• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH STRUKTUR AKTIVA, PERTUMBUHAN PENJUALAN, PERTUMBUHAN ASET DAN NON DEBT TAX SHIELD TERHADAP STRUKTUR MODAL PERUSAHAAN PERTAMBANGAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2011 – 2013.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH STRUKTUR AKTIVA, PERTUMBUHAN PENJUALAN, PERTUMBUHAN ASET DAN NON DEBT TAX SHIELD TERHADAP STRUKTUR MODAL PERUSAHAAN PERTAMBANGAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2011 – 2013."

Copied!
134
0
0

Teks penuh

(1)

STRUKTUR MODAL PERUSAHAAN PERTAMBANGAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2011 – 2013

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis

OLEH: RENDY PERDANA

1003455

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS PENDIDIKAN EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

STRUKTUR MODAL PERUSAHAAN PERTAMBANGAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2011 – 2013

Oleh

Rendy Perdana

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar

Sarjan pada Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis

© Rendy Perdana 2015

Universitas Pendidikan Indonesia

Oktober 2015

Hak Cipta dilindungi undang – undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian,

(3)
(4)

ABSTRAK Oleh

Rendy Perdana

NIM. 1003455

Pembimbing : Toni Heryana S.Pd.,M.M

Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empiris pengaruh Struktur aktiva, pertumbuhan penjualan, pertumbuhan aset, dan non debt tax shield terhadap struktur modal pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Populasi dari penelitian ini adalah perusahaan pertambangan yang terdaftar di bursa efek indonesia tahun 2011 sampai 2013. Sampel ditentukan berdasarkan metode purposive sampling, sebanyak 18 perusahaan. Data diperoleh dari www.idx.co.id. Dalam menganalisis data, penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda dan analisis koefisien determinasi.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa struktur aktiva, pertumbuhan penjualan dan non debt tax shield berpengaruh negatif terhadap struktur modal, sedangkan pertumbuhan aset berpengaruh positif terhadap struktur modal.

(5)

ABSTRACT

By

Rendy Perdana

ID. 1003455

Supervisor: Toni Heryana S.Pd.,M.M

This study aims to empirically examine the effect of asset structure, sales growth, asset growth, and non- debt tax shield on the capital structure on a mining company listed on the Indonesia Stock Exchange .

Population of this research is a mining company listed on the stock exchange Indonesia in 2011 until 2013. The sample is determined by purposive sampling method , a total of 18 companies . Data obtained from www.idx.co.id. In analyzing the data , this study uses multiple regression analysis and coefficient of determination .

Results of this study indicate that the structure of assets , sales growth and non- debt tax shield negatively affect the capital structure , while the asset growth has positive effect on the capital structure .

(6)

iii DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

ABSTRAK

ABSTRACT

KATA PENGANTAR...i

DAFTAR ISI ...iii

DAFTAR TABEL ...vii

DAFTAR GAMBAR ...viii

BAB I PENDAHULUAN ...1

1.1Latar Belakang ...1

1.2Rumusan Masalah ...11

1.3Maksud dan Tujuan Penelitian ...12

1.3.1 Maksud Penelitian ...12

1.3.2 TujuanPenelitian ...12

1.4Kegunaan Penelitian ...12

1.4.1 Kegunaan Praktis...13

1.4.2 Kegunaan Teoritis ...13

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS.14 2.1 Kajian Pustaka ...14

2.1.1 Pengertian Modal ...14

(7)

2.1.3 Modal Asing... ...18

2.1.4 Struktur Modal ...25

2.1.5 Teori Struktur Modal ...26

a. Trade off theory ………......27

b. Pecking Order Theory ………......29

2.1.6 Struktur Aktiva ………...30

2.1.7 pertumbuhan penjualan ...32

2.1.8 Pertumbuhan Aset ...33

2.1.9 Non debt tax Shield ...34

2.2 Penelitian Terdahulu ...35

2.3 Kerangka Pemikiran ...41

2.4 Hipotesis ...50

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN...51

3.1Objek Penelitian ...51

3.2Metode Penelitian ...51

3.2.1 Desain Penelitian ...52

3.2.2 Definisi dan Operasionalisasi Variabel ...52

3.2.2.1Definisi Variabel ...52

3.2.2.2Operasionalisasi Variabel ...55

3.2.3 Populasi dan Sampel Penelitian ...56

3.2.3.1Populasi Penelitian ...56

3.2.3.2Sampel Penelitian ...56

(8)

v

3.2.5 Teknik Analisis Data ...59

3.2.5.1Uji Asumsi Klasik ...59

3.2.5.1.1 Uji Normalitas ...59

3.2.5.1.2 Uji Multikolinieritas ...59

3.2.5.1.3 Uji Heteroskedasitas ...60

3.2.5.1.4 Uji Autokorelasi ...61

3.2.5.2Rancangan Pengujian Hipotesis ...61

3.2.5.3Pengujian Hipotesis ...63

3.2.5.4Menghitung Koefisien Determinasi ...64

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...66

4.1Hasil Penelitian...66

4.1.1 Tinjauan Umum Subjek Penelitian...66

4.1.2 Analisis Deskriptif Data Variabel Penelitian...79

4.1.2.1 Struktur Modal...79

4.1.2.2 Struktur Aktiva...82

4.1.2.3 Pertumnuhan Penjualan...83

4.1.2.4 Pertumbuhan Aset...84

4.1.2.5 Non debt tax shield...85

4.1.3 Uji Asumsi Klasik...87

4.1.3.1 Uji Normalitas Data...87

4.1.3.2 Uji Multikolinearitas...88

4.1.3.3 Uji Heteroskedastisitas...89

(9)

4.1.4 Hasil Pengujian Hipotesis...91

4.1.5 Koefisien Determinasi...94

4.2Pembahasan...95

4.2.1 Pengaruh struktur aktiva terhadap struktur modal...95

4.2.2 Pengaruh pertumbuhan penjualan terhadap struktur modal...97

4.2.3 Pengaruh pertumbuhan aset terhadap struktur modal...99

4.2.4 Pengaruh Non debt tax shield terhadap struktur modal...100

BAB V SIMPULAN DAN SARAN...103

5.1Kesimpulan...103

5.2 Saran...104

(10)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Rata – rata sturktur modal perusahaan pertambangan yang terdaftar di

BEI……….4

Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu ...38

Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel ...55

Tabel 3.2 Jumlah pengamatan perusahaan pertambangan...57

Tabel 3.3 Daftar Sampel Penelitian ...57

Tabel 3.4 Kriteria Nilai Durbin-Watson (DW) Statistic ...61

Tabel 4.1 Struktur modal (DER) Perusahaan Pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2011-2013...80

Tabel 4.2 Struktur Aktiva Perusahaan Pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2011-2013...82

Tabel 4.3 Pertumbuhan Penjualan (PP) Perusahaan Pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2011-2013...83

Tabel 4.4 Pertumbuhan Aset (PA) Perusahaan Pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2011-2013...85

Tabel 4.5 Non Debt Tax Shield (NDT) Perusahaan Pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2011-2013...86

Tabel 4.6 Uji Normalitas...87

Tabel 4.7 Hasil Uji Multikolienaritas...88

Tabel 4.8 Uji Heteroskedastisitas...90

Tabel 4.9 Uji Durbin Watson (DW)...91

(11)

DAFTAR GAMBAR

(12)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Pengembangan perusahaan dalam upaya untuk mengatasi persaingan yang

semakin tajam seperti sekarang ini akan selalu dilakukan baik oleh perusahaan

besar maupun perusahaan kecil tak terkecuali persaingan industri pertambangan di

Indonesia yang semakin ketat dan mengalami perkembangan yang cukup pesat,

hal ini dapat terlihat dari jumlah perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesia (BEI) dari periode ke periodenya semakin bertambah, sehingga

prospeknya akan menguntungkan di masa kini maupun di masa yang akan datang.

Persaingan indusri pertambangan menuntut perusahaan untuk dapat lebih

berkompetitif agar tidak terjebak dalam kemerosotan persaingan tersebut. Dalam

meningkatkan keunggulan daya saing perusahaan tentunya diperlukan biaya

dalam jumlah yang besar. Hal ini bergantung pada ketersediaan dana yang cukup.

Dalam hal pendanaan, berhasil atau tidaknya perusahaan mengambil keputusan

yang tepat dapat dilihat dari tingkat efektivitas pengalokasian dana yang

dimilikinya dalam menjalankan operasional perusahaan.

Keputusan pendanaan diperlukan juga untuk menganalisis sumber–

sumber dana yang optimal, baik dari sumber internal maupun eksternal.

Penggunaan dana internal berasal dari laba ditahan (retained earning) yang

dimiliki perusahaan, sedangkan dana eksternal berasal dari penggunaan

hutang dan penerbitan saham. Kesalahan dalam pengambilan keputusan

pendanaan akan menimbulkan biaya tetap dalam bentuk biaya modal yang

(13)

Sehingga keputusan pendanaan perlu untuk dianalisis lebih lanjut mengenai

seberapa besar manfaat, resiko, dan biaya yang mungkin akan terjadi kemudian.

Dalam perkembangannya, perusahaan lebih mengutamakan kebutuhan

dananya dengan mengutamakan pemenuhan dengan sumber dari dalam

perusahaan. Tetapi seiring kebutuhan perusahaan yang semakin banyak,

perusahaan harus menjalankan aktivitasnya dengan bantuan dana dari luar, baik

berupa hutang (debt financing) atau dengan mengeluarkan saham baru (external

equity financing). Kalau kebutuhan dana hanya di penuhi dengan hutang saja,

maka ketergantungan dengan pihak luar akan semakin besar dan resiko

finansialnya semakin besar pula. Sebaliknya bila kebutuhan dana di penuhi

dengan saham saja, biaya akan sangat mahal. Perbandingan hutang dan modal

sendiri dalam struktur financial perusahaan di sebut struktur modal (Husnan,

1998). Dalam menentukan sumber dana mana yang akan di pilih, perusahaan

harus memperhitungkan dengan matang agar di peroleh kombinasi struktur modal

yang optimal. Perusahaan yang mempunyai struktur modal yang optimal, sesuai

dengan target dan karakter perusahaan, akan menghasilkan tingkat pengembalian

yang optimal pula.

Permasalahan mengenai pendanaan tidak terhenti pada darimana modal

atau dana itu diperoleh, tetapi berlanjut pada bagaimana komposisi modal atau

struktur modal perusahaan setelah penambahan tersebut. Komposisi tersebut perlu

dipertimbangkan dalam rangka meminimalisasi resiko yang mungkin dapat terjadi

dan harus ditanggung sebagai akibat dari keputusan yang diambil.

(14)

capital) yang pada akhirnya dapat me/nigkatkan tingkat pengembalian ekonomis

dan nilai perusahaan.

Keputusan struktur modal yang ditentukan oleh setiap perusahan tidak

hanya berpengaruh terhadap aktivitas operasional perusahaan saja, tetapi juga

akan berpengaruh terhadap resiko yang harus ditanggung oleh perusahaan itu

sendiri. Seperti halnya yang terjadi pada salah satu perusahaan industri

pertambangan yakni BUMI resources yang memiliki utang yang sangat besar bila

dibandingkan dengan modal sendiri dan memiliki dampak buruk terhadap struktur

finansialnya dan berujung pada menurunnya nilai perusahaan.

Pemeringkat utang yang diberikan oleh Lembaga Pemeringkat Internasional Standard and Poor's (S&P) kepada BUMI mengalami penurunan, dari peringkat SD menjadi D. Peringkat itu diberikan oleh S&P pada 10 November 2014.Penurunan peringkat utang dilakukan oleh S&P berdasarkan asumsi, BUMI sebagai penjamin tidak melakukan pembayaran bunga dalam waktu tenggang 30 hari sebagaimana diatur dalam perjanjian obligasi. Dengan adanya kejadian itu, jika tidak bisa menuntaskan restrukturisasi utang dan penurunan peringkat. Saham perseroan saat ini berada di posisi Rp78 per lembar. Adapun saham perseroan hari ini melemah Rp3 atau setara 3,7 persen. Sebelumnya saham BUMI dibuka di posisi Rp81 dan sempat menyentuh level tertingginya di level Rp82 per saham utang BUMI yang akan dan sudah jatuh tempo berjumlah total sekitar USD2,161 miliar, di mana profil utang perseroan tersebut tercatat per 30 September 2014 (tidak diaudit). Rincian fasilitas dan nama kreditur yang mendekati jatuh tempo di antaranya Country Forest Limited 2009 yang dibagi dua, yakni fasilitas commitment B sebesar USD337 juta dan jatuh tempo pada 18 September 2014. Kemudian fasilitas commitment C sebesar USD700 juta yang jatuh tempo pada 18 September 2015. Status pembayaran keduanya sedang dalam proses restrukturisasi.

(Sumber:ekonomi.metrotvnews.com)

Kebijakan mengenai struktur modal melibatkan trade off antara risiko

dan tingkat pengembalian-penambahan hutang, hutang dapat memperbesar

risiko perusahaan tetapi sekaligus juga memperbesar tingkat pengembalian

yang diharapkan (Weston dan Brigham, 2005 : 150). Struktur modal yang

(15)

risiko dan pengembalian sehingga memaksimumkan nilai perusahaan. Untuk

itu,dalam penetapan struktur modal suatu perusahaan perlu

mempertimbangkan berbagai variabel yang mempengaruhinya.

Berikut diabawah ini adalah rata rata struktur modal pada perusahaan

pertambangan yang terdaftar di bursa efek Indonesia periode 2011 – 2013.

Adapun dalam penelitian ini struktru modal diukur dengan menggunakan rasio

Leverage yakni Debt to Equity Ratio (DER). DER dapat menunjukkan tingkat

resiko suatu perusahaan dimana semakin tinggi rasio DER, maka perusahaan

semakin tinggi resikonya karena pendanaan dari unsur hutang lebih besar

daripada modal sendiri (equity) mengingat dalam perhitungan hutang dibagi

dengan modal sendirinya, artinya jika hutang perusahaan lebih tinggi dari modal

sendirinya berarti rasio DER diatas 1, sehingga penggunaan dana yang digunakan

untuk aktivitas operasional perusahaan lebih banyak menggunakan dari unsur

hutang. Menurut Sofyan Syafri (2010:303). “Rasio ini Menggambarkan sampai

sejauh mana modal pemilik dapat menutupi utang – utang kepada pihak luar.

Semakin kecil rasio ini semakin baik”

Tabel 1.1

Rata - rata Struktur Modal Perusahaan Pertambangan yang terdaftar di BEI

Tahun

Struktur

Modal

Rata rata

Struktur

Modal

Tertinggi

Struktur

Modal

Terendah

2011 3.50 10.85 0.30

2012 1.48 10.33 0.12

2013 2.06 11.96 0.11

(16)

Dari tabel diatas menunjukkan bahwa apabila nilai struktur modal

melebihi 1 maka penggunaan utang lebih besar dibandingkan modal sendiri

sedangkan apabila nilai struktur modal dibawah 1 berarti penggunaan modal

sendiri (ekuitas) lebih besar dibandingkan dengan penggunaan utang dalam

pendanaannya. Data diatas pun menunjukkan perubahan struktur modal yang

tidak konstan selama periode 2011 - 2013, artinya terjadi kondisi struktur modal

naik dan turun (fluktuatif). Kemudian sebagian kecil perusahaan memilki nilai

struktur modal yang cukup besar bila dibandingkan rata – rata perusahaan

pertambangan yang terdaftar di BEI, sebagain kecil lainnya memiliki nilai struktur

modal yang cukup rendah. Artinya dari data diatas dapat dikatakan bahwa terjadi

perbedaan struktur modal yang cukup besar antara satu perusahaan pertambangan

yang satu dengan yang lainnya dan adanya perubahan struktur modal dari waktu

ke waktu maka diduga ada berbagai factor yang mempengaruhi kebijakan

manajemen mengenai struktur modal. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian

yang lebih lanjut mengenai faktor faktor yang mempengaruhi struktur modal.

Dengan mengetahui apa dan bagaimana faktor-faktor yang paling

mempengaruhi struktur modal pada perusahaan pertambangan di Bursa Efek

Indonesia, dapat membantu khususnya pihak manajemen perusahaan yang ada

dalam perusahaan tersebut dalam menentukan bagaimana seharusnya pemenuhan

kebutuhan dana untuk mencapai struktur modal yang optimal harus dilakukan dan

juga para investor di pasar modal pada umumnya. Dengan demikian tujuan pihak

manajemen perusahaan untuk memaksimumkan kemakmuran pemegang saham

(17)

Menurut Brigham dan Houston (2001 : 39-41) menyatakan bahwa faktor

faktor yang mempengaruhi struktur modal antara lain stabilitas penjualan, struktur

aktiva, leverage operasi, tingkat pertumbuhan, pajak, Beberapa faktor yang

dinyatakan brigham bersumber dari informasi akuntansi yang tersedia. Informasi

ini diberikan dalam bentuk laporan keuangan. Hal ini kemudian yang menjadi

landasan penyusun untuk melakukan penelitian mengenai faktor yang

mempengarhi struktur modal dengan menggunakan rasio rasio pengendalian,

sikap manajemen, sikap pemberi pinjaman dan lembaga penilai peringkat, kondisi

pasar, kondisi internal perusahaan, dan fleksibilitas keuangan. keuangan yang

diterbitkan perusahaan dengan laporan keuangannya, dengan anggapan bahwa

laporan keuangan lebih menggambarkan kondisi perusahaan. Pada penelitian ini

pun rasio rasio keuangan yang digunakan dilandasi atas pernyataan Brigham dan

Houston mengenai faktor – faktor yang mempengaruhi struktur modal, faktor

faktor tersebut adalah struktur aktiva, pertumbuhan, dan pajak.

Struktur aktiva merupakan perbandingan antara aktiva tetap dengan total

aktiva. Perusahaan pertambangan dan perusahaan jasa pada umumnya

memiliki struktur aktiva yang berbeda. Perusahaan pertambangan cenderung

memiliki aktiva tetap yang tinggi daripada perusahaan jasa karena dalam

struktur aktivanya banyak yang berupa mesin-mesin, tanah dan bangunan.

Berbeda dengan perusahaan yang bergerak dibidang jasa seperti perbankan,

akan cenderung memiliki aktiva lancar yang lebih tinggi daripada aktiva tetap

karena produknya berupa kas, surat surat berharga dan deposito yang

mengharuskan adanya pencairan dana yang cepat. Karakteristik struktur aktiva

(18)

besar daripada perusahaan jasa menjadi bahan pertimbangan manajemen

perusahaan mengenai penentuan struktur modal. Menurut penelitian Glenn,

Herlina dan Rini (2011), dan Werner (2011) menemukan bukti empiris bahwa

struktur aktiva berpengaruh positif terhadap struktur modal. Sementara penelitian

I Putu & I Made (2014) dan Ali kesuma (2009), menyatakan bahwa struktur

aktiva berpengaruh negatif terhadap struktur modal.

Faktor Pertumbuhan pada penelatian ini diukur dengan pertumbuhan

penjualan dan pertumbuhan asset. Pertumbuhan penjualan merupakan salah satu

faktor yang penting dalam menentukan kelangsungan hidup perusahaan.

Perusahaan mendapatkan dana untuk kelangsungan hidup dan berkembang

selain dari utang dan modal sendiri juga dari penjualan produk perusahaan

baik berupa barang atau jasa. Manajemen perusahaan berusaha untuk dapat

meningkatkan penjualan produknya karena pertumbuhan penjualan yang

tinggi atau stabil saling berkaitan dengan keuntungan perusahaan. Tingkat

pertumbuhan penjualan yang tinggi atau stabil dapat berdampak positif

terhadap keuntungan perusahaan sehingga menjadi pertimbangan manajemen

perusahaan dalam menentukan struktur modal. (Taruna, Topowijono, Devi :

2014). Penelitian mengenai faktor pertumbuhan penjualan dan pengaruhnya

mengenai penentuan struktur modal memiliki hasil yang tidak konsisten. Seperti

penelitian I Putu & I Made (2014) dan Glenn, Herlina dan Rini (2011)

menemukan bukti empiris bahwa pertumbuhan penjualan berpengaruh positif

terhadap struktur modal. Sedangkan penelitian Ali kesuma (2009) menemukan

(19)

Selain pertumbuhan penjualan, faktor pertumbuhan asset digunakan juga

dalam menentukan struktur modal. menurut Menurut Prabansari dan Hadri (2005)

dalam Kartini dan Arianto (2008) Pertumbuhan aset adalah perubahan

(peningkatan atau penurunan) total aktiva yang dimiliki oleh perusahaan.

Pertumbuhan aset dihitung sebagai persentase perubahan aset pada tahun tertentu

terhadap tahun sebelumnya. Bagi perusahaan, kesempatan untuk bertumbuh atau

melakukan investasi akan meningkatkan kebutuhan akan dana. Peningkatan

akan kebutuhan dana tentunya tidak hanya dipenuhi oleh laba ditahan melainkan

melibatkan pendanaan dari luar baik menerbitkan saham baru maupun menambah

utang. Oleh karena itu pertumbuhan asset dapat dijadikan bahan pertimbangan

bagi manajemen dalam menentukan struktur modal. Menurut penelitian Glenn,

Herlina dan Rini (2011) dan Kartini dan Arianto (2008) menemukan bukti

empiris bahwa pertumbuhan asset berpengaruh positif terhadap struktur modal.

Sedangkan penelitian Lanang, Edy, dan Nyoman ( 2014) menumukan bukti

empiris bahwa pertumbuhan asset berpengaruh negative terhadap struktur modal. .

Faktor Pajak dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan rasio non

debt tax shield. Dalam struktur modal, non debt tax shield (NDTS) merupakan

substitusi interest expense yang akan berkurang saat menghitung pajak

perusahaan. Keuntungan pajak yang berupa biaya depresiasi/penyusutan yang

dapat dikurangkan dalam menentukan penghasilan kena pajak disebut juga dengan

Non-debt Tax Shield (Tirsono, 2008). Menurut De Angelo et. al (1980)

menyatakan bahwa potongan pajak (tax deduction) yang berupa depresiasi

dan investment tax credit dapat digunakan untuk mengurangi pajak selain

(20)

dengan membebankan biaya bunga hutang, perusahaan dapat memanfaatkan

keuntungan/perlindungan pajak melalui fasilitas perpajakan yang diberikan

oleh pemerintah atau disebut dengan non debt tax shield. Dengan semakin

besarnya penghematan pajak yang didapat dari Non debt tax shield maka semakin

besar pula laba setelah pajak yang dapat digunakan untuk pendanaan perusahaan.

Maka dari itu Non debt tax shield dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi

manajemen dalam menentukan struktur modal. Kemudian menurut penelitian

Farah & Aditya (2010) dan Werner (2011) menemukan bahwa NDTS berpengaruh

positif terhadap struktur modal, sedangkan penelitian De angelo (1980) Jemmi,

Werner dan Murhadi (2012) dan Ramlal (2009) menemukan bahwa NDTS

memiliki pengaruh negative terhadap struktur modal.

Penelitian ini mengambil studi kasus pada perusahaan – perusahaan sektor

pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2011 -2013,

dikarenakan perusahaan – perusahaan tersebut telah mengumumkan laporan

keuangan secara terbuka. Sehingga dapat diketahui komposisi struktur modal serta

variabel apa saja yang mempengaruhi keputusan penggunaan hutang pada struktur

modal perusahaan – perusahaan pertambangan yang terdaftar di BEI. Sektor

Pertambangan juga merupakan salah satu sektor perekonomian yang diharapkan

dapat menopang pembangunan ekonomi indonesia. Hal ini dikarenakan sektor

pertambangan merupakan penyedia sumber daya energi yang sangat diperlukan

dalam pertumbuhan perekonomian. Selain itu Industri pertambangan memiliki

sifat dan karakteristik yang berbeda dengan industri lainnya, perbedaan tersebut

antara lain perusahaan pertambangan melakukan kegiatan eksplorasi dimana

(21)

jaminan bahwa kegiatan tersebut akan berakhir dengan penemuan cadangan bahan

galian. Dan perbedaan selanjutnya dalah produk perusahaan pertambangan adalah

bahan galian yang bersifat deplesi dan tidak dapat diperbaharui (non-renewable).

Dari perbedaan ini dapat disimpulkan bahwa kegiatan perusahaan pertambangan

mulai dari tahap eksplorasi sampai pada tahap pengolahannya dibutuhkan biaya

yang sangat tinggi, padat modal, dan memiliki resiko yang tinggi.

Tahun yang diamati dalam penelitian ini adalah dari tahun 2011 sampai

dengan tahun 2013. Berdasarkan hasil “survey mining indonesia 2013” yang

diluncurkan oleh lembaga survei pricewaterhousecoopers (PwC) Indonesia

menunjukkan bahwa para pelaku industri pertambangan masih memandang positif

potensi dalam berinvestasi di sektor mineral dan batubara di indonesia. Meskipun

hasil survei menunjukkan bahwa pada tahun 2011 dan 2012 merupakan tahun

perubahan peruntungan di industri pertambangan di indonesia. Perbaikan kinerja

keuangan dalam bisnis tambang di 2011 berbalik menjadi memburuk di 2012,

akibat ketidakpastian ekonomi dan penurunan harga komoditas. Meski demikian

pada tahun 2013 pelaku industri pertambangan masih memandang positif potensi

investasi di sektor ini, dengan adanya ketertarikan untuk penemuan cadangan

berbagai jenis mineral dan bahan tambang lainnya. Survei PwC juga

menunjukkan, para investor tetap menetapkan indonesia, dalam rangking yang

tinggi dalam hal prospek mineral. Dari sisi kinerja, meski dihadapkan pada situasi

global yang sulit dan ketidakpastian kebijakan, industri pertambangan indonesia

masih mampu mencatatkan kontribusi rata rata sebesar 11% terhadap PDB di

(22)

Berdasarkan latar belakang dan hasil penelitian yang telah diuraikan

di atas, ternyata masih belum menunjukkan hasil yang konsisten dimana variable

variable yang akan diteliti menjukkan pengaruh terhadap struktur modal masih

menunjukkan hasil yang berbeda bahkan bertentangan antara hasil penelitian

yang satu dengan yang lainnya. Hal inilah yang akan diangkat menjadi research

gap dalam penelitian ini. Variable tersebut meliputi struktur aktiva, pertumbuhan

penjualan, pertumbuhan aset dan non debt tax shield terhadap struktur modal

Untuk itu, yang menjadi judul penelitian ini ialah “Pengaruh Struktur Aktiva, Pertumbuhan Penjualan, Pertumbuhan Aset dan Non Debt Tax Shield terhadap Struktur Modal Perusahaan Pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2011 –2013”

1.2Rumusan Masalah

Permasalahan yang menjadi latar belakang penelitian ini adalah

didapatnya struktur modal pada perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di

BEI yang menunjukkan nilai yang rata rata diatas satu. Masalah lain dalam

penelitian ini adalah ditemukannya kesenjangan hasil penelitian antara Struktur

Aktiva, Pertumbuhan penjualan, dan pertumbuhan aset dan Non debt tax shield

terhadap struktur modal terhadap struktur modal dari penelitian terdahulu.

Beberapa rumusan masalah yang akan diajukan dalam rumusan masalah ini

adalah :

1. Bagaimana pengaruh struktur aktiva terhadap struktur modal ?

2. Bagaimana pengaruh Pertumbuhan penjualan terhadap struktur modal?

(23)

4. Bagaimana pengaruh Non debt tax shield terhadap struktur modal ?

1.3Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 MaksudPenelitan

Maksud dari penulisan ini adalah mempelajari, menganalisa, dan

menyimpulkan apakah Struktur aktiva, pertumbuhan penjualan, dan pertumbuhan

asset berpengaruh terhadap Struktur modal

1.3.2 TujuanPenelitian

Secara terperinci tujuan yang ingin dicapai dalam melakukan penelitian ini

adalah sebagai berikut :

1. Untuk Mengetahui Pengaruh Struktur Aktiva terhadap Struktur Modal

Perusahaan

2. Untuk mengetahui Pengaruh Pertumbuhan Penjualan terhadap Struktur

Modal Perusahaan

3. Untuk Mengetahui Pengaruh Pertumbuhan Aset terhadap Struktur Modal

Perusahaan

4. Untuk Mengetahui pengaruh Non debt tax shield terhadap struktur modal

perusahaan

1.4KegunaanPenelitian 1.4.1 Kegunaan Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak,

(24)

1. Investor

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu referensi dalam

menganalisa kebijakan struktur modal perusahaan di masa yang akan

datang terkait dengan histori struktur aktiva, pertumbuhan penjualan,

pertumbuhan aset, dan non debt tax shield.

2. Perusahaan, Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu

referensi dalam menentukan struktur modal perusahaan yang optimal di

masa yang akan datang terkait dengan histori struktur aktiva, pertumbuhan

penjualan, pertumbuhan aset, dan non debt tax shield.

1.4.2 Kegunaan Teoritis

Hasil Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi bagi

pengembangan teori – teori atau ilmu pengetahuan, terutama di bidang akuntansi

(25)

14

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengertian Modal

Menurut Munawir (2007 : 19), modal merupakan hak atau bagian

yang dimiliki oleh perusahaan yang terdapat pada sisi kanan neraca

perusahaan yaitu pada pos modal saham atau laba ditahan. Prof. Polak (dalam

Riyanto, 1995 : 18 ) menyebutkan bahwa “modal ialah sebagai kekuasaan untuk

menggunakan barang – barang modal, terdapat di neraca sebelah kredit”. Barang –

Barang modal itu sendiri yaitu barang – barang yang ada dalam perusahaan yang

belum digunakan, jadi yang terdapat di sebelah debit. Sedangkan Prof. Baker (

dalam Riyanto, 1995 : 18) mengartikan modal adalah “baik yang berupa barang

barang kongkret yang masih ada dalam rumah tangga perusahaan yang terdapat di

neraca sebelah debit, maupun berupa daya beli atau nilai tukar dari barang barang

itu yang tercatat disebelah kredit.”

Jadi modal dapat terlihat di dalam neraca sebuah perusahaan. Modal yang

tercatat di sebelah debit termasuk ke dalam modal konkret, yaitu modal yang

menunjukkan bentuk modal tersebut yang disebut juga modal aktif, sedangkan

modal yang tercatat di sebelah kredit termasuk modal abstrak, yaitu modal yang

menunjukkan darimana modal tersebut berasal, yang disebut juga modal pasif.

“Modal pasif itu dapat dibedakan antara modal sendiri dan modal asing,

(26)

2.1.2 Modal Sendiri

Riyanto (2001 : 240 ) menyebutkan bahwa “modal sendiri pada dasarnya

adalah modal yang berasal dari pemilik perusahaan yang tertanam di dalam

perusahaan dalam waktu yang tidak tentu lamanya.” Modal Sendiri dapat berasal

dari sumber intern yang bentuknya adalah keuntungan yang dihasilkan oleh

perusahaan, juga berasal dari sumber ekstern yaitu pemilik perusahaan dalam

bentuk saham biasa dan saham preferen.

Modal sendiri yang bersifat permanen akan tetap tertanam dalam

perusahaan dan dapat diperhitungkan pada setiap saat untuk memelihara

kelangsungan hidup dan melindungi perusahaan dari resiko kebangkrutan. “Modal

sendiri merupakan sumber dana perusahaan yang paling tepat diinvestasikan pada

aktiva tetap yang bersifat permanen dan pada investasi yang menghadapi risiko

kerugian yang relative besar.” (Harnanto, 1991: 303). Modal yang berasal dari

pemilik perusahaan berbagai macam bentuknya menurut bentuk hukum dari

masing – masing perusahaan. Komponen dari modal sendiri tersebut terdiri dari :

1) Laba Ditahan

Keuntungan yang Diperoleh oleh suatu perusahaan dapat sebagian dibayarkan

sebagai dividen dan sebagian ditahan oleh perusahaan. Keuntungan yang sudah

memiliki tujuan akan masuk ke dalam cadangan perusahaan, sedangkan apabila

keuntungan yang belum memiliki tujuan akan menjadi keuntungan yang ditahan

(retained earning). Adanya keuntungan akan memperbesar retained earning yang

(27)

memperkecil retained earning yang berarti memperkecil modal sendiri, dan

adanya saldo kerugian akan memperkecil modal sendiri.

Modal Sendiri merupakan komponen yang tetap akan berada di dalam

struktur pendanaan perusahaan. Komponen dari modal sendiri merupakan modal

yang dipertaruhkan oleh perusahaan. Modal sendiri tidak memiliki jaminan harus

membayar dalam kurun waktu tertentu, oleh karena itu perusahaan yang memiliki

modal sendiri lebih besar daripada modal asing merupakan perusahaan yang siap

untuk menghadapi tantangan bisnis tanpa terlalu memperhitungkan risiko

membayar modal asing yang tertanam di perusahaan.

2) Modal Saham

Saham adalah tanda bukti penyertaan dalam suatu perusahaan. “Saham

menunjukkan bukti kepemilikan yang diterbitkan oleh perusahaan.” (Husnan,

2000:276). Bagi perusahaan yang bersangkutan, yang diterima dari hasil

penjualan sahamnya akan tetap tertanam dalam perusahaan tersebut selama

hidupnya, meskipun pemegang saham itu sendiri bukan merupakan

penanaman yang permanen, karena setiap waktu pemegang saham dapat

menjual sahamnya. Modal saham tersebut terdiri dari saham biasa (common

stock) dan saham preferen (preferred stock).

Sartono (2008:330) menyatakan bahwa pemegang saham biasa merupakan

pemilik perusahaan yang sebenarnya. Pendapatan yang diterima oleh

pemegang saham biasa merupakan kelebihan pendapatan atas biaya – biaya

atau laba setelah dikurangi pajak dan deviden atas saham preferen. Pada

(28)

dan hanya apabila perusahaan mendapatkan keuntungan, namun apabila

perusahaaan mengalami kerugian, maka pemegang saham tidak mendapatkan

deviden. Fungsi dari saham biasa di dalam perusahaan menurut Riyanto

(2001:241) antara lain :

a. Sebagai alat untuk membelanjai perusahaan dan terutama sebagai alat untuk memenuhi kebetuhan akan modal permanen

b. Sebagai alat untuk menentukan pembagian laba.

c. Sebagai alat untuk mengadakan fungsi atau kombinasi perusahaan – perusahaan

d. Sebagai alat untuk menguasai perusahaan.

Secara teoritis, hak – hak pemegang saham biasa dalam Sartono

(2008:331) adalah :

a. Hak suara dalam rapat umum pemegang saham. Dengan hak tersebut, pemegang saham memiliki hak untuk memilih direksi untuk mengendalikan perusahaan.

b. Hak memperoleh pembayaran dividen per lembar saham yang dimiliki. c. Hak untuk membeli tambahan saham baru yang dikeluarkan perusahaan

secara proporsional.

d. Ha katas aktiva setelah pembayaran hak yang lebih senior dalam likuidasi.

Sedangkan saham preferen merupakan sumber modal jangka panjang

perusahaan yang posisinya berada diantara utang jangka panjang dengan

saham biasa. Saham preferen sebenarnya merupakan kombinasi antara bentuk

utang dengan modal sendiri (Husnan, 2000:280). Pemegang saham preferen

berhak atas dividen yang tetap besarnya, berapapun keuntungan perusahaan.

dalam peristiwa likuidasi, pemegang saham preferen memiliki hak setelah

kreditor namun sebelum pemegang saham biasa.

Saham preferen memberikan pendapatan yang relative konstan, di samping

(29)

karena risiko yang dihadapi pemegang saham preferen lebih besar dari risiko

pemegang obligasi.

Saham preferen memiliki ciri tertentu, diantaranya 1). saham preferen

selalu dijual dengan harga pari. 2). Saham preferen memberikan hak suara

kepada pemegang saham preferen untuk memilih manajer perusahaan jika

pada waktu tertentu perusahaan tidak membagikan dividen. Dengan demikian

manajer terpaksa untuk berusaha selalu membayar dividen kepada pemegang

saham preferen. (Sartono, 2008:330).

Terdapat dua Jenis saham preferen, yaitu saham preferen yang komulatif

dan tidak komulatif. Sartono (2008 : 329) menyebutkan bahwa “saham

preferen yang komulatif selalu diperhitungkan kewajiban membayar deviden

sebelum membayar dividen kepada pemegang saham biasa.” Dengan

demikian pemegang saham preferen komulatif apabila tidak menerima

dividen selama beberapa waktu karena besarnya laba tidak memungkinkan

atau karena ada kerugian, maka pemegang saham ini dapat menuntut dividen

– deviden yang tidak dibayarkan pada waktu yang telah lampau dikemudian

hari.

2.1.3 Modal Asing

Modal asing adalah modal yang berasal dari luar perusahaan yang sifatnya

sementara bekerja dalam perusahaan, dan bagi perusahaan modal tersebut

merupakan utang yang pada saatnya harus dibayarkan kembali ( Riyanto,

(30)

dua bagian, yaitu utang jangka pendek (kurang dari satu tahun) dan utang jangka

panjang ( lebih dari setahun).

Utang jangka pendek dapat diklasifikasikan serupa dengan aktiva lancar.

Beberapa utang jangka pendek seperti utang dagang dan biaya pegawai serta biaya

operasional lainnya akan membentuk sebagian modal kerja yang digunakan dalam

siklus operasi normal perusahaan. Sedangkan utang berbunga jangka panjang

yang digunakan untuk membiayai modal kerja dan tidak jatuh tempo dalam waktu

dua belas bulan termasuk kedalam utang jangka panjang. Standar akuntansi

keuangan menetapkan bahwa utang yang akan jatuh tempo pada siklus akuntansi

periode berikutnya diharapkan dapat dibiayai kembali atau diperpanjang kembali

sehingga tidak diharapkan adanya penggunaan modal kerja lancer. Utang seperti

itu merupakan pembiayaan jangka panjang yang tergolong ke dalam utang jangka

panjang.

Namun dalam pembelanjaan, utang dibagi menjadi tiga golongan, yaitu :

1) Utang jangka pendek/ short term debt

Utang jangka Pendek merupakan modal asing yang jangka waktunya

paling lama satu tahun yang sebagian besar terdiri dari kredit perdagangan, yaitu

kredit yang diperlukan untuk dapat menyelanggarakan usahanya. Husnan (2000 :

228 – 231) mengelempokkan utang jangka pendek tersebut ke dalam empat

bagian, yaitu :

(31)

diambil saja, meskipun sebenarnya perusahaan meminjamnya lebih dari jumlah tersebut

b. Kredit dari penjualan, merupakan kredit perniagaan (trade-credit) dan kredit ini terjadi apabila penjualan produk dilakukan secara kredit. c. Kedit dari pembeli, adalah kredit yang diberikan oleh perusahaan

mengeluarkan “surat pengakuan utang” yang berisikan kesanggupan

untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada pihak tertentu ( surat promes/ Notes Payable), dan setelah ditandatangani surat tersebut dapat dijual atau diuangkan kepada Bank.

2) Utang Jangka Menengah/ Intermediate term debt

Utang jangka menengah adalah utang yang jangka waktu umumnya adalah

lebih dari satu tahun dan kurang dari sepuluh tahun. Kebutuhan untuk berbelanja

dengan jenis kredit ini dirasakan apabila di satu pihak kebutuhan pembelanjaan

tidak dipenuhi dengan kredit jangka pendek, namun sulit untuk dipenuhi oleh

utang jangka panjang.

Utang jangka menengah terdiri dari term loan dan leasing, “Term Loan,

yaitu kredit usaha dengan umur lebih dari satu tahun dan kurang dari sepuluh

tahun.” (Husnan, 2000 : 232). Pada umumnya term loan dibayar kembali dengan

angsuran tetap selama suatu periode tertentu, misalkan pembayaran angsuran

dilakukan setiap bulan, setiap kuartal, atau setiap tahun. Term loan ini biasanya

diberikan oleh Bank Dagang, Perusahaan asuransi, supliers atau manufactures

menurut Sartono (2008:301) dilihat dari biaya modalnya, term loan memiliki

biaya lebih rendah daripada modal saham ataupun obligasi, maka harus mebayar

emisi, pendaftaran, dan biaya lain yang berakaitan dengan pengeluaran saham dan

obligasi. Dengan demikian keperluan dana yang tidak terlalu besar tidak perlu

menggunakan saham dan obligasi, karena biayanya terlalu mahal dibandin utang

jangka pendek, term loan lebih baik karena tidak segera jatuh tempo dan

(32)

bunga dan pokok pinjaman. Besarnya tingkat bunga term loan ditentukan oleh

beberapa factor, seperti bunga umum, besar kecilnya pinjaman, jatuh tempo,

jumlah utang yang telah dimiliki sebelumnya, dan factor lainnya. (Sartono,

2008:302)

Jenis Pembiayaan jangka menengah lainnya yaitu leasing. Apabila

perusahaan tidak ingin memiliki aktiva tetapi hanya menginginkan service dari

aktiva tersebut. Perusahaan dapat memperoleh hak guna atas suatu aktiva tersebut

tanpa disertai dengan hak milik dengan cara mengadakan kontrak leasing untuk

aktiva tersebut. Oleh karena itu, leasing dapat diartikan sebagai suatu alat atau

cara untuk mendapatkan services dari suatu aktiva tetap yang pada dasarnya

adalah sama halnya dengan menjual obligasi untuk mendapatkan services dan hak

milik atas aktiva tersebut, namun perbedaannya ialah pada leasing tidak disertai

hak milik.

Menurut Sartono (2008 : 304), leasing adalah suatu kontrak antara pemilik

aktiva yang disebut lessor dan pihak lain yang memanfaatkan aktiva tersebut yang

disebut lesee untuk jangka waktu tertentu.

Husnan (2000:235) menyatkan bahwa ada tiga bentuk utama leasing.

Yaitu : sale and leaseback, operating leases, dan financial atau capital leases.

Maksud dari bentuk yang pertama yaitu sale and leaseback adalah pemilik aktiva

berupa tanah, bangunan, dan peralatan pabrik menjual aktivanya kepada

perusahaan lain sekaligus menyewa kembali aktiva yang telah dijualnya tersebut.

Pembeli dari aktiva itu dapat berupa sebuah bank, perusahaan asuransi,

perusahaan leasing, pegadaian, atau investor individu. Biasanya aktiva tersebut

(33)

penjual atau lesee menerima pembayaran segera sebagai tambahan dana yang

dapat diinvestasikan ke investasi lain, dan bersamaan dengan itu lesee masih

menggunakan aktiva yang dijualnya selama jangka waktu perjanjian leasing

(Sartono, 2008:304)

Pada jenis leasing yang kedua yaitu operating leases, atau sering disebut

juga dengan services leases, pihak lessor menyediakan pendanaan sekaligus biaya

perawatan yang keseluruhunnya tercakup dalam pembayaran leasing. Ciri utama

dari bentuk ini adalah bahwa harga perolehan aktiva sebagai objek leasing tidak

diamortisasikan secara petuh, dengan kata lain pembayaran yang diisyaratkan

tidak cukup untuk menutup keseluruhan harga perolehan dan biaya perawatan

aktiva. Namun demikian, jangka waktu operating leases ini biasanya lebih pendek

daripada usia ekonomis yang diharapkan, sehingga lessor berharap dapat

menyewakan kembali kepada pihak lain atau menjual aktiva tersebut untuk

menutup harga perolehan, biaya perawatan dan tingkat keuntungan yang

disyaratkan. Menurut Sartono (2008 : 305) kartakteristik operating leases adalah

sering dicantumkannya klausal pembatalan yang memberikan hak kepada lease

untuk membatalkan leasing dan mengembalikan aktiva sebelum periode leasing

berakhir.

Jenis leasing yang terakhir financial leases. Menurut Riyanto (1995:236)

financial leases ialah bentuk leasing yang tidak memberikan maintenance

services, tidak dapat dibatalkan, dan harus penuh diangsur. Pada jenis leasing ini,

lessor menerima pembayaran sewa dari lesee yang meliputi harga penuh dari

leased equipment tersebut plus harga bunga yang diinginkan. Lessor dalam hal

(34)

3) Utang jangka panjang/ long term debt

Utang jangka panjang adalah utang atau modal asing yang jangka

waktunya panjang, yaitu lebih dari 10 tahun. Menurut Sartono (2008 : 324) utang

jangka panjang adalah satu bentuk perjanjian antara peminjam dan kreditur

dimana kreditur bersedia memberikan pinjaman sejumlah tertentu dan peminjam

bersedia untuk membayar secara periodic yang mencakup bunga dan pokok

pinjaman.

Utang jangka panjang ini pada umumnya digunakan untuk membelanjai

perluasan perluasan perusahaan (ekspansi) atau modernisasi dari perusahaan,

karena kebutuhan modal untuk keperluan tersebut meliputi yang besar. Riyanto

(1995: 238)

Menurut riyanto (1995: 238) Utang jangka panjang terbagi menjadi dua

bagian, yaitu pinjaman obligasi (bonds-payable ) pinjaman hipotik (mortage),

sedangkan menurut Husnan (2000 : 282) Utang jangka panjang terdiri dari atas

obligasi, kredit investasi, dan hipotek.

Bentuk pertama yaitu obligasi, adlah surat tanda utang yang dikeluarkan

oleh perusahaan dalam jumlah tertentu dan akan jatuh tempo pada waktu tertentu

serta memberikan pendapatan sejumlah bunga tertentu. (Sartono, 2008 ; 324).

Sedangkan menurut Husnan( 2000: 282) Obligasi merupakan surat tanda utang

dan umumnya tidak dijamin dengan aktiva tertentu.

Terdapat dua jenis obligasi atau bond, yaitu (a) mortgage bond dan (b)

debenture bond. Mortgage bond adalah utang jangka panjang yang dijamin oleh

(35)

debitur tidak dapat membayar kembali utang dan bunganya, maka kreditur dapat

memaksa perusahaan untuk menjual asset yang dijadikan jaminan.

Jenis obligasi kedua adalah debenture bond, yaitu utang jangka panjang

tanpa jaminan. Jenis obligasi ini hamper mirip dengan utang jangka panjang yang

diperoleh melalui bank maupun perusahaan asuransi. Namun yang membedakan

adalah bunga debenture biasanya lebih tinggi daripada bunga mortgage bond

karena risiko yang ditanggung debenture bond lebih tinggi daripada risiko yang

dihadapi pemegang mortgage bond.

Bentuk utang jangka panjang yang kedua yaitu kredit investasi. Jenis

pendanaan ini disediakan oleh perbankan, dan masih banyak dimanfaatkan oleh

kalangan pengusaha. Utang yang diperoleh melalui bank atau perusahaan asuransi

yang memiliki tiga karakteristik yaitu cepat, fleksibel. Dan biaya rendah yang

disebabkan karena pinjaman tersebut dinegosasikan langsung antara peminjam

dengan kreditur. Biaya administrasi menjadi semakin kecil, dan tidak diperlukan

adanya persetujuan dengan pengawas pasar modal sepertinya halnya perusahaan

mengeluarkan obligasi. Sedangkan mengenai tingkat bunga yang disetujui dapat

berupa bunga tetap atau variable. Jika digunakan tingkat bunga tetep, maka

biasanya ditentukan setinggi tingkat bunga obligasi yang memiliki jatuh tempo

yang sama dan resiko yang sama. Jika tingkat bunga ditentukan bersifat variable,

maka kreditut dapat menentukan sebesar persentase tertentu di atas tingkat bunga

surat berharga yang dikeluarkan oleh pemerintah atau obligasi pemerintah

(36)

Bentuk utang jangka panjang yang terakhir adalah hipotik. Pinjaman

hipotik merupakan “bentuk utang jangka panjang dengan agunan aktiva tidak

bergerak (tanah, bangunan).” (Husnan, 2000: 287).

Dalam perjanjian kredit pada hipotik, disebutkan secara jelas aktiva apa

yang dipergunakan sebagai agunan. Dalam peristiwa likuidasi. Kreditur akan

dibayar terlebih dahulu dari hasil penjualan aktiva tetap yang dipergunakan

sebagai agunan. Apabila hasil penjualan aktiva yang digunakan tersebut belum

cukup, maka sisanya menjadi kreditur umum, sama halnya dengan pemilik

obligasi.

2.1.4 Struktur Modal

Struktur modal adalah merupakan perimbangan jumlah utang jangka

pendek yang bersifat permanen, utang jangka panjang, saham preferen, dan saham

biasa (Sartono 2008:225). Menurut Weston dan Brigham (2005:150), struktur

modal yang ditargetkan adalah bauran atau perpaduan dari utang, saham preferen,

saham biasa yang dikehendaki perusahaan dalam struktur modalnya. Struktur

modal yang optimal adalah gabungan ekuitas yang memaksimumkan harga saham

perusahaan. Struktur modal adalah hasil atau akibat dari keputusan pendanaan

(Financing Decision) yang intinya memilih apakah menggunakan utang atau

ekuitas untuk mendanai operasi perusahaan.

Perbandingan antara total hutang terhadap ekuitas yang biasa diukur

melalui rasio debt to equity ratio (DER). DER dapat menunjukkan tingkat resiko

suatu perusahaan dimana semakin tinggi rasio DER, maka perusahaan semakin

(37)

sendiri (equity) mengingat dalam perhitungan hutang dibagi dengan modal

sendirinya, artinya jika hutang perusahaan lebih tinggi dari modal sendirinya

berarti rasio DER diatas 1, sehingga penggunaan dana yang digunakan untuk

aktivitas operasional perusahaan lebih banyak menggunakan dari unsur hutang.

Dalam kondisi DER diatas 1 perusahaan harus menanggung biaya modal yang

besar, resiko yang ditanggung perusahaan juga meningkat apabila investasi yang

dijalankan perusahaan tidak menghasilkan tingkat pengembalian yang optimal.

Oleh karena itu investor cenderung lebih tertartik pada tingkat DER tertentu yang

besarnya kurang dari 1 karena jika lebih besar dari 1 menunjukkan resiko

perusahaan semakin meningkat. Menurut Sofyan Syafri (2010:303). “Rasio ini

menggambarkan sampai sejauh mana modal pemilik menutupi utang – utang

kepada pihak luar. Semakin kecil rasio ini semakin baik”

Rumusan untuk menghitung DER dapat digunakan sebagai berikut

(Kasmir, 2010:158)

2.1.5 Teori Struktur Modal

Teori struktur modal menjelaskan apakah ada pengaruh perubahan struktur

modal terhadap nilai perusahaan, kalau keputusan investasi dan kebijakan dividen

dipegang konstan. Jika perubahan struktur modal tidak merubah nilai perusahaan

berarti tidak ada struktur modal yang terbaik. Semua struktur modal adalah baik.

(38)

akan diperoleh struktur modal terbaik yaitu struktur modal yang memaksimumkan

nilai perusahaan. Beberapa teori struktur modal diantaranya adalah :

a. Trade off – theory

Keputusan mengenai struktur modal tentunya mempertimbangkan

berbagai faktor seperti pajak perusahaan, pajak perorangan, dan biaya

kebangkrutan. Keseluruhan pertimbangan tersebut masuk dalam teori trade – off

atau yang dinamakan juga balancing theories. “Esensi dari balancing theoris

adalah menyeimbangkan manfaat dan pengorbanan yang timbul akibat

penggunaan utang.” (Husnan, 2004: 275). Apabila manfaat masih lebih besar,

maka utang akan ditambah, namun apabila pengorbanan karena menggunakan

utang sudah lebih besar, maka penggunaan utang tidak boleh ditambah.

Menurut Agus Sartono (2008 : 225), teori ini menyebutkan bahwa

struktur modal yang optimal dapat dicapai dengan menyeimbangkan

keuntungan perlindungan pajak dengan beban biaya sebagai akibat penggunaan

hutang yang semakin besar. Dengan kata lain struktur modal yang optimal

diperoleh pada saat terjadinya keseimbangan antara tax shields dengan financial

distress dan agency cost of leverage. Sehingga terdapat trade off biaya dan

manfaat atas penggunaan hutang. Semakin besar proporsi hutang akan

semakin besar perlindungan pajak yang diperoleh tetapi semakin besar pula

biaya kebangkrutan yang mungkin timbul.

Titik Optimal ini terjadi karena adanya pajak, sebagai faktor yang

mendorong perusahaan meningkatkan hutangnya. Tingkat keuntungan dan pajak

suatu perusahaan mempunyai hubungan positif, sehingga perusahaan tersebut

(39)

bertindak sebgai tax shields, karena dapat mengurangi pajak yang harus

dibayarkan perusahaan dalam bentuk pembayaran bunga kepada pihak yang

memberikan hutang. Ada bentuk tax shields lain yang dapat membuat arus kas

tetap menjadi arus kas internal perusahaan dalam bentuk pengurangan laba, yaitu

biaya depresiasi dan amortisasi. Biaya – Biaya ini tidak membutuhkan perusahaan

untuk mengeluarkan dananya. Melainkan oerusahaan hanya melakukan

perhitungan akuntansi untuk mengakui adanya biaya yang telah dikeluarkan atas

investasi masa lalu.

Meyulinda dan Yusfarita (2010), mengatakan dari model ini dapat

dinyatakan bahwa perusahaan yang tidak menggunakan pinjaman sama sekali dan

perusahaan yang menggunakan pembiayaan investasinya dengan pinjaman

seluruhnya adalah buruk. Hal ini berarti pengambilan keputusan dalam

struktur modal hendaknya bersifat moderat dalam mempertimbangkan

penggunaan dana maupun modal sendiri dan mempertimbangkan kedua

instrument pembiayaan. Trade off Model memang tidak dapat digunakan

untuk menentukan modal yang optimal secara akurat dari suatu perusahaan.

Tetapi melalui model ini memberikan tiga masukan penting yaitu (Lukas, 2008 :

249):

1. Perusahaan dengan risiko usaha yang lebih rendah dapat meminjam lebih besar tanpa harus terbebani oleh expected cost of financial distress sehingga diperoleh keuntungan pajak karena penggunaan hutang lebih besar.

(40)

3. Perusahaan di negara dengan pajak tinggi seharusnya memuat hutang yang lebih tinggi dalam struktur modal daripada perusahaan yang membayar pajak pada tingkat yang lebih rendah karena bunga yang dibayar diakui pemerintah sehingga mengurangi pajak penghasilan.

b. Pecking Order Theory

Myers dan Majluf (1984) dan Myers (1984) dalam Husnan ( 2004: 275)

merumuskan teori struktur modal yang disebut pecking order theory yang

selanjutnya disebut POT.’ Teori ini menjelaskan menganai alasan penentuan

sumber dana yang paling disukai berdasarkan atas informasi asimetrik, yang

menunjukkan bahwa manajemen mempunyai informasi yang lebih banyak

(tentang prospek, risiko, dan nilai perusahaan) daripada pemodal public. Tentu

saja manajemen memiliki informasi yang lebih banyak daripada pemodal public.

Tentu saja manajemen memiliki informasi yang lebih banyak daripada pemodal

public karena manajemenlah yang bertugas mengambil keputusan keuangan dan

menyusun berbagai rencana perusahaan.

Dengan adanya informasi asimetrik, perusahaan lebih suka menggunakan

pendanaan internal adaripda eksternal. Penggunaan dana internal tidak

mengharuskan perusahaan mengungkapkan informasi baru kepada pemodal yang

dapat menurunkan harga saham.

Braeley dan Myers dalam Husnan ( 2004 : 278) menyebutkan bahwa

secara ringkas, POT tersebut menyatakan:

1. Perusahaan lebih menyukai pendanaan internal

(41)

3. Pembayaran deviden yang cenderung konstan dan fluktuasi laba yang diperoleh mengakibatkan dana internal kadang – kadang berlebih ataupun kurang untuk investasi

4. Apabila pendanaan eksternal diperlukan, maka perusahaan akan menerbitkan sekuritas yang paling aman dulu. Penerbitan sekuritas akan dimulai dari penerbitan obligasi, kemudian obligasi yang dpat dikonversikan menjadi modal sendiri, baru akhirnya menerbitkan saham baru.

2.1.6 Struktur Aktiva

Menurut Riyanto (2001:22) Strukur aktiva ialah “Perimbangan atau

perbandingan baik dalam arti absolut maupun dalam arti relative antara aktiva

lancar dengan aktiva tetap.

Aktiva yang harus disediakan untuk beroperasinya perusahaan adalah

golongan aktiva tetap. Perusahaan – perusahaan industri diasumsikan akan

memperoleh hasil yang lebih besar dari aktiva tetap dibandingkan dengan aktiva

lancar, sehingga dapat dikatakan bahwa aktiva tetap menggambarkan aktiva yang

benar – benar dapat memberikan hasil kepada perusahaan. Oleh karena itu

besarnya aktiva tetap yang dapat dilihat dari perbandingannya antara aktiva tetap

dengan total aktiva mengambarkan seberapa besar perusahaan industri memiliki

aktiva tetap dalam operasional perusahaan.

Kebanyakan teori struktur modal menyatakan bahwa jenis aktiva yang

dimiliki oleh suatu jenis perusahaan mempengaruhi pemilihan struktur modal.

Riyanto (2001 : 298) menyatakan bahwa

Perusahaan industri yang sebagian besar modalnya tertanam dalam aktiva tetap (fixed assets), akan mengutamakan pemenuhan kebutuhan modalnya dari modal yang permanen, yaitu modal sendiri, sedangkan modal asing sifatnya adalah pelengkap.

Hal ini dapat dihubungkan dengan adanya struktur finansial konservatif

(42)

sedikit dapat menutupi jumlah aktiva tetap yang sifatnya permanen, dan

perusahaan yang sebagian besar dari aktivanya terdiri atas aktiva lancar akan

mengutamakan kebutuhan dananya dengan utang jangka pendek.

Seperti yang telah disebutkan oleh Riyanto, Harnanto (1991 : 303)

menyebutkan pula bahwa :

Modal Sendiri merupakan sumber dana perusahaan yang paling tepat diinvestasikan pada aktiva tetap – yang bersifat permanen dan pada investasi – investasi yang mengahdapi resiko kerugian/kegagalan yang relative besar. Karena suatu kerugian/kegagalan investasi tersebut dengan alas an apapun, tidak akan membahayakan kontinuitas atau kelangsungan hidup perusahaan.

Berbeda halnya dengan Brigham dan Gapenski (1996 : 190) menyatakan

bahwa secara umum perusahaan yang memiliki jaminan terhadap hutang

akan lebih mudah mendapatkan hutang daripada perusahaan yang tidak

memiliki jaminan. Teori ini juga konsisten dengan Lukas (2008 : 247 ) yang

menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki aktiva yang dapat digunakan

sebagi agunan hutang cenderung menggunakan hutang yang relatif besar.

Perusahaan yang mempunyai aktiva tetap jangka panjang, maka perusahaan

tersebut akan menggunakan pembiayaan hutang hitpotik jangka panjang,

dengan harapan aktiva tersebut dapat digunakan untuk menutup hutangnya.

Sebaliknya, perusahaan yang sebagian besar aktiva yang dimilikinya berupa

piutang dan persediaan barang nilainya sangat tergantung pada kelanggengan

tingkat profitabilitas (penjualan) masingmasing perusahaan, sebaiknya dibiayai

dengan pembiayaan hutang jangka pendek (Weston dan Copeland, 2008). Dari

pemaparan tersebut diatas, maka dapat dikatakan bahwa struktur aktiva

mempunyai pengaruh terhadap struktur modal. Variabel Struktur Aktiva Menurut

(43)

2.1.7 Pertumbuhan Penjualan

Menurut Ali Kesuma (2009), pertumbuhan penjualan (growth of sales)

adalah kenaikan jumlah penjualan dari tahun ke tahun atau dari waktu ke waktu.

Menurut Brigham dan Houston, (2001 : 39) perusahaan dengan penjualan yang

relatif stabil dapat lebih aman memperoleh lebih banyak pinjaman dan

menanggung beben tetap yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang

penjualannya tidak stabil. Dari definisi tersebut dapat dijelaskan bahwa

pertumbuhan penjualan merupakan tingkat stabilitas jumlah penjualan yang

dilakukan oleh perusahaan untuk setiap periode tahun buku. Pertumbuhan

penjualan merupakan signal pada kreditur untuk memberikan kredit atau bagi

bank sebagai kreditor untuk menambah kredit.

Pertumbuhan penjualan adalah kenaikan jumlah penjualan dari tahun ke

tahun atau dari waktu ke waktu. Bagi perusahaan yang mempunyai pertumbuhan

penjualan yang tinggi maka kecenderungan penggunaan utang sebagai

sumber dana eksternal lebih besar dibandingkan perusahaan yang mempunyai

tingkat pertumbuhan penjualan yang rendah. Hal ini sejalan dengan teori

trade off yang menjelaskan apabila manfaat yang diperoleh perusahaan dalam

menggunakan hutang lebih besar daripada pengorbanannya, maka sebaiknya

perusahaan melakukan pendanaan secara eksternal. Semakin besarnya

pertumbuhan penjualan merupakan sebuah keuntungan bagi perusahaan karena

(44)

memudahkan manajemen dalam mendapatkan hutang karena adanya

keyakinan investor akan kinerja perusahaan tersebut (Winahyuningsih, dkk.

2009). Jadi bila semakin tinggi pertumbuhan penjualan maka semakin mudah

perusahaan dalam memperoleh utang. Pertumbuhan penjuaelan menurut (Weston

dan Copeland 2008) dinilai dari presentase perubahan dalam total penjualan,

variabel ini diukur dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

2.1.8 Pertumbuhan Aset

Menurut Brigham (2001 : 40), perusahaan dengan tingkat pertumbuhan

yang tinggi akan bergantung pada dana dari luar perusahaan dikarenakan

dana dari dalam perusahaan tidak mencukupi untuk mendukung tingkat

pertumbuhan yang tinggi. Dengan demikian perusahaan dengan tingkat

pertumbuhan yang tinggi akan lebih banyak menggunakan utang sebagai sumber

pendanaannya daripada perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang rendah.

Pertumbuhan aset menurut Menurut Prabansari dan Hadri (2005) dalam Kartini

dan Arianto (2008) Pertumbuhan aset adalah perubahan (peningkatan atau

penurunan) total aktiva yang dimiliki oleh perusahaan. Pertumbuhan aset dihitung

sebagai persentase perubahan aset pada tahun tertentu terhadap tahun sebelumnya.

Bagi perusahaan, kesempatan untuk bertumbuh atau melakukan investasi akan

meningkatkan kebutuhan akan dana. Ini berarti, disamping dana internal

ynag tersedia diperlukan juga tambahan dana yang berasal dari luar

(45)

2.1.9 Non Debt Tax Shield

Dalam struktru modal, Non debt tax shield merupakan sunstitusi interst

expense yang akan berkurang saat menghitung pajak perusahaan. Keuntungan

pajak yang berupa biaya depresiasi/penyusutan yang dapat dikurangkan dalam

menentukan penghasilan kena pajak disebut juga dengan Non-debt Tax Shield

(Tirsono, 2008). Menurut De Angelo et. al (1980) menyatakan bahwa

potongan pajak (tax deduction) yang berupa depresiasi dan investment tax

credit dapat digunakan untuk mengurangi pajak selain bunga hutang. Jadi,

dalam melakukan efesiensi penghitungan pajak selain dengan membebankan

biaya bunga hutang, perusahaan dapat memanfaatkan

keuntungan/perlindungan pajak melalui fasilitas perpajakan yang diberikan

oleh pemerintah atau disebut dengan non debt tax shield.

Penyusutan merupakan salah satu biaya yang dapat dikurangkan dari

penghasilan kena pajak, maka besarnya penyusutan mempengaruhi pajak yang

harus dibayar. Semakin tinggi penyusutan maka pajak yang dibayar pun akan

semakin kecil. Dalam biaya depresiasi juga mencerminkan tingkat jumlah tangible

asset yang dimiliki oleh perusahaan, tangible asset tersebut selanjutnya dapat

digunakan sebagai asset kolateral untuk jaminan hutang pada waktu mengajukan

hutang. Karena perusahaan mempunyai asset kolateral yang tinggi maka

perusahaan tersebut akan dengan mudah mendapatkan hutang baru sehingga ada

kecenderungan untuk menambah hutang lagi (Tirsono, 2008).

Tax Shield effect dengan indicator Non debt tax shield menunjukkan

(46)

berasal dari penggunaan hutang dan dapat digunakan sebagai modal untuk

mengurangi hutang (De angelo dan Masulis, 1980). Penghematan pajak selain dari

pembayaran bunga akibat penggunaan hutang juga berasal dari adanya depresiasi

dan amortisasi. Semakin besar depresiasi dan amortisasi akan menyebabkan

semakin besar penghematan pajak penghasilan dan semakin besar cash flow

perusahaan. Dengan demikian, suatu perusahaan yang memiliki non deb ttax

shield yang tinggi cenderung akan menggunakan tingkat hutang yang rendah dan

berarti variabel non debt tax shield berpengaruh negative terhadap tingkat

penggunaan hutang dalam struktur modal.

2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang faktor- faktor yang mempengaruhi kebijakan utang

sudah dilakukan beberapa peneliti dengan hasil yang berbeda – beda. Penelitian

tersebut antara lain :

1. I Putu Andre Sucita Wijaya dan I Made Karya Utama (2014) melakukan

penelitian dengan judul Pengaruh profitabilitas, struktur aset, dan

pertumbuhan penjualan terhadap struktur modal serta harga saham. Sampel

penelitian ini adalah 30 perusahaan properti dan real estate yang terdaftar

dibursa efek indonesia periode tahun 2010 hingga 2012. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa profitabilitas dan struktur aset berpengaruh terhadap

struktur modal, sedangkan pertumbuhan penjualan tidak berpengaruh

terhadap struktur modal.

2. Kartini dan Tulus Arianto (2008) melakukan penelitian dengan judul Struktur

(47)

terhadap struktur modal pada perusahaan manufaktur sampel penelitian ini

adalah 38 perusahaan sektor manufaktur yang terdaftar di bursa efek

Indonesia periode 2002 hingga 2005. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

struktr kepemilikan, pertumbuhan aktiva dan ukuran perusahaan berpengaruh

positif terhadap struktur modal. Sedangkan profitabilitas berpengaruh

negative terhadap struktur modal.

3. Glenn Indrajaya, Herlina, Rini Setiadi (2011) melakukan penelitian dengan

judul pengaruh struktur aktiva, ukuran perusahaan, tingkat pertmbuhan,

profitabilitas, dan resiko bisnis terhadap struktur modal : Studi Empiris pada

perusahaan sektor pertambangan yang listing di Bursa Efek Indonesia Periode

2004 – 2007. Sampel penelitian adalah perusahaan sektor pertambangan yang

listing di bursa efek Indonesia periode 2004 – 2007. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa struktur aktiva, ukuran perusahaan, tingkat

pertumbuhan, tingkat pertumbuhan dan resiko bisnis memiliki pengaruh

negative terhadap struktur modal, sedangkan profitabilitas berpengaruh

negative terhadap struktur modal.

4. Ali kesuma (2009) melakukan penelitian dengan judul analisis faktor yang

mempengaruhi struktur modal serta pengaruhnya terhadap harga saham

perusahaan Reasl Estate yang Go Public di Bursa Efek Indonesia. Sampel

penelitian adalah Perusahaan Reasl Estate yang Go Public di Bursa Efek

Indonesia periode 2003 – 2008. Hasil penelitian menunjukkan perumbuhan

penjualan, profitabilitas memilki pengaruh yang berlawanan arah (negative)

terhadap stuktur modal, sedangkan rasio utang mempunyai pengaruh yang

(48)

5. Werner Ria Murhadi (2011) melakukan penelitian dengan judul Determinan

Struktur Modal : Studi di Asia Tenggara. Sampel penelitian ini adalah

perusahaan – perusahaan yang bergerak pada sektor pertambangan di negara

– negara ASEAN. Hasil penelitian menunjukkan profitabilitas dan

pertumbuhan memiliki pengaruh negative dan signifikan terhadap utang,

sedangkan ukuran perusahaan, asset tangibility dan penghematan pajak yang

bukan bersumber dari utang (NDTS) memiliki hubungan positif yang tidak

signifikan.

6. Jemmi Halim Liem, Werner R. Murhadi, Bertha Silvia Sutejo (2012)

melakukan penelitian dengan judul Faktor – faktor yang mempengaruhi

struktur modal pada industri Consumer Goods yang terdaftar di BEI perode

2007 – 2011. Dengan sampel berupa badan usaha industri barang konsumsi

yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2007 – 2011. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa profitabilitas dan non debt tax shi

Gambar

Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel
Tabel 3.3 Daftar Sampel Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Optimalisasi nilai perusahaan dapat dicapai melalui pelaksanaan fungsi manajemen keuangan, dimana satu keputusan yang diambil akan mempengaruhi keputusan keuangan lainnya

Adapun masukan dalam sistem ini berupa data dari sensor tetesan infus sebagai pembaca tetesan infus yang jatuh, sensor cairan infus sebagai pembaca jika cairan infus

Pelaksanaan konsep desain kapasitas struktur adalah memperkirakan urutan kejadian dari kegagalan suatu struktur berdasarkan beban maksimum yang dialami struktur, sehingga

[r]

Bila aset tidak berwujud diperoleh melalui proses pertukaran dengan aset lainnya maka harga perolehannya adalah sebesar taksiran harga pasar dari aset yang

Dalam rangka penyelesaian studi akhir pada sebuah perguruan tinggi di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, dengan judul: “ Pengaruh Tunjangan Kinerja Terhadap Kinerja Pegawai,

Bagi saya tanggung jawab pekerjaan saya cukup besar, sehingga saya tidak sanggup menerima tanggung jawab.. yang

Kuesioner disebar ke 70 orang sampel. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan skala Likert untuk menanyakan pengaruh kepemimpinan dan motivasi