• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II DESKRIPSI INDONESIA DALAM PENERAPAN ASEAN POLITICAL- SECURITY COMMUNITY. keamanan non tradisional dan juga langkah-langkah pencegahan dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II DESKRIPSI INDONESIA DALAM PENERAPAN ASEAN POLITICAL- SECURITY COMMUNITY. keamanan non tradisional dan juga langkah-langkah pencegahan dan"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

DESKRIPSI INDONESIA DALAM PENERAPAN ASEAN POLITICAL-SECURITY COMMUNITY

2.1. Kondisi Keamanan Non Tradisional

Cetak biru APSC mengatur kondisi-kondisi yang termasuk dalam kategori keamanan non tradisional dan juga langkah-langkah pencegahan dan penanganannya. Berikut adalah kondisi yang termasuk dalam kategori keamanan non tradisional menurut poin-poin dalam bagian B.3 cetak biru APSC yang terjadi di Indonesia :

2.1.1. Terorisme

Sejak serangan terorisme meruntuhkan gedung kembar World Trade Center (WTC) di New York dan sebagian gedung Pentagon di Washington, DC. tanggal 11 September 2001 isu terorisme global menjadi perhatian semua aktor politik dunia baik negara maupun non negara.57 Mulai saat itu, Amerika Serikat melakukan kampanye besar-besaran dalam melawan terorisme. Pada kampanye anti teroris, beberapa negara, termasuk negara-negara ASEAN, secara langsung bertanggung jawab dalam penangkapan teroris dengan menggolongkan dan menerapkan tindakan keamanan internal pada setiap negara masing-masing.58

Negara-negara di kawasan ASEAN sendiri tidak lepas dari aksi terorisme. Keberadaan jaringan teroris Al-Qaeda di kawasan Asia Tenggara dituding

57

Aleksius Jemadu, Politik Global dalam Teori dan Praktik edisi 2 (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2014) hal.125

58

Teroris Di Indonesia Dan Usaha-Usaha Yang Diambil Untuk Mengalahkan Masalah (Jakarta, 20 September 2003) diunduh dari

http://www.interpol.go.id/id/kejahatan-transnasional/terrorisme/69-teroris-di-indonesia-dan-usaha-usaha-yang-diambil-untuk-mengalahkan-masalah?format=pdf diakses pada 10 Maret

(2)

menjadi bangkitnya gerakan Islam Radikal di kawasan ini menjadi kelompok teroris yang melakukan operasi di Filipina, Thailand, Singapura, Malaysia dan Indonesia. Adapun kelompok-kelompok Islam radikal yang telah berkembang menjadi kelompok teroris adalah Moro Islamic Liberation Front (MILF), dan Abu Sayyaf Group (ASG) di Filipina; Laskar Jundullah di Indonesia; Kumpulan Mujahidin Malaysia (KMM) di Malaysia; Jemmah Salafiyah di Thailand; Arakan Rohingya Nationalist Organization (ARNO) dan Rohingya Solidarity Organization (RSO) di Myanmar dan Bangladesh; dan Jemaah Islamiyah (JI), merupakan salah satu jaringan yang berkembang sampai ke Australia.59

Kemunculan kelompok-kelompok ini sendiri tidak hanya dapat dilihat dari ajaran Islam radikal yang dibawakan oleh Al-Qaeda. Kelompok-kelompok ini sendiri memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kelompok teroris di Filipina dan Thailand misalnya, selain sebagai gerakan yang muncul karena ajaran agama, kelompok ini hadir sebagai wujud gerakan separatis. Gerakan separatis ini menuntut wilayah yang didudukinya untuk dilepas dan dijadikan negara sendiri karena merasa tidak diperdulikan oleh pemerintah nasional yang sedang berkuasa. Akibat kepentingan yang dimiliki oleh jaringan teroris Al-Qaeda yang melakukan perang terhadap pasukan Unisovyet maka jaringan teroris Al-Qaeda memberikan pelatihan dan bantuan dana untuk membantu kelompok-kelompok Islam radikal yang berada di Asia Tenggara dalam mencapai tujuan dan motivasi

59

Vasperton Sinambela. 2015. Kepentingan Indonesia Dalam Konvensi Asean Tentang Pemberantasan Terorisme (Asean Convention On Counter Terrorism). hal. 55 diunduh dari

http://repository.usu.ac.id/bitstream/ 123456789/45463/3/Chapter%20II.pdf diakses pada 21 Juni 2016 pukul

(3)

kelompok radikal tersebut di masing-masing negara. Dibalik pelatihan dan bantuan yang diberikan oleh jaringan teroris Al-Qaeda ada kepentingan jaringan Al-Qaeda di dalamnya yaitu mendapatkan bantuan relawan yang akan melakukan perang terhadap Unisovyet dan memasukkan paham ideologi untuk menegakkan Khalifah Islam dengan menentang dominasi barat yaitu AS dan sekutunya.60

Terkhusus di Indonesia, terdapat Jama’ah Islamiyah (JI) sebagai kelompok teroris terbesar dan paling banyak menjadi otak dibalik serangkaian aksi terorisme. Pada awalnya, kelompok ini tidak begitu dikenal luas dan tidak diwaspadai oleh masyarakat, hingga Indonesia dituduh tidak serius dalam menanggapi masalah terorisme. Namun kondisi itu mulai berubah sejak terjadinya peristiwa Bom Bali pada 12 Oktober 2002, yang menewaskan 202 orang dan melukai 235 orang.61

Kasus terorisme menjadi pembahasan utama dan menarik perhatian secara luas. Serangkaian aksi terorisme kembali terjadi dan JI masih dianggap sebagai kelompok paling bertanggung jawab atas serangan tersebut. Selain kelompok JI, ancaman kasus terorisme saat ini berasal dari Santoso bersama kelompoknya Mujahidin Indonesia Timur. Kelompok teroris tersebut telah menyatakan berbaiat atau memberi dukungan kepada ISIS.62

60

Ibid. hal 56.

61

Teroris Di Indonesia Dan Usaha-Usaha Yang Diambil Untuk Mengalahkan Masalah (Jakarta, 20 September 2003) diunduh dari

http://www.interpol.go.id/id/kejahatan-transnasional/terrorisme/69-teroris-di-indonesia-dan-usaha-usaha-yang-diambil-untuk-mengalahkan-masalah?format=pdf diakses pada 10 Maret

2016 pukul 10.19 WIB

62

Lihat : Selamat Ginting. Kiblat Radikalisme Mengapa Mujahidin Indonesia Timur (MIT) menjadi sentral

dari gerakan jaringan kelompok terduga teroris di Indonesia? diakses dari http://www.republika.

(4)

co.id/berita/koran/teraju/16/01/12/o0tyga1-kiblat-radikalisme-mengapa-mujahidin-indonesia-timur-mit-Menurut data Polri, terdapat seribu orang yang ditangkap sejak tahun 2000 terkait kasus terorisme. Jumlah tersebut sudah termasuk 97 tersangka yang meninggal di tempat perkara, dua belas pelaku yang mati karena bom bunuh diri, tiga orang teror yang dihukum mati yaitu, Amrozi, Ali Gufron, dan Imam Samudera. Kemudian, 27 orang yang masih disidik Densus 88/Antiteror, 296 orang yang telah menjalani hukuman, 28 orang yang masih disidang, 451 orang yang telah bebas dari penjara, dan 86 orang yang tertangkap lalu dipulangkan karena tidak terbukti. Selain dari seribu orang tersebut terdapat dua penangkapan terkait perkembangan ISIS di Indonesia, dan pengungkapan pabrik senjata milik Jamaah Islamiyah di Solo. Selanjutnya ada pula penangkapan empat orang WNA yang hendak gabung dengan kelompok Santoso dan pemulangan 12 orang dari Malaysia terkait ISIS.63

2.1.2. Narkoba

Penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba menjadi masalah yang masih banyak terjadi di negara-negara ASEAN yang ditunjukkan BNN dalam Jurnal Data Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) Tahun 2013 Edisi Tahun 2014. Peredaran gelap Narkoba di wilayah negara ASEAN dan sekitarnya menunjukkan perkembangan yang signifikan, hal ini ditandai dengan terungkapnya sejumlah kasus Narkoba di masing-masing negara tersebut :

menjadi-sentral-dari-gerakan-jaringan-kelompok-terduga-teroris-di-indonesia pada 11 Maret 2016 pukul

10.32 WIB

63

Lihat : Farouk Arnaz. 97 Teroris dan 34 Anggota Polri Tewas Sejak Tahun 2000 (4 Januari 2015) diakses dari

(5)

a. Penangkapan WN Iran di Indonesia, Thailand, dan Philipina yang memasukkan Narkoba jenis Metamphetamine atau dikenal dengan Shabu dalam jumlah besar.

b. Terungkap perkembangan baru cara melakukan penanaman Ganja di Jepang dengan system indoor (dalam rumah) dengan menggunakan pot dalam jumlah besar.

c. Terungkap pula di kelompok kriminal Vietnam yang melakukan metode cloning untuk menghasilkan tanaman Ganja dengan kualitas yang sama. d. Masih berkembangnya sindikat Nigeria yang menggunakan kurir

kebanyakan wanita setempat.

e. India sebagai sumber produksi Ketamine banyak mengirim selain ke negara-negara di daratan Amerika dan Eropa juga ke Asia termasuk negara-negara di ASEAN.

f. Penyelundupan tablet cold (obat flu dalam bentuk tablet) dalam jumlah besar ke Thailand dari Korea Selatan, karena 100.000 tablet dapat diekstrak menjadi 6 (enam) Kg Pseudo-ephedrine berubah fungsinya sebagai bahan kimia untuk membuat Narkoba jenis Shabu.

g. Pada tahun 2009 di Myanmar telah berhasil disita sebanyak 29,3 tablet Metamphetamine yang siap diedarkan ke Negara tetangga.

h. Laporan UNODC Asia and the Pacific 2011 Regional Amphetamine Type Stimulant Report, di tahun 2010 terdapat sekitar 136 juta metamfetamin tablet yang disita di wilayah Asia Timur dan Asia Tenggara.

(6)

i. Laporan UNODC Asia Pasifik, Global SMART Update 2012, sepertiga dari ATS global dan setengah dari metamfetamin global yang disita pada tahun 2010 berasal dari Asia Timur dan Asia Tenggara.

j. Dengan nilai jual narkotika yang tinggi dan jumlah permintaan yang terus tumbuh, menyebabkan kawasan ASEAN menjadi sasaran penyelundupan narkotika dan bahan-bahan prekursor dari berbagai jenis dan kemasan.64

2.1.3. Perdagangan dan Penyelundupan Manusia

Secara terkhusus di Indonesia sendiri kasus narkoba sangat marak terjadi. Hal itu dibuktikan dengan 265.766 kasus yang diungkap dan 346.778 orang yang ditangkap oleh Kepolisian Republik Indonesia karena peredaran gelap dan penyalahgunaan narkoba. Kemudian, BNN juga merilis secara tersendiri 1.536 kasus dan 2.286 tersangka yang ditangkapnya untuk kasus peredaran gelap, penyalahgunaan dan tindak pidana pencucian uang yang berkaitan dengan narkoba.

Menurut data yang diungkapkan oleh International Organization for Migration sejak Maret 2005 hingga Desember 2014, jumlah perdagangan orang atau human trafficking yang terjadi di Indonesia mencapai 6.651 orang. Rincian korban wanita usia anak 950 orang dan wanita usia dewasa 4.888 orang. Sedangkan korban pria usia anak 166 orang dan pria dewasa sebanyak 647

64

Jurnal Data Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Perdagangan Gelap Narkoba (P4GN)

Tahun 2013 Edisi Tahun 2014 diunduh dari http://bnn.go.id/portal/_uploads/post/2014/08/19/ Jurnal_Data_P4GN_2013_Edisi_2014_Oke.pdf pada 14 Maret 2016 pukul 10.00 WIB

(7)

orang.65 Kemudian, menurut data yang diungkapkan oleh kepolisian Republik Indonesia sejak tahun 2011 sampai dengan 2013 terjadi 509 kasus TPPO yang dengan rincian 213 kasus eksploitasi ketenagakerjaan, 205 eksplotasi seksual, 31 kasus bekerja tidak sesuai perjanjian, dan lima kasus bayi diperjualbelikan. Korban terbanyak adalah perempuan dewasa berjumlah 418 orang, anak perempuan berjumlah 218 orang, dan laki-laki berjumlah 115 orang dewasa dan tiga anak laki-laki.66

Menurut data yang diungkap oleh PBB pada Global Report on Trafficking in Person di kawasan Asia Pasifik tahun 2014, 36 persen perdagangan orang adalah anak-anak dan 64 persen sisanya adalah orang dewasa. Jika dilihat dari jenis perdagangannya, 26 persen korbannya dieksploitasi secara seksual, 64 persen dipekerjakan secara paksa, dan 10 persen lagi seperti penyewaan bayi, anak-anak untuk mengemis dan sebagainya. TPPO sendiri merupakan kejahatan yang bisa meraub untung besar setelah perdagangan narkoba dan senjata.

67

65

Septian Deny. Catatan IOM: Human Trafficking Paling Banyak terjadi di Indonesia (11 Juni 2015) diakses dari

Praktik perdagangan manusia ini marak terjadi juga karena kondisi geografis Indonesia yang memiliki garis pantai panjang dan banyak pulau menyebabkan sulitnya pengawasan.

http://news.liputan6.com/read/2249883/catatan-iom-human-trafficking-paling-banyak-terjadi-di-indonesia pada 14 Maret 2016 pukul 10.26 WIB

66

Lihat : Larasari Ariadne Anwar. Perdagangan Orang di Indonesia Masih Tiga Besar Dunia

http://print.kompas.com/baca/2015/08/24/Perdagangan-Orang-di-Indonesia-Masih-Tiga-Besar-Du diakses

pada 14 Maret 2016 pukul 10.38 WIB

67

Lihat : Bilal Ramadhan. Ini Modus Baru Perdagangan Manusia di Perusahaan Swasta (22 Januari 2016) diakses dari

(8)

2.1.4. Penyelundupan Senjata Api

Kasus terorisme yang banyak terjadi seperti telah disebutkan sebelumnya memberikan gambaran bahwa banyak terjadi peredaran senjata di kalangan bukan aparat. Laporan dari International Crisis Group (ICG), menyebutkan empat sumber utama senjata-senjata ilegal di Indonesia, yaitu: pencurian atau pembelian secara ilegal dari oknum TNI (Tentara Nasional Indonesia) atau polisi, sisa senjata di wilayah-wilayah konflik, hasil rakitan pembuat senjata lokal, dan penyelundupan. Persoalan ini telah menarik perhatian masyarakat setelah sejumlah perampokan kelas kakap dan penemuan bahwa senjata-senjata yang digunakan di sebuah kamp latihan tempur teroris berasal dari persediaan lama milik polisi.68

Rute penyelundupan dari Thailand yang di masa lalu digunakan oleh Gerakan Aceh Merdeka (GAM), dan dari Mindanao yang digunakan oleh Jemaah Islamiyah, KOMPAK dan kelompok-kelompok ekstrimis lain. Selain itu, rute tersebut digunakan juga oleh pihak lain, termasuk para dealer narkotik dan kelompok-kelompok jihadi.69

68

Senjata Gelap di Indonesia (7 September 2010) diakses dari

Keberadaan terorisme, dan juga pasar narkoba yang cukup besar menyebabkan terjadinya penyelundupan senjata api ini melalui jalur-jalur di perbatasan yang pengawasannya tidak begitu ketat.

http://www.crisisgroup.org/en/publication-type/media-releases/2010/asia/illicit-arms-in-indonesia.aspx?alt_lang=id pada 15 Maret 2016 pukul 15.40

WIB

69

(9)

2.1.5. Cybercrimes

Kejahatan menggunakan jaringan atau sering dikenal dengan cybercrimes merupakan fenomena yang marak terjadi seiring perkembangan teknologi. Selama tiga tahun terakhir, tercatat 36,6 juta serangan cyber crime terjadi di Indonesia. Sejak 2012 sampai dengan April 2015, Subdit IT/ Cyber Crime telah menangkap 497 orang tersangka kasus kejahatan di dunia maya. Dari jumlah tersebut, sebanyak 389 orang di antaranya merupakan warga negara asing, dan 108 orang merupakan warga negara Indonesia.70

Serangan kejahatan dalam jaringan di Indonesia oleh para peretas atau hacker terhitung hingga Agustus 2015, telah merugikan negara mencapai Rp 33,29 miliar.

71

2.1.6. Bencana

Kejahatan melalui dunia maya dalam bentuk penipuan dengan berbagai modus dilakukan dari Indonesia oleh para tersangka untuk mendapat keuntungan dari korbannya yang berasal bukan hanya dari Indonesia. Belum adanya regulasi tentang kejahatan siber atau cybercrimes secara khusus di Indonesia menjadi salah satu sebab banyaknya kasus kejahatan melalui jaringan di Indonesia.

Cetak biru APSC memasukkan kerjasama dalam penanggulangan bencana sebagai salah satu poin dalam hal keamanan non tradisional. Bencana merupakan

70

Lihat : Indonesia Urutan Kedua Terbesar Negara Asal "Cyber Crime" di Dunia (12 Mei 2015) diakses dari http://nasional.kompas.com/read/2015/05/12/06551741/Indonesia.Urutan.Kedua.Terbesar.Negara.Asal.Cybe r.Crime.di.Dunia pada 15 Maret 2016 pukul 10.38 WIB

71

Cyber Crime, Lebih dari Rp 33 M Melayang Gara-gara Hacker (26 Agustus 2015) diakses dari

https://m.tempo.co/read/news/2015/08/26/172695105/cyber-crime-lebih-dari-rp-33-m-melayang-gara-gara-hacker pada 15 Maret 2016 pukul 10.38 WIB

(10)

hal yang cukup sering terjadi di Indonesia baik karena kondisi alami alam Indonesia maupun yang bencana yang disebabkan ulah manusia.

Tabel 2.1. Jumlah kejadian dan korban bencana tahun 2000-2016

No. Provinsi Jumlah

kejadian Meninggal Mengungsi

1. Aceh 883 169.041 1.452.294 2. Sumatera Utara 650 1.747 324.716 3. Sumatera Barat 654 2.154 278.940 4. Riau 232 112 133.462 5. Jambi 350 54 86.345 6. Sumatera Selatan 691 195 19.070 7. Lampung 410 108 15.998 8. Bangka Belitung 92 35 554 9. Bengkulu 106 135 6.486 10. Kep. Riau 109 55 995 11. Banten 401 223 141.808 12. DKI Jakarta 322 466 1.069.700 13. Jawa barat 2.922 2.016 1.099.650 14. Jawa tengah 3.922 2.480 1.232.758 15. Yogyakarta 271 5.064 1.243.488 16. Jawa timur 2.192 953 308.619 17. Bali 275 319 2.243 18. NTT 666 655 76.477 19. NTB 325 106 120.651 20. Kalimantan Barat 196 135 616.853 21. Kalimantan Tengah 161 113 100.636 22. Kalimantan Timur 739 346 142.320 23. Kalimantan Utara 15 17 2.849 24. Kalimantan Selatan 694 203 228.054 25. Sulawesi Utara 190 720 185.150 26. Sulawesi Tenggara 626 195 36.144 27. Sulawesi Selatan 754 610 109.373 28. Gorontalo 137 34 95.778 29. Sulawesi Barat 108 182 11.768 30. Sulawesi Tengah 233 247 94.129 31. Maluku 150 327 48.793 32. Maluku Utara 62 36 33.634

(11)

33. Papua Barat 23 186 37.533

34. Papua 113 612 62.676

Total 19.674 189.881 9.419.944

Sumber : Data dan Informasi Bencana Indonesia BNPB

Kejadian bencana tersebut merupakan rekapitulasi dari seluruh jenis bencana seperti, gempa bumi, tsunami, tanah longsor, banjir, kebakaran, kekeringan, angin puting beliung, kerusuhan sosial dan lainnya. Masalah bencana termasuk kepada salah satu kategori keamanan non tradisional karena kejadian bencana dapat merenggut korban jiwa, dan mengganggu keamanan hidup dari manusia di dalam sebuah negara.

2.2. Kapabilitas Indonesia dalam Keamanan Non Tradisional

Kondisi keamanan suatu negara berkaitan erat dengan kemampuan atau kapabilitas negara tersebut dalam mencegah, maupun menangani kasus-kasus ancaman keamanan yang terjadi. Indonesia sendiri memiliki berbagai kasus yang termasuk dalam kategori keamanan non tradisional yaitu ancaman keamanan yang membahayakan keselamatan manusia sebagai warga negara. Ancaman itu dapat diminimalisir atau dicegah dengan keberadaan peraturan dan pelaksanaan aturan yang baik. Berikut adalah data yang menggambarkan bagaimana keberadaan peraturan dan badan-badan yang terkait keamanan non tradisional di Indonesia :

2.2.1. Terorisme

Terdapat beberapa undang-undang yang mengatur tentang tindakan terorisme, antara lain Undang-undang nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-undang. Perpu tersebut

(12)

lahir sebagai reaksi terhadap serangkaian kasus peledakan bom yang terjadi di Indonesia. Kemudian, pada tahun 2003 Perpu tersebut disahkan menjadi undang-undang agar memiliki kekuatan hukum yang berlaku permanen.

Pada tahun 2013 muncul undang-undang nomor nomor 9 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme. Undang-undang tersebut lahir sebagai konsekuensi terhadap ratifikasi International Convention For The Suppressionof The Financing Of Terrorism 1999 yang disahkan undang-undang Republik Indonesia Nomor 6 tahun 2006 Tentang Pengesahan International Convention For The Suppression Of The Financing Of Terrorism, 1999 (Konvensi Internasional Pemberantasan Pendanaan Terorisme, 1999).

Undang-undang lain adalah Undang-undang Republik Indonesia nomor 5 tahun 2006 tentang Pengesahan International Convention For The Suppression Of Terrorist Bombings, 1997 (Konvensi Internasional Pemberantasan Pengeboman Oleh Teroris, 1997). Kemudian, Undang-undang Republik Indonesia nomor 5 tahun 2012 tentang Pengesahan ASEAN Convention On Counter Terrorism (Konvensi ASEAN Mengenai Pemberantasan Terorisme). Selanjutnya, Undang-undang Republik Indonesia nomor 10 tahun 2014 tentang Pengesahan International Convention For The Suppression Of Acts Of Nuclear Terrorism (Konvensi Internasional Penanggulangan Tindakan Terorisme Nuklir).

Terdapat pula badan yang dibentuk untuk melaksanakan penanggulangan tindak pidana terorisme. Berdasarkan rekomendasi Komisi I DPR dan assessment

(13)

terhadap dinamika terorisme, maka pada tanggal 16 Juli 2010 Presiden Republik Indonesia menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2010 tentang Badan Nasional Penanggulangan Terorisme.72

2.2.2. Narkoba.

Acuan dalam kasus narkoba berada pada Undang-undang Republik Indonesia nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika dan juga undang-undang Republik Indonesia nomor 5 tahun 1997 tentang Psikotropika. Ada pula undang-undang yang merupakan ratifikasi perjanjian internasional, yaitu Undang-Undang nomor 8 tahun 1976 tentang Pengesahan Konvensi Tunggal Narkotika 1961 beserta Protokol Tahun 1972 yang Mengubahnya, Undang-undang nomor 7 tahun 1997 tentang Pengesahan United Nations Convention Against Illicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substances, 1988 (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika dan Psikotropika, 1988) dan juga Undang-undang nomor 8 tahun 1996 tentang Pengesahan Convention on Psychotropic Substances 1971 (Konvensi Psikotropika 1971).

Selain undang-undang, terdapat peraturan pemerintah Republik Indonesia nomor 44 Tahun 2010 tentang Prekursor, peraturan pemerintah Republik Indonesia nomor 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan dan peraturan pemerintah

72

(14)

Republik Indonesia nomor 40 tahun 2013 tentang Pelaksanaan Undang-Undang nomor 35 tahun 2009 Tentang Narkotika.

Selain undang-undang ada juga Badan Narkotika Nasional atau BNN sendiri dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2002 tentang Badan Narkotika Nasional.73 Terbitnya Undang-Undang nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika menjadikan BNN sebagai lembaga pemerintah nonkementerian yang berkedudukan di bawah Presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden.74 BNN sendiri secara kelembagaan memiliki perwakilan di tingkat provinsi dan kabupaten.75

2.2.3. Perdagangan dan Penyelundupan Manusia

Undang-undang nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang menjadi dasar hukum tentang tindak pidana perdagangan orang di Indonesia. Terdapat undang-undang Republik Indonesia nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undang-undang nomor 7 tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan (Convention On The Elimination Of All Forms Of Discrimination Against Women), Undang-Undang Republik Indonesia nomor 35 tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yang turut menjadi dasar hukum pencegahan dan penanggulangan tindak pidana perdagangan orang di Indonesia.

73

Lihat: http://bnn.go.id/read/page/8005/sejarah-bnn diakses pada 16 Maret 2016 pukul 11.12 WIB.

74

Lihat : Pasal 64 Undang-Undang nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika.

75

(15)

Terdapat juga Undang-undang Republik Indonesia nomor 5 tahun 2009 tentang Pengesahan United Nations Convention Against Transnational Organized Crime (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi), undang-undang Republik Indonesia nomor 14 tahun 2009 tentang Pengesahan Protocol To Prevent, Suppress And Punish Trafficking In Persons, Especially Women And Children, Supplementing The United Nations Convention Against Transnational Organized Crime (Protokol Untuk Mencegah, Menindak, Dan Menghukum Perdagangan Orang, Terutama Perempuan Dan Anak-Anak, Melengkapi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi).

Kemudian ada juga undang-undang Republik Indonesia nomor 15 tahun 2009 tentang Pengesahan Protocol Against The Smuggling Of Migrants By Land, Sea And Air, Supplementing The United Nations Convention Against Transnational Organized Crime (Protokol Menentang Penyelundupan Migran Melalui Darat, Laut, Dan Udara, Melengkapi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi). Hingga undang-undang Republik Indonesia nomor 10 Tahun 2012 tentang Pengesahan Optional Protocol To The Convention On The Rights Of The Child On The Sale Of Children, Child Prostitution And Child Pornography (Protokol Opsional Konvensi Hak-Hak Anak Mengenai Penjualan Anak, Prostitusi Anak, Dan Pornografi Anak)

(16)

2.2.4. Penyelundupan Senjata Api

Terdapat undang-undang yang sudah berlaku lama di Indonesia, yaitu Undang-undang 1948 No. 8 (8/1948) tentang Pendaftaran dan Pemberian Izin Pemakaian Senjata Api. Kemudian diubah undang-undang darurat Republik Indonesia nomor 12 tahun 1951 tentang Mengubah "Ordonnantietijdelijke Bijzondere Strafbepalingen" (Stbl. 1948 nomor 17) dan undang-undang Republik Indonesia Dahulu nomor 8 tahun 1948. Undang-undang tersebut menjadi landasan bagi peredaran senjata api di Indonesia dan mengatur tentang perizinan kepemilikan, pengawasan kepemilikan serta penggunaan senjata api.

Pelaksanaan pemberian izin, kepemilikan dan penggunaan senjata api dilakukan oleh kepolisian Republik Indonesia. Hal tersebut sesuai dengan pasal 15 ayat 2 undang-undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang salah satu poinnya berbunyi “memberikan izin dan melakukan pengawasan senjata api, bahan peledak, dan senjata tajam.”76

2.2.5. Cybercrimes

Kejahatan dengan menggunakan jaringan berdasarkan data yang telah dipaparkan sebelumnya sangat banyak terjadi di Indonesia. Kapabilitas Indonesia dalam mengatur tindakan yang menggunakan jaringan ini terdapat pada undang-undang Republik Indonesia nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Undang-undang tersebut menempatkan Bab VII dengan 11 pasal yaitu pasal 27 sampai dengan 37 yang khusus membahas tentang perbuatan yang

76

(17)

dilarang dalam penggunaan jaringan di Indonesia. Akan tetapi, dalam bab perbuatan yang dilarang ini tidak secara jelas menyebutkan istilah cybercrime atau kejahatan siber.

Selain undang-undang no 11 tahun 2008, penanganan cybercrimes di Indonesia juga dilakukan oleh lembaga negara. Lembaga yang bertanggung jawab dalam proses pencegahan dan penanggulangan kejahatan siber ini adalah kepolisian negara Republik Indonesia dan juga Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik. Hal tersebut disebutkan dalam pasal 43 dalam bagian tentang penyidikan.

2.2.6. Bencana

Pemerintah mengeluarkan undang-undang nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Undang-undang tersebut mengatur tentang bencana dalam kategori bencana alam, bencana nonalam, dan bencana sosial.77

77

Lihat: Pasal 1 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.

Selain dengan undang-undang, penanggulangan bencana juga diatur dalam peraturan pemerintah nomor 21 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, peraturan pemerintah nomor 22 tahun 2008 tentang Pendanaan Dan Pengelolaan Bantuan Bencana, dan peraturan pemerintah nomor 23 tahun 2008 tentang Peran Serta Lembaga Internasional dan Lembaga Asing Nonpemerintah dalam Penanggulangan Bencana.

(18)

Pelaksanaan penanggulangan bencana sendiri di Indonesia dilakukan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana di tingkat nasional dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah di tingkat daerah. Keberadaan badan tersebut diatur dalam undang-undang nomor 24 tahun 2007 dan juga peraturan pemerintah nomor 21 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana.

2.3. Pelaksanaan ASEAN Political-Security Community

Penanganan masalah keamanan non tradisional juga dilakukan melalui berbagai tindakan yang ada di dalam cetak biru APSC. Tindakan tersebut berupa mekanisme dalam bentuk pertemuan sebagai berikut :

2.3.1. APSC Council

Dewan komunitas politik keamanan ASEAN merupakan dewan yang berisi menteri-menteri dari negara-negara anggota ASEAN. Dewan ini bertugas untuk a) menjamin pelaksanaan keputusan-keputusan Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN di bidang politik-keamanan; b) mengoordinasikan kerja dari berbagai sektor yang berada di lingkup kerja sama politik-keamanan, dan isu-isu lintas Dewan Komunitas lainnya; dan c) menyerahkan laporan-laporan dan rekomendasi-rekomendasi kepada Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN mengenai hal-hal terkait dengan perkembangan politik-keamanan. Dewan ini bertemu sekurang-kurangnya dua kali dalam setahun. Pertemuan pertamanya dilakukan pada 10 April 2009 di Pattaya, Thailand. 78

78

Lihat : Tim Penyusun. 2010. ASEAN Selayang Pandang Edisi 19 Tahun 2010. (Jakarta : Sekretariat ASEAN) hal. 53

Pada cetak biru APSC yang baru disahkan pada 2015 lalu, dewan ini diharapkan meningkatkan perhatian lebih

(19)

besar kepada isu-isu besar dan mendasar dan membuat keputusan lebih efektif antar sektor dan antar pilar di bawah pengawasannya.79

2.3.2. ASEAN Foreign Ministers Meeting (AMM)

Pertemuan Menteri Luar Negeri ASEAN diadakan setiap satu tahun sekali sejak tahun 1967. AMM ini dimasukkan ke dalam cetak biru APSC pada salah satu poin dalam bagian B.1.1 yang diartikan sebagai berikut, “Meningkatkan peran ASEAN Foreign Ministers Meeting (AMM) dan ketuanya dalam menanggapi tantangan yang ada dan tampak, khususnya yang muncul dari pesatnya perkembangan bidang geopolitik, dan penguatan sentralitas ASEAN.”80

Selain AMM yang diselenggarakan satu tahun sekali, dilaksanakan juga AMM Retreat yang umumnya dilaksanakan pada awal tahun dan dipimpin oleh menteri luar negeri yang negaranya menjadi ketua ASEAN. Pertemuan ini dilaksanakan sebagai awal keketuaan di ASEAN dan untuk membahas tindak lanjut hasil Konfrensi Tingkat Tinggi ASEAN sebelumnya. Kemudian ada pula Informal ASEAN Foreign Ministers Meeting (IAMM) dan Special ASEAN Foreign Ministers Meeting ( Special AMM) yang digunakan untuk membahas isu-isu khusus yang mendapat perhatian bersama oleh negara-negara ASEAN.

81

Hingga tahun 2015 telah terlaksana 48 kali ASEAN Foreign Ministers Meeting (AMM). Pada tahun 2015, AMM diselenggarakan di Kuala Lumpur,

79

Lihat : ASEAN 2025: Forging Ahead Together. hal. 30

80

Ibid

81

(20)

Malaysia pada tanggal 4 Agustus 2015.82

2.3.3. ASEAN Defence Ministers Meeting (ADMM)

AMM tersebut menghasilkan sebuah Joint Communique (Pernyataan Bersama) yang di dalamnya berisi hasil-hasil dari pertemuan menteri-menteri luar negeri ASEAN dalam menanggapi berbagai permasalahan yang ada.

Pada cetak biru APSC yang telah diperbaharui, terdapat satu poin pada bagian B.1.1 yang menyebutkan peningkatan peran the ASEAN Defence Ministers Meeting (ADMM) dan ketuanya, dalam mempromosikan dialog pertahanan dan keamanan sebagai praktek kerjasama untuk meningkatkan perdamaian, keamanan, dan stabilitas kawasan.83 Pertemuan ini dilaksanakan setiap satu tahun sekali dan disertai dengan ADMM retreat pada tahun yang sama. Pertemuan ini dilakukan untuk memberikan dorongan terhadap perdamaian dan stabilitas keamanan di kawasan, mempromosikan kerjasama pertahanan dan keamanan, memberikan arahan pada pertemuan pejabat senior pertahanan, meningkatkan saling percaya dan transparansi dalam kaitan isu pertahanan dan keamanan, serta memberikan sumbangan terhadap perwujudan Komunitas Politik-Keamanan ASEAN.84

ADMM ini diadakan pertama kali pada tahun 2006. Rencana aksi ASEAN Security Community (ASC), disahkan pada KTT ASEAN ke-10 bahwa ASEAN harus bekerja menuju pengadaan pertemuan tahunan ADMM. Hingga saat ini telah terlaksana sembilan kali ADMM. The 9th ADMM dilaksanakan di

82

Lihat :

http://www.asean.org/joint-communique-48th-asean-foreign-ministers-meeting-kuala-lumpur-malaysia-4th-august-2015-2/?category_id=26 diakses pada 20 Maret 2016 pukul 18.27 WIB

83

Lihat: ASEAN 2025: Forging Ahead Together. hal. 30.

84

Lihat : Tim Penyusun. 2012. ASEAN Selayang Pandang Edisi 20 Tahun 2012. (Jakarta: Sekretariat ASEAN) hal. 16

(21)

Langkawi, Malaysia pada 15-17 Maret 2015. Pertemuan ini menghasilkan suatu deklarasi bersama yang bertajuk Maintaining Regional Security and Stability For and By the People. Terdapat enam belas poin dalam deklarasi ini termasuk kesepakatan tentang tindak lanjut peningkatan praktek kerjasama menjawab kepentingan keamanan non tradisional dan transnasional dan pembangunan mekanisme koordinasi untuk partisipasi militer seperti yang digariskan oleh the ADMM Three Year Work Programme 2014 to 2016.85

Selain ADMM yang diikuti oleh negara-negara internal ASEAN, terdapat juga ADMM yang diikuti oleh mitra ASEAN dengan sebutan ADMM Plus. ADMM Plus ini adalah wadah bagi negara-negara ASEAN dan delapan negara sahabat yaitu Australia, Cina, India, Jepang, Selandia Baru, Republik Korea Selatan, Federasi Russia, dan Amerika Serikat untuk memperkuat kerjasama keamanan dan pertahanan demi perdamaian, stabilitas dan pembangunan di kawasan.86

Pertemuan ADMM Plus ini diadakan setiap tiga tahun sekali. Pertemuan pertama diadakan pada di Ha Noi, Vietnam, pada 12 Oktober 2010, yang kedua pada 2013 di Brunei Darussalam dan ketiga di Malaysia pada November 2015. Para Menteri Pertahanan sepakat pada lima bidang kerjasama untuk dilaksanakan di bawah mekanisme yang baru, dinamakan keamanan maritim, melawan

85

Joint Declaration of the ASEAN Defence Ministers on Maintaining Regional Security and Stability for and

by the People, Langkawi, 16 March 2015 hal. 6 diunduh dari https://admm.asean.org/dmdocuments/ Joint%20Declaration%20of%20the%209th%20ADMM.pdf pada 20 Maret 2016 pukul 20.00 WIB

86

Lihat :

(22)

terorisme, humanitarian assistance and disaster management, operasi penjaga perdamaian, dan pengobatan militer.87

2.3.4. ASEAN Law Ministers Meeting (ALAWMM)

Salah satu poin dalam bagian B 1.1 cetak biru ASEAN menyebutkan, meningkatkan peran ALAWMM dan ketuanya dalam penguatan hukum, dan kerjasama hukum di dalam ASEAN dan ketentuan hukum timbal balik dan bantuan peradilan antara negara anggota ASEAN untuk mendukung ASEAN Community.88

ALAWMM pertama kali dilaksanakan pada 1986 di Bali, Indonesia dan dilakukan pertemuan setiap tiga tahun sekali.

Maksudnya, keberadaan ALAWMM harus diperkuat untuk mendukung berbagai kebutuhan akan hukum dan peradilan dalam pelaksanaan Masyarakat ASEAN yang satu visi, dan satu identitas.

89

ASEAN Law Ministers Meeting (ALAWMM) di Bali tanggal 18-22 Oktober 2015 sepakat untuk meningkatkan the Treaty on Mutual Legal Assistance in Criminal Matters (MLAT) menjadi sebuah instrumen ASEAN dan mempercepat finalisasi teks the Model ASEAN Extradition Treaty.90

87

Lihat :

Terdapat pula sebuah pernyataan bersama yang dihasilkan dalam ALAWMM ini. Pernyataan tersebut juga menyinggung masalah

https://admm.asean.org/index.php/about-admm/about-admm-plus/2013-01-22-10-59-35.html

diakses pada 20 Maret 2016 pukul 20.45 WIB

88

Lihat: ASEAN 2025: Forging Ahead Together. hal. 30

89

Lihat :

http://www.asean.org/asean-political-security-community/asean-law-ministers-meeting-alawmm/overview/ diakses pada 21 Maret 2016 pukul 13.50 WIB

90

Lihat :Media Publikasi Direktorat Kerjasama ASEAN. 2015. Masyarakat ASEAN : Maju Bersama

Masyarakat ASEAN “ASEAN Adalah Kita” Edisi 10/ Desember 2015. (Jakarta : Direktorat Kerjasama

ASEAN Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia) hal. 17 diunduh dari http://www.kemlu.go.id

(23)

pemberantasan kejahatan transnasional yang termasuk ancaman keamanan non tradisional di kawasan.

2.3.5. ASEAN Ministerial Meeting on Transnational Crimes

Pertemuan Para Menteri Bidang Kejahatan Transnasional merupakan pertemuan yang dilakukan sejak tahun 1997 dan yang paling baru dilaksanakan adalah AMMTC kesepuluh di Kuala Lumpur, Malaysia pada 29 September-1 Oktober 2015.91 AMMTC ini dimasukkan ke dalam cetak biru APSC sebagai salah satu poin dalam bagian B.1.1 yang bunyinya ialah, “meningkatkan peranan the ASEAN Ministerial Meeting on Transnational Crimes (AMMTC) dan ketuanya untuk membahas kejahatan transnasional yang ada dan tampak, dalam kerjasama dan koordinasi dengan badan-badan ASEAN lain yang relevan.92

AMMTC dipercayai untuk menangani delapan bidang kejahatan transnasional berupa terorisme, perdagangan manusia, kejahatan siber, bajak laut, kejahatan ekonomi, pencucian uang, penyelundupan senjata, dan penyelundupan narkoba. AMMTC berwenang untuk berkoordinasi pada badan-badan sektoral ASEAN yaitu, Senior Officials Meeting on Transnational Crime (SOMTC), ASEAN Senior Official on Drug Matters (ASOD), ASEAN Chiefs of National Pertemuan ini dilakukan secara berkala setiap dua tahun sekali.

91

Lihat :

http://www.asean.org/asean-political-security-community/asean-ministerial-meeting-on-transnational-crime-ammtc/overview/ dikses pada 21 Maret 2016 pukul 16.15 WIB dan Press Statement for the 10th ASEAN Ministerial Meeting on Transnational Crime. hal. 1 diunduh dari http://www.asean.org/wp-content/uploads/images/2015/October/ammtc/Press%20Statement.pdf pada 21 Maret 2016 pukul 16.30 WIB

92

(24)

Police (ASEANPOL), dan Directors-General of Immigration and Heads of Consular Affais Divisions of the Ministries of Foreign Affairs (DGICM).93

Pada AMMTC yang ke sepuluh di Kuala Lumpur, 30 September 2015, menghasilkan sebuah Joint Statement yang berisi tentang pernyataan bersama dari para menteri ataupun pejabat yang menjadi wakil dari negara-negara anggota ASEAN dalam AMMTC. Pernyataan bersama itu berisi beberapa hal baru salah satunya adalah diadakannya AMMTC setahun sekali mulai tahun 2017. Kemudian, dalam ranah keamanan non tradisional kesepakatan bersama ini menghasilkan dua deklarasi, yaitu the Kuala Lumpur Declaration in Combating Transnational Crime dan the Kuala Lumpur Declaration on Irregular Movement of Persons in Southeast Asia yang masuk ke dalam poin ketujuh dan delapan.94

AMMTC kesepuluh ini memperkenalkan the ASEAN Convention Against Trafficking in Persons, Especially Women and Children (ACTIP) dan mendorong percepatan ratifikasi serta implementasi dari the ASEAN Plan of Action Against Trafficking in Persons, Especially Women and Children (APA) yang masuk ke dalam poin ke tiga belas the Kuala Lumpur Declaration in Combating Transnational Crime.95

93

Lihat : Press Statement for the 10th ASEAN Ministerial Meeting on Transnational Crime. hal. 1 diunduh

dari

http://www.asean.org/wp-content/uploads/images/2015/October/ammtc/Press%20Statement.pdf pada 21

Maret 2016 pukul 16.30 WIB

94

Joint Statement Of The Tenth Asean Ministerial Meeting On Transnational Crime (10th AMMTC) hal. 2 diunduh dari http://asean.org/wp-content/uploads/images/2015/October/ammtc/Adopted%20Joint%

20Statement%20of%20the%2010th%20AMMTC.PDF pada 21 Maret 2016 pukul 18.00 WIB

95

The Kuala Lumpur Declaration in Combating Transnational Crime. hal. 4 diunduh dari

http://asean.org/wp-content/uploads/images/2015/October/ammtc/KL %20DECLARATION%20IN%20 COMBATING%20TNC.PDF pada 21 Maret 2016 pukul 18.03 WIB

(25)

AMMTC kesepuluh ini juga memperkenalkan perdagangan ilegal satwa liar, kayu dan penyelundupan manusia sebagai area baru kejahatan lintas nasional yang berada di bawah pengawasan AMMTC.96 Perluasan cakupan dalam masalah kejahatan lintas negara merupakan amanah dari cetak biru APSC yaitu pada poin yang berbunyi, “Meningkatkan kerjasama dalam menangani ancaman kejahatan lintas negara lainnya, termasuk perdagangan ilegal satwa liar dan kayu sebagaimana penyelundupan manusia, sejalan dengan konvensi internasional yang relevan.97

Pertemuan untuk membahas kejahatan lintas negara ini selain melibatkan negara-negara di kawasan ASEAN juga melibatkan negara-negara mitra ASEAN dalam mekanisme AMMTC+3 yang melibatkan tiga negara mitra ASEAN yaitu China, Jepang, dan Korea Selatan. Kemudian terdapat kerjasama tersendiri antara ASEAN dan China dalam mekanisme AMMTC+China serta ASEAN dengan Jepang dalam mekanisme AMMTC+Japan.98 Penguatan kerjasama dengan negara mitra ASEAN ini sejalan juga dengan cetak biru APSC bagian B.1.5. yaitu penguatan kerangka kerjasama ASEAN Plus Three untuk mendukung komunitas ASEAN.99

2.3.6. ASEAN Ministerial Meeting on Drug Matters (AMMD)

Pertemuan para menteri dalam permasalah narkoba merupakan salah satu mekanisme kerjasama yang masuk dalam salah satu poin cetak biru APSC. Poin

96

Ibid, hal. 3

97

Lihat: ASEAN 2025: Forging Ahead Together. hal. 34

98

Lihat :

http://www.asean.org/asean-political-security-community/asean-ministerial-meeting-on-transnational-crime-ammtc/joint-statementscommuniques/ diakses pada 21 Maret 2016 Pukul 18.15 WIB

99

(26)

tersebut berbunyi, “meningkatkan peranan the ASEAN Ministerial Meeting on Drug Matters (AMMD) dan ketuanya dalam menyiapkan panduan strategi mewujudkan Drug-Free ASEAN dan penguatan kerjasama pemberantasan permasalahan narkoba.”100

AMMD sendiri telah terlaksana empat kali, dan petemuan keempatnya dilaksanakan pada 29 Oktober 2015 di Malaysia.

AMMD tersebut masuk ke dalam cetak biru APSC menunjukkan keseriusan dari negara-negara di kawasan ASEAN dalam merumuskan strategi penanganan penyalahgunaan narkoba di negara-negara ASEAN.

101

a. Peningkatan produksi narkoba jenis opium di Golden Crescent;

Pertemuan keempat tersebut menghasilkan sebuah Chairman’s Statement sebagai bentuk pernyataan tentang keseriusan negara-negara di kawasan ASEAN untuk mencegah dan menangani permasalah narkoba. Pernyataan tersebut juga menyatakan bahwa, meskipun terdapat peningkatan perkembangan yang dicapai di tingkat nasional dan regional, para menteri berbagi perhatian mereka tentang :

b. Ancaman Amphetamine-Type Stimulants dan pengalihan dari prekusror yang terus mengalir ke kawasan;

c. Peningkatan ancaman dari narkoba sintetis, seperti New Psychoactive Substances, dan tantangan untuk menguatkan hukum.102

100

Ibid. hal. 30

101

Lihat : http://www.asean.org/the-4th-asean-ministerial-meeting-on-drug-matters-2/ diakses pada 22 Maret 2016 pukul 13.18 WIB.

102

The 4th ASEAN Ministerial Meeting on Drug Matters 29 October 2015, Langkawi, Malaysia Chairman’s

(27)

2.3.7. ASEAN Regional Forum (ARF)

ASEAN Regional Forum (ARF) merupakan hasil dari kesepakatan pada pertemuan para menteri ASEAN yang ke-26 di Singapura, tepatnya 23-25 Juli 1993. Pertemuan perdana ARF dilaksanakan di Bangkok, 25 Juli 1994.103 ARF sendiri masuk ke dalam cetak biru APSC sebagai salah satu bentuk mekanisme kerja sama dalam menangani masalah keamanan. Poin yang menyebutkan ARF di dalam cetak biru APSC berbunyi, meningkatkan peranan ketua dari ASEAN Regional Forum (ARF) dalam meningkatkan dialog dan kerjasama pada isu-isu politik-keamanan melalui promosi dari langkah-langkah pembangunan kepercayaan diri, aktifitas diplomasi preventif sebagai langkah awal resolusi konfik.104

ARF diikuti oleh beberapa negara selain negara-negara anggota ASEAN. Negara-negara di luar anggota ASEAN tersebut ialah Australia, Bangladesh, Kanada, Tiongkok, Korea Utara, Uni Eropa, India, Jepang, Mongolia, Selandia Baru, Pakistan, Papua Nugini, Korea Selatan, Russia, Sri Lanka, Timor-Leste, dan Amerika Serikat.105 ARF sudah melakukan pertemuan sebanyak 22 kali hingga tahun 2015. Pertemuan ke-22 ARF dilaksanakan pada 6 Agustus 2015 di Kuala Lumpur, Malaysia.106

103

Lihat :

Pertemuan ARF ini dilakukan sebanyak satu kali dalam satu tahun.

http://aseanregionalforum.asean.org/about.html diakses pada 22 Maret 2016 pukul 16.23 WIB.

104

Lihat: ASEAN 2025: Forging Ahead Together. hal. 30.

105

Lihat : http://aseanregionalforum.asean.org/about.html diakses pada 22 Maret 2016 pukul 16.23 WIB.

106

Chairman’s Statement Of The 22nd Asean Regional Forum Kuala Lumpur, 6 August 2015. hal. 1 diunduh dari http://www.mofa.go.jp/files/000094509.pdf pada 22 Maret 2016 pukul 16.30 WIB.

(28)

Isu-isu terkait keamanan non tradisional juga masuk ke dalam dari Chairman’s Statement pada ARF ke-22. Disebutkan bahwa para menteri menggaris bawahi kebutuhan untuk menjadikan ARF lebih efektif dan efisien dalam menyediakan kontribusi berarti untuk mencegah peningkatan tantangan keamanan tradisional dan non tradisional yang kompleks. Menuju hal tersebut, para menteri menekankan kebutuhan untuk memastikan implementasi komprehensif dari the Hanoi Plan of Action to Implement the ARF Vision Statement, sebagaimana rencana-rencana kerja yang lain di bawah area prioritas masing-masing untuk mendukung langkah-langkah ARF dalam pembangunan kepercayaan diri.107 Isu-isu keamanan non tradisional yang masuk ke dalamnya adalah penanganan bencana, pemberantasan terorisme dan kejahatan lintas negara, serta tidak ada proliferasi dan pelucutan senjata.108

2.3.8. Treaty on Mutual Legal Assistance in Criminal Matters

Kerjasama dalam ruang lingkup APSC untuk menangani permasalahan keamanan non tradisional tidak hanya dalam mekanisme berbentuk institusi. Bentuk kerjasama itu juga diatur oleh cetak biru APSC berupa perintah untuk melakukan penguatan hukum melalui perjanjian-perjanjian antar negara ASEAN. Perjanjian-perjanjian yang dimaksud adalah sebagai berikut :

Salah satu cara dalam penanganan kejahatan lintas negara yang disebutkan dalam cetak biru APSC ialah meningkatkan MLAT 2004 menjadi ASEAN

107

Ibid.

108

Lihat : The Hanoi Plan of Action to Implement the ARF Vision Statement. hal. 1-4 diunduh dari

http://aseanregionalforum.asean.org/files/library/Plan%20of%20Action%20and%20Work%20Plans/Hanoi% 20Plan%20of%20Action%20to%20Implement%20ARF%20Vision%20Statement%20%282010%29.pdf pada

(29)

Treaty.109 MLAT 2004 atau Treaty on Mutual Legal Assistance in Criminal Matters ditandatangani oleh para perwakilan dari Indonesia, Brunei Darussalam, Malaysia, Kamboja, Filiphina, Viet Nam, Laos dan Singapura pada 29 November 2004 di Kuala Lumpur, Malaysia. MLAT ini sendiri ditujukan untuk meningkatkan efektivitas dari pihak penegak hukum dari tiap negara dalam hal pencegahan, investigasi, dan penuntutan kejahatan melalui kerjasama dan bantuan hukum timbal balik dalam masalah pidana.110

Hingga saat ini, perjanjian ini masih belum menjadi perjanjian di bawah naungan ASEAN. Hal tersebut merupakan dampak dari belum masuknya keseluruhan negara anggota ASEAN ke dalam perjanjian ini. Berdasarkan hal tersebut, dalam cetak biru APSC terdapat salah satu poin yang berbunyi, “Consider accession of third countries to the MLAT 2004.”111

109

Lihat : ASEAN 2025: Forging Ahead Together. hal. 33.

Hal tersebut merupakan upaya dari negara-negara anggota ASEAN untuk mempermudah upaya pencegahan, penyelidikan, dan penuntutan dalam kasus-kasus kejahatan di kawasan. Indonesia sendiri telah meratifikasi perjanjian ini dengan undang-undang nomor 15 tahun 2008 tentang Pengesahan Treaty on Mutual Legal Assistance in Criminal Matters (Perjanjian Tentang Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana). Berdasarkan undang-undang tersebut maka Indonesia memiliki kewajiban dan hak dalam membantu penangangan kasus kejahatan lintas negara.

110

Treaty on Mutual Legal Assistance in Criminal Matters hal. 4 diunduh dari http://agreement.asean.org/

media/download/20131230232144.pdf pada 22 Maret 2016 pukul 17.35 WIB

111

(30)

2.3.9. ASEAN Plan of Action to Combat Transnational Crimes

Pada cetak biru APSC dalam bagian pemberantasan masalah keamanan non tradisional disebutkan salah satu usahanya ialah, mengimplementasikan secara efektif program kerja dari The ASEAN Plan of Action to Combat Transnational Crimes melingkupi terorisme, perdagangan narkoba ilegal, perdagangan manusia, penyelundupan senjata, bajak laut, pencucian uang, kejahatan ekonomi internasional dan cybercrimes.112 Rencana kerja ini adalah panduan bagi negara-negara di kawasan ASEAN dalam melakukan berbagai tindakan pencegahan dan penanganan masalah kejahatan lintas negara yang merupakan ancaman keamanan non tradisional. Program kerja tersebut melingkupi pertukaran informasi, persoalan hukum, persoalan penegak hukum, pelatihan, pembangunan kapasitas institusional, dan kerjasama luar kawasan.113

2.3.10. ASEAN Convention on Counter-Terrorism dan ASEAN Comprehensive Plan of Action on Counter-Terrorism

Permasalahan terorisme merupakan masalah keamanan non tradisional yang masuk ke dalam cetak biru APSC sebagai satu kategori tersendiri. Permasalahan terorisme selain masuk ke dalam jenis kejahatan lintas negara yang berada di bawah pengawasan AMMTC seperti yang disebutkan dalam Press Statement for the 10th ASEAN Ministerial Meeting on Transnational Crime halaman pertama. Terorisme diatur secara tersendiri melalui sebuah konvensi yang disahkan pada KTT ASEAN di Cebu, Filipina, 13 Januari 2007.

112

Lihat : Ibid. hal. 34.

113

Lihat : http://www.asean.org/?static_post=asean-plan-of-action-to-combat-transnational-crime diakses pada 23 Maret 2016 pukul 14.56 WIB.

(31)

Ratifikasi dari konvensi ini dilakukan Indonesia dengan menerbitkan Undang-undang Republik Indonesia nomor 5 tahun 2012 tentang Pengesahan ASEAN Convention On Counter Terrorism (Konvensi ASEAN Mengenai Pemberantasan Terorisme). Konvensi ini ditujukan untuk memberikan kerangka kerjasama kawasan untuk memberantas, mencegah, dan menghentikan terorisme dalam segala bentuk dan manifestasinya, dan untuk mempererat kerja sama antar lembaga penegak hukum dan otoritas yang relevan dari para Pihak dalam memberantas terorisme.114 Terdapat pula ASEAN Comprehensive Plan of Action on Counter-Terrorism yang disahkan pada 9 Juni 2009 di Nay Pyi Taw, Myanmar.115

2.3.11. The ASEAN Convention Against Trafficking in Persons,

Rencana aksi tersebut menjadi panduan bagi negara-negara ASEAN dalam mengambil langkah-langkah taktis penanganan terorisme.

Especially Women and Children dan the ASEAN Work Plan of Action Against Trafficking in Persons, Especially Women and Children

Cetak biru APSC pada poin pertama dalam sub bagian 3.4. mengamanahkan, memastikan ratifikasi secepatnya dari the ASEAN Convention Against Trafficking in Persons, Especially Women and Children dan implementasi efektifnya, sebagaimana diterbitkannya the ASEAN Work Plan of Action Against Trafficking in Persons, Especially Women and Children.116

114

Konvensi ASEAN Tentang Pemberantasan Terorisme. hal. 2 diunduh dari

Konvensi ini sendiri

http://treaty.kemlu.go.id/uploads-pub/5383_ASEAN-2007-0257.pdf pada 23 Maret 2016 pukul 15.00 WIB

115

ASEAN. 2009. ASEAN Documents on Combating Transnational Crime and Terrorism : A Compilation of

ASEAN Declarations, and Statements on Combating Transnational Crime and Terrorism. (Jakarta :

Sekretariat ASEAN) hal. 69.

116

(32)

disahkan saat KTT ASEAN ke-27 pada 21 November 2015, di Kuala Lumpur, Malaysia.117

Kovensi ini ditujukan untuk secara efektif mencegah dan memberantas perdagangan manusia, khususnya wanita dan anak, dan untuk memastikan peradilan dan hukuman efektif para pelaku; melindungi dan membantu korban perdagangan manusia dengan penghormatan penuh terhadap hak asasi manusia mereka; dan mempromosikan kerjasama antar para pihak dalam rangka mencapai tujuan ini. Para pihak setuju untuk menetapkan langkah-langkah dalam konvensi ini harus dibuat dan diterapkan dengan cara yang sejalan dengan prinsip tanpa diskriminasi yang sesuai secara internasional dan regional, khususnya untuk para korban perdagangan orang.

118

Selain keberadaan konvensi ini, masalah perdagangan manusia juga diatur dengan ASEAN Plan of Action Against Trafficking in Persons, Especially Women and Children yang diperkenalkan melalui Kuala Lumpur Declartion in Combating Transnational Crime.119

117

Lihat : The ASEAN Convention Against Trafficking in Persons, Especially Women and Children hal. 33 diunduh dari

Tujuan dari rencana kerja ini adalah untuk secara efektif menangani tantangan-tantangan untuk peningkatan pencegahan, menekan dan menghukum segala bentuk dari perdagangan manusia termasuk perlindungan dan bantuan kepada para korban perdagangan di kawasan dan

http://www.asean.org/storage/2015/12/ACTIP.pdf pada 23 Maret 2016 pukul 15.30 WIB

118

Ibid. hal. 3.

119

The Kuala Lumpur Declaration in Combating Transnational Crime. hal. 4 diunduh dari

http://asean.org/wp-content/uploads/images/2015/October/ammtc/KL %20DECLARATION%20IN%20 COMBATING%20TNC.PDF pada 21 Maret 2016 pukul 18.03 WIB.

(33)

bekerja menuju peningkatan pendekatan komprehensif dan koordinasi kawasan untuk mencapai tujuan ini. 120

Berkaitan dengan perdagangan manusia, pada November 2015 di Yogyakarta telah dilaksanakan AICHR-SOMTC Joint Workshop. Hasil dari pertemuan itu ialah pembagian tugas antar badan-badan yang ada di ASEAN. Tugas pencegahan, perlindungan, kerjasama dan langkah ke depannya dibagi porsinya kepada tiap badan-badan yang bersangkutan. Badan-badan yang dimaksud antara ialah SOMTC, AICHR, ACWC, ACMW, SOMSWD, ACDM, AHA Centre, ASEAN Witness and Victim Protection Network dan SEANF.121

2.3.12. ASEAN Agreement on Disaster Management and Emergency Response

Kesepakatan ASEAN tentang manajeman bencana dan tanggap darurat merupakan kesepakatan yang disepakati oleh para Menteri Luar Negeri negara-negara anggota ASEAN pada 26 Juli 2005 di Vientiane, Laos.122 Kesepakatan ini disebut dalam salah satu poin dalam cetak biru APSC di sub bagian B.3.8. Poin tersebut menyatakan, pengimplementasian the ASEAN Agreement on Disaster Management and Emergency Response (AADMER) sebagai dasar utama untuk manajemen bencana di kawasan.123

120

Lihat : ASEAN Plan of Action Against Trafficking in Persons, Especially Women and Children. hal. 4 diunduh dari

Kesepakatan ini sendiri ditujukan untuk menyediakan mekanisme yang efektif untuk mencapai pengurangan yang mendasar atas kerugian yang disebabkan bencana dalam hal korban tewas,

http://www.asean.org/storage/2015/12/APA-FINAL.pdf pada 23 Maret 2016 pukul 16.30 WIB.

121

Lihat : AICHR – SOMTC Joint Workshop Human Rights-Based Approach To Combat Trafficking In

Persons, Especially Women And Children : Summary and Ways Forward to Further Cooperation.

122

Lihat : ASEAN Agreement on Disaster Management and Emergency Response. hal. 27 diunduh dari

http://agreement.asean.org/media/download/20140119170000.pdf pada 23 Maret 2016 pukul 17.00 WIB

123

(34)

kerugian sosial, ekonomi dan lingkungan dari para pihak, dan secara bersama menanggapi keadaan darurat bencana melalui upaya nasional terpadu serta kerjasama intensif regional dan internasional.

Hal ini harus dicapai dalam konsep menyeluruh melalui pembangunan yang berkelanjutan dan sesuai dengan ketentuan dari perjanjian ini.124

124

Lihat : ASEAN Agreement on Disaster Management and Emergency Response. hal. 5-6 diunduh dari Bentuk-bentuk mekanisme dalam cetak biru APSC yang baru disahkan pada KTT ASEAN ke-27 di Kuala Lumpur tahun 2015 lalu merupakan tindak lanjut dari langkah-langkah yang terus berjalan dalam mewujudkan komunitas politik-keamanan ASEAN selain langkah-langkah yang telah tuntas dilaksanakan.

Gambar

Tabel 2.1. Jumlah kejadian dan korban bencana tahun 2000-2016

Referensi

Dokumen terkait

PENGARUH PRODUK, HARGA, DAN KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN TAMU DI TASNEEM CONVENTION HOTEL

[r]

2) Peserta ikut serta dalam pembahasan, serta melakukan tanya jawab seputar materi pengantar 3) Guru memberikan kesempatan siswa untuk bereksplorasi dengan mencari

untuk menghapus mail, pilih mail yang akan dihapus dari messages list , lalu click tombol delete pada toolbar, atau buka menu File , lalu pilih Delete. - mengembalikan mail

Apabila calon pemenang, calon pemenang cadangan 1 (satu) dan/atau calon pemenang cadangan 2 (dua) yang tidak hadir dalam pembuktian kualifikasi dengan alasan

Tabel 4.8 menunjukkan bahwa angka positif pada koefesien korelasi sebesar 0.282 dan nilai signifikansi sebesar 0.005 < 0.05, maka Ho ditolak dan Ha

Berencana Kota Medan, Kredibilitas komunikasi PLKB sebagai tenaga penyuluh lapangan secara jujur, profesional, dinamis dan objektif tersebut berdampak pada peningkatan

Pendeta belum memahami bahwa sebenarnya permasalahan yang sedang dihadapi pasangan suami istri bukan masalah spiritualnya tetapi masalah permahaman persepsi yang