BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Era globalisasi memberikan dampak yang sangat besar bagi perkembangan
perekonomian suatu negara, terutama kepada negara berkembang. Meningkatnya
perekonomian di banyak negara merupakan akibat dari adanya interdependensi
yang pada akhirnya menciptakan derajat keterbukaan ekonomi yang semakin
tinggi di dunia, yang terlihat pada adanya peningkatan arus barang, jasa, uang, dan
modal.1
Seseorang dalam rangka meningkatkan atau mempertahankan nilai
modalnya, baik yang berbentuk uang tunai (cash money), peralatan (enquipment),
asset tidak bergerak, hak atas kekayaan intelektual, maupun keahlian akan melakukan suatu bentuk penanaman modal atau menginvestasikan modal
tersebut.2 Dalam menanamkan modalnya, investor membutuhkan iklim investasi
yang kondusif yang sekaligus dapat meningkatkan kegiatan ekonomi, baik
berskala besar maupun kegiatan ekonomi kerakyatan. Sehingga mendongkrak
kemampuan pemerintah daerah, swasta dan masyarakat.3
1
Sentosa Sembiring, Hukum Investasi,(Bandung : Nuasa Aulia, 1999), hal. 2
2
Ana Rokhmatussa dan Suratman, Hukum Investasi & Pasar Modal, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), hal. 3
3
Investasi yang ditanamkan oleh investor / usahawan mempunyai peranan
yang sangat penting bagi masyarakat lokal karena investasi tersebut memberikan
pengaruh dalam kehidupan masyarakat setempat maupun perekonomian suatu
daerah tersebut.4
Oleh karena itu, kehadiran investor sangat dibutuhkan dalam mengelola
potensi ekonomi yang ada. Kehadiran investor diharapkan dapat menggerakan
roda perekonomian baik skala lokal maupun skala nasional. 5 Investor akan
datang dengan sendirinya, bila berbagai hal (kepastian hukum dan jaminan
keamanan, kondisi infrastruktur pendukung, serta birokrasi yang simple, cepat,
dan transparan)6, yang dibutuhkan telah tersedia untuk menjalankan investasi.7
Sebab, keberadaan investasi yang ditanamkan oleh investor terutama modal asing,
ternyata memberikan dampak positif di dalam pembangunan. Dampak – dampak
positif itu adalah sebagai berikut :8
1. Menciptakan lowongan kerja bagi penduduk negara tuan rumah sehingga
mereka dapat meningkatkan penghasilan dan standar hidup mereka.
2. Menciptakan kesempatan penanaman modal bagi penduduk negara tuan
rumah sehingga mereka dapat berbagi dari pendapatan perusahan – perusahaan baru.
3. Meningkatkan ekspor dari negara tuan rumah, mendatangkan penghasilan
tambahan dari luar yang dapat dipergunakan untuk berbagai keperluan bagi kepentingan penduduknya.
4
Salim dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia, (Jakarta : Rajawali Pers, 2007), hal. 377
5
Sentosa Sembiring, Op.Cit., hal. 130
7
Sentosa Sembiring, Op.Cit., hal. 130
8
4. Menghasilkan pengalihan pelatihan teknis dan pengetahuan yang dapat digunakan oleh penduduk untuk mengembangkan perusahaan dan industry lain.
5. Memperluas potensi keswasembadaan negara tuan rumah dengan
memproduksi barang setempat, untuk menggantikan barang impor.
6. Menghasilkan pendapatan pajak tambahan yang dapat digunakan untuk
berbagai keperluan, demi kepentingan penduduk negara tuan rumah.
7. Membuat sumber daya negara tuan rumah baik sumber daya alam maupun
sumber daya manusia, agar lebih baik pemanfaatannya daripada semula.
Dalam pelaksanaannya, untuk memulai investasinya, investor akan
melaksanakan beberapa kegiatan pengelolaan modal, salah satunya menyangkut
tentang kegiatan permohonan izin kepada pemerintah, baik pemerintah pusat
maupun pemerintah daerah.9 Dalam hal ini, bentuk investasi yang digunakan
adalah bentuk investasi langsung. Hal ini sejalan dengan yang diatur dalam
Undang – Undang Tahun 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, menurut
Undang – Undang Tahun 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal pasal 1
angka 1, Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik
oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk
melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia.10
Dalam hal pelaksanaan penanaman modal (investasi) di suatu negara, baik
usahawan asing maupun usahawan dalam negeri yang akan menanamkan
modalnya akan mempertimbangkan beberapa hal dalam melakukan suatu kegiatan
investasi tersebut. Banyak faktor – faktor yang menjadi kendala seperti masalah
9
Ida Bagus Rahmadi Supanca, Kerangka Hukum &Kebijakan Investasi Lansung di Indonesia, (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2006), hal. 53
10
politik, ekonomi negara yang bersangkutan, tempat usaha, perundang – perundang
dan hukum yang mendukung jaminan usaha, mauapun masalah jalur birokasi.11
Birokasi yang terlalu panjang biasanya dapat menciptkan situasi yang
kurang kondusif bagi kegiatan penanaman modal, sehingga dapat mengurungkan
niat para pemodal untuk melakukan investasi. Birokasi yang panjang seringkali
juga berarti adanya biaya tambahan yang akan memberatkan para calon pemodal
karena dapat mengakibatkan usaha yang akan dilakukannya menjadi tidak
feasible.12
Dalam masalah birokrasi yang terlalu panjang, hal ini disebabkan oleh
karena adanya penumpukan kerja di pemerintah pusat. Oleh karena itu perlu
adanya suatu pendelegasian wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah
daerah dalam rangka meringankan beban pemerintah, karena pemerintah pusat
tidak mungkin mengenal seluruh dan segala kepentingan dan kebutuhan setempat
dan tidak mungkin pula mengetahui bagaimana kebutuhan tersebut sebaik –
baiknya. 13 Pemerintah daerahlah yang mengetahui sedalam – dalamnya
kebutuhan daerah dan bagaimana memenuhinya. Dengan adanya pendelegasian
wewenang (desentralisasi), maka akan dapat menghindari adanya beban yang
melampaui batas dari pemerintah pusat yang disebabkan oleh adanya kelebihan
beban kerja yang menyebabkan birokrasi administrasi semakin panjang.14
11
Ana Rokhmatussa dan Suratman, Op.Cit., hal. 6
12
Ibid., hal. 6
13
Faisal Akbar Nasution, Dimensi Hukum Dalam Pemerintah Daerah, (Medan : Pusaka Bangsa Press, 2003), hal. 10
14
Sebagai gambaran dapat dikemukakan bahwa salah satu keluhan yang
paling sering dilontarkan oleh para investor asing selama ini adalah banyaknya
jenis perizinan yang harus diperoleh, yang secara langsung dapat membuat initial
cost yang harus dikeluarkan sebelum perusahaan tersebut beroperasi menjadi
lebih banyak.15
Walaupun demikian untuk memacu kegiatan investasi, pemerintah dari
waktu ke waktu terus berupaya, salah satunya adalah dengan perbaikan koordinasi
antara instansi pemerintah pusat dan daerah, penciptaan birokasi yang efisien,
kepastian hukum di bidang penanaman modal, biaya ekonomi yang berdaya saing
tinggi, serta iklim yang kondusif di bidang penanaman modal dan keamanan
berusaha.16
Upaya untuk memotong rantai birokrasi investasi ini telah dilakukan oleh
pemerintah dengan menerbitkan berbagai kebijakan sebagai berikut :17
1. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 116 Tahun 1998 Tentang
Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1980 Tentang
Pembentukan Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah.
2. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 2 2 Tahun 1998 Tentang
Penghapusan Kewajiban Memiliki Rekomendasi Instansi Teknis Dalam
Permohonan Persetujuan Penanaman Modal.
15
Ana Rokhmatussa dan Suratman, Op.Cit., hal. 6
16
Sentosa Sembiring, Op.Cit., hal. 26
17
3. Keputusan Menteri negara Investasi / Kepala Badan Koordinasi
Penanaman Modal Nomor 21/SK/1998 Tentang Pelimpahan Kewenangan
Pemberian Persetujuan Dan Fasilitas Serta Perizinan Pelaksanaan
Penanaman Modal Dalam Negeri Tertentu Kepada Gubenur Kepala
Daerah Tingkat I.
Perbaikan koordinasi dari pemerintah pusat dan daerah terwujud dengan
adanya desentralisasi dimana terjadi pelimpahan kekuasaan perundangan dan
pemerintahan (regelende en besturende bevoerheid) kepada daerah – daerah
otonom di dalam lingkungannya.18
Dengan adanya hubungan yang dependent antara pemerintah daerah
dengan pemerintah pusat inilah, terdapat masalah kepastian dalam pemberian izin
investasi, apakah ada pemberian wewenang dari pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah sepenuhnya ataukah terdapat batasan – batasan yang perlu
diperhatikan pendelegasian tersebut.19
Selain itu perlu adanya keserasian hubungan antara kedua tingkatan
Pemerintah tersebut dalam pelaksanaanya di lapangan. Sebab apabila
pendelegasian wewenang tersebut dilaksanakan dengan baik maka akan
membawa manfaat kepada pembangunan nasional (pembagunan ekonomi).20
Namun dalam prakteknya, kedua lembaga pemerintah ini sering terjadi
pertentangan maupun perselisihan, sehingga dalam proses pelaksanaan
18
Hanif Nurcholis, Teori dan Praktek Pemerintahan dan Otonomi Daerah, (Jakarta : Grasindo, 2007), hal. 6
19
Ibid., hal. 7
20
pendelegasian wewenang ini akan menimbulkan masalah, dimana usaha tersebut
hanya dijalankan oleh Pemerintah pusat, sehingga mengabaikan peranan dan
inisatif yang dapat dibuat oleh pemerintah daerah yang besar sekali peranannya
dalam menciptakan dan menggalakan pembangunan di daerah. Tetapi sebaliknya
jika usaha tersebut hanya dijalankan oleh pemerintah daerah tanpa adanya
koordinasi dengan pemerintah pusat maka akan menimbulkan persaingan yang
tidak sehat diantara berbagai daerah dan akan menyebabkan pemborosan dalam
penggunaan sumber – sumber daya (resources).21
Adanya kesan pemerintah pusat belum sepenuhnya mendelegasikan
wewenang (desentralisasi) kepada pemerintah daerah dalam urusan investasi,
dalam hal ini diwakili oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
Dengan adanya pengelolaan investasi yang bersifat sentralistik tentunya akan
bersifat merugikan iklim investasi yang semakin liberal dan penuh persaingan dari
negara – negara lain dalam era globalisasi ini.22
1. Bagaimana pendelegasian wewenang pemberian izin investasi kepada
pemerintah daerah? B. Rumusan Permasalahan
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dikemukakan beberapa
permasalahan yang akan dikaji lebih lanjut dalam skripsi ini, yaitu :
2. Bagaimana akibat hukum pendelegasian pemberian izin terhadap investor?
21
Ibid., hal. 16
22
3. Bagaimana pelaksanaan pendelegasian izin investasi kepada pemerintah
daerah?
C. Tujuan Dan Manfaat Penulisan
1. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan tugas akhir ini adalah sebagai
berikut :
a. Untuk mengetahui apa saja bentuk – bentuk pendelegasian wewenang
pemberian izin investasi yang diberikan kepada pemerintah daerah dalam
Undang – Undang Tahun 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal.
b. Untuk mengetahui akibat hukum dari pendelegasian izin investasi dari
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.
c. Untuk mengetahui pelaksanaan pendelegasian izin investasi dari
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penulisan tugas akhir ini adalah
sebagai berikut :
a. Secara Teori
1) Untuk menambah wawasan keilmuan bagi mahasiswa mengenai
pendelegasian pemberian izin investasi kepada pemerintah daerah dari
2) Sebagai bahan kajian secara sistematis dan mendalam tentang
pendelegasian wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah
menyangkut izin investasi .
b. Secara Praktis
1) Dapat dijadikan masukan kepada pemerintah baik pusat maupun daerah
tentang pelaksanaan serta pembagian wewenang dalam hal pemberian izin
investasi.
2) Dapat memberi masukan kepada masyarakat mengenai bagaimana proses
pelaksanaan izin investasi bagi bagi para investor baik investor dalam
negeri maupun luar negeri dalam memperoleh izin investasi bagi usaha
mereka.
3) Dapat memberikan masukan kepada mahasiswa jurusan ekonomi berupa
pengetahuan akan bentuk pendelegasian, akibat hukum dari pendelegasian
tersebut serta proses pelaksanaannya.
D. Keaslihan Penulisan
Karya tulis yang berjudul “ANALISIS YURIDIS TERHADAP
PENDELEGASIAN PEMBERIAN IZIN INVESTASI KEPADA PEMERINTAH
DAERAH MENURUT UNDANG – UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007”
adalah asli dari pemikiran ataupun usaha dari penulis tanpa adanya penipuan
ataupun penjiplakan atau lainnya yang dapat merugikan pihak - pihak tertentu.
Karya tulis ini memiliki kemiripan judul dengan beberapa skripsi yang
sudah diteliti oleh Mahasiswa terdahulu pada Fakultas Hukum, yaitu Kewenangan
Pemerintah Daerah Dalam Perizinan Investasi Di Kabupaten Lombok Timur.
Yang disusun oleh L. Herjan Saputra, Mahasiswa Fakultas Hukum, Universitas
Mataram; Kewenangan Pemberian Persetujuan dan Perizinan Penanaman Modal
Menurut Undang – Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal (Studi
Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam). Yang disusun oleh Nasrianti,
Mahasiswa Kenotariatan, Universitas Sumatera Utara; Pengaruh pendelegasian
wewenang Ditinjau Dari Perpektif Hukum Administratif Negara (Studi Badan
Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Medan) yang disusun oleh Rahman Hasibuan,
Mahasiswa Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara.
Walaupun terdapat kesamaan pembahasan dalam hal pendelegasian
wewenang, namun terdapat perbedaan dimana pembahasan yang dibahas diatas
lebih kepada perizinan yang ada di daerah Kabupaten Lombok Timur, Medan dan
Aceh Nanggroe Darussalam, dimana peraturan tiap – tiap pemerintah daerah
berbeda pada setiap daerah.
Oleh karena alasan tersebut diatas maka pembahasan yang dibahas di
dalam skripsi ini dikatakan murni hasil pemikiran penulis yang dikaitkan dengan
teori-teori hukum yang berlaku maupun doktrin-doktrin yang yang ada, dalam
rangka melengkapi tugas dan memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana
Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara , dan apabila ternyata
dikemudian hari terdapat judul yang sama dan permasalahan yang sama maka
E. Tinjauan Pustaka
1. Pendelegasian Wewenang
Delegasi adalah perwakilan at
langsung maupun secara
perwakilan suat23
Sedangkan Wewenang adalah hak untuk melakukan sesuatu atau
memerintah orang lain untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu agar
mencapai tujuan tertentu.
24
Wewenang merupakan hasil delegasi atau pelimpahan
wewenang dari atasan ke bawahan dalam suatu organisasi. Terdapat dua
pandangan yang saling berlawanan tentang sumber wewenang, yaitu:25
a. Teori formal (pandangan klasik)
Wewenang merupakan anugrah, ada karena seseorang diberi atau dilimpahi hal tersebut. Beranggapan bahwa wewenang berasal dari tingkat masyarakat yang tinggi. Jadi pandangan ini menelusuri sumber tertinggi dari wewenang ke atas sampai sumber terakhir, dimana untuk organisasi perusahaan adalah pemilik atau pemegang saham.
b. Teori penerimaan (acceptance theory of authority)
Wewenang timbul hanya jika dapat diterima oleh kelompok atau individu kepada siapa wewenang tersebut dijalankan. Pandangan ini menyatakan
kunci dasar wewenang oleh yang dipengaruhi (influencee) bukan yang
mempengaruhi (influencer). Jadi, wewenang tergantung pada penerima
(receiver), yang memutuskan untuk menerima atau menolak.
23
24
tanggal 4 Oktober 2015
25
Menurut Max Weber yang dianggap sebagai bapak birokrasi
mengungkapkan tiga macam tipe ideal wewenang, yaitu :26
a. Wewenang Tradisional
Wewenang Tradisional adalah wewenang yang dapat dimiliki oleh manusia maupun kelompok manusia. Wewenang ini dimiliki oleh orang orang yang sudah lama sekali memiliki kekuasaan di dalam masyarakat. Wewenang ini dimiliki oleh seseorang atau kelompok orang bukan karena memiliki kemampuan khusus, namun wewenang ini dimiliki karena memiliki kekuasaan dan wewenang yang telah melembaga bahkan telah menjiwai masyarakat.
b. Wewenang Karismatik
Wewenang Karismatik adalah wewenang yang tidak diatur oleh kaidah atau aturan, baik yang tradisional maupun yang rasional. Sifat dari wewenang karismatik cenderung irasional atau tidak masuk akal. Terkadang karisma tersebut hilang karena masyarakat yang berubah dan memiliki paham yang berlainan. Namun perubahan inilah menjadi faktor yang tidak dapat diikuti oleh orang-orang yang memiliki wewenang karismatik, sehingga dia tertinggal oleh kemajuan dan perkembangan masyarakat.
c. Wewenang Legal-Rasional
Wewenang adalah wewenang yang disandarkan pada sistem atau aturan hukum yang berlaku di dalam masyarakat. Wewenang inilah yang menjadi basis wewenang pemerintahan. Oleh karena itu, birokrasi didominasi oleh
semangat formalistic-impersonality. Segala kewenangan yang dimiliki
oleh seseorang didasarkan pada hukum yang berlaku, hal ini diatur juga agar pemilik kewenangan itu tidak berlaku semena-mena.
Oleh karena itu, Pendelegasian wewenang adalah penyerahan kewenangan
dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengurusi urusan rumah
tangganya sendiri berdasarkan prakarsa dan aspirasi dari rakyatnya dalam
kerangka negara kesatuan Republik Indonesia. Pendelegasian wewenang dapat
disamakan dengan desentralisasi.27
Menurut Bagir Manan, wewenang dalam bahasa hukum tidak sama
dengan kekuasaan. Kekuasaan hanya mengambarkan hak untuk berbuat dan tidak
berbuat. Dalam hukum, wewenang sekaligus berarti hak dan kewajiban (rechten
en plichten). Dalam kaitan dengan otonomi daerah, hak mengandung pengertian kekuasaan untuk mengatur sendiri dan mengelola sendiri, sedangkan kewajiban
secara horizontal berarti kekuasaan untuk menyelenggarakan pemerintahan
sebagaimana mestinya. Secara vertikal berarti kekuasaan untuk menjalankan
pemerintahan dalam satu tertib ikatan pemerintahan negara secara keseluruhan.28
Didalam Kamus Hukum, izin (vergunning) dijelaskan sebagai :
2. Izin
29
“Overheidistoestemming door wet of verordening vereist gesteld voor tal van handling waarop in het algemeen belang special toezict vereist is, maar die, in het algemeen, niet als onwenselijk worden beschowd” ( perkenan/izin dari Pemerintah berdasarkan Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah yang
disyaratkan untuk perbuatan yang pada umumnya memerlukan pengawasan
khusus, tetapi yang pada umumnya tidaklah dianggap sebagai hal-hal yang sma
sekali tidak dikehendaki).
28
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta : UII Press Indonesia, 2002), hal. 73
29
Menurut Aminuddin Ilmar, Izin adalah kewenangan pemerintah untuk
mengatur sesuatu hal yang berhubungan dengan peran dan tugasnya. Izin adalah
suatu instrument yang paling banyak digunakan dalam hukum administrasi.
Pemerintah menggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk mengemudikan
tingkah laku para warganya.30
Menurut Alvi Syarhrin, izin adalah perbuatan hukum administrasi negara
bersegi satu yang mengaplikasikan peraturan hukum dalam hal konkreto
berdasarkan persyaratan dan prosedur sebagaimana ditetapkan oleh ketentuan
perundang – undangan yang berlaku. Dengan kata lain izin berfungsi sebagai
pengendali kegiatan agar kegiatan usaha tersebut tidak melanggar kepentingan
yang dilindungi oleh hukum.31
Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik
oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk
melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia. 3. Investasi
32
Menurut Ida Bagus Rahmadi Supancana, investasi adalah suatu kegiatan
yang dilakukan baik oleh orang pribadi (natural person) maupun badan hukum
(juridical person), dalam upaya untuk meningkatkan dan atau mempertahankan
30
Aminuddin Ilmar, Hukum Penanaman Modal Di Indonesia , (Jakarta : Prenada Media Group, 2007), hal. 131-132
31
Alvi Syahrin, Pengaturan Hukum dan Kebijakan Pembangunan Perumahan Dan Pemukiman Berkelanjutan, (Medan : Pustaka Bangsa Press, 2003), hal. 167
32
nilai modalnya, baik yang berbentuk uang tunai (cash money), peralatan (equipment), asset tak bergerak, ha katas kekayaan intelektual, maupun keahlian.33
Investasi dibedakan menjadi investasi langsung dan investasi tidak
langsung. Investasi langsung adalah investasi dimana investor berharap langsung
memperoleh keuntungan atau kekayaan atas investasi yang dilakukannya.
Contohnya pembelian saham, obligasi, sejumlah kekayaan riil atau mata uang
langka dengan maksud untuk memelihara nilai atau atau memperoleh penghasilan.
Investasi langsung landasan hukumnya adalah Undang- Undang Nomor 25 Tahun
2007 tentang Penanaman Modal. Investasi ini sering dikaitkan dengan keterlibatan
pemilik modal secara langsung dalam kegiatan pengelolaan modal. Investasi tidak
langsung adalah investasi yang dilakukan dalam suatu portofolio atau kelompok
surat berharga atau kekayaan. Contohnya pembelian saham dari dan bersama
(mutual fund), yaitu portofolio surat berharga yang dikeluarkan oleh berbagai perusahaan sehingga investor memiliki hak atas sebagian portofolio. Pada
investasi tidak langsung, investor hanya menyediakan modal keuangan dan tidak
terlibat dalam manajemen. Tujuan investor adalah bagaimana memperoleh hasil
yang maksimal dengan rentan waktu yang tdak terlalu lama sudah bisa menikmati
keuntungan.Landasan hukum investasi tidak langsung adalah Undang- Undang
Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.34
33
Didik J. Rachbini, Arsitektur Hukum Investasi Indonesia, (Jakarta : Macanan Jaya Cemerlang, 2008), hal. 11
34
4. Pemerintah Daerah
Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati atau walikota, dan perangkat
daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 35
Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh
dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945.36
Metode adalah jalan atau cara yang harus ditempuh. Maksudnya adalah
untuk mendapatkan suatu pengetahuan harus dilakukan dengan suatu jalan atau
cara, dimana langkah - langkahnya harus ditentukan terlebih dahulu.
Menurut Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah
Daerah, disebutkan bahwa :
“Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.”
F. Metode Penelitian
37
35
Undang – Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal pasal 1 point 13
36
10 Oktober 2015
37
1. Sifat atau Jenis Penelitian
Skripsi ini merupakan penelitian hukum yang normatif. Penelitian hukum
normatif adalah penelitian berupa inventarisasi perundang - undangan yang
berlaku, berupaya mencari asas - asas atau dasar falsafah dari perundang -
undangan tersebut atau penelitian yang berupa usaha penemuan hukum yang
sesuai dengan suatu kasus tertentu. 38
2. Data
Penelitian hukum normatif pada skripsi ini didasarkan pada bahan hukum
sekunder yaitu inventarisasi peraturan - peraturan yang berkaitan dengan
analisa hukum ekonomi, serta pendelegasian wewenang antara pemerintah
pusat kepada pemerintah daerah, serta proses pelaksanaannya berdasarkan
Undang – Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
Pada penelitian ini, data sekunder yang digunakan antara lain sebagai
berikut :39
a. Bahan hukum primer (Undang – Undang Penanaman Modal Nomor 25
Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal; Undang Undang No. 23 Tahun
2014 Tentang Pemerintah Daerah; Peraturan Kepala Badan Koordinasi
Penanaman Modal Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2013 Tentang
Pedoman Dan Tata Cara Perizinan Dan Nonperizinan Penanaman Modal;
38
Ibid., hlm. 86
39
Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2008 Tentang Pedoman Pemberian
Insentif Dan Pemberian Kemudahan Penanaman Modal Di Daerah;
Ketentuan Umum Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38
Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintah Daerah Provinsi Dan Pemerintah Daerah Kabupaten / Kota;
Ketentuan Umum Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38
Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten / Kota.
b. Bahan hukum sekunder (rancangan peraturan perundang – undangan, hasil
karya ilmiah para sarjana hukum seperti disertasi, untuk S3, hasil
penelitian Badan Litbang, Depkeh, dan HAM.
c. Bahan hukum tersier (bibliografi, indeks kumulatif, kamus).
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah studi
kepustakaan. Metode penelitian kepustakaan (library research) yang dilakukan
dengan mempelajari buku - buku kepustakaan yang ada hubungannya dengan
permasalahan Skripsi yang dibuat oleh penulis. 40
Seluruh data yang sudah diperoleh dan dikumpulkan selanjutnya akan
ditelaah dan dianalisis. Analisis untuk data kualitatif dilakukan dengan pemilihan 4. Analisis Data
40
Pasal-Pasal yang berisis kaidah-kaidah hukum yang mengatur tentang
pendelegasian wewenang dalam bentuk pelayanan terpadu satu pintu menurut
Undang Undang No.25 Tahun 2007, kemudian membuat sistematika dari
Pasal-Pasal tersebut sehingga akan menghasilkan klarifikasi tertentu sesuai dengan
permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini.
Pada bagian akhir, data yang berupa peraturan perundang-undangan ini
diteliti dan dianalisis secara induktif kualitatif yang diselaraskan dengan hasil dari
data pendukung sehingga sampai pada suatu kesimpulan yang akan menjawab
seluruh pokok permasalahan dalam penelitian ini.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi dengan Judul Analisis Yuridis Terhadap
Pendelegasian Pemberian Izin Investasi Kepada Pemerintah Daerah Menurut
Undang – Undang Nomor 25 Tahun 2007 meliputi :
Bab I merupakan Bab Pendahaluan. Pada bab pendahuluan ini
menguraikan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan latar belakang, Perumusan
Masalah, Keaslihan Penulisan, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Tinjauan
Kepustakaan dan diakhiri dengan Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.
Bab II merupakan Bab Pendelegasian Wewenang Pemberian Izin Investasi
Kepada Pemerintah Daerah Pada bab ini berisi tentang pengertian investasi,
bidang usaha, pemilikan saham asing, fasilitas penanaman modal, perizinan
Bab III merupakan Bab Akibat Hukum Pendelegasian Pemberian Izin
Terhadap Investor. Pada bab ini berisi tentang prosedur perizinan investasi, hak –
hak investor, akibat hukum pendelegasian pemberian izin terhadap investor.
Bab IV merupakan Bab Pelaksanaan Pendelegasian Izin Investasi Kepada
Pemerintah Daerah. Pada bab ini berisi tentang pengertian pelaksanaan
pendelegasian izin investasi, bentuk – bentuk investasi, proses pelaksanaan izin
investasi.
Bab V merupakan Bab Kesimpulan Dan Saran. Pada bab ini berisi tentang
kesimpulan dan saran atas pendelegasian wewenang izin investasi kepada