• Tidak ada hasil yang ditemukan

TRANSFER PENGETAHUAN INTERAKSI SOSIAL DA (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "TRANSFER PENGETAHUAN INTERAKSI SOSIAL DA (1)"

Copied!
157
0
0

Teks penuh

(1)

i TESIS

TRANSFER PENGETAHUAN, INTERAKSI SOSIAL,

DAN EFEKTIVITAS KERJA-KERJA

JEJARING ORGANISASI MASYARAKAT SIPIL

(OMS)

DI YOGYAKARTA

WAHYU KUSTININGSIH

10/306427/PSP/03951

PASCA SARJANA SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

(2)
(3)

iii

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Yogyakarta, Januari 2012

(4)

iv

DAFTAR ISI

Halaman Judul i

Lembar Pengesahan ii

Lembar Pernyataan iii

Daftar Isi iv

Abstraksi vii

Daftar Singkatan xi

Daftar Gambar xii

Daftar Grafik xiii

Daftar Tabel xiv

BAB I : PENDAHULUAN 1

A. LATAR BELAKANG 1

B. RUMUSAN MASALAH 3

C. TUJUAN PENELITIAN 3

D. KAJIAN PUSTAKA 4

D.1. Pergerakan Sosial Organisasi Masyarakat Sipil 4

D.2. Social Network Analysis (SNA) 14

E. METODE PENELITIAN 15

E.1. Subjek Penelitian 16

E.2. Lokasi Penelitian 16

E.3. Teknik Pemilihan Sampel Penelitian 17

E.4. Konsep dan Pengukuran 17

E.5. Jenis Data Penelitian 19

E.6. Teknik Pengumpulan Data 19

(5)

v

BAB II :DESKRIPSI SUBJEK PENELITIAN 22

A. SEJARAH ORGANISASI MASYARAKAT SIPIL

(OMS) DI INDONESIA 21

B. ORGANISASI MASYARAKAT SIPIL (OMS)

DI YOGYAKARTA 23

A.1. Deskripsi Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) 23 A.2. Karakteristik Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) 23

C. JEJARING OMS DI YOGYAKARTA 35

B.1. Deksripsi Jejaring OMS 35

B.2. Karakteristik Jejaring OMS 37

D. KESIMPULAN 43

BAB III : JEJARING OMS 44

A. TRANSFER PENGETAHUAN DI JEJARING OMS 44

A.1. Hubungan Antar OMS 45

A.2. Pengetahuan yang Ditransfer 53

A.3. Karakteristik Jaringan 67

A.4. Tipe Proses Transfer Pengetahuan 73

B. INTERAKSI SOSIAL DI JEJARING OMS 81

B.1. Intensitas Pertemuan 83

B.2. Intensitas Komunikasi 84

B.3. Jenis Media Komunikasi 88

C. EFEKTIVITAS KERJA-KERJA DI JEJARING OMS 96

C.1. Kegiatan-kegiatan 97

C.2. Outputs 99

C.3. Outcomes 100

(6)

vi

D. DINAMIKA JEJARING OMS 102

D.1. Transfer Pengetahuan, Interaksi Sosial,

dan Efektivitas Kerja-kerja Jejaring OMS. 103 D.2. Kepentingan OMS terhadap Jejaring OMS 117

E. KESIMPULAN 121

BAB IV : JEJARING OMS DAN GERAKAN SOSIAL BARU 122 A. JEJARING OMS SEBAGAI GERAKAN SOSIAL BARU 122 B. IMPLIKASI GERAKAN TERHADAP

PERUBAHAN (TRANSFORMASI) 131

C. KEKURANGAN DAN KELEBIHAN PENELITIAN INI 134

D. REKOMENDASI PENELITIAN SELANJUTNYA 135

E. KESIMPULAN 135

BAB V : PENUTUP 137

DAFTAR PUSTAKA 141

(7)

vii ABSTRAKSI

Terbukanya kran demokrasi di Indonesia membawa dampak terhadap dinamika kehidupan sosial masyarakat. Pola pergerakan sosial pun menjadi dinamis dan banyak bermunculan Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) di Indonesia. Salah satu kota yang menjadi barometer pergerakan sosial ialah Yogyakarta. Tidak ada data pasti tentang jumlah OMS di Yogyakarta. Diperkirakan jumlah OMS di Yogyakarta lebih dari 100 OMS. Pada kenyataannya, dinamika keberlangsungan dari OMS tersebut pasang surut. OMS mudah dibentuk dan mudah bubar. Jumlah OMS yang sangat banyak tersebut memiliki kontribusi dalam pembentukan jejaring OMS. Alasan utamanya ialah untuk memperkuat pergerakan sosial secara luas. Banyaknya isu dan kepentingan yang ada memunculkan tidak hanya satu jejaring OMS. Jumlah jejaring OMS pun kemudian menjamur, mudah dibentuk, dan mudah juga bubar.

Penelitian ini memetakan pola jejaring OMS di Yogyakarta, dengan sampel penelitiannya: AJI Damai, Forum LSM, dan JPY. Pemilihan ketiga jejaring OMS tersebut berdasarkan karakteristik yang berbeda satu sama lain. Penelitian ini menggunakan mix-method (kuantitatif dan kualitatif). Subjek penelitian ini yaitu OMS partisipan di ketiga jejaring tersebut, yang berpartisipasi dalam kurun waktu satu tahun terakhir. Penelitian ini menggunakan tiga teknik pengolahan & analisis data, yaitu data kuantitatif diolah melalui statistik dengan SPSS software untuk teknik analisa deskriptif dan inderences statistic, data kualitatif menggunakan teknik analisa deskriptif kualitatif dengan menggunakan atlas.ti, dan PAJEK software untuk SNA (Social Network Analysis). Penelitian ini menggunakan tiga variabel, yaitu tingkat transfer pengetahuan, tingkat interaksi sosial, dan tingkat efektivitas kerja-kerja di jejaring OMS. Fokus penelitian ini ialah bagaimana korelasi di antara ketiga variabel tersebut dalam dinamika di masing-masing jejaring OMS.

(8)

viii

tersebut menggambarkan bahwa partisipasi masih menjadi problematika tersendiri di ranah pergerakan sosial di Yogyakarta. Tingkat transfer pengetahuan yang tergolong tinggi, ternyata belum mampu melahirkan strategi-strategi baru dalam pergerakan sosial, sehingga muncul kecenderungan posisi OMS berada pada titik jenuh akan pergerakan sosial.

(9)

ix Abstraction

The falling of Soeharto brought democracy in Indonesia. Yogyakarta is as a barometer city of social movement in Indonesia. There’s no accurate data about the total of CSOs in Yogyakarta. Estimated, there’re more than one hundred CSOs in Yogyakarta. In fact, the sustainability of

CSOs in Yogyakarta is up and down. CSOs create CSO’s networkings

for streghtening the social movement in widely space. There are so many issues and interests as background of CSO’s networkings.

This research maps the patterns of CSO’s networkings in Yogyakarta.

The sample of this research is AJI Damai, Forum LSM DIY, and JPY. This research uses mix-method (quantitative and qualitative). It subject

is CSOs that are participated in those CSO’s networings in last one year or in 2011. There are three techniques and analysis data. Quantitative data is processed by statistic (using SPSS software) for descriptif and inderence statistic. Qualitative data is processed by descriptive qualitative analysis (using atlas.Ti software) and social network analysis (using PAJEK software). There are three variables: (1) knowledge transfer, (2) social interaction, and (3) the effectiveness

works of CSO’s networkings. This research focuses on the correlation

between those three variebles in each CSO’s networking.

Not all variables in each CSO’s networkings have association. The dynamic and characteristic of each CSO’s networkings influences it. The effectiveness in the three of CSO’s networkings is in high level. The

social interaction in the three CSO’s networkings is in middle level.

Explicitly, it draws that the participation is still being crucial problem

(10)

x transfer can not create the new strategies of social movements in Yogyakarta.

Keywords : CSO’s networkings, knowledge transfer, social interaction,

(11)

xi DAFTAR SINGKATAN

OMS : Organisasi Masyarakat Sipil

AJI Damai : Aliansi Jogja untuk Indonesia Damai

JPY : Jaringan Perempuan Yogyakarta

(12)

xii DAFTAR GAMBAR

Nomor Keterangan Halaman

1 Artikel pemberitaan media cetak tentangkegiatan AJI DAMAI.

2 Information in 5 themes

3 Form data to information to knowledge 4 Kolb‘s Learning Cycle

5 Pesan di maillist AJI Damai

6 Spiral evolution of knowledge conversion and self-transcending process (Nonaka & Konno, 1998) 7 Tingkat Transfer Pengetahuan di Jejaring OMS 8 Tingkat Interaksi Sosial di AJI Damai

9 Tingkat Efektivitas Kerja-Kerja Jejaring OMS

10 Uji Regresi Antara Tingkat Transfer Pengetahuan dengan Tingkat Efektivitas Kerja-Kerja jejaring di AJI Damai

11 Uji Regresi Antara Tingkat Transfer Pengetahuan dengan Tingkat Efektivitas Kerja-Kerja jejaring di Forum LSM

(13)

xiii DAFTAR GRAFIK

Nomor Keterangan Halaman

1 Pemetaan Kedekatan Antar OMS di Jejaring OMS 2 Pemetaan Kedekatan Antar OMS di AJI Damai 3 Pemetaan Kedekatan Antar OMS di Forum LSM DIY 4 Pemetaan Kedekatan Antar OMS di JPY

5 Pola relasi berdasarkan keaktifan di AJI Damai 6 Pola relasi berdasarkan keaktifan di Forum LSM DIY 7 Pola relasi berdasarkan keaktifan di JPY

8 Korelasi antar variabel

(14)

xiv DAFTAR TABEL

Nomor Keterangan Halaman

1 Jumlah partisipan menurut jejaring

2 Partisipasi masing-masing OMS dalam jejaring

3 Usia OMS

4 Jumlah staff/ karyawan di OMS 5 Asal Lembaga Donor di Tiap OMS 6 Jenis Kerja-Kerja OMS

7 Crosstabs pemanfaatan jejaring sosial FACEBOOK dan TWITTER dalam kerja-kerja OMS

8 Crosstabs pemanfaatan jejaring sosial FACEBOOK & WEBSITE dalam kerja-kerja OMS

9 Crosstabs pemanfaatan jejaring sosial TWITTER dan WEBSITE dalam kerja-kerja OMS

10 Persebaran lokasi OMS berdasarkan kabupaten/kota 11 Visi & Misi Jejaring OMS

12 Wilayah Gerakan Jejaring OMS 13 Bentuk Gerakan Jejaring OMS

14 Keanggotaan & Kepengurusan Jejaring OMS 15 Sumber Dana Jejaring OMS

16 Pendekatan KM menurut Carrillo (1999, dan 2002) 17 Penggunaan Media Komunikasi di AJI Damai 18 Penggunaan Media Komunikasi di Forum LSM DIY 19 Penggunaan Media Komunikasi di JPY

(15)

1 BAB I

A. LATAR BELAKANG

Reformasi tahun 1998 merupakan momen bersejarah kehidupan

demokrasi di Indonesia. Setelah 32 tahun terbelenggu dalam kekuasaan

otoriter orde baru, kran demokrasi terbuka. Ini memunculkan ruang

kebebasan berpendapat. Peranan masyarakat sipil sangat diperlukan

dalam kehidupan berdemokrasi. Elemen penting dari masyarakat sipil

ialah Organisasi Masyarakat Sipil (OMS). Kejatuhan orde baru

merupakan agenda bersama OMS saat itu. Agenda tersebut

memunculkan berbagai macam bentuk konsolidasi antar OMS.

Hingga saat ini, proses konsolidasi antar OMS menjadi sebuah strategi

pergerakan. Alasannya, konsolidasi antar OMS memberikan efektifitas

dalam pencapaian agenda bersama. Yogyakarta merupakan salah satu

kota di Indonesia yang memiliki banyak jejaring OMS sebagai wadah

konsolidasi antar OMS. Hal ini menunjukkan dinamika pergerakan

sosial di Yogyakarta. Terlebih, respon yang cukup reaktif dari para

aktivis pergerakan sosial di Yogyakarta terhadap isu-isu yang sedang

populer, terutama isu politik, HAM, hukum, pluralisme, dan lain

sebagainya, semakin memperkuat pergerakan sosial. Media massa juga

mengambil peranan dalam proses pergerakan sosial yang terjadi (Lihat

Gambar 1).

Seiring dengan tingginya respon terhadap isu-isu kekinian, jejaring OMS

yang terbentuk di Yogyakarta juga turut meningkat dalam segi jumlah.

Permasalahannya kemudian, banyak terjadi fokus isu yang

tumpang-tindih antara satu jejaring OMS dengan jejaring OMS yang lain. Sebagai

sebuah strategi pergerakan sosial, mayoritas para aktor dari pergerakan

(16)

2

semakin memperkokoh kekuatan pergerakan sosial di Yogyakarta.

Apabila dilihat secara lebih mendalam dan internal, OMS-OMS yang

tergabung dalam jejaring OMS tersebut adalah OMS-OMS yang sama.

OMS-OMS tersebut berafiliasi terhadap lebih dari satu jejaring OMS. Isu

yang kemudian muncul ialah tentang keefektifitasan jejaring OMS yang

ada.

Penelitian ini menitikberatkan pada dinamika jejaring OMS yang ada di

Yogyakarta dalam kaitannya dengan pergerakan sosial. Bahasan khusus

dalam penelitian ini ialah sejauh mana jejaring-jejaring OMS mampu

berkontribusi dalam pencapaian-pencapaian pergerakan sosial di

masyarakat. Luasnya lingkup topik terkait jejaring OMS dan pergerakan

sosial membawa peneliti untuk fokus pada satu area, yaitu jejaring sosial

(social network). Penggunaan SNA (Social Network Analysis)/analisa

jejaring sosial menjadi hal utama dalam penelitian kali ini untuk Gambar 1

Artikel pemberitaan media cetak tentangkegiatan AJI DAMAI.

Aji Damai Deklarasikan Yogya Kota Toleran

Kamis, 3 Maret 2011 12:34 WIB

Laporan Reporter Tribun Yogya, Rina Eviana

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Aliansi Jogja untuk Indonesia Damai (Aji Damai) hari ini mendeklarasikan ikrar bersama tokoh lintas agama DIY. Deklarasi ini meneguhkan Yogya sebagai Kota Toleran. Aksi diikuti tokoh-tokoh lintas agama dan sejumlah elemen masyarakat sebanyak 48 ormas.

Koordinator Pelaksana, Subkhi Ridho, mengatakan ikrar peneguhan Yogya sebagai Kota Toleran dilatarbelakangi adanya tindakan kekerasan di Cikeusik Pandeglang Banten, kerusuhan Temanggung dan Jawa Timur.

"Aji Damai berkeinginan mewujudkan toleransi di tengah masyarakat Indonesia, khususnya Yogyakarta. Yogyakarta sebagai kota budaya, pendidikan sepantasnya menjadi contoh konkret dari toleransi umat beragama di negeri ini," jelas Ridho di Pendopo Balaikota, Kamis (3/3/2011).

Ikrar Aji Damai ditandai dengan peluncuran baliho dan empat buah standing banner seruan perdamaian yang diserahkan di Pendopo Balaikota kepada Walikota Yogyakarta, Herry Zudianto.(*)

Sumber:

(17)

3

memvisualisasikan relasi di dalam jejaring OMS. Penelitian ini melihat

jejaring OMS secara internal, yaitu dari relasi-relasi yang terbangun

dalam proses interaksi sosial dan transfer pengetahuan yang ada dalam

jejaring sosial OMS tersebut dalam kontribusinya terhadap

pencapaian-pencapaian pergerakan sosial. Pada tataran yang lebih luas, penelitian

ini juga melihat sejauh apa kontribusi dari jejaring OMS yang ada

terhadap pergerakan sosial di masyarakat.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Seberapa besar efektivitas penerapan transfer pengetahuan di dalam

jejaring OMS?

2. Seberapa besar tingkat interaksi antar aktor di dalam jejaring OMS?

3. Seberapa besar tingkat efektivitas kerja-kerja/aktivitas-aktivitas

jejaring OMS?

4. Bagaimana korelasi antara efektivitas penerapan trasfer pengetahuan

dan tingkat interaksi sosial antar aktor terhadap tingkat efektivitas

kerja-kerja/aktivitas-aktivitas di jejaring OMS?

5. Bagaimana dinamika jejaring OMS dan kontribusinya dalam

pergerakan sosial terutama di Yogyakarta?

C. TUJUAN PENELITIAN

Ada beberapa tujuan dari penelitian ini, antara lain:

1. Memetakan pola-pola transfer pengetahuan di jejaring OMS di

Yogyakarta, baik secara internal maupun eksternal.

2. Menggambarkan relasi antar aktor di dalam jejaring OMS melalui

pola interaksi sosial yang ada.

(18)

4 D. KAJIAN PUSTAKA

D.1. Pergerakan Sosial Organisasi Masyarakat Sipil

Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) atau Civil Society Organisation (CSO)

sudah ada di Indonesia sejak tahun 1970-an1. Pada saat itu, fokus kerja

OMS lebih kepada isu-isu pembangunan dengan kerangka kerja

developmentalisme yang berada pada tingkat akar rumput. Seiring

waktu, fokus kerja OMS pun mengalami pergeseran. Pada tahun

1980-an, fokus kerja OMS bergeser ke advokasi pada berbagai level (lokal,

nasional, dan internasional). Pergolakan ideologi dan diskursus

pembanguan di OMS mulai terjadi pada era ini. Kemudian, fokus OMS

bergeser pada isu-isu yang melawan isu-isu pembangunan. Hal tersebut

terjadi menjelang kejatuhan rezim Soeharto. Pasca orde baru tumbang,

orientasi OMS pun berubah pada isu-isu seputar Kolusi, Korupsi, dan

Nepotisme (KKN). Saat itu, orde baru dianggap sebagai musuh bersama,

sehingga pergerakan OMS dan masyarakat sipil lainnya dapat bersatu

padu. Gerakan bersama tersebut berupa jejaring OMS dan masyarakat

sipil, di mana tujuan pembentukannya ialah untuk menumbangkan

rezim orde baru.

Gerakan bersama yang ada, dikategorikan sebagai gerakan sosial (social

movement), dan memiliki berbagai macam pendekatan. Menurut

Mansour Fakih (2008), gerakan sosial di negara dunia ketiga seringkali

berkaitan dengan perubahan sosial. Maksudnya, perubahan sosial yang

direkayasa oleh negara yaitu pembangunan. Pembangunan diasumsikan

akan memberikan kemakmuran pada negara-negara di dunia ketiga.

Namun pada kenyataannya rakyat di negara-negara dunia ketiga merasa

justru pembangunan menjadi penyebab kesengsaraan bagi rakyat.

1 Fakih, Mansour. 2008. Masyarakat Sipil untuk Transformasi Sosial: Pergolakan ideologi LSM.

(19)

5

Ada berbagai macam pendekatan yang digunakan untuk memahami

dan mendefinisikan gerakan sosial (social movement). Gerakan sosial

dilihat melalui dua kubu yang berbeda satu sama lain. Satu kubu

melihat gerakan sosial sebagai sesuatu yang menyimpang dan akan

mengganggu stabilitas. Kubu lainnya menganggap gerakan sosial

sebagai sesuatu yang positif. Mayoritas teori-teori terkait gerakan sosial

dipengaruhi secara dominan oleh teori fungsionalisme. Sedangkan teori

lain yang berpengaruh ialah teori konflik. Diasumsikan bahwa gerakan

sosial merupakan sesuatu yang positif sebagai sarana konstruktif bagi

perubahan sosial.

Pandangan positif terkait gerakan sosial diutarakan oleh Giddens. Secara

spesifik, Giddens mengkaitkannya dengan modernitas2. Menurut

Giddens, jenis gerakan sosial antara lain kebebasan

berbicara/berpendapat, gerakan buruh, gerakan perdamaian, dan

gerakan lingkungan (budaya tanding). Giddens mengkaitkan keempat

gerakan tersebut dengan dimensi institusional modernitas, yaitu

kapitalisme (akumulai kapital dalam konteks kerja dan pasar produk

yang kompetitif), pengawasan (kontrol informasi dan supervisi sosial),

kekuatan militer (kontrol atas sarana kekerasan dalam konteks

industrialisasi perang), dan industrialisme (transformasi alam: perkembangan ―lingkungan yang diciptakan‖).

Gerakan buruh berakar pada tatanan ekonomi kapitalis, di mana

berusaha untuk melakukan kontrol defensif di tempat kerja dan meraih

kekuasaan negara melalui organisasi politis. Gerakan buruh menjadi

pioner dari gerakan kebebasan berekspresi dan hak-hak demokrasi. Pada

dasarnya, gerakan buruh dan gerakan kebebasan berpendapat

2 Giddens, Anthony. 2004. Konsekuensi-konsekuensi modernitas. Yogyakarta: Kreasi Wacana.

(20)

6

merupakan gerakan yang usang. Gerakan tersebut sudah ada sejak lama

sebelum abad ini. Gerakan yang relatif tergolong baru ialah gerakan

perdamaian. Gerakan perdamaian fokus pada sarana kontrol kekerasan.

Umumnya terkait dengan militer dan polisi. Perdamaian menjadi sebuah

konsep sentral di tiap aksi-aksi yang dijalankan. Kemudian muncul

gerakan lingkungan atau gerakan budaya tanding. Gerakan tersebut

sebagai upaya mencegah dampak industri modern dari pola tradisional.

Giddens mengutip pendapat Alberto Melluci, yaitu bahwa gerakan

sosial menjadi petunjuk kemungkinan masa depan dan sebagian

menjadi gerakan untuk merealisasikan tujuan tersebut. Dari perspektif

realisme utopis, Giddens menganggap bahwa gerakan sosial tidak

niscaya atau menjadi satu-satunya basis perubahan yang mungkin

mengarahkan kita pada dunia yang lebih aman dan manusiawi. Pada

intinya, Giddens berasumsi bahwa gerakan sosial menyediakan

transformasi penting bagi masa depan.

Jejaring OMS bagian dari gerakan sosial. Gerakan sosial diciptakan

untuk menjadi stimulus bagi perubahan sosial di masyarakat. Sukses

atau tidaknya suatu pergerakan sosial dapat diukur melalui

strategi-strategi pergerakan yang sudah direncanakan dan dikembangkan.

Gerakan sosial juga diarahkan sebagai pemersatu untuk

kepentingan-kepentingan tertentu dalam masyarakat. Pada awalnya, gerakan sosial

dibentuk secara formal dan dipengaruhi oleh partisipannya,

komposisinya dan ideologi dari kelompok-kelompok sosial. Gerakan

sosial membutuhkan komitmen dari partisipannya untuk mencapai

tujuan-tujuan dari pergerakan itu sendiri. Komitmen tersebut meliputi

usaha untuk menyatukan seluruh kepentingan demi pencapaian tujuan

(21)

7

Pada umumnya, struktur yang ada dalam gerakan sosial seringkali

diabaikan. Ada berbagai alasan untuk hal tersebut. Pertama, mayoritas

lebih menekankan pada aspek fungsional. Kedua, mayoritas

menganggap bahwa ada kemudahan dalam melakukan perubahan sosial

dan sifatnya sementara. Ketiga, terdapat banyak definisi dan tingkatan

atas gerakan sosial, sehingga ini menyulitkan untuk

menggeneralisasikan struktur dari gerakan sosial.

Tujuan utama dari gerakan sosial adalah reorganisasi. Cakupan dari

tujuan gerakan sosial mungkin terlalu luas. Selain itu, terdapat banyak

sekali varian dari bentuk-bentuk organisasi. Ada gerakan sosial yang

terorganisasi dengan baik, ada juga yang diorganisir secara informal.

Sekarang, gerakan sosial muncul dalam bentuk baru. Gerakan tersebut

dinamakan Gerakan Sosial Baru (GSB). Ini berbeda dengan gerakan

kelompok kepentingan, yang mana hanya merepresentasikan kelompok

kecil dengan kepentingan kecil3. Contoh dari GSB antara lain gerakan

feminis dan gerakan lingkungan. Secara umum, ada empat karakteristik

dari GSB, yaitu:

- GSB cenderung untuk perubahan nilai-nilai sosial dan budaya baru.

- GSB berdasarkan pada kelompok spesifik. Misalnya: perempuan.

- GSB menekankan pada mobilisasi massa untuk mengubah nilai dan

sikap.

- GSB menolak model-model organisasi formal. Aspek yang paling

penting di sini ialah partisipasi dari anggotanya.

Jejaring OMS yang ada di Yogyakarta, mayoritas dapat

dikategorisasikan sebagai GSB. Jejaring OMS tersebut bergerak

berdasarkan isu khusus dengan kelompok yang spesifik. Ada

3 Abercrombie, N., Hill, S., & Turner, B. S. (2010). Kamus Sosiologi (Sociology Dictionary).

(22)

8

perubahan-perubahan nilai dan sikap yang ingin diraih oleh

masing-masing jejaring OMS. Sifat jejaring OMS yang ada pun informal. Selain

itu, dalam setiap aksinya, dipastikan akan selalu memobilisasi massa.

Pada isu pergerakan, organisasi-organisasi pergerakan sosial merupakan

kunci penting. Para penganalisa pergerakan telah menguji sebuah

tataran dalam memobilisasi struktur dalam pergerakan sosial, termasuk

organisasi-organisasi pergerakan, jejaring sosial (social network),

organisasi-organisasi yang sudah ada, dan institusi-institusi alternatif.

Studi tentang dinamika organisasi telah memperlihatkan hal penting

pada efek-efek dari organisasi-organisasi dan pergerakan-pergerakan.

Sidney Tarrow4 (1998) menganalisa poin-poin dari cycles of contention /

lingkaran perdebatan pada pergerakan awal dalam mendemonstrasikan

kesempatan-kesempatan politik dan mengkreasikan model-model protes

untuk pergerakan yang kemudian ada dalam sebuah protest cyrcle. Hasil

penelitian Tarrow menyatakan bahwa ukuran dari industri-industri

pergerakan sosial dan sektor pergerakan sosial adalah penting.

Asumsinya bahwa perluasan sebuah populasi dari organisasi-organisasi

mengkreasikan legitimasi untuk strategi protes dan juga menghasilkan

kompetisi di antara organisasi-organisasi.

Aktivitas pergerakan sosial di Indonesia terpetakan oleh Yanuar

Nugroho dalam beberapa penelitiannya. Dalam penelitiannya berjudul

Aksi Warga5, Yanuar Nugroho mencoba untuk mengetahui bagaimana

organisasi dan kelompok masyarakat di Indonesia terlibat dalam

4 McAdam, Doug, Sidney Tarrow, and Charles Tilly. 2001. Dynamics of Contention. Cambride,

UK : Cambride University Press. – dikutip dari Ritzer, George. 2005. Encyclopedia of Social

Theory: volume 1. London: Sage Publications

5 Nugroho, Yanuar. 2011. @ksi Warga: Kolaborasi, demokrasi partisipatoris dan kebebasan

informasi – Memetakan aktivisme sipil kontemporer dan penggunaan media sosial di

(23)

9

aktivisme sipil (Civic Activism) melalui penggunaan internet dan media

sosial, serta dampak keterlibatan mereka terhadap penguatan

masyarakat sipil di Indonesia. Penelitian ini mempelajari pola dan proses

kolaborasi di antara kelompok masyarakat sipil di Indonesia dalam

mendorong demokrasi partisipatoris dan kebebasan informasi

menggunakan TIK dan media sosial. Penelitian berjudul Aksi Warga ini

merupakan kelanjutan dari penelitian Yanuar Nugroho dan Gindo

Tampubolon berjudul Mapping the network society: Network dynamics in

the transition to democracy in Indonesia6, yang mengamati berbagai cara

inovasi organisasi masyarakat sipil di Indonesia dalam mengadopsi

inovasi media baru.

Penelitian berjudul Aksi Warga menghasilkan beberapa hal menarik

terkait dengan model-model pergerakan sosial di Indonesia. Pertama,

masyarakat sipil di Indonesia ialah ranah yang dinamis yang bukan

hanya merupakan hasil persentuhan komunitas masyakat sipil Indonesia

dengan masyarakat sipil global. Namun, hal tersebut juga dibentuk oleh

dinamika internal dari waktu ke waktu. Kedua, penggunaan internet dan

media sosial turut memiliki peran dalam meluasnya ruang-ruang sipil.

Menurut Yanuar Nugroho, berbagai karakteristik dari berbagai media

sosial baru membuat masyarakat sipil menjadi terbantu dalam mencapai

tujuan. Ketiga, Aktivisme sipil di Indonesia tidak hanya dibentuk oleh

penggunaan teknologi (satu arah) tapi justru merupakan sebuah proses

evolusi bertautan (co-evolution) antara penggunaan teknologi dan

perkembangan aktivisme sipil itu sendiri. Keempat, jaringan masyarakat

sipil dan juga wilayah sipil itu sendiri merupakan konsekuensi dari

keterlibatan sipil. Yanuar Nugroho berpendapat bahwa membangun

jaringan harus menjadi bagian dari strategi, karena jaringan

6 Nugroho, Yanuar & Gindo Tampubolon.2005. Mapping the network society: Network dynamics in

(24)

10

menyediakan berbagai cara dinamis dalam menghantarkan berbagai

aktivisme sipil.

Penelitian yang berjudul Mapping the network society: Network dynamics in

the transition to democracy in Indonesia, fokus pada kasus di Indonesia

selama masa perubahan rezim dari otoritarianisme ke demokrasi.

Yanuar Nugroho dan Gindo Tampubolon menginvestigasi peranan

organisasi masyarakat sipil global dan nasional selama periode

pra-reformasi, reformasi dan pasca-reformasi. Metode yang digunakan yaitu

SNA (Social Network Analysis) dan mewawancarai beberapa aktivis

masyarakat sipil. Penelitian itu menemukan sebuah gambaran kecil akan

relasi-relasi yang terjadi. Menurut hasil penelitian, OMS di Indonesia

masuk dalam masyarakat jejaring. Keterlibatan OMS ke dalam

masyarakat jejaring memberikan keuntungan bagi OMS dalam

kerja-kerja dan tujuan-tujuannya, sehingga lebih fokus dan perspektif

terhadap isu-isu tertentu menjadi lebih luas. Berjejaring dinilai mampu

memberikan kelebihan untuk memperluas perspektif. Lebih jauh,

berperan aktif dalam masyarakat jejaring dapat memfasilitasi

pencapaian-pencapaian dari misi dan tujuan OMS, terutama terkait

dengan demokrasi.

Society is not merely an agregate of individuals; it is the sum of the relations in which these individuals stand to one another.

(Marx)

Masyarakat merupakan kumpulan dari individu atau aktor yang

menciptakan relasi atau hubungan satu sama lain. Kunci dari pengertian

tersebut ialah relasi. Relasi tersebut muncul melalui proses interaksi

sosial. Interaksi sosial7 merupakan suatu proses di mana dua atau lebih

aktor sosial saling mempengaruhi satu sama lain. Pada umumnya, studi

(25)

11

tentang interaksi sosial berada pada level Sosiologi mikro. Pada

dasarnya, interaksi sosial merupakan suatu hubungan yang bersifat

kritis antara individu dan masyarakat. Terkait dengan sturktur sosial,

Erving Goffman8 berpendapat bahwa secara tidak langsung struktur

sosial mempengaruhi pola-pola interaksi sosial.

Unit analisa penelitian ini berada pada level organisasi, sehingga analisa

yang digunakan pada level meso. Pada level meso, interaksionis

menganalisa bagaimana hubungan-hubungan power (kekuasaan) dan

batasan-batasan sosial bermain pada tingkah laku aktor di organisasi.9

Sejak tahun 1970-an, para interaksionis menggunakan analisa struktur

meso untuk mempelajari organisasi yang lebih besar. Para interaksionis

ini menggunakan konsep-konsep seperti meaning (makna), frame,

network, metapower, dan mencoba menghubungkan level mikro dan

makro dari realitas sosial. Sebagai tambahan dalam mempelajari

bagaimana aktor mereproduksi struktur dalam arena interaksional

organisasi, maka para interaksionis harus mengarahkan perhatiannya

pada dinamika aksi kolektif dan organisasi-organisasi pergerakan sosial.

Inti pada jejaring ialah adanya relasi-relasi antar aktor. Relasi

membentuk struktur sosial. Oleh karenanya, relasi merupakan hal yang

penting.

Network Sociology is doing the very thing that early Sociologists and Anthropologist saw as crucial—the mapping of the relations that create social structures.

(Turner)

8 Goffman, Erving. 1967. Interaction Ritual. Newyork: Random House dikutip dari Ritzer,

George. 2005. Encyclopedia of Social Theory: volume 1. London: Sage Publications

9 Abercrombie, N., Hill, S., & Turner, B. S. (2010). Kamus Sosiologi (Sociology Dictionary).

(26)

12

Lebih lanjut, Castells (2004) menambahkan bahwa dalam masyarakat

berjejaring, struktur sosial dari jejaring didukung oleh basis informasi

dan teknologi.

A network society is a society whose social structure is made of networks powered by microelectronics-based information and communication technologies.

(Manuel Castells)10

...societies are based on information and knowledge as the source of power, wealth, and meaning (Mokyr, 1990; Mazlish, 1993). Information has not much value per se without the knowledge to recombine it for a purpose. And knowledge is, of course, relative to each culture and society. ...if information and knowledge are the key factors for power and wealth in all societies, it is misleading to conceptualize our society as such, even if, for the practical reason of making communication easier, I gave in to the fashion of the times in my labels by characterizing our

historical period as the “information age.” What we actually mean, and what I always meant, is that our society is characterized by the power embedded in information technology, at the heart of an entirely new technological paradigm, which I called informationalism. Yet printing is also a most important information technology, and it has been around for quite a while, particularly in China. And we do not usually consider the post-printing societies as information societies.

(Manuel Castells)11

Pada ranah jaringan, informasi juga merupakan hal penting. Aktor di

jejaring setidaknya harus memahami secara menyeluruh jejaring seperti

apa yang diikutinya. Aktor di jejaring harus mengetahui pula kelebihan,

kekurangan, ancaman, dan lain sebagainya dari jejaring yang diikutinya.

Memahami bagaimana jejaring, akan membantu aktor tersebut dalam

penanganan masalah dan dapat digunakan untuk merencanakan

rencana ke depan dari jejaring tersebut. Tentunya hal ini akan sangat

menguntungkan bagi pencapaian tujuan-tujuan dari jejaring.

10 Castells, Manuel. 2004. The Network Society: A cross-cultural Perspective. USA; Edwar Edgar

Publiching, Inc. P. 3

(27)

13

Transfer pengetahuan selalu digunakan dalam sebuah pengertian umum

untuk menyertakan berbagai pertukaran pengetahuan antar

individu-individu, tim, kelompok-kelompok, atau organisasi-organisasi, baik yang

diinginkan ataupun tidak diinginkan12. Transfer pengetahuan sebagai

sebuah proses mendasar dari civilization. Transfer pengetahuan

merupakan sebuah fokus dari pembelajaran.

Knowledge transfer is the communication of knowledge from a source so that it is learned and applied by a recipient.

(Argote13; Darr & Kurtzberg14)

Pemberi dan penerima pengetahuan dapat berupa individu, kelompok,

tim, organisasi dan lain sebagainya. Dalam penelitian ini, baik pemberi

maupun penerima pengetahuan ialah OMS yang tergabung dalam suatu

jejaring OMS tertentu. Asumsinya, setiap jejaring OMS memiliki

pengelolaan pengetahuannya masing-masing yang diimplementasikan

dalam kerja-kerjanya. Hal tersebut berkorelasi dengan usaha-usaha

untuk mencapai tujuan-tujuan dari jejaring OMS. Oleh karenanya, ada

transfer pengetahuan dan juga informasi dalam jejaring OMS tersebut.

12 Schwartz, D. G. (2006). Encyclopedia of Knowledge Management. United Kingdom: Idea Gropus

Reference

13 Argote, L. (1999). Organizational Learning: Creating, retaining and transferring knowledge. Boston:

Kluwer Academic Publishers. Dikutip dari Schwartz, D. G. (2006). Encyclopedia of

Knowledge Management. United Kingdom: Idea Gropus Reference. P.538

14 Darr, E.D., & Kurtzberg, T.R. (2000). An investigation of partner similarity dimensions on

knowledge transfer. Ogranizational Behavior & Human Decision Processes, 82(1), 28-54.

Dikutip dari Schwartz, D. G. (2006). Encyclopedia of Knowledge Management. United

(28)

14 D.2. Social Network Analysis (SNA)

Social Network Analysis (SNA) is a method used to explain social change, a method that presupposes ideas about the relational texture of society, and which tries to operationalize these ideas (Vera & Schupp)15

Menurut Schwartz, fokus SNA ada pada pola-pola interaksi aktor-aktor.

Pada jejaring sosial memiliki dua blok, yaitu nodes (titik-titik) dan ties

(pengubung) yang mengubungkan antar nodes. Nodes merepresentasikan

aktor-aktor, yaitu individu-individu, kelompok-kelompok,

organisasi-organisasi, dan lain sebagainya. Sedangkan ties merepresentasikan

hubungan-hubungan antar aktor

Social Network Analysis (SNA)- a tool for mapping and analyzing relationships among people within an organization--- offer a structural means to understand how knowledge creation and sharing occurs within networks.

(Scott16; Waserman & Fraust17)

Inti dari penelitian ini terletak pada jejaring sosial organisasi masyarakat

sipil. Gambaran umum yang akan diamati ialah terkait dengan jejaring

organisasi masyarakat sipil dalam ranah pergerakan sosial. Salah satu

metode yang digunakan untuk memetakan ialah Social Network Analysis

(SNA). SNA mengukur hubungan-hubungan antar aktor dalam jejaring

atau dengan kata lain pada interaksi sosial antar aktor. Dalam bidang

Knowledge Management (KM), SNA dapat memetakan pola transfer

15 Vera, E. R., & Schupp, T. (2006). Network Analysis in Comparative Social Sciences.

Comparative Education, vol.42, No.3, Special Issue (32): Comparative Methodologies in the Social Sciences: Cross-Diciplinary Inspirations , 405-429

16 Scott, J. (1990). Social Network Analysis. Thousand Oaks, CA: Sage Publications. Dikutip dari

Cross, Rob, Adrew Parker, dan Laurence Prusak. 2000. Knowing what we know: Supporting knowledge creation and sharing in social networks. Cambridge: IBM Institute for Knowledge Management.

17 Wasserman, S. & Faust, K. (1994). Social Network Analysis: Methods and Applications. Cambridge

(29)

15

pengetahuan di dalam jaringan. Kutipan di bawah ini memperlihatkan

bahwa interaksi yang intensif berperan penting dalam kesuksesan dari

transfer pengetahuan dalam jaringan.

Successful transfer usually requires intensive interaction for the knowledge to be succesfully transfered. Shared understanding between the source and recipients is particulary important to successful knowledge transfer (Ko, Kirsch, & King).18

Asumsi awal yang terbentuk, transfer pengetahuan yang berjalan baik

pada sebuah jejaring OMS, maka akan berdampak positif terhadap

pencapaian misi dari jejaring tersebut.

E. METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian jejaring sosial (Social Network

Research), di mana menggunakan mix-methods atau metode campuran,

yaitu metode kuantitatif (dengan survei melalui kuesioner) dan kualitatif

(dengan wawancara mendalam). Pada penelitian jejaring sosial

memusatkan perhatian pada relasi-relasi dan pola-pola relasi antar aktor.

Sifat penelitian jejaring sosial bisa tergolong mikro pada level individu,

atau makro pada level masyarakat. Penelitian jejaring sosial dapat

mengintegrasikan beberapa metode penelitian, seperti kuantitatif,

kualitatif, termasuk data grafis. Oleh karenanya, penelitian jejaring sosial

dianggap lebih detail dan dengan analisa yang mendalam.

18 Ko, D. G., Kirsch, L. J., & King, W. R. (2005). Antecedents of knowledge transfer from

consultans to clients in enterprise system implementations. Management Information Systems

(30)

16 E.1. Subjek Penelitian

Penelitian ini mengambil populasi jejaring OMS di Yogyakarta. Dari

populasi tersebut, akan diambil beberapa jejaring OMS berdasarkan

isu besar di Yogyakarta (misalnya pluralisme & gender) dan

berdasarkan karakteristik dari masing-masing jejaring tersebut. Ada

tiga jejaring yang menjadi sampel penelitian ini, yaitu AJI Damai

(Aliansi Jogja untuk Indonesia Damai), Forum LSM DIY, dan JPY

(Jaringan Perempuan Yogyakarta). Dari segi isu, AJI Damai mewakili

isu pluralisme, sedangkan JPY mewakili isu gender. Dari segi

karakteristik jejaring, AJI Damai memiliki pengurus, JPY tidak

memiliki pengurus, dan Forum LSM DIY secara legal telah menjadi

badan hukum sendiri. Unit analisis penelitian ini ialah organisasi.

Organisasi yang dimaksud ialah OMS (OMS) yang menjadi anggota

dari ketiga jejaring OMS tersebut. Semua OMS yang tergabung dalam

jejaring OMS tersebut akan menjadi responden dalam penelitian ini,

dengan ketentuan berpartisipasi baik aktif maupun pasif di

masing-masing jejaring tersebut dalam kurun waktu satu tahun terakhir atau

di tahun 2011. Perwakilan OMS yang mengisi kuesioner ialah orang

yang menjadi utusan masing-masing OMS untuk aktif di jejaring

OMS.

E.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini mengambil lokasi di Yogyakarta. Yogyakarta dianggap

merepresentasikan dinamika gerakan sosial secara nasional. Selain

(31)

17 E.3. Teknik Pemilihan Sampel Penelitian

Penelitian ini melihat pemetaan jejaring sosial di jejaring OMS di

Yogyakarta. Oleh karenanya, pemilihan sampel penelitian dilakukan

atas dasar kebutuhan penelitian. Populasi penelitian ini ialah jejaring

OMS di Yogyakarta. Dari populasi yang ada, diambil sampel yaitu

jejaring OMS yang berpartisipasi, baik aktif maupun pasif, dalam

jejaring OMS AJI Damai, Forum LSM DIY, dan JPY dalam kurun

waktu datu tahun terakhir atau di tahun 2011.

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini lebih pada purposive

sampling, atau pengambilan sampel sesuai tujuan peneliti, dengan

mempertimbangkan berbagai ketentuan yang sifatnya representatif.

Setelah sampel penelitian terpilih, kemudian peneliti menentukan

responden penelitian. Penelitian ini mengambil semua OMS anggota

dari jejaring OMS AJI Damai, Forum LSM DIY, dan JPY. Alasan

utamanya ialah berhubungan dengan penggunaan SNA (Social

Network Analysis) untuk pemetaan/ visualisasi interaksi sosial dan

transfer pengetahun yang ada dalam suatu jejaring OMS yang

melibatkan semua aktor di dalamnya.

E.4. Konsep dan Pengukuran

Pada penelitian ini terdapat tiga variabel penelitian, yaitu: (1)

Tingkat transer pengetahuan, (2) Tingkat interaksi sosial, dan (3)

Tingkat efektivitas kerja-kerja jejaring OMS.

Variabel tingkat transer pengetahuan di dalam jejaring OMS akan

mengukur sejauh mana transfer pengetahuan terjadi dalam jejaring

OMS. Ukuran yang digunakan, terbagi dalam tiga level, yaitu tinggi,

(32)

18

dengan pengalaman terkait kerja-kerja jejaring OMS. Untuk

mengukur efektivitas penerapan transfer pengetahuan di dalam

jejaring OMS, Argote19 (1999) memberikan empat kategori untuk

mengukur transfer pengetahuan dalam organisasi, yaitu

karakteristik hubungan antar organisasi, karakteristik dari

pengetahuan yang ditransfer, karakteristik dari organisasi/group,

karakteristik dari proses transfer.

Variabel tingkat interaksi sosial antar aktor di jejaring OMS akan

mengukur bagaimana interaksi sosial yang terjadi antara aktor

dalam jejaring OMS. Interaksi sosial dalam variabel ini berhubungan

dengan relasi antar aktor. Ukuran dari tingkat interaksi sosial ini

terbagi menjadi tiga, yaitu tinggi, sedang, rendah. Indikator yang

digunakan untuk pengukuran antara lain intensitas pertemuan,

intensitas komunikasi dan jenis media komunikasi.

Variabel efektivitas kerja-kerja/aktivitas-aktivitas jejaring OMS akan

mengukur kinerja dari jejaring OMS. Mengutip pemikiran Alan

Fowler20, ada tiga hal yang menjadi ukuran dalam variabel ini, yaitu

outputs, outcomes dan impact. Outputs akan mengukur implementasi

dari aktivitas-aktivitas jejaring OMS. Outcomes akan mengukur

penggunaan dari outputs dan meneruskan kepentingan-kepentingan

dari jejaring OMS. Lalu, impact akan mengukur tingkat perubahan

yang terjadi.

19 Schwartz, D. G. (2006). Encyclopedia of Knowledge Management. United Kingdom: Idea Gropus

Reference

20 Fowler, Alan. 1997. Striking a balance : A guide to enchanging tha effectiveness of non-govermental

(33)

19 E.5. Jenis Data Penelitian

Ada dua jenis data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu data

primer dan data sekunder. Data primer berupa hasil kuesioner yang

dibagikan kepada responden. Selain itu, data primer lainnya berupa

hasil wawancara secara mendalam dari beberapa informan sesuai

dengan kepentingan penelitian ini. Sedangkan data sekunder yang

digunakan dalam penelitian ini berupa data jumlah OMS dan jejaring

OMS di Yogyakarta, yang diakses melalui Kesbanglinmas

Yogyakarta. Kemudian, data dari penelitian terdahulu untuk

mendukung penelitian ini. Ada pula data yang diperoleh dari

berbagai media massa lokal di Yogyakarta untuk melihat dinamika

gerakan sosial di Yogyakarta.

E.6. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian kali ini menggunakan

tiga cara, yaitu survei, wawancara, dan kepustakaan. Survei

dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang disebar kepada

masing-masing responden. Sampel penelitian ini ialah OMS yang

menjadi anggota dari jejaring OMS di Yogyakarta. Dalam pengisian

kuesioner, setiap OMS atau responden diwakili satu orang stafnya

yang aktif terlibat dalam jejaring OMS tertentu, untuk mengisi

kuesioner. Keaktifan responden diukur melalui intensitas kehadiran

dalam setiap kegiatan terutama sesi koordinasi di tiap jejaring OMS.

Asumsinya ialah satu orang perwakilan tersebut dianggap

mengetahui dinamika jejaring OMS. Teknik pengumpulan data

selanjutnya ialah wawancara. Wawancara dalam penelitian ini lebih

untuk mendukung data hasil survei. Informan dipilih dari

perwakilan-perwakilan OMS yang dinilai memiliki hal menarik

(34)

20

ini. Selanjutnya, melalui informan yang terpilih, peneliti melakukan

wawancara secara mendalam untuk menggali data pendukung hasil

survei. Penelitian ini juga menggunakan kepustakaan sebagai

pendukung penelitian, terutama dari hasil-hasil penelitian terdahulu

yang diakses melalui jurnal on-line maupun perpustakaan.

E.7. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Penelitian ini menggunakan tiga macam metode analisis, yaitu SNA

(Social Network Analysis), deskriptif kualitatif, serta deskriptif dan

inderences statistik. Data kuantitatif yang diperoleh dari lapangan

akan diolah menggunakan statistik, yaitu SPSS software untuk teknik

analisis deskriptif dan inderences statistik, dan PAJEK software

untuk SNA (Social Network Analysis). Sedangkan untuk data kualitatif

menggunakan clasical content analysis melalui atlas.ti. Hasil temuan

dari wawancara dan statistik digunakan untuk menjelaskan

(35)

21 BAB II

DESKRIPSI SUBJEK PENELITIAN

A. SEJARAH ORGANISASI MASYARAKAT SIPIL (OMS) DI

INDONESIA

Gerakan Non-Goverment Organization (NGO) atau Civil Society

Organization (CSO)/ Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) di Indonesia

dimulai pada dasawarsa 70-an21. Awalnya, OMS berorientasi pada

integrasi masyarakat dalam pembangunan negara. Isu-isu modernisasi

sosial-ekonomi pada masyarakat marginal menjadi fokus utama. Pada

saat itu, Indonesia berada pada era pembangunan. Kemudian, pada

dasawarsa 80-an muncul beraneka-ragam OMS, antara lain yang

mengkritik konsep modernisasi yang dianggap sebagai landasan dari

pembangunan. Umumnya OMS tersebut mempertanyakan tentang

dampak-dampak pembangunan.

Pada dasawarsa 90-an, gerakan OMS semakin variatif. Dasawarsa ini

merupakan puncak dari kekuasaan orde baru. OMS merubah

orientasinya ke kebijakan publik secara struktural. Faktor pengalaman

kekalahan yang selalu didapatkan oleh OMS dan beneficiaries/ kelompok

penerima manfaat/ kelompok dampingan menjadi alasan utama.

Kemudian, mulai bermunculan pembentukan koalisi antar OMS. Arah

gerakan OMS kemudian lebih mengarah pada ideologi di balik

pembangunan. Inti pergerakannya ialah pada relasi dan distribusi

kekuasaan. Isu-isu yang bersifat internasional mempengaruhi dinamika

internal di Indonesia. Misalnya, isu hutang luar negeri. Gerakan OMS ini

lalu tergabung dengan gerakan mahasiswa. Menjelang jatuhnya rezim

21 http://www.interseksi.org/publications/essays/articles/peta_peran_cso.html diakses pada

(36)

22

orde baru, isu yang menjadi fokus ialah korupsi, kolusi, dan nepotisme

(KKN). Konsolidasi antar OMS terasa kuat dengan musuh bersama,

yaitu orde baru.

Pasca jatuhnya orde baru, tepatnya pada era pemerintahan Gus Dur,

gerakan OMS menjadi terpecah. Faktor yang mempengaruhi antara lain

ketidakstabilan politik dan kelompok status quo yang masih tersisa dari

orde baru. Satu sisi, OMS bergerak pada civilisation, contoh isu

demokrasi, pluralisme, dan lain sebagainya. Di sisi lain, ada OMS yang

bergerak pada isu primodialisme dengan mengangkat kesamaan agama,

kedaerahan, dan lain sebagainya. Mayoritas dari kelompok ini di era

orde baru merupakan kelompok marginal, sehingga kelompok ini

merasa perlu untuk mendeklarasikan diri dan memperjelas identitas.

Pergantian pemerintahan memunculkan isu-isu baru. Isu otonomi

daerah memberikan kekhawatiran tersendiri bagi OMS, terutama terkait

nasib dari kelompok marginal dan terbengkelainya pelayanan publik di

daerah. Selain itu, konflik politik elit lokal dan konflik Sumber Daya

Alam (SDA) memunculkan kekhawatiran tersendiri. Parahnya,

perkembangan elemen-elemen civilisation yang tidak progresif dan posisi

negara yang lemah membuat kelompok yang tidak memiliki akses

berada pada posisi marginal. Kemudian, agenda OMS beralih ke

perluasan akses dan kontrol bagi kelompok-kelompok marginal guna

(37)

23 B. ORGANISASI MASYARAKAT SIPIL (OMS) DI YOGYAKARTA

A.1. Deskripsi Organisasi Masyarakat Sipil (OMS)

Jumlah Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) di Yogyakarta tidak

dapat terdata dengan pasti. Menurut data dari Kesbanglinmas

Provinsi DIY per tahun 2010, ada sekitar 80-an OMS di Yogyakarta.

Namun, jumlah tersebut tidak sesuai dengan di lapangan. Jumlah

anggota jejaring Forum LSM sebanyak 82 OMS. Hal tersebut belum

ditambah dengan anggota jejaring lainnya, di mana tidak semua

bergabung di dalam Forum LSM. Pendataan OMS di Yogyakarta

memang masih menjadi problematika. Aparat berwenang mengaku

kesulitan dalam melakukan pendataan. Secara keseluruhan,

diperkirakan jumlah OMS di Yogyakarta lebih dari 100 OMS.

Pertumbuhan OMS yang tinggi merupakan indikator bahwa

pergerakan sosial di Yogyakarta berjalan dinamis. Para OMS ini

tergolong responsif terhadap isu-isu yang muncul, terutama isu-isu

seputar good-governance, pluralisme, dan gender. Ketiga isu besar

tersebut masih menjadi kerangka besar dari pergerakan sosial di

Yogyakarta.

A.2. Karakteristik Organisasi Masyarakat Sipil (OMS)

Unit analisa dalam penelitian ini ialah lembaga/organisasi, yaitu

OMS yang merupakan partisipan AJI Damai (Aliansi Jogja untuk

Indonesia Damai), Forum LSM DIY, dan JPY (Jaringan Perempuan

Yogyakarta) dalam kurun waktu 1 (satu) tahun terakhir atau di

tahun 2011. TABEL 1 di bawah ini menunjukkan jumlah sampel

(38)

24

Menurut TABEL 1, jumlah partisipan dari masing-masing jejaring

OMS dapat dikatakan cukup banyak, masing-masing 63 OMS

untuk AJI Damai, 82 OMS untuk Forum LSM, dan 25 OMS untuk

JPY. Dalam perkembangannya, jumlah tersebut mengalami

penyusutan. Istilah yang sering digunakan untuk fenomena semacam ini ialah ‗seleksi alam‘. Pada tahun 2011 atau satu tahun terakhir, jumlah OMS yang berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan

di masing-masing jejaring OMS mengalami penurunan yang tajam.

Hal ini dipengaruhi oleh tidak adanya isu bersama yang cukup

besar yang mencuat ke publik. Angka yang lumayan stabil dapat

dilihat pada JPY, dengan jumlah OMS yang berkurang tidak begitu

banyak. Hal yang perlu menjadi catatan ialah bukan berarti ketika

jumlah partisipan secara keseluruhan yang tidak termasuk dalam

jumlah partisipan dalam 1 tahun terakhir, maka tidak menjadi

anggota lagi dalam jejaring OMS. Para OMS yang tidak

berpartisipasi di jejaring OMS dalam kurun satu tahun ini, masih

menjadi anggota jejaring OMS tersebut.

Tabel 1

(39)

25

Penurunan jumlah partisipan yang cukup drastis ialah pada Forum

LSM. Dari total keseluruhan anggota Forum LSM (82 OMS), ada 10

OMS yang masih berpartisipasi atau sebesar 12,2% dari jumlah

total. Sedangkan untuk AJI Damai, dari 63 OMS yang tergabung,

selama kurun waktu satu tahun terakhir, sebesar 23.8% OMS yang

masih berpartisipasi dari total OMS. Lain halnya dengan kedua

jejaring tersebut, partisipan JPY yang masih berpartisipasi dalam

kurun waktu satu tahun ini sebesar 76% dari total OMS. Hal-hal

yang mempengaruhi naik turunnya jumlah partisipan di tiap

jejaring OMS sangat variasi. Mulai dari kegiatan-kegiatan di

jejaring OMS yang tidak sesuai dengan masing-masing OMS,

sumber daya manusia yang tidak ada untuk mewakili ke jejaring

OMS, kesibukan masing-masing OMS, vakumnya kegiatan di OMS,

dan lain sebagainya. Namun, apabila dilihat dari intensitas isu-isu

besar yang muncul ke publik, maka dapat dikatakan selama kurun

waktu satu tahun terakhir ini tidak ada isu besar yang signifikan

mampu menggerakkan masyarakat, seperti misalnya kasus Prita,

Bibit-Candra, dan lain sebagainya.

Secara keseluruhan, OMS yang menjadi responden penelitian ini

ialah sebanyak 19 OMS. TABEL 2 berikut akan memberikan

gambaran perinciannya.

Tabel 2

Partisipasi masing-masing OMS dalam jejaring

NO Partisipasi Jejaring Jumlah

1 1 jejaring 13

2 2 jejaring 5

3 3 jejaring 1

TOTAL 19

(40)

26

TABEL 2 menggambarkan jumlah OMS yang menjadi responden

dalam penelitian ini. Secara keseluruhan, mayoritas OMS hanya

mengikuti salah satu dari ketiga jejaring OMS yang menjadi sampel

penelitian ini, yaitu sebanyak 13 OMS atau 68,4% dari total

responden. Namun, bukan berarti para OMS tersebut tidak

terdaftar menjadi partisipan di jejaring lain yang tidak menjadi

sampel penelitian ini. Contoh kasus, OMS 19 menjadi partisipan

pada ketiga jejaring yang menjadi sampel penelitian ini. Akan

tetapi, dalam kurun waktu satu tahun ini, OMS 19 hanya terlibat

pada satu jejaring yaitu JPY. Hal tersebut bukan berarti OMS 19

bukan partisipan lagi di jejaring AJI Damai dan Forum LSM.

Hal yang menarik pada TABEL 2 ialah keterkaitan antara jejaring

OMS yang diikuti dengan jumlah perwakilan masing-masing

lembaga untuk jejaring OMS yang diikuti. Mayoritas OMS yang

dalam kurun waktu satu tahun ini mengikuti satu jejaring OMS,

maka hanya mengirimkan satu perwakilannya untuk berpartisipasi

di jejaring OMS. Lain halnya apabila OMS tersebut mengikuti dua

atau lebih jejaring OMS. Ada OMS yang dalam kurun waktu satu

tahun ini mengikuti dua jejaring OMS dan hanya mewakilkan satu

perwakilannya untuk kedua jejaring OMS yang diikutinya. Hal

tersebut terkait dengan keterbatasan SDM dari masing-masing

OMS. Di sisi lain, lihat OMS 7 dan OMS 8. OMS 7 dalam kurun

waktu satu tahun ini mengikuti tiga jejaring OMS dan mewakilkan

2 perwakilannya untuk jejaring OMS. Sedangkan OMS 8 dalam

kurun waktu satu tahun ini mengikuti 2 jejaring OMS dan

mengirimkan dua orang perwakilannya untuk jejaring OMS. Ada

beberapa alasan untuk melakukan hal tersebut. Pertama, kedua

OMS tersebut memiliki jumlah SDM yang cukup untuk perwakilan

(41)

27

tugas yang disesuaikan dengan konsentrasi isu dari masing-masing

perwakilannya, sehingga keterlibatannya dalam jejaring OMS

dapat berfungsi maksimal. Ketiga, pekerjaan di jejaring OMS

bukanlah pekerjaan yang mudah. Ketersediaan waktu, tenaga, dan

pikiran yang ekstra, terkadang menjadi kendala tersendiri dalam

dinamika jejaring OMS.

TABEL 3 menunjukkan bahwa rata-rata OMS yang menjadi

responden dalam penelitian ini merupakan OMS yang mapan. Hal

tersebut dapat dilihat melalui usia OMS. Sebanyak 10 OMS

responden atau sebesar 52,6% dari total responden telah berusia

lebih dari 10 tahun. Bagi sebuah OMS, pencapaian usia tersebut

bukan lah hal yang mudah. Krisis ekonomi dan menurunnya

jumlah donor, baik secara langsung mau pun tidak langsung,

mempengaruhi dinamika OMS. Hanya OMS yang memiliki strategi

kuat yang mampu bertahan. Sebanyak 5 OMS atau sebesar 26,3%

dari total responden berusia 6-10 tahun. Pada usia tersebut, pada

umumnya OMS sedang melakukan penguatan kapasitas internal

supaya dapat bertahan. Sebanyak 4 OMS atau sebesar 21,1% dari

total responden berusia 1-5 tahun. Pada usia tersebut, OMS masih

mencari strategi untuk menunjukkan eksistensinya dalam

Tabel 3

Usia OMS

No Kategori Usia OMS

Jumlah (%)

1 1-5 tahun 4 21,1

2 6-10 tahun 5 26,3

3 Di atas 10 tahun 10 52,6

Jumlah 19 100

(42)

28

pergerakan sosial. Usia dari masing-masing OMS yang tergabung

dalam jejaring OMS, berkaitan dengan kematangan pemilihan

strategi dalam pergerakan sosial. Apabila rata-rata usia OMS yang

tergabung di jejaring OMS di atas 10 tahun, maka strategi

pergerakan sosial yang diterapkan seharusnya memiliki efektifitas

yang tinggi dan berdampak positif bagi pergerakan sosial di

Yogyakarta.

Mayoritas OMS yang menjadi responden dalam penelitian ini

merupakan OMS lokal. Staff/Karyawan yang bekerja di

masing-masing OMS ini pun tidak terlalu banyak. Berikut perinciannya.

Pada TABEL 4, rata-rata OMS di Yogyakarta memiliki jumlah staff/

karyawan di bawah 10 orang (78,9% dari total responden). Jumlah

tersebut memang umum terjadi, terutama terkait pada level

lembaga yang sifatnya lokal. Selain itu, hal tersebut juga terkait

dengan pendanaan. Alasan utamanya ialah terlalu beresiko apabila

memperkerjakan banyak staff/karyawan, padahal jumlah lembaga

donor tidak pasti.

Tabel 4

Jumlah staff/ karyawan di OMS

No Jumlah Staff/Karyawan Jumlah OMS

Jumlah (%)

1 1-5 orang 7 36,8

2 6-10 orang 8 42,1

3 11-15 orang 1 5,3

4 Lebih dari 15 orang 3 15,8

Jumlah 19 100

(43)

29

Menurut TABEL 5, lembaga donor dari mayoritas responden

(84,2% dari total responden) ialah lembaga donor internasional. Hal

tersebut menunjukkan bahwa ketergantungan OMS terhadap

lembaga donor internasional masih tinggi. Dari segi jumlah

pendanaan, lembaga donor internasional memberikan jumlah yang

lebih besar dibandingkan dengan lembaga donor nasional atau

lokal. Meskipun saat ini sudah berlaku sistem G to G, namun pada

kenyataannya minat OMS (nasional/lokal) lebih kepada lembaga

donor internasional secara langsung. Idealisme yang tidak ingin

tunduk kepada pemerintah (goverment) merupakan alasan lain

mengapa minat OMS lebih kepada lembaga donor internasional.

Hal itu terbukti dengan sedikitnya OMS khususnya di Yogyakarta

yang mendaftarkan diri mereka ke Kesbanglinmas Provinsi DIY.

Ada anggapan dari sebagian aktivis OMS di Yogyakarta, bahwa

pendaftaran tersebut merupakan alat kontrol pemerintah terhadap

pergerakan OMS.

Tabel 5

Asal Lembaga Donor di Tiap OMS

No Lembaga Donor Jumlah

OMS (%)*

1 Internasional 16 84,2 %

2 Nasional (Pemerintah) 7 36,8 %

3 Nasional

(Non-Pemerintah)

7 36,8 %

4 Lokal (Pemerintah) 5 26,3 %

5 Lokal (Non-Pemerintah) 4 21,1 %

* N total = 19

(44)
(45)

31

TABEL 6 menunjukkan jenis-jenis kerja dari masing-masing OMS

yang menjadi responden dalam penelitian ini. Mayoritas (sebesar

78,9% dari total responden atau 15 responden) bergerak pada

Ketiga jenis kerja tersebut biasanya merupakan satu paket jenis

kerja yang dimiliki oleh OMS. Ketiga jenis kerja tersebut dapat

dikatakan sebagai ciri khas dari kerja-kerja OMS di Yogyakarta.

Minat jenis kerja paling sedikit ialah pada akomodasi politik.

Hanya ada satu OMS yang bergerak pada akomodasi politik. Hal

ini secara eksplisit memperlihatkan bahwa ada semacam batas

antara gerakan-gerakan sosial dengan dunia politik.

Kerja-kerja dalam ranah pergerakan sosial, tidak terlepas dari

penggunaan jejaring sosial melalui internet. Fungsi utamanya ialah

untuk mempermudah kerja-kerja dari pergerakan sosial itu sendiri,

terutama dalam mengkampanyekan isu-isu yang menjadi

konsentrasi dari masing-masing OMS.

Tabel 7

(46)

32

Tabel 7 memperlihatkan hasil tabulasi silang pemanfaatan facebook

dan twitter dalam kerja-kerja OMS. Dari 9 OMS yang memiliki

facebook, 33,33%-nya (3 OMS) memiliki twitter, dan sisanya

sebanyak 66,7%-nya (6 OMS) tidak memiliki twitter. Sedangkan

sebanyak 10 OMS (52,63%) dari total OMS (19 OMS) tidak memiliki

facebook dan twitter. OMS yang memiliki facebook, ada

kemungkinan memiliki twitter meski jumlahnya bukan mayoritas.

Sedangkan OMS yang tidak memiliki facebook pasti juga tidak

memiliki twitter. Facebook menjadi ukuran karena jejaring media

sosial ini dianggap lebih populer di masyarakat umum. Menurut

perbandingan angka tersebut, menunjukkan bahwa facebook dan

twitter belum memiliki peranan penting dalam menunjang

kerja-kerja OMS khususnya di Yogyakarta.

TABEL 8 memperlihatkan hasil uji tabulasi silang pemanfaatan

facebook dan website dalam kerja-kerja OMS. Pada dasarnya

kepemilikan akun facebook dan website di OMS hampir

berbanding sama. Dari total 10 OMS yang tidak memiliki facebook,

50%-nya memiliki website dan 50% sisanya tidak memiliki website.

Dari total 9 OMS yang memiliki facebook, 55,56%-nya memiliki

website, dan sisanya (44,04 %) tidak memiliki website. Hal ini

menunjukkan bahwa kepemilikan facebook tidak mempengaruhi

Tabel 8

(47)

33

kepemilikan website di OMS. Antara facebook dan website

memiliki fungsi yang berbeda. Facebook lebih mengarah pada

keperluan untuk interaksi di jejaring maya. Sedangkan website

lebih berfungsi sebagai bagian dari penguatan identitas OMS secara

lebih luas.

TABEL 9 menunjukkan bahwa kepemilikan twitter di OMS sangat

sedikit, hanya 15,79% dari total OMS (19 OMS) atau sebanyak 3

OMS. Hal ini berarti pemanfaatan twitter di OMS sangat kecil.

Namun demikian, OMS lebih memilih untuk memiliki website

dibandingkan akun twitter (dari 10 OMS yang memiliki website,

90%-nya tidak memiliki akun twitter). Ini juga menunjukkan bahwa

twitter tidak cukup familiar di kalangan OMS di Yogyakarta.

Faktor geografis dan sosial-budaya di Yogyakarta diperkirakan

memiliki kontribusi terhadap pemilihan jejaring media sosial di

masing-masing OMS.

Paparan di atas menggambarkan bahwa OMS responden belum

mengunakan jejaring sosial sebagai alat utama yang mendukung

kerja-kerja. Hal tersebut akan nampak lebih jelas, apabila melihat

aktivitas website resmi dari masing-masing OMS yang jarang sekali

diperbaharui isinya. Hal yang perlu diperhatikan bahwa tidak

Tabel 9

(48)

34

menjadikan jejaring sosial di dunia maya sebagai alat utama dalam

menunjang kerja-kerja OMS, bukan berarti tidak memanfaatkan

internet untuk kerja-kerja OMS. Pemanfaatan dapat berupa bentuk

lain, seperti misalnya maillist/ groups dan email/ surat elektronik.

TABEL 10 menunjukkan mayoritas OMS responden berlokasi di

kota Yogyakarta (sebanyak 11 OMS responden atau sebesar 57,9%

dari total responden). Pemilihan lokasi lembaga tentunya

mendasarkan pada berbagai pertimbangan. Wilayah kota

Yogyakarta memiliki akses yang lebih, baik secara geografis

maupun administratif. Pada kenyataannya, wilayah seperti

Gunung Kidul dan Kulon Progo mayoritas merupakan wilayah

beneficiaries (penerima manfaat program) dari para OMS.

Pertumbuhan kota Yogyakarta yang cepat dan semakin padat,

berdampak pada pergeseran lokasi dari masing-masing OMS.

Pilihan lokasi kantor OMS biasanya jatuh pada wilayah Bantul dan

Sleman.

Tabel 10

Persebaran lokasi OMS berdasarkan kabupaten/kota

NO Kabupaten/Kota OMS

Jumlah (%)

1 Bantul 4 21,1

2 Gunungkidul - -

3 Kulon Progo - -

4 Sleman 4 21,1

5 Yogyakarta 11 57,9

JUMLAH 19 100

Gambar

  Tabel 1 Jumlah partisipan menurut jejaring
Tabel 5 Asal Lembaga Donor di Tiap OMS
Tabel 6 Jenis Kerja-Kerja OMS
Tabel 7 Crosstabs pemanfaatan jejaring sosial FACEBOOK dan TWITTER
+7

Referensi

Dokumen terkait

Selesai mengikuti perkuliahan ini, mahasiswa diharapkan mengetahui dan memahami teknik dasar hoki, permainan hoki, serat model pembelajaran penjas

Kegiatan pengabdian kepada masyarakat dilaksanakan dalam beberapa tahap, yaitu dari tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap evaluasi. Pada tahap persiapan

Dengan bentuk kerjasama semacam itu, maka kriyawan dapat juga mempelajari berbagai bentuk produk karya seni kriya baru dari negara lain yang sejenis melalui info dari

[r]

Grafik Burn Rate (a) Simulasi 1.1 (b) Simulasi 1.2 (c) Simulasi 1.3 Dari ketiga kurva di grafik HRR, untuk titik awal api berada ditengah ruangan terlihat naik lebih dulu,

Aktivitas tikus yang mengalami diet tinggi minyak trans lebih tinggi dibandingkan dengan tikus kontrol, dalam hal ini tikus selalu merasa lapar sehingga terjadi

[r]

Data yang diambil adalah data tipe jalan, geometrik jalan, tipe lingkungan, hambatan samping dan jumlah penduduk yang mempengaruhi kapasitas jalan kota,