STRUKTUR MODAL PERUSAHAAN PERTAMBANGAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2011 – 2013
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis
OLEH: RENDY PERDANA
1003455
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS PENDIDIKAN EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
STRUKTUR MODAL PERUSAHAAN PERTAMBANGAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2011 – 2013
Oleh
Rendy Perdana
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjan pada Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis
© Rendy Perdana 2015
Universitas Pendidikan Indonesia
Oktober 2015
Hak Cipta dilindungi undang – undang.
Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian,
ABSTRAK Oleh
Rendy Perdana
NIM. 1003455
Pembimbing : Toni Heryana S.Pd.,M.M
Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empiris pengaruh Struktur aktiva, pertumbuhan penjualan, pertumbuhan aset, dan non debt tax shield terhadap struktur modal pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Populasi dari penelitian ini adalah perusahaan pertambangan yang terdaftar di bursa efek indonesia tahun 2011 sampai 2013. Sampel ditentukan berdasarkan metode purposive sampling, sebanyak 18 perusahaan. Data diperoleh dari www.idx.co.id. Dalam menganalisis data, penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda dan analisis koefisien determinasi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa struktur aktiva, pertumbuhan penjualan dan non debt tax shield berpengaruh negatif terhadap struktur modal, sedangkan pertumbuhan aset berpengaruh positif terhadap struktur modal.
ABSTRACT
By
Rendy Perdana
ID. 1003455
Supervisor: Toni Heryana S.Pd.,M.M
This study aims to empirically examine the effect of asset structure, sales growth, asset growth, and non- debt tax shield on the capital structure on a mining company listed on the Indonesia Stock Exchange .
Population of this research is a mining company listed on the stock exchange Indonesia in 2011 until 2013. The sample is determined by purposive sampling method , a total of 18 companies . Data obtained from www.idx.co.id. In analyzing the data , this study uses multiple regression analysis and coefficient of determination .
Results of this study indicate that the structure of assets , sales growth and non- debt tax shield negatively affect the capital structure , while the asset growth has positive effect on the capital structure .
iii DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
ABSTRAK
ABSTRACT
KATA PENGANTAR...i
DAFTAR ISI ...iii
DAFTAR TABEL ...vii
DAFTAR GAMBAR ...viii
BAB I PENDAHULUAN ...1
1.1Latar Belakang ...1
1.2Rumusan Masalah ...11
1.3Maksud dan Tujuan Penelitian ...12
1.3.1 Maksud Penelitian ...12
1.3.2 TujuanPenelitian ...12
1.4Kegunaan Penelitian ...12
1.4.1 Kegunaan Praktis...13
1.4.2 Kegunaan Teoritis ...13
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS.14 2.1 Kajian Pustaka ...14
2.1.1 Pengertian Modal ...14
2.1.3 Modal Asing... ...18
2.1.4 Struktur Modal ...25
2.1.5 Teori Struktur Modal ...26
a. Trade off theory ………......27
b. Pecking Order Theory ………......29
2.1.6 Struktur Aktiva ………...30
2.1.7 pertumbuhan penjualan ...32
2.1.8 Pertumbuhan Aset ...33
2.1.9 Non debt tax Shield ...34
2.2 Penelitian Terdahulu ...35
2.3 Kerangka Pemikiran ...41
2.4 Hipotesis ...50
BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN...51
3.1Objek Penelitian ...51
3.2Metode Penelitian ...51
3.2.1 Desain Penelitian ...52
3.2.2 Definisi dan Operasionalisasi Variabel ...52
3.2.2.1Definisi Variabel ...52
3.2.2.2Operasionalisasi Variabel ...55
3.2.3 Populasi dan Sampel Penelitian ...56
3.2.3.1Populasi Penelitian ...56
3.2.3.2Sampel Penelitian ...56
v
3.2.5 Teknik Analisis Data ...59
3.2.5.1Uji Asumsi Klasik ...59
3.2.5.1.1 Uji Normalitas ...59
3.2.5.1.2 Uji Multikolinieritas ...59
3.2.5.1.3 Uji Heteroskedasitas ...60
3.2.5.1.4 Uji Autokorelasi ...61
3.2.5.2Rancangan Pengujian Hipotesis ...61
3.2.5.3Pengujian Hipotesis ...63
3.2.5.4Menghitung Koefisien Determinasi ...64
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...66
4.1Hasil Penelitian...66
4.1.1 Tinjauan Umum Subjek Penelitian...66
4.1.2 Analisis Deskriptif Data Variabel Penelitian...79
4.1.2.1 Struktur Modal...79
4.1.2.2 Struktur Aktiva...82
4.1.2.3 Pertumnuhan Penjualan...83
4.1.2.4 Pertumbuhan Aset...84
4.1.2.5 Non debt tax shield...85
4.1.3 Uji Asumsi Klasik...87
4.1.3.1 Uji Normalitas Data...87
4.1.3.2 Uji Multikolinearitas...88
4.1.3.3 Uji Heteroskedastisitas...89
4.1.4 Hasil Pengujian Hipotesis...91
4.1.5 Koefisien Determinasi...94
4.2Pembahasan...95
4.2.1 Pengaruh struktur aktiva terhadap struktur modal...95
4.2.2 Pengaruh pertumbuhan penjualan terhadap struktur modal...97
4.2.3 Pengaruh pertumbuhan aset terhadap struktur modal...99
4.2.4 Pengaruh Non debt tax shield terhadap struktur modal...100
BAB V SIMPULAN DAN SARAN...103
5.1Kesimpulan...103
5.2 Saran...104
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Rata – rata sturktur modal perusahaan pertambangan yang terdaftar di
BEI……….4
Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu ...38
Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel ...55
Tabel 3.2 Jumlah pengamatan perusahaan pertambangan...57
Tabel 3.3 Daftar Sampel Penelitian ...57
Tabel 3.4 Kriteria Nilai Durbin-Watson (DW) Statistic ...61
Tabel 4.1 Struktur modal (DER) Perusahaan Pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2011-2013...80
Tabel 4.2 Struktur Aktiva Perusahaan Pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2011-2013...82
Tabel 4.3 Pertumbuhan Penjualan (PP) Perusahaan Pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2011-2013...83
Tabel 4.4 Pertumbuhan Aset (PA) Perusahaan Pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2011-2013...85
Tabel 4.5 Non Debt Tax Shield (NDT) Perusahaan Pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2011-2013...86
Tabel 4.6 Uji Normalitas...87
Tabel 4.7 Hasil Uji Multikolienaritas...88
Tabel 4.8 Uji Heteroskedastisitas...90
Tabel 4.9 Uji Durbin Watson (DW)...91
DAFTAR GAMBAR
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang
Pengembangan perusahaan dalam upaya untuk mengatasi persaingan yang
semakin tajam seperti sekarang ini akan selalu dilakukan baik oleh perusahaan
besar maupun perusahaan kecil tak terkecuali persaingan industri pertambangan di
Indonesia yang semakin ketat dan mengalami perkembangan yang cukup pesat,
hal ini dapat terlihat dari jumlah perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia (BEI) dari periode ke periodenya semakin bertambah, sehingga
prospeknya akan menguntungkan di masa kini maupun di masa yang akan datang.
Persaingan indusri pertambangan menuntut perusahaan untuk dapat lebih
berkompetitif agar tidak terjebak dalam kemerosotan persaingan tersebut. Dalam
meningkatkan keunggulan daya saing perusahaan tentunya diperlukan biaya
dalam jumlah yang besar. Hal ini bergantung pada ketersediaan dana yang cukup.
Dalam hal pendanaan, berhasil atau tidaknya perusahaan mengambil keputusan
yang tepat dapat dilihat dari tingkat efektivitas pengalokasian dana yang
dimilikinya dalam menjalankan operasional perusahaan.
Keputusan pendanaan diperlukan juga untuk menganalisis sumber–
sumber dana yang optimal, baik dari sumber internal maupun eksternal.
Penggunaan dana internal berasal dari laba ditahan (retained earning) yang
dimiliki perusahaan, sedangkan dana eksternal berasal dari penggunaan
hutang dan penerbitan saham. Kesalahan dalam pengambilan keputusan
pendanaan akan menimbulkan biaya tetap dalam bentuk biaya modal yang
Sehingga keputusan pendanaan perlu untuk dianalisis lebih lanjut mengenai
seberapa besar manfaat, resiko, dan biaya yang mungkin akan terjadi kemudian.
Dalam perkembangannya, perusahaan lebih mengutamakan kebutuhan
dananya dengan mengutamakan pemenuhan dengan sumber dari dalam
perusahaan. Tetapi seiring kebutuhan perusahaan yang semakin banyak,
perusahaan harus menjalankan aktivitasnya dengan bantuan dana dari luar, baik
berupa hutang (debt financing) atau dengan mengeluarkan saham baru (external
equity financing). Kalau kebutuhan dana hanya di penuhi dengan hutang saja,
maka ketergantungan dengan pihak luar akan semakin besar dan resiko
finansialnya semakin besar pula. Sebaliknya bila kebutuhan dana di penuhi
dengan saham saja, biaya akan sangat mahal. Perbandingan hutang dan modal
sendiri dalam struktur financial perusahaan di sebut struktur modal (Husnan,
1998). Dalam menentukan sumber dana mana yang akan di pilih, perusahaan
harus memperhitungkan dengan matang agar di peroleh kombinasi struktur modal
yang optimal. Perusahaan yang mempunyai struktur modal yang optimal, sesuai
dengan target dan karakter perusahaan, akan menghasilkan tingkat pengembalian
yang optimal pula.
Permasalahan mengenai pendanaan tidak terhenti pada darimana modal
atau dana itu diperoleh, tetapi berlanjut pada bagaimana komposisi modal atau
struktur modal perusahaan setelah penambahan tersebut. Komposisi tersebut perlu
dipertimbangkan dalam rangka meminimalisasi resiko yang mungkin dapat terjadi
dan harus ditanggung sebagai akibat dari keputusan yang diambil.
capital) yang pada akhirnya dapat me/nigkatkan tingkat pengembalian ekonomis
dan nilai perusahaan.
Keputusan struktur modal yang ditentukan oleh setiap perusahan tidak
hanya berpengaruh terhadap aktivitas operasional perusahaan saja, tetapi juga
akan berpengaruh terhadap resiko yang harus ditanggung oleh perusahaan itu
sendiri. Seperti halnya yang terjadi pada salah satu perusahaan industri
pertambangan yakni BUMI resources yang memiliki utang yang sangat besar bila
dibandingkan dengan modal sendiri dan memiliki dampak buruk terhadap struktur
finansialnya dan berujung pada menurunnya nilai perusahaan.
Pemeringkat utang yang diberikan oleh Lembaga Pemeringkat Internasional Standard and Poor's (S&P) kepada BUMI mengalami penurunan, dari peringkat SD menjadi D. Peringkat itu diberikan oleh S&P pada 10 November 2014.Penurunan peringkat utang dilakukan oleh S&P berdasarkan asumsi, BUMI sebagai penjamin tidak melakukan pembayaran bunga dalam waktu tenggang 30 hari sebagaimana diatur dalam perjanjian obligasi. Dengan adanya kejadian itu, jika tidak bisa menuntaskan restrukturisasi utang dan penurunan peringkat. Saham perseroan saat ini berada di posisi Rp78 per lembar. Adapun saham perseroan hari ini melemah Rp3 atau setara 3,7 persen. Sebelumnya saham BUMI dibuka di posisi Rp81 dan sempat menyentuh level tertingginya di level Rp82 per saham utang BUMI yang akan dan sudah jatuh tempo berjumlah total sekitar USD2,161 miliar, di mana profil utang perseroan tersebut tercatat per 30 September 2014 (tidak diaudit). Rincian fasilitas dan nama kreditur yang mendekati jatuh tempo di antaranya Country Forest Limited 2009 yang dibagi dua, yakni fasilitas commitment B sebesar USD337 juta dan jatuh tempo pada 18 September 2014. Kemudian fasilitas commitment C sebesar USD700 juta yang jatuh tempo pada 18 September 2015. Status pembayaran keduanya sedang dalam proses restrukturisasi.
(Sumber:ekonomi.metrotvnews.com)
Kebijakan mengenai struktur modal melibatkan trade off antara risiko
dan tingkat pengembalian-penambahan hutang, hutang dapat memperbesar
risiko perusahaan tetapi sekaligus juga memperbesar tingkat pengembalian
yang diharapkan (Weston dan Brigham, 2005 : 150). Struktur modal yang
risiko dan pengembalian sehingga memaksimumkan nilai perusahaan. Untuk
itu,dalam penetapan struktur modal suatu perusahaan perlu
mempertimbangkan berbagai variabel yang mempengaruhinya.
Berikut diabawah ini adalah rata rata struktur modal pada perusahaan
pertambangan yang terdaftar di bursa efek Indonesia periode 2011 – 2013.
Adapun dalam penelitian ini struktru modal diukur dengan menggunakan rasio
Leverage yakni Debt to Equity Ratio (DER). DER dapat menunjukkan tingkat
resiko suatu perusahaan dimana semakin tinggi rasio DER, maka perusahaan
semakin tinggi resikonya karena pendanaan dari unsur hutang lebih besar
daripada modal sendiri (equity) mengingat dalam perhitungan hutang dibagi
dengan modal sendirinya, artinya jika hutang perusahaan lebih tinggi dari modal
sendirinya berarti rasio DER diatas 1, sehingga penggunaan dana yang digunakan
untuk aktivitas operasional perusahaan lebih banyak menggunakan dari unsur
hutang. Menurut Sofyan Syafri (2010:303). “Rasio ini Menggambarkan sampai
sejauh mana modal pemilik dapat menutupi utang – utang kepada pihak luar.
Semakin kecil rasio ini semakin baik”
Tabel 1.1
Rata - rata Struktur Modal Perusahaan Pertambangan yang terdaftar di BEI
Tahun
Struktur
Modal
Rata rata
Struktur
Modal
Tertinggi
Struktur
Modal
Terendah
2011 3.50 10.85 0.30
2012 1.48 10.33 0.12
2013 2.06 11.96 0.11
Dari tabel diatas menunjukkan bahwa apabila nilai struktur modal
melebihi 1 maka penggunaan utang lebih besar dibandingkan modal sendiri
sedangkan apabila nilai struktur modal dibawah 1 berarti penggunaan modal
sendiri (ekuitas) lebih besar dibandingkan dengan penggunaan utang dalam
pendanaannya. Data diatas pun menunjukkan perubahan struktur modal yang
tidak konstan selama periode 2011 - 2013, artinya terjadi kondisi struktur modal
naik dan turun (fluktuatif). Kemudian sebagian kecil perusahaan memilki nilai
struktur modal yang cukup besar bila dibandingkan rata – rata perusahaan
pertambangan yang terdaftar di BEI, sebagain kecil lainnya memiliki nilai struktur
modal yang cukup rendah. Artinya dari data diatas dapat dikatakan bahwa terjadi
perbedaan struktur modal yang cukup besar antara satu perusahaan pertambangan
yang satu dengan yang lainnya dan adanya perubahan struktur modal dari waktu
ke waktu maka diduga ada berbagai factor yang mempengaruhi kebijakan
manajemen mengenai struktur modal. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian
yang lebih lanjut mengenai faktor faktor yang mempengaruhi struktur modal.
Dengan mengetahui apa dan bagaimana faktor-faktor yang paling
mempengaruhi struktur modal pada perusahaan pertambangan di Bursa Efek
Indonesia, dapat membantu khususnya pihak manajemen perusahaan yang ada
dalam perusahaan tersebut dalam menentukan bagaimana seharusnya pemenuhan
kebutuhan dana untuk mencapai struktur modal yang optimal harus dilakukan dan
juga para investor di pasar modal pada umumnya. Dengan demikian tujuan pihak
manajemen perusahaan untuk memaksimumkan kemakmuran pemegang saham
Menurut Brigham dan Houston (2001 : 39-41) menyatakan bahwa faktor
faktor yang mempengaruhi struktur modal antara lain stabilitas penjualan, struktur
aktiva, leverage operasi, tingkat pertumbuhan, pajak, Beberapa faktor yang
dinyatakan brigham bersumber dari informasi akuntansi yang tersedia. Informasi
ini diberikan dalam bentuk laporan keuangan. Hal ini kemudian yang menjadi
landasan penyusun untuk melakukan penelitian mengenai faktor yang
mempengarhi struktur modal dengan menggunakan rasio rasio pengendalian,
sikap manajemen, sikap pemberi pinjaman dan lembaga penilai peringkat, kondisi
pasar, kondisi internal perusahaan, dan fleksibilitas keuangan. keuangan yang
diterbitkan perusahaan dengan laporan keuangannya, dengan anggapan bahwa
laporan keuangan lebih menggambarkan kondisi perusahaan. Pada penelitian ini
pun rasio rasio keuangan yang digunakan dilandasi atas pernyataan Brigham dan
Houston mengenai faktor – faktor yang mempengaruhi struktur modal, faktor
faktor tersebut adalah struktur aktiva, pertumbuhan, dan pajak.
Struktur aktiva merupakan perbandingan antara aktiva tetap dengan total
aktiva. Perusahaan pertambangan dan perusahaan jasa pada umumnya
memiliki struktur aktiva yang berbeda. Perusahaan pertambangan cenderung
memiliki aktiva tetap yang tinggi daripada perusahaan jasa karena dalam
struktur aktivanya banyak yang berupa mesin-mesin, tanah dan bangunan.
Berbeda dengan perusahaan yang bergerak dibidang jasa seperti perbankan,
akan cenderung memiliki aktiva lancar yang lebih tinggi daripada aktiva tetap
karena produknya berupa kas, surat surat berharga dan deposito yang
mengharuskan adanya pencairan dana yang cepat. Karakteristik struktur aktiva
besar daripada perusahaan jasa menjadi bahan pertimbangan manajemen
perusahaan mengenai penentuan struktur modal. Menurut penelitian Glenn,
Herlina dan Rini (2011), dan Werner (2011) menemukan bukti empiris bahwa
struktur aktiva berpengaruh positif terhadap struktur modal. Sementara penelitian
I Putu & I Made (2014) dan Ali kesuma (2009), menyatakan bahwa struktur
aktiva berpengaruh negatif terhadap struktur modal.
Faktor Pertumbuhan pada penelatian ini diukur dengan pertumbuhan
penjualan dan pertumbuhan asset. Pertumbuhan penjualan merupakan salah satu
faktor yang penting dalam menentukan kelangsungan hidup perusahaan.
Perusahaan mendapatkan dana untuk kelangsungan hidup dan berkembang
selain dari utang dan modal sendiri juga dari penjualan produk perusahaan
baik berupa barang atau jasa. Manajemen perusahaan berusaha untuk dapat
meningkatkan penjualan produknya karena pertumbuhan penjualan yang
tinggi atau stabil saling berkaitan dengan keuntungan perusahaan. Tingkat
pertumbuhan penjualan yang tinggi atau stabil dapat berdampak positif
terhadap keuntungan perusahaan sehingga menjadi pertimbangan manajemen
perusahaan dalam menentukan struktur modal. (Taruna, Topowijono, Devi :
2014). Penelitian mengenai faktor pertumbuhan penjualan dan pengaruhnya
mengenai penentuan struktur modal memiliki hasil yang tidak konsisten. Seperti
penelitian I Putu & I Made (2014) dan Glenn, Herlina dan Rini (2011)
menemukan bukti empiris bahwa pertumbuhan penjualan berpengaruh positif
terhadap struktur modal. Sedangkan penelitian Ali kesuma (2009) menemukan
Selain pertumbuhan penjualan, faktor pertumbuhan asset digunakan juga
dalam menentukan struktur modal. menurut Menurut Prabansari dan Hadri (2005)
dalam Kartini dan Arianto (2008) Pertumbuhan aset adalah perubahan
(peningkatan atau penurunan) total aktiva yang dimiliki oleh perusahaan.
Pertumbuhan aset dihitung sebagai persentase perubahan aset pada tahun tertentu
terhadap tahun sebelumnya. Bagi perusahaan, kesempatan untuk bertumbuh atau
melakukan investasi akan meningkatkan kebutuhan akan dana. Peningkatan
akan kebutuhan dana tentunya tidak hanya dipenuhi oleh laba ditahan melainkan
melibatkan pendanaan dari luar baik menerbitkan saham baru maupun menambah
utang. Oleh karena itu pertumbuhan asset dapat dijadikan bahan pertimbangan
bagi manajemen dalam menentukan struktur modal. Menurut penelitian Glenn,
Herlina dan Rini (2011) dan Kartini dan Arianto (2008) menemukan bukti
empiris bahwa pertumbuhan asset berpengaruh positif terhadap struktur modal.
Sedangkan penelitian Lanang, Edy, dan Nyoman ( 2014) menumukan bukti
empiris bahwa pertumbuhan asset berpengaruh negative terhadap struktur modal. .
Faktor Pajak dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan rasio non
debt tax shield. Dalam struktur modal, non debt tax shield (NDTS) merupakan
substitusi interest expense yang akan berkurang saat menghitung pajak
perusahaan. Keuntungan pajak yang berupa biaya depresiasi/penyusutan yang
dapat dikurangkan dalam menentukan penghasilan kena pajak disebut juga dengan
Non-debt Tax Shield (Tirsono, 2008). Menurut De Angelo et. al (1980)
menyatakan bahwa potongan pajak (tax deduction) yang berupa depresiasi
dan investment tax credit dapat digunakan untuk mengurangi pajak selain
dengan membebankan biaya bunga hutang, perusahaan dapat memanfaatkan
keuntungan/perlindungan pajak melalui fasilitas perpajakan yang diberikan
oleh pemerintah atau disebut dengan non debt tax shield. Dengan semakin
besarnya penghematan pajak yang didapat dari Non debt tax shield maka semakin
besar pula laba setelah pajak yang dapat digunakan untuk pendanaan perusahaan.
Maka dari itu Non debt tax shield dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi
manajemen dalam menentukan struktur modal. Kemudian menurut penelitian
Farah & Aditya (2010) dan Werner (2011) menemukan bahwa NDTS berpengaruh
positif terhadap struktur modal, sedangkan penelitian De angelo (1980) Jemmi,
Werner dan Murhadi (2012) dan Ramlal (2009) menemukan bahwa NDTS
memiliki pengaruh negative terhadap struktur modal.
Penelitian ini mengambil studi kasus pada perusahaan – perusahaan sektor
pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2011 -2013,
dikarenakan perusahaan – perusahaan tersebut telah mengumumkan laporan
keuangan secara terbuka. Sehingga dapat diketahui komposisi struktur modal serta
variabel apa saja yang mempengaruhi keputusan penggunaan hutang pada struktur
modal perusahaan – perusahaan pertambangan yang terdaftar di BEI. Sektor
Pertambangan juga merupakan salah satu sektor perekonomian yang diharapkan
dapat menopang pembangunan ekonomi indonesia. Hal ini dikarenakan sektor
pertambangan merupakan penyedia sumber daya energi yang sangat diperlukan
dalam pertumbuhan perekonomian. Selain itu Industri pertambangan memiliki
sifat dan karakteristik yang berbeda dengan industri lainnya, perbedaan tersebut
antara lain perusahaan pertambangan melakukan kegiatan eksplorasi dimana
jaminan bahwa kegiatan tersebut akan berakhir dengan penemuan cadangan bahan
galian. Dan perbedaan selanjutnya dalah produk perusahaan pertambangan adalah
bahan galian yang bersifat deplesi dan tidak dapat diperbaharui (non-renewable).
Dari perbedaan ini dapat disimpulkan bahwa kegiatan perusahaan pertambangan
mulai dari tahap eksplorasi sampai pada tahap pengolahannya dibutuhkan biaya
yang sangat tinggi, padat modal, dan memiliki resiko yang tinggi.
Tahun yang diamati dalam penelitian ini adalah dari tahun 2011 sampai
dengan tahun 2013. Berdasarkan hasil “survey mining indonesia 2013” yang
diluncurkan oleh lembaga survei pricewaterhousecoopers (PwC) Indonesia
menunjukkan bahwa para pelaku industri pertambangan masih memandang positif
potensi dalam berinvestasi di sektor mineral dan batubara di indonesia. Meskipun
hasil survei menunjukkan bahwa pada tahun 2011 dan 2012 merupakan tahun
perubahan peruntungan di industri pertambangan di indonesia. Perbaikan kinerja
keuangan dalam bisnis tambang di 2011 berbalik menjadi memburuk di 2012,
akibat ketidakpastian ekonomi dan penurunan harga komoditas. Meski demikian
pada tahun 2013 pelaku industri pertambangan masih memandang positif potensi
investasi di sektor ini, dengan adanya ketertarikan untuk penemuan cadangan
berbagai jenis mineral dan bahan tambang lainnya. Survei PwC juga
menunjukkan, para investor tetap menetapkan indonesia, dalam rangking yang
tinggi dalam hal prospek mineral. Dari sisi kinerja, meski dihadapkan pada situasi
global yang sulit dan ketidakpastian kebijakan, industri pertambangan indonesia
masih mampu mencatatkan kontribusi rata rata sebesar 11% terhadap PDB di
Berdasarkan latar belakang dan hasil penelitian yang telah diuraikan
di atas, ternyata masih belum menunjukkan hasil yang konsisten dimana variable
variable yang akan diteliti menjukkan pengaruh terhadap struktur modal masih
menunjukkan hasil yang berbeda bahkan bertentangan antara hasil penelitian
yang satu dengan yang lainnya. Hal inilah yang akan diangkat menjadi research
gap dalam penelitian ini. Variable tersebut meliputi struktur aktiva, pertumbuhan
penjualan, pertumbuhan aset dan non debt tax shield terhadap struktur modal
Untuk itu, yang menjadi judul penelitian ini ialah “Pengaruh Struktur Aktiva, Pertumbuhan Penjualan, Pertumbuhan Aset dan Non Debt Tax Shield terhadap Struktur Modal Perusahaan Pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2011 –2013”
1.2Rumusan Masalah
Permasalahan yang menjadi latar belakang penelitian ini adalah
didapatnya struktur modal pada perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di
BEI yang menunjukkan nilai yang rata rata diatas satu. Masalah lain dalam
penelitian ini adalah ditemukannya kesenjangan hasil penelitian antara Struktur
Aktiva, Pertumbuhan penjualan, dan pertumbuhan aset dan Non debt tax shield
terhadap struktur modal terhadap struktur modal dari penelitian terdahulu.
Beberapa rumusan masalah yang akan diajukan dalam rumusan masalah ini
adalah :
1. Bagaimana pengaruh struktur aktiva terhadap struktur modal ?
2. Bagaimana pengaruh Pertumbuhan penjualan terhadap struktur modal?
4. Bagaimana pengaruh Non debt tax shield terhadap struktur modal ?
1.3Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 MaksudPenelitan
Maksud dari penulisan ini adalah mempelajari, menganalisa, dan
menyimpulkan apakah Struktur aktiva, pertumbuhan penjualan, dan pertumbuhan
asset berpengaruh terhadap Struktur modal
1.3.2 TujuanPenelitian
Secara terperinci tujuan yang ingin dicapai dalam melakukan penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Untuk Mengetahui Pengaruh Struktur Aktiva terhadap Struktur Modal
Perusahaan
2. Untuk mengetahui Pengaruh Pertumbuhan Penjualan terhadap Struktur
Modal Perusahaan
3. Untuk Mengetahui Pengaruh Pertumbuhan Aset terhadap Struktur Modal
Perusahaan
4. Untuk Mengetahui pengaruh Non debt tax shield terhadap struktur modal
perusahaan
1.4KegunaanPenelitian 1.4.1 Kegunaan Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak,
1. Investor
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu referensi dalam
menganalisa kebijakan struktur modal perusahaan di masa yang akan
datang terkait dengan histori struktur aktiva, pertumbuhan penjualan,
pertumbuhan aset, dan non debt tax shield.
2. Perusahaan, Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu
referensi dalam menentukan struktur modal perusahaan yang optimal di
masa yang akan datang terkait dengan histori struktur aktiva, pertumbuhan
penjualan, pertumbuhan aset, dan non debt tax shield.
1.4.2 Kegunaan Teoritis
Hasil Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi bagi
pengembangan teori – teori atau ilmu pengetahuan, terutama di bidang akuntansi
14
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengertian Modal
Menurut Munawir (2007 : 19), modal merupakan hak atau bagian
yang dimiliki oleh perusahaan yang terdapat pada sisi kanan neraca
perusahaan yaitu pada pos modal saham atau laba ditahan. Prof. Polak (dalam
Riyanto, 1995 : 18 ) menyebutkan bahwa “modal ialah sebagai kekuasaan untuk
menggunakan barang – barang modal, terdapat di neraca sebelah kredit”. Barang –
Barang modal itu sendiri yaitu barang – barang yang ada dalam perusahaan yang
belum digunakan, jadi yang terdapat di sebelah debit. Sedangkan Prof. Baker (
dalam Riyanto, 1995 : 18) mengartikan modal adalah “baik yang berupa barang
barang kongkret yang masih ada dalam rumah tangga perusahaan yang terdapat di
neraca sebelah debit, maupun berupa daya beli atau nilai tukar dari barang barang
itu yang tercatat disebelah kredit.”
Jadi modal dapat terlihat di dalam neraca sebuah perusahaan. Modal yang
tercatat di sebelah debit termasuk ke dalam modal konkret, yaitu modal yang
menunjukkan bentuk modal tersebut yang disebut juga modal aktif, sedangkan
modal yang tercatat di sebelah kredit termasuk modal abstrak, yaitu modal yang
menunjukkan darimana modal tersebut berasal, yang disebut juga modal pasif.
“Modal pasif itu dapat dibedakan antara modal sendiri dan modal asing,
2.1.2 Modal Sendiri
Riyanto (2001 : 240 ) menyebutkan bahwa “modal sendiri pada dasarnya
adalah modal yang berasal dari pemilik perusahaan yang tertanam di dalam
perusahaan dalam waktu yang tidak tentu lamanya.” Modal Sendiri dapat berasal
dari sumber intern yang bentuknya adalah keuntungan yang dihasilkan oleh
perusahaan, juga berasal dari sumber ekstern yaitu pemilik perusahaan dalam
bentuk saham biasa dan saham preferen.
Modal sendiri yang bersifat permanen akan tetap tertanam dalam
perusahaan dan dapat diperhitungkan pada setiap saat untuk memelihara
kelangsungan hidup dan melindungi perusahaan dari resiko kebangkrutan. “Modal
sendiri merupakan sumber dana perusahaan yang paling tepat diinvestasikan pada
aktiva tetap yang bersifat permanen dan pada investasi yang menghadapi risiko
kerugian yang relative besar.” (Harnanto, 1991: 303). Modal yang berasal dari
pemilik perusahaan berbagai macam bentuknya menurut bentuk hukum dari
masing – masing perusahaan. Komponen dari modal sendiri tersebut terdiri dari :
1) Laba Ditahan
Keuntungan yang Diperoleh oleh suatu perusahaan dapat sebagian dibayarkan
sebagai dividen dan sebagian ditahan oleh perusahaan. Keuntungan yang sudah
memiliki tujuan akan masuk ke dalam cadangan perusahaan, sedangkan apabila
keuntungan yang belum memiliki tujuan akan menjadi keuntungan yang ditahan
(retained earning). Adanya keuntungan akan memperbesar retained earning yang
memperkecil retained earning yang berarti memperkecil modal sendiri, dan
adanya saldo kerugian akan memperkecil modal sendiri.
Modal Sendiri merupakan komponen yang tetap akan berada di dalam
struktur pendanaan perusahaan. Komponen dari modal sendiri merupakan modal
yang dipertaruhkan oleh perusahaan. Modal sendiri tidak memiliki jaminan harus
membayar dalam kurun waktu tertentu, oleh karena itu perusahaan yang memiliki
modal sendiri lebih besar daripada modal asing merupakan perusahaan yang siap
untuk menghadapi tantangan bisnis tanpa terlalu memperhitungkan risiko
membayar modal asing yang tertanam di perusahaan.
2) Modal Saham
Saham adalah tanda bukti penyertaan dalam suatu perusahaan. “Saham
menunjukkan bukti kepemilikan yang diterbitkan oleh perusahaan.” (Husnan,
2000:276). Bagi perusahaan yang bersangkutan, yang diterima dari hasil
penjualan sahamnya akan tetap tertanam dalam perusahaan tersebut selama
hidupnya, meskipun pemegang saham itu sendiri bukan merupakan
penanaman yang permanen, karena setiap waktu pemegang saham dapat
menjual sahamnya. Modal saham tersebut terdiri dari saham biasa (common
stock) dan saham preferen (preferred stock).
Sartono (2008:330) menyatakan bahwa pemegang saham biasa merupakan
pemilik perusahaan yang sebenarnya. Pendapatan yang diterima oleh
pemegang saham biasa merupakan kelebihan pendapatan atas biaya – biaya
atau laba setelah dikurangi pajak dan deviden atas saham preferen. Pada
dan hanya apabila perusahaan mendapatkan keuntungan, namun apabila
perusahaaan mengalami kerugian, maka pemegang saham tidak mendapatkan
deviden. Fungsi dari saham biasa di dalam perusahaan menurut Riyanto
(2001:241) antara lain :
a. Sebagai alat untuk membelanjai perusahaan dan terutama sebagai alat untuk memenuhi kebetuhan akan modal permanen
b. Sebagai alat untuk menentukan pembagian laba.
c. Sebagai alat untuk mengadakan fungsi atau kombinasi perusahaan – perusahaan
d. Sebagai alat untuk menguasai perusahaan.
Secara teoritis, hak – hak pemegang saham biasa dalam Sartono
(2008:331) adalah :
a. Hak suara dalam rapat umum pemegang saham. Dengan hak tersebut, pemegang saham memiliki hak untuk memilih direksi untuk mengendalikan perusahaan.
b. Hak memperoleh pembayaran dividen per lembar saham yang dimiliki. c. Hak untuk membeli tambahan saham baru yang dikeluarkan perusahaan
secara proporsional.
d. Ha katas aktiva setelah pembayaran hak yang lebih senior dalam likuidasi.
Sedangkan saham preferen merupakan sumber modal jangka panjang
perusahaan yang posisinya berada diantara utang jangka panjang dengan
saham biasa. Saham preferen sebenarnya merupakan kombinasi antara bentuk
utang dengan modal sendiri (Husnan, 2000:280). Pemegang saham preferen
berhak atas dividen yang tetap besarnya, berapapun keuntungan perusahaan.
dalam peristiwa likuidasi, pemegang saham preferen memiliki hak setelah
kreditor namun sebelum pemegang saham biasa.
Saham preferen memberikan pendapatan yang relative konstan, di samping
karena risiko yang dihadapi pemegang saham preferen lebih besar dari risiko
pemegang obligasi.
Saham preferen memiliki ciri tertentu, diantaranya 1). saham preferen
selalu dijual dengan harga pari. 2). Saham preferen memberikan hak suara
kepada pemegang saham preferen untuk memilih manajer perusahaan jika
pada waktu tertentu perusahaan tidak membagikan dividen. Dengan demikian
manajer terpaksa untuk berusaha selalu membayar dividen kepada pemegang
saham preferen. (Sartono, 2008:330).
Terdapat dua Jenis saham preferen, yaitu saham preferen yang komulatif
dan tidak komulatif. Sartono (2008 : 329) menyebutkan bahwa “saham
preferen yang komulatif selalu diperhitungkan kewajiban membayar deviden
sebelum membayar dividen kepada pemegang saham biasa.” Dengan
demikian pemegang saham preferen komulatif apabila tidak menerima
dividen selama beberapa waktu karena besarnya laba tidak memungkinkan
atau karena ada kerugian, maka pemegang saham ini dapat menuntut dividen
– deviden yang tidak dibayarkan pada waktu yang telah lampau dikemudian
hari.
2.1.3 Modal Asing
Modal asing adalah modal yang berasal dari luar perusahaan yang sifatnya
sementara bekerja dalam perusahaan, dan bagi perusahaan modal tersebut
merupakan utang yang pada saatnya harus dibayarkan kembali ( Riyanto,
dua bagian, yaitu utang jangka pendek (kurang dari satu tahun) dan utang jangka
panjang ( lebih dari setahun).
Utang jangka pendek dapat diklasifikasikan serupa dengan aktiva lancar.
Beberapa utang jangka pendek seperti utang dagang dan biaya pegawai serta biaya
operasional lainnya akan membentuk sebagian modal kerja yang digunakan dalam
siklus operasi normal perusahaan. Sedangkan utang berbunga jangka panjang
yang digunakan untuk membiayai modal kerja dan tidak jatuh tempo dalam waktu
dua belas bulan termasuk kedalam utang jangka panjang. Standar akuntansi
keuangan menetapkan bahwa utang yang akan jatuh tempo pada siklus akuntansi
periode berikutnya diharapkan dapat dibiayai kembali atau diperpanjang kembali
sehingga tidak diharapkan adanya penggunaan modal kerja lancer. Utang seperti
itu merupakan pembiayaan jangka panjang yang tergolong ke dalam utang jangka
panjang.
Namun dalam pembelanjaan, utang dibagi menjadi tiga golongan, yaitu :
1) Utang jangka pendek/ short term debt
Utang jangka Pendek merupakan modal asing yang jangka waktunya
paling lama satu tahun yang sebagian besar terdiri dari kredit perdagangan, yaitu
kredit yang diperlukan untuk dapat menyelanggarakan usahanya. Husnan (2000 :
228 – 231) mengelempokkan utang jangka pendek tersebut ke dalam empat
bagian, yaitu :
diambil saja, meskipun sebenarnya perusahaan meminjamnya lebih dari jumlah tersebut
b. Kredit dari penjualan, merupakan kredit perniagaan (trade-credit) dan kredit ini terjadi apabila penjualan produk dilakukan secara kredit. c. Kedit dari pembeli, adalah kredit yang diberikan oleh perusahaan
mengeluarkan “surat pengakuan utang” yang berisikan kesanggupan
untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada pihak tertentu ( surat promes/ Notes Payable), dan setelah ditandatangani surat tersebut dapat dijual atau diuangkan kepada Bank.
2) Utang Jangka Menengah/ Intermediate term debt
Utang jangka menengah adalah utang yang jangka waktu umumnya adalah
lebih dari satu tahun dan kurang dari sepuluh tahun. Kebutuhan untuk berbelanja
dengan jenis kredit ini dirasakan apabila di satu pihak kebutuhan pembelanjaan
tidak dipenuhi dengan kredit jangka pendek, namun sulit untuk dipenuhi oleh
utang jangka panjang.
Utang jangka menengah terdiri dari term loan dan leasing, “Term Loan,
yaitu kredit usaha dengan umur lebih dari satu tahun dan kurang dari sepuluh
tahun.” (Husnan, 2000 : 232). Pada umumnya term loan dibayar kembali dengan
angsuran tetap selama suatu periode tertentu, misalkan pembayaran angsuran
dilakukan setiap bulan, setiap kuartal, atau setiap tahun. Term loan ini biasanya
diberikan oleh Bank Dagang, Perusahaan asuransi, supliers atau manufactures
menurut Sartono (2008:301) dilihat dari biaya modalnya, term loan memiliki
biaya lebih rendah daripada modal saham ataupun obligasi, maka harus mebayar
emisi, pendaftaran, dan biaya lain yang berakaitan dengan pengeluaran saham dan
obligasi. Dengan demikian keperluan dana yang tidak terlalu besar tidak perlu
menggunakan saham dan obligasi, karena biayanya terlalu mahal dibandin utang
jangka pendek, term loan lebih baik karena tidak segera jatuh tempo dan
bunga dan pokok pinjaman. Besarnya tingkat bunga term loan ditentukan oleh
beberapa factor, seperti bunga umum, besar kecilnya pinjaman, jatuh tempo,
jumlah utang yang telah dimiliki sebelumnya, dan factor lainnya. (Sartono,
2008:302)
Jenis Pembiayaan jangka menengah lainnya yaitu leasing. Apabila
perusahaan tidak ingin memiliki aktiva tetapi hanya menginginkan service dari
aktiva tersebut. Perusahaan dapat memperoleh hak guna atas suatu aktiva tersebut
tanpa disertai dengan hak milik dengan cara mengadakan kontrak leasing untuk
aktiva tersebut. Oleh karena itu, leasing dapat diartikan sebagai suatu alat atau
cara untuk mendapatkan services dari suatu aktiva tetap yang pada dasarnya
adalah sama halnya dengan menjual obligasi untuk mendapatkan services dan hak
milik atas aktiva tersebut, namun perbedaannya ialah pada leasing tidak disertai
hak milik.
Menurut Sartono (2008 : 304), leasing adalah suatu kontrak antara pemilik
aktiva yang disebut lessor dan pihak lain yang memanfaatkan aktiva tersebut yang
disebut lesee untuk jangka waktu tertentu.
Husnan (2000:235) menyatkan bahwa ada tiga bentuk utama leasing.
Yaitu : sale and leaseback, operating leases, dan financial atau capital leases.
Maksud dari bentuk yang pertama yaitu sale and leaseback adalah pemilik aktiva
berupa tanah, bangunan, dan peralatan pabrik menjual aktivanya kepada
perusahaan lain sekaligus menyewa kembali aktiva yang telah dijualnya tersebut.
Pembeli dari aktiva itu dapat berupa sebuah bank, perusahaan asuransi,
perusahaan leasing, pegadaian, atau investor individu. Biasanya aktiva tersebut
penjual atau lesee menerima pembayaran segera sebagai tambahan dana yang
dapat diinvestasikan ke investasi lain, dan bersamaan dengan itu lesee masih
menggunakan aktiva yang dijualnya selama jangka waktu perjanjian leasing
(Sartono, 2008:304)
Pada jenis leasing yang kedua yaitu operating leases, atau sering disebut
juga dengan services leases, pihak lessor menyediakan pendanaan sekaligus biaya
perawatan yang keseluruhunnya tercakup dalam pembayaran leasing. Ciri utama
dari bentuk ini adalah bahwa harga perolehan aktiva sebagai objek leasing tidak
diamortisasikan secara petuh, dengan kata lain pembayaran yang diisyaratkan
tidak cukup untuk menutup keseluruhan harga perolehan dan biaya perawatan
aktiva. Namun demikian, jangka waktu operating leases ini biasanya lebih pendek
daripada usia ekonomis yang diharapkan, sehingga lessor berharap dapat
menyewakan kembali kepada pihak lain atau menjual aktiva tersebut untuk
menutup harga perolehan, biaya perawatan dan tingkat keuntungan yang
disyaratkan. Menurut Sartono (2008 : 305) kartakteristik operating leases adalah
sering dicantumkannya klausal pembatalan yang memberikan hak kepada lease
untuk membatalkan leasing dan mengembalikan aktiva sebelum periode leasing
berakhir.
Jenis leasing yang terakhir financial leases. Menurut Riyanto (1995:236)
financial leases ialah bentuk leasing yang tidak memberikan maintenance
services, tidak dapat dibatalkan, dan harus penuh diangsur. Pada jenis leasing ini,
lessor menerima pembayaran sewa dari lesee yang meliputi harga penuh dari
leased equipment tersebut plus harga bunga yang diinginkan. Lessor dalam hal
3) Utang jangka panjang/ long term debt
Utang jangka panjang adalah utang atau modal asing yang jangka
waktunya panjang, yaitu lebih dari 10 tahun. Menurut Sartono (2008 : 324) utang
jangka panjang adalah satu bentuk perjanjian antara peminjam dan kreditur
dimana kreditur bersedia memberikan pinjaman sejumlah tertentu dan peminjam
bersedia untuk membayar secara periodic yang mencakup bunga dan pokok
pinjaman.
Utang jangka panjang ini pada umumnya digunakan untuk membelanjai
perluasan perluasan perusahaan (ekspansi) atau modernisasi dari perusahaan,
karena kebutuhan modal untuk keperluan tersebut meliputi yang besar. Riyanto
(1995: 238)
Menurut riyanto (1995: 238) Utang jangka panjang terbagi menjadi dua
bagian, yaitu pinjaman obligasi (bonds-payable ) pinjaman hipotik (mortage),
sedangkan menurut Husnan (2000 : 282) Utang jangka panjang terdiri dari atas
obligasi, kredit investasi, dan hipotek.
Bentuk pertama yaitu obligasi, adlah surat tanda utang yang dikeluarkan
oleh perusahaan dalam jumlah tertentu dan akan jatuh tempo pada waktu tertentu
serta memberikan pendapatan sejumlah bunga tertentu. (Sartono, 2008 ; 324).
Sedangkan menurut Husnan( 2000: 282) Obligasi merupakan surat tanda utang
dan umumnya tidak dijamin dengan aktiva tertentu.
Terdapat dua jenis obligasi atau bond, yaitu (a) mortgage bond dan (b)
debenture bond. Mortgage bond adalah utang jangka panjang yang dijamin oleh
debitur tidak dapat membayar kembali utang dan bunganya, maka kreditur dapat
memaksa perusahaan untuk menjual asset yang dijadikan jaminan.
Jenis obligasi kedua adalah debenture bond, yaitu utang jangka panjang
tanpa jaminan. Jenis obligasi ini hamper mirip dengan utang jangka panjang yang
diperoleh melalui bank maupun perusahaan asuransi. Namun yang membedakan
adalah bunga debenture biasanya lebih tinggi daripada bunga mortgage bond
karena risiko yang ditanggung debenture bond lebih tinggi daripada risiko yang
dihadapi pemegang mortgage bond.
Bentuk utang jangka panjang yang kedua yaitu kredit investasi. Jenis
pendanaan ini disediakan oleh perbankan, dan masih banyak dimanfaatkan oleh
kalangan pengusaha. Utang yang diperoleh melalui bank atau perusahaan asuransi
yang memiliki tiga karakteristik yaitu cepat, fleksibel. Dan biaya rendah yang
disebabkan karena pinjaman tersebut dinegosasikan langsung antara peminjam
dengan kreditur. Biaya administrasi menjadi semakin kecil, dan tidak diperlukan
adanya persetujuan dengan pengawas pasar modal sepertinya halnya perusahaan
mengeluarkan obligasi. Sedangkan mengenai tingkat bunga yang disetujui dapat
berupa bunga tetap atau variable. Jika digunakan tingkat bunga tetep, maka
biasanya ditentukan setinggi tingkat bunga obligasi yang memiliki jatuh tempo
yang sama dan resiko yang sama. Jika tingkat bunga ditentukan bersifat variable,
maka kreditut dapat menentukan sebesar persentase tertentu di atas tingkat bunga
surat berharga yang dikeluarkan oleh pemerintah atau obligasi pemerintah
Bentuk utang jangka panjang yang terakhir adalah hipotik. Pinjaman
hipotik merupakan “bentuk utang jangka panjang dengan agunan aktiva tidak
bergerak (tanah, bangunan).” (Husnan, 2000: 287).
Dalam perjanjian kredit pada hipotik, disebutkan secara jelas aktiva apa
yang dipergunakan sebagai agunan. Dalam peristiwa likuidasi. Kreditur akan
dibayar terlebih dahulu dari hasil penjualan aktiva tetap yang dipergunakan
sebagai agunan. Apabila hasil penjualan aktiva yang digunakan tersebut belum
cukup, maka sisanya menjadi kreditur umum, sama halnya dengan pemilik
obligasi.
2.1.4 Struktur Modal
Struktur modal adalah merupakan perimbangan jumlah utang jangka
pendek yang bersifat permanen, utang jangka panjang, saham preferen, dan saham
biasa (Sartono 2008:225). Menurut Weston dan Brigham (2005:150), struktur
modal yang ditargetkan adalah bauran atau perpaduan dari utang, saham preferen,
saham biasa yang dikehendaki perusahaan dalam struktur modalnya. Struktur
modal yang optimal adalah gabungan ekuitas yang memaksimumkan harga saham
perusahaan. Struktur modal adalah hasil atau akibat dari keputusan pendanaan
(Financing Decision) yang intinya memilih apakah menggunakan utang atau
ekuitas untuk mendanai operasi perusahaan.
Perbandingan antara total hutang terhadap ekuitas yang biasa diukur
melalui rasio debt to equity ratio (DER). DER dapat menunjukkan tingkat resiko
suatu perusahaan dimana semakin tinggi rasio DER, maka perusahaan semakin
sendiri (equity) mengingat dalam perhitungan hutang dibagi dengan modal
sendirinya, artinya jika hutang perusahaan lebih tinggi dari modal sendirinya
berarti rasio DER diatas 1, sehingga penggunaan dana yang digunakan untuk
aktivitas operasional perusahaan lebih banyak menggunakan dari unsur hutang.
Dalam kondisi DER diatas 1 perusahaan harus menanggung biaya modal yang
besar, resiko yang ditanggung perusahaan juga meningkat apabila investasi yang
dijalankan perusahaan tidak menghasilkan tingkat pengembalian yang optimal.
Oleh karena itu investor cenderung lebih tertartik pada tingkat DER tertentu yang
besarnya kurang dari 1 karena jika lebih besar dari 1 menunjukkan resiko
perusahaan semakin meningkat. Menurut Sofyan Syafri (2010:303). “Rasio ini
menggambarkan sampai sejauh mana modal pemilik menutupi utang – utang
kepada pihak luar. Semakin kecil rasio ini semakin baik”
Rumusan untuk menghitung DER dapat digunakan sebagai berikut
(Kasmir, 2010:158)
2.1.5 Teori Struktur Modal
Teori struktur modal menjelaskan apakah ada pengaruh perubahan struktur
modal terhadap nilai perusahaan, kalau keputusan investasi dan kebijakan dividen
dipegang konstan. Jika perubahan struktur modal tidak merubah nilai perusahaan
berarti tidak ada struktur modal yang terbaik. Semua struktur modal adalah baik.
akan diperoleh struktur modal terbaik yaitu struktur modal yang memaksimumkan
nilai perusahaan. Beberapa teori struktur modal diantaranya adalah :
a. Trade off – theory
Keputusan mengenai struktur modal tentunya mempertimbangkan
berbagai faktor seperti pajak perusahaan, pajak perorangan, dan biaya
kebangkrutan. Keseluruhan pertimbangan tersebut masuk dalam teori trade – off
atau yang dinamakan juga balancing theories. “Esensi dari balancing theoris
adalah menyeimbangkan manfaat dan pengorbanan yang timbul akibat
penggunaan utang.” (Husnan, 2004: 275). Apabila manfaat masih lebih besar,
maka utang akan ditambah, namun apabila pengorbanan karena menggunakan
utang sudah lebih besar, maka penggunaan utang tidak boleh ditambah.
Menurut Agus Sartono (2008 : 225), teori ini menyebutkan bahwa
struktur modal yang optimal dapat dicapai dengan menyeimbangkan
keuntungan perlindungan pajak dengan beban biaya sebagai akibat penggunaan
hutang yang semakin besar. Dengan kata lain struktur modal yang optimal
diperoleh pada saat terjadinya keseimbangan antara tax shields dengan financial
distress dan agency cost of leverage. Sehingga terdapat trade off biaya dan
manfaat atas penggunaan hutang. Semakin besar proporsi hutang akan
semakin besar perlindungan pajak yang diperoleh tetapi semakin besar pula
biaya kebangkrutan yang mungkin timbul.
Titik Optimal ini terjadi karena adanya pajak, sebagai faktor yang
mendorong perusahaan meningkatkan hutangnya. Tingkat keuntungan dan pajak
suatu perusahaan mempunyai hubungan positif, sehingga perusahaan tersebut
bertindak sebgai tax shields, karena dapat mengurangi pajak yang harus
dibayarkan perusahaan dalam bentuk pembayaran bunga kepada pihak yang
memberikan hutang. Ada bentuk tax shields lain yang dapat membuat arus kas
tetap menjadi arus kas internal perusahaan dalam bentuk pengurangan laba, yaitu
biaya depresiasi dan amortisasi. Biaya – Biaya ini tidak membutuhkan perusahaan
untuk mengeluarkan dananya. Melainkan oerusahaan hanya melakukan
perhitungan akuntansi untuk mengakui adanya biaya yang telah dikeluarkan atas
investasi masa lalu.
Meyulinda dan Yusfarita (2010), mengatakan dari model ini dapat
dinyatakan bahwa perusahaan yang tidak menggunakan pinjaman sama sekali dan
perusahaan yang menggunakan pembiayaan investasinya dengan pinjaman
seluruhnya adalah buruk. Hal ini berarti pengambilan keputusan dalam
struktur modal hendaknya bersifat moderat dalam mempertimbangkan
penggunaan dana maupun modal sendiri dan mempertimbangkan kedua
instrument pembiayaan. Trade off Model memang tidak dapat digunakan
untuk menentukan modal yang optimal secara akurat dari suatu perusahaan.
Tetapi melalui model ini memberikan tiga masukan penting yaitu (Lukas, 2008 :
249):
1. Perusahaan dengan risiko usaha yang lebih rendah dapat meminjam lebih besar tanpa harus terbebani oleh expected cost of financial distress sehingga diperoleh keuntungan pajak karena penggunaan hutang lebih besar.
3. Perusahaan di negara dengan pajak tinggi seharusnya memuat hutang yang lebih tinggi dalam struktur modal daripada perusahaan yang membayar pajak pada tingkat yang lebih rendah karena bunga yang dibayar diakui pemerintah sehingga mengurangi pajak penghasilan.
b. Pecking Order Theory
Myers dan Majluf (1984) dan Myers (1984) dalam Husnan ( 2004: 275)
merumuskan teori struktur modal yang disebut pecking order theory yang
selanjutnya disebut POT.’ Teori ini menjelaskan menganai alasan penentuan
sumber dana yang paling disukai berdasarkan atas informasi asimetrik, yang
menunjukkan bahwa manajemen mempunyai informasi yang lebih banyak
(tentang prospek, risiko, dan nilai perusahaan) daripada pemodal public. Tentu
saja manajemen memiliki informasi yang lebih banyak daripada pemodal public.
Tentu saja manajemen memiliki informasi yang lebih banyak daripada pemodal
public karena manajemenlah yang bertugas mengambil keputusan keuangan dan
menyusun berbagai rencana perusahaan.
Dengan adanya informasi asimetrik, perusahaan lebih suka menggunakan
pendanaan internal adaripda eksternal. Penggunaan dana internal tidak
mengharuskan perusahaan mengungkapkan informasi baru kepada pemodal yang
dapat menurunkan harga saham.
Braeley dan Myers dalam Husnan ( 2004 : 278) menyebutkan bahwa
secara ringkas, POT tersebut menyatakan:
1. Perusahaan lebih menyukai pendanaan internal
3. Pembayaran deviden yang cenderung konstan dan fluktuasi laba yang diperoleh mengakibatkan dana internal kadang – kadang berlebih ataupun kurang untuk investasi
4. Apabila pendanaan eksternal diperlukan, maka perusahaan akan menerbitkan sekuritas yang paling aman dulu. Penerbitan sekuritas akan dimulai dari penerbitan obligasi, kemudian obligasi yang dpat dikonversikan menjadi modal sendiri, baru akhirnya menerbitkan saham baru.
2.1.6 Struktur Aktiva
Menurut Riyanto (2001:22) Strukur aktiva ialah “Perimbangan atau
perbandingan baik dalam arti absolut maupun dalam arti relative antara aktiva
lancar dengan aktiva tetap.
Aktiva yang harus disediakan untuk beroperasinya perusahaan adalah
golongan aktiva tetap. Perusahaan – perusahaan industri diasumsikan akan
memperoleh hasil yang lebih besar dari aktiva tetap dibandingkan dengan aktiva
lancar, sehingga dapat dikatakan bahwa aktiva tetap menggambarkan aktiva yang
benar – benar dapat memberikan hasil kepada perusahaan. Oleh karena itu
besarnya aktiva tetap yang dapat dilihat dari perbandingannya antara aktiva tetap
dengan total aktiva mengambarkan seberapa besar perusahaan industri memiliki
aktiva tetap dalam operasional perusahaan.
Kebanyakan teori struktur modal menyatakan bahwa jenis aktiva yang
dimiliki oleh suatu jenis perusahaan mempengaruhi pemilihan struktur modal.
Riyanto (2001 : 298) menyatakan bahwa
Perusahaan industri yang sebagian besar modalnya tertanam dalam aktiva tetap (fixed assets), akan mengutamakan pemenuhan kebutuhan modalnya dari modal yang permanen, yaitu modal sendiri, sedangkan modal asing sifatnya adalah pelengkap.
Hal ini dapat dihubungkan dengan adanya struktur finansial konservatif
sedikit dapat menutupi jumlah aktiva tetap yang sifatnya permanen, dan
perusahaan yang sebagian besar dari aktivanya terdiri atas aktiva lancar akan
mengutamakan kebutuhan dananya dengan utang jangka pendek.
Seperti yang telah disebutkan oleh Riyanto, Harnanto (1991 : 303)
menyebutkan pula bahwa :
Modal Sendiri merupakan sumber dana perusahaan yang paling tepat diinvestasikan pada aktiva tetap – yang bersifat permanen dan pada investasi – investasi yang mengahdapi resiko kerugian/kegagalan yang relative besar. Karena suatu kerugian/kegagalan investasi tersebut dengan alas an apapun, tidak akan membahayakan kontinuitas atau kelangsungan hidup perusahaan.
Berbeda halnya dengan Brigham dan Gapenski (1996 : 190) menyatakan
bahwa secara umum perusahaan yang memiliki jaminan terhadap hutang
akan lebih mudah mendapatkan hutang daripada perusahaan yang tidak
memiliki jaminan. Teori ini juga konsisten dengan Lukas (2008 : 247 ) yang
menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki aktiva yang dapat digunakan
sebagi agunan hutang cenderung menggunakan hutang yang relatif besar.
Perusahaan yang mempunyai aktiva tetap jangka panjang, maka perusahaan
tersebut akan menggunakan pembiayaan hutang hitpotik jangka panjang,
dengan harapan aktiva tersebut dapat digunakan untuk menutup hutangnya.
Sebaliknya, perusahaan yang sebagian besar aktiva yang dimilikinya berupa
piutang dan persediaan barang nilainya sangat tergantung pada kelanggengan
tingkat profitabilitas (penjualan) masingmasing perusahaan, sebaiknya dibiayai
dengan pembiayaan hutang jangka pendek (Weston dan Copeland, 2008). Dari
pemaparan tersebut diatas, maka dapat dikatakan bahwa struktur aktiva
mempunyai pengaruh terhadap struktur modal. Variabel Struktur Aktiva Menurut
2.1.7 Pertumbuhan Penjualan
Menurut Ali Kesuma (2009), pertumbuhan penjualan (growth of sales)
adalah kenaikan jumlah penjualan dari tahun ke tahun atau dari waktu ke waktu.
Menurut Brigham dan Houston, (2001 : 39) perusahaan dengan penjualan yang
relatif stabil dapat lebih aman memperoleh lebih banyak pinjaman dan
menanggung beben tetap yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang
penjualannya tidak stabil. Dari definisi tersebut dapat dijelaskan bahwa
pertumbuhan penjualan merupakan tingkat stabilitas jumlah penjualan yang
dilakukan oleh perusahaan untuk setiap periode tahun buku. Pertumbuhan
penjualan merupakan signal pada kreditur untuk memberikan kredit atau bagi
bank sebagai kreditor untuk menambah kredit.
Pertumbuhan penjualan adalah kenaikan jumlah penjualan dari tahun ke
tahun atau dari waktu ke waktu. Bagi perusahaan yang mempunyai pertumbuhan
penjualan yang tinggi maka kecenderungan penggunaan utang sebagai
sumber dana eksternal lebih besar dibandingkan perusahaan yang mempunyai
tingkat pertumbuhan penjualan yang rendah. Hal ini sejalan dengan teori
trade off yang menjelaskan apabila manfaat yang diperoleh perusahaan dalam
menggunakan hutang lebih besar daripada pengorbanannya, maka sebaiknya
perusahaan melakukan pendanaan secara eksternal. Semakin besarnya
pertumbuhan penjualan merupakan sebuah keuntungan bagi perusahaan karena
memudahkan manajemen dalam mendapatkan hutang karena adanya
keyakinan investor akan kinerja perusahaan tersebut (Winahyuningsih, dkk.
2009). Jadi bila semakin tinggi pertumbuhan penjualan maka semakin mudah
perusahaan dalam memperoleh utang. Pertumbuhan penjuaelan menurut (Weston
dan Copeland 2008) dinilai dari presentase perubahan dalam total penjualan,
variabel ini diukur dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
2.1.8 Pertumbuhan Aset
Menurut Brigham (2001 : 40), perusahaan dengan tingkat pertumbuhan
yang tinggi akan bergantung pada dana dari luar perusahaan dikarenakan
dana dari dalam perusahaan tidak mencukupi untuk mendukung tingkat
pertumbuhan yang tinggi. Dengan demikian perusahaan dengan tingkat
pertumbuhan yang tinggi akan lebih banyak menggunakan utang sebagai sumber
pendanaannya daripada perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang rendah.
Pertumbuhan aset menurut Menurut Prabansari dan Hadri (2005) dalam Kartini
dan Arianto (2008) Pertumbuhan aset adalah perubahan (peningkatan atau
penurunan) total aktiva yang dimiliki oleh perusahaan. Pertumbuhan aset dihitung
sebagai persentase perubahan aset pada tahun tertentu terhadap tahun sebelumnya.
Bagi perusahaan, kesempatan untuk bertumbuh atau melakukan investasi akan
meningkatkan kebutuhan akan dana. Ini berarti, disamping dana internal
ynag tersedia diperlukan juga tambahan dana yang berasal dari luar
2.1.9 Non Debt Tax Shield
Dalam struktru modal, Non debt tax shield merupakan sunstitusi interst
expense yang akan berkurang saat menghitung pajak perusahaan. Keuntungan
pajak yang berupa biaya depresiasi/penyusutan yang dapat dikurangkan dalam
menentukan penghasilan kena pajak disebut juga dengan Non-debt Tax Shield
(Tirsono, 2008). Menurut De Angelo et. al (1980) menyatakan bahwa
potongan pajak (tax deduction) yang berupa depresiasi dan investment tax
credit dapat digunakan untuk mengurangi pajak selain bunga hutang. Jadi,
dalam melakukan efesiensi penghitungan pajak selain dengan membebankan
biaya bunga hutang, perusahaan dapat memanfaatkan
keuntungan/perlindungan pajak melalui fasilitas perpajakan yang diberikan
oleh pemerintah atau disebut dengan non debt tax shield.
Penyusutan merupakan salah satu biaya yang dapat dikurangkan dari
penghasilan kena pajak, maka besarnya penyusutan mempengaruhi pajak yang
harus dibayar. Semakin tinggi penyusutan maka pajak yang dibayar pun akan
semakin kecil. Dalam biaya depresiasi juga mencerminkan tingkat jumlah tangible
asset yang dimiliki oleh perusahaan, tangible asset tersebut selanjutnya dapat
digunakan sebagai asset kolateral untuk jaminan hutang pada waktu mengajukan
hutang. Karena perusahaan mempunyai asset kolateral yang tinggi maka
perusahaan tersebut akan dengan mudah mendapatkan hutang baru sehingga ada
kecenderungan untuk menambah hutang lagi (Tirsono, 2008).
Tax Shield effect dengan indicator Non debt tax shield menunjukkan
berasal dari penggunaan hutang dan dapat digunakan sebagai modal untuk
mengurangi hutang (De angelo dan Masulis, 1980). Penghematan pajak selain dari
pembayaran bunga akibat penggunaan hutang juga berasal dari adanya depresiasi
dan amortisasi. Semakin besar depresiasi dan amortisasi akan menyebabkan
semakin besar penghematan pajak penghasilan dan semakin besar cash flow
perusahaan. Dengan demikian, suatu perusahaan yang memiliki non deb ttax
shield yang tinggi cenderung akan menggunakan tingkat hutang yang rendah dan
berarti variabel non debt tax shield berpengaruh negative terhadap tingkat
penggunaan hutang dalam struktur modal.
2.2 Penelitian Terdahulu
Penelitian tentang faktor- faktor yang mempengaruhi kebijakan utang
sudah dilakukan beberapa peneliti dengan hasil yang berbeda – beda. Penelitian
tersebut antara lain :
1. I Putu Andre Sucita Wijaya dan I Made Karya Utama (2014) melakukan
penelitian dengan judul Pengaruh profitabilitas, struktur aset, dan
pertumbuhan penjualan terhadap struktur modal serta harga saham. Sampel
penelitian ini adalah 30 perusahaan properti dan real estate yang terdaftar
dibursa efek indonesia periode tahun 2010 hingga 2012. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa profitabilitas dan struktur aset berpengaruh terhadap
struktur modal, sedangkan pertumbuhan penjualan tidak berpengaruh
terhadap struktur modal.
2. Kartini dan Tulus Arianto (2008) melakukan penelitian dengan judul Struktur
terhadap struktur modal pada perusahaan manufaktur sampel penelitian ini
adalah 38 perusahaan sektor manufaktur yang terdaftar di bursa efek
Indonesia periode 2002 hingga 2005. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
struktr kepemilikan, pertumbuhan aktiva dan ukuran perusahaan berpengaruh
positif terhadap struktur modal. Sedangkan profitabilitas berpengaruh
negative terhadap struktur modal.
3. Glenn Indrajaya, Herlina, Rini Setiadi (2011) melakukan penelitian dengan
judul pengaruh struktur aktiva, ukuran perusahaan, tingkat pertmbuhan,
profitabilitas, dan resiko bisnis terhadap struktur modal : Studi Empiris pada
perusahaan sektor pertambangan yang listing di Bursa Efek Indonesia Periode
2004 – 2007. Sampel penelitian adalah perusahaan sektor pertambangan yang
listing di bursa efek Indonesia periode 2004 – 2007. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa struktur aktiva, ukuran perusahaan, tingkat
pertumbuhan, tingkat pertumbuhan dan resiko bisnis memiliki pengaruh
negative terhadap struktur modal, sedangkan profitabilitas berpengaruh
negative terhadap struktur modal.
4. Ali kesuma (2009) melakukan penelitian dengan judul analisis faktor yang
mempengaruhi struktur modal serta pengaruhnya terhadap harga saham
perusahaan Reasl Estate yang Go Public di Bursa Efek Indonesia. Sampel
penelitian adalah Perusahaan Reasl Estate yang Go Public di Bursa Efek
Indonesia periode 2003 – 2008. Hasil penelitian menunjukkan perumbuhan
penjualan, profitabilitas memilki pengaruh yang berlawanan arah (negative)
terhadap stuktur modal, sedangkan rasio utang mempunyai pengaruh yang
5. Werner Ria Murhadi (2011) melakukan penelitian dengan judul Determinan
Struktur Modal : Studi di Asia Tenggara. Sampel penelitian ini adalah
perusahaan – perusahaan yang bergerak pada sektor pertambangan di negara
– negara ASEAN. Hasil penelitian menunjukkan profitabilitas dan
pertumbuhan memiliki pengaruh negative dan signifikan terhadap utang,
sedangkan ukuran perusahaan, asset tangibility dan penghematan pajak yang
bukan bersumber dari utang (NDTS) memiliki hubungan positif yang tidak
signifikan.
6. Jemmi Halim Liem, Werner R. Murhadi, Bertha Silvia Sutejo (2012)
melakukan penelitian dengan judul Faktor – faktor yang mempengaruhi
struktur modal pada industri Consumer Goods yang terdaftar di BEI perode
2007 – 2011. Dengan sampel berupa badan usaha industri barang konsumsi
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2007 – 2011. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa profitabilitas dan non debt tax shi