• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II GAMBARAN UMUM KABUPATEN JEPARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II GAMBARAN UMUM KABUPATEN JEPARA"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

GAMBARAN UMUM KABUPATEN JEPARA

2.1 Geografi, Topografi dan Geohidrologi

Secara geografis Kabupaten Jepara terletak pada posisi 110° 9' 48,02" sampai 110° 58' 37,40" Bujur Timur dan 5° 43' 20,67" sampai 6° 47' 25,83" Lintang Selatan, sehingga merupakan daerah paling ujung sebelah utara dari Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten Jepara merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang beribukota di Jepara, dengan jarak tempuh ke Ibukota Provinsi sekitar 71 km dan dapat ditempuh dengan kendaraan lebih kurang 2 jam. Adapun batas-batas wilayah administratif Kabupaten Jepara adalah sebagai berikut:

• Sebelah Utara : Laut Jawa

• Sebelah Selatan : Kabupaten Demak

• Sebelah Timur : Kabupaten Kudus dan Kabupaten Pati

• Sebelah Barat : Laut Jawa

Wilayah Kabupaten Jepara juga meliputi Kepulauan Karimunjawa, yang berada di Laut Jawa, di mana untuk menuju ke wilayah tersebut sekarang dilayani oleh kapal ferry dari Pelabuhan Jepara dan kapal cepat dari Pelabuhan Tanjung Emas Semarang. Selain itu di Kepulauan Karimunjawa juga terdapat lapangan terbang perintis yang dapat didarati pesawat terbang berjenis kecil dari Semarang.

Kabupaten Jepara yang beribukota di Kecamatan Jepara, dengan jarak terdekat dari ibukota kabupaten adalah Kecamatan Tahunan (7 km) dan jarak terjauh adalah Kecamatan Karimunjawa (90 km). Sedangkan jarak dari Kabupaten Jepara ke kota-kota terdekat adalah sebagai berikut:

• Kudus : 35 km

• Demak : 45 km

• Pati : 59 km

• Rembang : 95 km

• Blora : 131 km

Luas wilayah daratan Kabupaten Jepara 100.413,189 ha (1.004,132 km2) dengan panjang garis pantai 72 km. Wilayah tersempit adalah Kecamatan Kalinyamatan (2.3710,001 ha) sedangkan wilayah terluas adalah Kecamatan

(2)

Keling (12.311,588 ha). Sebagian besar luas wilayah merupakan tanah kering sebesar 74.122,133 ha (73,82%) dan sisanya merupakan tanah sawah sebesar 26.291,056 ha (26,28%).

Gambar 2.1

Letak Kabupaten Jepara dalam Konstalasi Jawa Tengah

Wilayah Kabupaten Jepara juga mencakup luas lautan sebesar 1.845,6 km². Pada lautan tersebut terdapat daratan kepulauan sejumlah 29 pulau, dengan 5 pulau berpenghuni dan 24 pulau tidak berpenghuni. Wilayah kepulauan tersebut merupakan Kecamatan Karimunjawa yang berada di gugusan Kepulauan Karimunjawa, yakni gugusan pulau-pulau yang ada di Laut Jawa dengan dua pulau terbesarnya adalah Pulau Karimunjawa dan Pulau Kemujan.

Sedangkan sebagian besar wilayah perairan tersebut dilindungi dalam Taman Nasional Laut Karimunjawa.

(3)

Gambar 2.2 Peta Kabupaten Jepara

(4)

Secara topografi, Kabupaten Jepara dapat dibagi dalam empat wilayah yaitu wilayah pantai di bagian pesisir Barat dan Utara, wilayah dataran rendah di bagian tengah dan Selatan, wilayah pegunungan di bagian Timur yang merupakan lereng Barat dari Gunung Muria dan wilayah perairan atau kepulauan di bagian utara merupakan serangkaian Kepulauan Karimunjawa.

Berdasar letak geografis wilayah, maka Kabupaten Jepara beriklim tropis dengan pergantian musim penghujan dan kemarau. Musim penghujan antara bulan Nopember-April dipengaruhi oleh musim Barat sedang musim kemarau antara bulan Mei-Oktober yang dipengaruhi oleh angin musim Timur.

Sedangkan jumlah curah hujan ± 2.464 mm, dengan jumlah hari hujan 89 hari.

Suhu udara Kabupaten Jepara terendah pada 21,55 °C dan tertinggi sekitar 33,71 °C, dengan kelembaban udara rata-rata sekitar 84%.

Dengan kondisi topografi demikian, Kabupaten Jepara memiliki variasi ketinggian antara 0 m sampai dengan 1.301 m dpl (dari permukaan laut), daerah terendah adalah Kecamatan Kedung antara 0-2 mdpl yang merupakan dataran pantai, sedangkan daerah yang tertinggi adalah Kecamatan Keling antara 0- 1.301 mdpl merupakan perbukitan. Variasi ketinggian tersebut menyebabkan Kabupaten Jepara terbagai dalam empat kemiringan lahan, yaitu datar 41.327,060 ha, bergelombang 37.689,917 ha, curam 10.776 ha dan sangat curam 10.620,212 ha.

Berdasar data tersebut di atas, bagian daratan utama Kabupaten Jepara terdiri dari dataran rendah dan dataran tinggi yang merupakan kawasan pada lereng Gunung Muria. Kondisi ini menyebabkan sistem hidrologinya mengalir beberapa sungai besar yang memiliki beberapa anak sungai. Di mana karakteristik kontur wilayah, menyebabkan sungai mengalir dari daerah hulu di bagian timur dan selatan ke daerah hilir bagian utara dan barat.

Daratan utama Kabupaten Jepara berdasarkan sistem hidrologi merupakan kawasan yang berada pada lereng Gunung Muria bagian barat yang mengalir sungai-sungai besar yang memiliki beberapa anak sungai. Sungai- sungai besar tersebut antara lain Sungai Gelis, Keling, Jarakan, Jinggotan, Banjaran, Mlonggo, Gung, Wiso, Pecangaan, Bakalan, Mayong dan Tunggul.

Berdasarkan karakteristik topografi wilayah, aliran sungai relatif dari daerah hulu dibagian timur (Gunung Muria) ke arah barat (barat daya, barat, dan barat laut) yaitu daerah hilir (Laut Jawa).

(5)

Pada daratan Kabupaten Jepara terdapat beberapa jenis tanah, yang dapat diklasifikasikan menjadi 4 jenis tanah berikut :

• Andosol Coklat, terdapat diperbukitan bagian utara dan puncak Gunung Muria seluas 3.525,469 ha;

• Regosol terdapat dibagian utara seluas 2.700,857 ha;

• Alluvial terdapat di sepanjang pantai utara seluas 9.126,433 ha;

• Asosiasi Mediterian terdapat di pantai barat seluas 19.400,458 ha; dan

• Latosol yang merupakan jenis tanah paling dominan di Kabupaten Jepara terdapat di perbukitan Gunung Muria seluas 65.659,972 ha.

2.2 Administrasi

Wilayah administrasi Kabupaten Jepara terbagi atas 16 kecamatan, 11 kelurahan dan 183 desa, 1.009 RW dan 4.668 RT serta 301.814 KK. Menurut klasifikasinya, baik kelurahan maupun desa di Kabupaten Jepara termasuk dalam swasembada.

Tabel 2.1

Jumlah Kecamatan, Kelurahan/Desa, RW, RT dan KK

No Kecamatan Kel./Desa RW RT KK

1 Kedung 18 61 257 19.267 2 Pecangaan 12 69 339 21.146 3 Kalinyamatan 12 51 237 15.075 4 Welahan 15 44 217 17.909 5 Mayong 18 75 387 30.112 6 Nalumsari 15 78 369 16.991 7 Batealit 11 51 283 17.092 8 Tahunan 15 74 315 22.648 9 Jepara 16 83 305 17.362 10 Mlonggo 8 51 278 22.508 11 Pakis Aji 8 38 261 14.846 12 Bangsri 12 120 439 23.645 13 Kembang 11 78 331 25.705 14 Keling 12 68 332 18.310 15 Donorojo 8 54 267 16.313 16 Karimunjawa 3 14 51 2.885

Jumlah 194 1.009 4.668 301.814 Sumber : Jepara Dalam Angka 2008 (BPS)

(6)

2.3 Kependudukan

Jumlah penduduk Kabupaten Jepara pada 5 (lima) tahun terakhir meningkat dari 1.059.638 pada tahun 2004 menjadi 1.090.839 jiwa pada tahun 2008. Ini menunjukkan, bahwa terjadi pertambahan penduduk sebesar 31.201 jiwa dalam waktu lima tahun atau mengalami pertumbuhan rata-rata hanya sebesar 0,59% per tahun. Sedangkan proporsi jumlah penduduk Kabupaten Jepara hanya sekitar 3,5% dari jumlah penduduk Jawa Tengah (32,18 Juta jiwa).

Jumlah penduduk Kabupaten Jepara berdasarkan hasil Susenas 2008 adalah sebanyak 1.090.839 jiwa yang terdiri dari 548.953 laki-laki (50,32%) dan 541.886 perempuan (49,68%), dimana sebaran penduduk terbanyak terdapat di Kecamatan Tahunan (96.535 jiwa atau 8,85%) dan jumlah pendudukan paling sedikit terdapat di Kecamatan Karimunjawa (8.684 jiwa atau 0,80%).

Tabel 2.2

Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

No. Tahun Laki-laki Perempuan Jumlah Pertumbuhan (%) 1. 2004 533.251 526.387 1.059.638 1,91 2. 2005 542.510 535.527 1.078.037 1,74 3. 2006 532.459 525.605 1.058.064 -1,85 4. 2007 540.293 533.338 1.073.631 1,47 5. 2008 548.953 541.886 1.090.839 1,60 Sumber: Jepara Dalam Angka Tahun 2004-2008/2009

Berdasar data di atas menunjukkan pertumbuhan penduduk empat tahun terakhir (2004-2007) terjadi lonjakan naik-turun, namun pada tahun 2008 ternyata terjadi pertumbuhan yang meningkat. Proporsi jumlah penduduk laki-laki sejak tahun 2004 selalu lebih besar dari perempuan.

Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dari tahun ke tahun, tingkat kepadatan penduduk juga mengalami peningkatan dari 1.055 jiwa per km2 pada tahun 2004 menjadi 1.086 jiwa per km2 pada tahun 2008 terjadi peningkatan 31 jiwa per km2 selama 5 tahun atau rata-rata terjadi pertambahan kepadatan penduduk 6,02 jiwa per km2 pertahun.

Tabel 2.3

Kepadatan Penduduk Per Km2 No. Tahun Jumlah

Kecamatan

Jumlah Penduduk

Luas (km2)

Kepadatan (per km2) 1. 2004 14 1.059.638 1.004,132 1.055 2. 2005 14 1.078.037 1.004,132 1.074 3. 2006 14 1.058.064 1.004,132 1.054

(7)

No. Tahun Jumlah Kecamatan

Jumlah Penduduk

Luas (km2)

Kepadatan (per km2) 4. 2007 16 1.073.631 1.004,132 1.069 5. 2008 16 1.090.839 1.004,132 1.086

Sumber: Jepara Dalam Angka Tahun 2004-2008/2009

Jika dilihat berdasarkan kepadatan penduduk, pada tahun 2008 kepadatan penduduk Kabupaten Jepara mencapai 1.086 jiwa/km2. Penduduk terpadat berada di Kecamatan Jepara dengan 3.087 jiwa/km2, sedangkan kepadatan terendah berada di Kecamatan Karimunjawa dengan 122 jiwa/km2.

Tabel 2.4

Jumlah Rumah, Penduduk, Luas Daerah dan Kepadatan Penduduk Per Km2

No Kecamatan Jumlah Rumah

Jumlah Penduduk

Luas Daerah

(Km2)

Kepadatan Penduduk

Per Km2 1 Kedung 15.037 70.944 43.063 1.647 2 Pecangaan 18.670 75.905 35.878 2.116 3 Kalinyamatan 11.253 56.959 23.700 2.403 4 Welahan 16.222 71.908 27.642 2.601 5 Mayong 16.467 81.978 65.043 1.260 6 Nalumsari 16.018 70.081 56.965 1.230 7 Batealit 16.620 75.543 88.879 850 8 Tahunan 10.925 96.535 38.906 2.481 9 Jepara 13.961 76.159 24.667 3.087 10 Mlonggo 15.416 75.935 42.402 1.791 11 Pakis Aji 12.277 53.536 60.553 884 12 Bangsri 20.967 94.111 85.352 1.103 13 Kembang 16.831 65.433 108.124 605 14 Keling 15.351 60.461 123.116 491 15 Donorojo 13.846 56.664 108.642 522 16 Karimunjawa 2.251 8.687 71.200 122

Jumlah 232.112 1.090.839 1.004,132 1.086 Sumber : Jepara Dalam Angka 2008/2009 (BPS), RPIJM Kabupaten Jepara 2009-2013

Tingginya tingkat kepadatan penduduk dan tingkat sebaran penduduk di sekitar Kecamatan Kota (Kecamatan Jepara dan Kecamatan Tahunan) dikarenakan aglomerasi aktivitas ekonomi masyarakat sebagian besar tersentral disini, yang padat dengan aktifitas industri pengolahan, perdagangan dan jasa.

Di sisi lain, derasnya tingkat urbanisasi yang tidak diimbangi dengan penyediaan lapangan kerja yang cukup berdampak timbulnya masalah sosial antara lain bertambahnya masyarakat miskin. Tingkat kepadatan penduduk dan kemiskinan yang semakin tinggi memiliki potensi berkontribusi terhadap resiko sanitasi.

(8)

Dari data pertumbuhan jumlah penduduk, kepadatan penduduk, beban tanggungan penduduk non produktif, jumlah penduduk pencari kerja dan banyaknya penduduk migran, hal ini berpengaruh secara tidak langsung terhadap jumlah penduduk miskin. Jumlah keluarga miskin di Kabupaten Jepara pada tahun 2004 sebanyak 102.582 KK atau 38,5% dari jumlah KK dan pada tahun 2008 turun menjadi 84.930 KK atau 28,1%, sehingga selama 5(lima) tahun terakhir (2004-2008) jumlah keluarga miskin turun sebesar 17.652 KK atau rata- rata terjadi penurunan 3,4% pertahun.

Tabel 2.5

Jumlah Penduduk Miskin Tahun Jumlah

Penduduk

Jumlah KK

KK Miskin*)

Persentase (%)

2004 1.059.638 266.275 102.582 38,5

2005 1.078.037 269.461 102.952 38,2

2006 1.058.064 277.319 99.680 35,9

2007 1.073.631 281.767 98.859 35,1

2008 1.090.839 301.814 84.930 28,1

Sumber: Jepara Dalam Angka Tahun 2004-2008/2009

*) Keluarga Pra Sejahtera

2.4 Pendidikan

Sejak pendidikan menjadi kewenangan wajib daerah, Kabupaten berwenang dalam jenjang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), pendidikan dasar (SD/MI dan SMP/MTs) serta pendidikan menengah (SMU/SMK/MA). Berdasar hal tersebut Kabupaten Jepara pada 5 tahun kedepan akan memajukan pendidikan dalam semua tingkatan, maupun penyediaan sarana dan prasarana pendukung pendidikan, baik fisik maupun non fisik. Seperti daerah lain, pada umumnya penyelenggara pendidikan di Kabupaten Jepara juga diselenggarakan oleh swasta.

Tabel 2.6

Jumlah Sekolah dan Siswa Menurut Jenjang Pendidikan

Jenjang Pendidikan

Negeri Swasta Jumlah Sekolah Siswa Sekolah Siswa Sekola

h

Siswa

TK 2 138 396 18.895 398 19.033

SD/MI 588 97.623 178 30.876 766 128.449

SMP/MTs 41 20.945 124 30.035 165 50.988

SMU/SMK/MA 17 9.898 66 15.027 83 24.925

Sumber: Jepara Dalam Angka 2008

(9)

Sedangkan jumlah guru mulai dari guru TK, SD/MI, SMP/MTs dan guru SMU/SMK/MA yang mengalami peningkatan setiap tahun terjadi hanya pada guru TK saja, jumlah guru lainnya terjadi fluktuasi naik-turun yang cukup besar.

Tabel 2.7

Jumlah Guru TK, SD/MI, SMP/MTs, dan SMU/SMK/MA

Keterangan Tahun

2004 2005 2006 2007 2008 Guru TK 843 981 1.355 1.481 1.307 Guru SD/MI 6.668 10.002 7.954 8.585 8.101 Guru SMP/MTs 3.380 5.516 3.819 4.334 4.082 Guru SMU/SMK/MA 2.012 2.296 2.372 2.694 2.384 Sumber: Jepara dalam Angka 2004-2008/2089

Dari data tersebut rasio guru per siswa pada tiap jenjang pendidikan pada tahun 2008: TK rasio 6,9%, SD/MI rasio 6,3%, SMP/MTs rasio 8,0% dan SMU/SMK/MA rasio 9,6%. Dimasa datang rasio menjadi semakin kecil manakala jumlah siswa akan terus naik sejalan dengan pertambahan penduduk, sedangkan kenaikan jumlah guru tidak sebanding dengan jumlah siswa.

Permasalahan pendidikan di Kabupaten Jepara antara lain masih rendahnya kualitas pendidikan, rendahnya tingkat partisipasi masyarakat dalam pendidikan, terbatasnya sarana prasarana pendidikan, rendahnya kualitas tenaga pengajar, dan tingginya angka putus sekolah (RPJMD Kabupaten Jepara, 2007 - 2012).

2.5 Kesehatan

Keberhasilan pembangunan pada bidang kesehatan salah satu indikator keberhasilannya dapat dilihat dari kualitas pelayanan, yang terdiri dari dua aspek, yaitu sarana kesehatan dan sumber daya aparatur kesehatan. Dua aspek tersebut bertujuan untuk meningkatkan dan memelihara mutu pelayanan kesehatan masyarakat.

Tabel 2.8

Jumlah Tenaga Kesehatan

No. Tenaga Medis Tahun

2004 2005 2006 2007 2008 1 Dokter Umum 43 52 61 57 58 2 Dokter Spesialis/ Dokter

Gigi 7 7 11 8 8

3 Bidan 248 261 238 253 278 4 Paramedis 327 208 209 202 205 Sumber: Jepara Dalam Angka 2004-2008/2009.

(10)

Jumlah dokter umum pada tahun 2004 berjumlah 43 orang dan menjadi 58 orang pada tahun 2008, kemudian dokter spesialis dari 7 orang pada tahun 2004 hanya bertambah 1 orang menjadi 8 pada tahun 2008.

Jumlah sarana kesehatan di Kabupaten Jepara selama lima tahun terakhir belum menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan jumlah sarana hanya sedikit mengalami peningkatan kuantitas selama lima tahun.

Tabel 2.9

Perkembangan Sarana Kesehatan

No Jenis Fasilitas 2004 2005 2006 2007 2008

1 RS Negeri 1 1 2 2 2

2 RS Swasta 3 3 3 3 3

3 Puskesmas 20 20 20 21 21 4 Puskesmas Pembantu 44 44 45 45 45 5 BP Swasta 11 11 39 39 43 6 Posyandu 1.054 1.051 1.051 1.051 1.051

7 Apotik 27 33 35 45 54

8 Toko Obat 2 4 4 5 5

Sumber: Jepara Dalam Angka 2004-2008/2009.

Perkembangan sarana kesehatan yang menunjukkan pertambahan berarti hanya Balai Pengobatan Swasta dan Apotik saja. Untuk itu upaya yang perlu dilakukan dalam meningkatkan sarana kesehatan adalah meningkatkan type rumah sakit dari type B menjadi type A. Selain itu untuk meningkatkan pelayanan kesehatan perlu diupayakan penambahan puskesmas ke semua wilayah.

2.6 Sosial Masyarakat

Kondisi sosial masyarakat secara makro dapat dilihat dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM masih menjadi perhatian utama dalam pembangunan daerah dengan pertimbangan bahwa sumber daya manusia yang berkualitas dan produktif merupakan modal dasar dalam mendukung peningkatan daya saing daerah. Secara nyata capaian IPM Kabupaten Jepara dapat diketahui dari kondisi kesejahteraan masyarakat yang dapat diukur dari tiga indikator, yaitu indeks kesehatan, indeks pendidikan dan indeks daya beli.

Indeks kesehatan diukur melalui indikator angka/usia harapan hidup, semakin baik pelayanan kesehatan akan memberikan peluang hidup yang lebih lama. Meskipun belum mencapai nilai maksimum standardd global (UNDP) sebesar 85, Angka Harapan Hidup penduduk Kabupaten Jepara selama periode

(11)

2003-2007 relatif mengalami peningkatan sebesar 70,1 sampai 70,39. Angka harapan hidup masyarakat Kabupaten Jepara tahun 2007 mencapai 70,39 tahun meningkat dibanding tahun 2003 sebesar 70,30. Hal ini disebabkan perhatian pemerintah dan masyarakat Kabupaten Jepara terhadap pentingnya kesehatan serta adanya kemudahan dalam mengakses sarana dan prasarana kesehatan.

Selain itu untuk meningkatkan pelayanan kesehatan terutama bagi masyarakat miskin dan kurang mampu. Cakupan pelayanan kesehatan melalui program jaminan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin (JPK-MM) perlu terus ditingkatkan. Askeskin atau Jamkesmas perlu terus dilanjutkan untuk meningkatkan akses penduduk miskin dan kurang mampu terhadap pelayanan kesehatan dasar di puskesmas maupun di rumah sakit. Adapun angka harapan Hidup perkecamatan di Kabupaten Jepara dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.10 Angka Harapan Hidup

Per Kecamatan di Kabupaten Jepara

No Nama Tahun

2005 2006 2007 1. Jepara 60,96 77,52 81,39 2. Kedung 85,22 86,32 93,62 3. Pecangaan 89,01 90,55 91,73 4. Kalinyamatan 88,28 90,00 91,60 5. Mlonggo 93,26 94,62 92,48 6. Bangsri 91,57 93,48 94,56 7. Kembang 85,14 89,06 93,07 8. Keling 60,86 60,64 62,00 9. Tahunan 91,22 92,50 94,32 10. Batealit 61,26 61,48 62,07 11. Welahan 88,94 90,36 91,84 12. Nalumsari 89,10 89,71 91,73 13. Mayong 60,64 61,41 61,86 14. Karimunjawa 59,15 94,30 94,47 Sumber : Studi Penyusunan IPM Kabupaten Jepara 2008 (Bappeda)

Indeks Tingkat Pendidikan mengalami fluktuasi selama periode tahun 2003-2007 yaitu 74,2 (2003); 72,6 (2004); 74,8 (2005); 60,3 (2006); dan 64,1 (2007). Pada tahun 2007, Komponen Angka Melek Huruf mencapai 92,62 dan rata-rata lama sekolah 7,22 tahun. Dengan kata lain persentase jumlah penduduk yang masih buta huruf mencapai 7,38% dan rata–rata telah lulus setingkat SMP. Hasil ini relatif cukup apabila dibandingkan dengan batasan maksimal UNDP yang harus dicapai 100 untuk angka melek huruf dan 15 tahun

(12)

untuk rata-rata lama sekolah. Kondisi ini merupakan potensi untuk mempercepat kesadaran masyarakat terhadap pentingnya sanitasi melalui pesan-pesan secara tertulis.

Indeks Daya Beli Masyarakat mengalami fluktuasi selama periode tahun 2003-2007 yaitu 53,5 (2003); 59,4 (2004); 50,8 (2005); 621,45 (2006); dan 623,61 (2007). Nilai daya beli masyarakat Kabupaten Jepara tahun 2007 rata- rata mencapai 623.610 rupiah. Sedangkan standard UNDP nilai konsumsi per kapita minimum 300.000 rupiah dan maksimum 837.500 rupiah. Berarti Kabupaten Jepara termasuk dalam kategori menengah ke atas. Indeks daya beli masyarakat yang semakin membaik merupakan potensi untuk mendorong masyarakat menggunakannya untuk dapat menurunkan resiko sanitasi buruk.

2.7 Perekonomian

Kondisi ekonomi di Kabupaten Jepara selama ini didukung oleh kebesaran industri meubeler sehingga Kabupaten Jepara dikenal sebagai Kota Ukir, di mana terdapat sentra kerajinan ukiran kayu (pusat kerajinan ini terdapat di Kecamatan Tahunan dan Jepara) yang ketenarannya hingga ke luar negeri.

Banyaknya usaha mebeler ternyata mampu mendongkrak sektor industri pengolahan, sehingga menjadi leading sector dalam perekonomian. Sektor ini dibanding delapan sektor lainnya memberikan kontribusi paling besar bagi produk domestik regional bruto (PDRB). Selain itu, di Kabupaten Jepara juga banyak terdapat tempat pariwisata yang sangat memikat wisatawan, sehingga sektor ini juga selama ini memberikan kontribusi yang cukup baik bagi pendapatan daerah.

Sedangkan hal lain yang cukup mempengaruhi kondisi ekonomi Kabupaten Jepara adalah adanya pembangunan pembangkit listrik energi alternatif (PLTU Tanjung Jati B – dalam proses pembangunan unit 3 dan 4) dan pembangunan Jepara The World Carving Centre, di mana pembangunan kedua hal tersebut akan membawa dampak yang sangat luas baik dalam ekonomi, sosial dan budaya masyarakat. Pada bidang ekonomi pembangunan pembangkit listrik energi alternatif akan meningkatkan perputaran roda perekonomian daerah. Hal tersebut berdampak pada peningkatan penyerapan tenaga kerja, berkembangnya usaha kecil dan besar, sarana prasarana (transportasi dan pelabuhan batubara), serta meningkatnya pendapatan daerah.

(13)

Berdasarkan gambaran sepintas tentang perekonomian daerah di atas berikut akan diuraikan tentang struktur perekonomian daerah terkait kontribusinya terhadap wilayah dan ciri-ciri ekonomi wilayah, berdasar basis ekonomi dan sektor-sektor unggulan.

Untuk melihat pertumbuhan perekonomian Kabupaten Jepara secara umum, maka berikut akan disajikan melalui indikator perkembangan Produk Domestik Regional Bruto yang selanjutnya disingkat PDRB.

Tabel 2.11

PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Konstan 2000 serta Perkembangannya Tahun 2000-2008 (jutaan rupiah)

Tahun

Harga Berlaku Harga Konstan

Besarnya Perkembangan

(%) Besarnya Perkembangan (%) 2000 2.811.831,44 100,00 2.811.831,44 100,00 2001 3.250.361,67 115,60 2.915.878,17 103,70 2002 3.655.056,45 129,99 3.032.806,33 107,86 2003 4.010.481,69 142,63 3.146.838,58 111,91 2004 4.383.716,47 155,90 3.272.708,72 116,39 2005 5.018.164,13 178,47 3.411.159,47 121,31 2006 5.677.316,96 201,91 3.554.051,11 126,40 2007 6.468.910,34 230,06 3.722.677,82 132,39 2008 7.455.878,02 265,16 3.889.988,85 138,34 Sumber : PDRB Kabupaten Jepara 2008 (Bappeda)

Dari tabel diatas terlihat bahwa PDBR Kabupaten Jepara pada tahun 2008 atas dasar harga berlaku sebesar Rp. 7.455.878,02 juta, yang berarti selama kurun waktu 9 tahun (2000-2008) PDRB Kabupaten Jepara mengalami kenaikan sebesar 265,16% dan secara konstan naik sebesar 138,34%.

Adapun secara sektoral, PDRB Kabupaten Jepara Tahun 2008 didominasi oleh tiga pilar terpenting penyangga ekonomi Kabupaten Jepara yang dipegang oleh sektor industri, pertanian dan perdagangan. Pasang surut di tiga sektor ini akan sangat berperan dalam menggoyang irama gerak kegiatan ekonomi masyarakat Jepara.

Tiang penyangga utama roda ekonomi Jepara tahun 2008 masih pada sektor industri dengan andil sebesar 27,87%. Jenis industri utama di Kabupaten Jepara adalah mebel dan ukiran dari kayu. Sedangkan industri yang lain adalah

(14)

tenun ikat, konveksi, makanan, rokok, genteng/batu bata, dan lain-lain. Pada tahun 2008 sektor industri masih mampu tumbuh sebesar 4,87%, setelah tahun sebelumnya tumbuh sebesar 5,79%. Sektor pertanian senantiasa mengalami dinamika, di mana pada tahun 2008 hanya mampu tumbuh sebesar 1,40%, sedikit lebih rendah dibanding tahun 2007 yang sebesar 1,50%. Sub sektor tanaman bahan makanan yang pada tahun 2007 hanya tumbuh sebesar 0,71%, kini (tahun 2008) tumbuh sebesar 1,75%. Komoditas yang berkembang pesat adalah sayuran, sedangkan padi dan palawija mengalami penurunan. Sub sektor tanaman perkebunan pada tahun 2008 tumbuh sebesar 2,30% dan kehutanan naik sebesar 6,74%. Sub sektor pertanian yang mengalami penurunan adalah Peternakan (-2,81%) dan perikanan (-5,00%). Dinamika sektor pertanian, seperti yang diuraikan di atas ternyata masih mampu menyumbang PDRB Kabupaten Jepara sebesar 22,49% yang berarti masih sangat penting artinya dalam memberikan nilai tambah ekonomi bagi masyarakat Jepara.

Laju pertumbuhan ekonomi daerah merupakan salah satu indikator penting dalam pengukuran kinerja ekonomi makro daerah, di mana tahun 2008 pertumbuhan ekonomi Kabupaten Jepara secara agregat tumbuh sebesar 4,49%. Laju pertumbuhan ekonomi tersebut tidak setinggi dibanding dengan pertumbuhan tahun sebelumnya (2007) sebesar 4,74%. Sedangkan laju pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah sebesar 5,47% dan Nasional sebesar 6,06%.

Tabel 2.12

Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Jepara,

Provinsi Jawa Tengah dan Nasional Tahun 2001-2008 (persen)

Tahun Kabupaten Jepara

Provinsi Jawa

Tengah Nasional

2001 3,70 3,59 3,64

2002 4,01 3,55 4,50

2003 3,76 4,98 4,78

2004 4,00 5,13 5,03

2005 4,23 5,35 5,69

2006 4,19 5,33 5,51

2007 4,74 5,59 6,28

2008 4,49 5,47 6,06

Sumber : PDRB Kabupaten Jepara 2008 (Bappeda)

(15)

Adapun indikator ekonomi yang ketiga adalah tingkat inflasi, di mana informasi akan laju inflasi merupakan tolok ukur kestabilan perekonomian suatu daerah.

Berdasarkan data dari buku Jepara Dalam Angka 2008 (BPS) menunjukkan bahwa tingkat inflasi Kabupaten Jepara tahun 2008 sebesar 11,61% atau mengalami kenaikan 5,28% dari tahun 2007 yang hanya sebesar 6,33%.

Besarnya angka inflasi Kabupaten Jepara di tahun 2008 ini dipengaruhi oleh perubahan harga menurut kelompok barang. Faktor yang sangat mempengaruhi terjadinya kenaikan inflasi adalah adanya kenaikan kolompok Makanan Jadi sebesar 21,73%, kelompok Bahan Makanan naik sebesar 14,72%, kelompok Sandang naik 12,85%, serta kelompok Transportasi yang naik sebesar 11,51%.

2.8 Visi dan Misi Kabupaten Jepara

Dalam rangka meningkatkan dan/atau mempertahankan kinerja pembangunan menghadapi perkembangan perubahan lingkungan strategis yang sangat dinamis serta faktor-faktor berpengaruh yang berubah dengan cepat dan sering tidak terduga, maka diwujudkan visi dan misi berbasis pada analisis lingkungan strategis dan isu-isu strategis. Seperti moto Kabupaten Jepara yaitu

“Trus Karya Tataning Bumi” yang artinya terus bekerja keras membangun daerah, diharapkan visi Kabupaten Jepara sebagai pemicu bagi seluruh komponen masyarakat (stakeholders) untuk terus bekerja keras membangun daerah dalam rangka untuk mencapai visi yang dicita-citakan.

2.8.1 Visi

Visi Kabupaten Jepara sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Jepara Tahun 2007-2012, adalah sebagai berikut :

“Terwujudnya Kabupaten Jepara sebagai daerah yang religius, aman, maju, demokratis dan sejahtera dengan bertumpu pada potensi budaya lokal, melalui peningkatan kualitas sumber daya yang terlayani oleh pemerintahan yang bersih”

Secara komprehensif perwujudan visi tersebut menggambarkan harapan yang dicita-citakan kedepan oleh segenap komponen masyarakat Kabupaten Jepara yaitu menjadikan Jepara yang religius, aman, maju,

(16)

demokratis dan sejahtera yang kelimanya tidak dapat dipisahkan serta merupakan rangkaian proses bersama yang bertumpu pada potensi budaya lokal, melalui peningkatan kualitas sumber daya dan pemerintahan yang bersih.

Selanjutnya, dalam rangka untuk mendapatkan kesamaan persepsi tentang makna filosofisi visi diatas, maka perlu dirumuskan pengertian dari beberapa kata kunci berikut ini, yaitu:

1. Religius, kondisi dan sikap masyarakat yang menjunjung tinggi nilai agama, moral dan etika yang didukung oleh imtaq dan iptek.

2. Aman, merupakan suasana yang kondusif dalam kehidupan masyarakat, sehingga merasa nyaman untuk berusaha dan melakukan aktivitas.

3. Maju, suatu daerah yang didukung dengan tersedianya kebutuhan sarana prasarana dan utilitas yang memadai disemua wilayah, sehingga perkembangan wilayah satu dengan lainnya tidak akan tertinggal.

4. Demokratis, masyarakat dapat berekspresi menggunakan haknya, saling menghargai dan punya tanggung jawab terhadap daerahnya.

5. Sejahtera, masyarakat dapat merasakan pelayanan dasar yang layak sesuai dengan kebutuhannya.

6. Potensi budaya lokal, masyarakat memiliki landasan yang kokoh dan berorientasi pada kearifan lokal dalam pembangunan dan memiliki kebanggaan terhadap daerahnya.

7. Kualitas sumberdaya, kondisi sumber daya yang baik (sumber daya manusia, sumber daya alam maupun sumber daya buatan) merupakan tuntutan dasar dalam mendukung pembangunan daerah.

8. Pemerintahan yang bersih, ditunjukkan dengan penyelenggaraan pemerintahan yang transparan, partisipatif dan akuntabel serta berorientasi pada kepuasan masyarakat.

Berdasar hal di atas, visi tersebut mengandung filosofi bahwa Kabupaten Jepara merupakan daerah dengan masyarakat yang maju serta menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan supremasi hukum, didukung suasana warga masyarakat yang dapat berekspresi menggunakan haknya, saling menghargai dan punya tanggung jawab sosial, serta dapat memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani dengan tetap mengedepankan kearifan budaya lokal dan dukungan kualitas sumber daya yang ada dalam kondisi pemerintahan yang bersih.

(17)

2.8.2. Misi

Selanjutnya visi tersebut dijabarkan kedalam misi yang hakekatnya diarahkan untuk mendukung terwujudnya Visi Kabupaten Jepara. Misi yang dirumuskan guna mengemban pencapaian visi tersebut adalah sebagai berikut :

1. Mewujudkan masyarakat yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, bermoral, beretika, berbudaya serta mempunyai rasa toleransi antar dan intern umat beragama.

Misi pertama difokuskan pada peningkatan kualitas manusia yang agamis, bermoral, beretika dan berbudaya, karena kita bersama-sama menyadari bahwa manusia merupakan faktor paling determinan bagi berhasil tidaknya proses pembangunan dilaksanakan.

2. Mewujudkan masyarakat yang rukun dalam melaksanakan hak dan kewajibannya dengan nyaman.

Misi kedua terfokus pada pelestarian kultur daerah yang selaras dalam menajalankan hak dan kewajiban, sehingga kehidupan dalam masyarakat terlihat tentram dan damai. Adanya pengertian tersebut diharapkan akan mendukung terselenggaranya kehidupan masyarakat Jepara yang lebih baik.

3. Membangun ekonomi kerakyatan dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya.

Misi ketiga merupakan salah satu upaya untuk meningkatan kesejahteraan dengan jalan meningkatkan pendapatan masyarakat.

Untuk itu, upaya pengembangan ekonomi yang berbasis kerakyatan harus dijaga karena telah terbukti bahwa hanya perekonomian yang berbasis kerakyatan yang mampu tetap eksis walau diterjang badai krisis. Sehingga potensi pertanian dan industri pengolahan merupakan sumber daya yang perlu dikelola secara berkesinambungan sebagai salah satu pilar kesejahteraan masyarakat.

4. Menciptakan iklim yang kondusif bagi berkembangnya demokratisasi dalam kehidupan bermasyarakat.

Misi keempat difokuskan pada ketetapan menjadikan Jepara sebagai hunian yang nyaman. Untuk itu, perlu didukung susana wilayah yang kondusif. Ketertiban dan keamanan lingkungan masyarakat merupakan prasyarat bagi terciptanya suasana tersebut. Oleh karenanya, dituntut

(18)

adanya antar anggota masyarakat yang saling menghargai satu sama lain dan tidak mengedepankan kepentingannya sendiri.

5. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui pemerataan pelayanan, pendidikan, derajat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.

Misi kelima adalah merupakan tugas luhur dan mulia untuk menyiapkan generasi mendatang yang lebih baik, karena SDM merupakan modal dasar pembangunan yang harus terus menerus ditingkatkan kualitasnya. Untuk itu, perbaikan penyelenggaraan pendidikan, pelayanan kesehatan dan penanganan kesejahteraan sangat penting dilakukan, dengan lebih memberi kemudahan dan layanan yang memadai untuk mendapatkannya.

6. Meningkatkan kualitas sumber daya aparatur melalui profesionalisme aparatur yang bebas korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) untuk menciptakan good governance dan clean government.

Misi keenam difokuskan pada optimalisasi pelaksanaan otonomi daerah yang ditujukan untuk mewujudkan good governance dan clean government melalui pemberdayaan aparatur pemerintah, penciptaan pemerintahan yang demokratis, aspiratif dan partisipatif serta selalu menerapkan prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik dengan dukungan masyarakat.

2.9 Institusi dan Organisasi Kabupaten

Dalam melaksanakan tugas pemerintahan, Bupati Jepara dibantu oleh seperangkat institusi Pemerintah Daerah yang memiliki tugas dan fungsi yang berbeda namun terorganisir dan merupakan suatu kesatuan. Institusi pemerintah yang memiliki tugas dan fungsi terkait sanitasi ada sekitar 12 institusi yaitu;

No. SKPD/stakeholder Peran Fungsi

1 Bappeda • Koordinasi tingkat kabupaten

• Monitoring dan Evaluasi

Regulator

2 BLH • Pengkoordinasian

pelaksanaan pencegahan dan penanggulangan pencemaran, kerusakan lingkungan dan

Regulator

(19)

No. SKPD/stakeholder Peran Fungsi pemulihan kualitas lingkungan.

• Pebinaan teknis perencanaan dan penanggulangan

pencemaran, kerusakan lingkungan dan pemulihan kualitas lingkungan.

3 Bapermasdes • Pembinaan dan pemberdayaan masyarakat

• Pengerahan masyarakat

Regulator

4 BPP&KB • Pemberdayaan keterlibatan jender dan masyarakat miskin

• Peran dalam sosialisasi untuk peningkatan PHBS

masyarakat

Regulator

5 DPTRK • Pengoperasian dan

pengelolaan persampahan dan limbah cair domestik

• Pengelolaan limbah cair domestik

Regulator Operator

6 DPU & ESDM • Pembangunan prasarana sanitasi

• Pemeliharaan prasarana sanitasi

Regulator Operator

7 Dinas Kesehatan • Promosi PHBS dan higiene Regulator 8 RSU Kartini • Pengelolaan limbah medis Operator

9 PDAM • Penyedia air bersih Operator

10 Humas Setda • Komunikasi dan media Operator 11 Kecamatan • Koordinasi tingkat Kecamatan Regulator 12 Desa/kelurahan • Koordinasi tingkat Desa/Kel. Regulator

Struktur institusi dan organisasi Kabupaten Jepara didasarkan pada Peraturan Daerah Kabupaten Jepara Nomor 9 dan 10 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten Jepara, selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 2.3.

(20)

Gambar 2.3

Bagan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Daerah Kabupaten Jepara Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Jepara Nomor 9 dan 10 Tahun 2008

      

SEKRETARIS DAERAH KOTA

DISDIKPORA ASISTEN

TATA PRAJA DINAS

PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN

DINAS KESEHATAN

DINAS

PENDAPATAN DAERAH

DINAS

PERHUBUNGAN

DINAS

KEPENDUDUKAN &

PENCATATAN SIPIL. DINAS

PARIWISATA DAN KEBUDAYAAN

DPU DAN ESDM

DINAS KOPERASI, UMKM & PENG PASAR

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH RA. KARTINI BAPPEDA

BADAN

KEPEGAWAIAN DAERAH BADAN

LINGKUNGAN HIDUP BADAN

PEMBERD. PEREMPUAN & KB.

BADAN

KESBANGPOL & LINMAS.

KANTOR PERPUS DAERAH

KANTOR

PEMBERD. MASY. DAN DESA BADAN PELAYANAN PERIJINAN TERPADU

ASISTEN

PERKONOMIAN &

PEMBANGUNAN

BAGIAN HUKUM

BAGIAN HUMAS

BAGIAN PEMBANGUNAN

BAGIAN PEREKONOMIAN

BAGIAN KESMAS

BAGIAN PEMERINTAHAN

SEKRETARIS DPRD KETUA DPRD

STAF AHLI

WAKIL BUPATI

KANTOR

KETAHANAN PANGAN

KECAMATAN

KELURAHAN

ASISTEN ADMINISTRASI UMUM

BAGIAN UMUM

BAGIAN ORGANISASI DAN KEPEG

BAGIAN KEUA NGAN

BUPATI

DINAS

PERTANIAN DAN PETERNAKAN

DINAS

SOSIAL, TENAGA KERJA DAN

INSPEKTORAT

KETERANGAN :

______________ : Garis Komando --- : Garis Koordinasi

Dinas : 14 Unit Lemtek : 12 Unit BPPT

Satpol PP KANTOR PENANAMAN

BAGIAN PERLENG KAPAN DINAS PERUMAHAN,

TATA RUANG &

KEBERSIHAN

DINAS

KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

DINAS

KELAUTAN DAN PERIKANAN

KANTOR ARSIP DAERAH

(21)

2.10 Tinjauan Tata Ruang Wilayah

Struktur ruang wilayah Kabupaten Jepara merupakan kerangka tata ruang wilayah kabupaten yang tersusun atas konstelasi pusat-pusat kegiatan yang berhirarki satu sama lain yang dihubungkan dengan sistem jaringan prasarana wilayah kabupaten terutama jaringan transportasi. Pusat kegiatan di Wilayah Kabupaten Jepara merupakan simpul pelayanan sosial ekonomi masyarakat di wilayah Kabupaten Jepara yang terdiri atas:

• Pusat Kegiatan Lokal (PKL) yang terdiri dari Kota Jepara dan Pecangaan

• Pusat Kegiatan Lokal Potensial (PKLp) merupakan pengembangan kawasan perkotaan di Kecamatan Bangsri, Kalinyamatan dan Kecamatan Karimunjawa.

• Pusat Pelayanan Kegiatan (PPK) di tetapkan di Kecamatan Keling dan Batealit

Pola ruang Kabupaten Jepara adalah distribusi peruntukan ruang dalam wilayah Kabupaten Jepara yang meliputi rencana peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan untuk fungsi budi daya. Untuk kawasan lindung terdiri dari:

• Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya.

• Kawasan perlindungan setempat.

• Kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya.

• Kawasan RencanaBencana alam

Sedangkan Kawasan Budidaya yang ada di Kabupaten Jepara meliputi:

• Kawasan pertanian.

• Kawasan non pertanian

• Kawasan tertentu

Rencana umum tata ruang kota adalah arahan kebijakan pembangunan dan pengembangan fisik spasial wilayah kota. Di dalamnya mencakup arahan pengembangan struktur pemanfaatan ruang kota, arahan pengembangan penduduk, pengembangan bagian wilayah kota, arahan pemanfaatan dan penggunaan lahan, sistem transportasi dan saranasera prasarana kota.

Untuk mencapai kebijaksanaan pengembangan kota tersebut, terlebih dahulu dirumuskan suatu konsep penataan ruang, yang didasari oleh kondisi fisik kota, arahan kebijakan serta fungsi dan peran kota terhadap wilayah di belakangnya.

(22)

Berdasar Perda Nomor 5 Tahun 2003 tentang Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) Jepara di sebutkan bahwa ruang lingkup perencanaan RUTR Kota Jepara meliputi:

Tabel 2.13

Ruang Lingkup Wilayah

No Kelurahan Luas (Ha)

Kecamatan Jepara

1 Kel. Demaan 59,914 2 Kel. Karang Kebagusan 93,000 3 Kel. Potroyudan 52,000 4 Kel. Bapangan 103,000 5 Kel. Pingkol 58,800 6 Kel. Saripan 45,000 7 Kel. Panggang 37,403 8 Kel. Kauman 50,393 9 Kel. Bulu 86,250 10 Kel. Jobokuto 47,933 11 Kel. Ujungbatu 68,923 12 Kel. Mulyoharjo 391,895

2.243,930 Kecamatan Tahunan

13 Kel. Sukodono 182,000 14 Desa Langon 273,600 15 Desa Ngabul 664,906 16 Desa Tahunan 304,000 17 Desa Senenan 235,150 18 Desa Mantingan 243,120 19 Desa Krapyak 341,150

3.338,430 Sumber: RUTRK Kota Jepara Tahun 2003 – 2012

2.10.1 Konsep Rencana Struktur Ruang Kota

Konsep struktur ruang kota merupakan dasar pemikiran penataan ruang kota berdasarkan prinsip optimalisasi pemanfaatan ruang dan fungsi pelayanan kota sehingga dapat dibentuk suatu sistem kegiatan kota yang efektif dan efisien serta kondusif untuk meningkatkan kehidupan dan kesejahteraan masyarakat kota. Dengan melihat potensi dan permasalahan kota serta kebijakan dasar

(23)

pengembangan Kota Jepara maka diberikan beberapa alternatif konsep struktur ruang kota.

Alternatif rencana struktur ruang kota yang terpilih adalah dengan mengembangkan dua pusat utama pelayanan kota, yaitu pusat pelayanan kawasan Pusat Kota (BWK I) di Kecamatan Jepara dan Kawasan pusat kota baru di Kecamatan Tahunan (BWK V), tepatnya berada di kawasan pertigaan Jalan Utama Desa Ngabul, yang didukung oleh sebuah sub pusat pengembangan yang berlokasi dibeberapa pusat lingkungan, yaitu Desa Krapyak dan Kelurahan Karangkebagusan (BWK III) dan Desa Mulyoharjo (BWK II).

Struktur ruang dalam konsep ini didukung dengan pengembangan jaringan jalan lingkar dalam (inner ring road) yang dikembangkan di bagian selatan kota dan penyediaan jalur lingkar luar sebagai alternatif pengembangan jaringan jalan lintas regional di masa yang akan datang.

Untuk mengetahui lebih dalam elemen-elemen pembentuk kota dijelaskan secara rinci sebagai berikut:

2.10.1.1 Pusat Pelayanan

Pusat pelayanan terdapat pada:

1. Kawasan Pusat Kota di sekitar Kelurahan Panggang, Kauman dan Pengkol di Kecamatan Jepara (BWK I). Kawasan ini merupakan pusat kota untuk pelayanan bagian utara dan barat wilayah kota yang diarahkan untuk pengembangan pusat pemerintahan, perdagangan dan jasa modern serta pelayanan umum untuk pendidikan, kesehatan, olah raga dan budaya.

2. Kawasan sub Pusat Kota di Desa Ngabul, Kecamatan Tahunan (BWK V). Kawasan ini untuk pelayanan di bagian selatan dan timur kota dengan fungsi kawasan diarahkan sebagai tempat pengembangan perdagangan dan jasa, indutri kerajinan ukir, meubel dan pelayanan umum untuk melayani kebutuhan penduduk Jepara di bagian Selatan dan Timur.

2.10.1.2 Sub Pusat Pelayanan

Sub pusat pelayanan yang dikembangkan terdapat dua buah yaitu Sub Pusat Pelayanan yang terdapat di BWK III, yang dikembangkan di Desa Krapyak dan Kelurahan Karangkebagusan, untuk menunjang pengembangan industri kayu dan meubel. Sub Pusat Pelayanan lainnya di kembangkan di Desa

(24)

Mulyoharjo, untuk melayani wilayah kota bagian utara, khususnya meliputi wilayah desa-desa di dalam Kota Jepara dan desa di luar bagian utara.

2.10.1.3 Kegiatan-kegiatan Kota

Kegiatan-kegiatan yang dikembangkan pada wilayah Pusat Pelayanan Kota (Kawasan Pusat Kota Jepara dan sekitarnya) adalah kegiatan-kegiatan yang mengarah pada sektor Pemerintahan, Perdagangan dan Jasa, Pendidikan dengan orientasi pelayanan regional. Kegiatan perdagangan yang dikembangkan meliputi pertokoan primer, sekunder dan tersier. Adapun kegiatan jasa adalah kegiatan perbankan, asuransi, bengkel dan penginapan dan tempat hiburan.

Sedangkan kegiatan pelayanan umum berupa pos dan telekomunikasi, pos polisi dan perparkiran yang semuanya ditampung dalam kawasan CBD (central business district).

Pada pusat pelayanan kota yaitu kawasan sub pusat kota Kecamatan Tahunan yang direncanakan di Desa Ngabul, kegiatan yang akan ditonjolkan adalah kegiatan-kegiatan perdagangan eceran modern yang melayani wilayah Kota Jepara bagian timur, selatan, dan sekitarnya. Sub pusat ini dikembangkan untuk pusat perdagangan dan jasa serta pelayanan umum meliputi kegiatan kesehatan dan pendidikan.

Sedangkan kegiatan yang berada di Desa Mulyoharjo dikembangkan untuk kegiatan perdagangan eceran yang melayani kebutuhan wilayah setempat.

Pada kawasan ini dikembangkan untuk industri meubel ukir, bahan baku meubel ukir dan perikanan. Selain itu pengembangan sub pusat pelayanan ini ditunjang dengan pengembangan fasilitas sub terminal kota yang diharapkan mampu menjadi sub pusat orientasi bagi kawasan permukiman Kota Jepara bagian utara serta kawasan-kawasan lain.

Sub pusat pelayanan yang terdapat di Desa Krapyak dan Kelurahan Karangkebagusan kegiatan yang dikembangkan adalah industri skala sedang, kecil dan industri rumah tanga beserta penunjangnya. Kegiatan permukiman dikembangkan di hampir seluruh wilayah kota dengan pengarahan permukiman modern, terutama di kawasan pusat kota, yang berupa pengembangan perumahan menengah ke atas dengan tingkat kepadatan penduduk sedang hingga tinggi.

2.10.1.4 Keterhubungan antar Kegiatan Kota

Keterhubungan antar kegiatan kota dikembangkan dengan rencana

(25)

pada jalur utama kota, sekaligus untuk mengarahkan pembangunan kota.

Jaringan jalan penghubung antara Jepara-Tahunan-Ngabul dikembangkan untuk menghubungkan Pusat Kota dengan Sub Pusat Kota ynag berada di Ngabul; dan Jalan Ahmad Yani-Shima-Mulyoharjo yang menghubungkan Pusat Kota ke sub pusat kota Mulyoharjo.

Jaringan jalan lingkar dalam (Mulyoharjo-Bawu-Ngabul) selain dikembangkan untuk mengarahkan pembangunan kota untuk mengisi wilayah- wilayah yang masih kosong di sebelah timur dan utara, juga ditujukan untuk mengurangi intensitas lalu lintas pada jaringan jalan utama kota. Arah arus regional tetap diarahkan untuk menggunakan jalur utama kota, dengan penyiapan jaringan jalan regional alternatif yang merupakan jalan lingkar timur dan utara (Mulyoharjo-Bawu-Ngabul).

Gambar 2.4

Struktur Ruang Kota Jepara

Pusat Kota

SU B PU SAT

SU B PU SAT

SU B PUSAT PUSAT K O TA DI

K E L.PENGK O L DAN PAN GG ANG :

Pusat Pem erintahan, Perdagangan jasa, Pen didikan dan Kesehatan

SUB PUSA T K O TA D I D ESA M ULYOH AR JO

SUB PUSAT K OTA D I K EL. K R. K EBAGUSAN:

Pusat pelayan an Industri m eubel dan U kir dan Pusat pelayanan pendidikan

SUB PU SAT K OTA DI D ESA NGAB UL:

Pusat kegiatan perdagangan dan jasa di K ec. Tahunan, Pusat Pelayanan industri m eubel Pusat pelayanan pendidikan R uang

cam puran kegiatan:

Perm ukim an, Perdagangan, Jasa, Industri

K EC. JEPAR A

K EC . T A H U N A N

(26)

2.10.2 Rencana Pembagian Bagian Wilayah Kota (BWK)

Berdasarkan Buku Rencana Umum Tata Ruang Kota Jepara dan berdasarkan arah kecenderungan perkembangan yang terjadi maka Kota Jepara di bagi menjadi 5 (lima) Bagian Wilayah Kota (BWK) yaitu:

1. Bagian Wilayah Kota I (Pusat Kota)

Wilayah BWK ini berada di bagian utara yang meliputi Kelurahan Jobokuto, Panggang, Ujung Batu, sebagian Pengkol, Kauman dan Bulu dengan luas 438,897 Ha. Fungsi dari BWK ini adalah sebagai pusat pelayanan pemerintahan bagi skala kota dan kabupaten. Prioritas pengembangannya adalah untuk perdagangan dan jasa, perkantoran, pendidikan, peribadatan, industri, perikanan, transportasi dan permukiman.

2. Bagian Wilayah Kota II (Bagian Utara Timur)

Wilayah BWK ini meliputi sebagian Desa Mulyoharjo, sebagian Kelurahan Saripan, sebagian Kelurahan Pengkol dan Kelurahan Bapangan. Luas BWK ini adalah 374,55 Ha. BWK ini berfungsi umum mendukung pelayanan BWK I sebagai pusat kota. Fungsi BWK II ini terbagi menjadi 2 fungsi yaitu Fungsi pertama kawasan ini adalah sebagai pusat pendidikan dan kesehatan dengan fungsi-fungsi lainnya seperti pemukiman yang menunjang fungsi utama, yang meliputi sebagian Kelurahan Pengkol, sebagian Desa Mulyoharjo dan Kelurahan Saripan. Fungsi kedua kawasan ini adalah industri meubel ukir dan pengolahan ikan yang meliputi sebagian Kelurahan Pengkol, sebagian Desa Mulyoharjo dan Kelurahan Saripan. Seperti BWK yang lain, batas BWK lebih ditentukan oleh jaringan jalan dan atau batas wilayah aministratif.

3. Bagian Wilayah Kota III (Bagian Barat-Selatan)

Wilayah BWK III meliputi sebagian Desa Krapyak, Kelurahan Demaan, Kelurahan Potroyudan dan Kelurahan Karangkebagusan. Luas BWK III adalah 308,147 ha. Karena berdekatan dengan BWK I, maka BWK ini berfungsi mendukung pelayanan BWK I sebagai Pusat Kota. Fungsi utama BWK ini adalah untuk kawasan perkantoran pemerintah, industri (kerajinan ukiran dan meubel), pendidikan dan permukiman. Batas BWK ini juga berdasarkan pada jaringan jalan dan atau batas wilayah

(27)

administrasi.

4. Bagian Wilayah Kota IV (Bagian Timur-Selatan)

Wilayah BWK IV meliputi sebagian Desa Krapyak, sebagian Mantingan dan Desa Senenan. Luas BWK ini adalah 551,616 ha. Fungsi utama BWK ini adalah sebagian besar berorientasi pada industri kerajinan (karena merupakan daerah perkembangan industri kerajinan di sepanjang jalan utama), perdagangan dan jasa serta permukiman.

Batas BWK selain ditentukan oleh jaringan jalan, juga ditentukan oleh batas wilayah administratif.

5. Bagian Wilayah Kota V (Kota Kecamatan Tahunan)

Wilayah BWK V meliputi sebagian wilayah Desa Tahunan, sebagian Desa Langon, sebagian Desa Ngabul, dan sebagian Desa Sukodono.

BWK V merupakan wilayah ekstensi (pengembangan) Pusat Kota.

Meskipun demikian, BWK ini telah tumbuh menjadi kawasan perkotaan.

Fungsi kawasan BWK V yang paling dominan adalah industri kerajinan kayu beserta penunjangnya dan pemukiman. Batas BWK ini ditentukan oleh jaringan jalan dan atau batas wilayah administratif.

2.10.3 RencanaPenyebaran Penduduk

2.10.3.1 Kecenderungan Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk

Hingga tahun 2000, jumlah penduduk Kota Jepara yang terdiri dari 11 kelurahan dan 8 desa, telah mencapai 91.023 jiwa. Pertumbuhan rata-rata penduduk Kota Jepara sejak tahun 1994 hingga 1998 adalah 2,66 %. Angka pertumbuhan penduduk ini termasuk relatif tinggi untuk kota-kota di Provinsi Jawa Tengah, yang berkisar antara 1,6 hingga 1,8 % pertahun. Untuk lebih jelasnya, proyeksi angka jumlah dan angka pertumbuhan penduduk sampai tahun 2012 tersebut dapat di lihat pada tabel 2.14.

2.10.3.2 Arahan Penyebaran Jumlah Penduduk

Berdasarkan data di atas dapat diketahui bahwa terdapat kecenderungan kepadatan penduduk semakin keluar kota semakin tinggi (kearah Kecamatan Tahunan), sementara arahan ideal penyebaran penduduk semakin ke pusat kota akan semakin padat, maka dibuat arahan untuk mendekati kondisi ideal tersebut, namun tetap memperhatikan pertumbuhan

(28)

penduduk terutama di Kecamatan Tahunan, sehingga arahan penyebaran penduduk adalah sebagai berikut:

y Bagian Wilayah Kota I (Pusat Kota), arahan rencana kepadatan penduduknya adalah sedang sampai tinggi (80-120 jiwa/ha)

y Bagian Wilayah Kota II (Bagian Utara-Timur) arahan rencana kepadatan penduduknya adalah sedang sampai tinggi (80-120 jiwa/ha)

y Bagian Wilayah Kota III (Bagian Barat-Selatan) arahan rencana kepadatan penduduknya adalah rendah sampai sedang (60-90 jiwa/ha) y Bagian Wilayah Kota IV (Bagian Timur-Selatan) arahan rencana

kepadatan penduduknya adalah rendah sampai sedang (60-90 jiwa/ha) y Bagian Wilayah Kota V (Kota Kecamatan Tahunan) arahan rencana

kepadatan penduduknya adalah sedang sampai tinggi (80-120 jiwa/ha)

(29)

BWK Desa/ Kecamatan Jumlah Pertumbuhan

Kelurahan 2000 Rata-rata/th 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

1 Kel. Pengkol Kec. Jepara 4.858 2,41 5.020 5.020 5.188 5.355 5.528 5.707 5.891 6.082 6.278 6.481 6.690

2 Kel. Panggang Kec. Jepara 4.079 -3,13 4.215 4.215 4.356 4.496 4.641 4.791 4.946 5.106 5.271 5.441 5.617

3 Kel. Kauman Kec. Jepara 3.496 3,34 3.613 3.613 3.734 3.854 3.979 4.107 4.240 4.377 4.518 4.664 4.815

4 Kel. Bulu Kec. Jepara 2.922 2,67 3.019 3.020 3.120 3.221 3.325 3.433 3.543 3.658 3.776 3.898 4.024

5 Kel. Jobokuto Kec. Jepara 4.774 -0,74 4.933 4.933 5.098 5.262 5.432 5.608 5.789 5.976 6.169 6.369 6.575

6 Kel. Ujungbatu Kec. Jepara 3.245 4,84 3.353 3.353 3.465 3.577 3.693 3.812 3.935 4.062 4.194 4.329 4.469

JUMLAH BWK I 23.374 1,57 24.153 24.154 24.961 25.765 26.598 27.458 28.344 29.261 30.206 31.182 32.190

7 Kel. Bapangan Kec. Jepara 3.238 1,08 3.346 3.346 3.457 3.569 3.684 3.803 3.926 4.053 4.184 4.319 4.459

8 Kel. Saripan Kec. Jepara 4.049 4,08 4.184 4.185 4.324 4.464 4.608 4.757 4.911 5.069 5.233 5.402 5.577

9 Desa Mulyoharjo Kec. Jepara 6.091 5,06 6.294 6.294 6.504 6.714 6.931 7.155 7.386 7.625 7.871 8.126 8.388

JUMLAH BWK II 13.378 3,41 13.824 13.825 14.285 14.747 15.223 15.715 16.223 16.747 17.288 17.847 18.424

10 Kel. Demaan Kec. Jepara 4.334 3,34 4.478 4.478 4.628 4.777 4.932 5.091 5.255 5.425 5.601 5.782 5.968

11 Kel. Karangkebagusan Kec. Jepara 497 11,55 514 514 531 548 566 584 603 623 643 664 685

12 Kel. Potroyudan Kec. Jepara 3.076 -0,61 3.179 3.179 3.285 3.391 3.500 3.613 3.730 3.851 3.975 4.104 4.236

JUMLAH BWK III 7.907 4,76 8.171 8.171 8.444 8.716 8.998 9.288 9.588 9.899 10.219 10.550 10.889

13 Desa Senenan Kec. Tahunan 5.357 3,86 5.536 5.536 5.721 5.906 6.096 6.293 6.497 6.707 6.923 7.147 7.378

14 Desa Mantingan Kec. Tahunan 7.411 2,80 7.658 7.658 7.913 8.169 8.433 8.705 8.987 9.277 9.577 9.886 10.206

15 Desa Krapyak Kec. Tahunan 7.762 3,06 8.021 8.021 8.289 8.557 8.833 9.119 9.413 9.717 10.031 10.356 10.690

JUMLAH BWK IV 20.530 3,24 21.215 21.215 21.923 22.632 23.362 24.117 24.897 25.701 26.531 27.389 28.274

16 Desa Sukodono Kec. Tahunan 4.665 4,10 4.821 4.821 4.982 5.142 5.309 5.480 5.657 5.840 6.029 6.224 6.425

17 Desa Langon Kec. Tahunan 4.834 5,45 4.995 4.995 5.162 5.328 5.501 5.678 5.862 6.051 6.247 6.449 6.657

18 Desa Nagbul Kec. Tahunan 8.120 3,40 8.391 8.391 8.671 8.950 9.240 9.538 9.847 10.165 10.493 10.832 11.182

19 Desa Tahunan Kec. Tahunan 8.215 2,75 8.489 8.489 8.773 9.056 9.349 9.651 9.962 10.284 10.617 10.960 11.314

JUMLAH BWK V 25.834 3,93 26.696 26.696 27.588 28.476 29.399 30.347 31.328 32.340 33.386 34.465 35.578

JUMLAH KOTA JEPARA 91.023 2,66 94.059 94.061 97.201 100.336 103.580 106.925 110.380 113.948 117.630 121.433 125.355 IV

V

Proyeksi Jumlah Penduduk (Jiwa)

I

II

III

Tabel 2.14

Proyeksi Pertumbuhan Penduduk

Sumber: RUTRK Kota Jepara

(30)

2.10.4 Rencana Penggunaan Lahan

2.10.4.1 Kecenderungan Penggunaan Lahan

Dari analisis pola penggunaan lahan yang ada saat ini dapat diketahui bahwa fungsi lahan di masa yang akan datang cenderung berubah dari persawahan/tegalan menjadi permukiman, fasilitas umum, dan bangunan- bangunan fisik lainnya untuk perdagangan dan jasa serta industri kerajinan.

Hal tersebut disebabkan oleh adanya pertambahan penduduk, pergeseran struktur ekonomi, dan kemajuan teknologi. Pertambahan penduduk Kota Jepara ini disebabkan oleh 2 faktor, yaitu pertumbuhan penduduk internal yang terjadi karena adanya faktor kelahiran dan kematian dan pertumbuhan penduduk eksternal yakni penduduk yang berasal dari luar Kota Jepara (migrasi) pengaruh dari industri kerajinan meubel ukir. Para migran ini diindikasikan sebagai penduduk dari kecamatan-kecamatan dan kelurahan-kelurahan lain yang berada di sekitar wilayah Kota Jepara maupun dari luar Kabupaten Jepara.

Kesesuaian lahan di Kota Jepara yang menunjang dikembangkannya berbagai jenis usaha dan tingkat aksesibilitas yang tinggi karena adanya sarana dan prasarana transportasi yang cukup baik seperti angkutan umum, bis, angkot mini dan terminal dalam kota serta banyaknya ruas jalan arteri, persebaran fasilitas umum dan sosial yang cukup merata di Kota Jepara juga mempengaruhi terjadinya pergeseran penduduk.

Dengan demikian penggunaan lahan di Kota Jepara tidak hanya mengalami pergeseran tetapi juga mengalami peningkatan intensitasnya. Untuk lebih jelasnya, berikut ini akan dijabarkan kecenderungan penggunaan lahan di Kota Jepara, meliputi:

y Perumahan

Perumahan yang ada semakin berkembang dengan adanya fasilitas utilasi yang memadai. Hal ini akan menarik minat penduduk dari pinggiran kota untuk bertempat tinggal (menetap) di perumahan yang ada di Kota Jepara, karena pekerjaan mereka juga berada di pusat kota di mana fenomena ini didukung pula oleh kelancaran aksesibilitas.

y Industri

Industri yang ada di Kota Jepara meliputi industri kerajinan meubel ukir serta usaha pengadaan bahan baku utama (kayu glondongan) penunjang industri kerajinan tersebut. Keberadaan industri di Kota Jepara cenderug meningkat akibat adnaya permintaan pasar baik

(31)

regional, nasional maupun pasar internasional, sehingga penggunaan lahan industri ini perlu diperhatikan agar lebih efisien.

y Perdagangan dan Jasa

Fasilitas perdagangan dan jasa yang ada di Kota Jepara sebagian besar berupa warung/kios dan toko-toko sedangkan keberadaan pasar masih sangat dibutuhkan karena pelayanannya belum mencakup ke seluruh sub pusat pelayanan yang ada di Kota Jepara sebagai alternatif pendekatan pelayanan penduduk yang bermukim di perumahan dalam lingkup Kota Jepara.

y Fasilitas Umum (Fasum)

Persebaran fasum yang ada di Kota Jepara sudah cukup baik karena didukung oleh banyaknya kawasan-kawasan perumahan yang memerlukan kelengkapan fasum/fasos yang mendukung aktifitas para penghuninya. Namun untuk beberapa jenis fasilitas masih memerlukan penambahan yang akan dilakukan sejalan denaga perkembangan perumahan yang ada dan ditunjang oleh perbaikan sarana prasarana transportasi yang mendukung kelancaran aksesiblitas.

Sementara itu, dari analisis yang telah dilakukan, diketahui bahwa pola ruang Kota Jepara pada umumnya berbentuk grid. Hal ini terlihat terutama di pusat kota seperti Kelurahan Panggang, Demaan, Bulu, Jobokuto, Ujungbatu, Pengkol dan Kelurahan Kauman. Pola grid ini terbentuk akibat topografi Kota Jepara yang relatif datar dan adanya sempadan sungai yang secara alami membentuk pola grid ini. Sedangkan didaerah sebelah selatan Kota Jepara pola yang berkembang adalah pola linier mengikuti perkembangan aksesibilitas yang ada, khususnya pada kawasan-kawasan industri (terlihat pada kawasan sepanjang Jalan Raya Jepara-Tahunan-Ngabul).

Di sebelah selatan Kota Jepara ini juga sudah terdapat pola grid, namun penataannya belum teratur sehingga memerlukan perhatian khusus mengingat daerah-daerah tersebut dikembangkan menjadi kawasan permukiman penduduk dan industri kerajinan. Penataan terutama dalam penyediaan sarana dan prasarana yang ada sehingga akan didapatkan pola grid yang teratur sesuai kondisi yang ada dalam masyarakat Kota Jepara (sosial dan Ekonomi), sehingga pola grid yang terbentuk tidak berupa pola grid yang kaku. Khusus untuk Desa Mantingan di Kecamatan Tahunan dapat di kembangkan pola ruang lain karena

(32)

topografi yang dimilikinya cukup bergelombang sehingga pola grid sulit terbentuk.

Aktifitas-aktifitas yang berperan besar dalam penentuan struktur ruang adalah aktifitas perekonomian dan aktifitas pemukiman penduduk baik yang memiliki kepadatan rendah (pemukiman untuk kelas tinggi), pemukiman dengan kepadatan menengah (pemukiman untuk kelas menengah), maupun permukiman dengan kepadatan tinggi (permukiman untuk kelas rendah). Dari lokasi zona aktifitas-aktifitas tersebut, struktur ruang suatu kota akan dapat diketahui.

Struktur ruang lampau di Kota Jepara adalah berupa struktur ruang konsentris di mana hal ini dapat terlihat dari adanya pemusatan-pemusatan kegiatan di daerah kota dan industri serta permukiman di daerah belakang kota.

2.10.4.2 Arahan Rencana Penggunaan Lahan

Rencana penggunaan lahan di Kota Jepara ditetapkan dengan mempertimbangkan bentuk dan struktur kota yang direncanakan di masa yang akan datang, dengan mempertimbangkan beberapa kriteria sebagai berikut:

a. Pola Penggunaan tanah

y Daerah perdagangan, berada di pusat kota (Kelurahan Kauman dan Jobokuto) dan disepanjang jalur Jl. Kol. Sugiyono, Jl. Pemuda, Jl. A.

Yani, Jl. Shima, Jl. Veteran, Jl. AR. Hakim, Jl. Pattimura, Jl.

Diponegoro, Jl. Untung Suropati, Jl. Dr. Soetomo dan Jalan Raya Jepara-Kudus. Selanjutnya arah pengembangannya berada di lahan perhutani Jl. Pahlawan, Perbatasan Mulyoharjo – Kuwasen (BWK II), Tegal sambi (BWK III) dan Ngabul (BWK V).

y Daerah Perkantoran, Perkantoran pemerintah berpusat di sekitar pusat kota, di Kelurahan Panggang. Perkantoran lainnya tersebar di berbagai tempat di sekitar jalan-jalan utama.

y Daerah Perumahan, perumahan dikembangkan pada daerah yang nilai ekonomisnya kurang yang berada di belakang daerah perdagangan dan jasa, perkantoran, pendidikan dan di arahkan pada semua BWK.

y Daerah pendidikan, pendidikan tersebar di Kelurahan Pengkol, Panggang, Demaan, Kelurahan Bulu dan Desa Tahunan.

y Daerah Industri, Industri khususnya industri meubel tersebar di seluruh BWK, sedangkan untuk kawasan industri skala menengah di

(33)

tempatkan di Mulyoharjo bagian barat.

y Fasilitas sosial. Umumnya tersebar merata di seluruh BWK.

y Fasilitas Olah Raga dan Open space. Fasilitas olah raga berada di Demaan, Ujung batu, Mulyoharjo, Senenan, Tahunan, Ngabul.

Sedangkan open space berada di Bulu, Kauman, Ujungbatu danlahan perhutani (Pengkol) serta sepanjang lambiran pantai.

b. Pola Orientasi Pergerakan penduduk

y Pergerakan mengarah ke pusat kota, terutama untuk pelayanan perdagangan, perkantoran dan pendidikan.

y Pergerakan mengarah ke selatan, terutama untuk pelayanan kegiatan perdagangan dan industri.

c. Pola Jaringan Jalan

Pola jaringan jalan Kota Jepara yaitu pola linear dan morfologi konsentris.

y Pola linear, membujur dari arah utara ke selatan (Mulyoharjo – Shima – A. Yani), dari timur ke barat (Ngabul – Senenan – Pemuda – Kartini) sebagai jaringan induk linear.

y Pola morfologis: konsentrik dengan pusat kota di bentuk dari semua jalan yang ada di dalam kota yang berkembang linear dari semua arah.

y Untuk membentuk jaringan jalan morfologis konsentris yang lebih luas direncanakan jaringan jalan baru (Jl. Ujung-batu – bandengan, Potroyudan – Krapyak) dan jaringan jalan peningkatan jalan yang belum memenuhi persyaratan (Jl. Karangkebagusan – Krapyak, Krapyak – Senenan, Mulyoharjo/Belakang Gunung – Jl. Tembus Ujung Batu – Bandengan, Pangeran Sarip – Kecapi, Pekalongan – Tahunan, Sukodono – Tahunan, Krapyak – Tahunan, Senenan – Jalan tembus, Jalan lingkar rencana terminal Ngabul, Jalan depan PLN Ngabul – Pasar Ngabul, Jl. Tahunan – Mantingan)

2.10.4.3 Kawasan Perumahan/Permukiman

Perumusan rencana kawasan perumahan dan permukiman didasarkan oleh potensi fisik serta ketersediaan lahan kota yang ada. Potensi-potensi perkembangan yang terjadi, dan perkiraan-perkiraan kebutuhan yang telah diidentifikasi. Penentuan kebutuhan jumlah unit rumah dilakukan dengan menggunakan asumsi bahwa rata-rata anggota keluarga di Kota Jepara terdiri

Gambar

Gambar 2.2  Peta Kabupaten Jepara
Tabel 2.10  Angka Harapan Hidup
Gambar 2.7  Peta Jenis Tanah
Gambar 2.8  Peta Kawasan Industri
+4

Referensi

Dokumen terkait

Penetapan kawasan ruang terbuka hijau minimal 30 % (tiga puluh persen) dari luas wilayah kota. Perlindungan kawasan cagar budaya dan aktivitas yang memiliki nilai histroris

Kabupaten Lamongan sesuai arahan RTRW Provinsi Jawa Timur bahwasannya berdasarkan rencana struktur ruang, khususnya dalam rencana sistem perkotaan, adalah sebagai Pengembangan

Hal ini dapat dicermati dari dokumen Rencana Detail Tata Ruang Kawasan (RDTRK) Kota Soreang 2001 beberapa fungsi perkotaan ditetapkan pada Kota Soreang yang tujuannya adalah

Orientasi ke luar, dimana struktur ruang wilayah Provinsi Riau perlu ditunjang dengan pusat-pusat permukiman perkotaan jenjang PKN (Pusat Kegiatan Nasional) dan

Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 14 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Semarang 2011 – 2031 tertuang bahwa Kecamatan Pedurungan

Pusat Kegiatan Lokal (PKL) kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten atau beberapa kecamatan, diarahkan di Kota Kecamatan Kelapa Kampit dan

Indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja tata ruang yaitu dengan menghitung kesesuaian pemanfaatan ruang dengan rencana pemanfatannya. Kondisi Topografis Kota

Pusat Kegiatan Lokal (PKL) yang merupakan kawasan kabupaten yang fungsinya melayani kegiatan skala kabupaten/kota atau beberapa kecamatan.Terdapatnya dua Kecamatan di