• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PRAKTIKUM TERNAK PERAH INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "LAPORAN PRAKTIKUM TERNAK PERAH INDONESIA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III PEMBAHASAN 3.1. Karakteristik Sapi Perah

Bangsa sapi perah daerah subtropics

Ayrshire. Bangsa sapi Ayrshire dikembangkan di daerah Ayr, yaitu di daerah bagian barat Skotlandia. Wilayah tersebut dingin dan lembab, padang rumput relative tidak banyak tersedia. Dengan demikian maka ternak terseleksi secara alamiah akan ketahanan dan kesanggupannya untuk merumput (Arbi,p 2009).

Pola warna bangsa sapi Ayrshire bervariasi dari merah dan putih sampai warna mahagoni dan putih. Bangsa sapi ini lebih bersifat gugup atau terkejut bila dibandingkan dengan bangsa-bangsa yang lain. Para peternak dahulu nampak masih berhati-hati dalam usaha mereka dalam melakukan seleksi kearah tipe yang bagus. Hasil itu masih nampak dalam gaya penampilan, simetri, perlekatan ambing yang nampak, disamping kehalusan dan kebersihannya sebagai tipe perah. Sapi Ayrshire hanya termasuk dalam peringkat sedang dari sudut daging serta pedet yang dilahirkan. Rata-rata bobot badan sapi betina dewasa 1250 pound dan sapi jantan mencapai 1600-2300 pound. Produksi susu menurut Darmono(2013) rata-rata 10312 pound dengan kadar lemak 4%

(2)

Brown Swiss. Bangsa sapi Brown Swiss banyak dikembangkan dilereng-lereng pegunungan di Swiss. Sapi ini merumput di kaki-kaki gunung pada saat musim semi sampai lereng yang paling tinggi saat musim panas. Keadaan alam seperti itu melahirkan hewan-hewan yang tangguh akan kemampuan merumput yang bagus. Ukuran badannya yang besar serta lemak badannya yang berwarna putih menjadikannya sapi yang disukai untuk produksi daging (Daroini,A 2013).

Warna sapi Brown Swiss bervariasi mulai dari coklat muda sampai coklat gelap, serta tercatat sebagai sapi yang mudah dikendalikan dengan kecenderungan bersifat acuh. Sapi Brown Swiss dikembangkan untuk tujuan produksi keju dan daging, serta produksi susunya dalam jumlah besar dengan kandungan bahan padat dan lemak yang relative tinggi. Bobot badan sapi betina dewasa 1200-1400 pound, sedang sapi jantan Brown Swiss 1600-2400 pound. Produksi susu rata-rata mencapai 10860 pound dengan kadar lemak 4,1% dan warna lemak susunya agak putih (Ekowati,T 2012).

(3)

Produksi susu sapi Guernsey menurut Ekowati,T (2013) rata-rata 9179 pound dengan kadar lemaknya 4,7% (Daorini,A 2013).

Jersey. Sapi Jersey dikembangkan di pulau Jersey di Inggris yang terletak hanya sekitar 22 mil dari pulau Guernsey. Seperti halnya pulau Guernsey, pulau Jersey juga mempunyai padang rumput yang bagus sehingga seleksi ke arah kemampuan merumput tidak menjadi perhatian pokok. Pulau itu hasil utamanya adalah mentega, dengan demikian sapi Jersey dikembangkan untuk tujuan produksi lemak susu yang banyak, sifat yang sampai kini pun masih menjadi perhatian. Dalam masa perkembangan bangsa ini, hanya sapi-sapi yang bagus sajalah yang tetap dipelihara sehingga sapi Jersey ini masih terkenal karena keseragamannya (Fahrul,2011).

Susu yang berasal dari sapi yang berwarna coklat ini, warnanya kuning karena kandungankarotennya tinggi serta persentase lemak dan bahan padatnya juag tinggi. Seperti halnya sapi Guernsey, sapi Jersey tidak disukai untuk tujuan produksi daging serta pedet yang akan dipotong. Bobot sapi betina dewasa antara 800-1100 pound. Produksi susu sapi Jersey tidak begitu tinggi, menurut standar (Anonim 2010) rata-rata produksi sapi Jersey 8319 pound/tahun, tetapi kadar lemaknya sangat tinggi rata-rata 5,2% (Basuni,2010).

Holstein – Friesien. Bangsa sapi Holstein-Friesien adalah bangsa sapi perah yang paling menonjol di Amerika Serikat, jumlahnya cukup banyak, meliputi antara 80 sampai 90% dari seluruh sapi perah yang ada. Asalnya adalah Negeri Belanda yaitu di propinsi Nort Holand dan West Friesland, kedua daerah yang memiliki padang rumput yang bagus. Bangsa sapi ini pada awalnya juga tidak diseleksi kearah kemampuan atau ketangguhannya merumput. Produksi susunya banyak dan dimanfaatkan untuk pembuatan keju sehingga seleksi kearah jumlah produksi susu sangat dipentingkan (Darmono, 2013).

(4)

karena banyaknya jumlah produksi susu namun kadar lemaknya rendah. Sifat seperti ini nampaknya lebih cocok dengan kondisi pemasaran pada saat sekarang. Ukuran badan, kecepatan pertumbuhan serta karkasnya yang bagus menyebabkan sapi ini sangat disukai pula untuk tujuan produksi daging serta pedet untuk dipotong. Standar bobot badan sapi betina dewasa 1250 pound, pada umumnya sapi tersebut mencapai bobot 1300-1600 pound. Standar bobot badan pejantan 1800 pound dan pada umumnya sapi pejantan tersebut mencapai diatas 1 ton. Produksi susu bias mencapai 126874 pound dalam satu masa laktasi, tetapi kadar lemak susunya relative rendah, yaitu antara 3,5%-3,7%. Warna lemaknya kuning dengan butiran-butiran (globuli) lemaknya kecil, sehingga baik untuk dikonsumsi susu segar (Ekowati,T 2013).

Sahiwal. Bangsa sapi Sahiwal berasal dari daerah Punyab, distrik montgo mery, Pakistan, daerah antara 29°5’ -30°2’ LU. Sapi perah Sahiwal mempunyai warna kelabu kemerah-merahan atau kebanyakan merah warna sawo atau coklat. Sapi betina bobot badannya mencapai 450 kg sedangkan yang jantan 500-600 kg. sapi ini tahan hidup di daerah asalnya dan dapat berkembang di daerah-daerah yang curah hujannya tidak begitu tinggi. Produksi susu paling tinggi yaitu antara 2500-3000 kg/tahun dengan kadar lemaknya 4,5%. Menurut Ekowati,T (2012) berdasarkan catatan sapi perah Sahiwal yang terbaik dari 289 ekor dapat memproduksi antara 6000-13000 pound (2722-5897 liter) dengan kadar lemak 3,7% (Darmono,2013).

Bangsa sapi perah di Indonesia

Bangsa sapi perah di Indonesia dapat dikatakan tidak ada. Sapi perah di Indonesia berasal dari sapi impor dan hasil dari persilangan sapi impor dengan sapi local. Pada tahun 1955 di Indonesia terdapat sekitar 200000 ekor

sapi perah dan hamper seluruhnya merupakan sapi FH dan keturunannya (Anonim, 2010).

Produksi susu sapi FH di Indonesia tidak setinggi di tempat asalnya. Hal ini banyak dipengaruhi oleh factor antara lain iklim, kualitas pakan, seleksi yang kurang ketat, manajemen dan mungkin juga sapi yang dikirim ke

Indonesia kualitas genetiknya tidak sebaik yang diternakkan dinegeri asalnya. Sapi FH murni yang ada di Indonesia rata-rata produksi susunya sekitar 10 liter per hari dengan calving interval 12-15 bulan dan lama

laktasi kurang lebih 10 bulan atau produksi susu rata-rata 2500-3000 liter per laktasi (Anonim,2010).

Hasil persilangan antara sapi lokal dengan sapi FH sering disebut sapi PFH (Peranakan Friesian Holstein). Sapi ini banyak dipelihara rakyat terutama di daerah Boyolali, Solo, Ungaran, Semarang, dan Jogjakarta. Juga dapat dijumpai didaerah Pujon, Batu, Malang,dan sekitarnya. Warna sapi PFH seperti sapi FH tetapi sering dijumpai

(5)

(Anonim,2010).

DAFTAR PUSTAKA

Anonim,2010. Program swasembada daging sapi 2014 , kementrian pertanian Direktorat jenderal peternakan

Arbi, P.2009. Analisis Kelayakan dan studi pengembangan usaha ternak sapi perah. Skripsi fakultas pertanian universitas Sumatra utara

Ekowati,T.2012. Analisis usaha ternak sapi perah dan optimalisasi usaha peternakan berbasis system angribisnis di jawa tengah. Disertasi program pasca sarjana fakultas pertanian UGM

Darmono.2013 tata laksana usaha sapi perah Yogyakarta

Daroini ,A. 2013.Pola pemasaran sapi potong pada peternak skala kecil di kabupaten Kediri. Jurnal manajemen angribisni. Vol.13 No.1

Basuni.2010. sistem integrasi padi sapi perah di lahan sawah. Iptek tanaman pangan Vol.5 No.1-2010 puslitbang-depatan

(6)

3.2. Anatomi Ambing pada sapi perah

.

Anatomi Ambing pada sapi perah, Masing-masing terdiri dari 2 kuartir, kuartir depan dan belakang dipisahkan oleh lapisan tipis (fine membrane). Lapisan pemisah ini menyebabkan setiap kuartir ambing berdiri sendiri terutama pada kenampakan secara eksterior. Perbedaannya terletak pada ukuran ambing dan struktur atau anatomi bagian dalamnya, yaitu belum sempurnanya kerja sel-sel penghasil susu, Mastuti(2011).

(7)

Menurut Putra,A(2009) kuartir sebelah kanan dan sebelah kiri dipisahkan oleh membrane yang tebal yang disebut tenunan penyakit “septum media” (median susupensory) yang menjulur keatas bertautan pada dinding perut, sehingga merupakan alat penggantung bagi ambing. Bagian ambing kanan dan kiri masing-masing dipisahkan menjadi dua bagian oleh suatu membrane yang amat tipis (fine membrane)

Anatomi Ambing pada sapi perah terdiri dari dua tenunan atau jaringan yaitu “tenunan kelenjar” yang menghasilkan susu dan tenunan pengikat berfungsi sebagai kerangka. Tenunan kelenjar susu dan tenunan pengikat disatukan dan terbungkus oleh kulit berfungsi sebagai pelindung Putra,A (2009).

(8)

DAFTAR PUSTAKA

Putra, A. 2009. Potensi Penerapan Produksi Bersih Pada Usaha Peternakan Sapi erah (Studi Kasus

Pemerahan susu sapi Moeria Kudus Jawa Tengah). Magister Ilmu Lingkungan Universitas

Diponegoro, Semarang

(9)

3.2.1. Ambing

Ambing pada sapi perah

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa Ambing merupakan kelenjar kulit yang ditumbuhi bulu kecuali puting, 4 saluran susu yang terpisah bersama-sama menuju ambing. Menurut suryanto,B (2006) anatomi ambing seekor sapi perah dibagi menjadi empat kuartir terpisah. Dua kuartir depan biasanya berukuran 20% lebih kecil dari kuartir ambing bagian belakang dan antara kuartir itu bebas satu dengan yang lainnya. Tiap-tiap kuartir mempunyai satu putting. Bentuk putting bulat, seragam, terletak pada masing-masing kuartir seperti pada sudut bujur sangkar. Kuartir ambing terdapat saluran tempat air susu keluar yang disebut saluran putting Pemisahan ambing menjadi dua bagian ke arah ventral ditandai dengan adanya kerutan longitudinal pada lekukan intermamae Suryanto( 2006).

Sumber : Data Primer Praktikum Pengetahuan Budidaya Ternak, 2015.

3.2.2. Puting

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa putting adalah tempat dimana susu akan keluar puting pada sapi perah tidak di tumbuhi bulu seperti pada ambing , puting berfungsi untuk proses pengeluaran susu pada sapi perah.

(10)

DAFTAR PUSTAKA

Suherman,D 2008 Evaluasi penerapan aspek teknis peternakan pada usaha peternakan sapi perah system individu dan kelompok di Rejang Lebong J. Sains peternakan

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini non eksperimental yang bersifat kuantitatif dengan menggunakan pendekatan cross sectional yaitu prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan cara

Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ- organ abdomen (misalnya apendisitis, salpingitis, perforasi

Matriks SWOT dapat menggambarkan bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi oleh usaha peternakan sapi potong di Kabupaten Barru dapat disesuaikan

Perbedaan hasil belajar pada materi mata pelajaran sistem komputer dari siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning lebih

Kemudian, Altman (1968) mengembangkan model tersebut dengan mengemukakan bahwa perusahaan dapat dikelompokkan menjadi perusahaan bangkrut dan perusahaan tidak

Hasil yang diperoleh berdasarkan dari permasalahan yang dijelaskan di atas, maka peneliti akan meneliti Kembali dengan mengambil topik sama serta Kembali menacari

Kemungkinan faktor berat lahir pada penelitian kami tidak signifikan karena peneliti tidak menjelaskan apakah bayi mempunyai bayi berat lahir rendah (<2500 gram), sangat

Hasil kalibrasi model antara indeks dari citra spasial dengan data nilai lengas tanah pada 40 titik pengamatan BRG selama periode 2018-2019 menunjukkan performa