kematian neonatus berhubungan dengan imaturitas (Vause dkk, 2000).

Di Indonesia angka kejadian persalinan preterm berkisar antara 10-20% . Di RSU DR Wahidin Sudirohusodo Makassar periode 1 Juli 2000 - 31 Juli 2003 didapatkan persalinan preterm 7,3% dari seluruh persalinan (Suhartini, 2004). Di RS Hasan Sadikin Bandung pada tahun 1998-2000 sebesar 8,2%. Di RS Sanglah Denpasar dari tahun 2001-2003, didapatkan angka persalinan preterm pada tahun 2001 didapatkan sebesar 6,82%, tahun 2002 sebesar 7,50% dan pada tahun 2003 sebesar 11,4% (Udiarta, 2004). Di RSU dr.Saiful Anwar Malang pada tahun 2001 tercatat insiden persalinan preterm sebesar 6,7 % (Santoso, 2002)

2.3 Etiologi Persalinan Preterm

Pada kebanyakan kasus, penyebab pasti dari persalinan preterm tidak diketahui. Beberapa mekanisme yang dapat terjadi termasuk infeksi, inflamasi, iskemia atau perdarahan uteroplasenta, peregangan uterus yang berlebihan, stres, dan berbagai macam proses imunologi (Goldenberg dkk,2008).Secara garis besar

(13)

terdapat tiga kelompok yang mungkin menjadi penyebab persalinan preterm (Goldenberg dkk,2008), yaitu :

1. Persalinan preterm atas indikasi ibu atau janin (iatrogenik)

Persalinan dibuat atas indikasi medis dimana kehamilannya dapat membahayakan ibu atau janinnya. Janin dilahirkan untuk mencegah morbiditas atau mortalitas pada ibu dan atau janin tanpa memperhatikan usia kehamilan. Kondisi ini termasuk preeklamsia, hipertensi kronis, diabetes mellitus, plasenta previa atau solusuio plasenta. Persalinan seperti ini terjadi sekitar 20 % dari seluruh persalinan preterm.

2. Sekitar 30-40% persalinan preterm disebabkan oleh pecahnya membran koriamnion pada usia kehamilan preterm dengan atau tanpa adanya infeksi.

Kondisi ini sering didahului oleh adanya tanda-tanda persalinan preterm spontan .

3. Sisanya 40-50% penyebab persalinan preterm tidak diketahui (idiopatik).

2.4 Faktor Risiko Persalinan Preterm

Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mencari faktor risiko persalinan preterm, namun faktor risiko tersebut tidak selalu menyebabkan terjadinya persalian preterm, bahkan sebagian persalinan preterm normal tidak mempunyai faktor risiko (Goldenberg dkk, 2000).

Beberapa faktor risiko di atas yang diketahui meningkatkan persalinan preterm dapat digolongkan menjadi dua kriteria (Hole, 2001) :

1. Kriteria Mayor a. Kehamilan Ganda

(14)

b. Hidramnion c. Anomali Uterus

d. Pembukan Servik > 2 cm pada usia kehamilan > 32 minggu e. Panjang Servik < 2,5 cm pada usia kehamilan > 32 minggu (TVS) f. Riwayat abortus pada trimester 2 > 1x

g. Riwayat persalinan preterm sebelumnya h. Operasi abdominal pada kehamilan preterm i. Riwayat konisasi

j. Iritabilita uterus

k. Penggunaan kokain atau amfetamin 2. Kriteria Minor

a. Penyakit yang disertai demam

b. Riwayat perdarahan pervaginam setelah usia kehamilan 12 minggu c. Riwayat pielonefritis

d. Merokok lebih dari 10 batang per hari e. Riwayat abortus pada trimester 2

f. Riwayat abortus pada trimester 1 lebih dari 2 x

Wanita hamil tergolong mempunyai risiko tinggi untuk terjadi persalinan preterm jika dijumpai satu atau lebih faktor risiko mayor atau dua atau lebih faktor risiko minor, atau ditemukan kedua faktor risiko (mayor dan minor).

(15)

3.5. Patogenesis Persalinan Preterm

Penelitian-penelitian tentang epidemiologi dan patogenesis persalinan preterm menyimpulkan 4 jalur penyebab yang mendasari terjadinya persalian preterm, yaitu;

1. Infeksi dan inflamasi

2. Aktivasi maternal-fetal hipotalamus-hipofisis-axis adrenal 3. Perdarahan desidua

4. Peregangan uterus

Masing-masing dari keempat jalur penyebab persalinan preterm tersebut akan menyebabkan kontraksi uterus, dilatasi serviks, pecah ketuban dan persalinan preterm. Keempat jalur patogenesis persalinan preterm ini mempunyai mediator kimia yang unik (Wang X dkk, 2001).

2.5.1 Infeksi dan Inflamasi

Banyak bukti yang menunjukan bahwa mungkin sepertiga kejadian persalian preterm pada populasi (wanita hamil) berkaitan dengan infeksi intra uteri. Dari penelitian yang dilakukan oleh Bobbit dkk membuktikan infeksi intra amnion subklinis sebagai penyebab persalinan preterm dimana dengan amniosintesis didapat mikroorganisme patogen sekitar 20% dari wanita-wanita yang mengalami persalinan preterm dengan membran korioamnion yang intak dan tanpa gejala klinis infeksi (Rompas, 2004).

Bakteri yang sering dihubungkan dengan terjadinya persalinan preterm adalah: Ureaplasma urealyticum, Mycoplasma hominis, Gardnerella Ureaplasma dan Escherchia coli tapi kebanyakan bakteri-bakteri vagina ini virulensinya rendah. Bakteri lain yang juga sering berhubungan dengan infeksi saluran

(16)

genitalia,seperti: N. Gonorrhoeae, C. Trachomatis, Streptococcus group B dan E.Coli (Romero dkk, 2005).

Gambar 2.1.Tempat-tempat potensial infeksi bakteri intra uteri(Goldenberg 2000)

Korioamnionitis adalah infeksi pada membran janin dan cairan amnion, juga dihubungkan dengan persalinan preterm. Infiltrasi sel-sel radang pada membran janin dan desidua merangsang pengeluaran prostaglandin yang memicu terjadi persalinan. Cara yang paling sering menyebabkan infeksi intra uteri adalah melalui jalur ascenden dari bakteri di saluran genitalia bawah ke lapisan korion- desidua selanjutnya menuju rongga amnion dan dapat menyebakan desiduitis, korioamnionitis, koriovaskulitis. Dan bila memasuki aliran darah janin dapat mengakibatkan bakterimia pada janin dan sepsis (Elmer P, 2009). Jalur ascenden ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

(17)

1. Mikroorganisme menghasilkan enzim protease dan musinase yang menghidrolisis barier mukus serviks dan melemahkan jaringan kolagen pada selaput membran korioamnion sehingga mikroorganisme dapat menembus serviks.

2. Bakteri juga menghasilkan fosfolipase yang berperan dalam pembentukan asam arakidonat (senyawa pembentuk prostaglandin). Prostaglandin merupakan mediator penting terjadinya kontraksi otot polos uterus dan pembukaan serviks.

3. Mikroorganisme menghasilkan sitokin dan kemokin inflamasi seperti interleukin-1 (IL-1), interleukin-6 (IL-6), tumor necrosis factor (TNF) yang merangsang pembentukan prostaglandin dan matrix metalloproteinase (MMP) yang menyebabkan kerusakan membran, preterm premature rupture of the membrane (PPROM), pembukaan serviks dan kontraksi uterus.

4. Pada janin yang terinfeksi, terjadi peingkatan produksi corticotropin releasing hormone (CRH) oleh hipotalamus janin dan plasenta yang menyebabkan peningkatan sekresi kortikotropin janin, selanjutnya meningkatkan produksi kortisol oleh adrenal janin. Sekresi kortisol akan meningkatkan produksi prostaglandin dan menyebabkan kontraksi uterus.

Dikemukaan oleh Goldenberg (2000), patogenesis terjadinya persalinan preterm oleh karena infeksi melalui beberapa jalur yang dijelaskan sebagai berikut: jalur pertama yang menginisiasi persalinan preterm adalah invasi bakteri pada koriodesidua yang merangsang pelepasan endotoksin, eksotosin, dan mengaktifkan desidua dan membran janin untuk menghasilkan berbagai sitokin

(18)

yaitu TNF-α, IL-1α, IL-1β, IL-6, IL-8 dan granulocyte colony-stimulating factor (GCSF). Sitokin, endotoksin, dan eksotosin merangsang pembentukan dan pelepasan prostaglandin serta mengawali kemotaksis neutrofil, infiltrasi dan aktivasi, dimana pada puncaknya akan terjadi pembentukan dan pelepasan matrix metalloproteinase dan substansi bioaktif lainnya. Prostaglandin akan merangsang kontraksi uterus dimana invasi metalloproteinase pada membran korioamnion menyebabkan pecah ketuban dan juga menyebabkan perlunakan dan remodelling kolagen serviks.

Produksi prostanoid pada desidua, korion, amnion dan sel miometrium dan produksi endotelin oleh sel amnion dan sel desidua dirangsang oleh tingginya konsentrasi endotoksin dan juga oleh IL-1 dan TNF-α. Keberadaan IL-6 pada serum, cairan amnion serta sekret servikovagina berhubungan dengan kejadian korioamnionitis dan persalinan preterm. Aktivasi dari jejaring sitokin menyebabkan apoptosis plasenta dan selaput korioamnion dengan glikoprotein pada Fas Ligand (Fasl). Fasl diatur oleh TNF-α pada plasenta. Apoptosis dari sel otot polos servik berperan dalam pembukaan serviks dan mengambil tempat pada sel epitel amnion dalam sel selaput janin dan menyebabkan pecahnya selaput ketuban.

Jalur kedua yang berperan adalah prostaglandin dehidrogenase di jaringan korion yang menghambat masuknya prostaglandin ke miometrium sehingga mencegah terjadinya kontraksi uterus. Infeksi korionik dapat menurunkan aktivitas prostaglandin dehidrogenase sehingga menyebabkan peningkatan jumlah prostaglandin yang mencapai miometrium.

(19)

Gambar 2.2. Mekanisme Potensial Persalinan Preterm akibat Kolonisasi Bakteri Koriodesidua (Goldenberg 2000)

Jalur ketiga melibatkan janin. Pada janin yang terinfeksi terjadi peningkatan produksi CRH (Corticotropin Releasing Hormone) oleh hipotalamus janin dan plasenta yang menyebabkan peningkatan sekresi kortikotropin janin, yang selanjutnya meningkatkan produksi kortisol oleh adrenal janin. Pada akhirnya sekresi kortisol akan meningkatkan produksi prostaglandin dan menyebabkan timbulnya kontraksi uterus. Pada 88% kasus janin terinfeksi dan terjadi peningkatan sitokin, terjadi persalinan dalam waktu 48-72 jam kemudian.

2.5.2 Aktivitas maternal-fetal hipotalamus-hipofisis-axis adrenal

Stres meningkatkan risiko terjadinya persalinan preterm dengan meningkatkan pelepasan CRH (Corticotropin Releasing Hormone). CRH berasal

(20)

dari hipotalamus dan berperan sebagai mediator pelepasan ACTH (Adrenocorticotropin Hormone), kemudian ACTH akan meningkatkan sekresi kortisol. Peningkatan kortisol secara cepat dapat meningkatkan jumlah CRH dalam sirkulasi darah sehingga produksi prostaglandin juga meningkat.

Prostaglandin berperan sebagai uterotonin dan meningkatkan kemampuan miometrium melalui peningkatan jumlah reseptor oksitosin dan juga melalui pembentukan gap-junction. CRH juga merangsang produksi esterogen plasenta dengan menstimulasi prekursor dari kelenjar adrenal janin. Esterogen berinteraksi dengan miometrium sehingga terjadi kontraksi dan pembukaan serviks (Wang X dkk, 2001)

2.5.3 Perdarahan desidua

Perdarahan desidua merupakan perdarahan yang terjadi didalam desidua yaitu jaringan endometrium yang membatasi uterus, yang berhubungan dengan membran janin dan plasenta. Perdarahan desidua menyebabkan penurunan fungsi dari pembuluh darah uteroplasenta sehingga menyebabkan kekurangan oksigen pada janin yang akan melepaskan CRH, meningkatkan serbukan makrofag dengan pelepasan sitokinnya atau secara langsung merangsang produksi protease dan prostanoid desidua melalui pembentukan trombin. Aktivasi trombin merangsang koagulasi dan pembentukan gumpalan darah (clot), sehingga merangsang produksi protease yang memiliki kemampuan merusak membran janin dan menyebabkan dilatasi serviks sehingga terjadi pecah ketuban. Trombin juga secara tidak langsung memiliki efek uterotonika pada miometrium dan merangsang kontraksi (Cunningham,2005).

(21)

Berkurangnya aliran darah ke uterus akibat kelainan pembuluh darah berakibat terjadinya kerusakan jaringan setempat oleh lipid peroksidase (LOP) dan radikal bebas, ini akan meningkatkan produksi prostanoid, protease dan endotelin yang akan meningkatkan pelepasan CRH (Lockwood,2009).

2.5.4 Peregangan uterus

Peregangan uterus yang berlebihan seperti polihidramnion, kehamilan multipel dan kelainan anatomi uterus dapat meningkatkan risiko persalinan preterm spontan. Mekanisme yang ditimbulkan adalah peregangan dapat meningkatkan aktivasi miometrium, pengeluaran prostaglandin dan sitokin, serta meningkatkan reseptor oksitosis pada miometrium sehingga terjadi persalinan preterm (Elmer P,2009)

Gambar 2.3. Jalur Patogenesis persalianan preterm (Lockwood CJ,2007)

(22)

2.6 Matrix Metalloproteinase

Matrix metalloproteinase (MMP) yang juga disebut dengan matrixins, mendegradasi kedua protein matriks dan nonmatriks, meliputi proteoglikan didalam ruang ekstraselular. Manusia memiliki 23 jenis MMP. MMP merupakan golongan enzim yang menggunakan zinc sebagai mekanisme katalitik untuk menghidrolisis substrat peptida. MMP dibagi menjadi empat golongan meliputi ( Nagase H,2006):

1. Kolagense

Meliputi MMP-1, MMP-8 yang disekresikan oleh neutrofil, dan MMP-13. Tipe kolagen ini dapat memecah kolagen yang berstruktur helix dan menghancurkan kolagen tipe I dan III.

2. Gelatinase

Meliputi MMP-2 dan MMP-9. Kelompok ini mempunyai struktur fibronektin tipe II yang berfungsi untuk berikatan dengan gelatin dan memecah struktur gelatin.

3. Stromelysins

Meliputi MMP-3, MMP-10, dan MMP-11, yang dapat menghancurkan kolagen tipe IV, V, IX,dan X

4. Membran MMP tipe 1

Meliputi MMP-14, kelompok ini memiliki furin pada strukturnya yang memiliki fungsi mengaktivasi MMP di intraselular, tipe ini tidak diekskresikan ke ekstraselular.

Matrix metalloproteinase berperanan penting dalam perbaikan dan remodeling jaringan, penyembuhan luka pada respon terhadap trauma, dan pada morphogenesis. Perananya tidak hanya terbatas untuk degradasi matriks ekstraselular tetapi juga pada sel permukaan dan aktivasi dari protein matriks

(23)

ekstraselular. MMP menghancurkan sel permukaan atau molekul matriks ekstraselular yang mengubah sel matriks atau interaksi sel-sel, dan menghasilkan growth factors. MMP memainkan peran dalam migrasi sel, diferensiasi sel, pertumbuhan, apoptosis dan respon inflamasi yang tidak berhubungan dengan degradasi kolagen atau molekul matriks lainnya. MMP memiliki peranan dalam kerusakan fetal membran, ripening of the cervix, dan kontraksi uterus (Rueben PM,2006).

Gambar 2.4. Skema aktivasi dari Matrik Metalloproteinase (Curry TE, dkk, 2002)

Matrix metalloproteinase disintesis dalam bentuk laten oleh beberapa sel seperti fibroblas dan leukosit. Mekanisme kerja MMP mengakibatkan degradasi matriks ekstraselular merupakan suatu stimulus yang bekerja melalui ikatan

(24)

membran atau reseptor interselular, yang mengakibatkan signal cascade intraselular yang menyebabkan sintesis MMP mRNA. Kemudian MMP mRNA dirubah dalam bentuk laten atau pro-MMP, membutuhkan aktivasi oleh proteinase lain di dalam matriks ekstraselular. MMP aktif dapat berikatan dengan inhibitor MMP dan menyebabkan degradasi. Beberapa MMP seperti MMP-11 diaktifkan melalui jalur furin proteolitik (Rueben PM,2006).

Matrix metalloproteinase-9 dan MMP-2 berhubungan dengan respon inflamasi. MMP-2 dan MMP-9 merupakan enzim yang diekspresikan dalam plasenta dan fetal membran. MMP-9 diekspresikan di epitel amnion dan bersama MMP-2 di chorion trophoblast, aktifitas MMP diregulasi oleh tissue inhibitors of matrix metalloproteinase (TIMP). Keseimbangan antara MMP-2, MMP-9 dan TIMP memiliki peranan penting dalam aktifitas kolagenolitik lokal (Xu P dkk, 2002).

2.7 Peranan matrix metalloproteinase-9 (MMP-9) pada persalinan pretrem

Matrix metalloproteinase (MMP) merupakan kelompok enzim yang bekerja dengan mendegradasi komponen matrix ekstraselular. Kolagenase interstisial (MMP-1) dapat membelah kolagen tipe I, II dan III. Gelatinase (MMP- 2 dan MMP -9) mampu menguraikan lebih lanjut fragmen kolagen yang telah terdenaturasi oleh kolagenase interstitial. Enzim gelatinase juga mampu menguraikan berbagai macam komponen membrane basal dan proteoglikan.

Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa MMP dan inhibitor alaminya diproduksi oleh amnion, korion, dan desidua serta berperan penting dalam mempertahankan dan mendegradasi matriks ekstraselular dari amniokorion,

(25)

segmen bawah rahim, dan serviks. Beberapa MMP (MMP-1 dan MMP-2) dihasilkan dalam jumlah yang relatif tetap selama kehamilan namun produksi enzim yang lain (MMP-3 dan MMP-9) meningkat selama proses persalinan.

Korioamnionitis menginduksi munculnya dan pelepasan dari MMP-9 dari membran ( Lochsmith dkk, 1999).

Matrix metalloproteinase-9 yang juga dikenal sebagai 92-kDa type IV collagenase / gelatinase B, mendegradasi berbagai komponen matriks ekstraselular meliputi kolagen tipe IV, V, dan XI, elastin, proteoglikan, dan gelatin. MMP-9 disekresi oleh berbagai sel-sel penghasil produk inflamasi, sel tumor, dan sel normal sebagai zymogen. MMP-9 dianggap memiliki hubungan dengan cellular migration, invasi dan tissue remodeling pada proses reproduksi.

MMP-9 diketahui diproduksi oleh banyak inflammatory cells seperti macrophage, polymorphonuclear leukocytes, T-lymphocytes, dan B-lymphocytes. Peningkatan konstrentrasi MMP-9 di segmen bawah uterus selama persalinan diinduksi oleh adanya IL-8 dan TNF-α (Roh CR dkk, 2000).

Beberapa sitokin telah teridentifikasi potensial memodulasi ekspresi MMP pada membrane fetal, namun mekanisme aktivasi MMP belum diketahui secara pasti. In vitro stimulasi terhadap amniokorion manusia dengan IL-1β atau TNF-α menyebabkan sekresi dari MMP-9 proenzim. Dari percobaan yang menggunakan amniokorion yang distimulasi dengan lipopolisakarida (LPS) menunjukkan bahwa IL-1β merupakan sitokin kunci yang menginduksi ekspresi MMP-9 pada jaringan (Ortega FV,dkk, 2005).

(26)

Sitokin Target Hasil

IL-1β Amnion

Sel epithelial trophoblast

Peningkatan MMP-9 Ekspresi dan aktivasi Sekresi MMP-9

TNF-α Sel korion

Trophoblast Sel amnion

Ekspresi MMP-9

Peningkatan aktivasi MMP-9 dan penurunan aktivasi MMP-2 Peningkatan sekresi dan

aktivasi MMP-9

IL-6 Trophoblast Peningkatan aktivasi MMP-9

dan MMP-2

Tabel 2.1 Hubungan sitokin inflamasi dengan modulasi ekspresi MMP-9 pada korioamnion (dikutip dari Ortega FV,dkk ,2002)

Pada membran janin produksi IL-8, TNF-α, IL-6 dan IL-1β meningkat, menyebabkan peningkatan MMP-9, penurunan MMP-2, dan penurunan kadar TIMPs. Enzim MMP-9 meningkat sacara signifikan oleh amnion tapi tidak oleh korion. Kadar MMP-9 meningkat ketika amion dipapar oleh TNF-α atau IL-1β, walaupun sekresi dari korion tidak berubah. Peningkatan aktivitas kolagenase menyebabkan lemahnya kekuatan regangan membrane dan memicu pecahnya membrane (Peltier MR, 2003). TNF-α dan IL-β memperlihatkan efek produksi MMP-9 dari amnion (Ortega FV dkk,2002).

Stimulasi sel amnion dan korion oleh IL-1β dan TNF-α menyebabkan peningkatan produksi prostaglandin E2 (PGE2) melalui cyclooxygenase (COX)-2.

PGE2 menyebabkan peningkatan produksi MMP-9 atau menyilang membran menstimulasi ripening serviks pada serviks atau menstimulasi kontraksi oleh miometrium (Peltier MR, 2003).

Pada suatu analisa imunohistokimia biopsi servik menunjukkan bahwa IL- 1β diproduksi predominan oleh leukosit, IL-6 oleh leukosit, sel epitel glandular dan sel epitel permukaan, dan IL-8 diproduksi terutama oleh leukosit, sel epitel

(27)

glandular, sel epitel permukaan dan sel stroma. Sitokin proiflamasi menginduksi ripening servik melalui beberapa jalan. IL-1β dan TNF-α meningkatkan produksi MMP-1, MMP-3, MMP-9 dan cathepsin S. Dan IL-1β menurunkan regulasi ekspresi TIMP-2, inhibitor endogen MMP-2. Proteinase ini mencerna kolagen dan serat elastin pada metrix ekstraselular servik yang meningkatkan cervical compliance ( Peltier MR, 2003).

Gambar 2.5. Model biochemical cascade yang mempengaruhi persalinan pretrem ( Peltier MR, 2003)

Penelitian yang dilakukan oleh Botsis D Dkk (2006), yang menilai panjang servik dan kadar plasma proMMP-9 untuk memprediksi kelahiran preterm pada wanita hamil dengan ancaman persalinan, mendapatkan nilai

(28)

sensitifitas 81.1% dan spesitifitas 92.1% jika hanya dilakukan pemeriksaan panjang servik saja. Tetapi nilai sensitifitas dan spesitifitas meningkat menjadi sensitifitas 90,9% dan spesitifitas 98.3% ketika kedua pemeriksaan tersebut dilakukan. Jadi kadar plasma proMMP-9 dapat digunakan untuk memprediksikan persalinan preterm bila fasilitas USG tidak ada.

Berbagai faktor etiologi dari persalinan preterm dan pecah ketuban dini disebabkan oleh sistem MMP melalui 4 jalan. Kunci dari MMP-9 pada persalinan preterm ditunjukkan pada ( Botsis D dkk, 2006)

1. Konsentrasi MMP-9 stabil pada plasma maternal selama kehamilan tampa komplikasi sampai persalinan dimulai

2. Kosentrasi MMP-9 meningkat pada cairan ketuban selama persalinan aterm dan preterm, pada kehamilan dengan koriomanionitis dengan atau tampa pecah ketuban

3. Aktifasi dan konsentrasi MMP-9 meningkat pada cairan ketuban pada kehamilan dengan komplikasi pecah ketuban dini

4. Gen MMP-9 terinduksi pada membrane fetus selama persalinan, pecah ketuban dan korioamnionitis.

Penelitian Ping-Xu dkk (2002), yang meneliti MMP-9 dan MMP-2 pada fetal membrane pada persalinan preterm dan kehamilan normal didapatkan bahwa pada hasil pemeriksaan zymography dan western blot, didapatkan kadar MMP-9 yang tinggi pada jaringan yang diambil dari pasien dengan persalinan preterm dibanding yang kehamilan normal. Namun perbedaan tidak signifikan ditunjukkan oleh MMP-2.

(29)

Dari kedua enzim gelatinase, MMP-9 diketahui berkaitan sangat spesifik dengan adanya infeksi intra amnion. Fortunato dkk (1997) menemukan kadar MMP-2 pada wanita hamil yang tidak dalam persalinan dan wanita dengan infeksi intra-amnion. Namun MMP-9 hanya ditemukan pada wanita dengan infeksi intra- amnion. Penelitian lain menemukan bahwa terdapat peningkatan kadar enzim ini dalam cairan amnion pada wanita dengan PPROM. Tu dkk (1998) menemukan bahwa kadar MMP-9 plasma meningkat tiga kali lipat pada wanita dengan rupture membrane spontan atau persalinan spontan, meski tidak meningkat secara signifikan dalam waktu 1 minggu menjelang persalinan. Penemuan-penemuan ini menunjukkan bahwa peningkatan MMP-9 dapat digunakan untuk memperkirakan terjadinya persalinan preterm atau adanya rupture membrane pada wanita dengan tanda dan gejala adanya persalinan preterm, apapun hasil kultur cairan amnionnya.

Penelitian yang dilakukan oleh Harirah H dkk (2002) pada 84 wanita antara umur kehamilan 22-35 minggu dengan kontraksi preterm, kelahiran preterm, pecah ketuban, atau kemungkinan infeksi intraamnion. Dinyatakan konsentrasi MMP-9 dan IL-6 meningkat pada wanita dengan infeksi intraamnion.

Pada 58 wanita dengan kultur cairan amnion negatif, MMP-9 tidak terdeteksi pada 42 sampel dibandingkan dengan IL-6 yang tidak terdeteksi pada 2 sampel. Pada 26 wanita dengan kultur cairan amnion positif, 22 menunjukkan rentang kadar MMP-9 dari 30.1-541.9 ng/mL, semua wanita menunjukkan retang kadar IL-6 dari 0.7-91.7%. Ditemukan spesifisitas yang lebih tinggi dan positive predictive values lebih tinggi pada MMP-9 dibandingkan IL-6. MMP-9 tidak terdeteksi pada sampel cairan amnion dengan hasil kultur negative (Harirah H,dkk,2002).

(30)

Pada penelitian Locksmith (1999), nilai median kadar MMP-9 dari cairan amnion wanita yang terbukti mengalami infeksi intra-amnion dari hasil kultur adalah sebesar 557 ng/mL, lebih besar secara signifikan dibandingkan wanita yang hasil kultur cairan amnionnya negatif (0 ng/mL). Pengukuran enzim ini secara tepat memprediksi ada atau tidaknya infeksi intra-amnion pada 41 dari 44 subjek (akurasi 93%, p< 0.001). Enam dari 44 subjek tersebut mengalami infeksi- amnion yang dibuktikan melalui kultur yang positif (prevalansi 14%, interval kepercayaan 95% 4-24). Pada lima dari enam subjek tersebut, kadar enzim MMP- 9 dapat dideteksi di dalam cairan amnion dengan pemeriksaan ELISA kuantitatif (sensitivitas 83%, interval kepercayaan 95% 53-99). Dari 38 subjek yang hasil kultur cairan amnionnya negative, 36 diantaranya tidak didapatkan adanya enzim tersebut (spesifisitas 95%, interval kepercayaan 95% 88-99). Dari tujuh subjek yang MMP-9 dideteksi melalui pemeriksaan ELISA, lima diantaranya memiliki hasil kultur cairan amnion positif (nilai prediksi positif 71%, interval kepercayaan 95% 37-99). Dari 37 subjek yang tidak terdeteksi adanya MMP-9, 36 diantaranya memiliki hasil kultur negatif (nilai prediksi negative 97%, interval kepercayaan 95% 92-99).

(31)

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Pikir

Persalinan preterm sering dihubungkan dengan adanya proses infeksi yang terjadi pada korion dan desidua. Proses infeksi ini menghasilkan mediator inflamasi seperti interleukin-1β dan tumor necrosis factor α yang memicu produksi dari MMP, salah satunya adalah MMP-9. Pada membrane janin produksi IL-8, TNF-α, IL-6 dan IL-1β meningkat, menyebabkan peningkatan MMP-9, penurunan MMP-2, dan penurunan kadar TIMPs. Kadar MMP-9 meningkat ketika amion dipapar oleh TNF-α atau IL-1β, walaupun sekresi dari korion tidak berubah. Peningkatan aktivitas kolagenase menyebabkan lemahnya kekuatan regangan membrane dan memicu pecahnya membrane (Peltier MR, 2003).

Stimulasi sel amnion dan korion oleh IL-1β dan TNF-α menyebabkan peningkatan produksi prostaglandin E2 (PGE2) melalui cyclooxygenase (COX)-2.

PGE2 menyebabkan peningkatan produksi MMP-9 atau menyilang membrane menstimulasi ripening serviks atau menstimulasi kontraksi oleh miometrium (Peltier MR, 2003).

Sitokin proiflamasi menginduksi ripening servik melalui beberapa jalan.

IL-1β dan TNF-α meningkatkan produksi MMP-1, MMP-3, MMP-9 dan cathepsin S. Dan IL-1β menurunkan regulasi ekspresi TIMP-2, inhibitor endogen MMP-2. Proteinase ini mencerna kolagen dan serat elastin pada matrix ekstraselularservik yang meningkatkan cervical compliance( Peltier MR, 2003).

(32)

Selain faktor infeksi, faktor lain yang dapat memicu persalinan preterm seperti : Polihidramnion, kehamilan kembar, solusio plasenta, penyakit sistemik ibu, kelainan kongenital, riwayat abortus atau persalinan pretrem

3.2 Konsep Penelitian

Gambar3.1.KerangkaKonsepPenelitian 3.2Hipotesis Penelitian

Kadar serum Matrix Metalloproteinase-9 pada persalinan preterm lebih tinggi dibandingkan dengan kadar serum Matrix Metalloproteinase-9 pada kehamilan preterm tidak inpartu.

Persalinan Preterm MMP-9 Hamil Preterm

Faktor Perancu : - Polihidramnion - Kehamilan kembar - Solusio plasenta

- Riwayat abortus / persalinan preterm

- Penyakit sistemik ibu - Kelainan kongenital Infeksi Intrauterin

(33)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional analitik yaitu sampel penelitian diambil dari populasi terjangkau secara consecutive sampling/

berurutan pada satu waktu sehingga diperoleh kasus persalinan preterm dan kehamilan preterm tidak inpartu, kemudian masing-masing sampel diperiksa kadar MMP-9 dengan cara diambil darah dari vena cubiti sebanyak 5 cc.

Gambar 4.1. Rancangan Penelitian

4.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dikerjakan di Poliklinik (unit rawat jalan) dan Ruang bersalin RS Sanglah Denpasar dari bulan Januari 2012 sampai bulan Desember 2012 atau sampai jumlah sampel terpenuhi. Serum sampel diperiksa di Laboratorium Klinik Prodia Denpasar.

Populasi Terjangkau

Inpartu Tidak Inpartu

Matrix metalloproteinase-9

Matrix metalloproteinase-9 Consecutive

Sampling

Hamil Preterm

(34)

4.3. Populasi Penelitian

Semua ibu hamil yang datang ke poliklinik dan kamar bersalin RSUP Sanglah Denpasar dengan diagnosis kehamilan preterm tidak inpartu dan persalinan preterm.

4.4. Sampel Penelitian

Semua ibu hamil yang datang ke poliklinik dan kamar bersalin Kebidanan dan Kandungan RSUP Sanglah Denpasar dengan diagnosis hamil preterm tidak inpartu dan persalinan preterm yang memenuhi kriteria inklusi.

4.4.1 Kriteria Inklusi

1. Kehamilan tunggal dengan umur kehamilan dari 28 minggu sampai kurang dari 37 minggu

2. Janin hidup

3. Bersedia mengikuti penelitian 4.4.2 Kriteria Eksklusi :

1. Perdarahan antepartum.

2. Penyakit sistemik yang menyertai ibu hamil (kelainan jantung, diabetes melitus, hipertensi kronis, preeklamsia/eklamsia, anemia)

3. Riwayat persalinan preterm pada kehamilan sebelumnya atau pernah dirawat dengan partus prematurus iminens pada kehamilan ini

4. Polihidramnion

5. Diketahui mempunyai kelainan kongenital yang fatal pada janin sehingga ada indikasi untuk diterminasi tanpa memandang umur kehamilan

(35)

6. Riwayat mendapat pengobatan dengan antibiotika dalam satu minggu terakhir

4.5 Perhitungan Besar Sampel Penelitian

Besar sampel pada penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut

Zα/22

PQ

n =

d2 n = besar sampel Zα/2 = 1,96

P = 44 % (0,44) Q = 1-P = 0,56

d = tingkat ketepatan, 0,13

Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan rumus di atas diperoleh besar sampel minimal penelitian ini adalah 56,01 sampel. Untuk menghindari adanya data yang tidak terbaca, maka ditambahkan 20 % sehingga menjadi 67,2 yang dibulatkan menjadi 68 sampel.

4.6. Identifikasi Variabel Penelitian 4.6.1 Variabel bebas

Kadar serum matrix metalloproteinase 9 (MMP-9) 4.6.2 Variabel tergantung

Persalinan preterm 4.6.3 Variabel terkontrol

Umur ibu, umur kehamilan dan paritas

(36)

4.6.4 Variabel perancu

Faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya persalinan preterm pada penelitian ini, antara lain:

1. Polihidramnion 2. Kehamilan kembar 3. Perdarahan ante partum

4. Riwayat abortus atau persalinan preterm sebelumnya 5. Penyakit sistemik pada ibu

6. Kelainan kongenital pada janin

4.7 Definisi Operasional Variabel

1. Umur ibu dihitung dari tanggal lahir atau yang tercantum dalam kartu tanda penduduk (KTP).

2. Umur kehamilan dihitung berdasarkan hari pertama haid terakhir (HPHT) atau berdasarkan hasil pemeriksaan dengan alat USG yang dilakukan oleh dokter spesialis obstetri ginekologi (SpOG) yang dilakukan pada umur kehamilan sebelum 20 minggu.

3. Paritas adalah jumlah anak yang pernah dilahirkan viable.

4. Kehamilan preterm adalah ibu hamil dengan umur kehamilan dari 28 minggu sampai 37 minggu.

5. Persalinan preterm spontan adalah adanya kontraksi uterus minimal 2 kali dalam 10 menit dengan pembukaan serviks ≥ 2 cm disertai penipisan serviks, keluar lendir campur darah pada umur kehamilan dari 28 minggu sampai 37minggu.

(37)

6. Kadar serum MMP-9 adalah kadar MMP-9 dari pemeriksaan sampel serum ibu hamil dengan cara megambil darah dari vena cubiti sebanyak 5 cc dan dimasukan ke dalam tabung SST (Serum Separator Tube), dibekukan selama 30 menit, selanjutnya di sentrifus selama 15 menit dengan 1000 x g. Kadar serum MMP-9 diukur dengan cara kit Quantikine Human MMP-9 (total) Immunoassay DMP900, diproduksi oleh R&D Systems,Inc, Minneapolis, United States of American. Kemudian menggunakan microplate reader untuk pengukuran panjang gelombang 450 nm.

7. Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta sebagian atau seluruhnya dari tempat implantasinya yang normal pada uterus sebelum janin dilahirkan, pada usia kehamilan diatas 20 minggu atau berat janin 500 gram.

8. Kelainan kongenital pada janin ialah kelainan kongenital mayor yang ditemukan dari pemeriksaan ultrasonografi oleh dokter SpOG atau setelah persalinan.

9. Polihidramnion adalah didapatkannya diameter vertikal kantong amnion > 8 cm pada pemeriksaan 1 kantong amnion dari pemeriksaan USG atau berdasarkan indeks cairan amnion yaitu : diameter vertikal kantong amnion terbesar pada 4 kuadran uterus > 25 cm.

10. Kehamilan dengan anemia adalah kehamilan yang ditandai dengan kadar Hb

< 11gr % dinilai dengan alat Cell-Dyn 3700 di Lab.RSUP Sanglah.

11. Leukositosis maternal adalah jumlah sel leukosit > 15.000/mm3 yang diambil dari darah tepi ibu dan dinilai dengan alat Cell-Dyn 3700 di Lab.RSUP. Sanglah

12. Hipertensi Kronis : bila diketahui ibu menderita tekanan darah ≥ 140/90

(38)

mmHg, sebelum umur kehamilan 20 minggu atau sebelum hamil.

13. Preeklampsia : komplikasi kehamilan yang ditandai timbulnya hipertensi yaitu tekanan darah sistolik ≥ 140/90 mmHg disertai proteinuria pada umur kehamilan ≥ 20 minggu.

14. Eklampsia adalah kejang dan atau koma pada kehamilan, persalinan dan atau nifas, dengan gejala preeklampsia sebelumnya.

15. Kehamilan dengan Diabetes Mellitus adalah adanya intoleransi karbohidrat, baik ringan (Toleransi Glukosa Terganggu = TGT), maupun berat (Diabetes Mellitus) yang terjadi atau diketahui pertama kali pada saat kehamilan berlangsung dan memenuhi kriteria WHO.

16. Kehamilan dengan Penyakit Jantung adalah kehamilan yang disertai dengan gangguan fungsi jantung berdasarkan kriteria New York Heart Assocciation (NYHA).

17. Riwayat persalinan preterm sebelumnya, ialah ibu hamil yang pada kehamilan sebelumnya pernah melahirkan pada umur kehamilan 28 sampai kurang dari 37 minggu atau berat badan lahir < 2500 gram.

18. Hamil Kembar adalah kehamilan dengan lebih dari satu janin yang ditemukan dari pemeriksaan ultrasonografi oleh dokter SpOG.

4.8 Alur Penelitian

Ibu-ibu hamil pada populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi dan bersedia ikut serta dalam penelitian (telah menandatangani formulir yang telah disediakan) diambil sampel darahnya, selanjutnya semua sampel penelitian dikelola sesuai dengan Pedoman Diagnosis dan Terapi

(39)

Bag/SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar. Secara skematis alur penelitian dapat dilihat pada gambar 4.2.

Gambar 4.2. Alur Penelitian

4.9 Prosedur Pengambilan dan Pengumpulan Data

Ibu hamil yang memenuhi kriteria sebagai sampel penelitian akan diberikan penjelasan tentang penelitian. Apabila setuju ikut serta dalam penelitian, mereka diminta menandatangani formulir persetujuan ikut serta dalam penelitian yang telah disediakan.

Ibu hamil preterm dengan atau tanpa tanda-tanda persalinan yang ANC di poliklinik dan VK IRD RS

Sanglah Denpasar

SAMPEL (persalinan preterm)

SAMPEL (Kehamilan preterm

tidak inpartu)

Kadar SerumMatrix Metalloproteinase-9

Kadar Serum Matrix Metalloproteinase-9 ANALISIS DATA

Kriteria Inklusi &

eksklusi Kriteria Eksklusi

Populasi terjangkau

 Anamnesa

 Pemeriksaan fisik

 Pemeriksaan obstetri

 Pemeriksaan lab Consecutive

sampling

(40)

Adapun langkah-langkah yang dilakukan pada sampel adalah, sebagai berikut:

1. Anamnesis yang meliputi nama, umur, alamat, pendidikan, paritas, hari pertama haid terakhir, USG, riwayat kehamilan dan persalinan sebelumnya dan riwayat penyakit yang pernah diderita.

2. Pemeriksaan fisik yang meliputi kesadaran, tekanan darah, nadi, pernafasan dan pemeriksaan status generalis dilanjutkan dengan pemeriksaan status obstetri.

3. Sampel akan diambil oleh petugas laboratorium klinik Prodia untuk pemeriksaan kadar serum MMP-9.

4. Pemeriksaan kadar serum MMP-9, dikerjakan dengan metode Quantikine Human MMP-9 (total) Immunoassay DMP900, diproduksi oleh R&D Systems,Inc, Minneapolis, United States of American. Dilakukan pengambilan darah vena cubiti sebanyak 5 cc dan dimasukan ke dalam tabung SST (Serum Separator Tube) yang telah disediakan dan biarkan membeku selama 30 menit sebelum disentrifugasi. Selanjutnya tabung dengan darah beku di sentrifus selama 15 menit dengan 1000 x g. Serum yang terbentuk diambil dan diperiksa secepatnya atau dibekukan dan disimpan pada suhu ≤ -200 C. Serum yang terkumpul selanjutnya ditentukan kadar serum MMP-9 dengan cara quantitative sandwich enzyme immunoassay technique. Kadar ditentukan dengan densitas optikal yang dinilai dalam 30 menit dengan menggunakan microplate reader 450 nm, kemudian dikoreksi dengan 540 nm atau 570 nm.

(41)

5. Hasil pemeriksaan kadar serum MMP-9 akan dikumpulkan dan dilakukan analisa statistik dengan menggunakan program SPSS for windows.

Semua kehamilan preterm dikelola sesuai dengan pedoman diagnosis dan terapi (protap) yang sudah ada. Sampel darah akan diambil dengan menggunakan spuit sekali pakai 5 ml, kemudian diberi label nomor sampel dan selanjutnya dibawa ke laboratorium klinik Prodia untuk diperiksa kadar serum MMP-9.

Ibu hamil preterm dengan tanda-tanda persalinan akan mendapat terapi deksamethason serta tokolitik, sampel darahnya akan terlebih dahulu diambil sebelum pemberian deksamethason. Hasilnya kemudian akan dikumpulkan dalam lembar pengumpulan data. Data yang telah terkumpul akan ditabulasi dan dianalisa.

4.10 Analisis Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini diolah dengan menggunakan program komputer SPSS for windows versi 17.0. Data yang diperoleh dianalisis sebagai berikut :

1. Analisis deskriptif yang meliputi variabel umur ibu, umur kehamilan dan paritas

2. Uji normalitas dengan kolmogorov-Smirnov 3. Uji homogenitas dengan Levene’s

4. Uji komperasi dengan t-independent sampel test

(42)

BAB V

HASIL PENELITIAN

Telah dilakukan penelitian "cross sectional" terhadap 68 ibu hamil preterm di poliklinik (unit rawat jalan) dan Ruang bersalin Rumah Sakit Sanglah Denpasar dari bulan Januari 2012 sampai bulan Desember 2012. 46 orang mengalami inpartu dan 26 orang tidak inpartu.

5.1 Karakteristik Sampel Penelitian

Karakteristik subjek meliputi umur, umur kehamilan, dan paritas disajikan pada Tabel 5.1.

Table 5.1

Perbandingan Karakteristik Subjek yang meliputi Umur, Umur Kehamilan, dan Paritas

Variabel

Kelompok Persalinan Preterm P

(n = 42)

Kehamilan Preterm Tidak Inpartu

(n = 26)

Umur (th) 27,64±6,69 27,58±6,26 0,968

Umur kehamilan

(minggu) 32,29±2,60 32,35±2,47 0,925

Paritas 1,19±1,22 0,85±1,05 0,236

Tabel 5.1 di atas menunjukkan bahwa dengan uji t-independent pada ketiga variabel didapatkan nilai p > 0,05. Hal ini berarti bahwa tidak ada perbedaan rerata umur, umur kehamilan, dan paritas antara kelompok persalinan preterm dengan kelompok kehamilan preterm tidak inpartu.

(43)

5.2 Perbedaan Kadar Serum Matrix Metalloproteinase-9 antara Persalinan Preterm dengan Kehamilan Preterm Tidak Inpartu

Analisis perbedaan kadar serum MMP-9 antara kelompok persalinan preterm dengan kelompok kehamilan preterm tidak inpartu diuji dengan uji t- independent. Hasil analisis disajikan pada Tabel 5.2.

Tabel 5.2

Perbedaan Rerata Kadar Serum Matrix Metalloproteinase-9 Kelompok Persalinan Preterm dan Kehamilan Preterm Tidak Inpartu

Kelompok Subjek N

Rerata Kadar Serum MMP-9

(ng/ml)

SB T P

Persalinan Preterm Kehamilan Preterm Tidak Inpartu

42 26

1198,10 492,28

432,79 145,32

8,02 0,001

Tabel 5.2 di atas, menunjukkan bahwa rerata kadar serum MMP-9 kelompok persalinan preterm adalah 1198,10±432,79 ng/ml dan rerata kadar MMP-9 kelompok kehamilan preterm tidak inpartu adalah 492,28±145,32 ng/ml.

Analisis kemaknaan dengan uji t-independent menunjukkan bahwa nilai t = 8,02 nilai p = 0,001. Hal ini berarti bahwa rerata kadar serum MMP-9 pada kedua kelompok berbeda secara bermakna(p < 0,05).

(44)

BAB VI PEMBAHASAN

Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi antara usia kehamilan 20 minggu sampai kurang dari 37 minggu atau 259 hari gestasi, dihitung dari haid pertama hari terakhir (WHO,2009). Persalinan prematur berkisar 6-10% dari seluruh kehamilan dan 75% merupakan penyebab kematian dan kesakitan perinatal tanpa kelainan kongenital (Husslein P, 2003). Bayi preterm terutama yang lahir dengan usia kehamilan < 32 minggu, mempunyai risiko kematian 70 kali lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang lahir cukup bulan karena imaturitas sistem organ tubuhnya (John, 2009).

Penyebab dari persalinan preterm sering kali tidak diketahui secara pasti.

Beberapa konsep yang menjelaskan penyebab terjadinya persalinan preterm pada dasarnya selalu dihubungkan dengan kejadian-kejadian infeksi didalam cairan amnion, utero-placental ischemia, regangan uterus yang berlebihan, kelainan- kelainan endokrin dan suatu immune response yang tidak normal dari ibu maupun janin. Lockwood, mengemukakan tentang hubungan antara kejadian persalinan preterm tersebut dengan proses keradangan yang terjadi pada jaringan desidua, korion dan amnion (Lockwood, 2001).

Matrix metalloproteinase (MMP) diproduksi oleh amnion, korion dan desidua dan berperanan penting dalam mempertahankan dan menghancurkan matriks ekstraselular dari korioamnion dan serviks. Beberapa MMP (MMP-1 dan MMP-2) diproduksi relatif stabil selama kehamilan, tetapi produksi MMP yang lain (MMP-3 dan MMP-9) meningkat selama persalinan. Korioamnionitis

(45)

menginduksi ekspresi dan pengeluaran MMP-9 dari membran, sehingga MMP-9 diketahui berkaitan spesifik dengan infeksi intra amnion (Locksmith GJ dkk,1999). Beberapa penelitian telah menunjukkan terdapat peningkatan kadar serum Matrix metalloproteinase-9 yang berkaitan dengan persalinan preterm.

6.1 Karakteristik Sampel

Berdasarkan hasil analisis umur ibu yang mengalami persalinan preterm memiliki rerata umur 27,64 ± 6,69 tahun. Sedangkan umur ibu hamil dengan kehamilan preterm tidak inpartu memiliki rerata umur 27,58±6,26 tahun. Secara statistik tidak ada perbedaan bermakna diantara kedua kelompok tersebut (P>0,05).

Berdasarkan hasil analisis umur kehamilan yang mengalami persalinan preterm memiliki rerata 32,29 ± 2,60 minggu. Sedangkan umur kehamilan dengan kehamilan preterm tidak inpartu memiliki rerata 32,35±2,47minggu. Tidak ada perbedaan bermakna diantara kedua kelompok tersebut (P>0,05)

Berdasarkan hasil analisis faktor paritas pada subjek penelitian didapatkan bahwa ibu hamil dengan persalinan preterm memiliki rerata paritas 1,19± 1,22 dan pada kehamilan preterm tidak inpartu didapatkan rerata paritas 0,85±1,05. Tidak ada perbedaan bermakna diantara kedua kelompok tersebut (P>0,05)

6.2 Kadar Serum Matrix Metalloproteinase-9

Pada penelitian ini berdasarkan distribusi kasus pada kedua kelompok didapatkan bahwa rerata kadar matrix metalloproteinase–9 (MMP-9) pada kelompok ibu hamil dengan persalinan preterm adalah 1198,10±432,79 ng/mldan

(46)

rerata kelompok kehamilan preterm tidak inpartu adalah 492,28±145,32 ng/ml.

Analisis kemaknaan dengan uji t-independent menunjukkan bahwa nilai t = 8,02 nilai p = 0,001. Hal ini berarti bahwa rerata kadar serum MMP-9 pada kedua kelompok berbeda secara bermakna(p < 0,05).

Banyak bukti yang menunjukan bahwa mungkin sepertiga kejadian persalian preterm pada populasi (wanita hamil) berkaitan dengan infeksi intra uteri. Dikemukaan oleh Goldenberg (2000), invasi bakteri pada koriodesidua yang merangsang pelepasan endotoksin, eksotoksin, dan mengaktifkan desidua dan membran janin untuk menghasilkan berbagai sitokin yaitu TNF-α, IL-1α, IL-1β, IL-6, IL-8 dan granulocyte colony-stimulating factor (GCSF) merangsang pembentukan dan pelepasan prostaglandin akan merangsang kontraksi uterus dimana invasi metalloproteinase pada membran korioamnion menyebabkan pecah ketuban dan juga menyebabkan perlunakan dan remodelling kolagen serviks sehingga terjadi persalian preterm.

Matrix metalloproteinase (MMP) merupakan kelompok enzim yang bekerja dengan mendegradasi komponen matrix ekstraselular. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa MMP dan inhibitor alaminya diproduksi oleh amnion, korion, dan desidua serta berperan penting dalam mempertahankan dan mendegradasi matriks ekstraselular dari amniokorion, segmen bawah rahim, dan serviks. Beberapa MMP (MMP-1 dan MMP-2) dihasilkan dalam jumlah yang relatif tetap selama kehamilan namun produksi enzim yang lain (MMP-3 dan MMP-9) meningkat selama proses persalinan. Korioamnionitis menginduksi munculnya dan pelepasan dari MMP-9 dari membran ( Lochsmith dkk, 1999).

(47)

Stimulasi sel amnion dan korion oleh IL-1β dan TNF-α menyebabkan peningkatan produksi prostaglandin E2 (PGE2) melalui cyclooxygenase (COX)-2.

PGE2 menyebabkan peningkatan produksi MMP-9 atau menyilang membran menstimulasi ripening serviks pada serviks atau menstimulasi kontraksi oleh miometrium (Peltier MR, 2003).

Pada penelitian ini kami dapatkan kadar serum MMP-9 pada persalinan preterm lebih tinggi dari pada kadar serum MMP-9 pada kehamilan preterm tidak inpartu. Sesuai dengan penelitian Ping-Xu dkk (2002), yang meneliti MMP-9 dan MMP-2 pada fetal membrane pada persalinan preterm dan kehamilan normal didapatkan kadar MMP-9 yang tinggi pada jaringan yang diambil dari pasien dengan persalinan preterm dibanding yang kehamilan normal. Fortunato dkk (1997) menemukan kadar MMP-9 pada wanita dengan infeksi intra-amnion.

Penelitian lain menemukan bahwa terdapat peningkatan kadar enzim ini dalam cairan amnion pada wanita dengan PPROM. Tu dkk (1998) menemukan bahwa kadar MMP-9 plasma meningkat tiga kali lipat pada wanita dengan rupture membrane spontan atau persalinan spontan.

Penelitian yang dilakukan oleh Harirah H dkk (2002) pada 84 wanita antara umur kehamilan 22-35 minggu dengan kontraksi preterm, kelahiran preterm, pecah ketuban, atau kemungkinan infeksi intraamnion. Dinyatakan konsentrasi MMP-9 dan IL-6 meningkat pada wanita dengan infeksi intraamnion.

Ditemukan spesifisitas yang lebih tinggi dan positive predictive values lebih tinggi pada MMP-9 dibandingkan IL-6. MMP-9 tidak terdeteksi pada sampel cairan amnion dengan hasil kultur negative (Harirah H,dkk,2002). Pada penelitian Locksmith (1999), nilai median kadar MMP-9 dari cairan amnion wanita yang

(48)

terbukti mengalami infeksi intra-amnion dari hasil kultur adalah sebesar 557 ng/mL, lebih besar secara signifikan dibandingkan wanita yang hasil kultur cairan amnionnya negatif (0 ng/mL). Pengukuran enzim ini secara tepat memprediksi ada atau tidaknya infeksi intra-amnion (akurasi 93%, p< 0.001).

Suatu penelitian oleh Dijkstra K DKK (2001) yang menilai MMP-1 dan MMP-9 pada cairan servikovaginal dari wanita selama kehamilan dan persalian didapatkan konsentrasi MMP-9 rendah (0;0-0.4ng/ml) pada pasien tidak inpartu dan meningkat 1 minggu sebelum persalian aterm (0,8;0-22.8ng/ml;p=0.001) dan selama persalian aterm (6.6; 0-30.6ng/ml;p=0.04). Sedangkan pada kehamilan preterm konsentrasi MMP-9 tidak terdeteksi tetapi meningkat pada pasien dengan persalian preterm (0.3;0-30ng/ml;p=0.02)

Kadar MMP-9 pada persalinan preterm dapat juga dihubungkan dengan pemeriksaan panjang servik dengan ultrasonografi. Pada penelitian yang dilakukan oleh Botsis D Dkk (2006), yang menilai panjang servik dan kadar plasma proMMP-9 untuk memprediksi kelahiran preterm pada wanita hamil dengan ancaman persalinan, mendapatkan nilai sensitifitas 81.1% dan spesitifitas 92.1% jika hanya dilakukan pemeriksaan panjang servik saja. Tetapi nilai sensitifitas dan spesitifitas meningkat menjadi sensitifitas 90,9% dan spesitifitas 98.3% ketika kedua pemeriksaan tersebut dilakukan.

(49)

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan rerata kadar serum matrix metalloproteinase-9 pada persalinan preterm dan kehamilan preterm tidak inpartu. Dimana rerata kadar serum matrix metalloproteinase-9 pada persalinan preterm lebih tinggi secara bermakna dibandingkan rerata kadar serum matrix metalloproteinase-9 pada kehamilan preterm tidak inpartu

7.2 Saran

Hasil penelitian menujukkan kadar serum matrix metalloproteinase-9 lebih tinggi pada persalinan preterm maka dapat disimpulkan inflamasi berperan penting pada persalian preterm. Namun masih memerlukan penelitian lebih lanjut dengan metode penelitian kasus control atau kohort dalam upaya prediksi persalian preterm untuk mencegah terjadinya persalinan preterm sehingga menurunkan kejadian mortalitas dan morbiditas perinatal.

(50)

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. Manajemen Persalinan Preterm. Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI, Semarang 24 – 26 Maret 2005.

Botsis D, Makrakis E, Papagianni V, Kouskouni E, Grigoriou O, Dendrinos S, Crestsas G. 2006.The Value of Cervical Length and Plasma proMMP9 Levels for The Prediction of Preterm delivery in Pregnant Women Presenting With Threatened Pretrem Labor. European Journal of Obstetrics&Gynecology. vol.128.

p. 108-112

Cockle, Gopichandran N, Walker J, Levene M, Orsi N. 2007.”Matrix metalloproteinases and their inhibitors in preterm perinatal complications”, Reproductive sciences, vol.14, pp. 629-645.

Creasy, R. K. et. al. 2009, Maternal-Fetal Medicine, 6th Ed, Elsevier, Philadelphia.

Cunningham, F.G.et al. 2005. Preterm delivery in Williams Obstetric, 22nd Ed, The McGraw Hill Comp, New York,p 763-808.

Cunningham FG, Lenovo KJ. 2010. Preterm Birth Williams Obstetrics, 23rd Ed, The McGraw Hill Comp, New York.p804-31.

Dijkstra K, Kuczynski E, Lockwood CJ, Visser GHA.2001. “matrix metalloproteinase -1 and-9 in cervicovaginal fluid form women during pregnancy and in labor”. Prenat Neonat Med 6, pp.122-28

Elmer P.2009. Preterm Birth. challenges and opportunitiesin prediction and prevention.

Fortunato SJ, Menon R, Lombardi SJ.1997. “Collagenolytic enzymes (gelatinases) and their inhibitors in human amniochorionic membrane”. Am J Obstet Gynecol. Vol.177, pp.731– 41.

Goldenberg RL, dkk.2000, “Intrauterine Infection and Preterm Delivery”, The New England Journal of Medicine, vol. 342, pp. 1500-1507.

Goldenberg RL, et al.2008. “Epidemiology and causes of preterm birth”. Lancet, vol. 371, pp.75-84.

Harirah H, Donia SE, Hsu CD. 2002,”Amniotic Fluid Matrix Metalloproteinase-9 and Interleukin-6 in Predicting Intra-amniotic Infection”, The American College of Obstetricians and Gynecologists, vol.99,no.1,pp 80-84.

Hole, J.W. et. al.2001, “Management of preterm labor”, JAOA, vol. 101, no.2, pp.14-18.

Gambar

Gambar 2.1. Tempat-tempat potensial infeksi bakteri intra uteri(Goldenberg 2000)
Gambar 2.2. Mekanisme Potensial Persalinan Preterm akibat Kolonisasi Bakteri  Koriodesidua ( Goldenberg 2000 )
Gambar 2.3. Jalur Patogenesis persalianan preterm (Lockwood CJ,2007)
Gambar 2.4. Skema aktivasi dari Matrik Metalloproteinase (Curry TE, dkk, 2002)
+5

Referensi

Dokumen terkait

Selanjutnya pada Judul lagu yang berbeda lagi namun masih dalam buku berjudul Kumpulan terlengkap lagu wajib nasional yang disusun Harris S Yulianto, Peneliti

Penggunaan Finite State Machine sebagai pemodelan dari karakter musuh mejadikan game ini menarik untuk dimainkan karena kemampuan musuh di setiap state untuk mencari,

Penelitian yang mendukung manfaat anthropometri salah satunya penelitian Shobha, Ravindra, and Deepali (2013) yang menunjukkan bahwa peningkatan pengukuran

Kadar phosphor yang tinggi dapat menurunkan kadar kalsium di tulang, melepaskannya ke darah, sehingga kadar kalsium dalam darah meningkat.. Ini akan menyebabkan tulang rapuh,

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mengevaluasi laju pertumbuhan udang vanamei dengan penambahan bakteri probiotik yang berbeda dan prebiotik ke dalam

Orang sering gegabah dalam mencari bentuk dasar adjektiva bervokal panjang, misalnya - dalam teks dijumpai adjektiva rare dan untuk mencari bentuk dasarnya dikira cukup hanya

Disusun untuk memenuhi tugas praktik keperawatan paliatif  Disusun untuk memenuhi tugas praktik keperawatan paliatif .. meraih gluksa arah engan

Nomor Loan : Integrated Community Driven Development (ICDD) Project - Phase II.. Nama Konsultan