• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Nilai Mean Platelet Voulme (Mpv) Dengan Derajat Sepsis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Nilai Mean Platelet Voulme (Mpv) Dengan Derajat Sepsis"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 SEPSIS

2. 1.1 Definisi

Definisi Sepsis pertama sekali diperkenalkan oleh American college

OfChest Physicians (ACCP) dan The Society Of Critical Care Medicine (SCCM)

Consensus Conference pada tahun 1991, dimana sepsis diartikan sebagai suatu

respons inflamasi sisemik (systemic inflammatory response) terhadap infeksi30. Meskipun SIRS, sepsis dan syok septik biasanya berhubungan dengan infeksi

bakteri, namun tidak harus terdapat bakterimia. Hal ini terjadi karena di dalam

darah kemungkinan terdapat endo maupun eksotoksemia sedangkan bakterinya

berada dalam jaringan. Bakterimia adalah keberadaan bakteri hidup dalam

komponen cairan tubuh, biasanya dijumpai setelah jejas pada permukaan mukosa,

primer (jika fokus infeksi tidak teridentifikasi) ataupun sekunder terhadap fokus

infeksi intravaskuler atau ekstravaskuler, sehingga biakan darah tidak harus

positif.1-3

Sepsis berat adalah sepsis yang berhubungan dengan adanya

disfungsiorgan (satu atau lebih) hipoperfusi jaringan atau hipotensi. Hipoperfusi

termasuk asidosis laktat, oligouria dan perubahan status mental2,3,30-32. Sedangkan

syok sepsis adalah sepsis yang disertai hipotensi (TDS< 90mmHg atau penurunan

≥ 40 mmHg dari tekanan darah sebelumnya) tanpa ada penyebab hipotensi

lainnya, yang menetap walaupun telah dilakukan resusitasi cairan yang adekuat.1-3

2. 1.2 Epidemiologi

(2)
(3)

yang dirawat di Intensive Care Unit (ICU)4,33,34.Namun di Indonesia belum ada data mengenai prevalensi terjadi sepsis pada pasien dewasa baik di ruang rawatan

ICU maupun non-ICU.

2. 1.3 Etiologi

Infeksi pada sepsis dapat disebabkan oleh bakteri Gram-negatif atau

Gram-positif, namun penyebab sepsis terbesar adalah bakteri gram negatif dengan

persentase 60-70% yang menghasilkan berbagai produk yang menstimulasi sistem

imun. Produk yang berperan penting terhadap sepsis adalah lipopolosakarida

(LPS). LPS atau endotoksin glikoprotein kompleks merupakan komponen utama

terluar dari bakteri gram negatif. Selama periode 1979 – 2000 di Amerika Serikat

angka sepsis terus meningkat sampai 13,7% per tahun. Dari hasil biakan kuman

yang tumbuh, 52,1% diantaranya adalah gram positif, 37,5% gram negatif, 4,7%

polimikrobial, 4,6% jamur, dan 1% bakteri anaerob. Infeksi bakteri gram positif

terus meningkat disebabkan oleh peningkatan infeksi nosokomial dari berbagai

sumber seperti kateterisasi atau terapi imunosupresif. Hal ini ditunjukkan dari

meningkatnya kasus MRSA (Methicillin-Resistant Staphylococcus Aureus) dari 29% menjadi 45%. Infeksi terutama terjadi pada saluran nafas (40-44%), diikuti

oleh infeksi saluran genitourinarius 18%) dan infeksi intra abdominal

(9-14%).3,4

2. 1.4 Patogenesis Dan Patofisiologi

Sepsis merupakan puncak dari interaksi yang kompleks antara organisme

penyebab infeksi dan host imun. Kedua hal yakni respon host dan karakteristik

dari organisme penyebab infeksi mempengaruhi outcome sepsis. Pada sepsis

diawali dengan aktifasi sistem imun bawaan, sebagai respons terhadap infeksi,

melalui pengenalan terhadap benda asing yakni lipopolisakarida bakteri

(endotoksin atau LPS). Mekanisme ini antara lain pelepasan sitokin, aktifasi

neutrofil, monosit, makrofag dan sel endotel serta aktifasi komplemen, koagulasi,

fibrinolitik, dan sistem kontak.35-37

Toll-like receptors (TLR) mengatur mekanisme pertahanan tubuh dan

(4)

permukaan sel yang mengenali komponen molekuler dari mikroorganisme. Pada

fase awal dari infeksi, TLR mengaktifasi sistem imun bawaan dan menghancurkan

patogen dari makrofag, natural killer cells dan sistem komplemen. Pada fase kedua, TLR mengaktifasi sistem imun didapat dengan mengaktifasi limfosit T dan

B. Disini produksi sitokin berperan penting, makrofag dan monosit yang

teraktifasi adalah sel yang utama yang menghasilkan sitokin, tapi fibroblast,

neutrofil dan sel endotel juga dapat menghasilkan sitokin.32,35,37

TLR-4 mengenali LPS bakteri gram negatif, TLR-2 mengenali

peptidoglikan bakteri gram positif. Ikatan TLR dengan epitop pada

mikroorganisme akan mengaktifkan intracellular signal transduction pathway yang mengaktifkan cytosolic nuclear factor kB (NF-kB). NF-kB meningkatkan transkripsi sitokin. Sitokin akan mengaktifkan sel endotel dengan meningkatkan

ekspresi molekul permukaan dan memperkuat adhesi neutrofil dan endotel di

tempat infeksi. Sitokin juga menyebabkan injuri sel endotel melalui induksi

neutrofil, monosit, makrofag dan trombosit yang melekat pada sel endotel.35-39

Gambar 2.1 Respon Imun terhadap Infeksi Organisme

(Dikutip dari : Oberholzer A,Shock. 2001;16:83-96)

Sitokin melepaskan mediator seperti protease, oksidan, prostaglandin, dan

(5)

endotel, menimbulkan peningkatan pemeabilitas, vasodilatasi dan perubahan

keseimbangan prokoagulan dan koagulan. Sitokin juga mengaktifasi kaskade

koagulasi. Selain itu endotel yang teraktifasi akan melepaskan nitric oxide (NO),

suatu bahan vasodilator poten yang berperan pada syok sepsis. Sitokin dibedakan

menjadi proinflamsi dan anti inflamasi, tergantung fungsinya. TNF-α, IL-1ß, IL-6, Il-8, Il-12 adalah sitokin proinflamasi utama yang berperan dalam aktifasi awal

dari respons inflamasi sistemik pada sepsis. TNF-α terutama diproduksi oleh monosit dan makrofag, dan bekerja merangsang produksi molekul adhesi pada sel

endotel serta sistem koagulasi dan komplemen. IL-1 terutama dihasilkan oleh

monosit dan makrofag. IL-1ß dan TNF-α mempunyai efek sinergik. IL-1ß merangsang produksi IL-6, IL-8 dan TNF-α dan dapat menyebabkan perubahan hemodinamik sama seperti shock sepsis. Pada banyak penelitian didapat bahwa

kadar IL-1ß tidak berhubungan dengan beratnya penyakit, sedangkan TNF-α berhubungan dengan beratnya penyakit pada beberapa studi.2,3,35-37

Sepsis juga mengaktifkan produksi dan pelepasan sitokin anti inflamasi.

IL-1 receptor antagonist (IL-1ra) menghambat IL-1, yang berikatan secara

kompetitif dengan reseptor IL-1 dan menghambat kerja IL-1. IL-1ra dihasilkan

terutama oleh makrofag, beberapa studi gagal membuktikan bahwa pemberian

IL-1ra pada sepsis dapat memperbaiki mortalitas pada sepsis.37,38

IL-10 adalah sitokin anti inflamasi utama. Sitokin ini menghambat

produksi TNF-α, IL-1ß, IL-6, IL-8. Sitokin ini juga menekan pelepasan radikal bebas dan aktifitas NO serta produksi prostaglandin. Beberapa sel yang dapat

memproduksi IL-10 adalah CD-4, CD-8, makrofag, monosit, limfosit B, sel

dendrite dan sel epitel. Pada syok sepsis, monosit merupakan sumber utama dari

sitokin ini. IL-10 tidak hanya membatasi beratnya respons imflamasi, tapi juga

mengatur proliferasi sel T, sel B, natural killer cells, antigen precenting cells, cel

mast dan granulosit. Sitokin ini berperan dalam imun supresi, sebagai stimulator

imunitas bawaan dan imunitas TH-2. Beberapa studi mendapatkan bahwa pada

keadaan sepsis kadar sitokin IL-10 meningkat dan lebih meningkat lagi pada syok

sepsis.39-41

IL-6 merupakan sitokin yang paling banyak diteliti pada sepsis dan paling

(6)

TNF-α dan iIL-1ß. Sitokin ini terutama diproduksi oleh monosit dan makrofag dan sel indotel dan berhubungan dengan derajat beratnya sepsis sehingga peningkatan

yang persisten berhubungan dengan perkembangan Multiple Organ Failure (MOF) dan prognosis buruk.Sitokin ini mengatur diferensiasi dari sel limfosit B

dan T. Sitokin ini adalah pirogen endogen dan demam pada pasien sepsis

disebabkan oleh sitokin ini. Sitokin ini juga bersifat anti inflamasi yang

menghambat produksi sitokin pro-inflamasi lainnya dan respons yang adekuat

dapat mengaktivasi HPA pada penyakit kritis.1-3

IL-8 berfungsi mengaktifasi dan sebagai kemotaksis netrofil ke tempat

inflamasi. Konsentrasi tinggi dari sitokin ini dapat merangsang infiltrasi netrofil,

merusak endotel, kebocoran plasma dan injuri jaringan lokal. Sebaliknya sitokin

ini juga menghambat migrasi netrofil apabila berada dalam sirkulasi, sehingga

sitokin ini bersifat pro dan anti inflamasi.2

Gambar 2. 2 Patogenesis Terjadinya Multiple Organ Failure dan Syok pada Sepsis

(Dikutip dari: Cohen J, Nature. 2002;420:19-26)

(7)

Gejala klinis sepsis biasanya tidak spesifik seperti demam, menggigil dan

gejala konstitusional seperti lelah, malaise, gelisah, kebingungan sampai

penurunan kesadaran. Manifestasi klinis sepsis akan lebih berat bila terjadi pada

penderita usia lanjut, diabetes mellitus, keganasan, HIV atau komorbid dengan

penyakit immunokompromise lainnya. Manifestasi SIRS dapat berupa dua atau

lebih dari gejala berikut: 1) Suhu > 38⁰C atau < 36⁰C; 2) Takikardia (HR > 90

kali/menit; 3) Takipneu (RR > 20 kali/menit) atau PaCO2 < 32 mmHg; 4) Lekosit

darah > 12.000/µL, <4.000/µL atau neutrofil batang > 10%.2,3

(8)

Dikutip dari: Dellinger PR, Crit Care Med. (2013); 41:580–637. Tabel 2. 2 Kriteria Sepsis Berat

2. 2 Trombosit

2. 2.1 Produksi Trombosit

Trombosit dihasilkan dalam sumsum tulang melaui fragmentasi sitoplasma

megakariosit. Prekursor megakariosit, megakarioblast muncul melalui proses

diferensiasi dari sel induk hemopoetik. Megakariosit mengalami pematangan

dengan replikasi inti endomitotik yang sinkron, memperbesar volume sitoplasma

sejalan dengan penambahan lobus inti menjadi kelipatan duanya. Pada berbagai

stadium perkembangannya (paling banyak pada stadium inti delapan), sitoplasma

menjadi granular dan trombosit dilepaskan. Produksi trombosit mengikuti

pembentukam mikrovesikel dalam sitoplasma sel yang menyatu dan membentuk

membrane pembatas trombosit. Tiap sel megakariosit bertanggung jawab untuk

menghasilkan sekitar 4000 trombosit. Interval waktu semenjak diferensiasi sel

induk manusia sampai produksi trombosit sekitar 10 hari. Trombopoetin adalah

(9)

mempunyai reseptor untuk trombopoetin (C-MPL) dan mengeluarkannya dari

sirkulasi.42

2. 2.2 Struktur Trombosit

Glikoprotein permukaan sangat penting dalam reaksi adhesi dan agregasi

trombosit. Adhesi pada kolagen difasilitasi oleh glikoprotein Ia (GPIa).

Glikoprotein Ib dan IIb/IIIa penting dalam perlekatan trombosit pada faktor von

Willebrand (vWF) dan subendotel vaskuler. Reseptor IIb/IIIa juga merupakan

reseptor untuk fibrinogen yang penting dalam agregasi trombosit. Membran

plasma berinvaginasi ke bagian dalam trombosit untuk membentuk suatu sistem

kanalikular terbuka yang menyediakan permukaan reaktif yang luas tempat

protein koagulasi plasma diabsorpsi secara selektif. Fosfolipid membrane (faktor

3 trombosit) sangat penting dalam konversi faktor koagulasi X menjadi Xa dan

protrombin (faktor II) menjadi thrombin (faktor IIa).42,43

2. 2.3 Fungsi trombosit

Fungsi utama trombosit adalah pembentukan sumbat mekanik selama

respons hemostasis normal terhadap cedera vaskular. Tanpa trombosit, maka

dapat terjadi kebocoran darah spontan. Reaksi trombosit dapat berupa adhesi,

sekresi, agregasi dan fusi serta aktivitas prokoagulannya sangat penting untuk

fungsinya.42-44

2. 3 Trombosis

Pembuluh darah yang normal dilapisi oleh sel endotel. Dalam keadaan

yang utuh sel endotel bersifat antikoagulan dengan menghasilkan inhibitor

trombosit (nitrogen oksida, prostasiklin, ADPase), inhibitor bekuan darah/lisis

(heparin, tissue plasminogen activator, urokinase plasminogen aktivator,

trombomodulin, inhibitor jalur faktor jaringan). Sel endotel ini dapat terkelupas

oleh berbagai rangsangan seperti asidosis, hipoksia, endotoksin, oksidan, sitokin

dan stress oksidatif. Endotel pembuluh darah yang tidak utuh akan menyebabkan

vasokonstriksi lokal, menghasilkan faktor koagulasi (tromboplastin, faktor von

(10)

1), terbukanya jaringan ikat subendotel (serat kolagen, serat elastin dan membran

basalis) yang menyebabkan aktivasi dan adhesi trombosit serta mengaktifkan

faktor XI dan XII.43

Trombosis adalah pembentukan suatu massa abnormal di dalam sistem

peredaran darah yang berasal dari komponen-komponen darah. Trombosis terjadi

karena adanya ketidak seimbangan antara faktor trombogenik dengan mekanisme

proteksi sebagai akibat dari meningkatnya stimulus trombogenik atau penurunan

mekanisme proteksi, misalnya cedera jaringan pada sepsis yang melepaskan

berbagai mediator inflamasi, sitokin dan terjadinya disfungsi endotel. Pada tahun

1845 Virchow pertama kali mengemukakan adanya 3 faktor utama yang berperan

dalam patofisiologi thrombosis (Triad of Virchow’s) yaitu kelainan endotel pembuluh darah, perubahan aliran darah yang melambat/stasis dan perubahan

daya beku darah/hiperkoagulasi.43,4

2. 4 Hubungan Kelainan Trombosis dan Sepsis

Komplikasi perdarahan yang sering terjadi pada sepsis dapat disebabkan

oleh gangguan vaskuler, koagulasi dan gangguan fibrinolitik. Trombosis

intravaskuler merupakan petanda respons inflamasi lokal untuk membatasi ruang

gerak invasi mikroorganisme. Terjadinya deposit fibrin intravaskuler, trombosis

dan koagulasi intravaskuler diseminata (KID) merupakan manifestasi respons

sistemik terhadap infeksi dan sepsis.2,3,47,48

Pada sepsis berat terjadi berbagai peristiwa seperti leukosit yang

mengalami hiperresponsif persisten, jejas endotel vaskuler yang luas, KID,

disfungsi multi organ dan trombosis yang menunjukkan prognosis yang jelek.

Pada sepsis terjadi gangguan hemostasis, gangguan keseimbangan faktor

prokoagulan dan antikoagulan dan juga terjadi peningkatan aktivitas hemostatik

yang berlebihan untuk mengatasi jejas vaskuler yang luas. Pelepasan sitokin

pro-inflamasi pada sepsis seperti TNF-α, IL-1, IL-2, IL-6 dan IL-8 akan menginduksi monosit dan sel endotel vaskuler serta mengaktivasi jalur intrinsik dan ekstrinsik,

gangguan fungsi protein-C, menghambat jalur protein-S dan menurunkan

antitrombin. Fibrinolisis dapat dihambat melalui peningkatan activator inhibitor-1

(11)

trombosis, perdarahan dan KID yang menyebabkan disfungsi multiorgan maupun

syok. Hal inilah yang apada akhirnya menimbulkan kondisi status hiperkoagulasi,

hipokoagulasi dan trombositopeni yang pada akhirnya menyebabkan KID dimana

bisa terjadi trombosis dan perdarahan. Jika proses ini terus berlanjur akan terjadi

kegagalan fungsi organ dan menyebabkan kematian.49-54

Gambar 2. 3 Patogenesis Trombosis pada Sepsis

2. 5 Mean Platelet Volume (MPV)

Mean Platelet Volume (MPV) adalah marker dari rata-rata ukuran dan volume trombosit yang beredar pada sirkulasi dan dapat digunakan untuk melihat

aktivitas dan fungsi trombosit. Nilai Normal MPV adalah 7,0-10,2 fL,

pengukuran MPV telah dilakukan sejak tahun 1970-an dan sekarang telah

menjadi pemeriksaan rutin, namun masih jarang dipelajari dalam hubungannya

dengan sepsis. Pada populasi sehat, MPV mempunyai hubungan terbalik dengan

jumlah trombosit, namun efek biologis, arti klinis dan hubungannya dengan

perubahan jumlah trombosit dengan sepsis masih belum dipahami dengan jelas.

Peningkatan MPV disertai peningkatan produksi trombosist dapat terjadi pada

immune trombositopenia, KID, myeloproliferatif disorders dan pre-eklampsia. Peningkatan MPV disertai adanya trombositopenia dapat terjadi pada sepsis,

(12)

immune trombositopenia dan kelainan herediter trombosit seperti Bernard Soulier

Syndrome. Semantara penurunan nilai MPV disertai trombositopenia

menunjukkan adanya hipersplenisme atau rendahnya produksi trombosit oleh

karena aplasia sumsum tulang, terapi dengan obat-obatan sitotoksik dan kelainan

herediter seperti Wiskott Aldrich Syndrome.7-9

Dari beberapa studi dilaporkan peningkatan MPV pada keadaan sepsis

yang mungkin terjadi sebagai kompensasi terhadap percepatan destruksi platelet

oleh karena sepsis. Becci C dkk melaporkan bahwa MPV lebih tinggi pada

kondisi sepsis berat dari pada sepsis saja. Mereka juga melaporkan bahwa nilai

MPV pada saat diagnosis sepsis >9.7 fL (nilai normal 7.0 – 8,0) berhubungan

dengan tiga kali lipat peningkatan mortalitas (OR=3,04;p<0,05).

Sampai saat ini, hanya trombositopenia saat masuk rumah sakit pada

pasien sakit kritis telah dikenali sebagai petanda prognostik buruk dan

berhubungan dengan risikorelatif mortalitas sebesar 1,66 pada pasien sepsis.9-14 Menurut Thompson, perubahan trombosit pada sepsis terjadi karena pelepasan

faktor pertumbuhan pada sumsum tulang yang memacu produksi trombosit dalam

ukuran besar sebagai mekanisme kompensasi.15 Dastugue dkk dan Van der Lelie dkk menyatakanbahwa terdapat peningkatan MPV pada pasien dengan sepsis dan

syok septik. Peningkatan MPV menunjukkan terjadinya infeksi invasif atau

infeksi yang tidak responsif dengan pemberian antibiotik, sehingga

menimbulkanmortalitas yang tinggi pada sepsis.16,17 Alshorman A dkk yang melakukan penelitian pada sepsis neonatorum melaporkan terjadinya peningkatan

MPV seiring dengan terjadinya trombositopenia terutama infeksi yang disebabkan

oleh kuman gram negatif.12 Studi-studi sebelumnya juga melaporkan hal yang sama seperti studi yang dilakukan Connor dkk menemukan bahwa MPV dapat

digunakan sebagai pemeriksaan tambahan untuk mendiagnosis sepsis neonatorum

dengan bakteri Stafilokokus koagulase negatif.18

Bessman dkk menyatakan bahwa MPV dapat digunakan sebagai prediktor

pemulihan trombositopenia yang disebabkan supresi sumsum tulang pada sepsis,

dapat mendeteksi gangguan trombosit lebih awal walaupun jumlah trombosit

(13)

Cho SY dkk (Korea, 2013) melaporkan bahwa MPV meningkat seiring

dengan peningkatan prokalsitonin >1,0 ng/mL walaupun secara statistik tidak

signifikan dan menyimpulkan bahwa peningkatan MPV menunjukkan adanya

pro-inflamasi dan kondisi trombosis yang melibatkan sejumlah mediator pro-inflamasi,

sitokin dan disfungsi endotel.20 Eberhardt A dkk melaporkan penelitian yang melibatkan 183 pasien sepsis bahwa MPV mempunyai korelasi positif yang

signifikan dengan terjadinya bakterimia dan kematian sehingga MPV dapat

digunakan sebagai biomarker untuk menilai beratnya derajat sepsis dimana

semakin tinggi nilai MPV maka prognosisnya semakin buruk (9.6 vs 9.19fL

;P=0.031).21 Kukukardali Y dkk juga menemukan korelasi positif yang signifikan antara MPV dan skor APACHE dalam menilai beratnya sepsis (r=0,34), namun

tidak didapati korelasi yang signifikan antara MPV dengan kematian pada

pasien sepsis yang dirawat di ICU.22 Sebaliknya, studi yang dilakukan Sadaka F (2014) dan Wilar R dkk tidak menemukan hubungan yang signifikan antara MPV

dengan mortalitas.23,24

Guclu E dkk melaporkan bahwa nilai MPV >8 fL (rujukan normal 7,0-8,0

fL) memiliki sensitivitas 53,47%, spesifisitas 87,41% dan positive predictive value (PPV) 81,1% dalam menegakkan diagnosa sepsis.25 Beberapa studi juga melaporkan bahwa peningkatan MPV, trombositopenia dan peningkatan PDW

(Platelet Width Distribution) dapat digunakan sebagai indikator langsung

terjadinya disfungsi organ pada sepsis.26-28 Sementara Patrick CH dkk yang

melakukan studi pada sepsis neonatorum melaporkan bahwa spesifisitas MPV

danPDW dalam mendeteksi adanya bakterimia masing-masing adalah 95% dan

Gambar

Gambar 2.1 Respon Imun terhadap Infeksi Organisme
Gambar 2. 2 Patogenesis Terjadinya Multiple Organ Failure dan Syok pada Sepsis
Tabel 2. 1 Kriteria Diagnostik Sepsis
Gambar 2. 3 Patogenesis Trombosis pada Sepsis (Dikutip dari: Cohen J, Nature. 2002;420:19-26)

Referensi

Dokumen terkait

Procalcitonin (PCT) pada penelitian-penelitian terdahulu memiliki peran yang penting dalam penegakan diagnose sepsis oleh karena dapat digunakan sebagai marker sepsis dan

Kepada Bapak/Ibu yang bersedia mengikuti penelitian ini nantinya akan diminta mengisi surat persetujuan ikut dalam penelitian, mengikuti wawancara untuk mencari adanya hal-hal

Procalcitonin (PCT) pada penelitian-penelitian terdahulu memiliki peran yang penting dalam penegakan diagnose sepsis oleh karena dapat digunakan sebagai marker sepsis dan

Atas dasar penjelasan pada penelitian sebelumnya yang menunjukkan hubungan antara peningkatan MPV sebagai penanda ataupun prediktor mortalitas pasien sepsis maka peneliti tertarik

Pada sepsis terjadi pelepasan sitokin proinflamasi yang memicu terjadinya gangguan kadar albumin plasma dan kadar glukosa darah.Menganalisis hubungan kadar albumin plasma dan

1.5.2 Di bidang pelayanan kesehatan masyarakat : Dengan mengetahui bahwa nilai LDL dapat digunakan sebagai marker dan berhubungan dengan derajat keparahan sepsis.

Endotel pembuluh darah yang tidak utuh akan menyebabkan vasokonstriksi lokal, menghasilkan faktor koagulasi (tromboplastin, faktor von Willebrand, aktivator dan inhibitor protein

Kepala Divisi Endokrin &amp; Metabolik Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/ RSUP.H.Adam