• Tidak ada hasil yang ditemukan

(STUDI PADA CV. SIPAKKO JAYA) SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "(STUDI PADA CV. SIPAKKO JAYA) SKRIPSI"

Copied!
138
0
0

Teks penuh

(1)

TANGGUNG JAWAB PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN

PENGANGKUTAN TANDAN BUAH SEGAR (TBS) DI SEI GALUH RIAU ANTARA PT. PERKEBUNAN NUSANTARA V DENGAN CV. SIPAKKO

JAYA

(STUDI PADA CV. SIPAKKO JAYA)

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat – Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

OLEH :

MARIA BR NAPITUPULU 150200298

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(2)
(3)

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Maria BR Napitupulu

NIM : 150200298

Departemen : Hukum Keperdataan BW

Judul Skripsi : Tanggung Jawab Para Pihak dalam Perjanjian

Pengangkutan Tandan Buah Segar (TBS) di Sei Galuh Riau antara PT. Perkebunan Nusantara V dengan CV. Sipakko Jaya (Studi pada CV. Sipakko Jaya)

Dengan ini menyatakan :

1. Bahwa isi skripsi yang saya tulis tersebut diatas adalah benar tidak merupakan ciplakan dari skripsi atau karya ilmiah orang lain.

2. Apabila terbukti dikemudian hari skripsi tersebut adlaah ciplakan, maka segala akibat hukum yang timbul menjadi tanggung jawab saya.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa ada paksaan atau tekanan dari pihak manapun.

Medan, Januari 2019

Maria BR Napitupulu

NIM : 150200298

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus, karena atas berkat dan karunia- Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Tanggung

Jawab Para Pihak dalam Perjanjian Pengangkutan Tandan Buah Segar (TBS) di Sei Galuh Riau antara PT. Perkebunan Nusantara V dengan CV.

Sipakko Jaya (Studi pada CV. Sipakko Jaya)”. Skripsi ini disusun sebagai

salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan pada program studi Ilmu Hukum Departemen Hukum Keperdataan BW, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada yang teristimewa, kedua orangtua penulis Bapak Viktor James Napitupulu dan Ibu

Marthalena BR Sibarani, atas didikan, kasih sayang, kesabaran, serta doa dan

dukungan yang tiada henti – hentinya yang diberikan kepada kepada penulis.

Selama masa perkuliahan hingga penulisan skripsi ini peneliti telah banyak mendapat bimbingan, saran, motivasi, serta doa dari berbagai pihak. Oleh Karena itu, pada kesempatan ini peneliti menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan bimbingan, yaitu:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M.Hum., selaku Rektor Universitas Sumatera Utara;

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara;

(5)

3. Prof. Dr. O.K. Saidin, SH., M.Hum., selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

4. Ibu Puspa Melati Hasibuan, SH., M.Hum., selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

5. Bapak Dr. Jelly Leviza, SH., M.Hum., selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

6. Ibu Dr. Rosnidar Sembiring, SH, M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

7. Bapak Syamsul Rizal, SH., M.Hum., selaku Sekretaris Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

8. Bapak Dr. Edy Ikhsan, SH, M.Hum selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, waktu, dan motivasi selama penulisan skripsi ini;

9. Ibu Zulfi Chairi, SH, M.Hum selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, waktu dan motivasi selama penulisan skripsi ini;

10. Bapak Eko Yudhistira, SH., M.Kn., selaku Dosen Pembimbing Akademik

yang telah memberikan bimbingan dan motivasi selama penulisan skripsi

ini;

(6)

11. Bapak Samijan, SH. selaku Kepala Bagian Tata Usaha Fakultas Hukum Univeristas Sumatera Utara yang telah memberikan bimbingan dan motivasi selama penulisan skripsi ini;

12. Bapak/Ibu Dosen dan seluruh staff Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah membimbing dan membantu penulis selama menempuh perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

13. Adik-adik saya Helen Debora Napitupulu dan Valentine Jasmine Lasmaria Napitupulu. Terima kasih atas doa, motivasi, dan bantuan selama penulisan skripsi ini.

14. Seluruh keluarga besar penulis, terimakasih atas doa dan semangatnya yang tidak henti menyemangati agar sukses dikemudian hari.

15. Sahabat yang selalu memberikan dukungan selama proses penulisan skripsi ini Christy Ardelia, Elleanor Rigby, Raras Nadifah, Vinesia Amanda, Muhammad Al Anas, Sergius Ramos, Ronaldy Girsang, Rayshenda, Hetti Sundari, Tara Humayrah, Arnan Furqon, Dandy Ginting, Samuel Sianipar dan Ade Manalu. Terima kasih untuk masukan, waktu dan motivasi yang di berikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

16. Teman-teman seperjuangan angkatan 2015, teman-teman Grup A Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

(7)

17. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, yang telah dengan tulus ikhlas memberikan doa dan dukungan hingga dapat terselesainya skripsi ini.

Peneliti menyadari bahwa skripsi ini tidak sempurna, masih banyak kekurangan baik dari isi maupun penyajiannya.Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kedepannya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak. Terima kasih.

Medan, Januari 2019 Penulis,

Maria BR Napitupulu.

(8)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... v

ABSTRAK ... viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 11

C. Tujuan Penulisan ... 11

D. Manfaat Penulisan ... 12

E. Metode Penelitian... 12

F. Tinjauan Pustaka ... 16

G. Keaslian Penulisan ... 34

H. Sistematika Penulisan... 35

BAB II KESESUAIAN PERJANJIAN PENGANGKUTAN TANDAN BUAH SEGAR (TBS) ANTARA PT. PERKEBUNAN NUSANTARA V DENGAN CV SIPAKKO JAYA DENGAN PERATURAN YANG BERLAKU

A. Dasar Pengaturan Hukum Pengangkutan dan Perjanjian Pengangkutan ... 38

B. Perjanjian Pengangkutan Tandan Buah Segar (TBS) Menurut

Peraturan yang Berlaku ... 50

(9)

BAB III PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGANGKUTAN TANDAN BUAH SEGAR (TBS) ANTARA PT. PERKEBUNAN NUSANTARA V DENGAN CV. SIPAKKO JAYA MENURUT ASAS CAMPURAN DALAM PERJANJIAN PENGANGKUTAN

A. Gambaran Umum tentang PT. Perkebunan Nusantara V dan CV.

Sipakko Jaya... 58 B. Prosedur Pelaksanaan Perjanjian Pengangkutan Tandan Buah Segar (TBS) antara PT. Perkebunan Nusantara V dengan CV.

Sipakko Jaya... 62 C. Berakhirnya Perjanjian Pengangkutan Tandan Buah Segar (TBS)

antara PT. Perkebunan Nusantara V dengan CV. Sipakko

Jaya ... 66

D. Berlakunya Asas Campuran dalam Pelaksanaan Perjanjian Pengangkutan Tandan Buah Segar (TBS)... 68

BAB IV TANGGUNG JAWAB KEDUA BELAH PIHAK DALAM MENGHADAPI DAN ATAU MENYELESAIKAN KENDALA SAAT PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGANGKUTAN TANDAN BUAH SEGAR

A. Hak dan Kewajiban para Pihak dalam Perjanjian Pengangkutan

Tandan Buah Segar (TBS) ... 79

B. Kendala dan Sebab Timbulnya Kendala dalam Pelaksanaan

Perjanjian Pengangkutan Tandan Buah Segar (TBS)... 83

C. Tanggung Jawab PT. Perkebunan Nusantara V dan CV. Sipakko

(10)

Jaya dalam Menghadapi Kendala saat Pelaksanaan Perjanjian Pengangkutan Tandan Buah Segar (TBS) ...91 D. Upaya Penyelesaian Sengketa dalam Pelaksanaan Perjanjian

Pengangkutan Tandan Buah Segar (TBS) ...99

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan...106 B. Saran ...107

DAFTAR PUSTAKA ... 109

LAMPIRAN

(11)

ABSTRAK

Maria BR Napitupulu*

Edy Ikhsan**

Zulfi Chairi***

Hubungan antara manusia dalam hal pemenuhan kebutuhan harus diatur dan disepakati oleh kedua belah pihak dan dituangkan dalam bentuk perjanjian. Dimana pengaturannya terdapat dalam buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Perjanjian dianggap sah apabila telah memenuhi empat syarat sahnya suatu perjanjian.

Pengangkutan merupakan salah satu kebutuhan yang memegang peranan penting dalam kehidupan manusia dan dalam pelaksanaannya diatur dalam perjanjian pengangkutan yang harus sesuai dengan pengaturan hukum pengangkutan yang berlaku. Perjanjian pengangkutan pada umumnya mengandung asas campuran dan dalam pelaksanaannya tidak terlepas dari kendala yang muncul. Hal ini dapat berujung pada terjadinya sengketa antara para pihak yang membutuhkan adanya tanggung jawab para pihak dalam hal penyelesaian sengketa yang terjadi. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian yuridis empiris dimana sumber data yang digunakan adalah bahan-bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Penelitian dan pembahasan mendalam mengenai Perjanjian Pengangkutan Tandan Buah Segar (TBS) antara PT.

Perkebunan Nusantara V dengan CV. Sipakko Jaya menunjukkan bahwa perjanjian pengangkutan tersebut telah sesuai dengan peraturan yang berlaku serta menganut asas campuran dalam pelaksanaannya. Namun dalam hal tanggung jawab para pihak dalam penyelesaian sengketa tidak tercantum secara jelas di dalam Surat Perjanjian Pelaksanaan Kerja (Kontrak).

Kata Kunci : Perjanjian, Pengangkutan, Asas Campuran

*Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

**Dosen Pembimbing I

***Dosen Pembimbing II

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia dikategorikan sebagai makhluk sosial yang berarti dalam menjalani kehidupannya manusia tidak dapat hidup sendiri. Manusia selalu membutuhkan orang lain dalam segala hal. Hal ini dikarenakan sifat alamiah dari manusia sendiri yang selalu ingin hidup bersama dan bermasyarakat. Di tengah kehidupan bermasyarakat, hubungan antara manusia yang satu dengan manusia yang lain bisa disebabkan karena banyak hal antara lain proses pemenuhan kebutuhan dan kesamaan kepentingan. Hubungan tersebut harus diatur dan disepakati oleh kedua belah pihak sedemikian rupa agar tidak terdapat perbenturan kepentingan yang nantinya akan menyebabkan kerugian pada salah satu ataupun kedua belah pihak. Pengaturan mengenai hubungan ini lazim dikenal dengan sebutan perjanjian atau perikatan.

Dalam hal pemenuhan kebutuhan, satu permasalahan klasik yang akan terus menjadi pertanyaan dalam sepanjang kehidupan manusia yakni bagaimana memenuhi kebutuhan hidupnya dengan tujuan untuk bertahan hidup. Kebutuhan sendiri merupakan suatu hal yang secara naluriah muncul dalam diri manusia sebagai bentuk dari keinginan akan suatu hal baik itu benda maupun jasa yang memberi kepuasan tersendiri bagi manusia baik itu kepuasan jasmani maupun rohani. Kebutuhan hidup manusia sifatnya tidak terbatas dan seiring berjalannya waktu semakin kompleks mengikuti perkembangan zaman. Meskipun kebutuhan pokok manusia berupa sadang, pangan, papan masih menempati urutan teratas dalam kebutuhan hidup manusia, tidak menutup kemungkinan

(13)

bahwa kebutuhan lainnya seperti pendidikan, kesehatan bahkan transportasi atau pengangkutan juga memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

Untuk memperoleh berbagai kebutuhan hidupnya, jelas manusia sangat membutuhkan alat transportasi untuk dapat menempuh jarak dari lokasi yang satu ke lokasi lainnya. Transportasi sendiri merupakan bagian dari sistem peralatan hidup atau teknologi yakni alat-alat untuk mengangkut benda atau barang-barang hasil produksi ke tempat pemasaran atau konsumen.1 Keberadaan transportasi diawali dengan adanya penemuan roda yang digunakan untuk mempermudah mengangkut dan memindahkan barang. Selanjutnya transportasi berkembang kian pesat diikuti dengan penemuan akan kapal, mobil, sepeda, lokomotif bahkan roket dan pesawat terbang. Berbagai alat transportasi ini menjadi sarana yang vital dalam hal pengangkutan di kehidupan manusia.

Keberadaan pengangkutan mempermudah segala aktivitas yang memerlukan perpindahan atau mobilitas dalam hal pemenuhan kebutuhan hidup manusia itu sendiri.

Selain itu, interaksi sosial yang menjadi ciri penentu manusia sebagai makhluk sosial pun dapat tercipta pula dengan adanya keberadaan pengangkutan ditengah-tengah masyarakat.

Jelas terlihat bahwa pengangkutan memegang peranan penting dalam segala aspek kehidupan manusia yang mempengaruhi dan menentukan aktivitas hidup sehari-hari.

Menurut Soekardono, pengangkutan adalah perpindahan tempat mengenai benda- benda atau orang-orang, karena perpindahan itu mutlak diperlukan untuk mencapai dan meningkatkan manfaat serta efisiensi. Selain itu, pengangkutan juga dapat diartikan sebagai pemindahan barang dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan.2 Sedangkan fungsi pengangkutan adalah memindahkan barang atau orang dari satu tempat ke tempat

1 Yad Mulyadi, Antropologi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, 1999, hlm. 34‐35.

2 Hasim Purba, Hukum Pengangkutan di Laut, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2005, hlm. 3.

(14)

yang lain dengan maksud untuk meningkatkan daya guna dan nilai, atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa fungsi pengangkutan adalah sebagai jembatan penghubung waktu dan ruang yang memisahkan antar para pembeli dan para penjual.3

Pengangkutan memberikan jasanya kepada masyarakat yang disebut sebagai jasa angkutan. Sebagaimana sifat jasa-jasa lainnya, jasa angkutan merupakan hasil perusahaan angkutan yang menyediakan beragam jenisnya sesuai dengan banyaknya jenis angkutan, baik itu jenis angkutan darat, perairan, maupun udara.4 Indonesia sendiri merupakan suatu negara kepulauan yang sangat luas dengan ribuan pulau dari Sabang sampai Merauke dengan letak geografis yang berjauhan antara pulau yang satu dengan pulau yang lain.

Pengangkutan darat merupakan pilihan untuk dikembangkan dalam upaya membuka keterisoalisan daerah. Dengan demikian, pengangkutan darat mempunyai peran yang penting dan strategis dalam pembangunan nasional, karena harus mampu menjadi jembatan penghubung dan membuka daerah-daerah terpencil di Indonesia, sehingga harus menjadi sarana untuk pemerataan di segala bidang.5 Angkutan darat sendiri terdiri atas 2 jenis yakni angkutan jalan raya dan angkutan jalan rel. Angkutan darat jalan raya meliputi angkutan yang menggunakan alat angkut berupa manusia, binatang, sepeda motor, becak, truck dan kendaraan bermotor lainnya sedangkan angkutan jalan rel menggunakan kereta api yang terdiri dari lokomotif, gerbong barang, dan kereta penumpang. Karena pentingnya keberadaan darat ditengah-tengah masyarakat Indonesia, maka aturan hukum mengenai bidang transportasi dan pengangkutan darat telah diatur Pemerintah dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

3 Siti Nurbaiti, Hukum Pengangkutan Darat (Jalan dan Kereta Api), Universitas Trisakti, Jakarta, 2009, hlm. 2-3.

4 Rustian Kamaluddin, Ekonomi Transportasi, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1986, hlm 20‐21.

5 Siti Nurbaiti, Op. Cit,, hlm. 1-2.

(15)

Agar dapat memahami konsep pengangkutan secara komprehensif, perlu diketahui aspek-aspek yang terkandung dalam konsep pengangkutan yakni pengangkutan sebagai usaha (business), pengangkutan sebagai perjanjian (agreement), dan pengangkutan sebagai proses penerapan (applying process). Ketiga aspek tersebut menyatakan kegiatan yang berakhir dengan pencapaian tujuan pengangkutan.6 Untuk melakukan pengangkutan barang dari satu tempat ke tempat tujuan dilakukan melalui suatu perjanjian. Keterkaitan antara perjanjian dan pengangkutan dapat dilihat dari definisi pengangkutan yang diungkapkan oleh HMN Purwosutjipto yang menyatakan bahwa pengangkutan sebagai suatu perjanjian timbal balik antara pengangkut dan pengirim dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan kewajiban pengirim ialah membayar ongkos angkut. Dari definisi tersebut dapat dilihat bahwa tujuan kegiatan perjanjian pengangkutan adalah memperoleh hasil realisasi yang diinginkan oleh pihak-pihak. Pengangkutan sebagai perjanjian selalu didahului kesepakatan antara pihak pengangkut dan pihak pengirim dimana perjanjian ini nantinya akan berisi hak dan kewajiban masing-masing pihak. Pada dasarnya, perjanjian pengangkutan merupakan perjanjian biasa, yang tunduk pada ketentuan yang terdapat dalam Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang Perikatan, selama tidak ada pengaturan khusus tentang perjanjian pengangkutan dalam peraturan perundang- undangan di bidang angkutan.

Sebelum berbicara lebih jauh mengenai perjanjian pengangkutan, ada baiknya kita memahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan perjanjian. Kitab Undang- Undang Hukum Perdata Pasal 1313 menyebutkan bahwa suatu perjanjian adalah suatu

6 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2013, hlm. 1.

(16)

pebuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.7 Subekti memberikan definisi perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji pada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Sedangkan KRMT Tirtodiningrat memberikan definisi perjanjian adalah suatu perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat di antara dua orang atau lebih untuk menimbulkan akibat-akibat hukum yang dapat dipaksakan oleh Undang- Undang.8 Perjanjian sendiri agar dapat diakui oleh hukum harus memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian yaitu kata sepakat, kecakapan, hal tertentu dan suatu sebab yang halal sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Perjanjian dan perikatan memiliki keterkaitan dimana perjanjian merupakan salah satu dari dua dasar hukum yang ada selain dari Undang-Undang yang dapat menimbulkan perikatan. Hal ini terkandung dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang walaupun tidak memberikan rumusan, definisi, maupun arti istilah "perikatan" namun pada Pasal 1233 menyatakan bahwa "Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena Undang-Undang." Bila kita lihat di tengah praktik masyarakat, perikatan yang bersumber dari kontrak atau perjanjian begitu mendominasi. Secara etimologis, perikatan didefinisikan sebagai suatu hubungan hukum antara dua orang berdasarkan mana pihak yang berhak menuntut hal dari pihak lain dan pihak lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.9 Berbeda dengan definisi yang diberikan ilmu pengetahuan, perikatan diartikan sebagai suatu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara 2 orang atau lebih dimana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak

7 R. Subekti R. Tjitrosudiro, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Balai Pustaka, Jakarta, 1999, hlm. 67.

8 Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian, Kencana, Jakarta, 2010, hlm. 12.

9 Lukman Santoso. Hukum Perikatan, Setara Press, Malang, 2016, hlm. 5.

(17)

lain berkewajiban atas sesuatu.10 Dimana yang dimaksud dengan hubungan hukum dalam penjelasan defenisi tersebut kedudukannya adalah sebagai suatu akibat hukum; akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa hukum lain yang menimbulkan perikatan.

Hubungan hukum yang tercipta pun melibatkan paling sedikit satu hak dan satu kewajiban.

Ditegaskan bahwa baik hak maupun kewajiban yang tercipta dalam perikatan dapat terjadi karena dikehendaki oleh masing-masing pihak yang terkait dalam perikatan yang sengaja dibuat oleh mereka atau istilahnya disebut dengan perjanjian ataupun karena ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang ada. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa perikatan merupakan hubungan hukum antara dua pihak atau lebih dalam bidang harta kekayaan yang menyebabkan timbulnya kewajiban pada salah satu pihak dalam hubungan hukum tersebut. Dapat dilihat empat unsur yang terkandung dalam pengertian perikatan tersebut antara lain bahwa perikatan itu adalah sebuah hubungan hukum, hubungan hukum tersebut melibatkan dua pihak atau lebih, hubungan hukum tersebut adalah hubungan hukum dalam lapangan hukum harta kekayaan dan hubungan hukum tersebut melahirkan kewajiban pada salah satu pihak dalam perikatan.

Menurut C. Asser, ciri utama perikatan adalah hubungan hukum antara para pihak, di mana dengan hubungan itu terdapat hak (prestasi) dan kewajiban (kontra prestasi) yag saling dipertukarkan oleh para pihak.11 Kewajiban pemenuhan perikatan sendiri dikelompokkan menjadi 3 macam jika dilihat dari Pasal 1234 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu. Maka terlihat dengan jelas 3 macam kewajiban pemenuhan perikatan tersebut dalam bentuk

10 Purwahid Patrik. Dasar-Dasar Hukum Perikatan, Mandar Maju, Bandung, 1994, hlm. 2.

11 Agus Yudha Hernoko, Op. Cit., hlm. 20.

(18)

memberikan sesuatu, melakukan sesuatu dan atau untuk tidak melakukan sesuatu.

Kewajiban-kewajiban inilah yang dilahirkan oleh perjanjian pada para pihak di dalamnya yang pemenuhannya dijamin dengan harta kekayaan masing-masing pihak yang berkewajiban untuk melakukan prestasi tersebut. Berdasarkan konstruksi dan penjelasan tersebut, jelaslah bahwa perjanjian adalah sumber perikatan.

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, keberadaan perjanjian disini berfungsi suatu persetujuan yang diakui oleh hukum. Persetujuan yang dimaksud merupakan kepentingan yang sifatnya pokok dalam dunia usaha dan menjadi dasar dari kebanyakan transaksi dagang, seperti jual beli barang, pemberian kredit, asuransi, tenaga kerja bahkan pengangkutan barang. Keberadaan pengangkutan barang sebagai bentuk dari persetujuan yang dimaksudkan sebagai perjanjian, tentunya hadir di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Dalam konsep perjanjian pengangkutan, perusahaan pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh pengirim barang atau pihak ketiga karena kelalaiannya dalam melaksanakan pelayanan pengangkutan jalan. Besarnya ganti kerugian tersebut adalah sebesar kerugian yang secara nyata diderita oleh pengirim barang atau pihak ketiga. Tanggung jawab mengenai barang dimulai sejak diterimanya barang yang akan diangkut sampai diserahkannya barang kepada pengirim atau penerima barang.

Tanggung jawab sendiri diartikan sebagai sikap dan perilaku untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan budaya), Negara dan Tuhan Yang Maha Esa. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, tanggung jawab diartikan sebagai keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (kalau terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan dan sebagainya) atau fungsi menerima pembebanan, sebagai akibat sikap

(19)

pihak sendiri atau pihak lain.12 Dalam perjanjian pengangkutan, dikenal adanya prinsip- prinsip tanggung jawab di bidang pengangkutan yang masing-masing berkaitan dengan tanggung jawab pengangkut untuk membayar ganti kerugian kepada pengguna jasa.

Prinsip-prinsip ini terdiri atas Prinsip Tanggung Jawab Berdasarkan Atas Kesalahan, Prinsip Praduga Bahwa Pengangkut Selalu Bertanggung Jawab, Prinsip Praduga Bahwa Pengangkut Selalu Tidak Bertanggung Jawab, Prinsip Tanggung Jawab Mutlak, dan Prinsip Pembatasan Tanggung Jawab. Prinsip ini nantinya disesuaikan kembali dengan kesepakatan para pihak, objek dalam perjanjian dan angkutan yang digunakan. Dengan kata lain, pengaturan prinsip akan tertera dengan jelas dalam perjanjian pengangkutan yang diadakan.

CV. Sipakko Jaya merupakan perusahaan pengangkutan yang berada di Pekanbaru, Riau. Sejak didirikan tanggal 01 Oktober 2005, CV ini berorientasi usaha dalam bidang pengadaan barang dan jasa, konstruksi, dan pengangkutan khususnya pengangkutan Tandan Buah Segar (TBS) sebagai rekanan di PT. Perkebunan Nusantara V. Tandan Buah Segar (TBS) sendiri diartikan sebagai suatu bagian dari produksi kelapa sawit yang merupakan produk awal yang kelak akan diolah menjadi minyak kasar CPO (Crude Palm Oil) dan inti sawit (karnel) sebagai produk utama disamping produk lainnya.

Dimana CV. Sipakko Jaya disini mengangkut Tandan Buah Segar (TBS) yang telah dipanen oleh PT. Perkebunan Nusantara V menuju pabrik untuk diolah lebih lanjut.

Kegiatan pengangkutan yang dilakukan CV. Sipakko Jaya ini terhadap PT. Perkebunan Nusantara V pasti dilandasi oleh perjanjian yang telah disepakati masing-masing pihak.

Perjanjian pengangkutan itu sendiri tentu mengatur banyak hal seperti hubungan hukum antara kedua belah pihak, prosedur pelaksanaan pengangkutan, penyelesaian sengketa

12 https://kbbi.web.id/tanggung%20jawab diakses tanggal 13 November 2018 pukul 14.00.

(20)

antara kedua belah pihak dan banyak hal lainnya yang berujung pada tanggung jawab CV. Sipakko Jaya sebagai pihak pengangkut dan tanggung jawab PT. Perkebunan Nusantara V sebagai pihak pengirim.

Keberadaan perjanjian pengangkutan ini jelas memegang peranan penting dalam tercapainya tujuan dari masing-masing pihak. Hal ini dikarenakan dalam proses pelaksanaan pengangkutan sering kali terdapat kendala-kendala yang tidak diharapkan baik itu berasal dari pihak pengangkut, pihak pengirim maupun pihak ketiga. Kendala- kendala inilah yang dapat memicu timbulnya sengketa antara para pihak. Sehingga hak dan kewajiban serta tanggung jawab masing-masing pihak perlu diuraikan secara jelas agar kendala yang muncul dapat diselesaikan baik dan tidak merugikan pihak manapun.

Oleh sebab itu diperlukan adanya perjanjian pengangkutan dalam proses pelaksanaan pengangkutan sebagai kepastian dan pedoman bagi para pihak. Namun perjanjian pengangkutan tersebut harus sesuai dengan peraturan yang berlaku dan sesuai dengan asas dalam perjanjian pengangkutan itu sendiri.

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya, penulis tertarik dan memutuskan untuk membuat karya tulis dalam bentuk skripsi yang berjudul "Tanggung Jawab Para Pihak dalam Perjanjian Pengangkutan Tandan Buah Segar (TBS) di Sei Galuh Riau antara PT. Perkebunan Nusantara V dengan CV. Sipakko Jaya (Studi pada CV. Sipakko Jaya)."

B. Perumusan Masalah

Rumusan masalah yang akan menjadi pokok pembahasan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

(21)

1. Apakah perjanjian pengangkutan Tandan Buah Segar (TBS) antara PT.

Perkebunan Nusantara V dengan CV. Sipakko Jaya sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku?

2. Bagaimana pelaksanaan perjanjian pengangkutan Tandan Buah Segar (TBS) antara PT. Perkebunan Nusantara V dengan CV. Sipakko Jaya jika dikaitkan dengan asas campuran dalam perjanjian pengangkutan?

3. Bagaimana tanggung jawab kedua belah pihak dalam menghadapi dan atau menyelesaikan kendala saat pelaksanaan perjanjian pengangkutan Tandan Buah Segar (TBS)?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan yang hendak dicapai penulis dalam penulisan ini adalah :

1. Untuk mengetahui kesesuaian perjanjian pengangkutan Tandan Buah Segar (TBS) antara PT. Perkebunan Nusantara V dengan CV. Sipakko Jaya dengan peraturan yang berlaku.

2. Untuk mengetahui pelaksanaan perjanjian pengangkutan Tandan Buah Segar (TBS) antara PT. Perkebunan Nusantara V dengan CV. Sipakko Jaya menurut asas campuran dalam perjanjian pengangkutan.

3. Untuk mengetahui tanggung jawab kedua belah pihak dalam menghadapi dan atau menyelesaikan kendala saat pelaksanaan perjanjian pengangkutan Tandan Buah Segar (TBS).

D. Manfaat Penulisan

(22)

Melalui penulisan ini penulis berharap dapat memberikan manfaat secara teoritis dan praktis, yaitu :

1. Secara teoritis penulisan ini dapat menambah pengetahuan penulis mengenai perjanjian khususnya perjanjian pengangkutan serta bagaimana tanggung jawab pihak penngangkut dalam melaksanakan perjanjian tersebut

2. Secara praktis penulisan ini dapat memberikan sumbangan pemikiran juridis dan dimanfaaatkan oleh pihak pengangkut dalam pelaksanan perjanjian pengangkutan kedepannya.

E. Metode Penelitian

Metode adalah prosedur atau cara untuk mengetahui sesuatu. Menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, metode diartikan sebagai cara yang telah diatur dan terpikir baik-baik untuk mencapai suatu maksud dalam ilmu pengetahuan dan sebagainya; cara belajar dan sebagainya.13 Sementara itu metodologi adalah suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan-peraturan dalam metode tersebut.

Penelitian merupakan terjemahan dari bahasa Inggris yaitu research yang berasal dari kata re (kembali) dan to search (mencari). Dengan demikian research secara logawiyah berarti mencari kembali.14 Oleh karena itu, penelitian pada dasarnya merupakan usaha pencarian akan sesuatu yang dianggap sebagai pengetahuan akan hal yang dianggap benar. Penelitian memegang peranan penting dalam membantu manusia untuk memperoleh pengetahuan baru dalam memecahkan masalah, disamping akan

13 Boediono, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Bintang Indonesia, Jakarta, hlm.

23.

14 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 2012, hlm. 27.

(23)

menambah ragam pengetahuan lama.15 Kedudukan penelitian sendiri sebagai sarana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten. Dengan demikian metodologi penelitian adalah sebuah materi pengetahuan untuk mendapatkan pengertian yang lebih dalam mengenai sistematisasi atau langkah-langkah penelitian.16 Metodologi penelitian dianggap sebagai unsur penting dan mutlak yang harus ada di dalam penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan termasuk ilmu hukum sendiri.

Sedangkan penelitian hukum diartikan sebagai suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisisnya, kecuali itu, juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut untuk kemudian mengusahaka suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala-gejala yang bersangkutan.17

Penulisan skripsi ini berdasarkan suatu penelitian yang diadakan dengan metodologi penelitian tertentu untuk menemukan dan merumuskan serta menganalisis permasalahan yang terjadi lalu berusaha menemukan pemecahan atas permasalahan tersebut. Metode penelitian yang penulis gunakan dalam pembuatan skripsi ini yakni:

1. Jenis Penelitian

Untuk mempermudah mencapai tujuan dari penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian yuridis empiris yang merupakan cara posedur yang dipergunakan untuk memecahkan masalah penelitian dengan meneliti data

15 Ibid., hlm. 43.

16 Syahrum dan Salim, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Citapustaka Media, Bandung, 2012, hlm. 37.

17 H. Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm.

14.

(24)

sekunder terlebih dahulu untuk kemudian dilanjutkan dengan mengadakan penelitian terhadap data primer di lapangan.18 Yuridis empiris juga dapat diartikan sebagai wujud atau penuangan hasil penelitian mengenai hukum yang berlaku di masyarakat.19 Sedangkan metode yuridis normatif lebih dulu menelaah teori-teori, konsep-konsep, asas-asas hukum serta peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan pokok bahasan dalam skripsi ini. Penggunaan metode yuridis empiris dapat dilihat dari keberadaan faktor yuridis dalam skripsi ini yang berupa seperangkat aturan hukum perdata dan peraturan-peraturan lainnya yang berkaitan dengan bidang perjanjian pengangkutan sebagai pokok pembahasan dalam skripsi ini. Sedangkan faktor empirisnya dengan cara melihat secara langsung Perjanjian Pengangkutan Tandan Buah Segar (TBS) di Sei Galuh Riau Antara PT.

Perkebunan Nusantara V Dengan CV. Sipakko Jaya dan melakukan wawancara terhadap kedua belah pihak.

2. Sifat Penelitian

Adapun skripsi ini bersifat deskriptif, yakni penelitian yang menggambarkan/melukiskan keadaan subjek/objek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat, dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.20

3. Sumber Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder yang berhubungan dengan pembahasan skripsi ini dan diperoleh melalui :

18 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif ; Suatu Tinjauan Singkat, Rajawali Press, Jakarta, 2013, hlm. 52.

19 Asri Wijayanti, Strategi Penulisan Hukum, Lubuk Agung, Bandung, 2011, hlm 97.

20 Soejono dan H. Abdurrahman, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2003, hlm. 23.

(25)

a. Penelitian Kepustakaan

Metode ini dilakukan dengan penelitian atas lliteratur-literatur, berupa buku-buku hukum, jurnal dan sumber-sumber bacaan lainnya serta media elektronik yang berkaitan dengan skripsi penulis.

Adapun yang menjadi bahan hukum primer dalam penulisan skripsi ini adalah Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHP), Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan Surat Perjanjian Pelaksanaan Pekerjaan (Kontrak) antara PT. Perkebunan Nusantara V dengan CV. Sipakko Jaya No. 76/5.DSGH/SPER/NP/265/vi/2018.

Sedangkan yang menjadi bahan hukum sekunder adalah wawancara dengan perwakilan PT. Perkebunan Nusantara V dan wawancara dengan Direktur CV.

Sipakko Jaya

b. Penelitian Lapangan

Penelitian ini dilakukan dengan cara observasi dan pengumpulan data di lapangan untuk mengetahui perjanjian dan mengetahui hubunugan hukum para pihak dalam perjanjian pengangkutan, pelaksanaan isi dari perjanjian pengangkutan tersebut serta bagaimana tanggung jawab masing-masing di dalamnya.

F. Tinjauan Pustaka

1. Tinjauan Umum Mengenai Perjanjian

Terdapat hubungan yg sangat erat antara perikatan dengan perjanjian dan dapat dilihat dari keberadaan perjanjian sebagai suatu hal yang menerbitkan perikatan.

(26)

Perikatan (verbintesis) sendiri diartikan sebagai hubungan hukum antara dua pihak di dalam lapangan harta kekayaan, di mana pihak yang satu (kreditur) berhak atas suatu prestasi, dan pihak yang lain (debitur) berkewajiban memenuhi prestasi itu. Oleh karena itu, di dalam setiap perikatan terdapat "hak" di satu pihak dan "kewajiban" di pihak yang lain.21 Keberadaan hak dan kewajiban dalam hubungan hukum antara kreditur dan debitur tersebut secara langsung memberi jaminan hukum (Undang-Undang) bagi masing-masing pihak. Dimana menurut Subekti, perikatan dikatakan sebagai hubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut suatu hal dari pihak yang lain dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.

Perikatan sendiri diatur dalam buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang terbagi atas bagian umum dan bagian khusus. Dimana bagian umum dari buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sendiri terdiri dari empat (IV) bab dan bagian khusus terdiri dari lima belas (XV) bab. Pada bab II diatur mengenai ketentuan umum persetujuan sedangkan pada bab V s/d XVIII ditambah bab VII A diatur mengenai ketentuan khusus. Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sendiri mengatur mengenai verbintenissenrecht dan istilah lainnya yaitu overeenkomst. Istilah verbintenis dan overeenkomst dalam kepustakaan hukum Indonesia diterjemahkan sebagai berikut:

a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Subekti dan Tjiptosudibio menggunakan istilah perikatan untuk verbintenis dan persetujuan untuk

overeenkomst;

b. Utrecht, dalam bukunya Pengantar dalam Hukum Indonesia memakai istilah perutangan untuk verbintesis dan perjanjian untuk overeenkomst;

c. Achmad Ichsan, dalam bukunya Hukum Perdata, menerjemahkan

verbintenis dengan perjanjian dan overeenkomst dengan persetujuan.22

21 I Ketut Oka Setiawan, Hukum Perikatan, Sinar Grafika, Jakarta, 2016, hlm.1.

22 Firman Floranta Adonara, Aspek-Aspek Hukum Perikatan, Mandar Maju, 2014, hlm 2-3.

(27)

Walaupun buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengatur banyak hal mengenai perikatan, namun rumusan ataupun definisi konkrit mengenai perikatan tidak diatur di dalamnya. Maka sebab itu pemahaman mengenai perikatan senantiasa didasarkan oleh doktrin (ilmu pengetahuan). Dalam ilmu hukum perdata, perikatan adalah suatu hubungan hukum yang berkaitan dengan harta kekayaan yang dilakukan oleh dua orang atau ebih atau sebagai para pihak yang melakukan ikatan hukum, yang satu berhak atas sesuau dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu.23 Sedangkan menurut Hofman, perikatan adalah suatu hubungan antara sejumlah terbatas subjek-subjek hukum sehubungan dengan itu seorang atau beberapa orang dari padanya (debitur/para kreditur) mengikatkan dirinya untuk bersikap menurut cara-cara tertentu terhadap pihak lain yang behak atas sikap yang demikian itu.24 Tidak jauh berbeda dengan definisi perikatan menurut Sudikmo Mertukusumo yang mendefinisikan perikatan sebagai hubungan hukum antara dua pihak yang menimbulkan hak dan kewajiban atas suatu prestasi. Wan Sadjaruddin Baros berpendapat bahwa perikatan itu ialah hubungan hukum antara dua orang (pihak) atau lebih dalam harta kekayaan yang menimbulkan hak di satu pihak dan kewajiban di pihak lain.25

Setiap perikatan yang dibuat melalui perjanjian menimbulkan dua akibat hukum, yaitu kewajiban (obligations) yang ditanggung oleh suatu pihak dan hak atau manfaat yang diperoleh oleh pihak lain, yaitu hak untuk menuntut dilaksanakannya sesuatu yang disanggupi dalam perjanjian tersebut. Terdapat subjek dalam perikatan yang utama yakni para pihak yang melakukan perjanjian, yaitu pihak kreditor dan debitor. Kedua pihak ini saling mengikatkan diri (zich verbiden).

23 Ibid.

24 Hofman, Pokok Hukum Perikatan, Bandung, Bina Cipta, 2003, hlm. 2.

25 W.S. Baros, Sendi Hukum Perikatan, Bandung, Bina Cipta, 2003, hlm. 2.

(28)

Pada dasarnya, perikatan masih bersifat abstrak sehingga diperlukan suatu perjanjian yang isinya memuat perikatan di antara beberapa pihak. Dapat disimpulkan bahwa setiap perjanjian memuat perikatan, tetapi tidak semua perikatan senantiasa dibuat perjanjiannya. Berdasarkan Pasal 1233 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ada dua sumber perikatan yaitu pertama perikatan yang lahir dari persetujuan atau perjanjian, kedua perikatan yang lahir dari Undang-Undang. Dengan demikian maka hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah sumber perikatan, disampingnya sumber-sumber lain. Perjanjian adalah sumber yang terpenting melahirkan perikatan.

Perjanjian menurut Subekti selanjutnya diartikan sebagai suatu peristiwa dimana seseorang berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Dari peristiwa inilah timbul hubungan antara dua orang itu yang disebut perikatan. Dengan perkataan lain, perjanjian itu menerbitkan perikatan antara dua orang yang membuatnya. M. Yahya Harahap memberikan pengertian perjanjian atau verbintennis mengandung suatu pengertian suatu hubungan hukum kekayaan atau harta benda antara dua orang atau lebih yang memberikan kekuatan hukum pada satu pihak untuk memperoleh potensi dan sekaligus mewajibkan pihak lain untuk menaikkan prestasi.26 Tidak jauh berbeda dengan pengertian perjanjian menurut Wirjono Prodjodikoro yang menyatakan bahwa arti perjanjian adalah sebagai suatu perhubungan hukum mengenai harta benda antara dua pihak dalam mana satu pihak berjanji untuk melakukan satu hal sedangkan pihak lain berhak untuk menuntut pelaksanaan janji tersebut.27

Berdasarkan definisi-definisi yang telah diuraikan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa suatu perjanjian adalah suatu persitiwa dimana seseorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu

26 M. Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, Bandung, 2002, hlm. 6.

27 Wirjono Prodjodikoro, Azas-azas Hukum Perjanjian, Sumur, Bandung, 1981, hlm. 9.

(29)

hal. Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menerangkan secara sederhana tentang pengertian perjanjian yang menggambarkan tentang adanya dua pihak yang saling mengikatkan diri. Sementara itu, apabila dua orang salling berjanji, ini berarti masing- masing pihak menjanjikan untuk memberikan ataupun melakukan sesuatu kepada pihak lainnya yang juga memiliki arti bahwa masing-masing pihak berhak untuk menerima apa yang telah dijanjikan oleh pihak lainnya. Hal ini berarti bahwa masing-masing pihak dibebani kewajiban dan diberi hak sebagaimana yang dijanjikan.28

Suatu perjanjian memiliki unsur yang dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu unsur essensialia dan bukan unsur essensialia. Terhadap yang disebutkan belakangan ini terdiri atas unsur naturalia dan accidentalia.

a. Unsur Essensialia

Eksistensi dari suatu perjanjian ditentukan secara mutlak oleh unsur essensialia, karena tanpa unsur ini suatu janji tidak akan ada. Contohnya tentang "sebab yang halal", merupakan essensialia akan adanya perjanjian. Dalam jual beli, harga dan barang, yang disepakati oleh penjual dan pembeli merupakan unsur essensialia.

Dalam perjanjian riil, syarat penyerahan objek perjanjian merupakan unsur essensialia. Begitu pula dalam bentuk tertentu merupakan unsur essensialia dalam perjanjian formal.

b. Unsur Naturalia

Unsur ini dalam perjanjian diatur dalam Undang-Undang, tetapi para pihak boleh menyingkirkan atau menggantinya. Dalam hal ini ketentuan Undang-Undang bersifat mengatur dan menambah (regelend atau aanvullendrecht).

c. Unsur Accidentalia

Unsur ini sama halnya dengan unsur naturalia dalam perjanjian yang sifatnya penambahan dari para pihak. Undang-Undang (hukum) sendiri tidak mengatur tentang hal itu. Contohnya dalam perjanjian jual beli, benda-benda pelengkap tertentu bisa ditiadakan.29

28 Ahmadi Miru, Hukum Kontrak & Perancanangan Kontrak, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2010, hlm. 2.

29 I Ketut Oka Setiawan, Op.Cit., hlm. 43-44.

(30)

Sedangkan menurut Syamuddin, perjanjian pada umumnya memuat beberapa unsur, yaitu :

a. Pihak-pihak, paling sedikit dua orang. Para pihak yang bertindak sebagai subyek perjanjian, dapat terdiri dari dua orang atau badan hukum. Dalam hal yang menjadi pihak adalah orang, harus telah dewasa dan cakap untuk melakukan hubungan hukum.

b. Persetujuan antara para pihak sebelum membuat suatu perjanjian atau dalam membuat suatu perjanjian, para pihak memiliki kebebasan untuk mengadakan tawar menawar di antara mereka.

c. Adanya tujuan yang akan dicapai, baik yang dilakukan sendiri maupun oleh pihak lain, selaku subyek dalam perjanjian tersebut. Dalam mencapai tujuannya, para pihak terikat dengan ketentuan bahwa tujuan tersebut tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang, kesusilaan dan ketertiban umum.

d. Ada prestasi yang harus dilaksanakan, para pihak dalam suatu perjanjian mempunyai hak dan kewajiban tertentu, yang satu dengan yang lainnya saling berlawanan. Apabila pihak yang satu berkewajiban untuk memenuhi suatu prestasi, bagi pihak lain hal tersebut merupakan hak, dan sebaliknya.

e. Ada bentuk tertentu, suau perjanjian dapat dibuat secara lisan maupun tertulis. Dalam hal suatu perjanjian yang dibuat secara tertulis, dibuat sesuai dengan ketentuan yang ada.

f. Syarat-syarat tertentu, dalam suatu perjanjian, isinya harus ada syarat-syarat tertentu, karena suatu perjanjian yang sah, mengikat sebagai Undang- Undang bagi mereka yang mebuatnya. Agar suatu perjanjian dapat dikatakan sebagai suatu perjanjian yang sah, perjanjian tersebut telah memenuhi syarat tertentu.

30

Terkait dengan unsur-unsur dalam perjanjian, ada empat syarat agar perjanjian dinyatakan sah, yaitu:

a. Perizinan yang bebas dari orang-orang yang mengikatkan diri;

b. Kecakapan untuk membuat perjanjian;

c. Suatu hal tertentu yang diperjanjikan;

d. Suatu sebab (oorzaak) yang batal, artinya tidak terlarang (lihat pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata).

31

Perjanjian sendiri memiliki beberapa asas-asas dalam pelaksanaannya antara lain:

30 Mohd. Syaufii Syamuddin, Perjanjian-perjanjian dalam Hubungan Industrial, Jakarta, Sarana Bhakti Persada, 2005, hlm. 5.

31 Firman Floranta Adonara, Op. Cit.,, hlm. 46.

(31)

a. Asas Kebebasan Berkontrak

Asas ini bersifat universal yang dilatarbelakangi oleh paham individualisme. Hal ini berarti kebebasan berkontrak memberikan jaminan kebebasan kepada seseorang untuk secara bebas dalam beberapa hal yang berkaitan dengan perjanjian, di antaranya:

1) Bebas menentukan apakah ia akan melakukan perjanjian atau tidak;

2) bebas menentukan dengan siapa ia akan melakukan perjanjian;

3) bebas menentukan isi atau kalusul perjanjian;

4) bebas menentukan bentuk perjanjian; dan

5) kebebasan-kebebasan lainnya yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

32

b. Asas Konsesualisme

Asas ini menentukan perjanjian dan dikenal dengan baik dalam sistem hukum Civil Law maupun Common Law. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, asas

ini disebutkan pada Pasal 1320 yang mengandung arti "kemauan atau will" para pihak untuk saling berpartisipasi mengikatkan diri. Asas konsesualisme berarti kesepakatan (consensus) yaitu pada dasarnya kontrak atau perikatan yang timbul sudah dilahirkan sejak detik tercapainya kata sepakat. Kata sepakat disini adalah mengenai hal-hal pokok dari apa yang menjadi objek perjanjian. Apabila perjanjian dibuat dalam bentuk tertulis maka bukti tercapainya kata sepakat atau konsensus adalah saat ditandatanganinya perjanjian itu oleh pihak-pihak yang bersangkutan.33

c. Asas Kepastian Hukum

Asas kepastian hukum disebut juga sebagai asas pacta sunt servanda dimana asas ini mengandung arti bahwa ketika setiap orang yang sepakat dan bersedia membuat perjanjian hal ini juga berarti ia terikat untuk memenuhi perjanjian tersebut karena

32 Ahmadi Miru, Op. Cit., hlm. 14.

33 I Ketut Oka Setiawan, Op.Cit., hlm. 46.

(32)

perjanjian tersebut mengandung kesepakatan yang mengikat para pihak sebagaimana mengikatnya undang-undang. Asas Kepastian Hukum diatur dalam Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata terutama dalam kalimat

"berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya."

d. Asas Itikad Baik

Ketentuan mengenai asas ini diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1338 ayat (3) yang menyatakan bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Keadaan batin para pihak untuk melaksanakan perjanjian menurut asas ini harus secara jujur, terbuka dan saling percaya.

e. Asas Kepribadian

Asas kepribadian menerangkan bahwa seseorang yang akan melakukan dan/atau membuat perjanjian hanya untuk kepentingan perseorangan saja.

Pada pasal 1315 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata terdapat ketentuan yang mengatur asas ini dimana bunyinya, "Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri."

Dapat ditarik kesimpulan bahwa ketika mengadakan suatu perjanjian,

seseorang harus berpegang pada kepentingan dirinya sendiri. Selanjutnya,

pada pasal 1340 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata terdapat ketentuan

bahwa "Perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya" dimana

hal ini berarti perjanjian yang dibuat hanya berlaku bagi para pihak yang

membuatnya.

(33)

Bentuk perjanjian sendiri tidak memiliki ketentuan yang mengikat. Oleh sebab itu perjanjian dapat dibuat secara lisan maupun tertulis. Perjanjian yang dibuat secara lisan cukup dibuat para pihak dengan lisan atau kesepakatan para pihak. Dengan adanya konsensus maka perjanjian itu telah terjadi. Apabila dibuat secara tertulis, perjanjian mempunyai makna sebagai alat bukti bila pihak-pihak dalam perjanjian itu mengalami perselisihan dalam proses pelaksanaan perjanjian. Namun untuk perjanjian tertentu, Undang-Undang menentukan bentuk tersendiri dari perjanjian tersebut sehingga bila bentuk yang telah ditentukan tidak sesuai maka perjanjian dianggap tidak sah. Dengan demikian, bentuk tertulis suatu perjanjian tidak saja sebagai alat pembuktian namun juga untuk memenuhi syarat adanya peristiwa (perjanjian) itu. Yang termasuk perjanjian tertulis antara lain:

a. Perjanjian standar atau baku dimana merupakan perjanjian tertulis yang berupa formulir yang isinya telah di standarisasi (dibakukan) terlebih dahulu secara sepihak oleh produsen. Perjanjian ini bersifat masal tanpa mempertimbangkan perbedaan kondisi yang dimiliki konsumen.

b. Perjanjian formal adalah perjanjian yang telah ditetapkan dengan formalitas tertentu, misalnya perjanjian perdamaian yang harus secara tertulis, perjanjian hibah dengan akta notaris.

34

Sedangkan yang termasuk perjanjian lisan adalah:

a. Perjanjian konsensual

Perjanjian konsensual adalah perjanjian yang timbul karena adanya persetujuan kehendak antara para pihak.

34 Handri Raharjo, Hukum Perjanjian di Indonesia, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2009, hlm. 59.

(34)

b. Perjanjian real

Perjanjian real adalah perjanjian disamping adanya persetujuan kehendak juga sekaligus harus ada penyerahan nyata atas barangnya. Contohnya jual beli barang bergerak, perjanjian penitipan, perjanjian pinjam pakai dan sebagainya.

Sedangkan menurut namanya, penggolongan perjanjian tercantum dalam Pasal 1319 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Artikel 1355 NBW. Pada ketentuan ini disebutkan 2 macam perjanjian yakni:

a. Perjanjian bernama (nominaat) yaitu perjanjian-perjanjian yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata berupa perjanjian jual-beli, tukar-menukar, sewa-menyewa, persekutuan perdata, penitipan barang, pinjam-pakai, penanggungan utang dan lain-lain.

b. Perjanjian tidak bernama (innominaat) dimana berupa perjanjian yang timbul, tumbuh dan berkembang di tengah masyarakat. Perjanjian jenis ini belum dikenal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan dalam hal ini para pihak yang menentukan sendiri perjanjiannya dimana ketentuan yang ditetapkan oleh mereka berlaku sebagai undang-undang bagi masing- masing pihak. Bentuk perjanjian ini biasanya berupa leasing, franchise, beli sewa, kontrak karya, joint venture, production sharing, keagenan dan lain- lain.

Perjanjian dalam pelaksanaannya memiliki akibat hukum bagi para pihak yang terlibat di dalamnya. Akibat hukumnya berupa timbulnya hak dan kewajiban di masing-

(35)

maing pihak. Hak adalah suatu kenikmatan dan kewajiban adalah suatu beban.35 Pada pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dijelaskan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. "Semua" disini berarti perjanjian yang dimaksud bukan hanya perjanjian bernama namun juga meliputi perjanjian tidak bernama. Dari ketentuan pasal ini dapat dilihat bagaimana akibat hukum dari perjanjian yang lazim bagi para pembuatnya.

Dimana berarti setiap perjanjian yang dibuat tidak dapat ditarik kembali kecuali para pihak yang membuatnya sepakat akan hal tersebut. Perjanjian juga dapat ditarik kembali apabila ada alasan yang menurut undang-undang cukup. Selain itu menurut pasal ini, setiap perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Adapun akibat lainnya dari perjanjian dapat dilihat dari ketentuan Pasal 1340 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi, "persetujuan hanya berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya.

Persetujuan tidak dapat merugikan pihak ketiga; persetujuan tidak dapat memberi keuntungan kepada pihak ketiga selain dalam hal yang ditentukan dalam pasal 1317."

Berdasarkan bunyi pasal tersebut, berarti perjanjian hanya berlaku di antara para pihak yang membuatnya dan tidak dapat mengikat pihak ketiga. Jikalau pihak ketiga terlibat hanya apabila perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak ketiga.

Suatu perjanjian terkait dalam hal kebatalan atau nulitasnya dianggap batal apabila tidak memenuhi salah satu atau lebih dari satu persyaratan yang terdapat dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Batalnya perjanjian sendiri bisa digolongkan menjadi 3 antara lain:

a. Perjanjian yang Dapat dibatalkan

35 Salim H. S., Hukum Kontrak, Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 11-12.

(36)

Dalam hal ini, perjanjian yang telah dibuat dan disepakati para pihak dapat dibatalkan apabila ketika hendak dilaksanakan perjanjian tersebut ternyata merugikan pihak-pihak yang terkait di dalamnya. Pembatalan perjanjian ini sendiri dapat diajukan oleh salah satu pihak dalam perjanjian. Pembatalan dapat dimintakan apabila kesepakatan yang terjadi diantara para pihak bukan merupakan kesepakatan yang sah atau didasarkan pada kekhilafan maupun paksaan atau penipuan seperti yang diatur pada Pasal 1321 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Selain hal tersebut, pembatalan perjanjian juga dapat diajukan apabila salah satu pihak yang terkait dalam perjanjian tergolong kepada orang yang tak cakap hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1330 dan 1331 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

b. Perjanjian yang Batal Demi Hukum

Perjanjian dapat dibatalkan demi hukum dimana berarti dalam hal pelaksanaannya tidak dapat dipaksakan apabila terdapat pelanggaran terhadap syarat objektif dari sahnya suatu perjanjian.

c. Perjanjian Batal secara Relatif dan Mutlaak

Batal secara relatif disini berarti perjanjian tersebut batal terhadap individu tertentu sedangkan batal secara mutlak berarti pembatalan perjanjian tersebut berlaku umum terhadap keseluruhan anggota masyarakat. Biasanya perjanjian yang batal demi hukum bersifat mutlak adanya.

Lain halnya dengan wanprestasi atau yang lebih dikenal dengan pelanggaran terhadap perjanjian. Apabila terjadi wanprestasi, maka akan menerima sanksi hukum yang biasanya berupa ganti rugi. Pada situasi normal suatu perjanjian, prestasi dan kontra prestasi akan saling bertukar, namun pada kondisi tertentu pertukaran prestasi tidak

(37)

berjalan sebagaimana mestinya sehingga muncul peristiwa yang disebut sebagai wanprestasi.36

Macam-macam wanprestasi antara lain:

a. Sama sekali tidak memenuhi prestasi;

b. prestasi yang dilakukan tidak sempurna;

c. terlambat memenuhi prestasi;

d. melakukan apa yang di dalam perjanjian dilarang untuk dilakukan.

37

Dalam pelaksanaannya, perjanjian dapat dihapuskan dimana hal ini diatur dalam Pasal 1381 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyebutkan beberapa alasan hapusnya perikatan antara lain:

a. karena pembayaran;

b. karena penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan;

c. karena pembaharuan utang;

d. karena perjumpaan utang atau kompensasi;

e. karena percampuran utang;

f. karena pembebasan utang;

g. karena musnahnya barang yang terutang;

h. karena kebatalan atau pembatalan;

i. karena berlakunya suatu syarat sah pembatalan, yang diatur dalam ketentuan mengenai perikatan dengan syarat batal; dan

36 Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian: Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, Prenadamedia Group, Jakarta, hlm. 260.

37 Ahmadi Miru, Op. Cit., hlm. 74.

(38)

j. karena lewat waktu yang diatur dalam Buku IV Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

2. Tinjauan Umum Mengenai Pengangkutan

Istilah pengangkutan dapat diartikan sebagai pembawaan barang-barang atau orang-orang (penumpang) dimana kata "pengangkutan" sendiri berasal dari kata "angkut"

yang berarti "mengangkut dan membawa".38 Pengangkutan menurut Abdul Kadir Muhammad diartikan sebagai proses kegiatan memuat barang atau penumpang ke dalam alat pengangkutan, membawa barang atau penumpang dari tempat pemuatan ke tempat tujuan dan menurunkan barang atau penumpang dari alat pengangkut ke tempat yang ditentukan. Berdasarkan definisi tersebut, dapat dilihat bahwa aspek-aspek pengangkutan meliputi:

a. Pelaku yaitu orang yang melakukan pengangkutan berupa badan usaha seperti perusahaan pengangkutan.

b. Alat pengangkutan yaitu alat yang digunakan untukvmenyelenggarakan pengangkutan seperti kendaraan bermotor, kapal laut, dan lain-lain.

c. Barang yaitu muatan yang diangkut. Barang perdagangan yang sah menurut Undang-Undang.

d. Perbuatan yaitu kegiatan pengangkutan barang atau orang sejak permuatan sampai penurunan di tempat tujuan.

e. Fungsi pengangkutan meningkatkan kegunaan dan nilai barang.

f. Tujuan pengangkutan yaitu sampai di tempat tujuan yang ditentukan dengan selamat.

39

Menurut Sri Rejeki Hartono pengangkutan dapat memberikan kemanfaatan terhadap nilai dan penggunaan suatu barang, yang pada dasarnya dapat dikemukakan dua nilai kegunaan pokoknya, antara lain :

38 Hasim Purba, Op. Cit., hlm. 1.

39 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Darat, Laut dan Udara, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991, hlm. 19.

(39)

a. Kegunaan tempat (place utility)

Dalam hal ini dijelaskan bahwa dengan adanya pengangkutan berarti perpindahan barang dari suatu tempat yang dimana tadinya barang tersebut dirasakan kurang berguna di tempat tersebut menuju tempat lain dimana barang tersebut dapat lebih berguna dan bermanfaat. Hal ini berarti nilai dari barang tersebut sudah bertambah jika dilihat dari kegunaaan dan manfaatnya bagi manusia apabila berpindah tempat.

b. Kegunaan waktu (time utility)

Kegunaan waktu dalam pengangkutan berarti perpindahan barang dari suatu tempat ke tempat lain dimana barang itu lebih diperlukan tepat pada waktunya. Maka nilai barang tersebut dapat dilihat dari faktor waktu barang tersebut dapat lebih dimanfaatkan oleh manusia atau tidak.

Rangkaian kegiatan pemindahan penumpang atau barang dari satu tempat pemuatan (embarkasi) ke tempat tujuan (debarkasi) sebagai tempat penurunan penumpang atau pembongkaran barang muatan merupakan pemahaman dari pengangkutan itu sendiri. Terkait dengan pemahaman tersebut, berikut kegiatan yang meliputi rangkaian peristiwa pemindahan tersebut:

a. Memuat penumpang atau barang ke dalam alat pengangkut;

b. membawa penumpang atau barang ke tempat tujuan; dan

c. menurunkan penumpang atau membongkar barang di tempat tujuan.

Pengangkutan yang meliputi tiga kegiatan ini merupakan satu kesatuan proses yang disebut pengangkutan dalam arti luas. Namun jika ditelaah dalam artian sempit pengangkutan hanya meliputi kegiatan membawa penumpang atau barang dari stasiun/terminal/pelabuhan/bandara tempat pemberangkatan ke tempat tujuan. Untuk

(40)

menentukan pengangkutan itu dalam arti luas atau arti sempit, dapat dilihat dari perjanjian pengangkutan yang dibuat oleh para pihak dan kebiasaan di tengah masyarakat.

Dalam pelaksanaannya, pengangkutan diklasifikasikan atas:

a. Pengangkutan Darat

Di dalam pengangkutan darat, untuk mencapai hasil yang diharapkan serta dapat tercapai fungsi-fungsi pengangkutannya, maka dalam pengangkutan diperlukan beberapa unsur yang memadai berupa:

1) Alat angkutan itu sendiri (operationg facilities), setiap barang atau orang akan diangkut tentu saja memerlukan alat pengangkutan yang memadai, baik kapasitasnya, besarnya maupun perlengkapannya. Alat pengangkutan yang dimaksud dapat berupa kapal, kereta api, truk, bis ataupun pesawat udara. Perlengkapan yang disediakan pun haruslah sesuai dengan barang yang hendak diangkut.

2) Fasilitas yang akan dilalui oleh alat-alat pengangkutan (right of way), fasilitas tersebut dapat berupa jalan umum, rel kereta api, perairan/sungai, bandar udara navigasi dan sebagainya. Jadi apabila fasilitas yang dilalui oleh angkutan tidak tersedia atau tersedia tidak sempurna maka proses pengangkutan itu sendiri tidak mungkin berjalan dengan lancar.

3) Tempat persiapan pengangkutan (terminal facilities), tempat persiapan pengangkutan ini diperlukan karena suatu kegiatan pengangkutan tidak dapat berjalan dengan efektif apabila tidak ada terminal yang dipakai sebagai tempat persiapan sebelum dan sesudah proses pengangkutan dimulai.

4) Selain itu dalam dunia perdagangan pengangkutan memegang peranan yang sangat penting. Tidak hanya sebagai sarana angkutan yang harus membawa barang-barang yang diperdagangkan kepada konsumen tetapi juga sebagai alat penentu harga dari barang-barang tersebut. Karena itu untuk memperlancar usahanya produsen akan mencari pengangkutan yang berkelanjutan dan biaya pengangkutan yang murah.

40

b. Pengangkutan Udara

Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, angkutan udara adalah setiap kegiatan dengan menggunakan pesawat udara untuk mengangkut penumpang, kargo, dan/atau pos untuk satu perjalanan

40 Sri Rejeki Hartono, Pengangkutan dan Hukum Pengangkutan Darat, UNDIP, Semarang, 1980, hlm. 8.

(41)

atau lebih dari satu bandar udara ke bandar udara yang lain atau beberapa bandar udara. Pengangkut pada pengangkutan udara adalah Perusahaan Pengangkutan Udara yang mendapat izin operasi dari pemerintah menggunakan pesawat udara sipil dengan memungut bayaran.

41

c. Pengangkutan Laut

Pengangkutan laut mempunyai norma yang mengatur tingkah laku manusia dalam menjalankan tugasnya untuk mempersiapkan dan melancarkan pelayaran di laut. Sehingga hukum pengangkutan laut disebut juga hukum pelayaran. Ruang lingkup laut sendiri meluas melampaui batas negara, sehingga ruang lingkup laut dibedakan menjadi dua bagian yaitu:

1) Ruang lingkup angkutan laut dalam negeri;

2) Ruang lingkup angkutan laut luar negeri.

3. Tinjauan Umum Mengenai Tanggung Jawab dan Sengketa

Dalam kamus hukum, tanggung jawab adalah suatu keharusan bagi seseorang untuk melaksanakan apa yang telah diwajibkan kepadanya.

42

Sedangkan menurut hukum, tanggung jawab adalah suatu akibat atas konsekuensi kebebasan seorang tentang perbuatannya yang berkaitan dengan etika atau moral dalam melakukan suatu perbuatan.

43

Menurut Wahyu Sasongko, tanggung jawab hukum adalah kewajiban menanggung suatu akibat menurut ketentuan hukum yang berlaku dan di sini ada norma atau peraturan hukum yang mengatur tentang tanggung jawab. Sejalan dengan Ridwan Halim yang mendefiniskan tanggung

41 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, Op.Cit., hlm. 69.

42 Andi Hamzah, Kamus Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2005, hlm. 38.

43 Soekidjo Notoatmojo, Etika dan Hukum Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta, 2010, hlm. 9.

(42)

jawab hukum sebagai sesuatu akibat lebih lanjut dari pelaksanaan peranan, baik peranan itu merupakan hak dan kewajiban ataupun kekuasaan. Secara umum, tanggung jawab hukum diartikan sebagai kewajiban untuk melakukan sesuatu atau berperilaku menurut cara tertentu tidak menyimpang dari peraturan yang telah ada.

Sedangkan sengketa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti pertentangan atau konflik. Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan antara orang-orang, kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi terhadap suatu objek permasalahan. Dengan kata lain, sengketa dapat bersifat publik maupun bersifat keperdataan dan dapat terjadi baik di dalam lingkup lokal, nasional maupun internasional. Konflik atau sengketa juga bisa diartikan sebagai situasi dan kondisi dimana orang-orang saling mengalami perselisihan yang bersifat faktual maupun perselisihan-perselisihan yang ada pada persepsi mereka saja.

44

Dalam konteks hukum khususnya hukum kontrak, yang dimaksud dengan sengketa adalah perselisihan yang terjadi antara para pihak karena adanya pelanggaran terhadap kesepakatan yang telah dituangkan dalam sautu kontrak, baik sebagian maupun keseluruhan. Dengan kata lain telah terjadi wanprestasi oleh pihak-pihak atau salah satu pihak.

45

G. Keaslian Penulisan

44 Takdir Rahmadi, Mediasi Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat, Rajawali Pers, Jakarta, 2011, hlm. 1.

45 Nurnaningsih Amriani, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata Di Pengadilan, Jakarta, PT. Grafindo Persada, 2012, hlm. 12.

Referensi

Dokumen terkait

Kualitas air boiler ditunjukkan oleh berbagai parameter terukur yang harus berada pada nilai tertentu untuk dapat merepresentasikan kualitas air boiler berada dalam kondisi baik..

Pelaksanaan pembelajaran Aswaja pada kelas Intensive telah dilakukan pendidik sesuai dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang telah dibuat. pada tahap

Menggunakan analisis wacana dengan perspektif kritis, penelitian ini hendak mengkonfirmasikan diskursus identitas islam “kontemporer” yang berusaha ditawarkan oleh majalah

Tujuan pada penelitian ini adalah menganalisis uji desktiptif aktiva tidak berwujud berupa modal intelektual dan goodwill perusahaan yang mengumumkan dividen sejumlah

Penggunaannya yang sangat besar dan sifat bahan bakar fosil sebagai sumber daya yang tidak dapat diperbaharui, sehingga sangat dibutuhkan sekali untuk mengantikan bahan bakar

Penelitian ini berdasarkan lokasi sumber datanya termasuk kategori penelitian lapangan, dan ditinjau dari segi sifat-sifat data termasuk dalam penelitian kualitatif,

A number of studies have documented the efficacy of conventional treatment approaches such as pharmacotherapy, cognitive behavioral therapy (CBT) and exercise on managing

Dari hasil analisis data dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan antara kurs Rp/US$ sebelum kenaikan BBM 1 Oktober 2005 dan sesudah kenaikan harga BBM 1 Oktober 20051. Nilai kurs