i TESIS
TRANSFER PENGETAHUAN, INTERAKSI SOSIAL,
DAN EFEKTIVITAS KERJA-KERJA
JEJARING ORGANISASI MASYARAKAT SIPIL
(OMS)
DI YOGYAKARTA
WAHYU KUSTININGSIH
10/306427/PSP/03951
PASCA SARJANA SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
iii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Yogyakarta, Januari 2012
iv
DAFTAR ISI
Halaman Judul i
Lembar Pengesahan ii
Lembar Pernyataan iii
Daftar Isi iv
Abstraksi vii
Daftar Singkatan xi
Daftar Gambar xii
Daftar Grafik xiii
Daftar Tabel xiv
BAB I : PENDAHULUAN 1
A. LATAR BELAKANG 1
B. RUMUSAN MASALAH 3
C. TUJUAN PENELITIAN 3
D. KAJIAN PUSTAKA 4
D.1. Pergerakan Sosial Organisasi Masyarakat Sipil 4
D.2. Social Network Analysis (SNA) 14
E. METODE PENELITIAN 15
E.1. Subjek Penelitian 16
E.2. Lokasi Penelitian 16
E.3. Teknik Pemilihan Sampel Penelitian 17
E.4. Konsep dan Pengukuran 17
E.5. Jenis Data Penelitian 19
E.6. Teknik Pengumpulan Data 19
v
BAB II :DESKRIPSI SUBJEK PENELITIAN 22
A. SEJARAH ORGANISASI MASYARAKAT SIPIL
(OMS) DI INDONESIA 21
B. ORGANISASI MASYARAKAT SIPIL (OMS)
DI YOGYAKARTA 23
A.1. Deskripsi Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) 23 A.2. Karakteristik Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) 23
C. JEJARING OMS DI YOGYAKARTA 35
B.1. Deksripsi Jejaring OMS 35
B.2. Karakteristik Jejaring OMS 37
D. KESIMPULAN 43
BAB III : JEJARING OMS 44
A. TRANSFER PENGETAHUAN DI JEJARING OMS 44
A.1. Hubungan Antar OMS 45
A.2. Pengetahuan yang Ditransfer 53
A.3. Karakteristik Jaringan 67
A.4. Tipe Proses Transfer Pengetahuan 73
B. INTERAKSI SOSIAL DI JEJARING OMS 81
B.1. Intensitas Pertemuan 83
B.2. Intensitas Komunikasi 84
B.3. Jenis Media Komunikasi 88
C. EFEKTIVITAS KERJA-KERJA DI JEJARING OMS 96
C.1. Kegiatan-kegiatan 97
C.2. Outputs 99
C.3. Outcomes 100
vi
D. DINAMIKA JEJARING OMS 102
D.1. Transfer Pengetahuan, Interaksi Sosial,
dan Efektivitas Kerja-kerja Jejaring OMS. 103 D.2. Kepentingan OMS terhadap Jejaring OMS 117
E. KESIMPULAN 121
BAB IV : JEJARING OMS DAN GERAKAN SOSIAL BARU 122 A. JEJARING OMS SEBAGAI GERAKAN SOSIAL BARU 122 B. IMPLIKASI GERAKAN TERHADAP
PERUBAHAN (TRANSFORMASI) 131
C. KEKURANGAN DAN KELEBIHAN PENELITIAN INI 134
D. REKOMENDASI PENELITIAN SELANJUTNYA 135
E. KESIMPULAN 135
BAB V : PENUTUP 137
DAFTAR PUSTAKA 141
vii ABSTRAKSI
Terbukanya kran demokrasi di Indonesia membawa dampak terhadap dinamika kehidupan sosial masyarakat. Pola pergerakan sosial pun menjadi dinamis dan banyak bermunculan Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) di Indonesia. Salah satu kota yang menjadi barometer pergerakan sosial ialah Yogyakarta. Tidak ada data pasti tentang jumlah OMS di Yogyakarta. Diperkirakan jumlah OMS di Yogyakarta lebih dari 100 OMS. Pada kenyataannya, dinamika keberlangsungan dari OMS tersebut pasang surut. OMS mudah dibentuk dan mudah bubar. Jumlah OMS yang sangat banyak tersebut memiliki kontribusi dalam pembentukan jejaring OMS. Alasan utamanya ialah untuk memperkuat pergerakan sosial secara luas. Banyaknya isu dan kepentingan yang ada memunculkan tidak hanya satu jejaring OMS. Jumlah jejaring OMS pun kemudian menjamur, mudah dibentuk, dan mudah juga bubar.
Penelitian ini memetakan pola jejaring OMS di Yogyakarta, dengan sampel penelitiannya: AJI Damai, Forum LSM, dan JPY. Pemilihan ketiga jejaring OMS tersebut berdasarkan karakteristik yang berbeda satu sama lain. Penelitian ini menggunakan mix-method (kuantitatif dan kualitatif). Subjek penelitian ini yaitu OMS partisipan di ketiga jejaring tersebut, yang berpartisipasi dalam kurun waktu satu tahun terakhir. Penelitian ini menggunakan tiga teknik pengolahan & analisis data, yaitu data kuantitatif diolah melalui statistik dengan SPSS software untuk teknik analisa deskriptif dan inderences statistic, data kualitatif menggunakan teknik analisa deskriptif kualitatif dengan menggunakan atlas.ti, dan PAJEK software untuk SNA (Social Network Analysis). Penelitian ini menggunakan tiga variabel, yaitu tingkat transfer pengetahuan, tingkat interaksi sosial, dan tingkat efektivitas kerja-kerja di jejaring OMS. Fokus penelitian ini ialah bagaimana korelasi di antara ketiga variabel tersebut dalam dinamika di masing-masing jejaring OMS.
viii
tersebut menggambarkan bahwa partisipasi masih menjadi problematika tersendiri di ranah pergerakan sosial di Yogyakarta. Tingkat transfer pengetahuan yang tergolong tinggi, ternyata belum mampu melahirkan strategi-strategi baru dalam pergerakan sosial, sehingga muncul kecenderungan posisi OMS berada pada titik jenuh akan pergerakan sosial.
ix Abstraction
The falling of Soeharto brought democracy in Indonesia. Yogyakarta is as a barometer city of social movement in Indonesia. There’s no accurate data about the total of CSOs in Yogyakarta. Estimated, there’re more than one hundred CSOs in Yogyakarta. In fact, the sustainability of
CSOs in Yogyakarta is up and down. CSOs create CSO’s networkings
for streghtening the social movement in widely space. There are so many issues and interests as background of CSO’s networkings.
This research maps the patterns of CSO’s networkings in Yogyakarta.
The sample of this research is AJI Damai, Forum LSM DIY, and JPY. This research uses mix-method (quantitative and qualitative). It subject
is CSOs that are participated in those CSO’s networings in last one year or in 2011. There are three techniques and analysis data. Quantitative data is processed by statistic (using SPSS software) for descriptif and inderence statistic. Qualitative data is processed by descriptive qualitative analysis (using atlas.Ti software) and social network analysis (using PAJEK software). There are three variables: (1) knowledge transfer, (2) social interaction, and (3) the effectiveness
works of CSO’s networkings. This research focuses on the correlation
between those three variebles in each CSO’s networking.
Not all variables in each CSO’s networkings have association. The dynamic and characteristic of each CSO’s networkings influences it. The effectiveness in the three of CSO’s networkings is in high level. The
social interaction in the three CSO’s networkings is in middle level.
Explicitly, it draws that the participation is still being crucial problem
x transfer can not create the new strategies of social movements in Yogyakarta.
Keywords : CSO’s networkings, knowledge transfer, social interaction,
xi DAFTAR SINGKATAN
OMS : Organisasi Masyarakat Sipil
AJI Damai : Aliansi Jogja untuk Indonesia Damai
JPY : Jaringan Perempuan Yogyakarta
xii DAFTAR GAMBAR
Nomor Keterangan Halaman
1 Artikel pemberitaan media cetak tentangkegiatan AJI DAMAI.
2 Information in 5 themes
3 Form data to information to knowledge 4 Kolb‘s Learning Cycle
5 Pesan di maillist AJI Damai
6 Spiral evolution of knowledge conversion and self-transcending process (Nonaka & Konno, 1998) 7 Tingkat Transfer Pengetahuan di Jejaring OMS 8 Tingkat Interaksi Sosial di AJI Damai
9 Tingkat Efektivitas Kerja-Kerja Jejaring OMS
10 Uji Regresi Antara Tingkat Transfer Pengetahuan dengan Tingkat Efektivitas Kerja-Kerja jejaring di AJI Damai
11 Uji Regresi Antara Tingkat Transfer Pengetahuan dengan Tingkat Efektivitas Kerja-Kerja jejaring di Forum LSM
xiii DAFTAR GRAFIK
Nomor Keterangan Halaman
1 Pemetaan Kedekatan Antar OMS di Jejaring OMS 2 Pemetaan Kedekatan Antar OMS di AJI Damai 3 Pemetaan Kedekatan Antar OMS di Forum LSM DIY 4 Pemetaan Kedekatan Antar OMS di JPY
5 Pola relasi berdasarkan keaktifan di AJI Damai 6 Pola relasi berdasarkan keaktifan di Forum LSM DIY 7 Pola relasi berdasarkan keaktifan di JPY
8 Korelasi antar variabel
xiv DAFTAR TABEL
Nomor Keterangan Halaman
1 Jumlah partisipan menurut jejaring
2 Partisipasi masing-masing OMS dalam jejaring
3 Usia OMS
4 Jumlah staff/ karyawan di OMS 5 Asal Lembaga Donor di Tiap OMS 6 Jenis Kerja-Kerja OMS
7 Crosstabs pemanfaatan jejaring sosial FACEBOOK dan TWITTER dalam kerja-kerja OMS
8 Crosstabs pemanfaatan jejaring sosial FACEBOOK & WEBSITE dalam kerja-kerja OMS
9 Crosstabs pemanfaatan jejaring sosial TWITTER dan WEBSITE dalam kerja-kerja OMS
10 Persebaran lokasi OMS berdasarkan kabupaten/kota 11 Visi & Misi Jejaring OMS
12 Wilayah Gerakan Jejaring OMS 13 Bentuk Gerakan Jejaring OMS
14 Keanggotaan & Kepengurusan Jejaring OMS 15 Sumber Dana Jejaring OMS
16 Pendekatan KM menurut Carrillo (1999, dan 2002) 17 Penggunaan Media Komunikasi di AJI Damai 18 Penggunaan Media Komunikasi di Forum LSM DIY 19 Penggunaan Media Komunikasi di JPY
1 BAB I
A. LATAR BELAKANG
Reformasi tahun 1998 merupakan momen bersejarah kehidupan
demokrasi di Indonesia. Setelah 32 tahun terbelenggu dalam kekuasaan
otoriter orde baru, kran demokrasi terbuka. Ini memunculkan ruang
kebebasan berpendapat. Peranan masyarakat sipil sangat diperlukan
dalam kehidupan berdemokrasi. Elemen penting dari masyarakat sipil
ialah Organisasi Masyarakat Sipil (OMS). Kejatuhan orde baru
merupakan agenda bersama OMS saat itu. Agenda tersebut
memunculkan berbagai macam bentuk konsolidasi antar OMS.
Hingga saat ini, proses konsolidasi antar OMS menjadi sebuah strategi
pergerakan. Alasannya, konsolidasi antar OMS memberikan efektifitas
dalam pencapaian agenda bersama. Yogyakarta merupakan salah satu
kota di Indonesia yang memiliki banyak jejaring OMS sebagai wadah
konsolidasi antar OMS. Hal ini menunjukkan dinamika pergerakan
sosial di Yogyakarta. Terlebih, respon yang cukup reaktif dari para
aktivis pergerakan sosial di Yogyakarta terhadap isu-isu yang sedang
populer, terutama isu politik, HAM, hukum, pluralisme, dan lain
sebagainya, semakin memperkuat pergerakan sosial. Media massa juga
mengambil peranan dalam proses pergerakan sosial yang terjadi (Lihat
Gambar 1).
Seiring dengan tingginya respon terhadap isu-isu kekinian, jejaring OMS
yang terbentuk di Yogyakarta juga turut meningkat dalam segi jumlah.
Permasalahannya kemudian, banyak terjadi fokus isu yang
tumpang-tindih antara satu jejaring OMS dengan jejaring OMS yang lain. Sebagai
sebuah strategi pergerakan sosial, mayoritas para aktor dari pergerakan
2
semakin memperkokoh kekuatan pergerakan sosial di Yogyakarta.
Apabila dilihat secara lebih mendalam dan internal, OMS-OMS yang
tergabung dalam jejaring OMS tersebut adalah OMS-OMS yang sama.
OMS-OMS tersebut berafiliasi terhadap lebih dari satu jejaring OMS. Isu
yang kemudian muncul ialah tentang keefektifitasan jejaring OMS yang
ada.
Penelitian ini menitikberatkan pada dinamika jejaring OMS yang ada di
Yogyakarta dalam kaitannya dengan pergerakan sosial. Bahasan khusus
dalam penelitian ini ialah sejauh mana jejaring-jejaring OMS mampu
berkontribusi dalam pencapaian-pencapaian pergerakan sosial di
masyarakat. Luasnya lingkup topik terkait jejaring OMS dan pergerakan
sosial membawa peneliti untuk fokus pada satu area, yaitu jejaring sosial
(social network). Penggunaan SNA (Social Network Analysis)/analisa
jejaring sosial menjadi hal utama dalam penelitian kali ini untuk Gambar 1
Artikel pemberitaan media cetak tentangkegiatan AJI DAMAI.
Aji Damai Deklarasikan Yogya Kota Toleran
Kamis, 3 Maret 2011 12:34 WIB
Laporan Reporter Tribun Yogya, Rina Eviana
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Aliansi Jogja untuk Indonesia Damai (Aji Damai) hari ini mendeklarasikan ikrar bersama tokoh lintas agama DIY. Deklarasi ini meneguhkan Yogya sebagai Kota Toleran. Aksi diikuti tokoh-tokoh lintas agama dan sejumlah elemen masyarakat sebanyak 48 ormas.
Koordinator Pelaksana, Subkhi Ridho, mengatakan ikrar peneguhan Yogya sebagai Kota Toleran dilatarbelakangi adanya tindakan kekerasan di Cikeusik Pandeglang Banten, kerusuhan Temanggung dan Jawa Timur.
"Aji Damai berkeinginan mewujudkan toleransi di tengah masyarakat Indonesia, khususnya Yogyakarta. Yogyakarta sebagai kota budaya, pendidikan sepantasnya menjadi contoh konkret dari toleransi umat beragama di negeri ini," jelas Ridho di Pendopo Balaikota, Kamis (3/3/2011).
Ikrar Aji Damai ditandai dengan peluncuran baliho dan empat buah standing banner seruan perdamaian yang diserahkan di Pendopo Balaikota kepada Walikota Yogyakarta, Herry Zudianto.(*)
Sumber:
3
memvisualisasikan relasi di dalam jejaring OMS. Penelitian ini melihat
jejaring OMS secara internal, yaitu dari relasi-relasi yang terbangun
dalam proses interaksi sosial dan transfer pengetahuan yang ada dalam
jejaring sosial OMS tersebut dalam kontribusinya terhadap
pencapaian-pencapaian pergerakan sosial. Pada tataran yang lebih luas, penelitian
ini juga melihat sejauh apa kontribusi dari jejaring OMS yang ada
terhadap pergerakan sosial di masyarakat.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Seberapa besar efektivitas penerapan transfer pengetahuan di dalam
jejaring OMS?
2. Seberapa besar tingkat interaksi antar aktor di dalam jejaring OMS?
3. Seberapa besar tingkat efektivitas kerja-kerja/aktivitas-aktivitas
jejaring OMS?
4. Bagaimana korelasi antara efektivitas penerapan trasfer pengetahuan
dan tingkat interaksi sosial antar aktor terhadap tingkat efektivitas
kerja-kerja/aktivitas-aktivitas di jejaring OMS?
5. Bagaimana dinamika jejaring OMS dan kontribusinya dalam
pergerakan sosial terutama di Yogyakarta?
C. TUJUAN PENELITIAN
Ada beberapa tujuan dari penelitian ini, antara lain:
1. Memetakan pola-pola transfer pengetahuan di jejaring OMS di
Yogyakarta, baik secara internal maupun eksternal.
2. Menggambarkan relasi antar aktor di dalam jejaring OMS melalui
pola interaksi sosial yang ada.
4 D. KAJIAN PUSTAKA
D.1. Pergerakan Sosial Organisasi Masyarakat Sipil
Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) atau Civil Society Organisation (CSO)
sudah ada di Indonesia sejak tahun 1970-an1. Pada saat itu, fokus kerja
OMS lebih kepada isu-isu pembangunan dengan kerangka kerja
developmentalisme yang berada pada tingkat akar rumput. Seiring
waktu, fokus kerja OMS pun mengalami pergeseran. Pada tahun
1980-an, fokus kerja OMS bergeser ke advokasi pada berbagai level (lokal,
nasional, dan internasional). Pergolakan ideologi dan diskursus
pembanguan di OMS mulai terjadi pada era ini. Kemudian, fokus OMS
bergeser pada isu-isu yang melawan isu-isu pembangunan. Hal tersebut
terjadi menjelang kejatuhan rezim Soeharto. Pasca orde baru tumbang,
orientasi OMS pun berubah pada isu-isu seputar Kolusi, Korupsi, dan
Nepotisme (KKN). Saat itu, orde baru dianggap sebagai musuh bersama,
sehingga pergerakan OMS dan masyarakat sipil lainnya dapat bersatu
padu. Gerakan bersama tersebut berupa jejaring OMS dan masyarakat
sipil, di mana tujuan pembentukannya ialah untuk menumbangkan
rezim orde baru.
Gerakan bersama yang ada, dikategorikan sebagai gerakan sosial (social
movement), dan memiliki berbagai macam pendekatan. Menurut
Mansour Fakih (2008), gerakan sosial di negara dunia ketiga seringkali
berkaitan dengan perubahan sosial. Maksudnya, perubahan sosial yang
direkayasa oleh negara yaitu pembangunan. Pembangunan diasumsikan
akan memberikan kemakmuran pada negara-negara di dunia ketiga.
Namun pada kenyataannya rakyat di negara-negara dunia ketiga merasa
justru pembangunan menjadi penyebab kesengsaraan bagi rakyat.
1 Fakih, Mansour. 2008. Masyarakat Sipil untuk Transformasi Sosial: Pergolakan ideologi LSM.
5
Ada berbagai macam pendekatan yang digunakan untuk memahami
dan mendefinisikan gerakan sosial (social movement). Gerakan sosial
dilihat melalui dua kubu yang berbeda satu sama lain. Satu kubu
melihat gerakan sosial sebagai sesuatu yang menyimpang dan akan
mengganggu stabilitas. Kubu lainnya menganggap gerakan sosial
sebagai sesuatu yang positif. Mayoritas teori-teori terkait gerakan sosial
dipengaruhi secara dominan oleh teori fungsionalisme. Sedangkan teori
lain yang berpengaruh ialah teori konflik. Diasumsikan bahwa gerakan
sosial merupakan sesuatu yang positif sebagai sarana konstruktif bagi
perubahan sosial.
Pandangan positif terkait gerakan sosial diutarakan oleh Giddens. Secara
spesifik, Giddens mengkaitkannya dengan modernitas2. Menurut
Giddens, jenis gerakan sosial antara lain kebebasan
berbicara/berpendapat, gerakan buruh, gerakan perdamaian, dan
gerakan lingkungan (budaya tanding). Giddens mengkaitkan keempat
gerakan tersebut dengan dimensi institusional modernitas, yaitu
kapitalisme (akumulai kapital dalam konteks kerja dan pasar produk
yang kompetitif), pengawasan (kontrol informasi dan supervisi sosial),
kekuatan militer (kontrol atas sarana kekerasan dalam konteks
industrialisasi perang), dan industrialisme (transformasi alam: perkembangan ―lingkungan yang diciptakan‖).
Gerakan buruh berakar pada tatanan ekonomi kapitalis, di mana
berusaha untuk melakukan kontrol defensif di tempat kerja dan meraih
kekuasaan negara melalui organisasi politis. Gerakan buruh menjadi
pioner dari gerakan kebebasan berekspresi dan hak-hak demokrasi. Pada
dasarnya, gerakan buruh dan gerakan kebebasan berpendapat
2 Giddens, Anthony. 2004. Konsekuensi-konsekuensi modernitas. Yogyakarta: Kreasi Wacana.
6
merupakan gerakan yang usang. Gerakan tersebut sudah ada sejak lama
sebelum abad ini. Gerakan yang relatif tergolong baru ialah gerakan
perdamaian. Gerakan perdamaian fokus pada sarana kontrol kekerasan.
Umumnya terkait dengan militer dan polisi. Perdamaian menjadi sebuah
konsep sentral di tiap aksi-aksi yang dijalankan. Kemudian muncul
gerakan lingkungan atau gerakan budaya tanding. Gerakan tersebut
sebagai upaya mencegah dampak industri modern dari pola tradisional.
Giddens mengutip pendapat Alberto Melluci, yaitu bahwa gerakan
sosial menjadi petunjuk kemungkinan masa depan dan sebagian
menjadi gerakan untuk merealisasikan tujuan tersebut. Dari perspektif
realisme utopis, Giddens menganggap bahwa gerakan sosial tidak
niscaya atau menjadi satu-satunya basis perubahan yang mungkin
mengarahkan kita pada dunia yang lebih aman dan manusiawi. Pada
intinya, Giddens berasumsi bahwa gerakan sosial menyediakan
transformasi penting bagi masa depan.
Jejaring OMS bagian dari gerakan sosial. Gerakan sosial diciptakan
untuk menjadi stimulus bagi perubahan sosial di masyarakat. Sukses
atau tidaknya suatu pergerakan sosial dapat diukur melalui
strategi-strategi pergerakan yang sudah direncanakan dan dikembangkan.
Gerakan sosial juga diarahkan sebagai pemersatu untuk
kepentingan-kepentingan tertentu dalam masyarakat. Pada awalnya, gerakan sosial
dibentuk secara formal dan dipengaruhi oleh partisipannya,
komposisinya dan ideologi dari kelompok-kelompok sosial. Gerakan
sosial membutuhkan komitmen dari partisipannya untuk mencapai
tujuan-tujuan dari pergerakan itu sendiri. Komitmen tersebut meliputi
usaha untuk menyatukan seluruh kepentingan demi pencapaian tujuan
7
Pada umumnya, struktur yang ada dalam gerakan sosial seringkali
diabaikan. Ada berbagai alasan untuk hal tersebut. Pertama, mayoritas
lebih menekankan pada aspek fungsional. Kedua, mayoritas
menganggap bahwa ada kemudahan dalam melakukan perubahan sosial
dan sifatnya sementara. Ketiga, terdapat banyak definisi dan tingkatan
atas gerakan sosial, sehingga ini menyulitkan untuk
menggeneralisasikan struktur dari gerakan sosial.
Tujuan utama dari gerakan sosial adalah reorganisasi. Cakupan dari
tujuan gerakan sosial mungkin terlalu luas. Selain itu, terdapat banyak
sekali varian dari bentuk-bentuk organisasi. Ada gerakan sosial yang
terorganisasi dengan baik, ada juga yang diorganisir secara informal.
Sekarang, gerakan sosial muncul dalam bentuk baru. Gerakan tersebut
dinamakan Gerakan Sosial Baru (GSB). Ini berbeda dengan gerakan
kelompok kepentingan, yang mana hanya merepresentasikan kelompok
kecil dengan kepentingan kecil3. Contoh dari GSB antara lain gerakan
feminis dan gerakan lingkungan. Secara umum, ada empat karakteristik
dari GSB, yaitu:
- GSB cenderung untuk perubahan nilai-nilai sosial dan budaya baru.
- GSB berdasarkan pada kelompok spesifik. Misalnya: perempuan.
- GSB menekankan pada mobilisasi massa untuk mengubah nilai dan
sikap.
- GSB menolak model-model organisasi formal. Aspek yang paling
penting di sini ialah partisipasi dari anggotanya.
Jejaring OMS yang ada di Yogyakarta, mayoritas dapat
dikategorisasikan sebagai GSB. Jejaring OMS tersebut bergerak
berdasarkan isu khusus dengan kelompok yang spesifik. Ada
3 Abercrombie, N., Hill, S., & Turner, B. S. (2010). Kamus Sosiologi (Sociology Dictionary).
8
perubahan-perubahan nilai dan sikap yang ingin diraih oleh
masing-masing jejaring OMS. Sifat jejaring OMS yang ada pun informal. Selain
itu, dalam setiap aksinya, dipastikan akan selalu memobilisasi massa.
Pada isu pergerakan, organisasi-organisasi pergerakan sosial merupakan
kunci penting. Para penganalisa pergerakan telah menguji sebuah
tataran dalam memobilisasi struktur dalam pergerakan sosial, termasuk
organisasi-organisasi pergerakan, jejaring sosial (social network),
organisasi-organisasi yang sudah ada, dan institusi-institusi alternatif.
Studi tentang dinamika organisasi telah memperlihatkan hal penting
pada efek-efek dari organisasi-organisasi dan pergerakan-pergerakan.
Sidney Tarrow4 (1998) menganalisa poin-poin dari cycles of contention /
lingkaran perdebatan pada pergerakan awal dalam mendemonstrasikan
kesempatan-kesempatan politik dan mengkreasikan model-model protes
untuk pergerakan yang kemudian ada dalam sebuah protest cyrcle. Hasil
penelitian Tarrow menyatakan bahwa ukuran dari industri-industri
pergerakan sosial dan sektor pergerakan sosial adalah penting.
Asumsinya bahwa perluasan sebuah populasi dari organisasi-organisasi
mengkreasikan legitimasi untuk strategi protes dan juga menghasilkan
kompetisi di antara organisasi-organisasi.
Aktivitas pergerakan sosial di Indonesia terpetakan oleh Yanuar
Nugroho dalam beberapa penelitiannya. Dalam penelitiannya berjudul
Aksi Warga5, Yanuar Nugroho mencoba untuk mengetahui bagaimana
organisasi dan kelompok masyarakat di Indonesia terlibat dalam
4 McAdam, Doug, Sidney Tarrow, and Charles Tilly. 2001. Dynamics of Contention. Cambride,
UK : Cambride University Press. – dikutip dari Ritzer, George. 2005. Encyclopedia of Social
Theory: volume 1. London: Sage Publications
5 Nugroho, Yanuar. 2011. @ksi Warga: Kolaborasi, demokrasi partisipatoris dan kebebasan
informasi – Memetakan aktivisme sipil kontemporer dan penggunaan media sosial di
9
aktivisme sipil (Civic Activism) melalui penggunaan internet dan media
sosial, serta dampak keterlibatan mereka terhadap penguatan
masyarakat sipil di Indonesia. Penelitian ini mempelajari pola dan proses
kolaborasi di antara kelompok masyarakat sipil di Indonesia dalam
mendorong demokrasi partisipatoris dan kebebasan informasi
menggunakan TIK dan media sosial. Penelitian berjudul Aksi Warga ini
merupakan kelanjutan dari penelitian Yanuar Nugroho dan Gindo
Tampubolon berjudul Mapping the network society: Network dynamics in
the transition to democracy in Indonesia6, yang mengamati berbagai cara
inovasi organisasi masyarakat sipil di Indonesia dalam mengadopsi
inovasi media baru.
Penelitian berjudul Aksi Warga menghasilkan beberapa hal menarik
terkait dengan model-model pergerakan sosial di Indonesia. Pertama,
masyarakat sipil di Indonesia ialah ranah yang dinamis yang bukan
hanya merupakan hasil persentuhan komunitas masyakat sipil Indonesia
dengan masyarakat sipil global. Namun, hal tersebut juga dibentuk oleh
dinamika internal dari waktu ke waktu. Kedua, penggunaan internet dan
media sosial turut memiliki peran dalam meluasnya ruang-ruang sipil.
Menurut Yanuar Nugroho, berbagai karakteristik dari berbagai media
sosial baru membuat masyarakat sipil menjadi terbantu dalam mencapai
tujuan. Ketiga, Aktivisme sipil di Indonesia tidak hanya dibentuk oleh
penggunaan teknologi (satu arah) tapi justru merupakan sebuah proses
evolusi bertautan (co-evolution) antara penggunaan teknologi dan
perkembangan aktivisme sipil itu sendiri. Keempat, jaringan masyarakat
sipil dan juga wilayah sipil itu sendiri merupakan konsekuensi dari
keterlibatan sipil. Yanuar Nugroho berpendapat bahwa membangun
jaringan harus menjadi bagian dari strategi, karena jaringan
6 Nugroho, Yanuar & Gindo Tampubolon.2005. Mapping the network society: Network dynamics in
10
menyediakan berbagai cara dinamis dalam menghantarkan berbagai
aktivisme sipil.
Penelitian yang berjudul Mapping the network society: Network dynamics in
the transition to democracy in Indonesia, fokus pada kasus di Indonesia
selama masa perubahan rezim dari otoritarianisme ke demokrasi.
Yanuar Nugroho dan Gindo Tampubolon menginvestigasi peranan
organisasi masyarakat sipil global dan nasional selama periode
pra-reformasi, reformasi dan pasca-reformasi. Metode yang digunakan yaitu
SNA (Social Network Analysis) dan mewawancarai beberapa aktivis
masyarakat sipil. Penelitian itu menemukan sebuah gambaran kecil akan
relasi-relasi yang terjadi. Menurut hasil penelitian, OMS di Indonesia
masuk dalam masyarakat jejaring. Keterlibatan OMS ke dalam
masyarakat jejaring memberikan keuntungan bagi OMS dalam
kerja-kerja dan tujuan-tujuannya, sehingga lebih fokus dan perspektif
terhadap isu-isu tertentu menjadi lebih luas. Berjejaring dinilai mampu
memberikan kelebihan untuk memperluas perspektif. Lebih jauh,
berperan aktif dalam masyarakat jejaring dapat memfasilitasi
pencapaian-pencapaian dari misi dan tujuan OMS, terutama terkait
dengan demokrasi.
Society is not merely an agregate of individuals; it is the sum of the relations in which these individuals stand to one another.
(Marx)
Masyarakat merupakan kumpulan dari individu atau aktor yang
menciptakan relasi atau hubungan satu sama lain. Kunci dari pengertian
tersebut ialah relasi. Relasi tersebut muncul melalui proses interaksi
sosial. Interaksi sosial7 merupakan suatu proses di mana dua atau lebih
aktor sosial saling mempengaruhi satu sama lain. Pada umumnya, studi
11
tentang interaksi sosial berada pada level Sosiologi mikro. Pada
dasarnya, interaksi sosial merupakan suatu hubungan yang bersifat
kritis antara individu dan masyarakat. Terkait dengan sturktur sosial,
Erving Goffman8 berpendapat bahwa secara tidak langsung struktur
sosial mempengaruhi pola-pola interaksi sosial.
Unit analisa penelitian ini berada pada level organisasi, sehingga analisa
yang digunakan pada level meso. Pada level meso, interaksionis
menganalisa bagaimana hubungan-hubungan power (kekuasaan) dan
batasan-batasan sosial bermain pada tingkah laku aktor di organisasi.9
Sejak tahun 1970-an, para interaksionis menggunakan analisa struktur
meso untuk mempelajari organisasi yang lebih besar. Para interaksionis
ini menggunakan konsep-konsep seperti meaning (makna), frame,
network, metapower, dan mencoba menghubungkan level mikro dan
makro dari realitas sosial. Sebagai tambahan dalam mempelajari
bagaimana aktor mereproduksi struktur dalam arena interaksional
organisasi, maka para interaksionis harus mengarahkan perhatiannya
pada dinamika aksi kolektif dan organisasi-organisasi pergerakan sosial.
Inti pada jejaring ialah adanya relasi-relasi antar aktor. Relasi
membentuk struktur sosial. Oleh karenanya, relasi merupakan hal yang
penting.
Network Sociology is doing the very thing that early Sociologists and Anthropologist saw as crucial—the mapping of the relations that create social structures.
(Turner)
8 Goffman, Erving. 1967. Interaction Ritual. Newyork: Random House – dikutip dari Ritzer,
George. 2005. Encyclopedia of Social Theory: volume 1. London: Sage Publications
9 Abercrombie, N., Hill, S., & Turner, B. S. (2010). Kamus Sosiologi (Sociology Dictionary).
12
Lebih lanjut, Castells (2004) menambahkan bahwa dalam masyarakat
berjejaring, struktur sosial dari jejaring didukung oleh basis informasi
dan teknologi.
A network society is a society whose social structure is made of networks powered by microelectronics-based information and communication technologies.
(Manuel Castells)10
...societies are based on information and knowledge as the source of power, wealth, and meaning (Mokyr, 1990; Mazlish, 1993). Information has not much value per se without the knowledge to recombine it for a purpose. And knowledge is, of course, relative to each culture and society. ...if information and knowledge are the key factors for power and wealth in all societies, it is misleading to conceptualize our society as such, even if, for the practical reason of making communication easier, I gave in to the fashion of the times in my labels by characterizing our
historical period as the “information age.” What we actually mean, and what I always meant, is that our society is characterized by the power embedded in information technology, at the heart of an entirely new technological paradigm, which I called informationalism. Yet printing is also a most important information technology, and it has been around for quite a while, particularly in China. And we do not usually consider the post-printing societies as information societies.
(Manuel Castells)11
Pada ranah jaringan, informasi juga merupakan hal penting. Aktor di
jejaring setidaknya harus memahami secara menyeluruh jejaring seperti
apa yang diikutinya. Aktor di jejaring harus mengetahui pula kelebihan,
kekurangan, ancaman, dan lain sebagainya dari jejaring yang diikutinya.
Memahami bagaimana jejaring, akan membantu aktor tersebut dalam
penanganan masalah dan dapat digunakan untuk merencanakan
rencana ke depan dari jejaring tersebut. Tentunya hal ini akan sangat
menguntungkan bagi pencapaian tujuan-tujuan dari jejaring.
10 Castells, Manuel. 2004. The Network Society: A cross-cultural Perspective. USA; Edwar Edgar
Publiching, Inc. P. 3
13
Transfer pengetahuan selalu digunakan dalam sebuah pengertian umum
untuk menyertakan berbagai pertukaran pengetahuan antar
individu-individu, tim, kelompok-kelompok, atau organisasi-organisasi, baik yang
diinginkan ataupun tidak diinginkan12. Transfer pengetahuan sebagai
sebuah proses mendasar dari civilization. Transfer pengetahuan
merupakan sebuah fokus dari pembelajaran.
Knowledge transfer is the communication of knowledge from a source so that it is learned and applied by a recipient.
(Argote13; Darr & Kurtzberg14)
Pemberi dan penerima pengetahuan dapat berupa individu, kelompok,
tim, organisasi dan lain sebagainya. Dalam penelitian ini, baik pemberi
maupun penerima pengetahuan ialah OMS yang tergabung dalam suatu
jejaring OMS tertentu. Asumsinya, setiap jejaring OMS memiliki
pengelolaan pengetahuannya masing-masing yang diimplementasikan
dalam kerja-kerjanya. Hal tersebut berkorelasi dengan usaha-usaha
untuk mencapai tujuan-tujuan dari jejaring OMS. Oleh karenanya, ada
transfer pengetahuan dan juga informasi dalam jejaring OMS tersebut.
12 Schwartz, D. G. (2006). Encyclopedia of Knowledge Management. United Kingdom: Idea Gropus
Reference
13 Argote, L. (1999). Organizational Learning: Creating, retaining and transferring knowledge. Boston:
Kluwer Academic Publishers. Dikutip dari Schwartz, D. G. (2006). Encyclopedia of
Knowledge Management. United Kingdom: Idea Gropus Reference. P.538
14 Darr, E.D., & Kurtzberg, T.R. (2000). An investigation of partner similarity dimensions on
knowledge transfer. Ogranizational Behavior & Human Decision Processes, 82(1), 28-54.
Dikutip dari Schwartz, D. G. (2006). Encyclopedia of Knowledge Management. United
14 D.2. Social Network Analysis (SNA)
Social Network Analysis (SNA) is a method used to explain social change, a method that presupposes ideas about the relational texture of society, and which tries to operationalize these ideas (Vera & Schupp)15
Menurut Schwartz, fokus SNA ada pada pola-pola interaksi aktor-aktor.
Pada jejaring sosial memiliki dua blok, yaitu nodes (titik-titik) dan ties
(pengubung) yang mengubungkan antar nodes. Nodes merepresentasikan
aktor-aktor, yaitu individu-individu, kelompok-kelompok,
organisasi-organisasi, dan lain sebagainya. Sedangkan ties merepresentasikan
hubungan-hubungan antar aktor
Social Network Analysis (SNA)- a tool for mapping and analyzing relationships among people within an organization--- offer a structural means to understand how knowledge creation and sharing occurs within networks.
(Scott16; Waserman & Fraust17)
Inti dari penelitian ini terletak pada jejaring sosial organisasi masyarakat
sipil. Gambaran umum yang akan diamati ialah terkait dengan jejaring
organisasi masyarakat sipil dalam ranah pergerakan sosial. Salah satu
metode yang digunakan untuk memetakan ialah Social Network Analysis
(SNA). SNA mengukur hubungan-hubungan antar aktor dalam jejaring
atau dengan kata lain pada interaksi sosial antar aktor. Dalam bidang
Knowledge Management (KM), SNA dapat memetakan pola transfer
15 Vera, E. R., & Schupp, T. (2006). Network Analysis in Comparative Social Sciences.
Comparative Education, vol.42, No.3, Special Issue (32): Comparative Methodologies in the Social Sciences: Cross-Diciplinary Inspirations , 405-429
16 Scott, J. (1990). Social Network Analysis. Thousand Oaks, CA: Sage Publications. Dikutip dari
Cross, Rob, Adrew Parker, dan Laurence Prusak. 2000. Knowing what we know: Supporting knowledge creation and sharing in social networks. Cambridge: IBM Institute for Knowledge Management.
17 Wasserman, S. & Faust, K. (1994). Social Network Analysis: Methods and Applications. Cambridge
15
pengetahuan di dalam jaringan. Kutipan di bawah ini memperlihatkan
bahwa interaksi yang intensif berperan penting dalam kesuksesan dari
transfer pengetahuan dalam jaringan.
Successful transfer usually requires intensive interaction for the knowledge to be succesfully transfered. Shared understanding between the source and recipients is particulary important to successful knowledge transfer (Ko, Kirsch, & King).18
Asumsi awal yang terbentuk, transfer pengetahuan yang berjalan baik
pada sebuah jejaring OMS, maka akan berdampak positif terhadap
pencapaian misi dari jejaring tersebut.
E. METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian jejaring sosial (Social Network
Research), di mana menggunakan mix-methods atau metode campuran,
yaitu metode kuantitatif (dengan survei melalui kuesioner) dan kualitatif
(dengan wawancara mendalam). Pada penelitian jejaring sosial
memusatkan perhatian pada relasi-relasi dan pola-pola relasi antar aktor.
Sifat penelitian jejaring sosial bisa tergolong mikro pada level individu,
atau makro pada level masyarakat. Penelitian jejaring sosial dapat
mengintegrasikan beberapa metode penelitian, seperti kuantitatif,
kualitatif, termasuk data grafis. Oleh karenanya, penelitian jejaring sosial
dianggap lebih detail dan dengan analisa yang mendalam.
18 Ko, D. G., Kirsch, L. J., & King, W. R. (2005). Antecedents of knowledge transfer from
consultans to clients in enterprise system implementations. Management Information Systems
16 E.1. Subjek Penelitian
Penelitian ini mengambil populasi jejaring OMS di Yogyakarta. Dari
populasi tersebut, akan diambil beberapa jejaring OMS berdasarkan
isu besar di Yogyakarta (misalnya pluralisme & gender) dan
berdasarkan karakteristik dari masing-masing jejaring tersebut. Ada
tiga jejaring yang menjadi sampel penelitian ini, yaitu AJI Damai
(Aliansi Jogja untuk Indonesia Damai), Forum LSM DIY, dan JPY
(Jaringan Perempuan Yogyakarta). Dari segi isu, AJI Damai mewakili
isu pluralisme, sedangkan JPY mewakili isu gender. Dari segi
karakteristik jejaring, AJI Damai memiliki pengurus, JPY tidak
memiliki pengurus, dan Forum LSM DIY secara legal telah menjadi
badan hukum sendiri. Unit analisis penelitian ini ialah organisasi.
Organisasi yang dimaksud ialah OMS (OMS) yang menjadi anggota
dari ketiga jejaring OMS tersebut. Semua OMS yang tergabung dalam
jejaring OMS tersebut akan menjadi responden dalam penelitian ini,
dengan ketentuan berpartisipasi baik aktif maupun pasif di
masing-masing jejaring tersebut dalam kurun waktu satu tahun terakhir atau
di tahun 2011. Perwakilan OMS yang mengisi kuesioner ialah orang
yang menjadi utusan masing-masing OMS untuk aktif di jejaring
OMS.
E.2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini mengambil lokasi di Yogyakarta. Yogyakarta dianggap
merepresentasikan dinamika gerakan sosial secara nasional. Selain
17 E.3. Teknik Pemilihan Sampel Penelitian
Penelitian ini melihat pemetaan jejaring sosial di jejaring OMS di
Yogyakarta. Oleh karenanya, pemilihan sampel penelitian dilakukan
atas dasar kebutuhan penelitian. Populasi penelitian ini ialah jejaring
OMS di Yogyakarta. Dari populasi yang ada, diambil sampel yaitu
jejaring OMS yang berpartisipasi, baik aktif maupun pasif, dalam
jejaring OMS AJI Damai, Forum LSM DIY, dan JPY dalam kurun
waktu datu tahun terakhir atau di tahun 2011.
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini lebih pada purposive
sampling, atau pengambilan sampel sesuai tujuan peneliti, dengan
mempertimbangkan berbagai ketentuan yang sifatnya representatif.
Setelah sampel penelitian terpilih, kemudian peneliti menentukan
responden penelitian. Penelitian ini mengambil semua OMS anggota
dari jejaring OMS AJI Damai, Forum LSM DIY, dan JPY. Alasan
utamanya ialah berhubungan dengan penggunaan SNA (Social
Network Analysis) untuk pemetaan/ visualisasi interaksi sosial dan
transfer pengetahun yang ada dalam suatu jejaring OMS yang
melibatkan semua aktor di dalamnya.
E.4. Konsep dan Pengukuran
Pada penelitian ini terdapat tiga variabel penelitian, yaitu: (1)
Tingkat transer pengetahuan, (2) Tingkat interaksi sosial, dan (3)
Tingkat efektivitas kerja-kerja jejaring OMS.
Variabel tingkat transer pengetahuan di dalam jejaring OMS akan
mengukur sejauh mana transfer pengetahuan terjadi dalam jejaring
OMS. Ukuran yang digunakan, terbagi dalam tiga level, yaitu tinggi,
18
dengan pengalaman terkait kerja-kerja jejaring OMS. Untuk
mengukur efektivitas penerapan transfer pengetahuan di dalam
jejaring OMS, Argote19 (1999) memberikan empat kategori untuk
mengukur transfer pengetahuan dalam organisasi, yaitu
karakteristik hubungan antar organisasi, karakteristik dari
pengetahuan yang ditransfer, karakteristik dari organisasi/group,
karakteristik dari proses transfer.
Variabel tingkat interaksi sosial antar aktor di jejaring OMS akan
mengukur bagaimana interaksi sosial yang terjadi antara aktor
dalam jejaring OMS. Interaksi sosial dalam variabel ini berhubungan
dengan relasi antar aktor. Ukuran dari tingkat interaksi sosial ini
terbagi menjadi tiga, yaitu tinggi, sedang, rendah. Indikator yang
digunakan untuk pengukuran antara lain intensitas pertemuan,
intensitas komunikasi dan jenis media komunikasi.
Variabel efektivitas kerja-kerja/aktivitas-aktivitas jejaring OMS akan
mengukur kinerja dari jejaring OMS. Mengutip pemikiran Alan
Fowler20, ada tiga hal yang menjadi ukuran dalam variabel ini, yaitu
outputs, outcomes dan impact. Outputs akan mengukur implementasi
dari aktivitas-aktivitas jejaring OMS. Outcomes akan mengukur
penggunaan dari outputs dan meneruskan kepentingan-kepentingan
dari jejaring OMS. Lalu, impact akan mengukur tingkat perubahan
yang terjadi.
19 Schwartz, D. G. (2006). Encyclopedia of Knowledge Management. United Kingdom: Idea Gropus
Reference
20 Fowler, Alan. 1997. Striking a balance : A guide to enchanging tha effectiveness of non-govermental
19 E.5. Jenis Data Penelitian
Ada dua jenis data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu data
primer dan data sekunder. Data primer berupa hasil kuesioner yang
dibagikan kepada responden. Selain itu, data primer lainnya berupa
hasil wawancara secara mendalam dari beberapa informan sesuai
dengan kepentingan penelitian ini. Sedangkan data sekunder yang
digunakan dalam penelitian ini berupa data jumlah OMS dan jejaring
OMS di Yogyakarta, yang diakses melalui Kesbanglinmas
Yogyakarta. Kemudian, data dari penelitian terdahulu untuk
mendukung penelitian ini. Ada pula data yang diperoleh dari
berbagai media massa lokal di Yogyakarta untuk melihat dinamika
gerakan sosial di Yogyakarta.
E.6. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian kali ini menggunakan
tiga cara, yaitu survei, wawancara, dan kepustakaan. Survei
dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang disebar kepada
masing-masing responden. Sampel penelitian ini ialah OMS yang
menjadi anggota dari jejaring OMS di Yogyakarta. Dalam pengisian
kuesioner, setiap OMS atau responden diwakili satu orang stafnya
yang aktif terlibat dalam jejaring OMS tertentu, untuk mengisi
kuesioner. Keaktifan responden diukur melalui intensitas kehadiran
dalam setiap kegiatan terutama sesi koordinasi di tiap jejaring OMS.
Asumsinya ialah satu orang perwakilan tersebut dianggap
mengetahui dinamika jejaring OMS. Teknik pengumpulan data
selanjutnya ialah wawancara. Wawancara dalam penelitian ini lebih
untuk mendukung data hasil survei. Informan dipilih dari
perwakilan-perwakilan OMS yang dinilai memiliki hal menarik
20
ini. Selanjutnya, melalui informan yang terpilih, peneliti melakukan
wawancara secara mendalam untuk menggali data pendukung hasil
survei. Penelitian ini juga menggunakan kepustakaan sebagai
pendukung penelitian, terutama dari hasil-hasil penelitian terdahulu
yang diakses melalui jurnal on-line maupun perpustakaan.
E.7. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Penelitian ini menggunakan tiga macam metode analisis, yaitu SNA
(Social Network Analysis), deskriptif kualitatif, serta deskriptif dan
inderences statistik. Data kuantitatif yang diperoleh dari lapangan
akan diolah menggunakan statistik, yaitu SPSS software untuk teknik
analisis deskriptif dan inderences statistik, dan PAJEK software
untuk SNA (Social Network Analysis). Sedangkan untuk data kualitatif
menggunakan clasical content analysis melalui atlas.ti. Hasil temuan
dari wawancara dan statistik digunakan untuk menjelaskan
21 BAB II
DESKRIPSI SUBJEK PENELITIAN
A. SEJARAH ORGANISASI MASYARAKAT SIPIL (OMS) DI
INDONESIA
Gerakan Non-Goverment Organization (NGO) atau Civil Society
Organization (CSO)/ Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) di Indonesia
dimulai pada dasawarsa 70-an21. Awalnya, OMS berorientasi pada
integrasi masyarakat dalam pembangunan negara. Isu-isu modernisasi
sosial-ekonomi pada masyarakat marginal menjadi fokus utama. Pada
saat itu, Indonesia berada pada era pembangunan. Kemudian, pada
dasawarsa 80-an muncul beraneka-ragam OMS, antara lain yang
mengkritik konsep modernisasi yang dianggap sebagai landasan dari
pembangunan. Umumnya OMS tersebut mempertanyakan tentang
dampak-dampak pembangunan.
Pada dasawarsa 90-an, gerakan OMS semakin variatif. Dasawarsa ini
merupakan puncak dari kekuasaan orde baru. OMS merubah
orientasinya ke kebijakan publik secara struktural. Faktor pengalaman
kekalahan yang selalu didapatkan oleh OMS dan beneficiaries/ kelompok
penerima manfaat/ kelompok dampingan menjadi alasan utama.
Kemudian, mulai bermunculan pembentukan koalisi antar OMS. Arah
gerakan OMS kemudian lebih mengarah pada ideologi di balik
pembangunan. Inti pergerakannya ialah pada relasi dan distribusi
kekuasaan. Isu-isu yang bersifat internasional mempengaruhi dinamika
internal di Indonesia. Misalnya, isu hutang luar negeri. Gerakan OMS ini
lalu tergabung dengan gerakan mahasiswa. Menjelang jatuhnya rezim
21 http://www.interseksi.org/publications/essays/articles/peta_peran_cso.html diakses pada
22
orde baru, isu yang menjadi fokus ialah korupsi, kolusi, dan nepotisme
(KKN). Konsolidasi antar OMS terasa kuat dengan musuh bersama,
yaitu orde baru.
Pasca jatuhnya orde baru, tepatnya pada era pemerintahan Gus Dur,
gerakan OMS menjadi terpecah. Faktor yang mempengaruhi antara lain
ketidakstabilan politik dan kelompok status quo yang masih tersisa dari
orde baru. Satu sisi, OMS bergerak pada civilisation, contoh isu
demokrasi, pluralisme, dan lain sebagainya. Di sisi lain, ada OMS yang
bergerak pada isu primodialisme dengan mengangkat kesamaan agama,
kedaerahan, dan lain sebagainya. Mayoritas dari kelompok ini di era
orde baru merupakan kelompok marginal, sehingga kelompok ini
merasa perlu untuk mendeklarasikan diri dan memperjelas identitas.
Pergantian pemerintahan memunculkan isu-isu baru. Isu otonomi
daerah memberikan kekhawatiran tersendiri bagi OMS, terutama terkait
nasib dari kelompok marginal dan terbengkelainya pelayanan publik di
daerah. Selain itu, konflik politik elit lokal dan konflik Sumber Daya
Alam (SDA) memunculkan kekhawatiran tersendiri. Parahnya,
perkembangan elemen-elemen civilisation yang tidak progresif dan posisi
negara yang lemah membuat kelompok yang tidak memiliki akses
berada pada posisi marginal. Kemudian, agenda OMS beralih ke
perluasan akses dan kontrol bagi kelompok-kelompok marginal guna
23 B. ORGANISASI MASYARAKAT SIPIL (OMS) DI YOGYAKARTA
A.1. Deskripsi Organisasi Masyarakat Sipil (OMS)
Jumlah Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) di Yogyakarta tidak
dapat terdata dengan pasti. Menurut data dari Kesbanglinmas
Provinsi DIY per tahun 2010, ada sekitar 80-an OMS di Yogyakarta.
Namun, jumlah tersebut tidak sesuai dengan di lapangan. Jumlah
anggota jejaring Forum LSM sebanyak 82 OMS. Hal tersebut belum
ditambah dengan anggota jejaring lainnya, di mana tidak semua
bergabung di dalam Forum LSM. Pendataan OMS di Yogyakarta
memang masih menjadi problematika. Aparat berwenang mengaku
kesulitan dalam melakukan pendataan. Secara keseluruhan,
diperkirakan jumlah OMS di Yogyakarta lebih dari 100 OMS.
Pertumbuhan OMS yang tinggi merupakan indikator bahwa
pergerakan sosial di Yogyakarta berjalan dinamis. Para OMS ini
tergolong responsif terhadap isu-isu yang muncul, terutama isu-isu
seputar good-governance, pluralisme, dan gender. Ketiga isu besar
tersebut masih menjadi kerangka besar dari pergerakan sosial di
Yogyakarta.
A.2. Karakteristik Organisasi Masyarakat Sipil (OMS)
Unit analisa dalam penelitian ini ialah lembaga/organisasi, yaitu
OMS yang merupakan partisipan AJI Damai (Aliansi Jogja untuk
Indonesia Damai), Forum LSM DIY, dan JPY (Jaringan Perempuan
Yogyakarta) dalam kurun waktu 1 (satu) tahun terakhir atau di
tahun 2011. TABEL 1 di bawah ini menunjukkan jumlah sampel
24
Menurut TABEL 1, jumlah partisipan dari masing-masing jejaring
OMS dapat dikatakan cukup banyak, masing-masing 63 OMS
untuk AJI Damai, 82 OMS untuk Forum LSM, dan 25 OMS untuk
JPY. Dalam perkembangannya, jumlah tersebut mengalami
penyusutan. Istilah yang sering digunakan untuk fenomena semacam ini ialah ‗seleksi alam‘. Pada tahun 2011 atau satu tahun terakhir, jumlah OMS yang berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan
di masing-masing jejaring OMS mengalami penurunan yang tajam.
Hal ini dipengaruhi oleh tidak adanya isu bersama yang cukup
besar yang mencuat ke publik. Angka yang lumayan stabil dapat
dilihat pada JPY, dengan jumlah OMS yang berkurang tidak begitu
banyak. Hal yang perlu menjadi catatan ialah bukan berarti ketika
jumlah partisipan secara keseluruhan yang tidak termasuk dalam
jumlah partisipan dalam 1 tahun terakhir, maka tidak menjadi
anggota lagi dalam jejaring OMS. Para OMS yang tidak
berpartisipasi di jejaring OMS dalam kurun satu tahun ini, masih
menjadi anggota jejaring OMS tersebut.
Tabel 1
25
Penurunan jumlah partisipan yang cukup drastis ialah pada Forum
LSM. Dari total keseluruhan anggota Forum LSM (82 OMS), ada 10
OMS yang masih berpartisipasi atau sebesar 12,2% dari jumlah
total. Sedangkan untuk AJI Damai, dari 63 OMS yang tergabung,
selama kurun waktu satu tahun terakhir, sebesar 23.8% OMS yang
masih berpartisipasi dari total OMS. Lain halnya dengan kedua
jejaring tersebut, partisipan JPY yang masih berpartisipasi dalam
kurun waktu satu tahun ini sebesar 76% dari total OMS. Hal-hal
yang mempengaruhi naik turunnya jumlah partisipan di tiap
jejaring OMS sangat variasi. Mulai dari kegiatan-kegiatan di
jejaring OMS yang tidak sesuai dengan masing-masing OMS,
sumber daya manusia yang tidak ada untuk mewakili ke jejaring
OMS, kesibukan masing-masing OMS, vakumnya kegiatan di OMS,
dan lain sebagainya. Namun, apabila dilihat dari intensitas isu-isu
besar yang muncul ke publik, maka dapat dikatakan selama kurun
waktu satu tahun terakhir ini tidak ada isu besar yang signifikan
mampu menggerakkan masyarakat, seperti misalnya kasus Prita,
Bibit-Candra, dan lain sebagainya.
Secara keseluruhan, OMS yang menjadi responden penelitian ini
ialah sebanyak 19 OMS. TABEL 2 berikut akan memberikan
gambaran perinciannya.
Tabel 2
Partisipasi masing-masing OMS dalam jejaring
NO Partisipasi Jejaring Jumlah
1 1 jejaring 13
2 2 jejaring 5
3 3 jejaring 1
TOTAL 19
26
TABEL 2 menggambarkan jumlah OMS yang menjadi responden
dalam penelitian ini. Secara keseluruhan, mayoritas OMS hanya
mengikuti salah satu dari ketiga jejaring OMS yang menjadi sampel
penelitian ini, yaitu sebanyak 13 OMS atau 68,4% dari total
responden. Namun, bukan berarti para OMS tersebut tidak
terdaftar menjadi partisipan di jejaring lain yang tidak menjadi
sampel penelitian ini. Contoh kasus, OMS 19 menjadi partisipan
pada ketiga jejaring yang menjadi sampel penelitian ini. Akan
tetapi, dalam kurun waktu satu tahun ini, OMS 19 hanya terlibat
pada satu jejaring yaitu JPY. Hal tersebut bukan berarti OMS 19
bukan partisipan lagi di jejaring AJI Damai dan Forum LSM.
Hal yang menarik pada TABEL 2 ialah keterkaitan antara jejaring
OMS yang diikuti dengan jumlah perwakilan masing-masing
lembaga untuk jejaring OMS yang diikuti. Mayoritas OMS yang
dalam kurun waktu satu tahun ini mengikuti satu jejaring OMS,
maka hanya mengirimkan satu perwakilannya untuk berpartisipasi
di jejaring OMS. Lain halnya apabila OMS tersebut mengikuti dua
atau lebih jejaring OMS. Ada OMS yang dalam kurun waktu satu
tahun ini mengikuti dua jejaring OMS dan hanya mewakilkan satu
perwakilannya untuk kedua jejaring OMS yang diikutinya. Hal
tersebut terkait dengan keterbatasan SDM dari masing-masing
OMS. Di sisi lain, lihat OMS 7 dan OMS 8. OMS 7 dalam kurun
waktu satu tahun ini mengikuti tiga jejaring OMS dan mewakilkan
2 perwakilannya untuk jejaring OMS. Sedangkan OMS 8 dalam
kurun waktu satu tahun ini mengikuti 2 jejaring OMS dan
mengirimkan dua orang perwakilannya untuk jejaring OMS. Ada
beberapa alasan untuk melakukan hal tersebut. Pertama, kedua
OMS tersebut memiliki jumlah SDM yang cukup untuk perwakilan
27
tugas yang disesuaikan dengan konsentrasi isu dari masing-masing
perwakilannya, sehingga keterlibatannya dalam jejaring OMS
dapat berfungsi maksimal. Ketiga, pekerjaan di jejaring OMS
bukanlah pekerjaan yang mudah. Ketersediaan waktu, tenaga, dan
pikiran yang ekstra, terkadang menjadi kendala tersendiri dalam
dinamika jejaring OMS.
TABEL 3 menunjukkan bahwa rata-rata OMS yang menjadi
responden dalam penelitian ini merupakan OMS yang mapan. Hal
tersebut dapat dilihat melalui usia OMS. Sebanyak 10 OMS
responden atau sebesar 52,6% dari total responden telah berusia
lebih dari 10 tahun. Bagi sebuah OMS, pencapaian usia tersebut
bukan lah hal yang mudah. Krisis ekonomi dan menurunnya
jumlah donor, baik secara langsung mau pun tidak langsung,
mempengaruhi dinamika OMS. Hanya OMS yang memiliki strategi
kuat yang mampu bertahan. Sebanyak 5 OMS atau sebesar 26,3%
dari total responden berusia 6-10 tahun. Pada usia tersebut, pada
umumnya OMS sedang melakukan penguatan kapasitas internal
supaya dapat bertahan. Sebanyak 4 OMS atau sebesar 21,1% dari
total responden berusia 1-5 tahun. Pada usia tersebut, OMS masih
mencari strategi untuk menunjukkan eksistensinya dalam
Tabel 3
Usia OMS
No Kategori Usia OMS
Jumlah (%)
1 1-5 tahun 4 21,1
2 6-10 tahun 5 26,3
3 Di atas 10 tahun 10 52,6
Jumlah 19 100
28
pergerakan sosial. Usia dari masing-masing OMS yang tergabung
dalam jejaring OMS, berkaitan dengan kematangan pemilihan
strategi dalam pergerakan sosial. Apabila rata-rata usia OMS yang
tergabung di jejaring OMS di atas 10 tahun, maka strategi
pergerakan sosial yang diterapkan seharusnya memiliki efektifitas
yang tinggi dan berdampak positif bagi pergerakan sosial di
Yogyakarta.
Mayoritas OMS yang menjadi responden dalam penelitian ini
merupakan OMS lokal. Staff/Karyawan yang bekerja di
masing-masing OMS ini pun tidak terlalu banyak. Berikut perinciannya.
Pada TABEL 4, rata-rata OMS di Yogyakarta memiliki jumlah staff/
karyawan di bawah 10 orang (78,9% dari total responden). Jumlah
tersebut memang umum terjadi, terutama terkait pada level
lembaga yang sifatnya lokal. Selain itu, hal tersebut juga terkait
dengan pendanaan. Alasan utamanya ialah terlalu beresiko apabila
memperkerjakan banyak staff/karyawan, padahal jumlah lembaga
donor tidak pasti.
Tabel 4
Jumlah staff/ karyawan di OMS
No Jumlah Staff/Karyawan Jumlah OMS
Jumlah (%)
1 1-5 orang 7 36,8
2 6-10 orang 8 42,1
3 11-15 orang 1 5,3
4 Lebih dari 15 orang 3 15,8
Jumlah 19 100
29
Menurut TABEL 5, lembaga donor dari mayoritas responden
(84,2% dari total responden) ialah lembaga donor internasional. Hal
tersebut menunjukkan bahwa ketergantungan OMS terhadap
lembaga donor internasional masih tinggi. Dari segi jumlah
pendanaan, lembaga donor internasional memberikan jumlah yang
lebih besar dibandingkan dengan lembaga donor nasional atau
lokal. Meskipun saat ini sudah berlaku sistem G to G, namun pada
kenyataannya minat OMS (nasional/lokal) lebih kepada lembaga
donor internasional secara langsung. Idealisme yang tidak ingin
tunduk kepada pemerintah (goverment) merupakan alasan lain
mengapa minat OMS lebih kepada lembaga donor internasional.
Hal itu terbukti dengan sedikitnya OMS khususnya di Yogyakarta
yang mendaftarkan diri mereka ke Kesbanglinmas Provinsi DIY.
Ada anggapan dari sebagian aktivis OMS di Yogyakarta, bahwa
pendaftaran tersebut merupakan alat kontrol pemerintah terhadap
pergerakan OMS.
Tabel 5
Asal Lembaga Donor di Tiap OMS
No Lembaga Donor Jumlah
OMS (%)*
1 Internasional 16 84,2 %
2 Nasional (Pemerintah) 7 36,8 %
3 Nasional
(Non-Pemerintah)
7 36,8 %
4 Lokal (Pemerintah) 5 26,3 %
5 Lokal (Non-Pemerintah) 4 21,1 %
* N total = 19
31
TABEL 6 menunjukkan jenis-jenis kerja dari masing-masing OMS
yang menjadi responden dalam penelitian ini. Mayoritas (sebesar
78,9% dari total responden atau 15 responden) bergerak pada
Ketiga jenis kerja tersebut biasanya merupakan satu paket jenis
kerja yang dimiliki oleh OMS. Ketiga jenis kerja tersebut dapat
dikatakan sebagai ciri khas dari kerja-kerja OMS di Yogyakarta.
Minat jenis kerja paling sedikit ialah pada akomodasi politik.
Hanya ada satu OMS yang bergerak pada akomodasi politik. Hal
ini secara eksplisit memperlihatkan bahwa ada semacam batas
antara gerakan-gerakan sosial dengan dunia politik.
Kerja-kerja dalam ranah pergerakan sosial, tidak terlepas dari
penggunaan jejaring sosial melalui internet. Fungsi utamanya ialah
untuk mempermudah kerja-kerja dari pergerakan sosial itu sendiri,
terutama dalam mengkampanyekan isu-isu yang menjadi
konsentrasi dari masing-masing OMS.
Tabel 7
32
Tabel 7 memperlihatkan hasil tabulasi silang pemanfaatan facebook
dan twitter dalam kerja-kerja OMS. Dari 9 OMS yang memiliki
facebook, 33,33%-nya (3 OMS) memiliki twitter, dan sisanya
sebanyak 66,7%-nya (6 OMS) tidak memiliki twitter. Sedangkan
sebanyak 10 OMS (52,63%) dari total OMS (19 OMS) tidak memiliki
facebook dan twitter. OMS yang memiliki facebook, ada
kemungkinan memiliki twitter meski jumlahnya bukan mayoritas.
Sedangkan OMS yang tidak memiliki facebook pasti juga tidak
memiliki twitter. Facebook menjadi ukuran karena jejaring media
sosial ini dianggap lebih populer di masyarakat umum. Menurut
perbandingan angka tersebut, menunjukkan bahwa facebook dan
twitter belum memiliki peranan penting dalam menunjang
kerja-kerja OMS khususnya di Yogyakarta.
TABEL 8 memperlihatkan hasil uji tabulasi silang pemanfaatan
facebook dan website dalam kerja-kerja OMS. Pada dasarnya
kepemilikan akun facebook dan website di OMS hampir
berbanding sama. Dari total 10 OMS yang tidak memiliki facebook,
50%-nya memiliki website dan 50% sisanya tidak memiliki website.
Dari total 9 OMS yang memiliki facebook, 55,56%-nya memiliki
website, dan sisanya (44,04 %) tidak memiliki website. Hal ini
menunjukkan bahwa kepemilikan facebook tidak mempengaruhi
Tabel 8
33
kepemilikan website di OMS. Antara facebook dan website
memiliki fungsi yang berbeda. Facebook lebih mengarah pada
keperluan untuk interaksi di jejaring maya. Sedangkan website
lebih berfungsi sebagai bagian dari penguatan identitas OMS secara
lebih luas.
TABEL 9 menunjukkan bahwa kepemilikan twitter di OMS sangat
sedikit, hanya 15,79% dari total OMS (19 OMS) atau sebanyak 3
OMS. Hal ini berarti pemanfaatan twitter di OMS sangat kecil.
Namun demikian, OMS lebih memilih untuk memiliki website
dibandingkan akun twitter (dari 10 OMS yang memiliki website,
90%-nya tidak memiliki akun twitter). Ini juga menunjukkan bahwa
twitter tidak cukup familiar di kalangan OMS di Yogyakarta.
Faktor geografis dan sosial-budaya di Yogyakarta diperkirakan
memiliki kontribusi terhadap pemilihan jejaring media sosial di
masing-masing OMS.
Paparan di atas menggambarkan bahwa OMS responden belum
mengunakan jejaring sosial sebagai alat utama yang mendukung
kerja-kerja. Hal tersebut akan nampak lebih jelas, apabila melihat
aktivitas website resmi dari masing-masing OMS yang jarang sekali
diperbaharui isinya. Hal yang perlu diperhatikan bahwa tidak
Tabel 9
34
menjadikan jejaring sosial di dunia maya sebagai alat utama dalam
menunjang kerja-kerja OMS, bukan berarti tidak memanfaatkan
internet untuk kerja-kerja OMS. Pemanfaatan dapat berupa bentuk
lain, seperti misalnya maillist/ groups dan email/ surat elektronik.
TABEL 10 menunjukkan mayoritas OMS responden berlokasi di
kota Yogyakarta (sebanyak 11 OMS responden atau sebesar 57,9%
dari total responden). Pemilihan lokasi lembaga tentunya
mendasarkan pada berbagai pertimbangan. Wilayah kota
Yogyakarta memiliki akses yang lebih, baik secara geografis
maupun administratif. Pada kenyataannya, wilayah seperti
Gunung Kidul dan Kulon Progo mayoritas merupakan wilayah
beneficiaries (penerima manfaat program) dari para OMS.
Pertumbuhan kota Yogyakarta yang cepat dan semakin padat,
berdampak pada pergeseran lokasi dari masing-masing OMS.
Pilihan lokasi kantor OMS biasanya jatuh pada wilayah Bantul dan
Sleman.
Tabel 10
Persebaran lokasi OMS berdasarkan kabupaten/kota
NO Kabupaten/Kota OMS
Jumlah (%)
1 Bantul 4 21,1
2 Gunungkidul - -
3 Kulon Progo - -
4 Sleman 4 21,1
5 Yogyakarta 11 57,9
JUMLAH 19 100