• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Kesesuaian Ekowisata Mangrove di Pantai Putra Deli Desa Denai Kuala Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Kesesuaian Ekowisata Mangrove di Pantai Putra Deli Desa Denai Kuala Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Keadaan Umum Wilayah

Kecamatan Pantai Labu merupakan salah satu dari 22 kecamatan yang terdapat di Kabupaten Deli Serdang yang terletak di daerah Pantai Timur Sumatera Utara. Luas wilayah Kabupaten Deli Serdang mencakup 2.486 km2 yang terdiri dari 394 kelurahan/desa. Secara administratif, batas-batas wilayah Kecamatan Pantai Labu adalah sebagai berikut:

- Sebelah Timur berbatasan dengan Kota Medan

- Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Serdang Bedagai - Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Lubuk Pakam - Sebelah Selatan berbatasan dengan Selat Malaka

Kecamatan Pantai Labu memiliki luas 81,85 km2 merupakan dataran rendah dengan ketinggian 0-8 m dpl. Daerah Kecamatan Pantai Labu beriklim tropis dengan suhu berkisar 230C sampai dengan 340C. Wilayah administrasi pesisir Kecamatan Pantai Labu (Desa Denai Kuala, Desa Paluh Sibaji, Desa Rugemuk, Desa Bagan Serdang dan Desa Sei Tuan) yang dijadikan sebagai desa kajian mangrove merupakan kawasan pantai (Ningsih, 2008)

Jarak Desa Denai Kuala dengan pusat pemerintahan kecamatan adalah 3 km, jarak dengan pusat pemerintahan Kabupaten adalah 17 km, dan jarak dengan pusat pemerintahan Provinsi adalah 95 km. Secara administratif, Desa Denai Kuala mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut:

- Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Serdang Bedagai

(2)

- Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka - Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Denai Lama

Pengertian Ekosistem Mangrove

Istilah ‘mangrove’ tidak diketahui secara pasti asal usulnya. Ada yang mengatakan bahwa istilah tersebut kemungkinan merupakan kombinasi dari bahasa Portugis dan Inggris. Bangsa Portugis menyebut salah satu jenis pohon mangrove sebagai ‘mangue’ dan istilah Inggris ‘grove’, bila disatukan akan menjadi ‘mangrove’ atau ‘mangrave’. Ada kemungkinan pula berasal dari bahasa Malay, yang menyebut jenis tanaman ini dengan ‘mangi-mangi’ atau ‘mangin’. Mangrove adalah tanaman pepohonan atau komunitas tanaman yang hidup di antara laut dan daratan yang dipengaruhi oleh pasang surut (Irwanto, 2006).

Mangrove memiliki berbagai macam manfaat bagi kehidupan manusia dan lingkungan sekitarnya. Bagi masyarakat pesisir, pemanfaatan mangrove untuk berbagai tujuan telah dilakukan sejak lama. Akhir-akhir ini, peranan mangrove bagi lingkungan sekitarnya dirasakan sangat besar setelah berbagai dampak

merugikan dirasakan diberbagai tempat akibat hilangnya mangrove (Noor, dkk., 1999).

(3)

pohon-pohon di sini tidak sampai merusak lingkungan hidup (Hutabarat dan Stewart, 2008).

Ekosistem mangrove memiliki peran yang sangat penting dalam dinamika ekosistem pesisir dan laut, terutama perikanan pantai sehingga pemeliharaan dan rehabilitasi ekosistem mangrove merupakan salah satu alasan untuk tetap mempertahankan keberadaan ekosistem tersebut. Peran ekosistem mangrove di wilayah pesisir dan laut dapat dihubungkan dengan fungsi ekosistem tersebut dalam menunjang keberadaan biota menurut beberapa aspek antara lain adalah fungsi fisik, biologi, dan sosial ekonomi. Salah satu alasan yang menjadikan ekosistem mangrove sangat terkait dengan perairan disekitarnya adalah keunikan ekosistem mangrove yang merupakan batas yang menghubungkan antara ekosistem darat dan ekosistem laut (Kawaroe, 2001).

Santoso (2006) diacu oleh Muhaerin (2008), menyatakan bahwa ruang lingkup mangrove secara keseluruhan meliputi ekosistem mangrove yang terdiri atas:

1. Satu atau lebih spesies pohon dan semak belukar yang hidupnya terbatas di habitat mangrove (exclusive mangrove).

2. Spesies tumbuhan yang hidupnya di habitat mangrove, namun juga dapat hidup di habitat non-mangrove (non-exclusive mangrove).

(4)

4. Proses-proses dalam mempertahankan ekosistem ini, baik yang berada di daerah bervegetasi maupun di luarnya.

5. Daratan terbuka atau hamparan lumpur yang berada antara batas hutan sebenarnya dengan laut.

6. Masyarakat yang hidupnya bertempat tinggal dan tergantung pada mangrove.

Karakteristik dan Zonasi Hutan Mangrove

Rawa mangrove adalah salah satu jenis tanah rawa yang terdapat di wilayah pantai dengan sifatnya yang unik, yang berbeda dengan rawa-rawa air tawar dan tanah gambut. Sumbangan terbesar dari rawa mangrove bagi kita adalah karena ia menunjang produksi makanan laut dengan menyediakan zat hara ke perairan pantai sekitarnya serta berlaku sebagai daerah asuhan untuk berbagai jenis Crustacea dan ikan (Romimohtarto dan Juwana, 2001).

(5)

Dalam lingkungan yang serba berat ini, sangat sulit untuk tumbuh-tumbuhan mangrove berkembang biak seperti tumbuh-tumbuh-tumbuhan biasa. Suatu penyesuaian perkembangbiakan yang disebut viviparitas (viviparity) yang telah dikembangkan. Sekali ia lepas dari induknya ia menancap pada dasar lumpur dengan hipokotil yang seperti paku besar. Adaptasi semacam ini terdapat pada kebanyakan jenis mangrove seperti Rhizophora, Bruguiera dan Ceripos. Beberapa

jenis seperti Avicennia hidup di habitat yang berair lebih asin sedangkan

Nypa fruitcans terdapat pada habitat yang lebih tawar

(Romimohtarto dan Juwana, 2001).

Avicennia merupakan marga yang memiliki kemampuan toleransi terhadap

kisaran salinitas yang luas dibandingkan dengan marga lainnya. A. marina mampu tumbuh dengan baik pada salinitas yang mendekati tawar sampai dengan 90 permil. Pada salinitas ekstrim, pohon tumbuh kerdil dan kemampuan menghasilkan buah hilang. Jenis-jenis Sonneratia umumnya ditemui hidup di daerah dengan salinitas tanah mendekati salinitas air laut, kecuali S. caseolaris yang tumbuh pada salinitas kurang dari 10 permil. Beberapa jenis lain juga dapat tumbuh pada salinitas tinggi seperti Aegiceras corniculatum pada salinitas 20 – 40

permil, Rhizopora mucronata dan R. Stylosa pada salinitas 55 permil,

Ceriops tagal pada salinitas 60 permil dan pada kondisi ekstrim ini tumbuh kerdil,

bahkan Lumnitzera racemosa dapat tumbuh sampai salinitas 90 permil. Jenis-jenis Bruguiera umumnya tumbuh padadaerah dengan salinitas di bawah 25 permil. Kadar salinitas optimum untuk Bruguiera parviflora adalah 20 permil, sementara

(6)

Gambar 2. Tipe zonasi hutan mangrove di Indonesia (Irwanto, 2006)

Fungsi dan Manfaat Vegetasi Mangrove

Mangrove berperan dalam menangkap, menyimpan, mempertahankan dan mengumpulkan benda dan partikel endapan dengan struktur akarnya yang lebat, sehingga lebih suka menyebutkan peran mangrove sebagai “shoreline stabilizer” daripada sebagai “island initiator” atau sebagai pembentuk pulau. Dalam proses ini yang terjadi adalah tanah di sekitar pohon mangrove tersebut menjadi lebih stabil dengan adanya mangrove tersebut. Peran mangrove sebagai barisan penjaga adalah melindungi zona perbatasan darat laut di sepanjang garis pantai dan menunjang kehidupan organisme lainnya di daerah yang dilindunginya tersebut. Hampir semua pulau di daerah tropis memiliki pohon mangrove (Irwanto, 2006).

Menurut Wibisono (2005) yang diacu oleh Muhaerin (2008), menyatakan secara ekologis ekosistem mangrove mempunyai beberapa fungsi penting bagi wilayah pesisir, di antaranya:

(7)

2. Sebagai penahan erosi pantai karena hempasan ombak dan angin serta sebagai pembentuk daratan baru.

3. Merupakan tempat ideal untuk berpijah (spawning ground) dari berbagai jenis larva udang dan ikan.

4. Sebagai cadangan sumber alam (bahan mentah) untuk dapat diolah menjadi komoditi perdagangan yang bisa menambah kesejahteraan penduduk setempat.

Salah satu peran dan sekaligus manfaat ekosistem mangrove, adalah adanya sistem perakaran mangrove yang kompleks dan rapat, lebat dapat memerangkap sisa-sia bahan organik dan endapan yang terbawa air laut dari bagian daratan. Proses ini menyebabkan air laut terjaga kebersihannya dan dengan demikian memelihara kehidupan padang lamun (seagrass) dan terumbu karang. Karena proses ini maka mangrove seringkali dikatakan pembentuk daratan karena endapan dan tanah yang ditahannya menumbuhkan perkembangan garis pantai dari waktu ke waktu. Pertumbuhan mangrove memperluas batas pantai dan memberikan kesempatan bagi tumbuhan terestrial hidup dan berkembang di wilayah daratan. Akar pohon mangrove juga menjaga pinggiran pantai dari bahaya erosi (Irianto, 2006).

(8)

kesesuaian strategi pengelolaan berkelanjutan dan diperlukan pengetahuan tentang nilai strategis dari keberadaan hutan mangrove yang bermanfaat bagi masyarakat sekitar salah satunya melalui kegiatan pengembangan ekowisata dengan upaya konservasi, proses pemberdayaan masyarakat dan kegiatan rekreasi yang dilakukan secara terpadu dan perlu mendapatkan prioritas khusus untuk melestarikan komponen ekosistem wilayah pesisir. (Azkia, 2013).

Menurut Muhaerin (2008) , alternatif pemanfaatan ekosistem mangrove yang paling memungkinkan tanpa merusak ekosistem ini meliputi: penelitian ilmiah (scientific research), pendidikan (education), dan rekreasi terbatas/ ekoturisme (limited recreation/ecoturism). Potensi rekreasi dalam ekosistem mangrove antara lain (Bahar, 2004):

a. Bentuk perakaran yang khas yang umum ditemukan pada beberapa jenis vegetasi mangrove seperti akar tunjang (Rhizophora spp.), akar lutu (Bruguiera spp.), akar pasak (Sonneratia spp., Avicenia spp.), akar papan (Heritiera spp.).

b. Buah yang bersifat viviparious (buah berkecambah semasa masih menempel pada pohon) yang terlihat oleh beberapa jenis vegetasi mangrove seperti

Rhizophora spp. dan Ceriops spp..

c. Adanya zonasi yang sering berbeda mulai dari pinggir pantai sampai pedalaman (transisi zonasi).

(9)

biawak, buaya, ular, udang, ikan, kerang-kerangan, keong, kepiting dan sebagainya.

e. Atraksi adat istiadat masyarakat setempat yang berkaitan dengan sumberdaya mangrove.

f. Hutan-hutan mangrove yang dikelola secara rasional untuk pertambakan tumpang sari dan pembuatan garam, bisa menarik wisatawan.

Ekowisata

Pengertian Pariwisata dan Ekowisata

Wisata merupakan suatu bentuk pemanfaatan sumberdaya alam yang mengutamakan jasa alam untuk kepuasan manusia. Kegiatan manusia untuk kepentingan wisata dikenal juga dengan pariwisata (Yulianda, 2007). Ekowisata adalah bentuk baru dari perjalanan yang bertanggung jawab ke area alami dan berpetualang yang dapat menciptakan industri pariwisata (Muhaerin, 2008).

(10)

Pariwisata merupakan suatu kegiatan perjalanan untuk bersenang-senang mengunjungi obyek / atraksi wisata, menyaksikan secara langsung adat budaya setempat, dan tujuan lainnya (tidak untuk mendapatkan penghasilan), dengan durasi waktu lebih dari 24 jam, sehingga memerlukan kebutuhan utama selain objek-objek wisata yang akan dikunjungi, yaitu: transportasi, akomodasi dan konsumsi. Definisi pariwisata sebagai berikut : Pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan orang untuk sementara waktu, yang diselenggarakan dari suatu tempat ke tempat lain meninggalkan tempatnya semula, dengan suatu perencanaan dan dengan maksud bukan untuk berusaha atau mencari nafkah di tempat yang dikunjungi, tetapi semata-mata untuk menikmati kegiatan pertamsyaan dan rekreasi atau untuk memenuhi keinginan yang beranekaragam (Armos, 2013)

(11)

dinikmati, serta pencemaran udara yang akan menimbulkan degradasi lingkungan. (Jaya, 2007).

Perlu adanya konsep pengelolaan yang tepat dan optimal dengan menjamin praktek pengelolaan hutan mangrove sesuai dengan tujuan dan sasaran, sehingga diharapkan mampu menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat sekitar yang dengan sendirinya akan membina kesadaran dan kepedulian untuk tetap menjaga lingkungan alamiah hutan mangrove melalui kegiatan ekowisata (Azkia, 2013).

Pengembangan Kawasan Ekowisata

Menurut Jaya (2007), menyatakan bahwa ekowisata sebagai perjalanan wisata alam yang bertanggungjawab dengan cara mengonversi lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal. Ekowisata merupakan semua atraksi yang berbasis pada sumber daya alam. Sebagai pasar, ekowisata merupakan perjalanan yang diarahkan pada upaya-upaya pelestarian lingkungan. Akhirnya sebagai pendekatan pembangunan, ekowisata merupakan metode pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya pariwisata secara ramah lingkungan Dari definisi ini ekowisata dapat dilihat dari tiga perspektif, yakni:

1. Ekowisata sebagai produk 2. Ekowisata sebagai pasar

3. Ekowisata sebagai pendekatan pembangunan.

(12)

hayati. Salah satu konsep pariwisata yang sedang marak adalah ekowisata, dengan berbagai teknik pengelolaan seperti pengelolaan sumber daya pesisir yang berbasiskan masyarakat yang dilaksanakan secara terpadu, dimana dalam konsep pengelolaan ini melibatkan seluruh stakeholder yang kemudian menetapkan prioritas-prioritas. Dengan berpedoman tujuan utama, yaitu tercapainya pembangunan yang berkelanjutan yang berwawasan lingkungan (Alfira, 2014).

Prinsip Dasar Ekowisata

Bahar (2004) yang diacu oleh Muhaerin (2008), mengemukakan bahwa ada 7 butir prinsip-prinsip ekowisata :

1. Perjalanan ke suatu tempat yang alami (involves travel to natural destinations). 2. Meminimalkan dampak negatif (minimized impact)

3. Membangun kepedulian terhadap lingkungan (build environmental awareness). 4. Memberikan beberapa manfaat finansial secara langsung kepada kegiatan

konservasi (Provides direct financial benefit for conservations).

5. Memberikan manfaat/keuntungan finansial dan pemberdayaan pada masyarakat lokal (Provides financial benefit and enpowerment for local people).

6. Menghormati budaya setempat (Respect local culture).

7. Mendukung gerakan hak azasi manusia dan demokrasi (Support human right

and democratic movement).

Ekowisata Mangrove

(13)

yang terjaga keasliannya sekaligus menjadi suatu kawasan kunjungan wisata. Potensi yang ada adalah suatu konsep pengembangan lingkungan yang berbasis pada pendekatan pemeliharaan dan konservasi alam, mangrove sangat potensial bagi pengembangan ekowisata karena kondisi mangrove yang sangat unik serta model wilayah yang dapat di kembangkan sebagai sarana wisata dengan tetap menjaga keaslian hutan serta organisme yang hidup dikawasan mangrove. Suatu kawasan akan bernilai lebih dan menjadi daya tarik tersendiri bagi orang jika di dalamnya terdapat suatu yang khas dan unik untuk dilihat dan dirasakan.

Menurut Tuwo (2011) diacu oleh Rozalina dkk., (2014), menyatakan ekowisata didefinisikan sebagai suatu bentuk wisata yang menekan tanggung jawab terhadap kelestarian alam, memberi manfaat secara ekonomi dan mempertahankan keutuhan budaya bagi masyarakat setempat. Seiring dengan semakin berkembangnya niat konservasi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, maka lahir definisi baru mengenai ekowisata yaitu suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan dengan tujuan mengkonservasi lingkungan dan melestarikan kehidupan dan kesejahteraan penduduk setempat.

Gambar

Gambar 2. Tipe zonasi hutan mangrove di Indonesia (Irwanto, 2006)

Referensi

Dokumen terkait

Kegiatan pengembangan ekowisata mangrove di Pantai Bilik dan Sejile dapat dilakukan dengan menyusun konsep detail terkait pengembangan ekowisata mangrove sesuai dengan

Potensi mangrove diperoleh dengan transek pengukuran mangrove sedangkan kesesuaian wisata diperoleh dengan menggunakan kriteria kesesuaian ekowisata mangrove dan didukung

Ekowisata bahari merupakan kegiatan wisata pesisir dan laut yanga. dikembangkan dengan pendekatan konservasi

Potensi mangrove diperoleh dengan transek pengukuran mangrove sedangkan kesesuaian wisata diperoleh dengan menggunakan kriteria kesesuaian ekowisata mangrove dan didukung

yang terdapat di Pantai Bali sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai ekowisata. khususnya

Ekosistem Mangrove sebagai Obyek Wisata Alam di Kawasan Konservasi Mangrove dan Bekantan di Kota Tarakan ( EcosystemMangrove as an Ecotourism in Conservation Area

Potensi yang ada adalah suatu konsep pengembangan ekowisata karena kondisi mangrove yang sangat unik serta model wilayah yang dapat dikembangkan sebagai sarana ekowisata dengan

Dari hasil penelitian mengenai analisis potensi biofisik ekosistem mangrove untuk pengembangan ekowisata mangrove dapat disimpulkan bahwa dijumpai 15 jenis mangrove dari 9