ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN FRAKTUR
Disusun oleh
Kelompok 3
Nama anggota :
1. Silvia chandra murniasi
2. Sifah fauziah
3. Melliana
4. Gesti mediana
Jus juansyah
Guru pembimbing
BAB II
LANDASAN TEORI
1. Pengertian
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Syamsuhidayat. 2004: 840).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. (Brunner & Suddarth. 2001 : 2357).
Fraktur adalah terputusnya hubungan atau kontinuitas tulang karena stress pada tulang yang berlebihan (Luckmann and Sorensens, 1993 : 1915).
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri, dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. (Price and Wilson, 1995 : 1183).
Fraktur menurut Rasjad (1998 : 338) adalah hilangnya konstinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial.
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan dari tulang itu sendiri dan jaringan lunak di sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap, tidak lengkap. (Arice, 1995 : 1183) Patah tulang adalah terputusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan yang disebabkan oleh kekerasan.(Oswari, 2000 : 144)
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. (Mansjoer, 2000 : 42)
Fraktur tertutup adalah bila tidak ada hubungan patah tulang dengan dunia luar. Fraktur terbuka adalah fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit, dimana potensial untuk terjadi infeksi (Sjamsuhidajat, 1999 : 1138).Jadi berdasarkan pengertian diatas fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan.
2. Etiologi
1. Cedera dan benturan seperti pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan punter
mendadak, kontraksi otot ekstrim.
2. Letih karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi seperti berjalan kaki terlalu jauh.
3. Kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis pada fraktur patologis.
Kekerasan langsung; Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau miring.
Kekerasan tidak langsung: Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
Kekerasan akibat tarikan otot: Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.
Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.
3. Patofisiologi
Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau trauma (Long, 1996: 356). Baik itu karena trauma langsung misalnya: tulang kaki terbentur bemper mobil, atau tidak langsung misalnya: seseorang yang jatuh dengan telapak tangan menyangga. Juga bisa karena trauma akibat tarikan otot misalnya: patah tulang patela dan olekranon, karena otot trisep dan bisep mendadak berkontraksi. (Oswari, 2000: 147)
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit. (Mansjoer, 2000: 346).
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel mast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darahketempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan sel-sel baru. Aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati (Corwin, 2000: 299)
jaringanyg mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan sindrom kompartemen (Brunner & suddarth, 2002: 2287)
4. Pengobatan
Pengobatan dari fraktur tertutup dapat konservatif maupuan operatif. Terapi konservatif meliputi proteksi dengan mitela atau bidai. Sedangkan terapi operatif terdiri dari reposisi terbuka, fiksasi internal, reposisi tertutup dengan kontrol radiologis diikuti fiksasi interna (Mansjoer, 2000: 348)
Pada pemasangan bidai, gips atau traksi maka dilakukan imobolisasi pada bagian yang patah. Imobilisasi dapat menyebabkan berkurangnya kekuatan otot dan densitas tulang agak cepat (Price, 1995 : 1192). Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan menderita komplikasi dari imobilisasi antara lain: adanya rasa tidak enak, iritasi kulit dan luka akibat penekanan, hilangnya kekuatan otot. (Long, 1996: 378) Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagin tubuh diimobilisasi dan mengakibatkan berkurangnya kemampuan perawatan diri (Carpenito, 1996: 346).
Pada reduksi terbuka fiksasi interna (ORIF) fragmen tulang dipertahankan dengan pin, sekrup, pelat, paku. Namun pembedahan memungkinkan terjadinya infeksi, pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang sebelumnya tidak mengalami cidera mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan selama tindakan operasi. (Price, 1995: 1192)
Pembedahan yang dilakukan pada tulang, otot dan sendi dapat mengakibatkan nyeri yang hebat. (Brunner & Suddarth, 2002: 2304)
5. Klasifikasi
a. Fraktur Tertutup (Simple Fracture). Fraktur tertutup adalah fraktur yang fragmen tulangnya
tidak menembus kulit sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh lingkungan / tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar
b. Fraktur Terbuka (Compound Fracture). Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai
hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam), atau from without (dari luar).
c. Fraktur dengan komplikasi (Complicated Fracture). Fraktur dengan komplikasi adalah
6. Manifestasi Klinis
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme
otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
b. Deformitas dapat disebabkan pergeseran fragmen pada eksremitas. Deformitas dapat di
ketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya obat.
c. Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.
Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5,5 cm
d. Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang.
Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen satu dengan lainnya.
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma dan perdarahan
yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah beberapa jam atau beberapa hari setelah cedera.
7. Pemeriksaan Penunjang
Radiologi :
X-Ray dapat dilihat gambaran fraktur, deformitas dan metalikment. Venogram/anterogram menggambarkan arus vascularisasi. CT scan untuk mendeteksi struktur fraktur yang kompleks.
Laboratorium :
Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui : Hb, hematokrit sering rendah akibat perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat bila kerusakan jaringan lunak sangat luas. Pada masa penyembuhan Ca dan P mengikat di dalam darah
8. Komplikasi
a. Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi yang
tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring
b. Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi dengan kecepatan yang
lebih lambat dari keadaan normal
c. Nonunion, patah tulang yang tidak menyambung kembali.
d. Compartment syndroma adalah suatu keadaan peningkatan takanan yang berlebihan di dalam
e. Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang
bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
f. Fat embalism syndroma, tetesan lemak masuk ke dalam pembuluh darah. Faktor resiko
terjadinya emboli lemak ada fraktur meningkat pada laki-laki usia 20-40 tahun, usia 70 sam pai 80 fraktur tahun.
g. Tromboembolic complicastion, trombo vena dalam sering terjadi pada individu yang imobiil
dalam waktu yang lama karena trauma atau ketidak mampuan lazimnya komplikasi pada perbedaan ekstremitas bawah atau trauma komplikasi paling fatal bila terjadi pada bedah ortopedil
h. Infeksi, Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat
i. Avascular necrosis, pada umumnya berkaitan dengan aseptika atau necrosis iskemia.
j. Refleks symphathethic dysthropy, hal ini disebabkan oleh hiperaktif sistem saraf simpatik
abnormal syndroma ini belum banyak dimengerti. Mungkin karena nyeri, perubahan tropik dan vasomotor instability.
9. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan konservatif. Merupakan penatalaksanaan non pembedahan agar
immobilisasi pada patah tulang dapat terpenuhi.
i. Proteksi (tanpa reduksi atau immobilisasi). Proteksi fraktur terutama
untuk mencegah trauma lebih lanjut dengan cara memberikan sling (mitela) pada anggota gerak atas atau tongkat pada anggota gerak bawah.
ii. Imobilisasi degan bidai eksterna (tanpa reduksi). Biasanya
menggunakan plaster of paris (gips) atau dengan bermacam-macam bidai dari plastic atau metal. Metode ini digunakan pada fraktur yang perlu dipertahankan posisinya dalam proses penyembuhan.
iii. Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi eksterna yang
menggunakan gips. Reduksi tertutup yang diartikan manipulasi dilakukan dengan pembiusan umum dan local. Reposisi yang dilakukan melawan kekuatan terjadinya fraktur.penggunaan gips untuk imobilisasi merupakan alat utama pada teknik ini.
iv. Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi. Tindakan
b. Penatalaksanaan pembedahan.
i. Reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal atau fiksasi perkutan
dengan K-Wire (kawat kirschner), misalnya pada fraktur jari.
ii. Reduksi terbuka dengan fiksasi internal (ORIF:Open Reduction
internal Fixation). Merupakan tindakan pembedahan dengan melakukan insisi pada derah fraktur, kemudian melakukan implant pins, screw, wires, rods, plates dan protesa pada tulang yang patah
A. Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada tanggal 30 April 2008 hari Rabu jam 09.00 WIB. Data diperoleh dari pasien, keluarga pasien, catatan keperawatan pasien dan tim kesehatan lainnya dengan metode Autoanamnesa dan Alloanamnesa.
1. Identitas Pasien
Nama : Tn. H
Umur : 49 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : SD
Alamat : Wonosari 4/2, Magelang, Muntilan
Agama : Katholik
Tanggal masuk : 22 April 2008
No. RM : 147689
Diagnosa Medis : Fraktur tibia 1/3 proksimal dextra
2. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny. I
Umur : 49 tahun
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SD
Hubungan dengan pasien : Istri pasien
3. Keluhan Utama
Nyeri pada tungkai kanan bagian bawah
4. Riwayat Kesehatan
Riwayat Kesehatan Sekarang
Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien mengalami patah tulang pada tungkai kanan dan mengalami nyeri berat, skala nyeri 6. Pasien mengalami kecelakaan sepeda motor pada hari Sabtu tanggal 19 April 2008, ± 10 hari yang lalu sewaktu pulang dari bekerja jam 19.00 WIB. Pasien mengatakan mengendarai sepeda motor sendiri untuk menuju ke rumah kemudian terserempet sepeda motor lain dan terjatuh dengan posisi tengkurap ke kanan. Kemudian tungkainya yang sebelah kanan terkena aspal jalan karena pasien menggunakan tungkai kanannya sebagai tumpuan. Oleh sebab itu pasien menderita patah tulang. Saat jatuh pasien tidak pingsan. Beberapa saat setelah kecelakaan pasien dibawa ke RS Muntilan tidak diberikan pengobatan hanya dilakukan pembidaian dan diberi perban. Pasien dirawat di RS Muntilan ± 3 hari. Kemudian atas permintaan keluarga pasien dirujuk ke RSO Prof. Dr. R. Soeharso, Surakarta pada hari Selasa tanggal 22 April 2008 jam 19.00 WIB. Di IGD pasien mendapatkan terapi pemasangan infus RL 20 tpm (tetes per menit) pada tangan kiri kemudian pukul 22.00 WIB pasien dipindahkan ke bangsal Cempaka. Keesokan harinya pasien
dilakukan pemeriksaan rontgen, laboratorium serta EKG (Elektro Kardio Grafi). Sekarang pada saat pengkajian yaitu Rabu tanggal 30 April 2008 pasien mengatakan nyeri pada tungkai kakinya sebelah kanan post operasi hari pertama. Nyeri timbul jika untuk bergerak, nyeri seperti tertusuk-tusuk, nyeri berlangsung terus menerus berhenti jika posisi nyaman dan tidak bergerak. Saat ini pasien mendapatkan terapi injeksi Cefotaxime 2×1 gram per IV (Intra Venous) dan injeksi Ketorolac 3×1 ampul per IV infus. Selain itu pasien juga mendapatkan terapi injeksi Actrapid 4 IU setiap sebelum makan.
Pasien mengatakan sebelumnya tidak pernah dirawat inap di RS. Bila sakit pasien langsung dibawa ke Puskesmas/ mantri di daerahnya. Keluarga pasien mengatakan bahwa sebelumnya pasien tidak pernah mengalami kecelakaan sepeda motor seperti sekarang ini dan belum pernah dioperasi. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit asma, jantung dan hipertensi. Tetapi sekarang ini pasien menderita penyakit DM (Diabetes Mellitus) terbukti dengan kadar GDS (Gula Darah Sewaktu) tanggal 29 April 2008 yaitu 198 mg/dl dan gula darah 2 jam PP (Post Prandial) yaitu 225 mg/dl.
Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang pernah mengalami kecelakaan. Pasien mengatakan di dalam keluarganya tidak ada yang mengalami sakit yang diderita suaminya. Di dalam keluarganya juga tidak ada yang menderita penyakit keturunan seperti DM, hipertensi, jantung dan penyakit menular seperti TBC, AIDS, Hepatitis. Pasien juga mengatakan bahwa di dalam keluarganya tidak ada yang mempunyai alergi baik obat-obatan maupun makanan.
5. Pola Kehidupan Sehari-hari Pola persepsi kesehatan
Sebelum sakit : Pasien mengatakan bahwa ia dan keluarganya sangat memperhatikan masalah kesehatan. Jika ada anggota keluarga yang sakit, segera diberi obat atau
diperiksakan ke Puskesmas atau mantri.
Selama sakit : Keluarga pasien mengatakan bahwa kesehatan itu mahal harganya jadi keluarga akan merawat Tn. H dengan baik. Pasien mengatakan jika sudah sembuh nanti akan lebih memperhatikan kesehatan dan akan berhati-hati jika naik kendaraan.
Pola Nutrisi
Selama sakit : Pasien mengatakan makan 3 kali sehari dengan menu yang disediakan RS yaitu nasi, sayur, lauk, buah, porsi makan sedang tetapi pasien hanya makan dan habis ½ porsi makanan karena masakan yang disediakan dari RS tidak enak. Setiap sebelum makan pasien selalu diberikan injeksi Actrapid 4 IU (IntraUnit) pada lengannya secara SC
(SubCutan). Pasien minum air putih ± 5-6 gelas setiap harinya ± 1200 cc. Diit dari RS yaitu RKTP ( Rendah Kalori Tinggi Protein ).
Pola Eliminasi
Sebelum sakit : Pasien mengatakan BAB (Buang Air Besar) 1 kali sehari biasanya saat pagi hari dengan konsistensi feses lunak, warna kuning kecoklatan, bau khas, tidak ada lendir/ darah, tidak ada keluhan. Pasien mengatakan sehari BAK (Buang Air Kecil) 7-8 x/ hari dengan konsistensi jernih, kekuningan dan bau khas.
Selama sakit : Pasien mengatakan semenjak dirawat, BAB tidak ada masalah tetap 1 kali dalam sehari tetapi waktunya tidak tentu. Warna feses kuning kecoklatan, bau khas dan tidak ada lendir/ darah. Pasien mengatakan BAK 4-5 x/ hari dengan konsistensi jernih, kekuningan dan bau khas. Pasien BAB dan BAK dibantu oleh keluarga dengan
menggunakan pispot.
Pola Istirahat dan Tidur
Sebelum sakit : Pasien mengatakan tidur malam ± 5-6 jam dimulai pukul 22.00–04.00 WIB, tidurnya tidak ada gangguan. Pasien mengatakan bahwa dirinya tidak pernah tidur siang.
Selama sakit : Pasien mengatakan tidur setelah minum obat. Selama di RS Ortopedi pasien bisa tidur tetapi jika nyeri bekas operasi kambuh pasien terbangun. Pasien tidur malam ± 8 jam dimulai pukul 21.00–05.00 WIB dan tidur siang ± 2 jam dimulai pukul 12.00–14.00 WIB. Pasien tidur dengan posisi elevasi tungkai.
Sebelum sakit : Pasien mengatakan sehari-hari bekerja sebagai sopir. Berangkat jam 06.00 pagi dan pulang tidak tentu, tapi rata-rata pulang jam 20.00 WIB. Keseharian pasien hanya dilakukan untuk bekerja mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Pasien tidak pernah mengikuti kegiatan yang ada di desanya karena pekerjaannya yang selalu pulang malam.
Selama sakit : Pasien mengatakan izin bekerja selama masih sakit. Pasien mengatakan aktivitas sehari-harinya dibantu keluarga yang tidak lain adalah istrinya (Ny. I). Untuk makan disuapi, minum diambilkan, BAK dan BAB dengan pispot. Pasien dibantu keluarga karena tidak bisa bergerak. Pasien setiap pagi disibin oleh istrinya.
Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan/minum Mandi
Toilet Berpakaian
Mobilitas ditempat tidur Berpindah ambulasi (ROM)
PP
P
Keterangan :
0 : Mandiri
1 : Dibantu dengan alat
2 : Dibantu orang lain/keluarga/perawat
3 : Dibantu orang lain dan alat
Pola Kognitif
Sebelum sakit : Pasien mengatakan tidak tahu bahaya dari patah tulang jika tidak segera diatasi.
Selama sakit : Pasien mengatakan sudah tahu tentang tindakan penangananan dari patah tulang yang sedang dideritanya, pasien mendapatkan informasi dari dokter dan perawat yang merawatnya.
Pola Konsep Diri
1) Gambaran diri : Pasien mengatakan sedih dengan keadaannya saat ini, tetapi pasien bisa menerima kondisinya saat ini karena masih banyak orang yang lebih menderita.
2) Harga diri : Pasien mengatakan tidak malu/ rendah diri dengan keadaannya sekarang ini, keluarga dan sahabat selalu memberi semangat menjalani hidup.
3) Peran : Pasien mengatakan perannya sebagai ayah, kepala keluarga, dan pencari nafkah. Sekarang ini pasien tidak bisa lagi bekerja karena kondisi pasien yang sedang sakit. Untuk biaya RS pasien menggunakan uang tabungannya di Bank.
4) Identitas : Pasien mengatakan bahwa dirinya sebagai seorang ayah yang berumur 49 tahun dan beragama Katholik.
5) Ideal diri : Pasien berharap untuk cepat sembuh sehingga dapat beraktivitas seperti sediakala sebelum sakit dan dapat berkumpul dengan keluarga, saudara, dan sahabat.
Pola Hubungan Pasien
Sebelum sakit : Pasien mengatakan hubungan dengan keluarga, teman, tetangga baik tidak ada masalah.
Pola Seksual dan Reproduksi
Sebelum sakit : Pasien mengatakan tidak ada keluhan dengan alat genetalianya. Pasien mengatakan masih melakukan hubungan seksual dengan istrinya ± 2 kali dalam seminggu.
Selama sakit : Pasien mengatakan tidak ada keluhan dengan alat genetalianya. Pasien mengatakan selama dirinya dirawat di RS pasien belum melakukan hubungan seksual dengan istrinya karena saat ini yang dipikirkan pasien adalah tungkai kakinya bisa cepat sembuh.
Pola Koping dan Toleransi Peran
Sebelum sakit : Bila ada masalah, pasien menceritakan kepada keluarga. Pasien mengatakan bila ada masalah maka diselesaikan secara musyawarah.
Selama sakit : Pasien mengatakan berusaha sabar, pasrah dan menerima keadaannya serta menyerahkan kepada Tuhan dengan keadaannya saat ini, serta menyerahkan
pengobatannya kepada tim medis RS Ortopedi.
Pola Nilai dan Kepercayaan
Sebelum sakit : Pasien mengatakan selalu rajin sembahyang ke gereja setiap 1 minggu sekali pada hari Sabtu sore bersama istri dan anak-anaknya.
Selama sakit : Pasien mengatakan tidak bisa menjalankan ibadah karena keadaannya sekarang ini tetapi pasien selalu berdo’a kepada Tuhan agar cepat diberi kesembuhan.
6. Pemeriksaan Umum pada tanggal 30 April 2008 jam 09.00 WIB
1. Keadaan umum : Sedang
2. Kesadaran : Compos mentis
3. Tanda-tanda vital :
1) TD (Tekanan Darah) : 130/90 mmHg
2) N (Nadi) : 80 x/ menit
4) RR (Respirasi) : 24 x/ menit
GCS (Glasgow Coma Scale) : E4 V5 M6
1. Kepala : Mesochepal, tidak terdapat lesi.
2. Rambut : Kulit kepala bersih, rambut hitam, lurus, tidak beruban, rambut pendek, tidak berketombe, rambut bersih.
3. Mata : Simetris, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, tidak ada nyeri tekan, tidak ada gangguan penglihatan, pupil isokor.
4. Telinga : Simetris, bersih, tidak ada gangguan pendengaran, tidak terdapat serumen, tidak ada nyeri saat telinga ditekan dan ditarik.
5. Hidung : Simetris, bersih, tidak ada polip, tidak ada gangguan penciuman, tidak ada massa, tidak ada sekret, tidak ada nyeri tekan, tidak ada perdarahan, tidak terpasang O2.
6. Mulut : Mulut berbau, gigi tidak caries, lidah kotor, tidak ada stomatitis, tidak memakai gigi palsu, fungsi pengecapan baik, membran mukosa bibir lembab.
7. Wajah : Tampak segar, tampak bekas luka jatuh tetapi luka sudah mengering, kening berkerut menahan nyeri pada tungkai kakinya sebelah kanan.
8. Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, simetris, tidak ada nyeri tekan dan nyeri telan, tidak ada peningkatan JVP (Jugular Venous Pressure). 9. Dada :
7. Pemeriksaan Fisik
1) Jantung :
a) Inspeksi : IC (Ictus Cordis) tidak nampak
b) Palpasi : IC (Ictus Cordis) tidak kuat angkat
c) Perkusi : Pekak, batas jantung kesan tidak melebar
2) Paru-paru :
a) Inspeksi : Pengembangan paru kanan dan kiri simetrik
b) Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, gerakan fokal fremitus antara kanan dan kiri sama.
c) Perkusi : Bunyi paru resonan
d) Auskultasi : Suara dasar paru normal, terdengar vesikuler, tidak ada whezzing.
3)Abdomen :
a) Inspeksi : Tidak ada asites, tidak ada nodul, bentuk simetris, kontur kulit lentur, tidak ada benjolan/ massa.
b) Auskultasi : Bising usus 16 x/ menit
c) Perkusi : Tidak ada pembesaran pada hati, tidak ada nyeri tekan, suara tympani.
d) Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa.
4) Genetalia : Menolak dilakukan pemeriksaan. Tidak terpasang kateter. Untuk BAB dan BAK dengan pispot.
5) Ekstremitas : 5 5
2 5
Ekstremitas atas: Tangan kanan dan kiri dapat melawan tahanan pemeriksa dengan kekuatan maksimal, tangan kiri terpasang infus RL 20 tpm (tetes per menit), tidak ada luka pada ekstremitas atas, dapat digerakkan dengan bebas, dan tidak ada edema.
a) Kanan : Ada gerakan pada sendi tetapi tidak dapat melawan gravitasi, tungkai kanan terpasang balutan bekas operasi hari pertama, balutan kering, tidak tambas, tampak pada jari-jari kaki kanan mengalami pembengkakan, tidak terpasang drain.
P (Paliatif) : tungkai sebelah kanan, nyeri jika untuk bergerak
Q (Quality) : nyeri seperti tertusuk-tusuk
R (Regio) : tungkai sebelah kanan menempel lutut (sebelah 1/3 proksimal pada tulang tibia).
S (Scale) : skala nyeri: 6 saat dilakukan pengkajian post operasi hari kedua.
T (Time) : terus menerus berhenti jika posisi enak dan tidak bergerak.
b) Kiri : Pasien dapat melawan tahanan pemeriksa dengan kekuatan maksimal, tampak pada lutut dan di bawah lutut sebelah kiri luka-luka post trauma, luka sedikit kering dan warna merah.
6) Kulit : Warna kulit sawo matang, turgor kulit baik (< 2 detik), tidak ada biang keringat, tidak ada decubitus, pada tungkai kaki kanan yang telah di operasi ORIF tampak adanya 10 jahitan, daerah luka tampak berwarna kemerahan dan bengkak.
Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 22 April 2008 1. Pemeriksaan penunjang
Jenis pemeriksaan Hasil Satuan Normal
LED Hb Leukosit Trombosit HCT
Masa perdarahan Masa pembekuan
6
14,9
17.300
266.000
Mm
gr/dl
/mm3
/mm3
0-10
13-16
5.000-10.000
Hitung 14. Protein total 15. Albumin 16. Globulin 17. SGOT 18. SGPT 19. Alkali fosfat 20. Ureum 21. Kreatinin 22. GDS 23. Uric acid
24. Cholesterol acid 25. Trigliserid 26. HBSAg
27. Golongan darah : O
173
290
Negatif
£ 220
£ 150
Negatif
1. Pemeriksaan GDS (Gula Darah Sewaktu) dan GDP (Gula Darah Puasa) tanggal 29 April 2008
GDP : 146 mg/dl
GDS : 189 mg/dl
2. Pemeriksaan rontgen pada tanggal 22 April 2008
Tampak gambaran fraktur pada tibia dextra 1/3 proksimal.
3. Pemeriksaan Rontgen pada tanggal 30 April 2008 (post operasi ORIF dan
debridement).
2. Terapi tanggal 30 April 2008
1. Infus RL 20 tpm
2. Injeksi Cefotaxime 2×1 gram per Intra Venous
3. Injeksi Ketorolac 3×1 ampul per Intra Venous
4. Injeksi Actrapid 4 IU sebelum makan 3×1 di lengan kanan/kiri. 5. Diit RKTP
6. Posisi elevasi tungkai
7. Observasi VS (Vital Sign)/ KU (Kondisi Umum) dan perdarahan 8. Ambulasi dengan menggunakan walker
11. Jenis tindakan operasi : ORIF dan dedridement
12. Obat oral :
Asam mefenamat 3×1 tablet
Cascidin (calcium dan multivitamin) 2×1 tablet
Ciprofloxacin 2×1 tablet
Glibenclamid diminum tanggal 1 Mei 2008
1. Analisa Data
Nama Klien : Tn. H
Ruang/RS : Cempaka/RSO Prof. Dr. R Soeharso
Tgl/Jam Data fokus Problem Etiologi TTD
1-05-08
08.00 WIB
DS :Pasien mengatakan nyeri pada luka post operasi hari kedua pada tungkai kakinya sebelah kanan, skala nyeri: 6
DO :
1. P : Tungkai sebelah kanan nyeri jika untuk bergerak
2. Q : Nyeri seperti tertusuk-tusuk
3. R : Tungkai sebelah kanan menempel lutut (sebelah 1/3 proksimal tepatnya pada tulang
tibia)
Nyeri akut Agen-agen yang menyebabkan cidera fisik, luka insisi post
operasi.
4. S : Skala nyeri: 6
5. T : Nyeri terus menerus berhenti saat posisi enak dan tidak bergerak
6. Pasien tampak menahan sakit
7. Ekspresi wajah pasien tampak tegang
8. TTV : TD : 130/ 90 mmHg
N : 80 x/ menit
S : 367 oC
RR : 24 x/ menit
9. Pasien tampak takut
menggerakkan kakinya sebelah kanan
1-05-08
08.00 WIB
DS :1. Pasien mengatakan takut untuk bergerak dan nyeri pada tungkai kakinya sebelah kanan jika untuk bergerak
Pasien mengatakan kaki kanan tidak bisa digerakkan dan nyeri jika untuk bergerak
DO :
1. Pasien tampak bedrest, posisi elevasi tungkai
Hambatan mobilitas fisik
Kerusakan
neuromuskuler dan muskuloskeletal, nyeri
post operasi
2. Tampak balutan post operasi hari kedua
Pasien tampak lemah Pasien tampak takut bergerak
Dalam aktivitasnya pasien dibantu oleh keluarga dan perawat Pasien tampak membatasi gerakan
Tampak pada tungkai dan kaki sebelah kanan bengkak
1-05-08
08.00 WIB
DS :Pasien mengatakan ini hari kedua post operasi
DO :
1. Tampak pada tungkai kanan 1/3 proksimalterpasang balutan luka
post operasi, balutan kering, tidak tambas
2. Pasien tidak terpasang draindi tungkai kaki kanannya
3. Leukosit : 17.300/ mm3
4. GDP : 146 mg/dl, GDS : 189 mg/ dl
5. Hasil rontgen didapatkan gambaran tibia 1/3 proksimal post platting dengan 5 sekrup dan
pinning os fibula 1/3 proksimal 4
Risiko infeksi
Luka insisi bedah, prosedur invasif, kehancuran jaringan
sekrup
1-05-08
08.00 WIB
DS :Pasien mengatakan terdapat luka bekas operasi pada tungkainya
DO :
1. Tampak adalanya luka post ORIF pada tungkai kaki kanan, 10 jahitan
2. Daerah luka post ORIF tampak kemerahan dan bengkak
Kerusakan integritas kulit
Bedah perbaikan dan imobilisasi
Juritha
Prioritas Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen-agen yang menyebabkan cidera fisik, luka insisi post operasi.
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler dan muskuloskeletal, nyeri post operasi.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan bedah perbaikan dan imobilisas 4. Risiko infeksi berhubungan dengan luka insisi bedah, prosedur invasif.
Intervensi
Nama Klien : Tn. H
Ruang/RS : Cempaka/RSO Prof. Dr. R. Soeharso
Tanggal/Jam No. Dx
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi Rasional
1 Mei ‘08
1 Setelah dilakukan
08.00 WIB
selama 3×24 jam diharapkan nyeri berkurang atau hilang dengan kriteria hasil:
Skala nyeri 2-3. Ekspresi wajah santai dan tenang
TTV dalam batas normal.
Pasien tampak rileks.
Kaji tingkat nyeri dengan standar
PQRST.
untuk manajemen stress (relaksasi, nafas dalam,
imajinasi, sentuhan terapeutik). Monitor TTV dan observasi KU pasien dan keluhan pasien.
Atur posisi yang aman dan nyaman.
Pertahankan imobilisasi pada bagian yang sakit.
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik.
Mengetahui tindakan keperawatan yang diberikan sesuai dengan tingkatan nyeri.
Memfokuskan kembali perhatian koping terhadap stress sehingga dapat menurunkan nyeri.
perkembangan kesehatan klien. Mengurangi nyeri dan pergerakan.
Nyeri dan spasme dikontrol dengan imobilisasi.
Program pengobatan untuk menurunkan nyeri.
1 Mei ‘08
08.00 WIB
2 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam diharapkan masalah hambatan mobilitas fisik dapat teratasi dengan kriteria hasil:
Kemampuan mobilitas pasien meningkat.
Pasien menjadi
(Range Of Motion) pasif dan aktif.
Bantu dan dorong pasien untuk melakukan aktivitas perawatan secara bertahap. Beri bantuan dalam menggunakan alat gerak.
Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk melatih pasien.
Meminimalkan nyeri dan mencegah salah posisi.
Posisi elevasi mengurangi edema.
Meningkatkan kekuatan otot.
Meningkatkan kekuatan otot.
Mobilisasi menurunkan komplikasi.
sendi-tidak takut untuk bergerak.
Pasien mampu beraktivitas secara bertahap.
Pasien mampu menggunakan alat bantu gerak.
Pertahankan tirah baring dan melatih tangan serta ekstremitas sakit dengan lembut.
Atur posisi elevasi tungkai.
Latih dan bantu
ROM
sendi agar tidak mengalami kontraktur dan komplikasi.
1 Mei ‘08
08.00 WIB
3 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam diharapkan tidak terjadi kerusakan integritas kulit dengan kriteria hasil: proses penyembuhan secara maksimal dengan cepat.
Pasien
Meminimalkan risiko terjadinya decubitus.
Mencegah terjadinya kerusakan kulit.
Mengetahui indikasi keefektifan dan terapi yang diberikan.
Mempercepat proses regenerasi jaringan.
menunjukkan regenerasi jaringan pada area yang luka.
Ubah posisi pasien dengan sering.
Lakukan perawatan pada area kulit yang dilakukan tindakan bedah.
Kaji/ catat ukuran, warna, kedalaman luka, perhatikan jaringan nekrotik dan kondisi di sekitar luka.
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat-obatan topikal.
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diit.
1 Mei ‘08
08.00 WIB
4 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam diharapkan tidak terjadi infeksi dengan kriteria hasil:
TTV dalam batas normal.
Tidak ada bengkak.
Perhatikan adanya keluhan peningkatan nyeri.
Kaji tonus otot dan refleks tendon.
Selidiki adanya nyeri yang muncul tiba-tiba.
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik dan Vitamin C
Mengetahui
Mempercepat
penyembuhan luka dan mencegah infeksi.
Mengetahui tanda-tanda infeksi gas gangren.
Mencegah terjadinya kerusakan kulit yang lebih luas.
Untuk mengidentifikasi keluhan nyeri.
Luka tidak tambas, kering dan bersih.
Tidak ada tanda-tanda infeksi.
Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu.
Bebas drainase purulen atau eritema dan demam.
Pantau KU pasien dan monitor TTV, kaji tanda-tanda infeksi.
Lakukan perawatan luka dengan tepat dan steril.
Observas i keadaan luka terhadap pembentukan bulla, krepitasi dan bau drainase yang tidak enak.
Inspeksi kulit terhadap adanya iritasi.
perkembangan kesehatan pasien. tetanus.
Merupakan indikasi terjadinya osteomyelitis.
Program pengobatan untuk mencegah infeksi.
Implementasi
Nama Klien : Tn. H
Ruang/RS : Cempaka/RSO Prof. Dr. R. Soeharso
Tanggal/jam No Dx
Implementasi Respon pasien
TTD
Mengobservasi KU (Kondisi Umum), TTV (Tanda-Tanda Vital) pasien dan mengkaji tingkat nyeri pasien dengan
PQRSTMengajarkan nafas dalam, mempertahankan imobilisasi pada kaki kanan dan mengatur posisi tidur terlentang dengan kaki kanan diganjal dengan bantal
Mengubah posisi pasien dengan sering ke kanan dan ke kiri.
Melatih pasien untuk menggerakkan jari kaki kanan, menggerakkan telapak kaki kanan secara aktif dan melatih pasien untuk mengangkat kaki kiri secara aktif.
Mengobservasi TTV dan KU pasien.
Subyektif:Pasien mengatakan nyeri pada tungkai kakinya yang sebelah kanan setelah dioperasi, skala nyeri 6
Obyektif: posisi nyaman dan tidak bergerak
Hasil rontgen: tampak gambaran fraktur tibia 1/3 proksimal dengan post plattingos tibia dengan 5 sekrup dan post pinning 4 sekrup.
Juritha
Juritha
Juritha
Juritha
Subyektif:
Pasien mengatakan bisa melakukan nafas dalam jika nyeri timbul.
Obyektif:
Pasien tampak memperagakan nafas dalam dengan benar.
Pasien tampak posisi terlentang, kaki kanan khususnya pada tungkai atas dan lutut diganjal dengan bantal.
Pasien tampak rileks.
Subyektif:
Pasien mengatakan bersedia untuk ubah posisi.
Obyektif:
Pasien tampak mengubah posisi tidurnya dengan miring kiri, kanan, setengah duduk.
Subyektif:
takut untuk bergerak.
Obyektif:
Pasien tampak dibantu perawat dalam bergerak ROM aktif dan pasif.
Tampak jari-jari kanan pasien
digerakkan dengan hati-hati.
Subyektif:
Pasien mengatakan kadang nyeri timbul lagi jika untuk bergerak.
Obyektif:
TD : 110/ 70 mmHg
S : 36 6 o C
N : 84 x/ menit
RR : 22 x/ menit
14.30 WIB
15.30 WIB
16.00 WIB
1,2
1
4
Mengatur posisi yang aman dan nyaman pada pasien dengan elevasi
tungkaiMengkaji tingkat nyeri
Memantau tanda-tanda
Subyektif:Pasien mengatakan nyaman dengan posisi tidur seperti ini.
Obyektif:
Ari,AmKAri,AmK
Ari,AmK
Ari,AmK
17.00 WIB
19.30 WIB
1,3,4
4
infeksi yaitu rubor, kalor, dolor, tumor dan fungsiolesa
serta mengobservasi keadaan luka terhadap pembentukan bulla,
krepitasi dan drainase.
Memberikan injeksi sesuai dengan advise dokter yaitu:
injeksi Cefotaxime 2×1 gram per IV infus
injeksi Ketorolac 3×1 ampul per IV infus
injeksi Actrapid 4 IU per SC
Menginspeksi kulit terhadap adanya iritasi,
memperhatikan adanya keluhan peningkatan nyeri dan menyelidiki adanya nyeri yang muncul tiba-tiba.
Pasien tampak tertidur.
Subyektif:
Pasien mengatakan nyeri pada pangkal tungkai kaki sebelah kanan kadang masih terasa jika untuk
bergerak dan berkurang dengan nafas dalam, skala nyeri: 6.
Obyektif: menerus berhenti jika posisi nyaman
Subyektif:
Pasien mengatakan balutan luka post
Obyektif:
Balutan tidak merembes
Disekitar luka tidak merembes
S : 36 0C
Tampak bengkak pada luka
Kekuatan otot 5 5
2 5
Subyektif:
Pasien mengatakan tidak sakit waktu disuntik.
Obyektif:
Cefotaxime dan Ketorolac masuk semua lewat selang infus tanpa tumpah.
Injeksi Actrapid masuk tanpa tumpah pada lengan sebelah kiri
Subyektif:
Pasien bersedia diinspeksi dan dikaji.
mengatakan tidak terjadi peningkatan nyeri.
Pasien
mengatakan nyeri terus menerus dan berhenti jika posisi nyaman.
Obyektif:
Pasien tampak tenang dan santai.
Terkadang kening tampak mengkerut menahan nyeri.
Mengkaji reflek tendon dan tonus ototMembantu dan mendorong pasien untuk melakukan aktivitas perawatan diri secara bertahap.
Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat-obatan yaitu: injeksi
Cefotaxime 2×1 gram per IV infus dan injeksi Ketorolac 3×1 ampul per IV infus.
Subyektif:Pasien mengatakan mau untuk diperiksa.
Obyektif:
Kekuatan otot 5 5
2 5
2. Pada ekstremitas bawah sebelah kanan tampak ada gerakan pada sendi tetapi tidak dapat melawan
gravitasi.
Heru,AmKHeru,AmK
Subyektif:
Pasien mengatakan akan sedikit demi sedikit mengambil makanan dan minum secara mandiri tanpa bantuan istri
Obyektif:
Pasien tampak memenuhi perintah perawat.
Subyektif:
Pasien bersedia di suntik
Pasien
mengatakan tidak sakit waktu disuntik.
Obyektif :
Injeksi telah masuk semua lewat selang infus tanpa tumpah, infus kembali lancar 20 tpm.
2 Mei ‘08
07.45 WIB
3,4
3
Memantau tanda-tanda infeksi yaitu rubor, kalor, dolor, tumor, fungsiolesa, mengobservasi keadaan luka terhadap pembentukan bulla,
Subyektif:Pasien mengatakan nyeri pada luka post operasi belum berkurang, skala nyeri 6.
Juritha
Juritha
Jum’at
krepitasi dan bau drainase yang tidak enak dan mengkaji serta mencatat ukuran, warna, kedalaman luka, lalu memperhatikan jaringan nekrotik dan kondisi di sekitar
luka.Berkolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diit RKTP dan
menganjurkan pasien untuk banyak makan yang tinggi protein, contoh (putih telur, ikan kutuk) dan
menghindari/ membatasi jumlah kalori (contoh: nasi).
Melakukan aff infus karena obat telah habis maka obat diganti dengan oral yaitu: Asam mefenamat 3×1 tablet, Cascidin 2×1 tablet,
Ciprofloxacin 2×1 tablet dan Glibenclamid 3×1.
Mengobservasi KU pasien dan TTVnya.
Mengkaji nyeri.
Berkolaborasi dengan ahli fisioterapi dalam melatih bergerak jari, tungkai dan telapak kaki kanan secara pasif (ekstensi dan fleksi)
Obyektif:
Balutan post
operasi hari ketiga kering, tidak tambas.
Tampak bengkak pada jari-jari kaki kanan dan tungkai bawah.
Tidak ada bulla,
krepitasi dan drainase. Ada jahitan post
operasi dengan jumlah : 10
Pasien mengatakan telah menghabiskan 2/3 dari porsi yang
disediakan oleh RS.
Obyektif:
Pasien tampak mengangguk, tampak mendengarkan dan menuruti perintah
Juritha
Juritha
dan melatih kaki kiri untuk mengangkat secara aktif (fleksi dan ekstensi).
perawat.
Subyektif
Pasien mengatakan sakit saat infus dilepas.
Obyektif:
Infus telah dilepas dan obat diberikan.
Pasien tampak mendengarkan
penjelasan dari perawat bahwa obat diminum setelah makan.
Subyektif:
Pasien mengatakan kondisinya baik.
Obyektif:
TD : 110/ 70 mmHg
RR : 20 x/ menit N : 80 x/ menit
S : 362 oC
Subyektif:
operasi sudah berkurang.
Obyektif:
P : masih sedikit nyeri jika digunakan untuk bergerak
Q : nyeri seperti tertusuk-tusuk
sedikit berkurang
R : nyeri pada tungkai kanan 1/3 proksimal
S : skala nyeri 5
T : nyeri ± 10 menit kemudian berhenti jika posisi nyaman dan nyeri timbul lagi jika untuk bergerak.
Pasien tampak sedikit santai dan rileks.
Subyektif:
Pasien mengatakan sudah tidak takut untuk bergerak.
Pasien tampak dibantu oleh perawat dalam
ROM aktif dan pasif.
15.00 WIB
Mengobservasi KU, TTV pasien dan mengkaji tingkat nyeri.Membantu aktivitas perawatan diri
Menganjurkan pasien untuk latihan duduk.
Mengingatkan kepada pasien untuk minum obat Asam mefenamat 3×1 tablet, Cascidin 2×1 tablet,
Ciprofloxacin 3×1 tablet dan Glibenclamid 3×1 tablet untuk mengontrol GDS.
Subyektif:Pasien mengatakan kaki kanannya masih nyeri walaupun tidak separah kemarin, skala nyeri: 5
Obyektif: tungkai kanan 1/3 proksimal
Pasien mengatakan nyaman setelah disibin
Ari,AmKAri,AmK
Ari,AmK
Obyektif:
Pasien tampak segar
Subyektif:
Pasien mengatakan akan mencoba latihan duduk
Pasien mengatakan “ya”
Obyektif:
Pasien tampak latihan duduk dan tampak mengangguk.
Subyektif:
Pasien mengatakan selalu rajin minum obat setelah makan, pasien mengatakan “iya”.
Obyektif:
Pasien tampak mengangguk dan mendengarkan penjelasan perawat.
22.15 WIB
05.00 WIB
1,2
2
Mengatur posisi yang nyaman dan aman pada pasien dengan posisi elevasi tungkai.Membantu dan
Subyektif:Pasien mengatakan nyaman dengan posisi tidur seperti ini.
Heru,AmKHeru,AmK
06.00 WIB
mendorong pasien untuk melakukan aktivitas perawatan diri secara bertahap.
Mengingatkan kepada pasien untuk minum obat
Mengingatkan untuk nafas dalam jika nyeri timbul, mempertahankan imobilisasi pada kaki kanan dan
mengatur posisi tidur terlentang dengan kaki kanan diganjal dengan bantal
Mengubah posisi pasien setiap 30 menit
Obyektif:
Pasien tampak tertidur pulas.
Subyektif:
Pasien mengatakan akan belajar mengambil makan sendiri tanpa harus minta bantuan istri
Obyektif:
Pasien tampak
melakukan aktivitasnya secara mandiri.
Subyektif:
Pasien mengatakan selalu rajin minum obat
Obyektif:
Pasien tampak mengangguk dan mendengarkan penjelasan perawat
Subyektif:
Pasien mengatakan selalu melakukan nafas dalam jika nyeri timbul.
Heru,AmK
Obyektif:
Pasien tampak memperagakan nafas dalam dengan benar.
Pasien tampak dalam posisi terlentang, kaki kanan khususnya pada tungkai atas dan lutut diganjal dengan bantal.
Subyektif:
Pasien mengatakan rajin mengubah posisi tidurnya
Obyektif:
Pasien tampak rileks.
3 Mei ‘08
Melakukan medikasi/ perawatan post
operasiMemberikan obat topikal (sofratulle) pada jahitan luka post operasi.
Melatih pasien untuk menggerakkan jari kaki kanan, menggerakkan telapak kaki kanan secara pasif dan melatih pasien untuk mengangkat kaki kiri secara aktif.
Subyektif:Pasien mengatakan nyeri saat dibersihkan lukanya.
Obyektif:
Pasien tampak meringis menahan sakit, luka tampak bersih, tidak ada pus, bulla/ drainase, tampak bengkak pada sekitar area jahitan luka post
operasi, bengkak pada
Juritha
Juritha
Juritha
Juritha
Mengobservasi KU pasien
Mengingatkan pasien untuk minum obat
Mengkaji tingkat nyeri pasien dengan PQRST.
Mengatur posisi yang nyaman dan aman pada pasien dengan posisi elevasi tungkai.
jari kaki kanan dan tungkai bawah.
Subyektif:
Pasien mengatakan sudah tidak takut untuk bergerak.
Obyektif:
Pasien tampak menggerakkan jari kaki kanan.
KU: baik
Subyektif:
Pasien mengatakan akan rajin minum obat
Obyektif:
Pasien mendengarkan dan melaksanakan perintah perawat.
Subyektif:
Pasien mengatakan kakinya sebelah kanan nyeri tetapi sudah sedikit berkurang, skala: 4
P : nyeri jika untuk bergerak
Q : nyeri seperti tertusuk-tusuk
R : nyeri pada tungkai kanan 1/3 proksimal
S : skala nyeri 4
T: nyeri kadang-kadang saja jika
digunakan untuk bergerak
Subyektif:
Pasien mengatakan nyaman dengan posisi tidur seperti ini.
Obyektif:
Pasien tampak tertidur pulas.
Mengingatkan untuk nafas dalam jika nyeri timbul, mempertahankan imobilisasi pada kaki kanan dan
mengatur posisi tidur terlentang dengan kaki kanan diganjal dengan bantalMembantu aktivitas perawatan diri
Subyektif:Pasien mengatakan selalu melakukan nafas dalam jika nyeri timbul.
Obyektif:
Pasien tampak berbaring dalam posisi terlentang, kaki kanan khususnya pada tungkai
Ari,AmKAri,AmK
Mengingatkan kepada pasien untuk minum obat Asam mefenamat 3×1 tablet, Cascidin 2×1 tablet,
Ciprofloxacin 3×1 tablet dan Glibenclamid 3×1 tablet untuk mengontrol GDS.
atas dan lutut diganjal dengan bantal.
Pasien tampak tenang dan santai
Subyektif:
Pasien mengatakan nyaman setelah disibin
Obyektif:
Pasien tampak segar
Subyektif:
Pasien mengatakan selalu berhati-hati dalam makan sehingga gula darahnya tidak meningkat.
Pasien mengatakan selalu rajin minum obat setelah makan.
Obyektif:
Pasien tampak menjelaskan yang dilakukan pada perawat, pasien mengangguk.
22.00 WIB 1,2
Mengatur posisi yang nyaman dan aman pada pasien dengan posisi elevasi
Subyektif:Pasien mengatakan nyaman dengan posisi tidur
Heru,AmKHeru,AmK
05.00 WIB
06.00 WIB
1,4
3
tungkai.Mengobservasi KU pasien dan mengkaji tingkat nyeri pasien dengan PQRST.
Melakukan ubah posisi pasien dengan sering ke kanan dan ke kiri.
seperti ini.
Obyektif:
Pasien tampak tertidur pulas.
Subyektif:
Pasien mengatakan kakinya sebelah kanan masih nyeri tapi sudah sedikit berkurang, skala nyeri: 4
Obyektif:
P : nyeri jika untuk bergerak
Q : nyeri seperti
tertusuk-tusuk
R : nyeri pada tungkai kanan 1/3 proksimal
S : skala nyeri 4
T : nyeri
kadang-kadang saja jika digunakan untuk bergerak
Subyektif:
tidurnya.
Obyektif:
Pasien tampak mengubah posisi tidurnya dengan miring ke kiri, kanan dan setengah duduk.
Evaluasi Formatif
Nama Klien : Tn. H
Ruang/RS : Cempaka/RSO Prof. Dr. R. Soeharso
Tanggal/Jam No. Dx Evaluasi formatif TTD
Kamis
1 Mei ‘08
14.00 WIB
1
2
3
4
S : Pasien mengatakan nyeri pada tungkai kakinya, masih terasa jika untuk bergerak tapi berkurang dengan nafas dalam, skala nyeri:6O : P : Nyeri jika untuk bergerak
Q : Nyeri seperti tertusuk-tusuk
R : Nyeri pada luka post operasi hari kedua pada tungkai sebelah kanan, 1/3 proksimal mendekati lutut.
S : Skala nyeri 6
T : Nyeri terus menerus berhenti jika posisi nyaman dan dan tidak bergerak.
Pasien tampak menahan sakit, ekspresi wajah tegang
A : Masalah nyeri akut belum teratasi
Juritha
Juritha
Juritha
P : Lanjutkan intevensi:
1. Kaji tingkat nyeri.
Monitor TTV, observasi KU dan keluhan pasien Atur posisi aman dan nyaman
Imobilisasikan bagian yang sakit Lakukan program terapi dari dokter
S : Pasien mengatakan masih takut jika untuk bergerak, pasien mengatakan nyeri jika untuk bergerak.
O : Pasien tampak bedrest, posisi pasien tidur terlentang dengan elevasi tungkai paha kanan pasien diatas bantal, pasien tampak takut dan kesakitan jika untuk bergerak, aktivitas kebutuhan pasien sehari-hari dibantu keluarga dan pasien tampak lemah.
Kekuatan otot
5 5
2 5
A : Masalah hambatan mobilitas fisik belum teratasi
P : Lanjutkan intevensi:
1. Pertahankan tirah baring
Atur posisi elevasi tungkai Kolaborasi dengan Fisioterapi
dari porsi yang disediakan oleh RS.
O : Tampak 10 jahitan pada luka postORIF, balutan luka tampak bersih, tidak terdapat jaringan nekrotik, tampak kulit yang dijahit belum menyatu.
A : Masalah kerusakan integritas kulit belum teratasi.
P : Lanjutkan intervensi:
1. Ubah posisi dengan sering
Lakukan perawatan pada area kulit yang di operasi. Kaji adanya jaringan nekrotik.
Lanjutkan pemberian obat topikal (sofratulle). Pemberian diit RKTP.
S : Pasien mengatakan balutan luka belum diganti sejak kemarin.
O : Balutan tampak tidak merembes, pasien tidak terpasang
drain, tidak ada tanda-tanda infeksi dan tidak ada bengkak,
TD : 110/ 70 mmHg,N : 84 x/ menit, S : 366 oC, RR : 22 x/
menit
A : Masalah risiko infeksi teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi:
1. Pantau KU & monitor TTV
Lakukan perawatan luka
Anjurkan banyak makan tinggi protein, vitamin C dan D
Jum’at
2 Mei ‘08
14.00 WIB
1
2
3
4
S : Pasien mengatakan nyeri pada luka post operasi hari ketiga sudah berkurang.O : P : masih sedikit nyeri jika untuk
bergerak
Q : nyeri seperti ngilu sedikit berkurang
R : nyeri pada tungkai kanan 1/3 proksimal
S : skala nyeri 5
T: nyeri ± 10 menit kemudian berhenti jika posisi nyaman dan nyeri timbul jika untuk bergerak.
Pasien tampak sedikit santai dan rileks, TD: 110/ 70 mmHg, N: 80 x/ menit, S: 363 oC, RR: 20 x/ menit
A : Masalah nyeri akut teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi:
Kaji tingkat nyeri.
Monitor TTV, observasi KU dan keluhan pasien Atur posisi aman dan nyaman
Imobilisasikan bagian yang sakit Lakukan program terapi dari dokter
S : Pasien mengatakan sudah tidak takut untuk bergerak dan sudah latihan bergerak di tempat tidur.
O : Pasien tampak mencoba latihan di tempat tidur dengan bergerak dan duduk di tempat tidur.
Pasien tampak tenang, pasien tampak menahan nyeri jika bergerak/ tidak berhati-hati.
Kekuatan otot
Juritha
Juritha
Juritha
5 5
2 5
A : Masalah hambatan mobilitas fisik teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi:
Pertahankan tirah baring Atur posisi elevasi tungkai Kolaborasi dengan Fisioterapi
S : Pasien mengatakan telah menghabiskan 2/3 dari porsi yang disediakan oleh RS, pasien mengatakan banyak makan putih telur, pasien mengatakan bersedia rajin untuk mengubah posisi dan bersedia untuk dilakukan tindakan keperawatan yaitu perawatan luka.
O : Tampak 10 jahitan pada luka post ORIF, balutan luka tampak bersih, tidak terdapat jahitan yang lepas, tidak terdapat jaringan nekrotik, tidak ada bulla.
A : Masalah kerusakan integritas kulit belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi:
Pantau KU & monitor TTV Lakukan perawatan luka
Anjurkan banyak makan tinggi protein, vitamin C dan D
Kolaborasi pemberian antibiotik
S : Pasien mengatakan balutan luka sudah diganti tadi pagi
tampak kaki kanan dan kiri terdapat luka post trauma mulai mengering dan kemerahan, tidak ada bengkak pada area operasi hanya bengkak pada jari kaki dan telapak kaki sebelah kanan, pada luka post operasi tidak terpasang drain, terpasang
pinning padaos fibula 1/3 proksimal dengan 4 sekrup dan
platting pada os tibia 1/3 proksimal dengan 5 sekrup. TD : 110/ 70 mmHg, N: 80x/ menit, S : 363 oC, RR : 20 x/ menit
A : Masalah risiko infeksi teratasi sebagian
P : Pertahankan intervensi:
Ubah posisi dengan sering
Lakukan perawatan pada area kulit yang di operasi. Kaji adanya jaringan nekrotik.
Lanjutkan pemberian obat topikal (sofratulle). Pemberian diit RKTP.
Tanggal/Jam No.Dx Evaluasi Sumatif
TTD
Sabtu
3 Mei ‘08
14.00 WIB
1
2
3
4
S : Pasien mengatakan nyeri pada luka post operasi sudah berkurang jika untuk bergerak, skala nyeri: 4O : P: Nyeri jika untuk bergerak karena tidak hati-hati
Q : Nyeri seperti tertusuk-tusuk
R : Nyeri pada luka post operasi pada tungkai kanan 1/3 proksimal
S : Skala nyeri : 4
T : Nyeri kadang-kadang saja jika digunakan untuk bergerak. Nyeri berkurang bila posisi nyaman dan dengan nafas dalam.
Juritha
Juritha
Juritha
TD : 110/ 70 mmHg, N : 84 x/ menit, S : 365 oc, RR : 22 x/
menit, KU pasien : baik
A : Masalah nyeri akut teratasi sebagian
P : Pertahankan intervensi:
Kaji tingkat nyeri.
Monitor TTV, observasi KU dan keluhan pasien Atur posisi aman dan nyaman
Imobilisasikan bagian yang sakit Lakukan program terapi dari dokter
S : Pasien mengatakan sudah tidak takut untuk bergerak dan sudah bisa duduk dengan mandiri.
O : Pasien tampak latihan gerak dan duduk di tempat tidur, pasien tampak rileks dan tidak takut bergerak, pasien tampak memulai aktivitas secara mandiri. Kekuatan otot
5 5
2 5
A : Masalah hambatan mobilitas fisik teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi:
Pertahankan tirah baring Atur posisi elevasi tungkai Kolaborasi dengan Fisioterapi
S : Pasien mengatakan telah rajin mengkonsumsi putih telur dan ikan kutuk, pasien mengatakan bersedia untuk mengubah posisi tidurnya.
jahitan karena kulit belum menyatu, balutan luka tampak bersih, tidak terdapat jahitan yang lepas, tidak ada bulla dan tidak ada jaringan nekrotik.
A : Masalah kerusakan integritas kulit belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi:
Pantau KU & monitor TTV Lakukan perawatan luka
Anjurkan banyak makan tinggi protein, vitamin C dan D Kolaborasi pemberian antibiotik
S : Pasien mengatakan nyeri sewaktu lukanya dibersihkan, pasien mengatakan sudah merasa nyaman karena luka telah dibersihkan.
O : Luka tambas, kering, tidak ada pus, tidak ada bengkak, tidak ada tanda-tanda infeksi, TD : 110/ 70 mmHg, N : 84 x/ menit, S : 365 OC, RR : 22 x/ menit, masih terpasang pinning dan platting.
A : Masalah risiko infeksi belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi:
Ubah posisi dengan sering
Lakukan perawatan pada area kulit yang di operasi. Kaji adanya jaringan nekrotik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Appley, Ag Dan Scloman, L, 1999, Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Applay Edisi 7, Widya Medika, Jakarta.
2. Brunner and Suddarth, 2002, Keperawatan Medikal Bedah Volume 3 Edisi 8, EGC, Jakarta.
3. Carpunito, L. J, 2000, Diagnosa Keperawatan dan Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa Keperawatan dan Masalah Kolaboratif (terjemahan), Edisi 2, EGC, Jakarta. 4. Carpenito, L. J, 2000, Hand Book of Nursing Diagnosis, Edisi 8, EGC, Jakarta. 5. Depkes, RI, 1996, Asuhan Keperawatan pada Sistem Muskuloskeletal, Depkes RI,
Jakarta.
6. Doenges, E, Marilyn, 1996, Rencana Asuhan Keperawatan dan Pedoman untuk Mendokumentasikan Perawatan Pasien (terjemahan), Edisi 3, EGC, Jakarta.
7. Handei, Engram, Barbara, 1998, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah (terjemahan),volume 3, EGC, Jakarta.
8. Handerson, M. A, 1997, Ilmu Bedah Untuk Perawat, Yayasan Enssential Medika, Yogyakarta.