• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Beban Pencemar Karbon Monoksida (CO) dan Karbon Dioksida (CO2) di Kawasan Bandar Udara Internasional Kualanamu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Beban Pencemar Karbon Monoksida (CO) dan Karbon Dioksida (CO2) di Kawasan Bandar Udara Internasional Kualanamu"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Udara

Pencemaran udara didefinisikan sebagai masuknya satu atau lebih kontaminan/polutan seperti debu, asap, bau, gas, dan uap ke atmosfer dalam jumlah tertentu dan karakteristik tertentu serta dalam waktu tertentu pula yang dapat membahayakan kehidupan manusia, hewan, tumbuhan, dan mengganggu kenyamanan dalam kehidupan (Peavy, 1985).

Pencemaran udara sudah menjadi masalah yang serius di kota-kota besar di dunia. Polusi udara yang berdampak pada kesehatan manusia dan lingkungan telah dikenal secara luas selama kurang lebih 50 tahun terakhir. Selain dampak terhadap kesehatan manusia, polusi udara juga dapat berdampak negatif terhadap ekosistem, material dan bangunan-bangunan, vegetasi dan visibilitas (Rauf, dkk, 2014).

Environmental Protection Agency (2011) dalam dokumen National Ambient Air Quality Standart (NAAQS) menjelaskan beberapa zat pencemar udara signifikan tersebut terdiri dari enam zat pencemar utama dan satu zat pencemar sekunder (dinamakan sekunder

dikarenakan zat ini terbentuk dari reaksi kimia di atmosfer). Keenam zat pencemar utama tersebut adalah karbon monoksida (CO), timbal (Pb), nitrogen oksida (NOx), partikulat PM10, partikulat PM2,5, dan sulfur dioksida (SO2). Sedangkan satu zat pencemar sekunder yakni Ozon (O3).

Konsentrasi udara ambien merupakan polutan dari sumber pencemar yang terdiri dari partikel-partikel dan gas-gas kemudian di atmosfer mendapat pengaruh dari antara lain faktor meteorologis seperti curah hujan, arah dan kecepatan angin, kelembaban udara dan temperatur serta secara bersamaan mengalami reaksi kimia (Pusparini, 2002).

(2)

2.2.1 Sumber Pencemar Udara

Berdasarkan PP No 41 Tahun 1999 Pasal 1 Ayat 3 dijelaskan bahwa sumber pencemar adalah setiap usaha/kegiatan yang mengeluarkan bahan pencemar ke udara yang menyebabkan udara tidak dapat berfungsi dengan sebagaimana mestinya.

Dalam proses terjadinya pencemaran udara, sumber merupakan hal yang selalu terkait dengan bahan pencemar udara yang dihasilkan. Klasifikasi sumber polusi udara oleh

United State of Environmental Protection Agency (U.S.EPA, 2005) yaitu sumber alamiah dan antropogenik.

1. Sumber Alamiah (Biogenik)

Sumber ini umumnya berasal dari sumber biologi dan geologi, antara lain bersumber dari vegetasi, tanah, gunung berapi, aktifitas geothermal, angin dan kebakaran hutan.

Sumber alamiah dapat dibagi menjadi dua sumber, yaitu: a. Emisi biogenik berasal dari tanaman.

b. Emisi geogenik berasal dari tanah, gunung berapi, dan aktifitas geotermal

2. Sumber Antropogenik

Pencemar udara yang bersumber dari stasioner besar (industri, pembangkit listrik, dan tempat pembakaran), sumber tidak bergerak kecil (rumah tangga dan boiler komersial

Emisi : Sumber Pengukuran Kontrol

Atmosfer : Transpor Dilusi Dispersi Modifikasi

Efek pada : Manusia Lingkungan

Pembersihan polutan dengan proses alami

Gambar 2.1 Skema Pencemaran Udara

(3)

II-3 kecil), dan sumber bergerak (lalu lintas). Selain itu, sumber antropogenik dapat diklasifikasikan ke dalam dua sumber utama sebagai berikut:

a. Sumber tidak bergerak : Point dan Non-point (Area) b. Sumber bergerak : On-road dan Non-road

Sumber pencemar udara berdasarkan distribusi spasial dapat dibedakan menjadi beberapa kategori (Canter, 1996), antara lain:

1. Sumber Titik

Sumber titik adalah sumber pencemar udara akibat polutan yang berasal dari satu sumber. Contoh sumber titik ini adalah cerobong industri.

2. Sumber Garis

Sumber garis adalah sumber yang berasal dari sumber-sumber titik yang tidak terhingga banyaknya sehingga dapat dianggap sebagai sumber garis yang seluruhnya menghasilkan pencemar udara. Contoh sumber ini adalah emisi dari kendaraan bermotor, pelayaran, penerbangan, dan kereta api.

3. Sumber Area

Sumber area adalah sumber yang berasal dari banyaknya sumber titik dan sumber

garis. Biasanya dibatasi oleh basis atau batas administrasi seperti negara atau kota.

(4)

Menurut Wark & Warner (1981) pencemaran udara berdasarkan sumbernya dikelompokkan menjadi 2 (dua) golongan, yaitu:

1. Polutan primer, terbentuk langsung dari emisi yang terdiri dari partikulat berukuran < 10 mikron (PM10), sulfur dioksida (SO2), nitrogen oksida (NOx), karbon monoksida (CO) dan timbal (Pb).

2. Polutan sekunder, merupakan bentuk lanjut dari pencemar primer yang telah mengalami reaksi di lapisan atmosfer yang lebih rendah. Yang termasuk kepada kategori pencemar sekunder adalah ozon yang dikenal sebagai oksidan fotokimia, garam sulfat, nitrat dan sebagainya.

Sumber Area dan Titik

Sumber

Transportasi TPS Padat Sumber Lain

(5)

II-5 2.1.2 Dampak Pencemaran Udara

Pencemaran udara mempengaruhi kesehatan manusia, hewan, kerusakan tanaman, material, perubahan iklim, menurunkan tingkat visibilitas dan penyinaran matahari, serta pengaruh lainnya (Nevers, 1995).

Dalam bidang kesehatan, udara yang tercemar dapat menimbulkan penyakit saluran pernapasan meningkat, seperti infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), Tuberculosis

(TBC), memperberat penderita penyakit jantung dan asma, meningkatkan kasus alergi yang hipersensitif terhadap polutan tertentu, dan meningkatkan kasus kanker terutama kanker paru-paru (Sutra, 2009).

Efek suatu polutan terhadap fungsi organ terkadang tidak dapat langsung dilihat, tergantung pada konsentrasi, lamanya paparan, dan frekuensi paparan. Faktor-faktor lain dapat menjadi pendukung maupun faktor yang memperlambat efek. Faktor-faktor tersebut dapat berupa kondisi kesehatan seseorang, pola hidup, keadaan lingkungan dan lain sebagainya (Soemirat, 2003).

Adapun efek yang ditimbulkan oleh bahan pencemar udara terhadap lingkungan menurut Mukono (2008) antara lain:

1. Efek terhadap kondisi fisik atmosfer

Efek negatif bahan pencemar terhadap kondisi fisik atmosfer antara lain gangguan jarak pandang (visibility), memberikan warna tertentu pada atmosfer mempengaruhi struktur dari awan, mempengaruhi keasaman air dan mempercepat pemanasan atmosfer.

2. Efek terhadap faktor ekonomi

Efek negatif bahan pencemar udara terhadap faktor yang berhubungan dengan ekonomi antara lain, meningkatkan biaya rehabilitas karena rusaknya bahan (keropos) dan meningkatnya biaya pemeliharaan (pelapisan/pengecetan).

3. Efek terhadap vegetasi

(6)

daun, dapat mempengaruhi proses reproduksi tanaman, mempengaruhi komposisi komunitas tanaman, dapat terjadi akumulasi bahan pencemar pada vegetas tertentu.

4. Efek terhadap kehidupan hewan

Efek negatif bahan pencemar udara terhadap kehidupan hewan, baik hewan peliharaan maupun bukan, dapat terjadi karena adanya proses bioakumulasi dan keracunan bahan berbahaya.

5. Efek estetika

Efek negatif bahan pencemar udara terhadap estetika yang diakibatkan bahan pencemar udara antara lain timbulnya bau dan adanya lapisan debu pada bahan yang mengakibatkan perubahan warna permukaan bahan dan mudahnya terjadi kerusakan bahan tersebut.

2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pencemaran Udara

Faktor-faktor yang mempengaruhi dampak pencemaran udara antara lain (Seinfeld, 1986) :

1. Konsentrasi; 2. Waktu Paparan;

3. Sensitivitas;

4. Faktor meteorologi : kelembaban, temperatur, tekanan, dan; 5. Interaksi antar pencemar.

Faktor meteorologi yang mempengaruhi penyebaran pencemaran udara adalah sebagai berikut:

1. Arah Angin

Untuk menentukan arah angin dapat dibedakan sebagai berikut (Nevers, 2000):

(7)

II-7 b. Angin lembah, kondisi dimana angin bergerak naik pada lembah di siang hari dan turun pada malam hari. Pengaruh angin lembah lebih besar pada lembah yang dalam dibandingkan lembah yang dangkal.

c. Angin darat dan angin pantai, angin ini mendominasi ketika tidak ada angin badai. Arah angin memungkinkan untuk dikontrol pada kondisi angin ringan dan langit cerah dibandingkan kondisi sebaliknya.

Dalam menentukan arah angin, biasanya digunakan windrose. Windrose dapat meringkas frekuensi angin berdasarkan variasi arah dan kecepatan pada suatu lokasi. Secara normal memetakan angin dari arah datangnya angin, misalnya angin dari barat berhembus ke timur (Nevers, 2000).

2. Kecepatan Angin

Kecepatan angin dikategorikan ringan sekitar 2 mi/h (1 m/s). Pada kecepatan tersebut manusia tidak dapat merasakan adanya hembusan angin, hal yang dapat dilakukan untuk mengidentifikasi adanya hembusan angin adalah pergerakan daun, bendera, dan asap. Angin pada kecepatan ≤ 2 mi/h (1 m/s) disebut angin “calm”, pada kondisi ini alat ukur

kecepatan angin (anemometer) tidak dapat mendeteksi adanya pergerakan angin

(Nevers, 2000).

Kecepatan angin meningkat bersamaan dengan peningkatan elevasi, waktu, troposfer karena pergeseran bumi dapat memperlambat hembusan angin. Secara alami angin akan

meraih kecepatan gesekan (disebut kecepatam geostrophic atau gradien) pada ketinggian sekitar 500 m (1640 ft) di atas permukaan bumi (Nevers, 2000).

3. Inversi Suhu

(8)

4. Intensitas Penyinaran Matahari

Intensitas penyinaran matahari merupakan salah satu indikator yang penting di dalam klimatologi. Sinar matahari akan menggerakkan reaksi-reaksi fotokimia di atmosfer (misalnya reaksi pembentukan ozon), menghasilkan uap air yang sangat dibutuhkan untuk terjadinya hujan, menjaga agar suhu atmosfer tetap hangat, dan lain sebagainya (Hamdi, 2013).

2.2 Pencemaran Udara dari Sektor Penerbangan

Michaels (1997) menyatakan bahwa penerbangan menyumbang 12% emisi CO global pada tahun 1990. Intergovermental Panel On Climate Change (1994) memprakirakan pada tahun 2050 mendatang, emisi CO2 yang ditimbulkan oleh kegiatan penerbangan akan tumbuh 2-10 kali lipat jika dibandingkan emisi pada tahun 1992.

Selain menghasilkan emisi CO dan CO2, kegiatan penerbangan juga menghasilkan oksida nitrogen (NOx), volatile organic compound (VOC), sulfur dioksida (SO2) (S. Slamet, 2012). Berbagai polutan udara dari kegiatan penerbangan dan persentase kontribusinya dari sumber-sumber polutan yang ada dapat dilihat dari Tabel 2.1

Tabel 2.1 Polutan Udara dari Kegiatan Penerbangan CO2

Aktifitas Bandara 22.000 82.000 27.000 303.000 130.000

Kontribusi (%) 2,3 2,2 1,5 0,2 0,1

Sumber : VROM, 1995

Berdasarkan Tabel 2.1, dapat diketahui bahwa polutan paling besar dari kegiatan penerbangan adalah CO2 dengan kontribusi ±2,3%. Meskipun kontribusi pencemar udara dari kegiatan penerbangan dikategorikan kecil akan tetapi waktu tinggal polutan

di atmosfer berbeda-beda. Waktu tinggal CO2 di atmosfer pada kisaran waktu relatif lebih lama yaitu sekitar 5-200 tahun (Slamet, 2012).

Laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (1999) mencatat bahwa CO2 tetap berada di lingkungan atmosfir ±100 tahun sehingga menimbulkan efek akumulatif.

(9)

terus-II-9 menerus maka seiring berjalannya waktu dapat membahayakan. Sementara dampak pemanasan udara akan tetap dirasakan dalam jangka waktu puluhan bahkan ratusan tahun.

Polusi yang dihasilkan dari mesin-mesin terbang (exhaust gas polution) perlu diperhatikan dampak buruknya terhadap lingkungan. Meskipun hanya menyumbang sekitar ±3% dari total polusi udara dunia tapi dengan banyaknya pesawat terbang komersial yang operasional dari hari ke hari bisa jadi angka persentase tersebut semakin meningkat. Gas buangan dari pesawat terbang seperti karbon dioksida, oksida nitrogen, uap air dan lain-lain semakin lama semakin memperkuat kenyataan bahwa polusi udara dari pesawat terbang patut diwaspadai (Sumbodo, 2007).

2.3 Bandar Udara

Menurut Annex 14 dari ICAO (International Civil Aviation Organization). Bandara adalah area tertentu di daratan atau perairan (termasuk bangunan, instalasi dan peralatan) yang diperuntukan baik secara keseluruhan atau sebagian untuk kedatangan, keberangkatan dan pergerakan pesawat.

Bandara merupakan sebuah fasilitas tempat pesawat terbang yang dapat lepas landas

dan mendarat. Bandara yang paling sederhana minimal memiliki sebuah landasan pacu. (Rachman, 2007).

Bandara merupakan suatu unsur yang memiliki peranan penting dalam industri

penerbangan dengan harapan bandara dapat berperan dalam hal pertumbuhan ekonomi maupun sosial, pendorong maupun penggerak serta pemerataan pembangunan nasional. Bandara merupakan pintu masuk terhadap suatu wilayah dan menjadi penghubung antar wilayah satu dengan lainnya (Indah, 2013).

PP No. 70 Tahun 2001 Pasal 1 Ayat 1 menjelaskan bahwa berdasarkan cakupannya, bandar udara terbagi atas 6 (enam) jenis, yaitu:

1. Umum yaitu dipakai untuk melayani kepentingan umum

(10)

3. Domestik yaitu bandara yang ditetapkan untuk melayani penerbangan dalam negeri. 4. Internasional yaitu bandara yang ditetapkan untuk melayani penerbangan dalam

negeri dari maupun ke luar negeri.

5. Pengumpul yaitu biasa pula disebut hub merupakan bandar udara yang mempunyai cakupan pelayanan yang luas sebagai bandar udara yang melayani penumpang dan kargo dalam jumlah besar dan mempengaruhi perkembangan ekonomi secara nasional atau berbagai provinsi.

6. Pengumpan yaitu bisa pula disebut spoke, merupakan bandar udara yang mempunyai cakupan pelayanan dan mempengaruhi perkembangan ekonomi terbatas.

PP No. 40 Tahun 2012 Pasal 1 Ayat 3 mendefinisikan bandar udara adalah kawasan di daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu yang digunakan sebagai tempat pesawat udara mendarat dan lepas landas, naik turun penumpang, bongkar muat barang, dan tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi, yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan penerbangan, serta fasilitas pokok dan fasilitas penunjang lainnya.

Rao (1992) menjelaskan terdapat 6 (enam) komponen utama agar suatu lokasi bisa

disebut bandara, keenam komponen tersebut adalah:

1. Landasan yaitu digunakan untuk pendaratan dan lepas landas pesawat.

2. Tairways yaitu jalur yang menghubungkan landasan dengan bagian lain dari bandara dimana pesawat dapat melakukan pergerakan, seperti apron dan hangar.

3. Apron yaitu tempat pesawat berhenti/parkir dengan tujuan menaikkan atau menurunkan penumpang ataupun muatan kargo.

4. Bangunan terminal yaitu bangunan yang membentuk antar muka antara udara sisi udara dengan sisi darat, dan tempat dimana penumpang dan barang bawaanya diproses.

5. Hangar yaitu tempat dimana pesawat dan perlindungan dan perawatan.

(11)

II-11 2.4 Karbon Monoksida (CO)

2.4.1 Karakteristik CO

Karbon monoksida (CO) adalah suatu gas tidak berwarna, tidak berbau yang dihasilkan oleh pembakaran tidak sempurna material yang mengandung zat arang atau bahan organik. Terdiri dari satu atom karbon yang secara kovalen berikatan dengan satu atom oksigen. Satuan konsentrasi CO di udara adalam ppm atau parts per million. Untuk mengukur kadar CO tersebut, digunakan gas analyzer dengan satuan persen volume, dimana 1 ppm setara dengan 4-10% µg/m3 (Anggraeni, 2009).

2.4.2 Sumber CO

Penyumbang besar gas CO adalah kendaraan bermotor yang terutama menggunakan bahan bakar bensin. Karbon monoksida merupakan produk yang tidak diinginkan dalam proses pembakaran. Gas CO mempunyai daya tahan yang besar di permukaan bumi karena kemampuan atmosfer untuk menyerap (Cohn dan Mc. Voy, 1982).

Sumber karbon monoksida terbagi dua, yaitu sumber alami dan sumber antropogenik. Secara alami CO dihasilkan dari aktifitas alam seperti gunung berapi (KLH, 2013). CO berasal dari pembakaran bahan fosil dengan udara, berupa gas buangan (Saputra, 2009).

Selain dihasilkan oleh pembakaran tidak sempurna di luar tubuh, gas CO dihasilkan dalam jumlah kecil (kurang dari 0,5%) dari katabolisme normal cincin protoporfirin hemoglobin di dalam tubuh (Anggraeni, 2009).

Kadar CO di perkotaan cukup bervariasi. Hal ini tergantung pada kepadatan kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar bensin. Selain cuaca, variasi dari kadar CO juga dipengaruhi oleh topografi jalan dan bangunan disekitarnya (Adita dan Ratni, 2010).

2.4.3 Dampak CO

(12)

dilaporkan terjadi di Inggris dengan angka kematian sekitar 50 orang per tahun dan 200 orang menderita akibat keracunan gas CO (Blumenthal, 2001).

Karbon monoksida tidak terlalu berpengaruh pada tumbuhan ataupun material, namun sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. CO bereaksi dengan hemoglobin dalam darah dan menghambat pengangkutan oksigen. Berdasarkan konsentrasi dan lamanya paparan CO, dampaknya bagi tubuh manusia beragam mulai dari menyebabkan sakit kepala sampai bisa menyebabkan kematian (Cooper dan Alley, 1994)

Keracunan karbon monoksida dapat menyebabkan turunnya kapasitas transportasi oksigen dalam darah oleh hemoglobin dan penggunaan oksigen di dalam tubuh, organ yang paling terganggu adalah bagian tubuh yang mengkonsumsi oksigen dalam jumlah besar, seperti otak dan jantung (Eugene & Margaret, 2003).

Umumnya rute keterpajanan gas karbon monoksida adalah melalui jalur pernapasan atau rute terhirup atau inhalasi (inhalation route). Gas karbon monoksida ini dikelompokkan sebagai bahan kimia asfiksia (asphyxiate) yang mengakibatkan racun dengan cara meracuni hemoglobin (Hb) darah. Hb berfungsi mengikat darah dalam bentuk HbO. Setelah CO mengikat hemoglobin darah terbentuk ikatan HbCO, maka

otomatis oksigen akan terusir. Dengan mekanisme ini, tubuh mengalami kekurangan oksigen dan gejala asfiksia atau kekurangan oksigen akan terjadi (Majid, 2011).

Konsentrasi CO di udara ambien sebesar 200 ppm selama 7 jam dapat menyebabkan

pusing-pusing pada manusia yang tidak melakukan kegiatan fisik dan 2 jam pada manusia yang melakukan kegiatan fisik berat seperti berolahraga. Sedangkan pada konsentrasi 400 ppm selama 2 jam atau 45 menit pada manusia yang melakukan aktifitas fisik yang berat dapat menyebabkan hilangnya kesadaran (KLH, 2013).

Gejala-gejala lain dari keracunan CO antara lain, pusing, rasa tidak enak pada mata, telinga berdengung, mual, muntah, detak jantung meningkat, rasa tertekan di dada, kesukaran bernapas, kelemahan otot-otot, tidak sadar, dan bisa meninggal dunia (Mukono, 2008).

(13)

II-13 merupakan pencemar sekunder yang menimbulkan dampak terhadap tumbuh-tumbuhan (KLH, 2013).

2.5 Karbon Dioksida (CO2) 2.5.1 Karakteristik CO2

Karbon dioksida adalah gas yang tidak berwarna dan tidak berbau. Karbon dioksida (CO2) atau zat asam arang adalah sejenis senyawa kimia yang terdiri dari dua atom oksigen yang terikat secara kovalen dengan sebuah atom karbon. Ia berbentuk gas pada keadaan temperatur dan tekanan standar. Kandungan karbon dioksida di udara segar bervariasi antara 0,03% (300 ppm) bergantung pada lokasi (Sehabudin, 2011).

Karbon dioksida (CO2) merupakan salah satu gas rumah kaca (GRK) yang diyakini memberi andil yang paling besar terhadap peningkatan rata-rata suhu udara di dunia. Sebagai salah satu GRK, karakteristik khas CO2 adalah tidak mampu ditembus oleh gelombang terestrial/gelombang panjang/long wave radiation (LWR) yang berasal dari permukaan bumi (Trewartha and Lyle, 1995).

2.5.2 Sumber CO2

Intergovernmental Panel on Climate Change (2006) menyatakan bahwa sumber –

sumber emisi CO2 ini sangat bervariasi, tetapi dapat digolongkan menjadi 4 (empat) macam sebagai berikut:

1. Mobile Transportation (sumber bergerak) antara lain: kendaraan bermotor, pesawat udara, kereta api, kapal bermotor dan penenganan/evaporasi gasoline.

2. Stationary Combustion (sumber tidak bergerak) antara lain: perumahan, daerah perdagangan, tenaga dan pemasaran industri, termasuk tenaga uap yang digunakan sebagai energi oleh industri.

3. Industrial Processes (proses industri) antara lain: proses kimiawi, metalurgi, kertas dan penambangan minyak.

(14)

Gambar 2.3 Sumber Karbon Dioksida (CO2) Sumber : IPCC, 2006

2.5.3 Dampak CO2

Ketika dihirup pada konsentrasi yang lebih tinggi dari konsentrasi karbon dioksida di atmosfer, akan terasa asam di mulut dan menyengat di hidung dan tenggorokan. Efek ini disebabkan oleh pelarutan gas di membran mukosa dan saliva membentuk larutan asam karbonat yang lemah. Konsentrasi yang lebih besar dari 5.000 ppm tidak baik untuk

kesehatan sedangkan konsentrasi lebih dari 50.000 ppm dapat membahayakan kehidupan hewan (Sehabudin, 2011).

Karbon dioksida merupakan salah satu gas penyebab efek rumah kaca (Kurdi, 2007). Menurut Malik (2015), efek rumah kaca memegang peranan penting dalam melindungi kelangsungan makhluk hidup di bumi. Gas karbon dioksida dan lainnya dalam kondisi seimbang berfungsi menahan energi panas matahari yang memancarkan sinarnya ke bumi, sehingga permukaannya selalu dalam kondisi hangat. Namun akan menjadi bencana bila terjadi peningkatan konsentrasi gas. Peningkatan ini terjadi karena penggunaan sumber daya fosil, penggundulan dan pembakaran hutan yang dilakukan secara berlebihan.

Menurut Utina (2015), pemanasan global telah memicu terjadinya sejumlah konsekuensi yang merugikan baik terhadap lingkungan maupun setiap aspek kehidupan manusia. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:

(15)

II-15 1. Mencairnya lapisan es di kutub Utara dan Selatan. Peristiwa ini mengakibatkan naiknya permukaan air laut secara global, hal ini dapat mengakibatkan sejumlah pulau-pulau kecil tenggelam. Kehidupan masyarakat yang hidup di daerah pesisir terancam. Permukiman penduduk dilanda banjir rob akibat air pasang yang tinggi, dan ini berakibat kerusakan fasilitas sosial dan ekonomi.

2. Meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrim. Perubahan iklim menyebabkan musim sulit diprediksi. Petani tidak dapat memprediksi perkiraan musim tanam akibat musim yang juga tidak menentu. Akibat musim tanam yang sulit diprediksi dan musim penghujan yang tidak menentu maka musim produksi panen juga demikian. Hal ini berdampak pada masalah penyediaan pangan bagi penduduk, kelaparan, lapangan kerja bahkan menimbulkan kriminal akibat tekanan tuntutan hidup.

3. Punahnya berbagai jenis fauna. Flora dan fauna memiliki batas toleransi terhadap suhu, kelembaban, kadar air dan sumber makanan. Kenaikan suhu global menyebabkan terganggunya siklus air, kelembaban udara dan berdampak pada pertumbuhan tumbuhan sehingga menghambat laju produktivitas primer. Kondisi ini pun memberikan pengaruh habitat dan kehidupan fauna.

4. Peningkatan muka air laut, air pasang dan musim hujan yang tidak menentu menyebabkan meningkatnya frekuensi dan intensitas banjir.

5. Perubahan tekanan udara, suhu, kecepatan dan arah angin menyebabkan terjadinya perubahan arus laut. Hal ini dapat berpegaruh pada migrasi ikan, sehingga memberi dampak pada hasil perikanan tangkap.

6. Berubahnya habitat memungkinkan terjadinya perubahan terhadap resistensi kehidupan larva dan masa pertumbuhan organisme tertentu, kondisi ini tidak menutup kemungkinan adanya pertumbuhan dan resistensi organisme penyebab penyakit tropis. Jenis-jenis larva yang berubah resistensinya terhadap perubahan musim dapat meningkatkan penyebaran organisme ini lebih luas. Ini menimbulkan wabah penyakit yang dianggap baru.

(16)

2.6 Baku Mutu Udara Ambien

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara Pasal 1 Ayat 1 Butir 17 baku mutu udara ambien adalah ukuran batas atau kadar zat, energi, dan/atau komponen yang ada atau seharusnya ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam udara ambien. Nilai baku mutu ambien untuk parameter CO2 tidak ada karena parameter ini tidak memiliki baku mutu udara ambien. Sementara itu, nilai baku mutu udara ambien untuk CO dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut.

Tabel 2.2 Nilai Baku Mutu Udara Ambien untuk CO

Parameter Waktu Pengukuran Baku Mutu

Karbon Monoksida (CO)

1 jam 30.000 µg/Nm3

24 jam 10.000 µg/Nm3

1 tahun -

Sumber : PP No. 41 Tahun 1999

2.7Jenis Bahan Bakar

Bahan bakar adalah bahan yang apabila dibakar dapat meneruskan proses pembakaran dengan sendirinya, disertai pengeluaran karbon. Sedangkan bahan bakar minyak merupakan bahan yang berbentuk cair yang apabila dibakar dapat meneruskan proses pembakaran dengan sendirinya, disertai pengeluaran karbon (Susanto, 2008).

Bahan bakar minyak memiliki berbagai macam jenis dan bentuk. Menurut Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (2017) bahan bakar minyak dapat digolongkan menjadi beberapa jenis bahan bakar minyak, yaitu:

1. Avgas (Aviation Gasoline)

(17)

II-17 2. Avtur(Aviation Turbine)

Bahan bakar ini merupakan BBM jenis khusus yang dihasilkan dari fraksi minyak bumi. Avtur didesain untuk bahan bakar pesawat udara dengan tipe mesin turbin (external combustion). Perfoma atau nilai mutu jenis bahan bakar avtur ditentukan oleh karakteristik kemurnian bahan bakar, model pembakaran turbin dan daya tahan struktur pada suhu yang rendah.

3. Bensin

Jenis bahan bakar bensin merupakan nama umum untuk beberapa jenis BBM yang diperuntukkan untuk mesin dengan pembakaran pengapian. Di Indonesia terdapat beberapa jenis bahan bakar jenis bensin yang memiliki nilai mutu pembakaran berbeda. Nilai mutu jenis BBM bensin ini dihitung berdasarkan randon octane number (RON). Berdasarkan RON tersebut maka BBM bensin dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu:

a. Premium (RON 88)

Premium adalah bahan bakar minyak jenis distilat berwarna kekuningan yang jernih. Warna kuning tersebut akibat adanya zat pewarna tambahan (dye). Penggunaan premium pada umumnya adalah untuk bahan bakar kendaraan bermotor bermesin

bensin, seperti : mobil, sepeda motor, motor tempel dan lain-lain. Bahan bakar ini sering disebut motor gasoline atau petrol.

b. Pertamax (RON 92)

Ditujukan untuk kendaraan yang mempersyaratkan penggunaan bahan bakar beroktan tinggi dan tanpa timbal (unleaded). Pertamax juga direkomendasikan untuk kendaraan yang diproduksi diatas tahun 1990 terutama yang telah menggunakan teknologi setara dengan electronic fuel injection dan catalytic converters.

c. Pertamax Plus (RON 95)

Jenis BBM ini telah memenuhi standar perfoma International World Wide Fuel Charter

(18)

Pertamax Plus sangat direkomendasikan untuk kendaraan yang memiliki kompresi rasio > 10,5 dan juga yang menggunakan electronic fuel injection (EFI), variabel valve timing intelligent (VVTI), turbochargers dan catalytic converters.

4. Minyak Tanah (Kerosene)

Minyak tanah atau kerosene merupakan bagian dari minyak mentah yang memiliki tiitk didih antara 150°C dan 300°C serta tidak berwarna. Digunakan selama bertahun-tahun sebagai alat bantu penerangan, memasak, water heating, dll. Umumya merupakan pemakaian domestik serta usaha kecil.

5. Minyak Solar (HSD)

High Speed Diesel (HSD) merupakan BBM jenis solar yang memiliki angka performa

cetane number 45. Jenis BBM ini umumnya digunakan untuk mesin transportasi mesin diesel yang umumnya dipakai dengan sistem injeksi pompa mekanik (injection pump) dan electronic injection. Jenis ini diperuntukkan ntuk jenis kendaraan bermotor transportasi dan mesin industri.

6. Minyak Diesel (MDF)

Minyak diesel adalah hasil penyulingan minyak yang berwarna hitam yang berbentuk

cair pada temperatur rendah. Biasanya memiliki kandungan sulfur yang rendah dan dapat diterima oleh Medium Speed Diesel Engine di sektor industri. Oleh karena itu,

diesel oil disebut juga Industrial Diesel Oil (IDO) atau Marine Diesel Fuel (MDF).

7. Minyak Bakar (MFO)

(19)

II-19 8. Biodiesel

Jenis bahan bakar ini merupakan alternatif bagi bahan bakar diesel berdasar-petrolium dan terbuat dari sumber terbaharui seperti minyak nabati atau hewani. Secara kimia, bahan bakar ini merupakan bahan bakar yang terdiri dari campuran mono-alkyl ester dari rantai panjang asam lemak. Jenis produk yang dipasarkan saat ini merupakan produk biodiesel dengan campuran 95% diesel petrolium dan mengandung 5% CPO yang telah dibentuk menjadi Fatty Acid Methyl Ester (FAME).

9. Pertamina Dex

Bahan bakar mesin diesel modern yang telah memenuhi dan mencapai standar emisi gas buang EURO 2 ini memiliki angka perfoma tinggi dengan cetante number 53 keatas, memiliki kualitas tinggi dengan kandungan sulfur di bawah 300 ppm. Jenis BBM ini direkomendasikan untuk mesin diesel teknologi injeksi terbaru (Diesel Common Rail System) sehingga pemakaian bahan bakarnya lebih irit dan ekonomis.

2.8Beban Emisi

Beban emisi adalah besarnya massa polutan yang dilepaskan ke udara oleh lalu lintas sebagai sumber polusi udara dalam satuan waktu tertentu (Sengkey, dkk, 2010).

2.8.1 Beban Emisi Kendaraan

Perhitungan beban emisi untuk suatu polutan dari kendaraan bermotor pada suatu ruas jalan dengan menggunakan Persamaan 2.1 berikut:

∑ ∑ ∑ ... (2.1)

Keterangan:

E = beban emisi (g/jam)

L = panjang dari ruas jalan yang diamati (km)

V = volume total kendaraan yang melewati suatu ruas jalan (kendaraan/jam) Pi = fraksi probabilitas distribusi dari kendaraan tipe i. (Jika jumlah kendaraan tiap

(20)

2.8.2 Beban Emisi Pesawat

Ada beberapa metodologi yang bertujuan untuk memprakirakan emisi pencemar pesawat, yaitu metodologi ICAO, EPA, EEA/EMEP, MEET, ALAQS dan SOURDINE (Kurniawan dan Khardi, 2010). Adapun pada subbab ini akan disinggung metodologi dari ICAO. ICAO membagi metodologinya menjadi tiga jenis, yaitu pendekatan sederhana, pendekatan lanjutan dan pendekatan muktahir. Dua pendekatan pertama sudah matang untuk digunakan, sedangkan pendekatan terakhir masih dalam tahap pengerjaan dan diharapkan dapat dikembangkan lebih lanjut.

1. Metodologi ICAO Pendekatan Sederhana

Pendekatan sederhana (Simple Approach) adalah pendekatan yang paling mudah. Pendekatan ini dapat digunakan untuk memprakirakan pencemar CO, NOx, HC, SO2 dan CO2. Perumusannya tidak mempertimbangkan jenis spesifik mesin, modus operasi ataupun rentang waktu modus (Time in mode-TIM).

Emisi dari pesawat X (kg) = ∑ ...(2.2)

2. Metodologi ICAO Pendekatan Lanjutan

Pendekatan Lanjutan (Advance Approach) telah menunjukkan perbaikan dalam pembedaan jenis pesawat, perhitungan indeks emisi, dan Time in-mode (TIM). Pendekatan ini menawarkan hasil yang lebih akurat dibandingkan pendekatan sederhana, namun hanya mencakup pencemar NOx, CO, dan HC.

Eij = ∑ ...(2.3)

Keterangan:

Eij : Total emisi dari pencemar i (gr) yang dihasilkan peawat tipe j untuk satu kali siklus LTO

(21)

II-21 FFjk : Fuel flow atau kecepatan aliran bahan bakar pada modus k (kg/s) untuk setiap

mesin pada pesawat tipe j

TIMJK : Time-in-mode atau rentang waktu dalam modus untuk modus k, dalam menit, untuk pesawat tipe j,

NEj : Number of engines atau jumlah mesin yang digunakan pada pesawat tipe j

Pada perhitungan ini, sebagian data seperti faktor emisi dan Time in mode yang dibutuhkan telah disediakan oleh ICAO sedangkan sebagian yang lain memerlukan data dari bandar udara dan dokumen pabrikan pesawat terkait seperti jenis dan jumlah mesin serta kecepatan aliran. Jenis pesawat dapat diketahui dari nomor registrasi pesawat. Model mesin dapat diketahui dari jenis dan tahun pembuatan tersebut berdasarkan dokumen dari pabrikan pesawat terkait, sedangkan indeks emisi dan kecepatan aliran bahan bakar menggunakan nilai dari Emission Databank (EDB) ICAO yang dapat diunduh di http://www.caa.co.uk/.

3. Metodologi ICAO Pendekatan Muktahir

Pendekatan muktahir (Sophisticated Approach) masih dalam tahap pengembangan dan diharapkan dapat memberikan gambaran terbaik tentang emisi pesawat yang

sebenarnya. Pendekatan ini membutuhkan data yang lebih rinci tentang pesawat dan operasi mesin serta penggunaan data proprietary (komersial/paten) yang tidak tersedia untuk umum. Data yang digunakan juga akan berasal dari pengukuran real time.

(22)

Tabel 2.3 Metodologi TIER

TIER Data Aktifitas Faktor Emisi

TIER 1 Konsumsi bahan bakar berdasarkan

jenis bahan bakar

Faktor emisi baku berdasarkan jenis bahan bakar

TIER 2

Konsumsi bahan bakar dan jumlah operasi Landing and Take off (LTO) berdasarkan operasi (LTO dan perjalanan)

Faktor emisi berdasarkan operasi

TIER 3A Data penerbangan aktual, rata-rata

konsumsi bahan bakar

Data emisi untuk tahap Landing and Take off (LTO) dan

berbagai panjang fase

penerbangan

TIER 3B

Penerbangan lintasan penuh setiap segmen penerbangan menggunakan pesawat

Informasi kinerja aerodinaamis mesin khusus

Sumber : Kementerian Lingkungan Hidup, 2012

Adapun persamaan dari Metoda Tier tersebut dijelaskan sebagai berikut :

1. Tier - 1

Metodologi Tier-1 menggunakan data agregat konsumsi bahan bakar (gabungan konsumsi saat di darat dan saat terbang) dan faktor emisi per jenis bahan bakar yang digunakan.

Emisi = Konsumsi BB x Faktor Emisi...(2.4)

Tier-1 sebaiknya hanya digunakan untuk estimasi emisi dari pesawat berbahan bakar avgas. Tier-1 dapat digunakan untuk estimasi emisi pesawat berbahan bakar avtur bila data operasional pesawat terbang tidak ada.

2. Tier - 2

Metodologi Tier-2 digunakan untuk estimasi GRK dari pesawat berbahan bakar avtur. Dalam metodologi ini operasi pesawat terbagi atas landing dan take off (LTO) dan terbang (cruise). Untuk dapat menggunakan Tier-2 data landing dan take off (LTO) harus diketahui. Langkah-langkah perhitungan emisi GRK dengan metoda Tier-2 adalah sebagai berikut:

a. Perkirakan konsumsi bahan bakar pesawat untuk domestik dan internasional

(23)

II-23 Konsumsi LTO = Jumlah LTO x Konsumsi per LTO...(2.5)

Emisi LTO = Konsumsi LTO x Faktor Emisi LTO...(2.6)

3. Tier 3

Metodologi Tier-3 berdasarkan data pergerakan pesawat terbang. Metodologi ini terbagi atas Tier-3A dan Tier 3B. Metode Tier 3A berdasarkan data asal dan tujuan (origin and destination) pesawat sedangkan metode Tier-3B berdasarkan data lengkap trajektori/lintasan pesawat terbang.

2.9Analisis Statistik 2.9.1 Regresi

Regresi merupakan suatu alat ukur yang digunakan untuk mengukur ada atau tidaknya korelasi antar variabelnya. Istilah regresi itu sendiri berarti ramalan atau taksiran. Persamaan yang digunakan untuk mendapatkan garis regresi pada data diagram pencar disebut persamaan regresi. Secara teoritis, persamaan regresi adalah (Thalita, 2015) :

Y = a + bx ... (2.7)

Nilai koefisien a dan b dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

∑ ∑ ∑ ... (2.8)

∑ ∑ ∑ ... (2.9)

2.9.2 Korelasi

(24)

Koefisien korelasi R menyatakan kekuatan hubungan antara variabel X dan Y dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut ini (Thalita, 2015) :

√ ∑ ∑ ∑ ∑ ... (2.10)

Koefisien korelasi akan selalu berada dalam range -1 ≤ R ≤ +1

Bila R = 0 artinya tidak ada hubungan.

Bila R = -1 atau R = +1, artinya terdapat hubungan yang sempurna.

a. Korelasi positif kuat

Dikatakan sebagai korelasi positif kuat apabila hasil perhitungan korelasi mendekati +1 atau sama dengan +1. Hal ini menunjukkan setiap kenaikan nilai variabel X akan diikuti

dengan kenaikan nilai variabel Y dan sebaliknya.

b. Korelasi negatif kuat

Dikatakan sebagai korelasi negatif kuat apabila hasil perhitungan korelasi mendekati -1 atau sama dengan -1. Hal ini menunjukkan setiap kenaikan nilai variabel X akan diikuti dengan penurunan nilai variabel Y dan sebaliknya.

c. Tidak Ada Korelasi

Gambar

Gambar 2.1 Skema Pencemaran Udara
Gambar 2.2 Klasifikasi Sumber Emisi
Gambar 2.3 Sumber Karbon Dioksida (CO2) Sumber : IPCC, 2006
Tabel 2.2 Nilai Baku Mutu Udara Ambien untuk CO
+2

Referensi

Dokumen terkait

Parameter meteorologi yang mempengaruhi konsentrasi gas Ammonia di udara ambien adalah arah dan kecepatan angin, suhu udara serta stabilitas atmosfer.. Kata kunci: gas Ammonia,

ANALISIS KONSENTRASI CO (KARBON MONOKSIDA) UDARA AMBIEN DARI SUMBER KENDARAAN BERMOTOR DENGAN MENGGUNAKAN MODEL METI-LIS DI KAWASAN BALAI KOTA, MEDAN.. Isra’

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa konsentrasi polutan udara secara signifikan dapat menyimpang, hasil verifikasi dari fixed box model dengan data asli

Pengaruh Jumlah Kendaraan dan Faktor Meteorologi (Suhu, Kelembaban, Kecepatan Angin) Terhadap Peningkatan Konsentrasi Gas Pencemar CO (Karbon Monoksida) pada

Menurut Seinfeld (2006), pencemaran udara adalah kondisi atmosfer ketika suatu substansi konsentrasi pencemar melebihi batas konsentrasi udara ambien normal yang

Pengukuran faktor emisi karbon monoksida (CO) dan karbon dioksida (CO2) pada asap mainstream rokok non filter ditentukan dari pengukuran konsentrasi gas

Inventarisasi emisi dilakukan dengan mendaftar besaran polutan dari sumber pencemar dari sektor energi, yaitu transportasi on-road, transportasi off-road, dan sektor limbah

Pada hari Jum’at menunjukkan hubungan yang positif dengan persamaan regresi adalah konsentrasi udara ambien gas CO = 0,8027.(jumlah kendaraan) – 3267,1, dengan nilai