• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A."

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia sejak tahun 2015 memasuki era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang memungkinkan arus barang, modal, dan jasa antar negara ASEAN tidak lagi menjadi hambatan. Dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), khususnya di sektor PerBankan yaitu PerBankan syariah harus meningkatkan kualitas bisnis jasa keuangan di negara ASEAN. “Diterapkannya pasar bebas Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) pada dasarnya dibutuhkan adanya kesiapan bagi para pelaku industri apapun termasuk PerBankan syariah dalam menghasilkan dan memasarkan produknya yang kompetitif dengan memenuhi kualitas mutu yang dikehendaki oleh pasar1”. Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) mengindikasi sektor perekonomian berkembang secara pesat, salah satunya di bidang PerBankan syariah. Indonesia dan Malaysia merupakan Negara ASEAN yang lembaga keuangan bergerak di bidang PerBankan syariah dengan mayoritas penduduknya memeluk agama Islam.

PerBankan syariah di Indonesia sudah diatur secara khusus pada peraturan perundang-undangan dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang PerBankan Syariah selanjutnya disebut dengan Undang- Undang PerBankan Syariah, dan “Pengaturan di Malaysia dituangkan dalam

1 Otoritas Jasa Keuangan, Standar Produk PerBankan Syariah Musyarakah dan Musyarakah Mutanaqisah, Jakarta, 2016, Halaman. 5.

(2)

Islamic Bank Act 1983 yang merupakan Undang-Undang secara spesifik mengatur Bank yang sepenuhnya beroperasi dengan prinsip syariah2”.

Prinsip Syariah yang terdapat dalam Pasal 1 Angka 12 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang PerBankan Syariah menyebutkan bahwa prinsip Hukum Islam dalam kegiatan PerBankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah. Hal ini merupakan kewenangan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) untuk menerbitkan fatwa yang mengatur secara khusus setiap Akad pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.

PerBankan di Indonesia sangat diperlukan oleh masyarakat karena mempunyai peran penting dalam menentukan tingkat pertumbuhan perekonomian suatu negara dan segala bentuk PerBankan harus berdasarkan prinsip-prinsip yang terkandung di dalam Ideologi negara Indonesia yakni Pancasila dan UUD 1945.

Khususnya, PerBankan syariah meningkatkan kualitas pelayanan dan melakukan pengembangan produk yang berdaya saing dan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Kebutuhan terhadap tempat tinggal atau rumah merupakan salah satu kebutuhan primer bagi setiap manusia dan hak dasar bagi manusia. Hak bertempat tinggal ini harus dipenuhi oleh negara sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945. Pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 menjelaskan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak mendapatkan pelayanan kesehatan.

2Agus Triyanta, Rusni Hassan Dosen, Penyelesaian Sengketa Bisnis Keuangan Islam Melalui Pengadilan Di Malaysia Dan Relevansinya Dengan Indonesia, Jurnal Hukum No. 2 Vol.

15 April 2008: 206-222, Yogyakarta, halaman. 208.

(3)

Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 bahwa Indonesia adalah negara hukum. Negara hukum adalah “negara yang mendasarkan segala sesuatu berdasarkan pada hukum. Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 menyiratkan makna bahwa Indonesia adalah negara welfare state atau negara kesejahteraan3”.

Bagir Manan mengatakan konsep Negara yang bertujuan mensejahterakan masyarakat adalah:

Negara atau pemerintah tidak semata-mata sebagai penjaga keamanan atau ketertiban masyarakat, tetapi pemikul utama tanggung jawab mewujudkan keadilan sosial, kesejahteraan umum, dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Cita negara hukum kesejahteraan terdapat pada pembukaan UUD 1945, dalam UUD 1945 konsepsi negara hukum kesejahteraan Indonesia juga diakomodir pada Pasal 27 ayat (2), Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33, dan Pasal 34. Pencantuman ketentuan sistem perekonomian nasional dalam konstitusi merupakan peletakan landasan konstitusional bagi kebijakan perekonomian nasional4.

Ketentuan perekonomian dalam UUD 1945 merupakan “instrumen pengendalian terhadap dinamika pasar sekaligus sarana perekayasaan perkembangan ekonomi untuk mencapai cita-cita bersama yaitu terciptanya keadilan (justice), terciptanya kemakmuran bersama dan kebebasan. konstitusi berfungsi sebagai penyeimbang antara kepentingan negara, masyarakat dan pasar”5.

Salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara adalah pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan akan berdampak langsung pada pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi merupakan rangkaian usaha dan

3Dora Kusumastuti, Kajian Terhadap Kebijakan Pemerintah Dalam Pemberian Subsidi Di Sektor Perumahan, Jurnal Yustisia, Vol. 4 No. 3 September – Desember 2015, Universitas Slamet Riyadi Surakarta, halaman. 543.

4Elviandri, Quo Vadis Negara Kesejahteraan Meneguhkan Ideologi Welfare State Negara Hukum Kesejahteraan Indonesia, Mimbar Hukum, Volume 31, Nomor 2, Juni 2019, Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Riau, halaman. 259.

5Ibid., halaman. 261.

(4)

kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah suatu negara atau daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Demi mencapai kesejahteraan masyarakat, kebutuhan akan pangan, sandang dan papan harus terpenuhi sebab tiga kebutuhan tersebut merupakan kebutuhan mendasar dalam menjaga keberlangsungan hidup.

Salah satu kebutuhan yang dijelaskan oleh Maslow adalah kebutuhan fisiologis. Kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan yang paling dasar manusia untuk mempertahankan keberlangsungan hidupnya. Kebutuhan fisiologis ini berupa kebutuhan makanan, minuman, tempat tinggal, dan keluarga. Kebutuhan fisiologis ini adalah kebutuhan yang utama dan mendesak untuk dipenuhi dalam mempertahankan hidup yaitu tempat tinggal atau rumah6.

Demi upaya meningkatkan ketersediaan rumah pemerintah bekerjasama dengan banyak instansi salah satunya dengan PerBankan. PerBankan menciptakan produk pembiayaan untuk memenuhi dalam kebutuhan pemukiman penduduk melalui kredit pemilikan rumah (KPR). Pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah Pada PerBankan syariah memiliki tiga jenis Akad yang dapat digunakan oleh nasabah, diantaranya skema jual-beli (Murabahah), sewa-beli (Ijarah atau Ijarah muntahiyah bit tamlik) dan bagi hasil-beli (Musyarakah Mutanaqisah) 7”.

Beberapa jenis KPR yang termasuk dalam KPR berdasarkan prinsip syariah adalah sebagai berikut:

1. Kredit Kepemilikan Rumah Akad Jual Beli (Murabahah), KPR dimana pihak Bank akan menentukan margin berdasarkan harga jual rumah dan masa tenor. Merupakan Kredit Pemilikan Rumah yang paling umum digunakan karena mudah dipahami oleh masyarakat.

2. Kredit Pemilikan Rumah Akad Sewa Beli (Ijarah Muntahiya Bi Tamlik/IMBT). Kredit Pemilikan Rumah dengan konsep sewa beli

6Rahmad Fikri, Yenny Kornitasari, Identifikasi Penerapan Akad Dalam Pembiayaan Pemilikan Rumah Pada Bank Muamalat dan Bank Tabungan Negara Syariah Cabang Malang, Jurnal Ilmiah Universitas Brawijaya, Malang, 2018, halaman. 4.

7Ibid., halaman. 3.

(5)

sehingga nasabah seperti menyewa rumah pada Bank dan diberi pilihan untuk membeli rumah tersebut padamasa akhir cicilan.

3. Kredit Pemilikan Rumah Akad Kepemilikan Bertahap (Musyarakah Mutanaqisah). Kredit Pemilikan Rumah dimana pihak Bank dan nasabah dianggap sama-sama membeli rumah, lalu porsi kepemilikan Bank akan semakin mengecil seiring proses pembayaran angsuran yang bertahap8.

Bank dalam praktiknya ketika menawarkan produk kredit (pembiayaan) dalam hal pengadaan rumah bermacam-macam. Kalau pada Bank konvensional menggunakan produk KPR (kredit pemilikan rumah) konvensional yang dengan segala ketentuannya masih menggunakan instrument bunga, sedangkan pada Bank syariah model Akad yang ditawarkan bervariasi, diantaranya ada yang menggunakan Akad Ijarah Muntahiya Bi Tamlik (IMBT) yaitu sewa yang berakhir dengan pindah kepemilikan barang, ada yang menggunakan Akad Murabahah (jual beli), ada juga yang menggunakan Akad Musyarakah Mutanaqisah.

Bank syariah di Indonesia dan Malaysia mulai menggunakan Akad Musyarakah Mutanaqisah sebagai Akad produk pembiayaan perumahannya.

Secara prinsip, Akad Murabahah dengan Akad Musyarakah Mutanaqisah berbeda. Akad Murabahah merupakan Akad jual beli sedangkan Musyarakah Mutanaqisah merupakan Akad kerjasama antara Bank syariah dan nasabahnya untuk sama-sama membeli suatu produk. Akad Musyarakah Mutanaqisah perpaduan dari Akad Musyarakah dan ba’i (jual-beli)9.

8Husain Asmara, Peran Notaris PPAT dalam Pembuatan Akta Pembiayaan Kepemilikan Rumah melalui Bank Syariah, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 2018, halaman. 36.

9M. Taufiqurrosyidin Abdillah, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Implementasi Akad Musyarakah Mutanaqisah sebagai solusi Akad pembiayaan kredit pemilikan rumah pada Bank

(6)

Musyarakah Mutanaqisah berasal dari Produk Musyarakah. Musyarakah berarti “Akad kerja sama antara dua pihak atau lebih unuk usaha tertentu, masing- masing pihak memberi konstribusi dana atau amal, dengan kesepakatan bahwa resiko dan keuntungan akan di tanggung bersama sesuai dengan kesepakatan10”.

Musyarakah (dari bahasa Arab Syirkah) dapat juga dikatakan sebagai “kemitraan dalam suatu usaha, dan dapat diartikan sebagai bentuk kemitraan antara dua orang atau lebih yang menggabungkan modal atau kerja mereka untuk berbagi keuntungan, serta menikmati hak dan tanggungjawab yang sama11”. Kemitraan yang berdasarkan perjanjian seperti itu dianggap sah karena pihak-pihak yang terlibat dengan sadar sepakat untuk melakukan investasi bersama dan berbagi keuntungan sekaligus resiko kerugian.

Diberlakukan Akad ini karena adanya Akad turunan dari Musyarakah, yakni Akad Musyarakah Mutanaqisah. Musyarakah Mutanaqisah yang dikenal dengan istilah MMQ adalah bentuk kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk kepemilikan suatu barang atau asset. Dimana kerjasama ini akan mengurangi hak kepemilikan salah satu pihak sementara pihak yang lain bertambah hak kepemilikannya. Perpindahan kepemilikan ini melalui mekanisme pembayaran atas hak kepemilikan yang lain. Bentuk kerjasama ini berakhir dengan pengalihan hak salah satu pihak kepada pihak lain12.

Akad Musyarakah Mutanaqisah ini dilaksanakan oleh masing-masing pihak yang dalam hal ini adalah Bank dan nasabah. Akad ini dibuat dengan tujuan pembiayaan yang diberikan kepada nasabah atas 1 (satu) unit rumah. Bank dan syariah (studi kasus di PT. Bank Muamalat Indonesia Cabang Surabaya), Jurnal Maliyah, Vol. 05, No. 01 Juni 2015, halaman. 996.

10Rahmawaty, Implication of Musyarakah Mutanaqisah Contract of Syariah Banking Study of Opportunities and Risks at Bank Mu‟amalat, Manado Branch, Jurnal e-ISSN; 2528-0325 ISSN;

2528-0317 Tasharruf: Journal Economic and Business Of Islam Vol. 3 No. 2. Desember 2018, halaman. 226.

11Ibid., halaman. 227.

12M. Nur Rianto Al Arif, Dasar-dasar Pemasaran Bank Syariah, Alfabeta, Bandung, 2012, halaman. 44.

(7)

nasabah bersama-sama berkontribusi untuk pembelian rumah dan kemudian nasabah berjanji untuk melakukan pembelian pengambilalihan barang yang menjadi bagian dari kepemilikan Bank. Bank juga berjanji untuk menjual bagian kepemilikan Bank secara bertahap sesuai jangka waktu yang telah disepakati.

Akad Musyarakah Mutanaqisah merupakan Akad baru dalam pembiayaan kredit pemilikan rumah yang didukung dengan adanya Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/ 17/ PBI/ 2008 tentang Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah.

Akad Musyarakah Mutanaqisah dapat digunakan untuk berbagai macam keperluan produk PerBankan syariah seperti refinancing, working capital, Take Over, gabungan Take Over dan top up (refinancing), pengalihan hutang dari Bank syariah ke Bank syariah, rekstrukturisasi pembiayaan (konversi Akad), capital expenditure (investasi), investasi indent, reimbursement, dan pembiayaan konsumtif untuk kredit pemilikan rumah syariah, KPRS indent, dan sebagainya13.

Musyarakah Mutanaqisah memiliki karakteristik khusus yang membedakannya dari model pembiayaan lainnya pada PerBankan syariah.

Karakter utama produk Musyarakah Mutanaqisah adalah sebagai berikut:

1. Hishshah yaitu modal usaha para pihak harus dinyatakan dalam bentuk hishshah yang terbagi menjadi sejumlah unit hishshah.

2. Konstan yaitu jumlah total nominal modal usaha yang dinyatakan dalam hishshah tersebut tidak boleh berkurang selama Akad berlaku secaraefektif.

3. Wa'd yaitu Bank syariah berjanji untuk mengalihkan secara komersial dan bertahap seluruh hishshahnya kepada nasabah.

4. Intiqal al milkiyyah yaitu setiap penyetoran uang oleh nasabah kepada Bank syariah, maka nilai yang jumlahnya sama dengan nilai unit hishshah,secara syariah dinyatakan sebagai pengalihan unit hishshah Bank syariah secara komersial, sedangkan nilai yang jumlahnya lebih dari nilai unit hishshah tersebut, dinyatakan sebagai bagi hasil yang menjadi hak Bank syariah14.

13 https://www.madaninews.id/267/lebih-dekat-dengan-Musyarakah-Mutanaqisah.html, oleh Abi Abdul Jabbar, Lebih dekat dengan Musyarakah mustanaqishah, Ekonomi Syariah, Madani, 2017, diakses pada tanggal 25 Oktober 2020, pukul 12.00 WIB.

14 Otoritas Jasa Keuangan, Standar Produk PerBankan Syariah Musyarakah dan Musyarakah Mutanaqisah, Jakarta, 2016, halaman. 12.

(8)

Obyek Musyarakah Mutanaqisah harus disepakati dan dituangkan secara jelas, baik kuantitas maupun kualitas yang mencakup sebagai jangka waktu penyerahan obyek pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah harus ditentukan secara jelas, kuantitas dan kualitas ditetapkan dan disepakati secara jelas, ketersediaan obyek diketahui dengan jelas paling tidak yaitu sebagian besar obyek, Musyarakah Mutanaqisah dalam bentuk bangunan/fisik sudah ada pada saat Akad dilakukan, walaupun penyerahan keseluruhannya dilakukan pada masa yang akan datang sesuai kesepakatan.

Musyarakah Mutanaqisah ini sebagai salah satu upaya standarisasi produk PerBankan syariah secara serial yang dilakukan oleh OJK bekerjasama dengan pelaku industri dan Dewan Syariah Nasional serta nara sumber lainnya. Hal itu dilakukan guna meningkatkan layanan dan kualitas produk Bank Syariah serta memberikan jaminan rasa aman dan kenyamanan dalam konteks perlindungan konsumen PerBankan syariah.

OJK melalui Departemen PerBankan Syariah telah melaksanakan program kerja 2014 berupa penyusunan review standar produk Musyarakah dan Musyarakah Mutanaqisah untuk memperbaiki kualitas layanan dan keragaman produk15.

Data Statistik PerBankan Indonesia (SPI) OJK menunjukkan

“pembiayaan untuk pemilikan rumah tinggal mencapai Rp39,51 triliun per Januari 2021. Angka pembiayaan itu berasal dari Bank syariah BUKU 2 sebesar Rp8,12 triliun dan BUKU 3 sebesar Rp31,39 triliun16”. Meningkatnya minat pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah di PerBankan Syariah yakni:

Pertama, Pembiayaan KPR syariah bersifat suku bunga yang bersifat tetap dan tidak berubah (fixed rate) sampai akhir periode pembiayaan. Adanya margin tetap membuat perencanaan keuangan rumah tangga jadi lebih

15Ibid., halaman. 6.

16 https://mediaindonesia.com/ekonomi/444403/minat-masyarakat-manfaatkan-kpr-syariah- meningkat, oleh Siswantini Suryandari, Media Indonesia, Diakses pada tanggal 30 November 2022, Pukul 12.00 WIB.

(9)

baik. Sedangkan Bunga KPR konvensional bisa Kondisi yang tidak tetap (fluktuatif). Mungkin lima tahun pertama bunganya fix, tapi setelah itu cenderung naik dan bisa berubah. Kedua, permintaan akan produk halal, termasuk halal Keuangan (finance) semakin meningkat17.

Berdasarkan penjelasan di atas, Kredit Pemilikan Rumah di PerBankan Syariah menerapkan salah satunya Akad yaitu Musyarakah Mutanaqisah. Dimana Akad tersebut memiliki kriteria tersendiri. Akad Musyarakah Mutanaqisah ini terdiri dari Akad Musyarakah, Ijarah, dan Ba’i. Penelitian Disertasi ini ingin mengkaji apakah Akad Musyarakah Mutanaqisah dilaksanakan ketiga gabungan Akad tersebut sesuai dengan prinsip syariah atau tidak dalam Kredit Pemilikan Rumah.

Akad Musyarakah Mutanaqisah ini sejalan dengan tujuan dari didirikannya PerBankan syariah di Indonesia, salah satunya adalah dalam rangka merespon kebutuhan masyarakat akan adanya Bank yang bisa melayani transaksi keuangan bebas riba. Seiring berjalannya waktu, kompetisi di dunia PerBankan menjadi semakin ketat dan tuntutan pasar juga mendesak PerBankan syariah untuk selalu melakukan peningkatan layanan dan pengembangan produk yang berdaya saing dan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Namun fakta menunjukkan pengembangan produk dan layanan sebagai salah satu cara untuk memenuhi tuntutan masyarakat akan transaksi PerBankan syariah secara baik belum berjalan optimal, terlebih pada produk yang berbasis kemitraan.

Sehubungan dengan itu, Akad Musyarakah Mutanaqisah diatur dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia. Namun, Legalitas aturan di hukum positif dipertanyakan? Adapun yang menimbulkan kekaburan

17Ibid.,

(10)

Norma berdasarkan penelitian yuridis normatif dari Akad Musyarakah Mutanaqisah ini dapat dilihat pada Pasal 26 Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang PerBankan Syariah menyebutkan bahwa:

1) Kegiatan Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 20, dan Pasal 21 dan/atau produk dan jasa syariah, wajib tunduk kepada prinsip syariah;

2) Prinsip Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) difatwakan oleh Majelis Ulama Indonesia.

3) Fatwa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam Peraturan Bank Indonesia.

Undang-Undang tersebut memiliki kekaburan norma di Pasal 26 ayat 1,2 dan 3 yang menyatakan bahwa setiap kegiatan usaha wajib tunduk kepada prinsip syariah yang difatwakan Ulama Indonesia yang dituangkan dalam Peraturan Bank Indonesia. Fatwa Majelis Ulama Indonesia dituangkan di dalam Peraturan Bank Indonesia namun Fatwa MUI tidak termasuk di dalam Peraturan Perundang- undangan, dapat dilihat dari Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Berdasarkan penjelasan di atas, Pembiayaan kredit pemilikan rumah dengan menggunakan Akad Musyarakah Mutanaqisah pada fatwa DSN No:

73/DSN-MUI/2008 tersebut menimbulkan isu hukum kekaburan norma, Adapun permasalahannya adalah:

1. Akad Musyarakah Mutanaqisah diatur dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI No.73/DSN/-MUI/XI/2008. Pemahaman Akad Musyarakah Mutanaqisah ini yang menjadikan berbagai Akad menjadi satu transaksi. Ada yang menggunakan 2,3 Akad atau 4 Akad sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum.

2. Akad Musyarakah Mutanaqisah pada pembiayaan KPR dituangkan di dalam Fatwa MUI. “Yang kedudukannya belum mengikat dalam hukum positif sebab fatwa MUI bukan termasuk Peraturan Perundang-

(11)

Undangan 18 ”, tetapi norma keagamaan yang beragama muslim mengikat untuk mengikuti fatwa MUI tersebut. Dan apakah MMQ memenuhi Akad berbasis prinsip syariah?

3. Apakah Akad Musyarakah Mutanaqisah ini memberikan keadilan dan berkepastian hukum terhadap masyarakat dan sebagai wujud alternatif Akad yang ideal dalam pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah di masa mendatang untuk penunjang PerBankan syariah dalam kesiapan menghadapi era persaingan bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) agar terwujudnya kesejahteraan masyarakat.

Pembiayaan menggunakan Produk Musyarakah dan Musyarakah Mutanaqisah dalam PerBankan syariah sebaiknya dipastikan bahwa pelaksanaan pembiayaannya sesuai dengan kepatuhan Syariah sebagaimana telah ditetapkan dalam berbagai ketentuan hukum Islam termasuk fatwa Dewan Syariah Nasional baik menurut Hukum Indonesia maupun Malaysia. Dilihat dari perbandingan aturan tentang Akad Musyarakah Mutanaqisah di Malaysia, “Bahwa Akad Musyarakah Mutanaqisah dinilai lebih syar‟i dan lebih mudah. Para cendekiawan cenderung lebih menyukai Musyarakah Mutanaqisah daripada Bai’ bitsaman Ajil atau Murabahah, bahkan telah dipraktikkan oleh hampir semua Bank syariah di Malaysia19”. Penelitian yang dilakukan oleh Mohd Sollehudin bin Shuib, Joni Tamkin Borhan dan Azizi Abu Bakar menyatakan bahwa:

Pembiayaan secara Islam di Malaysia, kontrak Ba’i Bitsaman Ajil (BBA) atau dikenal dengan Murabahah paling banyak digunakan oleh Bank dalam membiayai pembelian rumah. Kelemahan Akad ini masyarakat perlu membayar cicilan bayaran rumah tersebut lebih tinggi berbanding konvensional. Sebaiknya PerBankan Islam perlu menggunakan kontrak yang lebih kompetitif dalam memberikan persaingan dan menawarkan

18Menurut Moh Mahfud MD, Fatwa MUI dilihat dari konstitusi dan hukum tidak mengikat dan tidak bisa dipaksakan melalui penegak hukum. Fatwa baru bisa mengikat kalau sudah diberi bentuk hukum tertentu oleh lembaga yang berwenang, misalnya dijadikan Undang-Undang atau peraturan daerah sehingga menjadi hukum positif. dilihat dari http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt5837dfc66ac2d/kedudukan-fatwa-mui-dalam-hukum- indonesia, oleh Anonim, Diakses pada tanggal 2 Juni 2021, Pukul 10.30 WIB.

19Nuhbatul Basyariah, Analisis Implementasi Pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah pada PerBankan Syariah di Indonesia, Jurnal Muqtasid, 9 (2) 2018: 120-133, Yogyakarta, halaman.

121.

(12)

produk Akad lain sesuai prinsip Syariah karena Negara Malaysia berdominan Bank berbasis Islam. Alternatif yang ditemui adalah sudah ada Bank-Bank yang menawarkan produk islam dengan menggunakan konsep-konsep lain yang dilihat lebih kompetetif dan baik berbanding Ba’i Bitsaman Ajil (BBA) atau dikenal dengan Akad Murabahah yang digunakan sebelum ini. Kontrak tersebut adalah Musyarakah Mutanaqisah20.

Pembiayaan kredit pemilikan rumah di Malaysia diperkenalkan oleh pihak kerajaan diantaranya yaitu “Perumahan Awam Kos Rendah (PAKR), Perumahan Awam Kos Rendah Bersepadu, Skim Tapak dan Perkhidmatan, Skim Pinjaman Perumahan, Perumahan Rakyat 1 Malaysia (PR1MA), Rumah Mampu Milik Wilayah Persekutuan (RUMAWIP), Rumah Penjawat Awam 1Malaysia (PPA1M) serta Rumah Mudah Milik (RMM-SPNB)21

.

Malaysia memiliki enam buah program pembiayaan perumahan. Program- program tersebut terbagi secara komprehensif berdasarkan kebutuhan- kebutuhan khusus. Program-program tersebut adalah sebagai berikut:

Malaysia People’s Housing Program (PR1MA), program KPR yang ditujukan untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan menengah kebawah, Malaysia Civil Servant’s Housing (PPA1M), program KPR yang secara khusus ditujukan untuk PNS, Malaysia People-Friendly Houses (RMR1M), program KPR yang ditujukan untuk MBR yang memiliki lahan/tanah untuk dibangun, People’s Housing Program (PPR), program KPR yang ditujukan untuk MBR yang belum pernah memiiki rumah, Housing Assistance Programme (PBR), program KPR yang ditujukan untuk masyarakat miskin seperti janda dengan tanggungan anak, lansia, dan disabilitas, dalam bentuk dana hibah, Federal Territories Affordable Housing (RUMAWIP), program KPR yang ditujukan untuk keluarga yang bekerja di regional tertentu22.

20Mohd Sollehudin bin Shuib, Joni Tamkin Borhan dan Azizi Abu Bakar, Musyarakah Mutanaqisah Home Financing Products: An Implementation Analysis, Product Advantages and Issues at CitiBank (Malaysia) Berhad, Jurnal of Techno-Social | ISSN 2229-8940 | Vol. 3 No. 2 October 2011, Universiti Utara Malaysia, halaman.46.

21Nor Malina Malek, Mohamad Shaharudin Samsurijan, Khoo Suet Leng,Parthiban S.

Gopal & Zahri Hamat, Kemampuan Memiliki Rumah dalam Kalangan Keluarga Bandar di Malaysia, Ability to Own a House among Urban Familiesin Malaysia, Vol. (5), No. (2), (2017), 69-77© Penerbit Universiti Pendidikan Sultan Idris 2017ISSN 2289-4470 /eISSN 2462-2400, Universiti Sains Malaysia, 31 Oktober 2017, halaman.70.

22Kementerian Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Direktorat Jenderal Pembiayaan Perumahan, Roadmap Sistem Pembiayaan Perumahan Indonesia 2018 – 2025, halaman. 41.

(13)

Berdasarkan penjelasan di atas, salah satu Pembiayaan KPR di Malaysia yaitu Malaysia People’s Housing Program (PR1MA), program harga rumah PRIMA 20% di bawah harga pasar, yang ditujukan bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah. program ini menawarkan tambahan pinjaman hingga 10%

dari pembiayaan. artinya calon pembeli tak hanya mendapat uang kredit untuk membeli rumah juga mendapatkan dana tambahan untuk biaya-biaya KPR yang lainnya seperti uang pajak, notaris, akta jual beli PPAT, akta perjanjian Kredit, akta pemasangan hak tanggungan, premi asuransi, provisi, yang nilainya bisa 10%

lebih dari harga rumah. Akad yang digunakan untuk Kredit Pemilikan Rumah di Bank Islamic Malaysia salah satunya Akad Musyarakah Mutanaqisah.

Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti tertarik untuk melakukan perbandingan tentang Akad Musyarakah Mutanaqisah untuk pembiayaan kredit pemilikan rumah yang berlaku di negara Indonesia dan Malaysia dimana Akad Musyarakah Mutanaqisah ini merupakan produk Bank syariah yang diunggulkan di dunia PerBankan dengan tujuan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dalam pembiayaan kredit pemilikan rumah.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan yang akan dirumuskan dalam penelitian disertasi ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana Pengaturan Akad Musyarakah Mutanaqisah Dalam Pembiayaan

Kredit Pemilikan Rumah Pada PerBankan Syariah Yang Berkepastian Hukum Menurut Hukum Indonesia Dan Malaysia?

(14)

2. Bagaimana Implikasi Prinsip Kepastian Hukum dan Keadilan dalam Proses Akad Musyarakah Mutanaqisah dalam pembiayaan kredit pemilikan rumah pada PerBankan syariah menurut Hukum Indonesia dan Malaysia?

3. Bagaimana Konsep Ideal Akad Musyarakah Mutanaqisah dalam pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah pada PerBankan Syariah untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat menurut hukum Indonesia dan Malaysia?

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian adalah sebagai berikut:

1. Untuk menemukan dan menganalisis Pengaturan Akad Musyarakah Mutanaqisah Dalam Pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah Pada PerBankan Syariah Yang Berkepastian Hukum Menurut Hukum Indonesia Dan Malaysia.

2. Untuk menemukan dan menganalisis Implikasi Kepastian Hukum dan Keadilan dalam Proses Akad Musyarakah Mutanaqisah dalam pembiayaan kredit pemilikan rumah pada PerBankan syariah menurut Hukum Indonesia dan Malaysia.

3. Untuk menganalisis dan mengkritisi Bagaimana Konsep Ideal Akad Musyarakah Mutanaqisah dalam pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah pada PerBankan Syariah untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat menurut hukum Indonesia dan Malaysia.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak terkait, yaitu bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan manfaat Akademis (academic value),

(15)

dan bagi pemecahan masalah hukum dan kemasyarakatan atau manfaat praktis (social value). Adapun manfaat penelitian disertasi ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Akademis (academic value), hasil penelitian disertasi ini diharapkan dapat menambah wawasan tentang Akad Musyarakah Mutanaqisah dalam Pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah Pada PerBankan Syariah menurut hukum Indonesia dan Malaysia, dengan cara mengetahui persamaan dan perbedaan dari hukum yang berlaku di kedua negara tersebut. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai titik tolak dalam penelitian hukum selanjutnya yang berhubungan dengan Akad Musyarakah Mutanaqisah, khususnya untuk pembiayaan kredit pemilikan rumah di dunia PerBankan.

2. Manfaat praktis (social value), hasil penelitian disertasi ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan atau masukan bagi semua pihak, seperti pemerintah, PerBankan dan pengambil kebijakan untuk melakukan pengembangan dan pembaharuan hukum (Legal reform) tentang hukum perdata di Indonesia, khususnya ketentuan yang mengatur Akad Musyarakah Mutanaqisah dalam pembiayaan kredit pemilikan rumah.

E. Orisinalitas Penelitian

Berdasarkan penelusuran dan inventarisasi kepustakaan yang telah peneliti lakukan, terdapat beberapa hasil penelitian yang memiliki kemiripan dengan judul disertasi yang peneliti angkat. Setiap kutipan yang ada dalam disertasi ini selalu peneliti cantumkan sumbernya untuk mencegah plagiarisme, hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Penanggulangan

(16)

Plagiat di Perguruan Tinggi. Untuk memberikan penegasan tentang perbedaan antara penelitian yang peneliti lakukan dengan hasil penelitian orang lain,berikut diuraikan letak persamaan dan perbedaannya sebagai berikut:

TABEL 1

Orisinalitas Penelitian Terdahulu Dan Tentang Perbedaan Antara Penelitian Yang Peneliti Lakukan Dengan Hasil Penelitian Orang Lain

Nama dan Judul Penelitian

Rumusan Masalah Metode Penelitian

Hasil Penelitian

1. Marwah Prinsip

Keseimbangan Dalam

Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah Dengan Metode Bunga Anuitas

(Perguruan Tinggi Universitas Hasanuddin Makassar, DisertasiTahun 2017).

1. Bagaimanakah kedudukan prinsip keseimbangan dalam perjanjian kredit pemilikan rumah?

2. Bagaimanakah penerapan prinsip keseimbangan dalam perjanjian kredit pemilikan rumah yang menggunakan metode perhitungan bunga secara anuitas?

3. Bagaimanakah peran Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangandalam melindungi nasabah debitor kredit pemilikan rumah?

Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris yang menggunakan data primer dan data sekunder untuk melakukan analisis terhadap permasalahan.

Data yang diperoleh, dianalisis secara kualitatif untuk memperoleh kesimpulan yang

sistematis dan ilmiah dari hasil penelitian.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedudukan prinsip keseimbangandalam Perjanjian KPR adalah sebagai prinsip pokok yang mandiri

danberperan penting dalam menciptakan keseimbangan

kedudukan para pihak pada tahap

prakontraktual, kontraktual dan tahap pelaksanaan

Perjanjian.Selanjutnya, penerapan prinsip keseimbangan dalam pengaturan hak dankewajiban para pihak pada Perjanjian KPR dengan metode bunga anuitas,belum diterapkan secara optimal, karena masih terdapat kesenjangan informasi mengenai metode pembebanan bunga, dan Perjanjian KPR

masihmencantumkan beberapa klausul yang bertentangan dengan PeraturanOtoritas Jasa Keuangan.

Adapun peran Bank Indonesia dalam

(17)

melindungi nasabah debitor KPR, diimplementasikan dalam bentuk penetapan

LTV,sedangkan peran OJK sebagai lembaga yang berwenang mengatur dan

mengawasi sektor jasa keuangan, diwujudkan dengan adanya peran OJK sebagai regulator, fasilitator dan

eksekutor dalam melakukan pengawasandan penegakan hukum dalam rangka melindungi nasabah debitor KPR.

Letak Persamaan

Letak Perbedaan

Letak

Persamaannya yaitu Meneliti Tentang Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah.

Adapun Letak Perbedaan Penelitian Yang Dilakukan Yaitu Kedudukan Prinsip Keseimbangan Dalam Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah Adalah Menggunakan Metode Bunga Anuitas Sebagai Prinsip Pokok Menunjang Tercapainya Kesepakatan Yang Sah Oleh Para Pihak Sehingga Nilai Keadilan Dapat Terwujud Dalam Pengaturan Hak Dan Kewajiban Para Pihak Dalam Perjanjian Kpr. Perjanjian Kpr Yang Menggunakan Metode Pembebanan Bunga Anuitas Menggunakan Klausul Yang Bertentangan Dengan Pasal 22 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor: 1/Pojk/2013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan. Sedangkan Peneliti Fokus Mengkaji Tentang Akad Pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah Yang Digunakan Untuk Kredit Pemilikan Rumah Yang Berbasis Prinsip PerBankan Syariah Guna Pembiayaan Tersebut Mensejahterakan Rakyat.

2. Rahman Ambo Masse Implementasi Prinsip Syariah Dalam Akad Pembiayaan PerBankan Syariah Di Kota Makassar (Studi Pada Bank Muamalat Dan Unit Usaha

1. Bagaimanaimplementasi Prinsip Syariah Dalam Akad Pembiayaan PerBankan Syariah?

2. Bagaimana

Implementasi Prinsip Syariah Dalam Akad Pembiayaan PadaBank Muamalat Cabang Makassar Dan Unit Usaha Syariah Bpd Sulselbar?

3. Bagaimana Mekanisme

Studi Ini Dilakukan Dengan Menggunakan Metodologi Kombinasi Antara Penelitian Pustaka (Library Research) Dan Penelitian

Hasil Penelitian Menunjukkan Bahwa (1) Bentuk Akad Pembiayaan Yang Dioperasionalkan Pada Bank Muamalat Cabang Makassar Dan Unit Usaha Syariah Bpd Sulselbar Adalah Terdiri Atas: (A) Akad Percampuran Dengan Pola, Pertama, Real Aset Dengan Financial

(18)

Syariah Bank Pembangunan Daerah Sulselbar), Perguruan Tinggi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, Disertasi Tahun 2015.

Pengawasan Dewan Pengawas Syariah Terhadapimplementasi Prinsip Syariah Dalam Akad Pembiayaan Pada Bank Muamalat Cabangmakassar Dan Unit Usaha Syariah Bpd Sulselbar?

Lapangan (Field Research) Dengan Metode Kualitatif Yang Dilakukan Secara Deskriptif Analisis.

Lokasi Penelitan Dilakukan Pada Bank Muamalat Cabang Makassar Dan Unit Usaha Syariah Bpd Sulselbar.

Pendekatan Penelitian Yang Digunakan Meliputi Pendekatan Yuridis Normatif, Pendekatan Hukum Islam, Pendekatan Sosiologis, Dan Hukum Ekonomi.

Aset Dalam Bentuk Akad Mudharabah Yang Menghasilkan Produk Pembiayaan Modal Kerja. Kedua, Percampuran Financial Aset Dengan Finacial Aset Dalam Bentuk Akad Musyarakah Mutanaqisah Yang Menghasilkan Produk Kepemilikan Rumah (Kpr). (B) Akad Pertukaran Dengan Pola Murabahah Yang Menghasilkan Produk Pembiayaan

Kepemilikan Kendaraan Dan Kepemilikan Rumah (Kpr). Akad-Akad Pembiayaan Tersebut Dituangkan Dalam Akad Perjanjian Berakta Notaris. (2) Implementasi Prinsip- Prinsip Syariah, Yang Terdiri Atas Bebas Riba, Gharar, Maisir, Haram, Dan Zalim Adalah Dengan Mencermati Klausul Akad Pembiayaan Pada Bank Muamalat Dan Unit Usaha Syariah Bpd Sulselbar, Yaitu Akad

Mudharabah, Akad Musyarakah Mutanaqisah, Dan Akad Murabahah.

Berdasarkan Hasil Penelitian Terhadap Klausul Akad-Akad, Maka Ditemukan Bahwa Bank Muamalat Cabang Makassar Dan Unit Usaha Syariah Bpd Sulselbar Telah

(19)

Mengiplementasikan Fatwa-Fatwa Dsn-Mui Dan Peraturan Bank Indonesia Dalam Klausul Akad Perjanjiannya. (3) Mekanisme

Pengawasan Dewan Pengawas Syariah Terhadap Akad Pembiayaan Pada Bank Muamalat Cabang Makassar Dan Unit Usaha Syariah Bpd Sulselbar Makassar Adalah Dengan Melakukan Uji Petik Terhadap Akad-Akad

Pembiayaan. Apabila Terdapat Hal-Hal Yang Diduga Menyalahi Prinsip- Prinsip Syariah, Maka Dewan Pengawas Syariah Akan Merekomendasikan Kepada Direksi Untuk Menindaklanjutinya.

Atau Secepatnya Melakukan Rapat Dengan Pihak Terkait Untuk

Mengambil Keputusan Dan Solusi.

Letak Persamaan

Letak Perbedaan

Letak

Persamaannya Yaitu Meneliti Tentang Akad Pembiayaan PerBankan Syariah.

Adapun Letak Perbedaannya Penelitian Yang Dilakukan Rahman Ambo Masse Yaitu Salah Satu Bentuk Akad Pembiayaan Yang Dioperasionalkan Pada Bank Muamalat Cabang Makassar Dan Unit Usaha Syariah Bpd Sulselbar Adalah Percampuran Financial Aset Dengan Finacial Aset Dalam Bentuk Akad Musyarakah Mutanaqisah Yang Menghasilkan Produk Kepemilikan Rumah (Kpr), Akad Pembiayaan Tersebut Dituangkan Dalam Akad Perjanjian Berakta Notaris Dan Mencermati Klausul Akad Pembiayaan Pada Bank Muamalat Dan Unit Usaha Syariah Bpd Sulselbar, Yaitu Akad Mudharabah, Akad Musyarakah Mutanaqisah, Dan Akad Murabahah. Sedangkan Peneliti Fokus Mengkaji Tentang Akad Musyarakah Mutanaqisah Dalam Pembiayaan Kredit Pemilikan

(20)

Rumah Syariah Berdasarkan Prinsip Syariah Menurut Hukum Indonesia Dan Malaysia, Membandingkan Antar Dua Negara, Peneliti Ingin Mengkaji Letak Perbedaan Dan Persamaan Akad Musyarakah Mutanaqisah Ini Yang Diimplementasikan Di Bank Islam Dimana Malaysia Lebih Dahulu Berdirinya Bank Islam Daripada Indonesia.

3. Azmir Azri Ahmad Potensi Ijarah Min Al-Batin Dalam Pembiayaan Perumahan Di Malaysia;

Kajian Menurut Perspektif Syariah.

Perguruan Tinggi Universiti Malaya (Um), Disertasi Tahun 2018.

1. Bagaimana Struktur Produk Ijārah Min Al- Bā Ṭin (Sewa Dan Menyewa Semula) Di Dalam Pembiayaan Perumahan Serta Aplikasinya Dalam PerBankan Islam Di Malaysia?

2. Bagaimana Isu-Isu Syariah Yang Timbul Dalam Produk Ijārah Min Al-Bā Ṭin?

3. Bagaimana Potensi Pelaksanaan Produk Ijārah Min Al-Bā Ṭin Dalam Pembiayaan Perumahan Oleh PerBankan Islam Di Malaysia?

4. Siapakah Yang Harus Menanggung Risiko Pemilikan Dan Membayar Cukai Hartanah? Hartanah Perlu Didaftarkan Atas Nama Pemilik Yang Mana Satu?

Studi Ini Dilakukan Dengan Menggunakan Metodologi Kombinasi Antara Penelitian Pustaka (Library Research) Dan Penelitian Lapangan (Field Research) Dengan Metode Kualitatif Yang Dilakukan Secara Deskriptif Analisis.

Metode Analisis Data Yaitu Dengan Metode Kaidah Induktif, Deduktif, Dan Comparative.

Pembiayaan Perumahan Berdasarkan Akad Ijārah Kemudian Dibuat Perbandingan Dari Segi Kelebihan, Kekurangan Yang Terdapat Pada Transaksi Ijārah Min Al -Bāṭin

Dibandingkan Dengan Pembiayaan

Perumahan Berbasis Ijārah

Lainnya.Pelaksanaan Ijārah Min Al -Bāṭin Yang Digunakan Dalam Produk Pembiayaan

Perumahan Ini Adalah Sejalan Dengan Persyaratan Syariah Seperti Tidak Ada Unsur Bay 'Al-'Īnah Dan Validitasnya Telah Dikonfirmasi Oleh Para Fuqaha' Di Masa Lalu.

Fleksibilitas Struktur Ini Dapat

Menyelesaikan Masalah Syariah Yang Ada Dalam Transaksi Ijārah Seperti

Masalah Tanggung Jawab Kepemilikan, Jaminan Aset Dan Sebagainya. Dari Hasil Pembahasan Dan Kajian Yang Dilakukan Pada Bab Ini Terhadap

Karakteristik Dan

(21)

Aspek Yang Terdapat Dalam Kontrak Pembiayaan

Perumahan Berbasis Ijārah Ini, Ditemukan Adanya Kemiripan Antara Ketiga Produk Tersebut. Hal Ini Karena Tidak Dapat Disangkal Bahwa Ketiganya Adalah Produk Ijārah Yang Menyebabkan Hanya Terdapat Sedikit Kesamaan Dalam Penerapannya. Namun Ada Juga Perbedaan Yang Ada Antara Produk-Produk Tersebut Dalam Kaitannya Dengan Solusi Masalah Syariah, Serta Aspek- Aspek Lain Yang Membuatnya Berbeda Dan Memiliki

Keistimewaan Tersendiri Dari Produk-Produk Dari Kedua Produk Ijārah Yang Ada. Oleh Karena Itu, Produk Ijārah Min Al-Bāṭin Dipandang Lebih Baik Dari Segi Masalah Kepemilikan Serta Keleluasaan Produk Ini Dapat Digali Dan Diaplikasikan Pada Berbagai Produk Lain, Tidak Hanya

Pembiayaan Perumahan.

Letak Persamaan

Letak Perbedaan

Letak

Persamaannya Yaitu Meneliti Tentang Pembiayaan

Letak Perbedaannya Penelitian Yang Dilakukan Oleh Azmir Azri Ahmad Yaitu Mengkaji Produk Pembiayaan Perumahan Dengan Akad Ijarah Min Al Batin Sedangkan Peneliti Fokus Mengkaji Akad Musyarakah Muatanaqishah Untuk Pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah. Peneliti Mengkaji Pembiayaan Kpr Dengan Menggunakan

(22)

Perumahan Menurut Perspektif Syariah.

Adapun

Akad Musyarakah Mutanaqisah, Dan Menganalisis Pengaturan Yang Akad Musyarakah Mutanaqisah Yang Berkepastian Hukum Dan Berkeadilan Di PerBankan Syariah Baik Menurut Hukum Indonesia Dan Malaysia, Peneliti Melakukan Perbandingan Hukum/Comparative Law Dengan Negara Lain Yaitu Malaysia.

Sumber: Marwah, Prinsip Keseimbangan Dalam Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah Dengan Metode Bunga Anuitas, Disertasi Pada Program Studi Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Hasanuddin, Makassar, 2017, Rahman Ambo Masse, Implementasi Prinsip Syariah Dalam Akad Pembiayaan PerBankan Syariah Di Kota Makassar (Studi Pada Bank Muamalat Dan Unit Usaha Syariah Bank Pembangunan Daerah Sulselbar), Disertasi Pada Program Studi Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, 2015, Azmir Azri Ahmad, Potensi Ijarah Min Al-Batin dalam Pembiayaan Perumahan di Malaysia Kajian Menurut Perspektif Syariah, Disertasi Universiti Malaya, 2018.

F. Kerangka Konseptual

Agar penulisan disertasi ini terfokus pada pembahasan yang sesuai dengan judul, maka diperlukan kerangka konseptual sebagai pedoman serta sebagai definisi operasional pembahasan selanjutnya. Guna memudahkan memahami maksud yang terkandung dari judul disertasi ini, penulis menguraikan pengertian berbagai istilah di bawah ini :

1. Akad Musyarakah Mutanaqisah

Akad diartikan sebagai “hubungan antara ijab dan kabul sesuai dengan kehendak syariat yang menerapkan adanya pengaruh (akibat) hukum pada objek perikatan. Sedangkan DSN dalam fatwanya No. 45/DSN-MUI/II/2015 tersebut di atas, mengartikan Akad sebagai transaksi atau perjanjian syar‟i yang menimbulkan hak dan kewajiban 23 ”. Akad merupakan “ikatan yang menimbulkan hubungan yang kokoh antara dua pihak, mengakibatkan ihtizam serta melahirkan hak dan kewajiban. Dalam hukum perspektif barat disebut

23A. Wangsawidjaja Z., Pembiayaan Bank Syariah, PT. Gramedia Pustaka Utama, Anggota IKAPI, Jakarta, 2012, halaman.129.

(23)

dengan hukum perikatan (verbintenis/iltizam), bukan perjanjian (overeenkoms/Akad)24”.

Hukum perikatan Islam, kebebasan mengadakan perjanjian dalam suatu Akad perjanjian merupakan hak yang dimiliki setiap manusia, dimana orang yang berjanji harus memenuhi janjinya. Selanjutnya para ahli fiqih memberikan rumusan pengertian Akad yaitu “pertalian antara ijab dan kabul yang dibenarkan oleh syara` yang menimbulkan akibat hukum terhadap objeknya25”. Dari pengertian tersebut, dapat diketahui bahwa dalam hukum perikatan Islam titik tolak yang menjadi essensi dasar terjadinya suatu perikatan adalah adanya unsur ikrar (ijab dan kabul) dalam setiap transaksi.

Karena apabila dua janji antara para pihak telah disepakati, kemudian dilanjutkan dengan ikrar (ijab dan kabul), maka terjadilah perikatan.

Berdasarkan penjelasan di atas, kesepakatan kedua belah pihak yang ada dalam ijab dan kabul adalah menjadi syarat utama sahnya suatu perjanjian.

Musyarakah Mutanaqisah adalah Akad bagi hasil yang merupakan penyertaan modal secara terbatas dari satu mitra usaha kepada mitra usaha yang lain untuk jangka waktu tertentu. Menurut Fatwa DSN No. 73/DSN- MUI/XI/2008 tanggal 14 November 2008 tentang Musyarakah Mutanaqisah, yang dimaksud dengan “Musyarakah Mutanaqisah adalah Musyarakah atau

24Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah Studi tentang Teori Akad dalam Fikih Muamalah, Rajawali Pers, Jakarta, 2010, halaman.. 13.

25Gemala Dewi dkk, Hukum Perikatan Islam Di Indonesia, Kencana Prenada Media, Jakarta, 2005, halaman.45-46.

(24)

Syirkah yang kepemilikan aset (barang) atau modal salah satu pihak (Syarik) berkurang disebabkan pembelian secara bertahap oleh pihak lainnya26”.

Musyarakah menurun atau yang disebut Musyarakah Mutanaqisah merupakan “Musyarakah dengan ketentuan bagian dana salah satu mitra akan dialihkan secara bertahap kepada mitra lainnya sehingga bagian dananya akan menurun dan pada akhir masa Akad mitra lain tersebut akan menjadi pemilik penuh usaha tersebut27”. Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Musyarakah Mutanaqisah yakni:

a. Merupakan produk turunan Musyarakah, yang merupakan bentuk Akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk kepemilikan suatu barang.

b. Kepemilikan salah satu pihak terhadap barang secara bertahap akan berkurang sedangkan hak kepemilikan pihak lainnya bertambah.

c. Perpindahan porsi kepemilikan kepada salah satu pihak terjadi melalui mekanisme pembayaran28.

Akad Musyarakah Mutanaqisah digunakan untuk pembiayaan perumahan dan properti. Dalam penelitian disertasi ini difokuskan untuk pembiayaan kredit pemilikan rumah berdasarkan prinsip syariah. Pembiayaan dengan Akad Musyarakah Mutanaqisah merupakan “bentuk kerja sama kemitraan ketika Bank dan nasabah bersama-sama membeli rumah. Aset tersebut kemudian disewakan kepada nasabah dengan biaya sewa bulanan.

Bagian pendapatan sewa nasabah digunakan sebagai penambahan kepemilikan,

26A. Wangsawidjaja Z., Pembiayaan Bank Syariah, Op., Cit., halaman.248.

27Ibid., halaman.. 250.

28Ibid.

(25)

sehingga pada waktu tertentu (saat jatuh tempo), rumah tersebut menjadi milik nasabah sepenuhnya29”.

2. Pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) berdasarkan prinsip Syariah Undang-Undang RI No. 21 Tahun 2008 tentang PerBankan syariah, bab I ketentuan umum pasal 1 ayat 25, dalam Undang-Undang yang dimaksud dengan pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa :

1) Transaksi bagi hasil dalam bentuk Mudharabah dan Musyarakah;

2) Transaksi sewa-menyewa dalam bentuk Ijarah atau sewa beli dalam bentuk Ijarah muntahiya bi tamlik;

3) Transaksi jual beli dalam bentuk piutang Murabahah, salam, dan istishna’;

4) Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan 5) Transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk Ijarah30.

Kredit Pemilikan Rumah (KPR) merupakan “salah produk yang ditawarkan Bank kepada masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan tempat tinggal atau hunian. Pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah dalam PerBankan syariah diberikan dengan dua macam prinsip yaitu prinsip Ijarah Muntahiya Bi tamlik (IMBT) dan Ba’i Bitsaman Ajil (BBA)31”.

Berdasarkan Surat Edaran BI No. 14/33DPbS bahwa Pembiayaan Kepemilikan Rumah yang selanjutnya disebut KPR iB adalah “pemberian pembiayaan kepada nasabah dalam rangka kepemilikan rumah dengan

29Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2011, halaman. 195.

30Bayu Ilham Cahyono, Darminto, Nila Firdausi Nuzula, Analisis Sistem Dan Prosedur Pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah Syariah (Kprs) Murabahah Untuk Mendukung Pengendalian Intern (Studi pada PT. BTN Syariah Cabang Jombang), Jurnal Administrasi Bisnis (JAB) Vol. 25 No. 1 Agustus 2015, Universitas Brawijaya, Malang, 2015, halaman.3.

31Ibid., halaman. 4.

(26)

menggunakan Akad berdasarkan prinsip syariah32”. ruang lingkup pengaturan KPR Ib yang diberikan oleh BUS dan UUS kepada nasabah perorangan dalam rangka kepemilikan rumah tinggal, termasuk rumah susun atau apartemen dengan tipe bangunan lebih dari 70m2 (tujuh puluh meter persegi). Namun tidak termasuk rumah kantor dan rumah toko. Kontrak syariah yang digunakan untuk membiayai pembelian rumah terbagi menjadi “kontrak berdasarkan pembiayaan hutang dan kontrak berdasarkan pembiayaan Modal. Kontrak berdasarkan pembiayaan hutang seperti Murabahah, bay’ bithaman ajil (BBA), BBA Komoditi, Ijarah Thumma Bay’ dan istishna’. Kontrak berdasarkan pembiayaan modal adalah Musyarakah Mutanaqisah, mudarabah, dan Musyarakah itu sendiri33”.

3. PerBankan Syariah

PerBankan syariah telah diakui dan dimuat secara legal formal di Indonesia, sebagaimana dituangkannya istilah “Prinsip Syariah” dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang PerBankan Syariah (UUPS).

PerBankan syariah dapat dipahami pengertiannya melalui beberapa pasal yang secara khusus menyebut eksistensi “prinsip syariah” dalam UUPS sebagaimana diketahui yaitu:

1) Pasal 1 ayat 7: Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah. Menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah (BUS) dan Bank pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS).

32Pudji Astuty, Nisa Nurjanah, Analisis Pengaruh inancing To Deposit Ratio (FFDR), Non Performing Financing (NPF), Suku Bunga dan Bank Size Terhadap Pembiayaan KPR Syariah (Studi Kasus Pada Bank Umum Syariah di Indonesia dan Malaysia Periode 2010-2016), Jurnal Ekonomi, Volume 20 Nomor 3, Oktober 2018, Universitas Borobudur, Yogyakarta, 2018, halaman.292.

33Ibid., halaman.293.

(27)

2) Pasal 1 ayat 12: Prinsip Syariah adalah prinsip hukum islam dalam kegiatan PerBankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh institusi yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah.

3) Pasal 1 ayat 13: Akad adalah kesepakatan tertulis antara Bank Syariah atau UUS dan pihak lain yang memberikan pengaturan adanya hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak sesuai dengan prinsip syariah.

4) Pasal 1 ayat 19: Nasabah penerima fasilitas adalah nasabah yang memperoleh fasilitas dana atau yang dipersamakan dengan itu, berdasarkan prinsip syariah.

5) Pasal 2: PerBankan syariah dalam melakukan kegiatan usahanya berasaskan prinsip syariah, demokrasi ekonomi, dan prinsip kehati- hatian.34

Berdasarkan ketentuan di atas, yang dimaksud dengan prinsip syariah itu adalah “Prinsip hukum Islam yang didasarkan kepada fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah, dan prinsip syariah tidak mengandung unsur-unsur gharar, maysir, riba, dzalim, dan objek haram.”35 Lembaga yang berwenang menetapkan fatwa di bidang syariah itu adalah Majelis Ulama Indonesia, sedangkan pelaksanaannya selama ini dilakukan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia. “Prinsip syariah berlandaskan pada nilai-nilai keadilan, kemanfaatan, keseimbangan dan keuniversalan (rahmatan lil’alamin). Nilai- nilai tersebut diterapkan dalam pengaturan PerBankan, sehingga disebut PerBankan Syariah.”36

Pasal 2 UU Nomor 21 Tahun 2008, PerBankan syariah dalam melaksanakan kegiatan usahanya tidak hanya berasaskan kepada prinsip syariah, tetapi juga berasaskan kepada demokrasi ekonomi dan prinsip kehati-

34Ro‟fah Setyowati, Notaris dalam Sengketa PerBankan Syariah Masalah-Masalah Hukum, Jurnal Hukum Jilid 45 No.2, Edisi April 2016, halaman.133.

35Rachmadi Usman, Aspek Hukum PerBankan Syariah di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, halaman.. 117.

36Ro‟fah Setyowati, Op. Cit., halaman.135.

(28)

hatian. Dengan berasaskan kepada asas demokrasi ekonomi, maka “Kegiatan usaha PerBankan syariah harus mengandung nilai-nilai keadilan, kebersamaan, pemerataan dan kemanfaatan. Hal ini merupakan salah satu upaya pengembangan sistem ekonomi berdasarkan nilai Islam (syariah) dengan mengangkat prinsip-prinsipnya ke dalam sistem hukum nasional.”37

G. Landasan Teoretis

Teori didefinisikan sebagai “suatu set/kumpulan/koleksi/gabungan

„proposisi‟ yang secara logis terkait satu sama lain dan diuji serta disajikan secara sistematis, teori dibangun dan dikembangkan melalui research dan dimaksudkan untuk menggambarkan dan menjelaskan suatu fenomena38”.Untuk menganalisis dan menjawab hasil penelitian disertasi penulis tentang Akad Musyarakah Mutanaqisah untuk Pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah Syariah yang berkepastian hukum dan berkeadilan (Studi Perbandingan Hukum Indonesia dan Malaysia). Penelitian disertasi ini peneliti menggunakan Teori Keadilan (theory of justice) sebagai grand theory. Teori Kepastian Hukum sebagai middle range theory dan teori Perjanjian sebagai applied theory.

1. Teori Keadilan (Grand Theory)

Istilah keadilan berasal dari kata “adil, yang artinya tidak memihak, sepatutnya, tidak sewenang-wenang. Jadi, keadilan diartikan sebagai sikap atau perbuatan yang adil. Dalam literatur Inggris istilah keadilan disebut dengan

37Rachmadi Usman, Aspek Hukum PerBankan Syariah di Indonesia, Op. Cit., halaman..

120.

38H.R. Otje Salman dan Anthon F. Susanto, Teori Hukum Mengingat, Mengumpulkan, dan Membuka Kembali, PT. Refika Aditama, Bandung, 2010, halaman.. 22.

(29)

Justice39”. Filosofi utama dari hakekat hukum adalah “keadilan, tanpa keadilan maka hukum tidak layak disebut sebagai hukum. Realitas hukum yang berkembang dalam masyarakat kadang kala berbeda dengan hukum yang dicita-citakan (rechts ide), dan itulah sebabnya semakin jauh dari hakekatnya.

Keadilan menjadi jargon, belum menjiwai seluruh aspek hukum40”.

Keadilan berasal dari kata adil. Plato merumuskan keadilan dalam ungkapan “giving each man his due yakni memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya41”. Aristoteles menekankan keadilan pada prinsip kesamaan, yaitu “kesamaan hak haruslah sama di antara orang-orang yang sama. Maksudnya, pada satu sisi keadilan berarti kesamaan hak, namun pada sisi lain keadilan juga berarti ketidaksamaan hak42”. Pada sisi keadilan berarti ketidaksamaan hak maksudnya “keadilan berlawanan dengan keadaan seperti pelanggaran hukum, penyimpangan, ketidaktetapan, ketidakpastian, keputusan yang tidak terduga, tidak dibatasi oleh peraturan, sikap memihak dalam penerapan aturan, sewenang-wenang, melibatkan diskriminasi yang tidak berdasar perbedaan yang tidak relevan43”.

Kerangka teori merupakan “pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis, mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem) yang dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan, pandangan teoritis, yang mungkin ia

39Bahder Johan Nasution, Negara Hukum dan Hak Asasi Manusia, Mandar Maju, Bandung, 2011, halaman. 97.

40Bahder Johan Nasution, Kajian Filosofis Tentang Hukum dan Keadilan dari Pemikiran Klasik Sampai Pemikiran Modern, Jurnal Al-ihkam, Volume 11 No. 2, 2016, halaman.2.

41Bahder Johan Nasution, Op., Cit., 2014, halaman.100.

42Ibid., halaman. 101.

43 J. Djohansjah, Reformasi Mahkamah Agung Menuju Independensi Kekuasaan Kehakiman, Kesaint Blanc, Bekasi, 2008, halaman. 18.

Referensi

Dokumen terkait

Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang undangan (statute approach). Penelitian ini menggunakan pendekatan tersebut karena menelaah berbagai aturan hukum yang

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian hukum adalah terdapat beberapa pendekatan yaitu melalui pendekatan perundang-undangan (Statute Approach), pendekatan kasus

Pendekatan perudang-udangan (Statute Approach) dilakukan dengan menelaah semua regulasi atau peraturan perundang-undangan yang bersangk-paut dengan isu hukum yang akan

Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini merupakan pendekatan Undang- undang (statute approach) dilakukan dengan menelaah semua Undang- undang dan

Pendekatan masalah yang akan digunakan adalah Statute Approach dan Conceptual Approach, dimana Statute Approach merupakan pendekatan dengan berdasar pada

Pendekatan konseptual dalam penelitian ini digunakan untuk memecahkan isu hukum yang diteliti khususnya mengenai solusi bagi perlindungan hak cipta terhadap lagu

a) Pendekatan Perundang-undangan (Statute Approach) : Pada penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan, yang mana salah satunya pendekatan perundang-undangan. “Pendekatan

Jenis dan Pendekatan Pendekatan Penelitian Jenis penelitian adalah penelitian hukum diskriptif dengan pendekatan undang-undang statute approach dan pendekatan budaya yang akan