• Tidak ada hasil yang ditemukan

Upaya Mengatasi Kesulitan Belajar IPS me

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Upaya Mengatasi Kesulitan Belajar IPS me"

Copied!
163
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENERAPAN METODE BERMAIN PERAN PADA SISWA KELAS V.B DI SD NEGERI 1 KATOBENGKE KECAMATAN BETOAMBARI

KOTA BAUBAU SULAWESI TENGGARA

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh:

ISRAWATI AMBA NPM 312010005

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

(2)

ii

Judul : Upaya Mengatasi Kesulitan Belajar IPS Melalui Penerapan Metode Bermain Peran pada Siswa Kelas VB di SD Negeri 1 Katobengke Kecamatan Betoambari Kota Baubau Sulawesi Tenggara

Nama : Israwati Amba

NPM : 312010005

Program Studi : Pendidikan Guru Sekolah Dasar S-1 Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Telah diperiksa dan diperbaiki pembimbing untuk diajukan dan dipertanggungjawabkan dihadapan penguji skripsi.

Baubau, Maret 2017

Mengetahui

Pembimbing II

Dra. Faslia, M.Pd. NIDN. 0911106701 Pembimbing I

Agusalim, S.Pd.,M.Pd. NIDN. 0915087402

Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

(3)

iii

Negeri 1 Katobengke Kecamatan Betoambari Kota Baubau Sulawesi Tenggara

Nama : ISRAWATI AMBA

NIM : 312010011

Diterima dan disahkan oleh Panitia dan Penguji Skripsi Berdasarkan Surat Keputusan Rektor Nomor 024/Tahun 1438 H/2017 M Tanggal 12 Jumadil Ula 1438 H/9 Februari 2017 M dan Nomor 023 Tahun 1438H/2017M Tanggal 12 Jumadiil Ula 1438H/9 Februari 2017M, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Buton, Tahun Ademik 2016/2017.

Tim Penguji Skripsi : 1. Ketua : Dra. Faslia, M.Pd.

2. Sekretaris : La Ode Madiani, S.Pd., M.Pd. .

3. Tim Penguji : 1. Gawise, S.Pd., M.Pd.

2. Suardin, S.Pd., M.Pd. .

3. Dra. Suarti, M.Pd. ..

Baubau, 16 Maret 2017

Disahkan,

Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

(4)

iv

Nama : Israwati Amba

NPM : 312010005

Program Studi : Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Buton

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Upaya Mengatasi Kesulitan Belajar IPS Melalui Penerapan Metode Bermain Peran pada Siswa Kelas VB di SD Negeri 1 Katobengke Kecamatan Betoambari Kota Baubau Sulawesi Tenggaraadalah hasil karya asli penulis. Demikian surat pernyataan ini dibuat dengan sesungguhnya dan apabila ternyata dikemudian hari terbukti skripsi ini dibuat orang lain dan hasil plagiat baik sebagian maupun seluruhnya kecuali sebagai acuan atau kutipan dengan mengikuti tata penulisan karya ilmiah yang berlaku, maka penulis bersedia dituntut sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, sekaligus skripsi ini dan gelar yang diperoleh penulis batal demi hukum.

Baubau, Maret 2017 Penulis,

(5)

v Artinya:

Karena Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. (QS. Al-Insyirah: 5-6)

Orang cerdas adalah orang yang memilih Al-qur an dan As-Sunnah sebagai pedoman hidupnya serta berpegang teguh padanya dan tauladannya adalah manusia terbaik yang telah dijamin masuk surga oleh AllahSubhanahu Wata ala

(6)

vi

1 Katobengke Kecamatan Betoambari Kota Baubau Sulawesi Tenggara. Skripsi, Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Muhammadiyah Buton. Pembimbing: (I) Agussalim, S.Pd., M.Pd., (II) Dra. Faslia, M.Pd.

Penelitian ini bertujuan untuk mengatasi kesulitan belajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) melalui metode bermain peran pada siswa kelas VBSD negeri 1 Katobengke, Betoambari, Baubau Sulawesi Tenggara.

Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan model siklus yang dilakukan secara berulang dan berkelanjutan. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VByang berjumlah 28 siswa yang terdiri dari 14 siswa laki-laki dan 14 siswa perempuan. Metode pengumpulan data dilakukan melalui tes, observasi dan dokumentasi. Tekhnik analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif.

Hasil penelitian menunjukan bahwa kesulitan belajar IPS dapat teratasi melalui penerapan metode bermain peran pada siswa kelas VB SD Negeri 1 Katobengke. Hal ini tampak dari nilai rata-rata kelas pada siklus II sebesar 73,2 dengan jumlah siswa yang tuntas belajar berjumlah 19 siswa dengan persentase sebesar 76%. Selain itu hasil observasi kesulitan belajar siswa pada pertemuan II siklus II mengalami penurunan menjadi 25,6% dengan kriteria rendah. Sedangkan aktvitas mengajar guru pada siklus II meningkat menjadi 100% dengan kriteria baik.

(7)

vii

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas lmpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya, sekalipun dalam bentuk yang sederhana.

Dalam penyusunan skripsi ini, tidak sedikit hambatan yang dihadapi seperti kondisi fisik yang tidak mendukung dan kurangnya referensi. Keberhasilan dalam penyusunan skripsi ini tidak luput dari bantuan dan dorongan semua pihak, dengan itu penyusun mengucapkan terima kasih kepada:

1. Kepada keluarga yang sangat dicintai, yang selalu memberikan dukungan, motivasi serta doa selama ini khususnya kepada orang tua yang selalu merawat dan mendampingi baik dikala sehat maupun sakit dan disaat senang maupun susah, kepada saudara saya Rusnah yang sudah membantu mencari referensi, saudara saya Rusnih yang menyediakan print, saudara saya Tina yang selalu mendoakan dan menyemangati, Ipar saya Amsir yang sudah membantu mengurus judul proposal, keponakan saya cantika, habiba dan alila yang selalu menghibur dikala jenuh serta sepupu saya Bapak La Umbu Zaadi, S.Pd., M. Hum., Dosen Unidayan yang telah membimbing dan menyediakan referensi

(8)

viii Muhammadiyah Buton.

4. Dra. Faslia, M.Pd., Ketua Program Studi Pendidikan Guru Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Buton selaku Dosen Pembimbing II yang banyak memberikan arahan dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini.

5. Jaudin, S.Pd., M.Pd., Penasehat Akademik yang telah membimbing selama mengikuti proess perkuliahan.

6. Agussalim, S.Pd., M.Pd., Dosen Pembimbng II yang telah meluangkan waktu untuk memeriksa dan mendatangani lembar persetujuan pembimbing demi kesempurnaan dan terselesaikannya penulisan skripsi ini.

7. Bapak/Ibu dosen pengajar beserta staf Universitas Muhammadiyah Buton yang telah memberi bekal ilmu pengetahuan selama mengikuti proses perkuliahan

8. Nursanti, S.Pd., M.Pd., Kepala SD Negeri 1 Katobengke yang telah memberikan izin melakukan penelitian untuk menyelesaikan penyusunan skripsi ini

9. Guru-guru SD Negeri 1 Katobengke, yang ikut membantu dan memberikan saran selama melakukan penelitian

(9)

ix

Menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan oleh karena itu melalui kesempatan ini penyusun mengharapkan sumbangan pemikiran yang bersifat konstruktif demi perbaikan dimasa yang akan datang.

Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat kepada semua pihak yang membutuhkan sebagai bahan acuan bagi mahasiswa selanjutnya.

Baubau, 28 Februari 2017 Penulis,

(10)

x

4. Karakteristik Mata Pelajaran IPS SD...13

5. Ruang Lingkup Mata Pelajaran IPS SD...15

6. Keragaman Suku Bangsa dan Budaya di Indonesia...16

7. Metode Bermain Peran...22

(11)

xi

13. Kajian Penelitian yang Relevan ...29

B. Kerangka Pikir ...30

C. Hipotesis...32

BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ...33

B. Subyek Penelitian...33

C. Prosedur Tindakan ...33

D. Tahap Pelaksanaan...35

1. Siklus I dan Siklus II...35

2. Observasi dan Refleksi...36

E. Teknik Pengumpulan Data...36

F. Analisis Data...38

G. Jadwal Kegiatan Penelitian ...42

H. Kriteria Keberhasilan ...42

BAB IV METODE PENELITIAN A. Hasil Penelitian ...43

B. Pembahasan...73

BAB IV METODE PENELITIAN A. Kesimpulan ...75

B. Saran...75

DAFTAR PUSTAKA...77

(12)

xii

Tabel 2.2 Jenis-Jenis Tarian di Indonesia ...18

Tabel 2.3 Jenis-Jenis Lagu Daerah di Indonesia...19

Tabel 2.4 Pakaian Adat di Indonesia ...20

Tabel 2.5 Nama Rumah Adat di Indonesia ...20

Tabel 2.6 Pertunjukan Rakyat di Indonesia ...21

Tabel 3.1 Kriteria Ketuntasan Minimal ...39

Tabel 3.2 Pedoman Penilaian ...40

Tabel 3.3 Kriteria Persentase Skor...41

Tabel 3.4 Kriteria Tingkat Kesulitan Belajar...41

Tabel 3.5 Jadwal Kegiatan Penelitian ...42

Tabel 4.1 Obesrvasi Kesulitan Belajar IPS pada Pra Tindakan...43

Tabel 4.2 Hasil Belajar IPS Pra Tindakan ...45

Tabel 4.3 Hasil Belajar IPS pada Siklus I...51

Tabel 4.4 Observasi Aktivitas Guru Siklus I ...53

Tabel 4.5 Observasi Kesulitan Belajar IPS pada Siklus I...56

Tabel 4.6 Hasil Belajar IPS pada Siklus II...65

Tabel 4.7 Observasi Aktivitas Guru Siklus II ...67

Tabel 4.8 Observasi Kesulitan Belajar IPS pada Siklus II ...70

Tabel 4.9 Perbandingan Nilai Tes Awal, Siklus I & Siklus II...76

Tabel 4.10 Perbandingan Aktivitas Guru pada Siklus I & Siklus II...76

(13)

xiii

Gambar 3.1 Prosedur PTK Model Kemmis dan Taggart ...34

Gambar 4.1 Grafik Kesulitan Belajar IPS pada Pra Tindakan...44

Gambar 4.2 Diagram Lingkaran Ketuntasan Hasil Belajar Pra Tindakan ...46

Gambar 4.3 Grafik Frekuensi Hasil Belajar Siklus I ...52

Gambar 4.4 Grafik Aktivitas Guru pada Siklus I...55

Gambar 4.5 Grafik Kesulitan Belajar IPS pada Siklus I...58

Gambar 4.6 Grafik Frekuensi Hasil Belajar Siklus II...66

Gambar 4.7 Grafik Aktivitas Guru pada Siklus II ...69

Gambar 4.8 Grafik Kesulitan Belajar IPS pada Siklus II...72

Gambar 4.9 Grafik Perbandingan Nilai Tes Awal, Siklus I dan Siklus II ...77

Gambar 4.10 Grafik Perbandingan Aktivitas Guru Siklus I & Siklus II ...78

(14)

xiv

Lampiran 2 Surat Keterangan Penelitian dari Kesbang Lampiran 3 Surat Keterangan telah Meneliti dari Sekolah Lampiran 4 Silabus Pembelajaran

Lampiran 5 RPP Pra Tindakan Lampiran 6 Soal Tes Awal

Lampiran 7 Kunci Jawaban Tes Awal

Lampiran 8 Observasi Kesulitan Belajar Pra Tindakan Lampiran 9 Hasil Belajar IPS Pra Tindakan

Lampiran 10 RPP Siklus I Pertemuan I Lampiran 11 Ringkasan Materi Ajar Siklus I Lampiran 12 Skenario Drama Siklus I Pertemuan I Lampiran 13 RPP Siklus I Pertemuan II

Lampiran 14 Skenario Drama Siklus I Pertemuan II Lampiran 15 Soal Tes Evaluasi Siklus I

Lampiran 16 Kunci Jawaban Soal Tes Evaluasi Siklus I Lampiran 17 Hasil Belajar IPS Siklus I

Lampiran 18 Data Observasi Kesulitan Belajar Siswa Siklus I Pertemuan I Lampiran 19 Data Observasi Kesulitan Belajar Siswa Siklus I Pertemuan II Lampiran 20 RPP Sikuls II Pertemuan I

Lampiran 21 Ringkasan Materi Ajar Siklus II Lampiran 22 Skenario Drama Siklus II Pertemuan I Lampiran 23 RPP Siklus II Pertemuan II

Lampiran 24 Skenario Drama Siklus II Pertemuan II Lampiran 25 Soal Tes Evaluasi Siklus II

(15)

xv

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam upaya pembangunan nasional di bidang pendidikan, pemerintah terus

menerus membangun SDM yang berkualitas melalui pendidikan nasional

sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.

20 Tahun 2003 yang berbunyi:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam

rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk

berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga yang demokratis serta bertanggung jawab.

Salah satu implementasi Undang-Undang tersebut dilakukan melalui

pelajaran IPS di sekolah dasar. Pelajaran IPS di sekolah dasar mengajarkan atau

mengembangkan konsep-konsep esensi ilmu sosial untuk membentuk subyek

didik menjadi warga negara yang baik. Nursid Sumaatmadja (Muh. Suparyadi,

2014: 23) mengemukakan bahwa secara mendasar pengajaran IPS berkenaan

dengan kehidupan manusia yang melibatkan segala tingkah laku dan

kebutuhannya. Tujuan pendidikan IPS adalah membina anak didik menjadi warga

negara yang baik, yang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kepedulian

sosial yang berguna bagi dirinya serta bagi masyarakat dan negara (Nursid

(17)

Berdasarkan tujuan dari IPS pada jenjang sekolah dasar sebagaimana

dideskripsikan di atas, tampaknya dibutuhkan suatu pola pembelajaran yang

mampu menjembatani tercapainya tujuan tersebut. Namun, kondisi pembelajaran

IPS di Indonesia dewasa ini lebih diwarnai oleh pendekatan yang menekankan

pada model belajar konvensional yang lebih diwarnai dengan ceramah sehingga

kurang mampu merangsang siswa untuk terlibat secara aktif dalam proses

belajar-mengajar (Suwarma dalam Nurul Faida Santi: 2012). Kondisi yang sama juga

dijumpai di SD Negeri 1 Katobengke khususnya di kelas V.b, berdasarkan hasil

observasi awal menunjukan bahwa guru hanya menyajikan konsep-konsep materi

pelajaran yang bersifat hafalan saja dengan pola interaksi searah yaitu dari guru ke

siswa saja (teacher centered) yang mematikan kreativitas dan motivasi belajar

siswa sehingga menimbulkan kesulitan belajar yang dapat dilihat dari gejala

tingkah laku siswa seperti hasil belajar siswa yang rendah, hasil yang dicapai

tidak seimbang dengan usaha yang dilakukan dan lambat dalam mengerjakan

tugas-tugas kegiatan belajar. Suasana belajar seperti ini juga semakin menjauhkan

peran IPS dalam upaya mempersiapkan warga negara yang baik dan mampu

bermasyarakat.

Kondisi pembelajaran seperti di atas menimbulkan kesulitan belajar bagi

siswa, sehingga prestasi belajar yang dicapai oleh siswa juga tidak optimal,

mematikan kreativitas siswa dan menyebabkan siswa kurang termotivasi

mempelajari IPS. Kondisi ini sesuai dengan pendapat yang disampaikan oleh

Sunarta (dalam Sofiana Fuada, 2014: 16) menyatakan bahwa kesulitan belajar

(18)

sehingga berakibat prestasi belajarnya rendah dan perubahan tingkah laku yang

terjadi tidak sesuai partisipasi yang diperoleh sebagaimana teman-teman

sekelasnya.

Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan proses pembelajaran yang

dilakukan dengan metode konvensional sudah tidak efektif lagi karena tidak

mampu menumbuhkan motivasi belajar yang berdampak pada kesulitan-kesulitan

yang dialami oleh siswa-siswi dalam kegiatan belajarnya. Untuk mengatasi

kesulitan belajar tersebut adalah dengan mengubah metode belajar yang dilakukan

oleh guru. Banyak metode belajar yang bisa diterapkan sehingga pembelajaran

bisa semakin menarik dan dapat membuat siswa menyukai pelajaran yang

diajarkan oleh guru. Metode pembelajaran memegang peranan penting dalam

rangkaian sistem pembelajaran, untuk itu diperlukan kecerdasan dan kemahiran

guru dalam memilih metode pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pendapat yang

disampaikan oleh Arsyad Azhar (2010: 15) dalam suatu proses belajar mengajar,

dua unsur yang amat penting adalah metode mengajar dan media pembelajaran.

Lebih lanjut Uno Hamzah (dalam Dedi Rizkia Saputra, 2015: 3) juga

mengemukakan bahwa metode pembelajaran merupakan cara yang digunakan

guru dalam menjalankan fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan

pembelajaran. Salah satu metode yang dapat digunakan adalah metode bermain

peran.

Penggunaan metode bermain peran pada mata pelajaran IPS tepat karena ciri

khas pembelajaran pendidikan IPS adalah menekankan pada aspek pendidikan,

(19)

serta melatih sikap, nilai, moral, dan keterampilannya berdasarkan konsep yang

telah dimilikinya (Etin Solihatin dalam Dedi Rizkia Saputra, 2015: 99). Teori

tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dedi Rezkia Saputra

(2015) yang menunjukan bahwa penerapan metode role playing dapat

meningkatkan hasil belajar IPS pada siswa kelas V SD Negeri 2 Kecemen,

Manisrenggo, Klaten. Selain itu, hasil penelitian yang dilakukan oleh Adelia

Shinta Dewi (2010) yang menunjukan bahwa penerapan model role playing telah

berhasil meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SD Negeri Purwodadi.

Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul

Upaya Mengatasi Kesulitan Belajar IPS Melalui Penerapan Metode Bermain

Peran Pada Murid Kelas V di SD Negeri 1 Katobengke.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah bagaimanakah upaya mengatasi kesulitan-kesulitan belajar

IPS melalui penerapan metode bermain peran pada murid kelas V di SD Negeri 1

Katobengke?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah

untuk mengetahui upaya mengatasi kesulitan-kesulitan belajar IPS melalui

(20)

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti, penelitian tindakan kelas yang dilakukan sebagai syarat

menyelesaikan program studi pendidikan sekolah dasar.

2. Bagi siswa penelitian tindakan kelas dengan menggunakan metode

bermain peran yang dilakukan dapat memberikan pengalaman belajar yang

menarik dan menyenangkan sehingga kesulitan-kesulitan belajar yang

dialami dapat teratasi, meningkatkan kemampuan berfikir kritis,

meningkatkan hasil belajar siswa dan mengembangkan kemampuan

bersosialisasi sesuai dengan tujuan pembelajaran IPS SD.

3. Bagi guru, penelitian tindakan kelas dapat dijadikan masukan untuk

memperbaiki pembelajaran yang dikelolahnya dan menambah wawasan

tentang metode pembelajaran, sehingga dapat memilih metode yang tepat

sesuai dengan materi dan keadaan siswa.

4. Bagi sekolah, penelitian tindakan kelas membantu sekolah untuk

berkembang karena adanya kemajuan/peningkatan pada diri guru, siswa

(21)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Deskripsi Teori

1. Kajian Kesulitan Belajar

Kesulitan belajar terdiri dari dua suku kata yaitu kesulitan dan belajar,

dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), dinyatakan bahwa kesulitan

adalah keadaan yang sulit, dalam kesulitan, dalam kesusahan. Hal ini berarti

kesulitan mengandung makna suatu kondisi yang memperlihatkan ciri-ciri

hambatan dalam kegiatan untuk mencapai tujuan. Sedangkan belajar

merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh

suatu perubahan sebagai hasil pengalamannya sendiri guna memenuhi

kebutuhan hidupnya.

Koestur Parto Wisastro dan Hadisuparno (dalam Sofiana Fuada, 2014: 16)

mengemukakan bahwa kesulitan belajar dapat diartikan sebagai suatu kondisi

dalam proses belajar yang ditandai oleh adanya hambatan-hambatan tertentu

untuk mencapai hasil belajar. Sedangkan menurut Sunarta (dalam Sofiana

Fuada, 2014: 16) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan kesulitan belajar

adalah kesulitan yang dialami oleh siswa-siswi dalam kegiatan belajarnya,

sehingga berakibat prestasi belajarnya rendah dan perubahan tingkah laku

yang terjadi tidak sesuai dengan partisipasi yang diperoleh sebagaimana

teman-teman sekelasnya.

Berdasarkan pendapat di atas dapat dipahami bahwa kesulitan belajar

(22)

dapat belajar sebagaimana mestinya. Kesulitan Belajar pada dasarnya adalah

suatu gejala yang nampak dalam berbagai manivestasi tingkah laku. Menurut

Muh. Surya (dalam Anwar, 2016) menyebutkan ada beberapa ciri tingkah

laku yang merupakan manifestasi dari gejala kesulitan belajar antara lain :

1. Menunjukkan hasil belajar yang rendah (di bawah rata-rata nilai yang dicapai oleh kelompok siswa kelas.

2. Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukan. Mungkin

murid yang selalu berusaha dengan giat tapi nilai yang dicapai selalu rendah.

3. Lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajar ia selalu tertinggal dari kawan-kawannya dalam menyelesaikan tugas dengan waktu yang tersedia.

4. Menunjukkan sikap-sikap yang kurang wajar, seperti acuh tak acuh, menentang, berpura-pura, dll.

5. Menunjukkan tingkah laku yang berkelainan, seperti membolos, datang terlambat, tidak mengerjakan tugas rumah, mengganggu teman baik di dalam maupun di luar kelas, dsb.

6. Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar, seperti pemurung, mudah tersinggung, kurang gembiara dalam menghadapai situasi tertentu, misalnya dalam menghadapi nilai rendah tidak merasa sedih atau menyesal.

2. Macam-Macam Kesulitan Belajar

Kesulitan belajar dapat ditunjukan oleh adanya hambatan tertentu untuk

mencapai hasil belajar. Hambatan tersebut dapat bersifat psikologis,

sosiologis maupun fisiologis. Hambatan tersebut menyebabkan prestasi

belajar siswa yang dicapai berada di bawah semestinya. Oleh sebab itu,

kesulitan belajar siswa mencakup beberapa macam diantaranya:

(23)

b. Learning disfunction adalah gejala dimana proses belajar yang dilakukan siswa tidak berfungsi denganbaik, meskipun sebenarnya siswa tersebut tidak menunjukan adanya subnormalitas mental, gangguan alat indera, atau gangguan psikologis lainnya,

c. Underachiever merupakan siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat potensi intelektual yang tergolong di atas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah.

d. Slow learner atau lambat belajar adalah siswa yang lambat dalam proses belajar, sehingga dia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang sama.

e. Learning disabilities atau ketidakmampuan belajar mengacu pada gejala dimana siswa tidak mampu belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil belajar di bawah potensi intelektualnya (Sofiana Fuada, 2014: 17).

3. Faktor-Faktor Kesulitan Belajar

Dalam belajar tidaklah selalu berhasil, tetapi sering kali hal-hal yang

mengakibatkan kegagalan atau setidaknya menjadi gangguan yang

menghambat kemajuan belajar. Kegagalan atau kesulitan belajar biasanya ada

hal atau faktor yang menyebabkannya. (Koestoer Parto Wisastro dalam

Sofiana Fuada, 2014: 21) menyatakan bahawa faktor-faktor yang

mempengaruhi kesulitan belajar adalah faktor internal yaitu faktor yang

datang dari dalam diri sendiri dan faktor eksternal yaitu faktor yang datang

dari luar seseorang.

a. Faktor Internal (diri sendiri)

Faktor internal adalah faktor yang bersumber dari dalam diri individu itu

sendiri, yang dapat dibedakan atas beberapa faktor yaitu intelegensi, minat,

(24)

1) Intelegensi

Intelegensi ini dapat mempengaruhi kesulitan belajar seorang anak.

Keberhasilan belajar seorang anak ditentukan dari tinggi rendahnya tingkat

kecerdasan yang dimilikinya, dimana seorang anak yang memiliki tingkat

kecerdasan yang tinggi cendrung akan lebih berhasil dalam belajarnya

dibandingkan dengan anak yang intelegensinya rendah.

2) Minat

Faktor minat dalam belajar sangat penting. Hasil belajar akan lebih

optimal bila disertai dengan minat. Dengan adanya minat mendorong kearah

keberhasilan, anak yang berminat terhadap suatu pelajaran akan lebih mudah

untuk mempelajarinya dan sebaliknya anak yang kurang berminat akan

mengalami kesulitan dalam belajarnya.

Dari pendapat tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa minat sangat

diperlukan dalam belajar, karena minat itu sendiri sebagai pendorong dalam

belajar dan sebaliknya anak yang kurang berminat terhadap belajarnya akan

cenderung mengalami kesulitan dalam belajarnya.

3) Bakat

Bakat merupakan kemampuan seseorang yang unggul diantara

kemampuan-kemampuan dibidang lain yang dimilikinya. Bakat ini dapat

menyebabkan kesulitan belajar, jika bakat ini kurang mendapatkan perhatian.

Hal ini sesuai dengan pendapat yang menjelaskan bahwa: bakat setiap

orang berbeda-beda, orang tua kadang-kadang tidak memperhatikan faktor

(25)

Anak sering diarahkan sesuai dengan kemauan orang tuanya, akibatnya

bagi anak merupakan sesuatu beban, tekanan dan nilai-nilai yang ditetapkan

oleh anak buruk serta tidak ada kemauan lagi untuk belajar.

Dari pendapat tersebut, dapat dijelaskan bahwa adanya pemaksaan dari

orang tua didalam mengarahkan anak yang tidak sesuai dengan bakatnya

dapat membebani anak, memunculkan nilai-nilai yang kurang baik, bahkan

dirasakan menjadi tekanan bagi anak yang akhirnya akan berakibat kurang

baik terhadap belajar anak di sekolah.

4) Kepribadian

Faktor kepribadian dapat menyebabkan kesulitan belajar, jika tidak

memperhatikan fase-fase perkembangan (kepribadian) seseorang. Hal ini

sebagaimana pendapat menjelaskan bahwa: fase perkembangan kepribadian

seseorang tidak selalu sama (Ngalim Purwanto dalam Sofiana Fuada, 2014:

23). Fase pembentuk kepribadian ada beberapa fase yang harus dilalui.

Seorang anak yang belum mencapai suatu fase tertentu akan

mengalami kesulitan dalam berbagai hal termasuk dalam hal belajar.

Dari pendapat tersebut, menunjukkan bahwa tidak semua fase-fase

perkembangan (keperibadian) ini akan berjalan dengan begitu saja tanpa

menimbulkan masalah, malah ada fase tertentu yang menimbulkan berbagai

persoalan termasuk dalam hal kesulitan dalam belajar.

b. Faktor Eksternal

Faktor eksternal adalah merupakan faktor yang datang dari luar diri

(26)

faktor keluarga, faktor sekolah dan faktor masyarakat.

1. Faktor Keluarga

Peranan orang tua (kelurga) sebagai tempat yang utama dan pertama

didalam pembinaan dan pengembangan potensi anak-anaknya. Namun, tidak

semua orang tua mampu melaksanakanya dengan penuh tanggung jawab.

Beberapa hal yang dapat menimbulkan persoalan yang bersumber dari keluarga adalah seperti: sikap orang tua yang mengucilkan anaknya, tidak mempercayai, tidak adil dan tidak mau menerima anaknya secara wajar. Broken home, perceraian, percekcokan, didikan yang otoriter, terlalu lemah dan memanjakannya, orang tua tidak mengetahui kemampuan anaknya, sifat kepribadian, minat, bakat, dan sebagainya. (Slameto dalam Sofiana Fuada, 2014: 24)

Dari pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa yang menimbulkan

persoalan atau sumber permasalahan adalah sikap orang tua yang

mengucilkan anaknya, tidak mempercayai, tidak adil dan tidak mau

menerima anaknya secara wajar, broken home, perceraian, percekcokan dan

orang tua yang tidak tahu kemampuan anaknya.

2. Faktor Sekolah

Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal setelah keluarga dapat

menjadi masalah pada umumnya, dan khususnya masalah kesulitan belajar

pada siswa.

a) Interaksi Guru dan Murid

Guru yang kurang interaksi dengan murid secara harmonis, menyebabkan

proses belajar mengajar kurang lancar. Sehingga siswa merasakan adanya

jarak antara guru dan murid maka siswa sulit untuk terlibat aktif dalam

(27)

Dalam interaksi yang baik, siswa akan menyukai gurunya, juga akan

menyukai mata pelajaran yang diberikannya sehingga siswa berusaha

mempelajari sebaik-baiknya.

b) Hubungan Antar Siswa

Hubungan antar siswa sangat diperlukan oleh siswa yang mengalami

kesulitan belajar. Dengan adanya hubungan yang baik maka siswa dapat

bertanya pada teman yang lain apabila mengalami kesulitan belajar.

c) Cara Penyajian

Cara mengajar merupakan faktor yang penting dalam pengaruh kesulitan

siswa dalam belajar. Bagaimana sikap dan kepribadian guru tinggi rendahnya

pengetahuan yang dimiliki guru dan bagaimana guru itu mengajarkan

pengetahuan terhadap anak didiknya turut menentukan bagaimana hasil

belajar yang dapat dicapai anak.

Metode mengajar guru yang kurang menarik akan mempengaruhi belajar

siswa yang kurang baik pula. Metode mengajar yang kurang baik itu

dapat terjadi misalnya karena guru kurang persiapan dan kurang menguasai

bahan yang akan diajarkan sehingga guru tersebut menyajikannya tidak jelas

atau sikap guru terhadap siswa dan terhadap mata pelajaran itu tidak baik.

Bila seorang guru mengajarkan suatu mata pelajaran, dia tidak hanya

mengutamakan mata pelajaran yang akan diajarkan tetapi juga harus

memperhatikan anak itu sendiri sebagai manusia yang perlu dikembangkan

(28)

d) Metode Belajar.

Banyak siswa melakukan metode yang keliru. Sehingga siswa

memerlukan bimbingan dari guru dengan belajar yang efektif.

3. Faktor Masyarakat

a) Teman

Dalam berteman anak harus mendapat perhatian juga. Siswa yang

berteman dengan anak yang rajin belajar akan dapat berdampak positif bagi

siswa tersebut.

b) Cara Hidup Lingkungan

Situasi lingkungan sangat berpengaruh terhadap masalah belajar anak,

situasi rumah yang kondusif untuk belajar menjadikan anak akan

berpengaruh rajin belajar

4. Karakteristik Mata Pelajaran IPS SD

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) mengkaji seperangkat peristiwa, fakta,

konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Mata pelajaran

IPS merupakan rancangan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman,

pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat,

dimana kemampuan tersebut diperlukan untuk memasuki kehidupan

masyarakat yang dinamis (Permendiknas dalam Dedi Rizkia Saputra, 2015:

13).

Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di SD harus memperhatikan

kebutuhan anak yang berusia antara 6-12 tahun. Adapun karakteristik siswa

(29)

14) adalah termasuk dalam fase operasional konkret (7-11/12 tahun).

Pengembangan operasi konkrit menuju tahapan selanjutnya memerlukan

aktifitas di pihak anak, menulis sajak lebih efektif dari pada membaca sajak,

turut serta bermain dalam suatu pementasan lebih berguna dari pada

menontonnya, semua itu membantu anak dalam proses pengembangan

kognitif (Danim dalam Dedi Rizkia Saputra, 2015: 14). Mereka memandang

dunia dalam keseluruhan yang utuh, dan menganggap tahun yang akan datang

sebagai waktu yang masih jauh. Yang mereka pedulikan adalah sekarang

(kongkrit) dan bukan masa depan yang belum mereka pahami (abstrak).

Padahal bahan materi IPS penuh dengan pesan-pesan yang bersifat abstrak.

Konsep-konsep seperti waktu, perubahan, kesinambungan (continuity), arah

mata angin, lingkungan, ritual, akulturasi, kekuasaan, demokrasi, nilai,

peranan, permintaan, atau kelangkaan adalah konsep-konsep abstrak yang

dalam program studi IPS harus dibelajarkan kepada siswa SD.

(30)

5. Ruang Lingkup Mata Pelajaran IPS SD

Mata pelajaran IPS disusun secara sistematis, komprehensif, dan terpadu

dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam

kehidupan di masyarakat. Dengan pendekatan tersebut diharapkan anak akan

memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam pada bidang ilmu

yang berkaitan. Pembelajaran IPS adalah untuk mendidik dan memberi

bekal kemampuan dasar kepada siswa untuk mengembangkan sesuai dengan

bakat, minat, kemampuan dan lingkungannya, serta berbagai bekal bagi

siswa untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Berdasarkan pengertian dari pendidikan IPS tampaknya dibutuhkan suiatu

pola pembelajaran yang mampu menjebatani tercapai tujuan.

Kemampuan dan keterampilan guru dalam memilih dan

(31)

Kompetensi dalam materi ini adalah menghargai, berbagai peninggalan dan

tokoh sejarah yang berskalah nasional pada masa Hindu-Budha dan Islam,

keragaman kenampakan alam dan suku bangsa serta kegiatan ekonomi di

Indonesia. Kompetensi yang ingin dicapai adalah menghargai keragaman

suku bangsa dan budaya di Indonesia. Dalam penelitian ini materi dibatasi

pada materi Keragaman Suku Bangsa dan Budaya di Indonesia.

6. Keragaman Suku Bangsa dan Budaya di Indonesia

Suku bangsa adalah kesatuan sosial yang dapat dibedakan dari kesatuan

sosial lain berdasarkan kesadaran akan identitas perbedaan kebudayaan,

khususnya bahasa. Suku-suku bangsa di Indonesia tersebar dari Sabang

sampai Merauke. Beberapa suku bangsa di Provinsi Indonesia dapat dilihat

pada tabel berikut.

Tabel 2.1 Nama Suku di Indonesia

No. Nama Provinsi Nama Suku

1. Nanggroe Aceh Darusaalam Aceh, Gayo, Alas, Kluet Singkil

2. Sumtera Utara Melayu, Batak, Nias, Maya

3. Sumatera Barat Minangkabau, Melayu, Mentawai

4. Riau Melayu, Akit, Talang Mamak

5. Bangka Belitung Melayu

6. Jambi Melayu, Kubu, Batin, Kerinci

7. Bengkulu Melayu, Rejang, Pekal, Enggano

8. Sumatera Selatan Melayu, Kikimkomering, Kubu

9. Lampung Pubian, Sungkai, Sepucih

10. Banten Sunda, Badui

(32)

No. Nama Provinsi Nama Suku

12. Jawa Barat Sunda

13. Jawa Tengah Jawa, Samin, Karimun, Kangean

14. D.I. Yogyakarta Jawa

15. Jawa Timur Jawa, Tengger, Madura

16. Bali Bali

17. Nusa Tenggara Barat Sasak, Mbojo, Dompu, Tarlawi

18. Nusa Tenggara Timur Sumba, Flores, Alor, Roti, Bima

19. Kalimantan Barat Melayu, Dayak, Kayau, Skadau

20. Kalimantan Tengah Melayu, Dayak, Kapuas, Ngaju

21. Kalimantan Timur Melayu, Dayak, Ngaju, Punan

22. Kalimantan Selatan Banjar, Dayak, Dusun, Laut

23. Sulawesi Utara Minahasa, Sangir, Talaud

24. Gorontalo Gorontalo

25. Sulawesi Tengah Toraja, Tomini, Toli-Toli, Kulawi

26. Sulawesi Selatan Makassar, Toraja, Bugis

27. Sulawesi Tenggara Buton, Mekongga, Kabaina

28. Maluku Tanimbar, Ambon, Seram, Saparua,

Aru, Kisar, Ternate

29. Papua Barat Salawati, Bintuni, bacanca

30. Papua Tengah Yapen, Biak, Mamika, Numfor

31. Papua Timur Sentani, Asmat, Dani, Senggi

Sebagai bangsa yang majemuk, menghormati keragaman suku bangsa

merupakan salah satu cara menjaga persatuan dan kesatuan. Menghormati

keragaman suku bangsa harus diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari.

(33)

a. Menghargai adat istiadat dan budaya warga yang berbeda

b. Menciptakan kerukunan dalam masyarakat yang majemuk seperti

kerukunan dalam sebuah keluarga

c. Memupuk semanagat tolong-menolong antarsesama warga

d. Membiasakan bermusyawarah untuk menyelesaikan masalah

e. Mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi dan

golongan.

Masyarakat Indonesia terdiri atas bermacam-macam suku bangsa. Tiap

suku bangsa mempunyai bentuk kebudayaan daerah yang berbeda-beda.

Keragaman ini merupakan cermin kemampuan tiap suku bangsa dalam hidup

bermasyarakat. Keragaman budaya Indonesia terlihar pada jenis-jenis

kesenian daerah, rumah adat, pakaian adat, senjata tradisional, pertunjukan

daerah, tradisi, dan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Tabel 2.2 Jenis-Jenis Tarian di Indonesia

No. Asal Daerah Nama Tarian

1. Aceh Seudati dan Saman

2. Batak Tor-Tor, Sigale-gale

3. Minangkabau Tari Piring, Lilin

4. Bengkulu Sekapur Sirih, Pucugading

5. Riau Tandak, Joget Lambak

6. Sumatera Selatan Janggal, Bekhusek

7. Lampung Jangger, Melinting

8. Jawa Barat Topeng, Jaipong, Merak

(34)

No. Asal Daerah Nama Tarian

10. Jawa Timur Remo dan Jejer

11. Bali Pendet, Legong, Kecak

12. Minahasa Maengket

13. Maluku Cakalele dan Lenso

14. Jakarta Cokek

15. Sulawesi Selatan Kipas dan Bosara

Tabel 2.3 Jenis-jenis Lagu Daerah di Indonesia

No. Asal Daerah Judul Lagu

1. Aceh Bungong Jaeumpa

2. Tapanuli Lisoi, Piso Surit

3. Jambi Injit-injit Semut

4. Sunda Bubuy Bulan dan Es Lilin

5. Jawa Jamuran dan Ilir-ilir

6. Makassar Angin Mamiri

7. Papua Apuse dan Yamko Rambe Yamko

8. Minahasa Inanikeke

9. Jakarta Jali-jali dan Kicir-kicir

10. Sumatera Barat Kampuang nan jauh di mato

11. Riau Soleram

12. Kalimantan Barat Cik-cik Periuk

(35)

Tabel 2.4 Pakaian Adat di Indonesia

No. Asal Daerah Nama Tarian

1. Batak Ulos

2. Sulawesi Selatan Baju Bodo

3. Sunda Kebaya

4. Aceh Baju Inong

5. Jawa Tengah Beskap

6. NTB Baju Poro

7. Minangkabau Baju Kurung

8. Kalimantan Selatan Baju Kayang

Tabel 2.5 Nama Rumah Adat di Indonesia

No. Asal Daerah Nama Tarian

1. Jawa Barat Kasepuhan

2. Minangkabau Gadang

3. Kalimantan Tengah Betang

4. Jawa Joglo

5. Sumatera Selatan Limas

6. Papua Kariwari

7. Sulawesi Selatan Tongkonan

8. Batak Gorga

9. Kalimantan Selatan Panjang

(36)

Tabel 2.6 Pertunjukan Rakyat di Indonesia

No. Asal Daerah Pertunjukan Rakyat

1. Jawa Tengah Wayang Kulit dan Ketoprak

2. Jawa Barat Wayang Golek dan Tarling

3. Jawa Timur Ludruk dan reog

4. Jakarta Lenong dan Ondel-ondel

5. Riau Makyong

6. Sumatera Barat Randai

7. Banten Debus

8. Nias Loncat Batu

Bangsa Indonesia harus melestarikan kebudayaan yang beraneka ragam.

Caranya dengan mengembangkan kebudayaan daerah dan menghargai

kebudayaan daerah lainnya. Saling menghormati budaya perlu

dikembangkan. Tujuannya agar kebudayaan bangsa Indonesia tetap lestari.

Kebudayaan daerah perlu dikembangkan sehingga menjadi kebudayaan

nasional. Dengan demikian, keragaman suku bangsa dan budaya Indonesia

dapat menjadi pemersatu bangsa. Pembinaan kebudayaan daerah dapat

dilakukan melalui:

a. Pertukaran kesenian daerah

b. Pembentukan organisasi kesenian daerah

c. Penyebarluasan seni budaya melalui berbagai media, seperti radio, TV,

surat kabar serta majalah,

d. Penyelenggaraan seminar mengenai seni budaya daerah

e. Membentuk sanggar tari daerah

(37)

7. Metode Bermain Peran

Bermain peran sebagai suatu model pembelajaran bertujuan untuk

membantu siswa menemukan diri (jati diri) didunia sosial dan memecahkan

dilema dengan bantuan kelompok (Uno Hamzah dalam Dedi Rizkia Saputra,

2015: 29). Hal ini berarti, melalui bermain peran siswa belajar menggunakan

konsep peran, menyadari adanya peran-peran yang berbeda dan memikirkan

perilaku dirinya dan perilaku orang lain. Uno juga mengungkapkan bahwa:

“Proses bermain peran dapat memberikan contoh kehidupan perilaku manusia yang berguna sebagai sarana bagi siswa untuk: (a) Menggali perasaannya; (b) Memperoleh inspirasi dan pemahaman yang berpengaruh terhadap sikap, nilai dan persepsinya; (c) mengembangkan keterampilan dan sikap dalam memecahkan masalah; (d) mendalami mata pelajaran dengan berbagai cara.”

Pembelajaran bermain peran adalah suatu cara penguasasan bahan-bahan

pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa (Hamdani,

dalam Dedi Rizkia Saputra, 2015: 29). Pengembangan imajinasi dan

penghayatan itu dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh

hidup atau benda mati. Metode ini banyak melibatkan siswa dan membuat

siswa senang belajar serta metode ini mempunyai nilai tambah yaitu: (a)

dapat menjamin partisipasi seluruh siswa dan memberi kesempatan yang

sama untuk menunjukkan kemampuannya dalam bekerja sama hingga

berhasil, (b) permainan merupakan pengalaman yang menyenangkan bagi

siswa. Permainan pada umumnya dilakukan oleh lebih dari satu

orang, bergantung pada apa yang diperankan.

(38)

pembelajaran terencana yang dirancang untuk mencapai tujuan-tujuan

pendidikan yang spesifik (Hisyam Zaini, dalam Dedi Rizkia Saputra, 2015:

14). Lebih lanjut dikatakan bahwa bermain peran berdasarkan pada tiga

aspek utama dari pengalaman peran dalam kehidupan sehari-hari, yaitu: (a)

Mengambil peran (role taking), yaitu tekanan ekspetasi-ekspetasi sosial

terhadap pemegang peran, missal sebagai anak, sebagai polisi dan lain- lain;

(b) Membuat peran (role making), yaitu kemampuan penegang peran utnuk

berubah secara dramatis dari satu peran ke peran yang lain dan menciptakan

serta memodifikasi peran sewaktu-waktu diperlukan; (c) Tawar menawar

(role negotiation), yaitu tingkat dimana peran-peran dinegosiasikan

dengan pemegang-pemegang peran yang lain dalam parameter dan hambatan

interaksi sosial.

Dalam metode bermain peran ini beberapa siswa memainkan peran atau

tokoh seperti pada soal yang diberikan, kemudian siswa yang lain

mengidentifikasi informasi yang diberikan dari soal tersebut seperti apa

yang diketahui dan apa yang ditanyakan. Setelah itu siswa mendiskusikan

soal tersebut beserta penyelesaiannya, kemudian salah satu siswa

menuliskan jawaban yang diperoleh di papan tulis dan dibahas

bersama-sama. Dengan menggunakan metode bermain peran diharapkan kemampuan

pemahaman dapat dimiliki siswa. Karena dengan metode bermain peran

dapat mengarahkan siswa lebih merasakan secara langsung berproses

nyata seperti dalam kehidupan sehari -hari misalnya banyaknya

macam-macam kebutuhan, berbagai cara pemenuhan kebutuhan, berbagai kegiatan

(39)

Keberhasilan model pembelajaran melalui bermain peran tergantung pada

kualitas permainan peran (enactment) yang diikuti dengan analisis

terhadapnya. Di samping itu, tergantung pula pada persepsi siswa tentang

peran yang dimainkan terhadap situasi yang nyata (real life situation).

8. Langkah-Langkah Metode Bermain Peran

Keberhasilan model pembelajaran melalui bermain peran tergantung pada

kualitas permainan peran (enactment) yang diikuti dengan analisis

terhadapnya. Di samping itu, tergantung pula pada persepsi siswa tentang

peran yang dimainkan terhadap situasi yang nyata (real life situation). Uno

Hamzah (dalam Dedi Rizkia Saputra, 2015: 31) menyebutkan prosedur

bermain peran terdiri atas sembilan langkah, yaitu (1) pemanasan (warming

up), (2) memilih partisipan, (3) menyiapkan pengamat (observer), (4) menata

panggung, (5) memainkan peran (manggung), (6) diskusi dan evaluasi, (7)

memainkan peran ulang (manggung ulang), (8) diskusi dan evaluasi

kedua, (9) berbagai pengalaman dan kesimpulan.

Sedangkan menurut Miftahul Huda (dalam Dedi Rizkia Saputra, 2015:

31) menjelaskan esensi role pla ying adalah keterlibatan partisipan dan

peneliti dalam situasi permasalahan dan adanya keinginan untuk

memunculkan resolusi damai serta memahami apa yang dihasilkan dari

keterlibatan langsung ini. Bermain peran berfungsi untuk mengeksplorasi

perasaan siswa, mentranfer dan mewujudkan pandangan mengenai

perilaku, nilai dan persepsi siswa, mengembangkan skill pemecahan

masalah dan tingkah laku dan mengekplorasi materi pelajaran dengan cara

(40)

Selanjutnya, sintak atau langkah-langkah dalam menerapkan bermain

peran terdiri dari tahap-tahap :

a. Guru menyusun/menyiapkan skenario yang akan ditampilkan

b. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan kompetensi yang ingin dicapai

c. Guru memberikan skenario untuk dipelajar

d. Guru menunjuk beberapa siswa untuk mempelajari skenario

dalam waktu beberapa hari sebelum KBM (Kegiatan Belajar Mengajar)

e. Guru menunjuk beberapa peserta didik untuk memainkan peran sesuai dengan tokoh yang terdapat pada skenario

f. Peserta didik yang telah ditunjuk bertugas memainkan peran maju dan bermain peran di depan peserta didik lainnya

g. Peserta didik yang tidak bermain peran berada dalam

kelompoknya sambil mengamati skenario yang diperagakan, mengamati kejadian khusus dan mengevaluasi peran peran masing-massing tokoh

h. Setelah selesai ditampilkan, masing-masing peserta didik

diberikan lembar kerja untuk membahas penampilan masing-masing kelompok

i. Masing-masing kelompok menyampaikan hasil kesimpulannya

j. Peserta didik merefleksi kegiatan bersama-sama

k. Guru memberikan kesimpulan secara umum (Ridwan Abdullah

Sani, 2013: 171)

9. Alasan Bermain Peran Digunakan di Kelas

Menurut Hisyam Zaini (2008: 100), alasan digunakan metode role

playing di dalam kelas antara lain adalah:

a. Mendemonstrasikan pengetahuan, keterampilan dan

kemampuan yang diperoleh

b. Mendemonstrasikan integrasi pengetahuan praktis

c. Membandingkan dan mengkontraskan posisi-posisi yang diambil dalam pokok permasalahan

d. Menerapkan pengetahuan dan pemecahan masalah

e. Menjadikan problem yang abstrak menjadi kongkrit f. Membuat spekulasi terhadap ketidakpastian yang meliputi

pengetahuan

g. Melibatkan peserta didik dalam pembelajaran yang langsung dan eksperiensial

h. Mendorong peserta didik memanipulasi pengetahuan dalam

(41)

i. Mendorong pembelajaran seumur hidup

j. Mempelajari bidang tertentu dari kurikulum secara selektif k. Memfasilitasi ekspresi sikap dan perasaan peserta didik dengan

sah

l. Mengembangkan pemahaman yang empatik

m.Memberi feedback yang segera bagi pelajar dan peserta didik

Dengan demikian, penggunaan metode bermain peran (role

playing) untuk menambah motivasi belajar siswa sehingga kemampuan siswa

menyelesaikan soal evaluasi akan menigkat dan berdampak positif pada hasil

belajar siswa. Dalam permainan peran, pemeran maupun tokoh disesuaikan

dengan usia anak dan permasalahannya. Melalui metode bermain peran,

siswa akan tertarik, senang dan bersemangat mengerjakan soal yang

diberikan karena dapat menyerap konsep pembelajaran dengan mudah.

10.Kelebihan dan Kelemahan Metode Bermain Peran

Menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Zain (dalam Tri Haryanto, 2014:

23-24) menyatakan bahwa:

a. Kelebihan metode bermain peran meliputi: 1) Siswa melatih dirinya

untuk melatih, memahami dan mengingat isi bahan yang akan didramakan. Dapat berkesan dengan kuat dan tahan lama dalam ingatan siswa, 2) Siswa akan terlatih untuk berinisiatif dan berkreatif. Pada waktu memainkan drama para pemain dituntut untuk menggunakan pendapat. Sangat menarik bagi siswa, sehingga memungkinkan kelas menjadi dinamis dan penuh antusias, 3) Bakat yang terdapat pada siswa dapat dipupuk sehingga dimungkinkan akan muncul atau tumbuh bibit seni drama dari sekolah, 4) Kerja sama antar pemain dapat ditumbuhkan dan dibina dengan sebaik-baiknya, 5) Siswa memperoleh kebiasaan untuk menerima dan membagi tanggung jawab dengan sesamanya, 6) Bahasa lisan siswa dapat dibina menjadi bahasa yang baik agar mudah dipahami oleh orang lain.

b. Kelemahan metode bermain peran meliputi: 1) Sebagian besar anak

(42)

siswa, 2) Bermain peran memerlukan waktu yang relatif panjang atau banyak, 3) Memerlukan tempat yang luas, 4) Sering kelas lain terganggu oleh suara pemain dan para penonton yang kadang-kadang bertepuk tangan sehingga menggangu kelas lain.

11.Prinsip-Prinsip Bermain Peran

Menurut Suwardi (dalam Ahmidatur Rahmawati, 2015)

prinsip dasar dalam pembelajaran bermain sebagai berikut:

a. Setiap anggota kelompok (siswa) bertanggung

jawab atas segala sesuatu yang dikerjakan dalam

kelompoknya.

b. Setiap anggota kelompok (siswa) harus

mengetahui bahwa semua anggota adalah tim.

c. Kelompok mempunyai tujuan yang sama.

d. Setiap anggota kelompok (siswa) harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya. e. Setiap anggota kelompok (siswa) akan dikenai evaluasi.

f. Setiap anggota kelompok (siswa) berbagi kepemimpinan dan membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.

g. Setiap anggota kelompok (siswa) akan diminta

mempertanggung jawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok bermain.

Menurut Uno Hamzah B (dalam Dalyana, 2012) proses simulasi

tergantung pada peran guru/fasilitator. Ada empat prinsip yang harus

dipegang oleh fasilitator/guru, yakni sebagai berikut:

a. Penjelasan. Untuk melakukan simulasi pemain harus benar-benar memahami aturan main. Oleh karena itu, guru/fasilitator hendaknya memberikan penjelasan dengan sejelas-jelasnya tentang aktivitas yang harus dilakukan berikut konsekuensi-konsekuensinya.

b. Mengawasi (refereeing). Simulasi dirancang untuk tujuan tertentu dengan aturan dan prosedur main tertentu. Oleh karena itu guru/fasilitator harus mengawasi jalannya simulasi sehingga berjalan sebagaimana seharusnya.

c. Melatih (coaching). Dalam simulasi, pemain/peserta akan mengalami kesalahan. Oleh karena itu, guru/fasilitator harus

memberikan saran, petunjuk atau arahan sehingga

(43)

d. Diskusi. Dalam simulasi, refleksi menjadi bagian penting. Oleh karena itu, setelah simulasi selesai, fasilitator harus mendiskusikan beberapa hal seperti: kesulitan-kesulitan,

hikmah yang bisa diambil, bagaimana memperbaiki

kekurangan simulasi dan sebagainya.

12.Tujuan Penerapan Metode Bermain Peran

Secara garis besar pembelajaran bermain peran bertujuan untuk mendorong

peserta didik untuk turut aktif dalam pemecahan sambil menyimak secara

seksama bagaimana orang lain berbicara mengenai masalah yang sedang

dihadapinya. Melalui bermain peran dalam pembelajaran, peserta didik juga

dapat mengekplorasi perasaannya, memperoleh wawasan tentang sikap, nilai

dan persepsinya mengenai suatu hal, mengembangkan keterampilan dan sikap

dalam memecahkan masalah yang dihadapi dan mengekplorasi inti

permasalahan yang diperankan melalui berbagai cara.

Kemudian menurut Vera (2012: 128-129), metode bermain peran memiliki

tujuan-tujuan sebagai berikut:

a. Dapat menjabarkan pengertian (konsep) dalam bentuk praktik dan contoh-contoh yang menyenangkan.

b. Dapat menanamkan semangat peserta didik dalam memecahkan

masalah ketika memerankan sekenario yang dibuat.

c. Dapat membangkitkan minat peserta didik terhadap materi pelajaran yang diajarkan.

d. Permainan peran bisa pula memupuk dan mengembangkan suatu

rasa kebersamaan dan kerjasama antar peserta didik ketika memainkan sebuah peran.

(44)

13.Kajian Penelitian yang Relevan

Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini adalah:

1. Penelitian Dedi Rizkia Saputra (Skripsi, 2015) yang berjudul “Penerapan

Metode Role Playing untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPS pada Siswa

Kelas V SD Negeri 2 Kecemen, Manisrenggo, Klaten. Hasil Penelitian

berupa kesimpulan bahwa penerapan metode role playing telah berhasil

meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini tampak dari hasil pengamatan

dan tes evaluasi hasil belajar yang dikerjakan oleh siswa. Nilai rata-rata

pada kondisi awal/pra tindakan hanya sebesar 59.64, meningkat pada

siklus I menjadi 67.86, dan meningkat lagi pada siklus II menjadi 75.

Presntase ketuntasan belajar pada kondisi awal/pra tindakan hanya sebesar

57.14%, meningkat pada siklus I menjadi 71.43% dan meningkat lagi pada

siklus II menjadi 92.9%.

2. Penelitian Adelia Shinta Dewi (Skripsi, 2010) yang berjudul “Penerapan

Model Role Playing pada Mata Pelajaran IPS untuk Meningkatkan

Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa Kelas IV SDN Purwodadi 3, Kecamatan

Blimbing, Kota Malang. Hasil Penelitian berupa kesimpulan bahwa

penerapan model role playing telah berhasil meningkatkan aktivitas dan

hasil belajar siswa kelas IV SDN Purwodadi 3. Hal ini tampak dari

perolehan observasi tentang aktivitas siswa serta rata-rata postes yang

terus meningkat. Dan dari hasil evauasi belajar pada siklus I diperoleh

rata-rata 74,48 menjadi 83.21 pada siklus II. Presentase ketuntasan siklus I

(45)

Penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya seperti

yang telah disebutkan di atas, akan tetapi saling terkait dan mendukung. Pada

penelitian Dedi Rizkia Saputra penerapan metode bermain peran (role

playing) berhasil untuk meningkatkan hasil belajar IPS siswa kelas V dan

Adelia Shinta Dewi penerapan model bermain peran (role playing) juga

berhasil meningkatkan hasil belajar IPS pada siswa kelas IV. Penelitian ini

sendiri untuk mengatasi kesulitan-kesulitan belajar IPS melalui penerapan

metode bermain peran pada siswa kelas V.

B. Kerangka Pikir

Pembelajaran IPS di SD Negeri 1 Katobengke pada umumnya masih

menggunakan metode ceramah yang hanya berpusat pada guru tanpa

menggunakan variasi dari metode lain sehingga suasana belajar mengajar terasa

membosankan. Selain itu, materi IPS cenderung padat dengan konsep-konsep

yang bersifat abstrak khususnya pada materi ajar Keragaman Suku Bangsa dan

Budaya di Indonesia. Padahal anak kelas V yang umumnya berusia 10-12 tahun

termasuk dalam fase operasional konkret. Dampak yang ditimbulkan adalah siswa

mengalami kesulitan belajar IPS yang ditandai dengan hasil belajar yang rendah,

siswa yang selalu pasif, dan tidak mengerjakan tugas. Guru sebagai penyampai

materi ajar harus mampu membuat suasana menyenangkan dalam proses belajar

mengajar sehingga siswa dengan mudah memahami isi materi tanpa mengalami

kesulitan belajar. Dalam menciptakan suasana belajar mengajar IPS yang

menyenangkan dapat menggunakan metode bermain peran. Metode bermain

(46)

integrasi pengetahuan praktis dan menjadikan problem abstrak menjadi kongkrit.

Metode bermain peran dilakukan dengan cara mengarahkan peserta didik untuk

menirukan suatu aktivitas. Guru menyusun dan memfasilitasi permainan peran

kemudian ditindaklanjuti dengan diskusi. Selama permainan peran berlangsung,

peserta didik lain yang tidak turut bermain diberi tugas mengamati, merangkum

pesan tersembunyi dan mengevaluasi permainan peran. Keberhasilan dalam

mengatasi kesulitan belajar IPS pada siswa kelas V dapat diukur melalui aspek

kognitif dan afektif. Penelitian-penelitian sebelumnya yang relevan dengan

penelitian ini telah berhasil meningkatkan hasil belajar siswa melalui penerapan

metode bermain peran. Oleh sebab itu, dengan menggunakan metode yang sama

yaitu penerapan metode bermain peran diharapkan mampu membangun suasana

belajar yang menyenangkan yang pada akhirnya dapat mengatasi kesulitan belajar

siswa sehingga hasil belajar siswa meningkat.

Dengan demikian, gambaran kerangka pikir di atas dapat di lihat pada skema

(47)

Kondisi Awal Perlakuan Kondisi Akhir

Berdaskan uraian kerangka pikir di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah

metode bermain peran dapat mengatasi kesulitan-kesulitan belajar IPS dengan

materi pokok Keragaman Suku Bangsa dan Budaya di Indonesia pada siswa kelas

(48)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di kelas V SD Negeri 1 Katobengke

Kecamatan Betoambari kota Baubau. SD Negeri 1 Katobengke letaknya di pinggir

jalan tepatnya di jalan Lakarambau No. 29, Kelurahan Katobengke, Kecamatan

Betoambari, Kota Baubau Sulawesi Tenggara. Sekolah ini berbatasan dengan

rumah-rumah warga kecuali sebelah timur berbatasan dengan Puskesmas

Katobengke. Penelitian ini akan dilaksanakan bulan Oktober pada semester ganjil

tahun ajaran 2016/2017.

B. Subyek Penelitian

Subyek Penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri 1 Katobengke yang

terbagi menjadi tiga kelas yaitu kelas Va, Vb, dan Vc, peneliti mengambil kelas

Vb yang berjumlah 28 siswa yang terdiri dari 14 siswa laki-laki dan 14 siswa

perempuan.

C. Prosedur Tindakan

Prosedur tindakan dengan menggunakan model penelitian tindakan kelas

yang dikembangkan oleh Kemmis dan Mc Taggart (dalam Suharsimi Arikunto,

2010: 137) yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan dan

(49)

SIKLUS I

SIKLUS II

Gambar 3.1

Prosedur PTK Model Kemmis dan Taggart (dalam Suharsimi Arikunto, 2010: 137)

Penelitian ini akan dilakukan melalui dua siklus dengan ketentuan setiap

siklus dilakukan dalam 3 kali pertemuan. Tahapan dalam siklus penelitian

tindakan kelas tersebut berlangsung beberapa kali karena kemungkinan ada

beberapa masalah atau kekurangan. Masalah dan kekurangan tersebut selanjutnya

dipecahkan dan diperbaiki pada siklus berikutnya sampai pembelajaran

dinyatakan berhasil.

RENCANA

(RPP I)

REFLEKSI

PELAKSANAAN

(Pembelajaran di Kelas)

REFLEKSI RENCANA

(RPP II)

PELAKSANAAN

(Pembelajaran di Kelas)

(50)

D. Tahap Pelaksanaan

1. Siklus I dan Siklus II

Kegiatan pada siklus I meliputi rencana tindakan, tahap pelaksanaan

tindakan, observasi dan refleksi. Sedangkan pada pelaksanaan tindakan siklus II

dilaksanakan tidak jauh berbeda dengan pelaksanaan tindakan siklus I hanya saja

ada beberapa hal yang perlu diperbaiki atau direvisi pada pelaksanaan tindakan

siklus I yang dijadikan acuan untuk membuat perencanaan tindakan siklus II.

a. Rencana Tindakan

1) Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan

menggunakan metode bermain peran pada sub materi ajar Keragaman

Suku Bangsa dan Budaya di Indonesia

2) Menyusun dan mempersiapkan lembar observasi kesulitan belajar

siswa dan performansi guru.

3) Mempersiapkan skenario drama yang akan digunakan siswa

4) Mempersiapkan soal tes untuk mengukur hasil belajar siswa yaitu tes

yang akan diberikan pada setiap akhir siklus.

b. Tahap Pelaksanaan Tindakan

Tindakan ini dilakukan akan berpedoman pada perencanaan yang telah

dibuat dan dalam pelaksanaannya bersifat fleksibel dan terbuka terhadap

perubahan yang memungkinkan untuk diubah. Selama pembelajaran

berlangsung peneliti mengajarkan materi kepada siswa dan mengamati

(51)

2. Observasi dan Refleksi

Observasi dilakukan selama proses pembelajaran di kelas berlangsung

dengan menggunakan lembar observasi. Lembar observasi dijadikan sebagai alat

evaluasi untuk menentukan tindakan pada siklus berikutnya. Refleksi adalah

analisis peneliti dari observasi yang dilakukan pada proses pembelajaran dan

mencari permasalahan yang muncul saat pembelajaran serta merencanakan

tindakan yang lebih efektif pada siklus berikutnya.

E. Teknik Pengumpulan Data

Menurut Sugiyono (dalam Dedi Rezkia Saputra, 2015: 54) terdapat dua hal

utama yang mempengaruhi kualitas data hasil penelitian, yaitu kualitas instrumen

penelitian dan kuaitas pengumpulan data. Kualitas pengumpulan data berkenaan

dengan ketepatan cara-cara yang digunakan untuk mengumpulkan data atau

disebut dengan teknik pengumpulan data. Menurut Wina Sanjaya (2013: 248)

instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data.

Tanpa instrumen yang tepat, penelitian tidak akan menghasilkan sesuatu yang

diharapkan karena penelitian memerlukan data empiris yang diperoleh melalui

instrumen dan teknik pengumpulan data yang tepat. Teknik pengumpulan data

dan instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:

a. Tes adalah instrumen atau alat untuk mengumpulkan data tentang

kemampuan subjek penelitian dengan cara pengukuran, misalnya untuk

mengukur kemampuan siswa dalam menguasai materi pelajaran tertentu

digunakan tes tertulis tentang pelajaran tersebut (Wina Sanjaya, 2013: 251).

(52)

siswa kelas V SD negeri 1 Katobengke pada pertemuan akhir pembelajaran

disetiap siklus.

b. Observasi adalah teknik pengumpulan data dengan cara mengamati secara

langsung maupun tidak tentang hal-hal yang diamati dan mencatatnya pada

alat observasi. Hal-hal yang diamati itu biasa gejala-gejala tingkah laku,

benda-benda hidup ataupun benda mati (Wina Sanjaya, 2013: 270).

Penelitian ini menggunakan observasi partisipatif dimana observer (peneliti)

ikut serta dalam kegiatan yang dilakukan observant (Guru dan Siswa).

Instrumen observasi adalah alat yang berfungsi sebagai pedoman bagi

observer untuk mencatat hasil pengamatannya tentang hal-hal yang menjadi

bahan observasinya. Instrumen observasi dalam penelitian ini berupa lembar

observasi rating scale dengan menggunakan check list. Rating scale

menggunakan check list adalah pedoman observasi yang berisikan dari

semua aspek yang diamati. Dengan pedoman tersebut observer memberi

tanda cek (v) untuk menentukan “ada atau tidak adanya” sesuatu

berdasarkan hasil pengamatannya (Wina Sanjaya, 2013: 274). Observasi

dalam penelitian ini digunakan untuk mengamati kesulitan belajar siswa

dan aktivitas mengajar guru dalam proses belajar.

c. Dokumentasi, teknik dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal

atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah,

prasasti, notulen rapat, lengger, agenda dan sebagainya. Penelitian ini

menggunakan teknik pengumpulan data dokumentasi untuk

(53)

pembelajaran dan untuk memperkuat data yang diperoleh. Pada penelitian

ini, dokumentasi berupa dokumen nilai awal siswa yang diperoleh dari guru

kelas V, dokumentasi yang dilakukan dengan cara mengambil foto siswa

pada saat pembelajaran berlangsung, dan dokumentasi berupa catatan harian

guru untuk melihat perkembangan tindakan serta perkembangan siswa

dalam melakukan proses pembelajaran (Wina Sanjaya, 2011: 98).

F. Analisis Data

Menganalisis data adalah suatu proses mengolah dan menginterpretasi data

dengan tujuan untuk mendudukan berbagai informasi sesuai dengan fungsinya

hingga memiliki makna dan arti yang jelas sesuai dengan tujuan penelitian (Wina

Sanjaya, 2011: 106). Dalam penelitian ini sesuai dengan ciri dan karakteristik

serta bentuk hipotesis, analisis data diarahkan untuk mencari dan menemukan

upaya yang dilakukan guru dalam mengatasi kesulitan belajar dan meningkatkan

hasil belajar siswa. Dengan demikian, analisis data dalam penelitian ini dilakukan

dengan analisis deskriptif kualitatif dan analisis deskriptif kuantitatif. Analisis

deskriptif data kualitatif digunakan untuk menentukan peningkatan proses belajar

yang ditandai dengan ketuntasan kesulitan belajar melalui lembar observasi,

sedangkan analisis deskriptif data kuantitatif digunakan untuk menentukan

peningkatan hasil belajar siswa melalui tes evaluasi.

1. Analisis Data Tes Evaluasi

Pendekatan kuantitatif digunakan mengolah semua informasi atau data yang

diwujudkan dalam bentuk angka dengan analisis statistik. Pada akhir setiap siklus

(54)

kenaikan sesuai standar nilai yang telah ditentukan, maka diasumsikan bahwa

penerapan metode bermain peran dapat mengatasi kesulitan belajar siswa kelas V

pada materi keragaman suku bangsa dan budaya di Indonesia. Langkah-langkah

untuk dalam menganalisis data tes siswa sebagai berikut:

a) Menetukan nilai akhir belajar yang diperoleh masing-masing siswa

(BSNP dalam Anggita Dwijayanti Kusumaningrum, 2013: 42)

Keterangan:

NA = Nilai Akhir

SP = Skor Perolehan

SM = Skor Maksimal

Nilai yang diperoleh dikelompokkan ke dalam dua kategori berdasarkan

kriteria ketuntasan minimal (KKM) Mata Pelajaran IPS siswa kelas V SD

Negeri 1 Katobengke sebagai berikut.

Tabel 3.1 Kriteria Ketuntasan Minimal

Kriteria ketuntasan Minimal (KKM) Kriteria

≥ 70 Tuntas

< 70 Tidak Tuntas

b) Menentukan nilai rata-rata kelas melalui rumus yang dirujuk dari

Nugroho Soedyarto (2008: 21)

x = =1 .

=1

NA

=

SP

(55)

Keterangan: x = Mean (nilai rata-rata) xi = Data ke-i

fi = Frekuensi untuk nilai xi

n = Jumlah data

c) Data nilai rata-rata kelas yang diperoleh di distribusikan ke dalam rentang

nilai menurut Ngalim Purwanto (dalam Sriyanti, 2015: 51), yaitu:

Tabel 3.2 Pedoman Penilaian

Kriteria Interval Nilai

Sangat Baik 86 – 100

Baik 76 – 85

Cukup 60 – 75

Kurang 55 – 59

Sangat Kurang ≤ 54

d) Menghitung persentase ketuntasan belajar siswa dengan rumus yang

dirujuk dari Aqib, dkk (dalam Anggita 2013: 43)

Keterangan: TBK = Tuntas Belajar Klasikal

N = Jumlah siswa yang memperoleh nilai ≥ 70

SN = Jumlah siswa

2. Analisis Data Observasi

Analisis deskriptif data kualitatif dilakukan untuk mendeskripsikan hasil

observasi lapangan mengenai kesulitan belajar siswa dan aktivitas mengajar guru

dengan analisis persentase. Adapun pengukuran persentase skor hasil observasi TBK =

N

(56)

menggunakan rumus sebagai berikut (Trianto, 2010: 241 dalam Devi Novitasari,

2014: 46):

Persentase (%) = � �

� �� � 100%

Perhitungan persentase skor hasil observasi aktivitas guru tersebut kemudian

ditafsirkan dalam kriteria sebagai berikut (Ngalim Purwanto dalam Devi

Novitasari, 2014: 46)

Tabel 3.3 Kriteria persentase skor

Kriteria Persentase

Sangat Baik 86% - 100%

Baik 76% - 85%

Cukup 60% - 75%

Kurang 55% - 59%

Sangat Kurang 0% - 54%

Sedangkan perhitungan hasil observasi kesulitan belajar siswa ditafsirkan

dalam kriteria tingkat kesulitan siswa yang diadaptasi dari kriteria pemahaman

menurut Arikunto (2010: 28) sebagai berikut.

Tabel 3.4 Kriteria tingkat kesulitan belajar

Kriteria Persentase

Sangat Tinggi 81% - 100%

Tinggi 61% - 80%

Cukup Rendah 41% - 60%

Rendah 21% - 40%

Gambar

Tabel 2.1 Nama Suku di Indonesia
Tabel 2.2 Jenis-Jenis Tarian di Indonesia
Tabel 2.4 Pakaian Adat di Indonesia
Gambar 2.1 Kerangka Pikir
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pendestrian adalah suatu sarana pergerakan atau perpindahan orang satu atau sekelompok orang dari suatu titik tolak ke tempat lain sebagai tujuan dengan menggunakan

Tabel pengujian menu fragment kontak digunakan untuk mengetahui apakah menu fragment kontak yang terdapat dalam aplikasi ini dapat berfungsi dengan baik sesuai dengan yang

Suku Muyu berasal dari Kabupaten Boven Digoel yang mendiami sebagian besar wilayah tersebut dan wilayah Kabupaten Merauke. Ibu-ibu pasar suku Muyu Kampung Domba

Dengan adanya edukasi yang lengkap dapat meningkatkan pengetahuan serta dapat meningkatkan keperdulian masyarakat Indonesia mengenai kondisi emosional anak itu sendiri,

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, dapat di simpulkan bahwa terdapat pengaruh Media Audio-Visual Terhadap Motivasi pembelajaran

Kinerja yang semakin berkualitas ini nampak dari semakin membaiknya mutu mahasiswa baru yang tercermin semakin tingginya tingkat keketatan calon mahasiswa baru masuk di

Berdasarkan hasil analisa data dan pembahasan mengenai keterampilan proses Fisika pada siswa kelas X SMA Seri Rama YLPI Pekanbaru didapatkan informasi sebagai

Pembahasan : Dalam abomasum ini makanan dicerna secara kimiawi oleh enzim-enzim selulase yang dihasilkan oleh bakteri dan hewan