• Tidak ada hasil yang ditemukan

Survei Derajat Self-Efficacy Dalam Usaha Untuk Berhenti Merokok pada Kelompok Mahasiswa Perokok Fakultas Kedokteran Universitas "X" di Kotamadya Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Survei Derajat Self-Efficacy Dalam Usaha Untuk Berhenti Merokok pada Kelompok Mahasiswa Perokok Fakultas Kedokteran Universitas "X" di Kotamadya Bandung."

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran self-efficacy pada kelompok mahasiswa perokok fakultas Kedokteran Universitas ”X” Di Kotamadya Bandung. Sampel penelitian terdiri dari responden yang berusia 18-27 tahun yang berjumlah 22 orang. Rancangan penelitian menggunakan teknik survei.

Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner self-efficacy yang disusun berdasarkan teori Albert Bandura, (dalam Schwarzer,R. & F. Reinhard,1994). Teknik yang digunakan untuk menghitung validitas adalah Spearman Ro (rs) (0,305–0,930) sedangkan reliabilitas dengan Alpha Cronbach (0,9295). Berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh hasil responden yang memiliki self-efficacy tinggi (45%) pada ketiga aspeknya, yaitu persepsi pada resiko merokok, aspek harapan hasil untuk berhenti merokok, dan aspek merasa yakin dapat berhenti merokok pada taraf tinggi. Sedangkan pada responden yang memiliki self-efficacy yang rendah (55%) dengan aspek persepsi resiko merokok, dan aspek harapan hasil untuk berhenti merokok tinggi namun untuk aspek merasa yakin dapat berhenti merokok pada taraf yang rendah.

Hasil penelitian ini dapat disarankan untuk pihak pimpinan dan staff Fakultas Kedokteran untuk meningkatkan pengawasan menjalankan Kode Etik Profesi Kedokteran guna menghasilkan lulusan profesi dokter yang dapat memberikan contoh dan tauladan cara hidup sehat bagi orang-orang di sekitarnya. Responden dengan self-efficacy rendah dapat dijadikan masukan dan informasi yang berguna untuk meningkatkan self-efficacy untuk berhenti merokok sehingga menciptakan kesehatan jasmani bagi dirinya maupun mengembangkan ilmu pengetahuan, dan dapat mengupayakan pencegahan dini untuk berhenti merokok. Bagi penelitian lain, untuk dapat melakukan penelitian lanjutan tentang self-efficacy dikaitkan dengan ruang lingkup yang lebih luas, antara lain dikaitkan dengan jumlah sampel yang lebih banyak, maupun penambahan varibel lain yang belum diteliti misalnya perbandingan antara laki-laki dan perempuan atau self-efficacy dikaitkan dengan aspek lainnya.

(2)

DAFTAR ISI

Hal

Lembar Judul

Lembar Pengesahan

Lembar Persembahan

Abstrak... iv

Kata Pengantar...v

Daftar Isi...viii

Daftar Bagan...xii

Daftar Tabel...xiii

Daftar Gambar...xiv

Daftar Lampiran...xv

BAB I PENDAHULUAN...1

1.1 Latar Belakang Masalah...1

1.2 Identifikasi Masalah...8

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian...9

1.4 Kegunaan Penelitian...9

1.5 Kerangka Pikir...10

1.6 Asumsi...25

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...26

2.1 Self-efficacy...26

2.1.1 Pengertian Self-efficacy...26

2.1.2 Sifat-sifat Self-efficacy...31

(3)

2.1.3 Mekanisme Self-efficacy...32

2.1.3.1 Fungsi dan pengaruh Self-efficacy...33

2.1.3.2 Kaitan antara Self-efficacy dengan tindakan...38

2.1.4 Sumber informasi mengenai self-efficacy...39

2.1.4.1 Enactive mastery experience………..39

2.1.4.2 Vicarious experience………...………….…...40

2.1.4.3 Verbal persuasion………..………...…..……41

2.1.4.4 Physiological and affective states……….….41

2.1.5 Faktor orientasi kendali diri pada self-efficacy...41

2.1.6 Faktor situasional pada self-efficacy...42

2.2 Perilaku merokok...43

2.2.1 Sejarah merokok...43

2.2.2 Pengertian merokok...49

2.2.3 Kandungan rokok...52

2.2.4 Penjelasan cara sistem tubuh menerima rokok menyebabkan kecanduan...58

2.2.5 Merokok ditinjau dari aspek kesehatan...59

2.2.6 Merokok ditinjau dari aspek Kode Etik Kedokteran Indonesia... 64

2.2.7 Upaya pencegahan dini untuk berhenti merokok...65

2.2.8 Kaitan Self-efficacy dengan perilaku merokok...67

2.2.8.1 Self-efficacy dan perilaku merokok...70

2..3 Teori perkembangan masa dewasa awal...80

(4)

2.3.1 Rentang usia masa dewasa awal (young adulthood)... 80

2.3.2 Perkembangan fisik...81

2.3.2.1Fungsi sensorik dan motorik...81

2.3.2.2Kesehatan pada masa dewasa awal...82

2.3.3 Perkembangan intelektual...83

2.3.4 Perkembangan moral...85

2.4 Konsep tingkah laku sehat...86

BAB III METODOLOGI PENELITIAN...87

3.1 Rancangan Penelitian...87

3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional...87

3.2.1 Variabel Penelitian...87

3.2.2 Definisi Operasional...88

3.3 Alat Ukur...89

3.3.1 Kuesioner Self-efficacy...89

3.3.2 Data Pribadi dan Data Penunjang...92

3.4 Uji Coba Alat Ukur...92

3.4.1 Uji Validitas dan Reliabilitas...93

3.4.1.1Uji Validitas...93

3.4.1.2 Uji Reliabilitas...93

3.5 Populasi Sasaran dan Teknik Sampel...94

3.5.1 Populasi Sasaran...94

3.5.2 Teknik Sampel...94

3.6 Teknik Analisis Data...95

(5)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………..……97

4.1 Gambaran Sampel...97

4.1.1 Gambaran Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin...97

4.1.2 Gambaran Sampel Berdasarkan Usia...97

4.2 Hasil Penelitian...98

4.2.1 Tabel Self-efficacy...98

4.3 Pembahasan...99

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...108

5.1 Kesimpulan...108

5.2 Saran...108

5.2.1 Saran Penelitian Lanjutan...109

Daftar Pustaka

Daftar Rujukan

Lampiran

(6)

DAFTAR BAGAN

Skema 1.1 Kerangka Pikir

Skema 3.1 Rancangan Penelitian

(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Pemberian Skor Self-efficacy

Tabel 3.2 Reliabilitas Alat Ukur

Tabel 4.1 Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 4.2 Gambaran Sampel Berdasarkan usia

Tabel 4.3 Hasil Penelitian Self-efficacy

Tabel 4.4 Gambaran Self-efficacy Tiap Aspek

(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Bahan Kimia dalam rokok

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Kisi-kisi Kuesioner Self-efficacy

Lampiran II Hasil Try-Out (Validitas & Reliabilitas Kuesioner Self-efficacy)

Lampiran III Kuesioner Self-efficacy

Lampiran IV Skoring Self-efficacy

Lampiran V Gambaran Subyek

Lampiran VI Data Penunjang

(10)

A

cheerful spirit is a good

medicine, but a downcast

spirit dries up the bones.

Proverbs 17:22

Dedicated to my Lord and my parents

(11)
(12)

LAMPIRAN II

HASIL TRY-OUT VALIDITAS KUESIONER SELF-EFFICACY

(13)

LAMPIRAN III

KATA PENGANTAR

Dengan Hormat,

Saya adalah mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha, Bandung.

Bersama ini saya memohon bantuan dan kerjasama Saudara untuk meluangkan waktu guna mengisi

kuesioner yang ada di balik halaman ini.

Kuesioner ini saya buat dalam rangka penyusunan tugas akhir di Fakultas Psikologi Universitas Kristen

Maranatha, Bandung.

Kuesioner ini berhubungan dengan penelitian yang sedang saya lakukan, yang bertujuan untuk

memperoleh gambaran mengenai Self-efficacy (keyakinan diri) untuk berhenti merokok.

Agar data yang saya kumpulkan dapat lebih bermanfaat bagi kedua belah pihak, maka saya

berharap Saudara mengisi angket ini apa adanya sesuai dengan kenyataan yang ada menggambarkan diri

Saudara yang sebenarnya. Semua data yang Saudara berikan akan saya jaga kerahasiaannya begitu juga

dengan identitas Saudara.

Atas bantuan yang telah Saudara berikan, saya mengucapkan terima kasih.

Bandung, Desember 2006.

Hormat Saya,

(14)

No. Kuesioner :

Nama ( Inisial) :………

Jenis Kelamin : L / P *)

Usia : ………...

Kuliah Semester :………

Status : Menikah / Belum menikah*)

Tinggal bersama : Orang tua / Kost / Dengan saudara*)

Riwayat Kesehatan :

a. Penyakit kronis : Ya / Tidak*)

Nama penyakit :………

Bilamana :………

Pengaruh saat ini :………

b. Kecelakaan : Ya / Tidak *)

Bagian yang terluka :………

Bilamana :………

Pengaruhnya pada saat ini :………

Kegiatan sehari-hari : Kuliah saja / Kuliah sambil bekerja*)

(15)

DATA PENUNJANG ;

1. Saudara merokok pertama kali sejak umur…………., belajar dari………

Tanggapan orang tua setelah mengetahui Saudara merokok……….

………

2. Apa alasan Saudara untuk tetap mempertahankan merokok ?

……….

………

3. Jika merokok, berapa banyak yang Saudara habiskan dalam satu hari ? (dalam batang)

……….

4. Apakah ada peraturan dalam profesi dokter untuk tidak merokok ?

Ada / Tidak Ada *) Secara Tersirat / Tersurat *) ?

Alasannya ………..……

………..……..

………

5. Setelah mempelajari ilmu kedokteran, apakah Saudara menyadari bahwa merokok itu membahayakan

kesehatan ? Ya / Tidak*)

6. Mengapa Saudara masih tetap melakukan merokok ?

………...………

………...………

………...………

7. Usaha apa saja yang sudah Saudara pernah lakukan untuk berhenti merokok?

………...………

………

8. Pernahkah Saudara memiliki pengalaman berhasil untuk berhenti merokok ? Ya/Tidak*)

Jika Ya, Apakah pengalaman berhasil untuk berhenti merokok tersebut meningkatkan keyakinan

(16)

9 . Apakah Saudara pernah mengamati teman/dosen/senior yang berprofesi dokter berhasil berhenti

merokok ? Ya/Tidak*)

Jika Ya, Apakah Saudara juga dapat yakin mengalami kesuksesan yang sama dalam berhenti

merokok ? Ya/Tidak*).

10. Pernahkah seseorang meyakinkan Saudara bahwa Saudara memiliki kemampuan untuk dapat

berhenti merokok ? Ya/Tidak*)

Jika Ya, Apakah ada usaha yang Saudara kerahkan dan lakukan untuk yakin dapat berhenti merokok

? Ya/Tidak*)

11. Pernahkan Saudara merasakan gangguan organ tubuh (misalnya: sesak nafas, pusing, mual,dll) pada

saat merokok? Ya/Tidak*)

Jika Ya, Apakah Saudara memiliki keyakinan untuk dapat berhenti merokok karena dengan

merokok dapat menyebabkan sakit ? Ya/Tidak*)

12. Harapan apa yang ingin Saudara saran atau usulkan dalam rangka menangani kegiatan

merokok ini ?

a. Di lingkungan Kampus Maranatha : ……….

……….………

b. Di lingkungan Fakultas Kedokteran UKM :……….…………

……….

(17)

KUESIONER

Petunjuk Pengisian :

1. Berilah tanda silang (X) pada kolom yang telah disedikan sesuai dengan pilihan Saudara.

2. Terdapat alternatif jawaban yang disediakan, terdiri dari empat pilihan, yaitu :

3. SS : Sangat setuju.

S : Setuju. KS : Kurang Setuju.

TS : Tidak Setuju.

3. Silahkan periksa kembali jawaban Saudara sebelum dikumpulkan.

4. Dalam hal ini semua jawaban adalah benar, setiap orang mempunyai jawaban yang khas untuk dirinya sendiri dan berbeda dengan orang lain, karena jawaban yang paling tepat adalah yang paling menggambarkan diri Saudara atau yang paling mendekati gambaran diri Saudara.

(18)

No. PERNYATAAN Sangat setuju Setuju Kurang setuju Tidak setuju

4. Alasan saya jika berhenti merokok itu harus berdasarkan kesadaran yang

6. Pada saat saya gagal untuk pertama kalinya mencoba untuk berhenti merokok, saya langsung menyerah untuk meneruskan merokok.

7. Saya yakin jika saya tetap merokok prediksi saya tidak akan mengganggu

11. Saya cenderung merasa sulit untuk berhenti merokok, walaupun saya telah melihat dosen saya berhasil untuk berhenti merokok.

(19)
(20)

No. PERNYATAAN Sangat setuju Setuju Kurang setuju Tidak setuju

26. Saya merasa banyak kendala untuk tidak merokok.

30. Saya tidak yakin untuk berhenti merokok karena sudah berbagai cara

saya lakukan untuk menghentikannya.

(21)

No. PERNYATAAN Sangat setuju Setuju Kurang setuju Tidak setuju

32. Jika saya dapat berhasil

berhenti merokok, berarti saya juga dapat berhasil berhenti merokok.

33. Saya tidak akan mengutamakan merokok untuk menenangkan diri saya jika sedang

menghadapi suatu masalah

34. Saya harus memberikan contoh yang baik yaitu tidak merokok untuk orang-orang disekitar saya.

35. Saya yakin untuk berhenti merokok karena saya mengetahui cara apa saja yang harus saya lakukan untuk berhenti merokok.

36. Saya merencanakan untuk berhenti merokok jika saya menjadi

38. Saya yakin tidak merasa tertarik untuk berhenti merokok.

(22)

LAMPIRAN IV

TABEL SKOR SELF-EFFICACY

SUBYEK SKOR KEMANDIRIAN KATEGORI

1 122 Tinggi

2 94 Rendah

3 143 Tinggi

4 102 Rendah

5 113 Rendah

6 125 Tinggi

7 110 Rendah

8 137 Tinggi

9 97 Rendah

10 80 Rendah

11 115 Rendah

12 114 Rendah

13 119 Tinggi

14 134 Tinggi

15 118 Tinggi

16 132 Tinggi

17 117 Tinggi

18 110 Rendah

19 111 Rendah

20 102 Rendah

21 148 Tinggi

22 101 Rendah

(23)
(24)
(25)
(26)

Self-efficacy

Data penunjang Tinggi Rendah

Jumlah % Jumlah %

8. Usaha yang pernah dilakukan Mengganti dgn

(27)

108

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian, maka di

tarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Sebagian besar mahasiswa perokok fakultas kedokteran yang

berusia 18-27 tahun di Universitas “X” di Kotamadya Bandung,

memiliki self-efficacy yang tinggi untuk berhenti merokok.

2. Mahasiswa perokok fakultas kedokteran yang memiliki self-efficacy

yang tinggi diikuti dengan aspek persepsi pada resiko merokok,

harapan yakin dapat berhenti merokok dan merasa yakin dapat

berhenti merokok pada taraf tinggi.

3. Mahasiswa perokok fakultas kedokteran yang memiliki self-efficacy

yang rendah akan diikuti dengan aspek persepsi resiko merokok,

dan aspek harapan hasil untuk berhenti merokok yang tinggi,

sedangkan pada aspek merasa yakin dapat berhenti merokok pada

taraf yang rendah.

4. Sumber terbentuknya self-efficacy yang sangat berperan dalam

usaha untuk berhenti merokok pada mahasiswa perokok fakultas

kedokteran ini adalah sumber Enactive mastery experience (pernah

(28)

109

5.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas dan menyadari berbagai keterbatasan yang

mewarnai hasil penelitian yang telah diperoleh, maka dapat di ajukan beberapa

saran yang sekiranya dapat memberikan manfaat bagi pihak yang membaca

penelitian, diantaranya :

1. Pihak pimpinan dan staff fakultas kedokteran, meningkatkan pengawasan

menjalankan Kode Etik Profesi Kedokteran, dan memberikan

pengetahuan tentang bahaya merokok pada para mahasiswanya guna

menghasilkan lulusan profesi dokter yang dapat memberikan contoh dan

tauladan cara hidup sehat bagi orang-orang di sekitarnya.

2. Para mahasiswa perokok fakultas kedokteran memiliki self-efficacy yang

rendah 55% dapat dijadikan masukan dan informasi yang berguna untuk

meningkatkan self-efficacy untuk berhenti merokok dalam menciptakan

kesehatan jasmani bagi dirinya pribadi maupun mengembangkan ilmu

pengetahuan tentang kesehatan yang berhubungan dengan perilaku

merokok berbahaya bagi kesehatan.

5.2.1. Saran Penelitian lanjutan

Bagi penelitian lain, untuk dapat melakukan penelitian lanjutan tentang

self-efficacy dikaitkan dengan :

1. Jumlah sampel yang lebih banyak.

2. Penambahan variabel lain yang belum diteliti, misalnya perbandingan antara

laki-laki dan perempuan, maupun self-efficacy dikaitkan dengan aspek

(29)
(30)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Deputi Menko Kesra Bidang Koordinasi Kesehatan dan Lingkungan Hidup

mengatakan bahwa Indonesia merupakan negara kelima konsumen tembakau di

dunia setelah Cina, Amerika, Rusia, dan Jepang. Sebanyak 70% penduduk

Indonesia adalah perokok aktif. Catatan Organisasi Kesehatan Dunia

menunjukkan setiap tahun 215 miliar rokok dikonsumsi di Indonesia. Konsumen

bukan hanya orang dewasa namun juga remaja. Selama tahun 2005 tercatat 13,2%

remaja Indonesia telah merokok. Sementara lebih dari 43 juta anak Indonesia

hidup serumah dengan perokok dan menjadi penghisap asap tembakau aktif.

(Abubakar, Kompas, 1 Juni 2006)

Hasil Survei tentang Kesehatan Rumah Tangga dari Departemen Kesehatan

menunjukkan bahwa 59,04% laki-laki dan 4,38% perempuan Indonesia adalah

perokok. Keseluruhan terdapat 31,4% dari jumlah penduduk Indonesia yang

merokok. Penduduk Indonesia pada tahun 2003 berjumlah 220 juta, artinya

terdapat 69.080.000 orang yang merokok, laki-laki maupun perempuan. (Kompas,

31 Agustus 2003).

Merokok adalah suatu kebiasaan yang merupakan kecanduan untuk

menghisap zat nicotine yang terkandung dalam rokok. Zat ini sangat berbahaya

bagi kesehatan tubuh manusia dan dapat menimbulkan berbagai macam penyakit

(31)

2

testoteron, dsb. Asap rokok yang dihisap berpengaruh terhadap sistem saraf

manusia dan paru paru yang dipenuhi oleh asap karbondioksida baik oleh orang

yang merokok (perokok aktif) apalagi berbahaya pada orang orang yang sedang

ada disekelilingnya (perokok pasif).

Jaringan Mahasiswa Kesehatan Indonesia (JMKI) Wilayah Priangan,

berujuk rasa di depan Gedung Sate, membuat pernyataan sikap tentang masalah

yang ditimbulkan tembakau (rokok) dan solusi penanganannya. Pernyataan

tersebut ditandatangani 12 institusi pendidikan kesehatan se-Jawa Barat, salah

satunya Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha, yang menginginkan

pengendalian peredaran rokok itu antara lain dengan pembatasan kadar

maksimum tar dan nikotin, penetapan tempat bebas rokok, sosialisasi, dan

larangan penjualan rokok untuk anak usia sekolah. (Kompas, 1 Juni 2006).

Perilaku merokok ini sangat banyak kerugiannya berakibat pada

kesehatan, namun tetap saja sebagian orang memilih untuk terus merokok. Staf

pengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Dipenogoro menyatakan bahwa

prinsip dasar derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh perilaku. Hampir

semua perokok pasti mengerti kalau kebiasaan merokok itu merupakan perilaku

yang tidak baik bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain. Namun, sebagian

besar para perokok mengalami kesulitan untuk menghilangkan kebiasaan tersebut

karena sudah kecanduan akan nikmatnya rokok. Resiko mengalami serangan

jantung akan dua kali lebih besar bagi perokok berat, bahkan resiko menghadapi

kematian mendadak karena penyempitan pembuluh darah, ternyata lima kali lebih

(32)

3

dalam rokok adalah racun bagi tubuh. Nikotin yang terserap dalam setiap isapan

rokok memang tidak mematikan tetapi tetap membahayakan jantung. (Anies,

Kompas, 10 Juli 2002).

Dalam penelitian yang dilakukan Prof. Soesmalijah Soewondo (1983) dari

Fakultas Psikologi UI tentang orang yang tidak berhenti merokok diperoleh

jawaban bahwa bila tidak merokok, akan susah berkonsentrasi, gelisah, bahkan

bisa jadi gemuk; sedangkan bila merokok, akan merasa lebih dewasa dan bisa

timbul ide-ide atau inspirasi. Faktor-faktor psikologis dan fisiologis inilah yang

banyak mempengaruhi kebiasaan merokok di masyarakat. Studi di Semarang,

pada tahun 1973 oleh Prof. Boedi Darmojo mendapatkan prevalensi merokok

pada 96,1% tukang becak, 79,8% paramedis, 51,9% pegawai negeri, dan 36,8%

dokter. (Berita Komite Nasional Penanggulangan Masalah Merokok,

http://antirokok.or.id, 15 September 2006). Data ini membuktikan bahwa masih

ada profesi dokter yang merokok.

Profesi kesehatan, terutama para dokter, berperan sangat penting dalam

penyuluhan dan menjadi contoh bagi masyarakat. Kebiasaan merokok pada dokter

harus segera dihentikan. They are important exemplars: they do practise what

they preach. Perlu pula pembatasan kesempatan merokok di tempat-tempat

umum, sekolah, kendaraan umum, dan tempat kerja; pengaturan dan penertiban

iklan promosi rokok; memasang peringatan kesehatan pada bungkus rokok dan

iklan rokok. (Tandra, 30 Juni 2003).

Salah satu bidang Profesi Kesehatan yang terpandang oleh masyarakat

(33)

4

yang mempunyai kemampuan untuk menggerakkan potensi yang ada bagi

terwujudnya tujuan kesehatan individu, keluarga dan masyarakat umumnya.

Seorang dokter dalam menjalankan profesinya diatur hak dan

kewajibannya dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia. Salah satu kewajiban yang

berhubungan dengan perilaku merokok ini dikutip dalam Pasal 17: Setiap dokter

harus memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan baik. Dokter harus

memberi teladan dalam memelihara kesehatan, melakukan pencegahan terhadap

penyakit, berperilaku sehat sehingga dapat bekerja dengan baik dan tenang.

(KODEKI, 1983)

Berdasarkan hasil penelitian Dewiyanti (2003) Pada kenyataannya

kebiasaan merokok ini sulit dihilangkan dan jarang diakui sebagai suatu kebiasaan

buruk walaupun yang bersangkutan sudah mengetahui akan berbagai

bahayanya. Kalangan dokter yang telah mengetahui bahaya merokok ternyata

masih tidak dapat mengubah perilakunya. Menurut IB. Ngurah Rai, (dalam

Dewiyanti, 2003) pada tahun 2001 di Indonesia terdapat 15% kalangan dokter

yang merokok. Angka yang cukup memprihatinkan ini yang membuat perlu

sosialisasi mendalam tentang bahaya rokok terhadap kesehatan tubuh. Larangan

untuk merokok di lingkungan Fakultas Kedokteran di Universitas Maranatha ini,

telah lama disosialisasikan tetapi pada kenyataannya masih banyak mahasiswa

sebagai calon dokter yang kurang perduli dengan peringatan tersebut. Masih

banyak terlihat mahasiswa yang merokok di area Fakultas Kedokteran, padahal

(34)

5

masyarakat di bidang kesehatan, seyogyanya dapat menghindari kebiasaan buruk

tersebut.

Dokter ketika berpraktek bisa secara langsung memberikan penyuluhan

pada para pasien agar tidak merokok. Pasien yang masih mengalami kesulitan

untuk meninggalkan kebiasaan merokok, yang sangat disukai tidaklah mudah,

harus disertai dengan niat yang tinggi, dan keyakinan diri yang tinggi pasti

mampu. (Moeloek, 2005).

Self-Efficacy adalah keyakinan yang dimiliki dalam diri seseorang untuk

mengorganisir dan memutuskan macam tindakan yang diperlukan untuk

mengatur dalam menghadapi suatu situasi. (Bandura, 1995). Self-efficacy ini

dapat memiliki peran yang cukup unik dalam menghasilkan suatu perilaku.

Self-efficacy merupakan pendirian atau keyakinan dalam diri seseorang yang memiliki

peran penting sehingga seseorang dapat berhasil melaksanakan tingkah laku yang

diperlukan untuk mendapatkan suatu tujuan atau hasil. Kekuatan dari pendirian

seseorang dalam pikiran mereka adalah faktor yang sangat efektif sehingga

mereka akan selalu berusaha untuk mengatasi berbagai situasi yang sangat sulit

sekalipun untuk mencapai suatu tujuan atau hasil yang telah ditetapkan.

Didalam penelitiannya G. Alan Marlatt, John S. Baer, dan Lori A.

Quigley (1985), peran Self-efficacy dalam tingkah laku ketergantungan/Addictive

behavior memiliki peran yang saling bertolak belakang. Hal ini dijelaskan jika

para perokok percaya bahwa merokok adalah menguntungkan dan berdampak

positif bagi dirinya, pernyataan dalam tingkah laku keyakinan diri akan diarahkan

(35)

6

mempertahankan perilaku kebiasaan merokok tersebut. Peran Self-efficacy juga

berperan penting didalam mengubah kebiasaan yang buruk seperti dampak negatif

dari merokok, dengan keyakinan diri yang kuat seseorang akan menyusun,

mengatur dan merencanakan dalam kognitifnya sehingga menghasilkan tingkah

laku yang mengarah pada hal atau tujuan menghentikan perilaku merokok.

Dalam Social Learning Theory dari Bandura (1977;1978b), self-efficacy

merupakan komponen penting dari serangkaian sistem diri (self system) manusia,

dalam hal ini sistem diri merupakan pusat penentu hubungan timbal balik pribadi

individu dengan lingkungan eksternal dalam perubahan perilaku (Hall et. all,

1985)

Hasil wawancara dengan beberapa orang mahasiswa Fakultas Kedokteran

perokok di Universitas “X” ini, menunjukkan bahwa mereka: sehubungan dengan

statusnya sebagai mahasiswa kedokteran yang mempelajari ilmu kesehatan,

mereka pernah mencoba untuk berhenti merokok tetapi tidak bertahan lama, ada

yang mengatakan dapat bertahan 2 minggu ada juga 1 bulan, tetapi menurut

mereka jika dibandingkan dengan statusnya sebagai pelajar dahulu, saat sebagai

mahasiswa kedokteran dapat mengurangi frekwensi merokok.

Self-efficacy untuk berhenti merokok dapat dihasilkan dari pengalaman

keberhasilan untuk menghentikan perilaku merokok yaitu enactive mastery

experience. Mahasiswa kedokteran ini berpendapat masih banyak dokter dan

senior melakukan perilaku merokok dan para mahasiswa ini pernah melihat

dokter yang menjadi dosen itu merokok, melihat seseorang sebagai model yaitu

(36)

7

Pada saat diterima sebagai mahasiswa baru fakultas kedokteran, sudah ada

peraturan yang ditetapkan oleh pihak fakultas bahwa mahasiswa dilarang untuk

merokok di Lingkungan Fakultas Kedokteran.

Mereka merasakan bahwa rokok itu memiliki manfaat yang sangat

berpengaruh untuk dapat berkonsentrasi dalam mengerjakan laporan praktikum

yang sangat banyak dan padat, yang harus dikerjakan sampai dinihari tidak tidur,

lalu mereka juga berpendapat bahwa perilaku merokok membuat lebih

rileks/santai.

Pada dasarnya sumber terbentuknya self-efficacy diatas sudah dimiliki oleh

mahasiswa kedokteran yang merokok ini, dan juga mengetahui dampak negatif

dari merokok tersebut. Menurut mereka merokok melihat tempat dan situasinya,

mereka merokok di tempat tertentu, seperti di kantin kampus, dan di rumahnya.

Pandangan mereka selama perilaku merokok tidak mengganggu orang lain (hanya

dilakukan sendiri) menurut mereka sah saja, karena alasan salah satunya dengan

merokok dapat membantu dalam mengurangi stress pada saat mengerjakan tugas

laporan praktikum yang sangat padat.

Self-efficacy berkaitan dengan keyakinan seseorang bahwa ia dapat

mempergunakan kontrol pribadi pada motivasi, perilaku dan lingkungan sosialnya

(Bandura,1984). Dalam berperilaku tertentu atau tidak, seseorang tidak hanya

mempertimbangkan informasi dan keyakinan tentang kemungkinan kerugian atau

keuntungannya saja, tetapi juga mempertimbangkan sampai sejauh mana dia dapat

(37)

8

Self-efficacy, sehubungan dengan lingkungan seseorang tidaklah sebatas

pengetahuan/knowledge tentang apa yang harus (akan) dilakukan. Lebih dari itu,

self-efficacy meliputi kemampuan kognitif, kemampuan sosial, dan keterampilan

berperilaku yang harus diatur dalam suatu rangkaian tindakan yang terintegrasi

untuk mencapai tujuan atau maksud tertentu. (Bandura 1986).

Mahasiswa kedokteran dipandang memiliki knowledge yang cukup

kompeten dalam hal perilaku merokok ini, baik dampak pada organ tubuh

manusia secara fisik neurologi maupun dampaknya pada jiwa seorang perokok.

Diharapkan dengan adanya knowledge yang dimiliki seseorang akan berdampak

pada self-efficacy perilaku merokok pada mahasiswa kedokteran sehingga

menghasilkan tingkah laku yang lebih sehat.

Berdasarkan gambaran tersebut diatas, peneliti ingin mengetahui lebih

lanjut mengenai gambaran tentang self-efficacy untuk berhenti merokok pada

mahasiswa kelompok perokok di fakultas kedokteran.

1.1. Indentifikasi Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka yang ingin diketahui dalam penelitian ini

adalah : Bagaimana gambaran derajat self-efficacy dalam usaha untuk berhenti

merokok pada kelompok mahasiswa perokok Fakultas Kedokteran Universitas

(38)

9

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1. Maksud penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran derajat

mengenai self-efficacy dalam usaha untuk berhenti merokok pada kelompok

mahasiswa perokok Fakultas Kedokteran Universitas “X” Di Kotamadya

Bandung.

1.3.2 Tujuan penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana derajat

self-efficacy dalam usaha untuk berhenti merokok pada kelompok mahasiswa

perokok Fakultas Kedokteran Universitas “X” Di Kotamadya Bandung.

1.4. Kegunaan Penelitian

1.4.1. Kegunaan Ilmiah

1.4.1.1. Bagi disiplin ilmu kedokteran, sebagai bahan masukan mengenai

gambaran self-efficacy pada kelompok mahasiswa perokok

Fakultas Kedokteran Universitas “X” Di Kotamadya Bandung.

1.4.1.2. Untuk penelitian selanjutnya, untuk mendapatkan suatu langkah

awal mengenai teori Self-efficacy yang lebih spesifik.

1.4.2. Kegunaan Praktis

Kegunaan praktis penelitian ini untuk pihak-pihak yang terkait sebagai

berikut:

1.4.2.1. Bagi mahasiswa kedokteran, sebagai bahan pertimbangan untuk

(39)

10

profesional, dan menjadi tauladan bagi masyarakat dimanapun

berada sehingga memiliki self-efficacy yang tinggi untuk berhenti

merokok.

1.4.2.2 Bagi bidang civitas akademika, memberikan masukan untuk dapat

menindak lanjuti jika ingin memberikan terapi bagi kelompok

mahasiswa perokok, guna menghasilkan para lulusan dokter yang

memiliki kesadaran kesehatan baik bagi dirinya maupun

lingkungannya.

1.5. Kerangka Pikir

Mahasiswa yang berada pada usia masa remaja akhir ini, berada pada

tahap perkembangan kognitif formal operasional dan mereka dapat

memperhatikankesehatan dengan cara yang lebih hipotesis dan abstrak. Pada usia

mahasiswa ini menjadi lebih cenderung menggambarkan kesehatan dengan

menggunakan komponen psikologis, emosional, dan sosial, dan menganggap

bahwa tingkah laku mereka adalah hal yang penting bagi kesehatan mereka

sendiri. Millstein, 1991 (dalam Santrock, 1996)

Faktor yang berperan untuk memutuskan melakukan perilaku merokok

yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal adalah yang

berhubungan dengan hal atau situasi yang berada di luar diri individu, diantaranya

adalah lingkungan teman untuk pergaulan, lingkungan rumah seperti melihat

orang tua yang merokok, dan Life Style Habit/Kebiasaan Gaya hidup dengan

(40)

11

mensponsori acara/momen akbar olahraga dunia maupun acara panggung hiburan.

Faktor internal berhubungan dengan hal atau situasi yang berada di dalam diri

individu, seperti pola pikir, persepsi, kognisi, memprosesan informasi,

motivasional, dan afeksi (ketegangan emosional, stress, dan lainnya).

(Santosa,1993)

Keputusan seseorang untuk merokok atau tidak merokok secara umum

dapat merupakan fungsi dari self-efficacy akan akibat-akibat tingkah laku

merokok, baik yang bersifat positif maupun negatif. Akibat positif tersebut dapat

berupa: mengurangi stress, membawa ke arah penerimaan kelompok teman

sebaya, memberi kesibukan, relaksasi, menolong untuk berkonsentrasi dsb. Akibat

negatif seperti: mengganggu orang lain, meningkatkan ketergantungan pada

rokok, penyebab pernafasan buruk, meningkatkan kemungkinan terkena kanker,

bau tidak enak dsb. Bagi individu tertentu, misalnya seorang perokok berat,

akibat-akibat yang bersifat positif cenderung menutupi akibat-akibat yang bersifat

negatif. Sebaliknya bagi individu yang tidak merokok, akibat-akibat yang bersifat

negatif dapat meniadakan segala akibat-akibat yang positif. Artinya para perokok

berat sudah melupakan dampak zat nicotine meracuni tubuh yang dapat

menyebabkan berbagai penyakit seperti : kanker, impotensi, dan dampak negatif

lainnya tetapi hanya ingat rokok itu dapat menimbulkan ketenangan, dapat

membantu dalam menghasilkan inspirasi. (Locken,1982)

Mahasiswa Kedokteran yang merokok adalah calon dokter yang nantinya

diharapkan dapat melakukan penyesuaian diri dengan profesi pekerjaan seorang

(41)

12

Indonesia. Perilaku merokok seorang dokter berkaitan dengan beberapa pasal

yaitu: Kewajiban Umum Pasal 8 yang berbunyi: upaya meningkatkan derajat

kesehatan masyarakat itu maka pelayanan kedokteran mencakup semua aspek

(pelayanan kesehatan paripurna), yaitu promotif, preventif, kuratif dan

rehabilitatif. Dalam Pasal 17, yang berbunyi: Setiap dokter harus memelihara

kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan baik. Dokter harus memberi teladan

dalam memelihara kesehatan, melakukan pencegahan terhadap penyakit,

berperilaku sehat sehingga dapat bekerja dengan baik dan tenang.

(KODEKI,1983)

Kegiatan merokok ini pada jaman sekarang sudah menjadi suatu Life Style

Habit. Profesi kesehatan, terutama para dokter, berperan sangat penting dalam

penyuluhan dan menjadi contoh bagi masyarakat. Kebiasaan merokok pada dokter

harus segera dihentikan. They are important exemplars: they do practise what

they preach. (Tandra, 2003)

Dokter ketika berpraktik bisa secara langsung memberikan penyuluhan

pada para pasien agar tidak merokok. Pasien yang masih mengalami kesulitan

untuk meninggalkan kebiasaan merokok, yang sangat disukai tidaklah mudah,

harus disertai dengan niat yang tinggi, dan keyakinan diri yang tinggi pasti

mampu. (Moeloek, 2005).

Menurut Bandura (1995) Self-efficacy yang mengacu pada keyakinan

didalam diri seseorang untuk mampu mengorganisir dan melaksanakan macam

tindakan yang diperlukan untuk mencapai hasil atau tujuan tertentu. Self-efficacy

(42)

13

efficacy ini jika para perokok percaya bahwa merokok adalah menyediakan

keuntungan dan percaya bahwa zat nikotin berdampak baik dan positif seperti

misalnya dapat membantu dalam menyelesaikan suatu tugas sehingga

memunculkan inspirasi, membuat santai, membantu konsentrasi, maka

pernyataan dalam tingkah laku keyakinan diri akan diarahkan pada perilaku yang

diperlukan untuk terus yakin dengan melanjutkan mempertahankan perilaku

kebiasaan merokok tersebut. Self-efficacy juga berperan penting didalam merubah

kebiasaan yang buruk seperti dampak negatif dari merokok, dengan keyakinan diri

yang kuat seseorang akan menyusun, mengatur dan merencanakan dalam

kognitifnya sehingga menghasilkan tingkah laku yang mengarah pada hal atau

tujuan menghentikan perilaku merokok. (Marlatt dkk,1985).

Self-efficacy untuk berhenti merokok ini dapat dibentuk dari 4 sumber,

yaitu : Enactive mastery experience, vicarious experience, verbal persuasion, dan

physiological and affective states. Enactive mastery experience merupakan

sumber informasi yang paling banyak mempengaruhi self-efficacy perilaku

merokok seseorang, karena langsung didasarkan pada pengalaman keberhasilan

untuk menghentikan perilaku merokok. Intensitas semakin sering mahasiswa ini

berhasil untuk mengurangi merokok akan menciptakan self-efficacy yang semakin

tinggi untuk dapat berhenti merokok, seperti pengalaman berhasil untuk mencoba

mengurangi jumlah rokok yang dihisap per hari secara berkelanjutan, ini akan

membentuk self-efficacy yang kuat dalam diri mahasiswa untuk dapat berhenti

merokok, sedangkan pengalaman kegagalan dalam mengurangi jumlah rokok

(43)

14

mahasiswa untuk berhenti merokok. Pengaruh self-efficacy terhadap pengalaman

baru tergantung pada sifat dan kekuatan persepsi diri yang ada sebelumnya, yang

akan menentukan apakah pengalaman baru tersebut dapat dikuasai atau tidak. Jika

telah terbentuk perasaan self-efficacy yang kuat melalui pengalaman berhasil

untuk berhenti merokok, apabila mengalami suatu kegagalan dalam hal ini mulai

menghisap rokok kembali misalnya, maka hanya sedikit kemungkinannya dapat

berpengaruh terhadap pertimbangan tentang kemampuan yang telah ada. Hal ini

disebabkan mahasiswa ini telah yakin terhadap kemampuan yang telah mereka

miliki, lebih menganggap bahwa memulai menghisap rokok kembali tersebut

disebabkan oleh faktor situasional, atau kurang gigihnya mahasiswa ini berusaha,

atau disebabkan telah melakukan strategi yang salah.

Vicarious experience merupakan sumber terbentuknya self-efficacy

seseorang dari hasil melihat/mengamati orang lain yang dipandang sebagai model,

maka apabila mahasiswa kedokteran ini melihat model tersebut memiliki tingkah

laku berhenti merokok, hal ini dapat menimbulkan self-efficacy bahwa sebagai

mahasiswa kedokteran juga dapat melakukannya. Seperti dihasilkannya

Self-efficacy untuk melakukan perilaku merokok, para mahasiswa kedokteran yang

merokok mengamati tingkah laku merokok atasan/dosen/senior/teman dalam satu

profesi kedokteran dalam hal ini, akan berpengaruh pada penegakan norma yang

berlaku dalam kelompok tersebut yaitu dalam hal ini norma kedokteran yang

dirasa memiliki fungsi yang berkurang dari norma atau aturan yang diberlakukan

dalam kelompok tersebut. Selain itu keefektifan akan lebih tercapai jika kinerja

(44)

15

mahasiswa kedokteran ini dan model tersebut memiliki keterampilan atau

kemampuan, usia, serta karakteristik personal yang kurang lebih sama. Menurut

(Bandura,1989), pengamatan terhadap model berupa pengalaman orang lain akan

lebih efektif dibandingkan sumber self-efficacy lainnya, self-efficacy yang kuat

pada mahasiswa kedokteran untuk berhenti merokok dapat dihasilkan dari

mengamati model misalnya seorang dosen/teman yang dahulunya merokok

sekarang berhenti merokok. Pengamatan terhadap pengalaman orang lain akan

berpengaruh pada penilaian self-efficacy mahasiswa kedokteran yang merokok,

hal ini disebabkan antara lain karena mahasiswa ini tidak atau kurang mengetahui

secara pasti sejauh mana kemampuan yang telah dimilikinya, sehingga tidak dapat

membandingkannya dengan kemampuan orang yang dijadikan model/contoh

tersebut.

Verbal persuasion merupakan sumber terbentuknya self-efficacy

seseorang. Orang yang dipersuasi positif secara verbal bahwa mereka mampu

melakukan untuk berhenti merokok, akan mengembangkan usaha yang lebih besar

untuk mengatasi perasaan takut dan kegagalan. Pengaruh persuasi positif verbal

terhadap self-efficacy untuk berhenti merokok nampak pada adanya usaha yang

cukup keras untuk mencapai sukses dengan cara mengerahkan, mengembangkan

keterampilan dan pengetahuan dalam kognitifnya, sehingga pada akhirnya

meningkatkan perasaan self-efficacy untuk berhenti merokok. Kode Etik Profesi

Kedokteran, setiap dokter harus memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja

dengan baik. Dokter harus memberi teladan dalam memelihara kesehatan,

(45)

16

bekerja dengan baik dan tenang. Seorang dokter disarankan untuk berperilaku

sehat untuk tidak merokok karena rokok dapat menyebabkan gangguan kesehatan.

Kode Etik Kedokteran ini merupakan contoh persuasi positif, hanya disarankan

tidak ada sangsi atau hukuman jika melakukan perilaku merokok. Pada mahasiswa

kedokteran ini jika diberikan persuasi negatif, maka akan melemahkan

self-efficacy berhenti merokok, contohnya: rekan sejawat yang merokok menawarkan

produk rokok baru pada mahasiswa kedokteran yang memiliki tujuan/goal untuk

berhenti merokok, rekannya mengatakan bahwa rokok ini berbeda membuat lebih

rileks misalnya, dengan sedikit memaksa maka mahasiswa yang memiliki

tujuan/goal untuk berhenti merokok akan melemahkan self-efficacy untuk berhenti

merokok karena adanya bujukan untuk mencoba sehingga dapat menambah

pengalaman dalam kognitifnya biarpun mahasiswa yang ingin berhenti merokok

ini mencobanya hanya satu batang rokok namun dampak selanjutnya jika bujukan

rekan sejawatnya itu benar maka akan menghasilkan self-efficacy yang rendah

untuk berhenti merokok sehingga meneruskan untuk tetap merokok. Pengaruh

verbal persuasi juga dipengaruhi dari orang figur signifikan yang mengatakannya,

semakin signifikan orang yang memberikan persuasi terhadap dampak dari

perilaku merokok ini, semakin berpengaruh terhadap self-efficacy untuk berhenti

merokok pada mahasiswa kedokteran ini, seperti ada norma/aturan yang berlaku

di lingkungan kampus fakultas kedokteran dengan adanya sangsi baik berupa

teguran, peringatan maupun hukuman. ( Bandura, 2002)

(46)

17

mengenai keadaan mental maupun fisiknya sendiri. Anggapan mahasiswa sendiri

mengenai keadaan fisiologisnya sebagian berperan dalam menentukan keputusan

apakah ia tetap melakukan perilaku merokok atau dapat berhenti melakukan

perilaku merokok. Mahasiswa kedokteran beranggapan merokok dapat

mengganggu kesehatan fisiknya, dengan merokok dapat meningkatkan resiko

timbulnya berbagai penyakit, seperti penyakit jantung dan gangguan pembuluh

darah, Karsinoma (Ca) paru-paru, (Ca) rongga mulut, (Ca) laring, (Ca)

oesophagus, bronchitis,tekanan darah tinggi, impotensi, serta gangguan kehamilan

dan cacat pada janin. (Dewiyanti, 2003). Hal ini dapat menghasilkan tingginya

Self-efficacy untuk berhenti merokok dengan adanya pertimbangan dampak

negatif bagi kesehatan fisik mahasiswa kedokteran yang merokok ini. Pada

penghayatan keadaan mental psikologis, jika mahasiswa kedokteran yang

merokok ini menghayati bahwa merokok itu berkaitan dengan masalah relaksasi

dan kenikmatan sensoris. Didalam penelitian Nesbitt (Kleinke,dkk.1963)

menyimpulkan bahwa orang yang merokok merasa relaks saat merokok karena

mereka mengatributkan semua gejala yang timbul saat merokok ke dalam

rokoknya. Menurut Glassman (dalam Supangat,1989), peningkatan jumlah

accetyl choline merangsang tubuh untuk memproduksi morfin tubuh (beta endorphins) dimana munculnya senyawa ini dalam darah dapat membangkitkan

perasaan tenang dan melemaskan otot-otot atau santai. Keadaan demikian

membuat perokok beranggapan bahwa rokok dapat menimbulkan perasaan

relaksasi ketika menghadapi persoalan-persoalan yang rumit atau memusingkan.

(47)

18

pergaulan sosial, lebih-lebih jika situasi tersebut asing atau mencemaskan.

Dampak positif dari merokok ini akan menghasilkan self-efficacy yang rendah

untuk berhenti merokok .

Bandura (1986) menyatakan bahwa self-efficacy adalah keyakinan yang

dimiliki oleh seseorang mengenai kemampuannya dalam menampilkan suatu

bentuk perilaku yang berhubungan dengan situasi yang dihadapi seseorang

tersebut dan menempatkannya sebagai elemen kognitif dalam pembelajaran sosial.

Self-efficacy ini bersifat spesifik dalam tugas dan situasi yang dihadapi.

Seseorang dapat memiliki keyakinan yang tinggi untuk berhenti merokok pada

situasi tertentu, namun pada situasi dan tugas yang lain tidak. Self-efficacy untuk

berhenti merokok juga bersifat kontekstual, artinya tergantung pada konteks yang

dihadapi. Self-efficacy untuk berhenti merokok adalah suatu keyakinan yang ada

dalam diri mahasiswa kedokteran yang merokok, bahwa dirinya mampu untuk

menghentikan perilaku merokok dalam situasi tertentu dengan berhasil. Hal ini

akan mengakibatkan bagaimana mahasiswa kedokteran yang merokok ini merasa,

berfikir dan bertingkah laku (keputusan-keputusan yang dipilih, usaha-usaha dan

keteguhannya pada saat menghadapi hambatan), memiliki rasa bahwa individu

mampu untuk mengendalikan lingkungan (sosial)nya. Menurut Bandura (dalam

Schwarzer, R. & F. Reinhard,1994). Self-efficacy yang dimiliki seseorang yang

dapat memancing persepsi seseorang mengenai keyakinan akan kemampuannya.

secara spesifik diindentifikasikan sebagai berikut :

- Persepsi resiko merokok, yaitu persepsi yang dimiliki dari dampak resiko

(48)

19

- Harapan hasil untuk berhenti merokok, adanya keinginan yang bertujuan

untuk berhenti merokok jika dilakukan dengan terarah dan benar maka

jaminan mencapai tujuan untuk berhenti merokok tidak dipengaruhi oleh

adanya keragu-raguan untuk berhenti merokok

- Merasa yakin untuk berhenti merokok, perasaan yakin sangat menentukan

jumlah usaha dan ketekunan yang dikerahkan. Adanya perasaan

keragu-raguan, cemas dapat menyebabkan suatu kegagalan, dan mengurangi usaha

mereka sebelum bertindak. Mengkhayalkan skenario sukses akan memandu

suatu tindakan untuk berhenti merokok dan mereka akan berusaha tekun

dalam menghadapi berbagai rintangan.

Self-efficacy sudah terbetuk dalam diri mahasiswa kedokteran yang turut

berpengaruh untuk menghasilkan self-efficacy berhenti merokok melalui empat

proses yaitu: proses kognitif, motivasional, afektif dan selektif. Pada proses

kognitif, self-efficacy merokok dihasilkan dari proses pola pikir mahasiswa

kedokteran. Proses kognitif ini meliputi bagaimana mahasiswa kedokteran ini

memilih goal/tujuan mereka (Bandura & Wood,1989;Locke & Latham,1990).

Keyakinan mahasiswa kedokteran terhadap efficacy-nya juga mempengaruhi

bagaimana mahasiswa kedokteran ini menafsirkan situasi tertentu, jenis skenario

antisipasi pada situasi tersebut dan dampaknya pada masa depannya. Dengan

demikian, mahasiswa kedokteran yang memiliki self-efficacy melakukan perilaku

merokok akan menggambarkan situasi sebagai suatu dampaknya jika tetap

melakukan perilaku merokok ini, mereka akan membayangkan suatu skenario

(49)

20

mereka dapat membayangkan dampak yang menyertai perilaku merokok ini.

Mahasiswa kedokteran yang memiliki self-efficacy dapat berhenti merokok,

menggambarkan berupa dampak dari perilaku merokok sebagai suatu ancaman

dan bahaya bagi mereka. (Krueger & Dickson,1994).

Proses motivasional berdasarkan pada proses kognitif, setelah mahasiswa

kedokteran memilih goal/tujuan yang ingin dicapai dan membentuk pola pikirnya

sedemikian rupa, mahasiswa kedokteran ini akan mengarahkan perilakunya pada

goal/tujuan tersebut dan membuat rencana pada tindakan tindakan yang akan

dilakukan.

Melalui proses afektif, mahasiswa kedokteran melakukan penghayatan dan

pengendalian stressor di lingkungannya berupa stress, kecemasan dan depresi.

Mahasiswa kedokteran dengan self-efficacy rendah untuk berhenti merokok

kurang mampu mengolah dan mengendalikan stress, kecemasan dan emosi negatif

di dalam dirinya sehingga jika berupa emosi negatif itu muncul mengambil

kompensasi self-efficacy untuk tetap merokok. Mahasiswa kedokteran ini dapat

berhasil mengolah, mengendalikan dan mengatur berbagai emosi negatif ini maka

akan mengarahkan pada self-efficacy tinggi untuk dapat berhenti merokok.

Melalui proses seleksi, keyakinan mahasiswa kedokteran ini tentang

personal efficacy yang dimilikinya dapat mempengaruhi jenis aktivitas dan

lingkungan yang mereka pilih setelah melalui proses pertimbangan dan seleksi.

Mahasiswa kedokteran dengan self-efficacy dapat berhenti merokok cenderung

akan memiliki kemampuan untuk memilih waktu, tempat, dan situasi untuk tidak

(50)

21

melakukan perilaku merokok tidak akan memiliki pertimbangan waktu, tempat

dan situasi lingkungan untuk melakukan perilaku merokok ini.

Self-efficacy untuk berhenti merokok pada mahasiswa kedokteran ini

terdiri dari empat indikator yaitu : goal/tujuan pilihan yang dibuat, usaha yang

dikeluarkan, derajat daya tahan dan daya juang dalam menghadapi hambatan dan

kegagalan, dan penghayatan perasaan mahasiswa.(Bandura, 1986). Pertama

adalah goal/tujuan yang dibuat oleh para mahasiswa kedokteran yang merokok,

setelah melalui berbagai proses kognisi, motivasional, afektif dan seleksi.

Mahasiswa kedokteran yang merokok mampu menentukan berupa goal/tujuan

berupa pilihan self-efficacy untuk berhenti merokok atau memiliki self-efficacy

untuk tetap merokok. Kedua adalah usaha yang dikeluarkan, bagi mahasiswa

yang memiliki self-efficacy tetap melakukan perilaku merokok, yaitu

menampilkan usaha yang tinggi untuk tetap mempertahankan perilaku merokok

ini, berbeda dengan usaha mahasiswa kedokteran yang memiliki self-efficacy

untuk berhenti merokok. Ketiga adalah mempengaruhi derajat daya tahan dan

daya juang mahasiswa yang merokok saat dihadapkan pada rintangan-rintangan

(dan saat dihadapkan dengan kegagalan) dalam mencapai pilihan masing-masing

self-efficacy untuk perilaku merokok yang diinginkan mahasiswa kedokteran ini.

Indikator ini meliputi : lamanya daya tahan dan daya juang yang ditampilkan dan

frekuensi usaha yang dilakukan ketika melalui hambatan dan kegagalan. Bagi

mahasiswa yang memiliki self-efficacy tetap melakukan perilaku merokok, yaitu

memiliki daya juang dan daya tahan yang tinggi untuk tetap mempertahankan

(51)

22

tinggi pada mahasiswa kedokteran yang memiliki self-efficacy untuk berhenti

merokok. Keempat adalah penghayatan perasaan mahasiswa kedokteran yang

merokok setelah serangkaian usaha dilakukan dalam mencapai goal yang telah

dipilih. Mahasiswa kedokteran dengan self-efficacy untuk tetap mempertahankan

perilaku merokok, mereka akan merasa puas ketika melakukan perilaku merokok,

sedangkan mahasiswa kedokteran yang memiliki self-efficacy untuk berhenti

merokok mereka akan puas ketika dapat menghentikan perilaku merokok.

Prinsip dasar derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh empat faktor,

satu diantaranya yang cukup penting adalah perilaku. Hampir semua perokok pasti

mengerti kalau kebiasaan merokok itu merupakan perilaku yang tidak baik bagi

dirinya sendiri maupun bagi orang lain. Namun, sebagian besar para perokok

mengalami kesulitan untuk menghilangkan kebiasaan tersebut karena sudah

kecanduan akan nikmatnya rokok. (Anies,2002)

Self-efficacy berkaitan dengan keyakinan seseorang bahwa ia dapat

mempergunakan kontrol pribadi pada motivasi, perilaku dan lingkungan sosialnya

(Bandura,1984). Seorang individu yang sudah mencurahkan suatu usaha yang

kuat dan daya tahan yang tinggi dapat saja mengalami kegagalan dalam mencapai

suatu tujuan yang telah ditetapkan olehnya, kejadian ini untuk sementara akan

melemahkan Self-efficacy seseorang dan mengambil langkah mundur sejenak,

untuk mengatur strategi, melakukan orientasi ke dalam diri (locus of control),

orientasi pada tujuan yang ingin dicapai (goal)-nya yang telah di dapatkannya

(52)

23

mempersiapkan usaha, tenaga, daya tahan dengan kekuatan yang lebih besar lagi

(53)

24

Uraian diatas dijabarkan dalam bagan di bawah ini :

(54)

25

1.6 Asumsi

1. Self-efficacy memiliki 4 sumber utama yaitu : Enactive mastery

experience, vicarious experience, verbal persuasion, dan physiological and affective states. Sumber self-efficacy untuk berhenti merokok pada

setiap mahasiswa kedokteran yang merokok ini berbeda-beda.

2. Self-efficacy dalam usahanya untuk berhenti merokok adalah keyakinan

yang dimiliki oleh mahasiswa perokok mengenai kemampuannya dalam

menampilkan suatu bentuk perilaku yang berhubungan dengan tujuan

dalam usahanya untuk berhenti merokok sesuai dengan situasi yang

dihadapi dan menempatkannya sebagai elemen kognitif dalam

pembelajaran sosial.

3. Self-efficacy turut berperan dalam perilaku merokok pada mahasiswa

kedokteran. Mahasiswa perokok memiliki self-efficacy rendah untuk

berhenti merokok, diartikan bahwa mahasiswa kedokteran yang merokok

ini tidak yakin untuk berhenti merokok karena menyediakan keuntungan

dan berdampak positif bagi dirinya.

4. Mahasiswa kedokteran yang memiliki self-efficacy tinggi untuk

menghentikan perilaku merokok karena dianggap berdampak negatif bagi

dirinya, lingkungan, kesehatan, serta menyadari tidak sesuai dengan Kode

Etik Kedokteran.

(55)
(56)

(57)
(58)

(59)

DAFTAR PUSTAKA

Ajzen, I,1991. The theory of planned behavior. Organizational Behavior and Human Decision Processes, 50, 179-211.

Ajzen,I,1988 .Attitudes, personality, and behavior. Milton Keynes, CA: Open

University Press.

Annis, H. M,2002. Inventory of drinking situations. Ontario, Canada: Addiction

Research Foundation.

Astrand,1986. Text Book of Work Fisiological Bases of Exercise,3rd edition.

New York,USA. : Mc Graw Hill Book Company.

Baer, J. S., & Lichtenstein, E,1988. Classification and prediction of smoking relapse episodes: An exploration of individual differences. Journal of Consulting and Clinical Psychology, 56, 104-110.

Bagozzi, R. P,1992. The self-regulation of attitudes, intentions, and behavior. Social Psychology Quarterly, 55 (2), 178-204.

Bandura, A,1977. Self-efficacy: Toward a unifying theory of behavioral change. Psychological Review, 84, 191-215.

Bandura, A,1982. Self-efficacy mechanism in human agency. American

Psychologist,37

Bandura, A,1986. Social foundations of thought and action. Englewood Cliffs,

NJ: Prentice Hall.

Bandura, A,1989. Self-efficacy mechanism in physiological activation and health-promoting behavior. In J. Madden, S. Matthysse, & J. Barchas

(Eds.), Adaptation, learning and affect (pp. 1169-1188). New York: Raven.

Bandura, A,1992. Self-efficacy mechanism in psychobiologic functioning. In R. Schwarzer (Ed.), Self-efficacy: Thought control of action (pp.355-394).

Washington, DC: Hemisphere.

Bandura, A,2002. Self-efficacy. The exercise of control. New York: Freeman.

Bandura,A,1991. Self-efficacy conception of anxiety. In R. Schwarzer & R. A. Wicklund (Eds.), Anxiety and self-focused attention (pp. 89-110). New

(60)

Bandura,A,1993. Perceived self-efficacy in cognitive development and functioning. Educational Psychologist,28,117-148.

Becker, M. H., & Rosenstock, I. M.,1987. Comparing social learning theory and the health belief model. In W. B. Ward (Ed.), Advances in health education and promotion (Vol. 2, pp. 245-249). Greenwich, CT: JAI. Berk, M. S., Andersen S.M,2000. The Impact of past relationships on

interpersonal Behavior: Behavioral Confirmation in the Sosial Cognitive Process of Tranference, Journal of Personality and Social Psychology, vol

79, Department of Psychology. New York University, 546-562.

Bettencourt, L.A, Gwinner KP, Meuter M L,2001. A Comparison of Attitude, Personality and Knowledge Predictors of Service Oriented Organizational Citizenship Behavior, Journal of Applied Psychology, vol 86, Department

of Marketing, Kelly School of Business, Indiana University of Florida, 678-707.

Cohen, S., Lichtenstein, E., Mermelstein, R., Kingsolver, K., Baer, J. S., & Kamarck, T. W.,1988. Social support interventions for smoking cessation. In B. H. Gottlieb (Ed.), Marshaling social support. Formats, processes, and effects (pp. 211-240). Beverly Hills, CA: Sage.

De Vries, H., Dijkstra, M., & Kok, G. J.,1989. Self-efficacy as a determinant of the onset of smoking and interventions to prevent smoking in adolescents.

Paper presented at the First European Congress of Psychology. Amsterdam: The Netherlands.

De Vries, H., Dijkstra, M., & Kuhlman, P.,1988. Self-efficacy: The third factor besides attitude and subjective norm as a predictor of behavioural intentions. Health Education Research, 3, 273-282.

Eiser, J. R. ,1983. Smoking, addiction and decision-making. International Review of Applied Psychology, 32 , 11-28.

Eiser, J. R., & Sutton, S. R.,1977. Smoking as a subjectively rational choice.

Addictive Behaviors, 2, 129-134.

Haaga, D. A. F., & Stewart, B. L.,1992. Self-efficacy for recovery from a lapse after smoking cessation. Journal of Consulting and Clinical Psychology,

60 (1), 24-28.

Hall, et al.,1985. Theories of Personality. New York: John Welly & Sons.

(61)

Isa, Mohammad,1983. Kode Etik Kedokteran Indonesia. Jakarta : Direktorat

Jendral Pelayanan Medik Departemen Kesehatan. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo.

Johnson, D.S, Beauregard R.S., Hoover P.B.,Schmidt A.M.,2002. Goal Orientation and Task Deman Effect of Motivation, Affect, and Performance, Journal of Applied Psychology, Department of Psychology,

University of Uppsala, Sweden. Chapter 5. 129-169.

Judge, T.A., Bono J.E., 2001. Relationships of Core Self Evaluations Traits Self-Esteem, Generalized Self-Efficacy, Locus of Control, and Emotional Stability with Job Satisfaction and Job Performance: A Meta Analysis,

Journal of Applied Psychology V0 1, Department of Management and Organizations, Henry B Tippie College of Business, University of Iowa, 80-92.

Koentjaraningrat,1977. Metodologi Penelitian Ilmiah. Jakarta .

Kok, G., de Vries, H., Mudde, A. N., & Strecher, V. J.,1991. Planned health education and the role of self-efficacy: Dutch research. Health Education

Research, 6 (2), 231-238.

Kok, G., Den Boer, D., DeVries, H., Gerards, F., Hospers, H. J., & Mudde, A. N.,1992. Self-efficacy and attribution theory in health education. In R.

Schwarzer (Ed.), Self-efficacy: Thought control of action (pp. 245-262). Washington, DC: Hemisphere.

Kuhl, J.,1983. Motivation, Konflikt und Handlungskontrolle [Motivation,

conflict, and action control]. Berlin: Springer.

Lamb, David R.,1984. Physiology of E-xercise 2nd edition. New York.

Macmillar

Liberman, N, Molden D C, Idson L C, Higgins T,2001. Promotion and prevention focus on alternative hypothesis: implications for attributional functions, Journal of Personality, vol 80, Department of psychology,

Indiana University, Bloomington, 1-18.

Locke, E. A., & Latham, G. P.,1990. A theory of goal setting and task performance. Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall.

Maddux, J. E., & Rogers, R.W.,1983. Protection motivation and self-efficacy: A revised theory of fear appeals and attitude change. Journal of

(62)

Marlatt, G. A., & Gordon, J. R. (Eds.),1985. Relapse prevention. New York:

Guilford.

Marlatt, G. A., Baer, J. S., & Quigley, L. A.,1994. Self-efficacy and addictive behavior. In A. Bandura (Ed.), Self-efficacy in changing societies.

Marbach, Germany: Johann Jacobs Foundation.

Mitchel, et al,1993. The relationship between racial identity attitudes, career self-efficacy and involvement in campus organizations among black college studens. Unpublished Ph.D.Dissertation, Department of

Psychology, The Ohio State University.

Nugroho, Agung Bhuono,1995. Strategi Jitu Memilih Metode Statistik

Penelitian Dengan SPSS. Jakarta : PT.ANDI.

Prochaska, J. O., & DiClemente, C. C.,1983. Stages and processes of self-change of smoking: Toward an integrative model of self-change. Journal of

Consulting and Clinical Psychology, 51, 390-395.

Prochaska, J. O., & DiClemente, C. C.,1984. The transtheoretical approach: Crossing traditional boundaries of change. Homewood, IL: Irwin.

Publishing Company.Pustaka). Jakarta: Bagian Paru FKUI/RS Persahabatan.

Richard Nelson-Jones,2001. Theory and practice of counselling and therapy,3th

Edition. England : Holt, Rinehart & Winston,Ltd. Page : 263-265.

Roseello J, Bernal G,1999/2001. The efficacy of cognitive behavioral and interpersonal treatments for depression in Puetro Rican adolescents,

Health Behavior and Health education, chapter 10 p:216-241.

Santoso, Singgih,2004. Mengatasi Masalah Statistik dengan SPSS Versi 11.5.

Santrock, John W.,2002. Life Span Development. Dubuque, Iowa : Wm. C.

Schunk, D. H.,1991. Self-efficacy and academic motivation. Educational

Psychologist, 26, 207-231.

Schwarzer, R. & F. Reinhard ,1994. Social cognitive Predictor of Health Behavior: Self Efficacy & Health behaviours.

(63)

Schwarzer, R. & Leppin, A.,1991. Social support and health: A theoretical and empirical overview. Journal of Social and Personal Relationships, 8,

99-127.

Schwarzer, R.,1992. Self-efficacy in the adoption and maintenance of health behaviors: Theoretical approaches and a new model. In R. Schwarzer

(Ed.), Self-efficacy: Thought control of action (pp. 217-242). Washington, DC: Hemisphere.

Senecal C, Nouwen, White D,2000. Motivation and Dietary self Care in Adults with Diabetes: Are Self-Efficacy and Autonomous Self Regulation Complementary Construct, Journal Psychology, vol 19, The Devision of

Psychology, School of Sciences, Staffordshire University, Collage Road, 452-457.

Shaubroeck J, Jia Lin Xie, Lam S. S. K.,2000. Collective Efficacy versus Self-efficacy in Coping Responses to Stressors and Control: A Cross Culture Study, Journal of Applied Psychology, Vol 85, Depatment of

Management, LeBow Collage of Business, Drexel University, Philadelphia Pennsylvania,512-525.

Sitepoe.M.,2000. Kekhususan Rokok Indonesia. Jakarta. PT Gramedia Widiasana

Wills, T. A.,1990. Multiple networks and substance use. Special Issue: Social support in social and clinical psychology. Journal of Social and Clinical

Psychology, 9, 78-90.

Wood, J.,1989. Theory and research concerning social comparisons of personal attributes. Psychological Bulletin, 106, 231-248.

Wood, R. E & Bandura, A.,1989. Social cognitive theory of organizational management. Academy of Management Review, 14, 361-384.

(64)

DAFTAR RUJUKAN

Abubakar,2006 . Kompas, 1 Juni.

Artikel rokok. http://www.angelfire.com/il/Nalapraya/rokok.htm

Artikel rokok. http://www.rokok.komunikasi.orglartikel/index.php3

Berita Komite Nasional Penanggulangan Masalah Merokok. http://antirokok.

or.id , 15 September 2006.

Budi, S.P.,1997. Berbahayakah Merokok Pasif? (Tinjauan Pustaka).

Dewiyanti, Ratu Metty,2003. Prevalensi dan Pola Perilaku Perokok di Kalangan Mahasiswa Kedokteran Universitas Kristen Maranatha.

Bandung : Tugas Akhir Kedokteran Universitas Kristen Maranatha.

Dr. Anton Christanto,2006. Dokter merokok itu tidak sehat ? http://groups.yahoo.com/group/dokter/ 2 Oktober 2006.

Drastyawan, B.,2000. Pengaruh Asap Rokok terhadap Saluran Napas. (Tinjauan

Pustaka)

Hadi Warsito,2004. Hubungan antara Self-Efficacy dengan Penyesuaian Akademik dan Prestasi Akademik : Studi pada mahasiswa FIP Universitas Negeri Surabaya. Bandung : Tesis Program Pendidikan Magister program

studi psikologi bidang kajian Utama Psikologi Perkembangan Universitas Pascasarjana Universitas Padjadjaran.

Info Kesehatan. Hubungan Merokok. http://www.infokes.eom/artikelview.html.

KandunganTembakau. http://www.depkes.go.id/INFO/NAPZAltembakau.bhtm

Pengaruh Merokok Pada Kesehatan Rongga Mulut.http://www.tabloidnova.com

Peringatan Bagi Perokok Pasif http://www.tabloidnova.com

(65)

Gambar

TABEL KISI-KISI KUESIONER SELF-EFFICACY SEBELUM TRY-OUT

Referensi

Dokumen terkait

Judul penelitian ini adalah Rancangan dan Uji Coba Cognitive Behavioral Therapy Untuk Menurunkan Frekuensi Merokok Pada Perokok Wanita Dewasa Awal yang Ingin Berhenti Merokok

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha memahami dan dapat mengolah sumber self-efficacy secara positif, sehingga siswa merasa yakin bahwa mereka

Ketiga determinan yang kuat akan memengaruhi sikap mahasiswa perokok aktif di Fakultas Kedokteran Universitas ”X” Bandung sehingga memiliki dorongan untuk berhenti merokok

Atlet basket putri divisi I dengan derajat Self-efficacy rendah, mereka merasa kurang yakin akan kemampuannya dalam menentukan pilihan untuk mencapai keberhasilan dalam

Bagi Tim Demo dengan Self efficacy yang rendah disarankan untuk diberikan konseling agar dapat meningkatkan self efficacynya dan diberikan training mengenai salesmanship

1) Self-efficacy belief akan berkaitan dengan keberhasilan atau kegagalan pasien dalam mengatur dan melaksanakan serangkaian tindakan yang dibutuhkan untuk berhenti

waktu ± 6 bulan ke depan. ฀aya tidak mempermasalahkan bila berat badan meningkat ketika saya memutuskan untuk berhenti merokok.. SS S

Dalam upaya untuk meningkatkan self efficacy dan aspirasi karir siswa yang rendah maka dapat dilakukan layanan konseling kelompok dengan teknik self