i
PENERAPAN METODE BERMAIN PERAN PADA SISWA KELAS V.B DI SD NEGERI 1 KATOBENGKE KECAMATAN BETOAMBARI
KOTA BAUBAU SULAWESI TENGGARA
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh:
ISRAWATI AMBA NPM 312010005
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
ii
Judul : Upaya Mengatasi Kesulitan Belajar IPS Melalui Penerapan Metode Bermain Peran pada Siswa Kelas VB di SD Negeri 1 Katobengke Kecamatan Betoambari Kota Baubau Sulawesi Tenggara
Nama : Israwati Amba
NPM : 312010005
Program Studi : Pendidikan Guru Sekolah Dasar S-1 Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Telah diperiksa dan diperbaiki pembimbing untuk diajukan dan dipertanggungjawabkan dihadapan penguji skripsi.
Baubau, Maret 2017
Mengetahui
Pembimbing II
Dra. Faslia, M.Pd. NIDN. 0911106701 Pembimbing I
Agusalim, S.Pd.,M.Pd. NIDN. 0915087402
Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
iii
Negeri 1 Katobengke Kecamatan Betoambari Kota Baubau Sulawesi Tenggara
Nama : ISRAWATI AMBA
NIM : 312010011
Diterima dan disahkan oleh Panitia dan Penguji Skripsi Berdasarkan Surat Keputusan Rektor Nomor 024/Tahun 1438 H/2017 M Tanggal 12 Jumadil Ula 1438 H/9 Februari 2017 M dan Nomor 023 Tahun 1438H/2017M Tanggal 12 Jumadiil Ula 1438H/9 Februari 2017M, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Buton, Tahun Ademik 2016/2017.
Tim Penguji Skripsi : 1. Ketua : Dra. Faslia, M.Pd.
2. Sekretaris : La Ode Madiani, S.Pd., M.Pd. .
3. Tim Penguji : 1. Gawise, S.Pd., M.Pd.
2. Suardin, S.Pd., M.Pd. .
3. Dra. Suarti, M.Pd. ..
Baubau, 16 Maret 2017
Disahkan,
Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
iv
Nama : Israwati Amba
NPM : 312010005
Program Studi : Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Buton
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Upaya Mengatasi Kesulitan Belajar IPS Melalui Penerapan Metode Bermain Peran pada Siswa Kelas VB di SD Negeri 1 Katobengke Kecamatan Betoambari Kota Baubau Sulawesi Tenggaraadalah hasil karya asli penulis. Demikian surat pernyataan ini dibuat dengan sesungguhnya dan apabila ternyata dikemudian hari terbukti skripsi ini dibuat orang lain dan hasil plagiat baik sebagian maupun seluruhnya kecuali sebagai acuan atau kutipan dengan mengikuti tata penulisan karya ilmiah yang berlaku, maka penulis bersedia dituntut sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, sekaligus skripsi ini dan gelar yang diperoleh penulis batal demi hukum.
Baubau, Maret 2017 Penulis,
v Artinya:
Karena Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. (QS. Al-Insyirah: 5-6)
Orang cerdas adalah orang yang memilih Al-qur an dan As-Sunnah sebagai pedoman hidupnya serta berpegang teguh padanya dan tauladannya adalah manusia terbaik yang telah dijamin masuk surga oleh AllahSubhanahu Wata ala
vi
1 Katobengke Kecamatan Betoambari Kota Baubau Sulawesi Tenggara. Skripsi, Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Muhammadiyah Buton. Pembimbing: (I) Agussalim, S.Pd., M.Pd., (II) Dra. Faslia, M.Pd.
Penelitian ini bertujuan untuk mengatasi kesulitan belajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) melalui metode bermain peran pada siswa kelas VBSD negeri 1 Katobengke, Betoambari, Baubau Sulawesi Tenggara.
Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan model siklus yang dilakukan secara berulang dan berkelanjutan. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VByang berjumlah 28 siswa yang terdiri dari 14 siswa laki-laki dan 14 siswa perempuan. Metode pengumpulan data dilakukan melalui tes, observasi dan dokumentasi. Tekhnik analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif.
Hasil penelitian menunjukan bahwa kesulitan belajar IPS dapat teratasi melalui penerapan metode bermain peran pada siswa kelas VB SD Negeri 1 Katobengke. Hal ini tampak dari nilai rata-rata kelas pada siklus II sebesar 73,2 dengan jumlah siswa yang tuntas belajar berjumlah 19 siswa dengan persentase sebesar 76%. Selain itu hasil observasi kesulitan belajar siswa pada pertemuan II siklus II mengalami penurunan menjadi 25,6% dengan kriteria rendah. Sedangkan aktvitas mengajar guru pada siklus II meningkat menjadi 100% dengan kriteria baik.
vii
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas lmpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya, sekalipun dalam bentuk yang sederhana.
Dalam penyusunan skripsi ini, tidak sedikit hambatan yang dihadapi seperti kondisi fisik yang tidak mendukung dan kurangnya referensi. Keberhasilan dalam penyusunan skripsi ini tidak luput dari bantuan dan dorongan semua pihak, dengan itu penyusun mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kepada keluarga yang sangat dicintai, yang selalu memberikan dukungan, motivasi serta doa selama ini khususnya kepada orang tua yang selalu merawat dan mendampingi baik dikala sehat maupun sakit dan disaat senang maupun susah, kepada saudara saya Rusnah yang sudah membantu mencari referensi, saudara saya Rusnih yang menyediakan print, saudara saya Tina yang selalu mendoakan dan menyemangati, Ipar saya Amsir yang sudah membantu mengurus judul proposal, keponakan saya cantika, habiba dan alila yang selalu menghibur dikala jenuh serta sepupu saya Bapak La Umbu Zaadi, S.Pd., M. Hum., Dosen Unidayan yang telah membimbing dan menyediakan referensi
viii Muhammadiyah Buton.
4. Dra. Faslia, M.Pd., Ketua Program Studi Pendidikan Guru Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Buton selaku Dosen Pembimbing II yang banyak memberikan arahan dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini.
5. Jaudin, S.Pd., M.Pd., Penasehat Akademik yang telah membimbing selama mengikuti proess perkuliahan.
6. Agussalim, S.Pd., M.Pd., Dosen Pembimbng II yang telah meluangkan waktu untuk memeriksa dan mendatangani lembar persetujuan pembimbing demi kesempurnaan dan terselesaikannya penulisan skripsi ini.
7. Bapak/Ibu dosen pengajar beserta staf Universitas Muhammadiyah Buton yang telah memberi bekal ilmu pengetahuan selama mengikuti proses perkuliahan
8. Nursanti, S.Pd., M.Pd., Kepala SD Negeri 1 Katobengke yang telah memberikan izin melakukan penelitian untuk menyelesaikan penyusunan skripsi ini
9. Guru-guru SD Negeri 1 Katobengke, yang ikut membantu dan memberikan saran selama melakukan penelitian
ix
Menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan oleh karena itu melalui kesempatan ini penyusun mengharapkan sumbangan pemikiran yang bersifat konstruktif demi perbaikan dimasa yang akan datang.
Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat kepada semua pihak yang membutuhkan sebagai bahan acuan bagi mahasiswa selanjutnya.
Baubau, 28 Februari 2017 Penulis,
x
4. Karakteristik Mata Pelajaran IPS SD...13
5. Ruang Lingkup Mata Pelajaran IPS SD...15
6. Keragaman Suku Bangsa dan Budaya di Indonesia...16
7. Metode Bermain Peran...22
xi
13. Kajian Penelitian yang Relevan ...29
B. Kerangka Pikir ...30
C. Hipotesis...32
BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ...33
B. Subyek Penelitian...33
C. Prosedur Tindakan ...33
D. Tahap Pelaksanaan...35
1. Siklus I dan Siklus II...35
2. Observasi dan Refleksi...36
E. Teknik Pengumpulan Data...36
F. Analisis Data...38
G. Jadwal Kegiatan Penelitian ...42
H. Kriteria Keberhasilan ...42
BAB IV METODE PENELITIAN A. Hasil Penelitian ...43
B. Pembahasan...73
BAB IV METODE PENELITIAN A. Kesimpulan ...75
B. Saran...75
DAFTAR PUSTAKA...77
xii
Tabel 2.2 Jenis-Jenis Tarian di Indonesia ...18
Tabel 2.3 Jenis-Jenis Lagu Daerah di Indonesia...19
Tabel 2.4 Pakaian Adat di Indonesia ...20
Tabel 2.5 Nama Rumah Adat di Indonesia ...20
Tabel 2.6 Pertunjukan Rakyat di Indonesia ...21
Tabel 3.1 Kriteria Ketuntasan Minimal ...39
Tabel 3.2 Pedoman Penilaian ...40
Tabel 3.3 Kriteria Persentase Skor...41
Tabel 3.4 Kriteria Tingkat Kesulitan Belajar...41
Tabel 3.5 Jadwal Kegiatan Penelitian ...42
Tabel 4.1 Obesrvasi Kesulitan Belajar IPS pada Pra Tindakan...43
Tabel 4.2 Hasil Belajar IPS Pra Tindakan ...45
Tabel 4.3 Hasil Belajar IPS pada Siklus I...51
Tabel 4.4 Observasi Aktivitas Guru Siklus I ...53
Tabel 4.5 Observasi Kesulitan Belajar IPS pada Siklus I...56
Tabel 4.6 Hasil Belajar IPS pada Siklus II...65
Tabel 4.7 Observasi Aktivitas Guru Siklus II ...67
Tabel 4.8 Observasi Kesulitan Belajar IPS pada Siklus II ...70
Tabel 4.9 Perbandingan Nilai Tes Awal, Siklus I & Siklus II...76
Tabel 4.10 Perbandingan Aktivitas Guru pada Siklus I & Siklus II...76
xiii
Gambar 3.1 Prosedur PTK Model Kemmis dan Taggart ...34
Gambar 4.1 Grafik Kesulitan Belajar IPS pada Pra Tindakan...44
Gambar 4.2 Diagram Lingkaran Ketuntasan Hasil Belajar Pra Tindakan ...46
Gambar 4.3 Grafik Frekuensi Hasil Belajar Siklus I ...52
Gambar 4.4 Grafik Aktivitas Guru pada Siklus I...55
Gambar 4.5 Grafik Kesulitan Belajar IPS pada Siklus I...58
Gambar 4.6 Grafik Frekuensi Hasil Belajar Siklus II...66
Gambar 4.7 Grafik Aktivitas Guru pada Siklus II ...69
Gambar 4.8 Grafik Kesulitan Belajar IPS pada Siklus II...72
Gambar 4.9 Grafik Perbandingan Nilai Tes Awal, Siklus I dan Siklus II ...77
Gambar 4.10 Grafik Perbandingan Aktivitas Guru Siklus I & Siklus II ...78
xiv
Lampiran 2 Surat Keterangan Penelitian dari Kesbang Lampiran 3 Surat Keterangan telah Meneliti dari Sekolah Lampiran 4 Silabus Pembelajaran
Lampiran 5 RPP Pra Tindakan Lampiran 6 Soal Tes Awal
Lampiran 7 Kunci Jawaban Tes Awal
Lampiran 8 Observasi Kesulitan Belajar Pra Tindakan Lampiran 9 Hasil Belajar IPS Pra Tindakan
Lampiran 10 RPP Siklus I Pertemuan I Lampiran 11 Ringkasan Materi Ajar Siklus I Lampiran 12 Skenario Drama Siklus I Pertemuan I Lampiran 13 RPP Siklus I Pertemuan II
Lampiran 14 Skenario Drama Siklus I Pertemuan II Lampiran 15 Soal Tes Evaluasi Siklus I
Lampiran 16 Kunci Jawaban Soal Tes Evaluasi Siklus I Lampiran 17 Hasil Belajar IPS Siklus I
Lampiran 18 Data Observasi Kesulitan Belajar Siswa Siklus I Pertemuan I Lampiran 19 Data Observasi Kesulitan Belajar Siswa Siklus I Pertemuan II Lampiran 20 RPP Sikuls II Pertemuan I
Lampiran 21 Ringkasan Materi Ajar Siklus II Lampiran 22 Skenario Drama Siklus II Pertemuan I Lampiran 23 RPP Siklus II Pertemuan II
Lampiran 24 Skenario Drama Siklus II Pertemuan II Lampiran 25 Soal Tes Evaluasi Siklus II
xv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam upaya pembangunan nasional di bidang pendidikan, pemerintah terus
menerus membangun SDM yang berkualitas melalui pendidikan nasional
sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.
20 Tahun 2003 yang berbunyi:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga yang demokratis serta bertanggung jawab.
Salah satu implementasi Undang-Undang tersebut dilakukan melalui
pelajaran IPS di sekolah dasar. Pelajaran IPS di sekolah dasar mengajarkan atau
mengembangkan konsep-konsep esensi ilmu sosial untuk membentuk subyek
didik menjadi warga negara yang baik. Nursid Sumaatmadja (Muh. Suparyadi,
2014: 23) mengemukakan bahwa secara mendasar pengajaran IPS berkenaan
dengan kehidupan manusia yang melibatkan segala tingkah laku dan
kebutuhannya. Tujuan pendidikan IPS adalah membina anak didik menjadi warga
negara yang baik, yang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kepedulian
sosial yang berguna bagi dirinya serta bagi masyarakat dan negara (Nursid
Berdasarkan tujuan dari IPS pada jenjang sekolah dasar sebagaimana
dideskripsikan di atas, tampaknya dibutuhkan suatu pola pembelajaran yang
mampu menjembatani tercapainya tujuan tersebut. Namun, kondisi pembelajaran
IPS di Indonesia dewasa ini lebih diwarnai oleh pendekatan yang menekankan
pada model belajar konvensional yang lebih diwarnai dengan ceramah sehingga
kurang mampu merangsang siswa untuk terlibat secara aktif dalam proses
belajar-mengajar (Suwarma dalam Nurul Faida Santi: 2012). Kondisi yang sama juga
dijumpai di SD Negeri 1 Katobengke khususnya di kelas V.b, berdasarkan hasil
observasi awal menunjukan bahwa guru hanya menyajikan konsep-konsep materi
pelajaran yang bersifat hafalan saja dengan pola interaksi searah yaitu dari guru ke
siswa saja (teacher centered) yang mematikan kreativitas dan motivasi belajar
siswa sehingga menimbulkan kesulitan belajar yang dapat dilihat dari gejala
tingkah laku siswa seperti hasil belajar siswa yang rendah, hasil yang dicapai
tidak seimbang dengan usaha yang dilakukan dan lambat dalam mengerjakan
tugas-tugas kegiatan belajar. Suasana belajar seperti ini juga semakin menjauhkan
peran IPS dalam upaya mempersiapkan warga negara yang baik dan mampu
bermasyarakat.
Kondisi pembelajaran seperti di atas menimbulkan kesulitan belajar bagi
siswa, sehingga prestasi belajar yang dicapai oleh siswa juga tidak optimal,
mematikan kreativitas siswa dan menyebabkan siswa kurang termotivasi
mempelajari IPS. Kondisi ini sesuai dengan pendapat yang disampaikan oleh
Sunarta (dalam Sofiana Fuada, 2014: 16) menyatakan bahwa kesulitan belajar
sehingga berakibat prestasi belajarnya rendah dan perubahan tingkah laku yang
terjadi tidak sesuai partisipasi yang diperoleh sebagaimana teman-teman
sekelasnya.
Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan proses pembelajaran yang
dilakukan dengan metode konvensional sudah tidak efektif lagi karena tidak
mampu menumbuhkan motivasi belajar yang berdampak pada kesulitan-kesulitan
yang dialami oleh siswa-siswi dalam kegiatan belajarnya. Untuk mengatasi
kesulitan belajar tersebut adalah dengan mengubah metode belajar yang dilakukan
oleh guru. Banyak metode belajar yang bisa diterapkan sehingga pembelajaran
bisa semakin menarik dan dapat membuat siswa menyukai pelajaran yang
diajarkan oleh guru. Metode pembelajaran memegang peranan penting dalam
rangkaian sistem pembelajaran, untuk itu diperlukan kecerdasan dan kemahiran
guru dalam memilih metode pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pendapat yang
disampaikan oleh Arsyad Azhar (2010: 15) dalam suatu proses belajar mengajar,
dua unsur yang amat penting adalah metode mengajar dan media pembelajaran.
Lebih lanjut Uno Hamzah (dalam Dedi Rizkia Saputra, 2015: 3) juga
mengemukakan bahwa metode pembelajaran merupakan cara yang digunakan
guru dalam menjalankan fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Salah satu metode yang dapat digunakan adalah metode bermain
peran.
Penggunaan metode bermain peran pada mata pelajaran IPS tepat karena ciri
khas pembelajaran pendidikan IPS adalah menekankan pada aspek pendidikan,
serta melatih sikap, nilai, moral, dan keterampilannya berdasarkan konsep yang
telah dimilikinya (Etin Solihatin dalam Dedi Rizkia Saputra, 2015: 99). Teori
tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dedi Rezkia Saputra
(2015) yang menunjukan bahwa penerapan metode role playing dapat
meningkatkan hasil belajar IPS pada siswa kelas V SD Negeri 2 Kecemen,
Manisrenggo, Klaten. Selain itu, hasil penelitian yang dilakukan oleh Adelia
Shinta Dewi (2010) yang menunjukan bahwa penerapan model role playing telah
berhasil meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SD Negeri Purwodadi.
Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul
Upaya Mengatasi Kesulitan Belajar IPS Melalui Penerapan Metode Bermain
Peran Pada Murid Kelas V di SD Negeri 1 Katobengke.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah bagaimanakah upaya mengatasi kesulitan-kesulitan belajar
IPS melalui penerapan metode bermain peran pada murid kelas V di SD Negeri 1
Katobengke?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui upaya mengatasi kesulitan-kesulitan belajar IPS melalui
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti, penelitian tindakan kelas yang dilakukan sebagai syarat
menyelesaikan program studi pendidikan sekolah dasar.
2. Bagi siswa penelitian tindakan kelas dengan menggunakan metode
bermain peran yang dilakukan dapat memberikan pengalaman belajar yang
menarik dan menyenangkan sehingga kesulitan-kesulitan belajar yang
dialami dapat teratasi, meningkatkan kemampuan berfikir kritis,
meningkatkan hasil belajar siswa dan mengembangkan kemampuan
bersosialisasi sesuai dengan tujuan pembelajaran IPS SD.
3. Bagi guru, penelitian tindakan kelas dapat dijadikan masukan untuk
memperbaiki pembelajaran yang dikelolahnya dan menambah wawasan
tentang metode pembelajaran, sehingga dapat memilih metode yang tepat
sesuai dengan materi dan keadaan siswa.
4. Bagi sekolah, penelitian tindakan kelas membantu sekolah untuk
berkembang karena adanya kemajuan/peningkatan pada diri guru, siswa
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Deskripsi Teori
1. Kajian Kesulitan Belajar
Kesulitan belajar terdiri dari dua suku kata yaitu kesulitan dan belajar,
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), dinyatakan bahwa kesulitan
adalah keadaan yang sulit, dalam kesulitan, dalam kesusahan. Hal ini berarti
kesulitan mengandung makna suatu kondisi yang memperlihatkan ciri-ciri
hambatan dalam kegiatan untuk mencapai tujuan. Sedangkan belajar
merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh
suatu perubahan sebagai hasil pengalamannya sendiri guna memenuhi
kebutuhan hidupnya.
Koestur Parto Wisastro dan Hadisuparno (dalam Sofiana Fuada, 2014: 16)
mengemukakan bahwa kesulitan belajar dapat diartikan sebagai suatu kondisi
dalam proses belajar yang ditandai oleh adanya hambatan-hambatan tertentu
untuk mencapai hasil belajar. Sedangkan menurut Sunarta (dalam Sofiana
Fuada, 2014: 16) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan kesulitan belajar
adalah kesulitan yang dialami oleh siswa-siswi dalam kegiatan belajarnya,
sehingga berakibat prestasi belajarnya rendah dan perubahan tingkah laku
yang terjadi tidak sesuai dengan partisipasi yang diperoleh sebagaimana
teman-teman sekelasnya.
Berdasarkan pendapat di atas dapat dipahami bahwa kesulitan belajar
dapat belajar sebagaimana mestinya. Kesulitan Belajar pada dasarnya adalah
suatu gejala yang nampak dalam berbagai manivestasi tingkah laku. Menurut
Muh. Surya (dalam Anwar, 2016) menyebutkan ada beberapa ciri tingkah
laku yang merupakan manifestasi dari gejala kesulitan belajar antara lain :
1. Menunjukkan hasil belajar yang rendah (di bawah rata-rata nilai yang dicapai oleh kelompok siswa kelas.
2. Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukan. Mungkin
murid yang selalu berusaha dengan giat tapi nilai yang dicapai selalu rendah.
3. Lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajar ia selalu tertinggal dari kawan-kawannya dalam menyelesaikan tugas dengan waktu yang tersedia.
4. Menunjukkan sikap-sikap yang kurang wajar, seperti acuh tak acuh, menentang, berpura-pura, dll.
5. Menunjukkan tingkah laku yang berkelainan, seperti membolos, datang terlambat, tidak mengerjakan tugas rumah, mengganggu teman baik di dalam maupun di luar kelas, dsb.
6. Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar, seperti pemurung, mudah tersinggung, kurang gembiara dalam menghadapai situasi tertentu, misalnya dalam menghadapi nilai rendah tidak merasa sedih atau menyesal.
2. Macam-Macam Kesulitan Belajar
Kesulitan belajar dapat ditunjukan oleh adanya hambatan tertentu untuk
mencapai hasil belajar. Hambatan tersebut dapat bersifat psikologis,
sosiologis maupun fisiologis. Hambatan tersebut menyebabkan prestasi
belajar siswa yang dicapai berada di bawah semestinya. Oleh sebab itu,
kesulitan belajar siswa mencakup beberapa macam diantaranya:
b. Learning disfunction adalah gejala dimana proses belajar yang dilakukan siswa tidak berfungsi denganbaik, meskipun sebenarnya siswa tersebut tidak menunjukan adanya subnormalitas mental, gangguan alat indera, atau gangguan psikologis lainnya,
c. Underachiever merupakan siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat potensi intelektual yang tergolong di atas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah.
d. Slow learner atau lambat belajar adalah siswa yang lambat dalam proses belajar, sehingga dia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang sama.
e. Learning disabilities atau ketidakmampuan belajar mengacu pada gejala dimana siswa tidak mampu belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil belajar di bawah potensi intelektualnya (Sofiana Fuada, 2014: 17).
3. Faktor-Faktor Kesulitan Belajar
Dalam belajar tidaklah selalu berhasil, tetapi sering kali hal-hal yang
mengakibatkan kegagalan atau setidaknya menjadi gangguan yang
menghambat kemajuan belajar. Kegagalan atau kesulitan belajar biasanya ada
hal atau faktor yang menyebabkannya. (Koestoer Parto Wisastro dalam
Sofiana Fuada, 2014: 21) menyatakan bahawa faktor-faktor yang
mempengaruhi kesulitan belajar adalah faktor internal yaitu faktor yang
datang dari dalam diri sendiri dan faktor eksternal yaitu faktor yang datang
dari luar seseorang.
a. Faktor Internal (diri sendiri)
Faktor internal adalah faktor yang bersumber dari dalam diri individu itu
sendiri, yang dapat dibedakan atas beberapa faktor yaitu intelegensi, minat,
1) Intelegensi
Intelegensi ini dapat mempengaruhi kesulitan belajar seorang anak.
Keberhasilan belajar seorang anak ditentukan dari tinggi rendahnya tingkat
kecerdasan yang dimilikinya, dimana seorang anak yang memiliki tingkat
kecerdasan yang tinggi cendrung akan lebih berhasil dalam belajarnya
dibandingkan dengan anak yang intelegensinya rendah.
2) Minat
Faktor minat dalam belajar sangat penting. Hasil belajar akan lebih
optimal bila disertai dengan minat. Dengan adanya minat mendorong kearah
keberhasilan, anak yang berminat terhadap suatu pelajaran akan lebih mudah
untuk mempelajarinya dan sebaliknya anak yang kurang berminat akan
mengalami kesulitan dalam belajarnya.
Dari pendapat tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa minat sangat
diperlukan dalam belajar, karena minat itu sendiri sebagai pendorong dalam
belajar dan sebaliknya anak yang kurang berminat terhadap belajarnya akan
cenderung mengalami kesulitan dalam belajarnya.
3) Bakat
Bakat merupakan kemampuan seseorang yang unggul diantara
kemampuan-kemampuan dibidang lain yang dimilikinya. Bakat ini dapat
menyebabkan kesulitan belajar, jika bakat ini kurang mendapatkan perhatian.
Hal ini sesuai dengan pendapat yang menjelaskan bahwa: bakat setiap
orang berbeda-beda, orang tua kadang-kadang tidak memperhatikan faktor
Anak sering diarahkan sesuai dengan kemauan orang tuanya, akibatnya
bagi anak merupakan sesuatu beban, tekanan dan nilai-nilai yang ditetapkan
oleh anak buruk serta tidak ada kemauan lagi untuk belajar.
Dari pendapat tersebut, dapat dijelaskan bahwa adanya pemaksaan dari
orang tua didalam mengarahkan anak yang tidak sesuai dengan bakatnya
dapat membebani anak, memunculkan nilai-nilai yang kurang baik, bahkan
dirasakan menjadi tekanan bagi anak yang akhirnya akan berakibat kurang
baik terhadap belajar anak di sekolah.
4) Kepribadian
Faktor kepribadian dapat menyebabkan kesulitan belajar, jika tidak
memperhatikan fase-fase perkembangan (kepribadian) seseorang. Hal ini
sebagaimana pendapat menjelaskan bahwa: fase perkembangan kepribadian
seseorang tidak selalu sama (Ngalim Purwanto dalam Sofiana Fuada, 2014:
23). Fase pembentuk kepribadian ada beberapa fase yang harus dilalui.
Seorang anak yang belum mencapai suatu fase tertentu akan
mengalami kesulitan dalam berbagai hal termasuk dalam hal belajar.
Dari pendapat tersebut, menunjukkan bahwa tidak semua fase-fase
perkembangan (keperibadian) ini akan berjalan dengan begitu saja tanpa
menimbulkan masalah, malah ada fase tertentu yang menimbulkan berbagai
persoalan termasuk dalam hal kesulitan dalam belajar.
b. Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah merupakan faktor yang datang dari luar diri
faktor keluarga, faktor sekolah dan faktor masyarakat.
1. Faktor Keluarga
Peranan orang tua (kelurga) sebagai tempat yang utama dan pertama
didalam pembinaan dan pengembangan potensi anak-anaknya. Namun, tidak
semua orang tua mampu melaksanakanya dengan penuh tanggung jawab.
Beberapa hal yang dapat menimbulkan persoalan yang bersumber dari keluarga adalah seperti: sikap orang tua yang mengucilkan anaknya, tidak mempercayai, tidak adil dan tidak mau menerima anaknya secara wajar. Broken home, perceraian, percekcokan, didikan yang otoriter, terlalu lemah dan memanjakannya, orang tua tidak mengetahui kemampuan anaknya, sifat kepribadian, minat, bakat, dan sebagainya. (Slameto dalam Sofiana Fuada, 2014: 24)
Dari pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa yang menimbulkan
persoalan atau sumber permasalahan adalah sikap orang tua yang
mengucilkan anaknya, tidak mempercayai, tidak adil dan tidak mau
menerima anaknya secara wajar, broken home, perceraian, percekcokan dan
orang tua yang tidak tahu kemampuan anaknya.
2. Faktor Sekolah
Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal setelah keluarga dapat
menjadi masalah pada umumnya, dan khususnya masalah kesulitan belajar
pada siswa.
a) Interaksi Guru dan Murid
Guru yang kurang interaksi dengan murid secara harmonis, menyebabkan
proses belajar mengajar kurang lancar. Sehingga siswa merasakan adanya
jarak antara guru dan murid maka siswa sulit untuk terlibat aktif dalam
Dalam interaksi yang baik, siswa akan menyukai gurunya, juga akan
menyukai mata pelajaran yang diberikannya sehingga siswa berusaha
mempelajari sebaik-baiknya.
b) Hubungan Antar Siswa
Hubungan antar siswa sangat diperlukan oleh siswa yang mengalami
kesulitan belajar. Dengan adanya hubungan yang baik maka siswa dapat
bertanya pada teman yang lain apabila mengalami kesulitan belajar.
c) Cara Penyajian
Cara mengajar merupakan faktor yang penting dalam pengaruh kesulitan
siswa dalam belajar. Bagaimana sikap dan kepribadian guru tinggi rendahnya
pengetahuan yang dimiliki guru dan bagaimana guru itu mengajarkan
pengetahuan terhadap anak didiknya turut menentukan bagaimana hasil
belajar yang dapat dicapai anak.
Metode mengajar guru yang kurang menarik akan mempengaruhi belajar
siswa yang kurang baik pula. Metode mengajar yang kurang baik itu
dapat terjadi misalnya karena guru kurang persiapan dan kurang menguasai
bahan yang akan diajarkan sehingga guru tersebut menyajikannya tidak jelas
atau sikap guru terhadap siswa dan terhadap mata pelajaran itu tidak baik.
Bila seorang guru mengajarkan suatu mata pelajaran, dia tidak hanya
mengutamakan mata pelajaran yang akan diajarkan tetapi juga harus
memperhatikan anak itu sendiri sebagai manusia yang perlu dikembangkan
d) Metode Belajar.
Banyak siswa melakukan metode yang keliru. Sehingga siswa
memerlukan bimbingan dari guru dengan belajar yang efektif.
3. Faktor Masyarakat
a) Teman
Dalam berteman anak harus mendapat perhatian juga. Siswa yang
berteman dengan anak yang rajin belajar akan dapat berdampak positif bagi
siswa tersebut.
b) Cara Hidup Lingkungan
Situasi lingkungan sangat berpengaruh terhadap masalah belajar anak,
situasi rumah yang kondusif untuk belajar menjadikan anak akan
berpengaruh rajin belajar
4. Karakteristik Mata Pelajaran IPS SD
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) mengkaji seperangkat peristiwa, fakta,
konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Mata pelajaran
IPS merupakan rancangan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman,
pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat,
dimana kemampuan tersebut diperlukan untuk memasuki kehidupan
masyarakat yang dinamis (Permendiknas dalam Dedi Rizkia Saputra, 2015:
13).
Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di SD harus memperhatikan
kebutuhan anak yang berusia antara 6-12 tahun. Adapun karakteristik siswa
14) adalah termasuk dalam fase operasional konkret (7-11/12 tahun).
Pengembangan operasi konkrit menuju tahapan selanjutnya memerlukan
aktifitas di pihak anak, menulis sajak lebih efektif dari pada membaca sajak,
turut serta bermain dalam suatu pementasan lebih berguna dari pada
menontonnya, semua itu membantu anak dalam proses pengembangan
kognitif (Danim dalam Dedi Rizkia Saputra, 2015: 14). Mereka memandang
dunia dalam keseluruhan yang utuh, dan menganggap tahun yang akan datang
sebagai waktu yang masih jauh. Yang mereka pedulikan adalah sekarang
(kongkrit) dan bukan masa depan yang belum mereka pahami (abstrak).
Padahal bahan materi IPS penuh dengan pesan-pesan yang bersifat abstrak.
Konsep-konsep seperti waktu, perubahan, kesinambungan (continuity), arah
mata angin, lingkungan, ritual, akulturasi, kekuasaan, demokrasi, nilai,
peranan, permintaan, atau kelangkaan adalah konsep-konsep abstrak yang
dalam program studi IPS harus dibelajarkan kepada siswa SD.
5. Ruang Lingkup Mata Pelajaran IPS SD
Mata pelajaran IPS disusun secara sistematis, komprehensif, dan terpadu
dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam
kehidupan di masyarakat. Dengan pendekatan tersebut diharapkan anak akan
memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam pada bidang ilmu
yang berkaitan. Pembelajaran IPS adalah untuk mendidik dan memberi
bekal kemampuan dasar kepada siswa untuk mengembangkan sesuai dengan
bakat, minat, kemampuan dan lingkungannya, serta berbagai bekal bagi
siswa untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Berdasarkan pengertian dari pendidikan IPS tampaknya dibutuhkan suiatu
pola pembelajaran yang mampu menjebatani tercapai tujuan.
Kemampuan dan keterampilan guru dalam memilih dan
Kompetensi dalam materi ini adalah menghargai, berbagai peninggalan dan
tokoh sejarah yang berskalah nasional pada masa Hindu-Budha dan Islam,
keragaman kenampakan alam dan suku bangsa serta kegiatan ekonomi di
Indonesia. Kompetensi yang ingin dicapai adalah menghargai keragaman
suku bangsa dan budaya di Indonesia. Dalam penelitian ini materi dibatasi
pada materi Keragaman Suku Bangsa dan Budaya di Indonesia.
6. Keragaman Suku Bangsa dan Budaya di Indonesia
Suku bangsa adalah kesatuan sosial yang dapat dibedakan dari kesatuan
sosial lain berdasarkan kesadaran akan identitas perbedaan kebudayaan,
khususnya bahasa. Suku-suku bangsa di Indonesia tersebar dari Sabang
sampai Merauke. Beberapa suku bangsa di Provinsi Indonesia dapat dilihat
pada tabel berikut.
Tabel 2.1 Nama Suku di Indonesia
No. Nama Provinsi Nama Suku
1. Nanggroe Aceh Darusaalam Aceh, Gayo, Alas, Kluet Singkil
2. Sumtera Utara Melayu, Batak, Nias, Maya
3. Sumatera Barat Minangkabau, Melayu, Mentawai
4. Riau Melayu, Akit, Talang Mamak
5. Bangka Belitung Melayu
6. Jambi Melayu, Kubu, Batin, Kerinci
7. Bengkulu Melayu, Rejang, Pekal, Enggano
8. Sumatera Selatan Melayu, Kikimkomering, Kubu
9. Lampung Pubian, Sungkai, Sepucih
10. Banten Sunda, Badui
No. Nama Provinsi Nama Suku
12. Jawa Barat Sunda
13. Jawa Tengah Jawa, Samin, Karimun, Kangean
14. D.I. Yogyakarta Jawa
15. Jawa Timur Jawa, Tengger, Madura
16. Bali Bali
17. Nusa Tenggara Barat Sasak, Mbojo, Dompu, Tarlawi
18. Nusa Tenggara Timur Sumba, Flores, Alor, Roti, Bima
19. Kalimantan Barat Melayu, Dayak, Kayau, Skadau
20. Kalimantan Tengah Melayu, Dayak, Kapuas, Ngaju
21. Kalimantan Timur Melayu, Dayak, Ngaju, Punan
22. Kalimantan Selatan Banjar, Dayak, Dusun, Laut
23. Sulawesi Utara Minahasa, Sangir, Talaud
24. Gorontalo Gorontalo
25. Sulawesi Tengah Toraja, Tomini, Toli-Toli, Kulawi
26. Sulawesi Selatan Makassar, Toraja, Bugis
27. Sulawesi Tenggara Buton, Mekongga, Kabaina
28. Maluku Tanimbar, Ambon, Seram, Saparua,
Aru, Kisar, Ternate
29. Papua Barat Salawati, Bintuni, bacanca
30. Papua Tengah Yapen, Biak, Mamika, Numfor
31. Papua Timur Sentani, Asmat, Dani, Senggi
Sebagai bangsa yang majemuk, menghormati keragaman suku bangsa
merupakan salah satu cara menjaga persatuan dan kesatuan. Menghormati
keragaman suku bangsa harus diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari.
a. Menghargai adat istiadat dan budaya warga yang berbeda
b. Menciptakan kerukunan dalam masyarakat yang majemuk seperti
kerukunan dalam sebuah keluarga
c. Memupuk semanagat tolong-menolong antarsesama warga
d. Membiasakan bermusyawarah untuk menyelesaikan masalah
e. Mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi dan
golongan.
Masyarakat Indonesia terdiri atas bermacam-macam suku bangsa. Tiap
suku bangsa mempunyai bentuk kebudayaan daerah yang berbeda-beda.
Keragaman ini merupakan cermin kemampuan tiap suku bangsa dalam hidup
bermasyarakat. Keragaman budaya Indonesia terlihar pada jenis-jenis
kesenian daerah, rumah adat, pakaian adat, senjata tradisional, pertunjukan
daerah, tradisi, dan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Tabel 2.2 Jenis-Jenis Tarian di Indonesia
No. Asal Daerah Nama Tarian
1. Aceh Seudati dan Saman
2. Batak Tor-Tor, Sigale-gale
3. Minangkabau Tari Piring, Lilin
4. Bengkulu Sekapur Sirih, Pucugading
5. Riau Tandak, Joget Lambak
6. Sumatera Selatan Janggal, Bekhusek
7. Lampung Jangger, Melinting
8. Jawa Barat Topeng, Jaipong, Merak
No. Asal Daerah Nama Tarian
10. Jawa Timur Remo dan Jejer
11. Bali Pendet, Legong, Kecak
12. Minahasa Maengket
13. Maluku Cakalele dan Lenso
14. Jakarta Cokek
15. Sulawesi Selatan Kipas dan Bosara
Tabel 2.3 Jenis-jenis Lagu Daerah di Indonesia
No. Asal Daerah Judul Lagu
1. Aceh Bungong Jaeumpa
2. Tapanuli Lisoi, Piso Surit
3. Jambi Injit-injit Semut
4. Sunda Bubuy Bulan dan Es Lilin
5. Jawa Jamuran dan Ilir-ilir
6. Makassar Angin Mamiri
7. Papua Apuse dan Yamko Rambe Yamko
8. Minahasa Inanikeke
9. Jakarta Jali-jali dan Kicir-kicir
10. Sumatera Barat Kampuang nan jauh di mato
11. Riau Soleram
12. Kalimantan Barat Cik-cik Periuk
Tabel 2.4 Pakaian Adat di Indonesia
No. Asal Daerah Nama Tarian
1. Batak Ulos
2. Sulawesi Selatan Baju Bodo
3. Sunda Kebaya
4. Aceh Baju Inong
5. Jawa Tengah Beskap
6. NTB Baju Poro
7. Minangkabau Baju Kurung
8. Kalimantan Selatan Baju Kayang
Tabel 2.5 Nama Rumah Adat di Indonesia
No. Asal Daerah Nama Tarian
1. Jawa Barat Kasepuhan
2. Minangkabau Gadang
3. Kalimantan Tengah Betang
4. Jawa Joglo
5. Sumatera Selatan Limas
6. Papua Kariwari
7. Sulawesi Selatan Tongkonan
8. Batak Gorga
9. Kalimantan Selatan Panjang
Tabel 2.6 Pertunjukan Rakyat di Indonesia
No. Asal Daerah Pertunjukan Rakyat
1. Jawa Tengah Wayang Kulit dan Ketoprak
2. Jawa Barat Wayang Golek dan Tarling
3. Jawa Timur Ludruk dan reog
4. Jakarta Lenong dan Ondel-ondel
5. Riau Makyong
6. Sumatera Barat Randai
7. Banten Debus
8. Nias Loncat Batu
Bangsa Indonesia harus melestarikan kebudayaan yang beraneka ragam.
Caranya dengan mengembangkan kebudayaan daerah dan menghargai
kebudayaan daerah lainnya. Saling menghormati budaya perlu
dikembangkan. Tujuannya agar kebudayaan bangsa Indonesia tetap lestari.
Kebudayaan daerah perlu dikembangkan sehingga menjadi kebudayaan
nasional. Dengan demikian, keragaman suku bangsa dan budaya Indonesia
dapat menjadi pemersatu bangsa. Pembinaan kebudayaan daerah dapat
dilakukan melalui:
a. Pertukaran kesenian daerah
b. Pembentukan organisasi kesenian daerah
c. Penyebarluasan seni budaya melalui berbagai media, seperti radio, TV,
surat kabar serta majalah,
d. Penyelenggaraan seminar mengenai seni budaya daerah
e. Membentuk sanggar tari daerah
7. Metode Bermain Peran
Bermain peran sebagai suatu model pembelajaran bertujuan untuk
membantu siswa menemukan diri (jati diri) didunia sosial dan memecahkan
dilema dengan bantuan kelompok (Uno Hamzah dalam Dedi Rizkia Saputra,
2015: 29). Hal ini berarti, melalui bermain peran siswa belajar menggunakan
konsep peran, menyadari adanya peran-peran yang berbeda dan memikirkan
perilaku dirinya dan perilaku orang lain. Uno juga mengungkapkan bahwa:
“Proses bermain peran dapat memberikan contoh kehidupan perilaku manusia yang berguna sebagai sarana bagi siswa untuk: (a) Menggali perasaannya; (b) Memperoleh inspirasi dan pemahaman yang berpengaruh terhadap sikap, nilai dan persepsinya; (c) mengembangkan keterampilan dan sikap dalam memecahkan masalah; (d) mendalami mata pelajaran dengan berbagai cara.”
Pembelajaran bermain peran adalah suatu cara penguasasan bahan-bahan
pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa (Hamdani,
dalam Dedi Rizkia Saputra, 2015: 29). Pengembangan imajinasi dan
penghayatan itu dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh
hidup atau benda mati. Metode ini banyak melibatkan siswa dan membuat
siswa senang belajar serta metode ini mempunyai nilai tambah yaitu: (a)
dapat menjamin partisipasi seluruh siswa dan memberi kesempatan yang
sama untuk menunjukkan kemampuannya dalam bekerja sama hingga
berhasil, (b) permainan merupakan pengalaman yang menyenangkan bagi
siswa. Permainan pada umumnya dilakukan oleh lebih dari satu
orang, bergantung pada apa yang diperankan.
pembelajaran terencana yang dirancang untuk mencapai tujuan-tujuan
pendidikan yang spesifik (Hisyam Zaini, dalam Dedi Rizkia Saputra, 2015:
14). Lebih lanjut dikatakan bahwa bermain peran berdasarkan pada tiga
aspek utama dari pengalaman peran dalam kehidupan sehari-hari, yaitu: (a)
Mengambil peran (role taking), yaitu tekanan ekspetasi-ekspetasi sosial
terhadap pemegang peran, missal sebagai anak, sebagai polisi dan lain- lain;
(b) Membuat peran (role making), yaitu kemampuan penegang peran utnuk
berubah secara dramatis dari satu peran ke peran yang lain dan menciptakan
serta memodifikasi peran sewaktu-waktu diperlukan; (c) Tawar menawar
(role negotiation), yaitu tingkat dimana peran-peran dinegosiasikan
dengan pemegang-pemegang peran yang lain dalam parameter dan hambatan
interaksi sosial.
Dalam metode bermain peran ini beberapa siswa memainkan peran atau
tokoh seperti pada soal yang diberikan, kemudian siswa yang lain
mengidentifikasi informasi yang diberikan dari soal tersebut seperti apa
yang diketahui dan apa yang ditanyakan. Setelah itu siswa mendiskusikan
soal tersebut beserta penyelesaiannya, kemudian salah satu siswa
menuliskan jawaban yang diperoleh di papan tulis dan dibahas
bersama-sama. Dengan menggunakan metode bermain peran diharapkan kemampuan
pemahaman dapat dimiliki siswa. Karena dengan metode bermain peran
dapat mengarahkan siswa lebih merasakan secara langsung berproses
nyata seperti dalam kehidupan sehari -hari misalnya banyaknya
macam-macam kebutuhan, berbagai cara pemenuhan kebutuhan, berbagai kegiatan
Keberhasilan model pembelajaran melalui bermain peran tergantung pada
kualitas permainan peran (enactment) yang diikuti dengan analisis
terhadapnya. Di samping itu, tergantung pula pada persepsi siswa tentang
peran yang dimainkan terhadap situasi yang nyata (real life situation).
8. Langkah-Langkah Metode Bermain Peran
Keberhasilan model pembelajaran melalui bermain peran tergantung pada
kualitas permainan peran (enactment) yang diikuti dengan analisis
terhadapnya. Di samping itu, tergantung pula pada persepsi siswa tentang
peran yang dimainkan terhadap situasi yang nyata (real life situation). Uno
Hamzah (dalam Dedi Rizkia Saputra, 2015: 31) menyebutkan prosedur
bermain peran terdiri atas sembilan langkah, yaitu (1) pemanasan (warming
up), (2) memilih partisipan, (3) menyiapkan pengamat (observer), (4) menata
panggung, (5) memainkan peran (manggung), (6) diskusi dan evaluasi, (7)
memainkan peran ulang (manggung ulang), (8) diskusi dan evaluasi
kedua, (9) berbagai pengalaman dan kesimpulan.
Sedangkan menurut Miftahul Huda (dalam Dedi Rizkia Saputra, 2015:
31) menjelaskan esensi role pla ying adalah keterlibatan partisipan dan
peneliti dalam situasi permasalahan dan adanya keinginan untuk
memunculkan resolusi damai serta memahami apa yang dihasilkan dari
keterlibatan langsung ini. Bermain peran berfungsi untuk mengeksplorasi
perasaan siswa, mentranfer dan mewujudkan pandangan mengenai
perilaku, nilai dan persepsi siswa, mengembangkan skill pemecahan
masalah dan tingkah laku dan mengekplorasi materi pelajaran dengan cara
Selanjutnya, sintak atau langkah-langkah dalam menerapkan bermain
peran terdiri dari tahap-tahap :
a. Guru menyusun/menyiapkan skenario yang akan ditampilkan
b. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan kompetensi yang ingin dicapai
c. Guru memberikan skenario untuk dipelajar
d. Guru menunjuk beberapa siswa untuk mempelajari skenario
dalam waktu beberapa hari sebelum KBM (Kegiatan Belajar Mengajar)
e. Guru menunjuk beberapa peserta didik untuk memainkan peran sesuai dengan tokoh yang terdapat pada skenario
f. Peserta didik yang telah ditunjuk bertugas memainkan peran maju dan bermain peran di depan peserta didik lainnya
g. Peserta didik yang tidak bermain peran berada dalam
kelompoknya sambil mengamati skenario yang diperagakan, mengamati kejadian khusus dan mengevaluasi peran peran masing-massing tokoh
h. Setelah selesai ditampilkan, masing-masing peserta didik
diberikan lembar kerja untuk membahas penampilan masing-masing kelompok
i. Masing-masing kelompok menyampaikan hasil kesimpulannya
j. Peserta didik merefleksi kegiatan bersama-sama
k. Guru memberikan kesimpulan secara umum (Ridwan Abdullah
Sani, 2013: 171)
9. Alasan Bermain Peran Digunakan di Kelas
Menurut Hisyam Zaini (2008: 100), alasan digunakan metode role
playing di dalam kelas antara lain adalah:
a. Mendemonstrasikan pengetahuan, keterampilan dan
kemampuan yang diperoleh
b. Mendemonstrasikan integrasi pengetahuan praktis
c. Membandingkan dan mengkontraskan posisi-posisi yang diambil dalam pokok permasalahan
d. Menerapkan pengetahuan dan pemecahan masalah
e. Menjadikan problem yang abstrak menjadi kongkrit f. Membuat spekulasi terhadap ketidakpastian yang meliputi
pengetahuan
g. Melibatkan peserta didik dalam pembelajaran yang langsung dan eksperiensial
h. Mendorong peserta didik memanipulasi pengetahuan dalam
i. Mendorong pembelajaran seumur hidup
j. Mempelajari bidang tertentu dari kurikulum secara selektif k. Memfasilitasi ekspresi sikap dan perasaan peserta didik dengan
sah
l. Mengembangkan pemahaman yang empatik
m.Memberi feedback yang segera bagi pelajar dan peserta didik
Dengan demikian, penggunaan metode bermain peran (role
playing) untuk menambah motivasi belajar siswa sehingga kemampuan siswa
menyelesaikan soal evaluasi akan menigkat dan berdampak positif pada hasil
belajar siswa. Dalam permainan peran, pemeran maupun tokoh disesuaikan
dengan usia anak dan permasalahannya. Melalui metode bermain peran,
siswa akan tertarik, senang dan bersemangat mengerjakan soal yang
diberikan karena dapat menyerap konsep pembelajaran dengan mudah.
10.Kelebihan dan Kelemahan Metode Bermain Peran
Menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Zain (dalam Tri Haryanto, 2014:
23-24) menyatakan bahwa:
a. Kelebihan metode bermain peran meliputi: 1) Siswa melatih dirinya
untuk melatih, memahami dan mengingat isi bahan yang akan didramakan. Dapat berkesan dengan kuat dan tahan lama dalam ingatan siswa, 2) Siswa akan terlatih untuk berinisiatif dan berkreatif. Pada waktu memainkan drama para pemain dituntut untuk menggunakan pendapat. Sangat menarik bagi siswa, sehingga memungkinkan kelas menjadi dinamis dan penuh antusias, 3) Bakat yang terdapat pada siswa dapat dipupuk sehingga dimungkinkan akan muncul atau tumbuh bibit seni drama dari sekolah, 4) Kerja sama antar pemain dapat ditumbuhkan dan dibina dengan sebaik-baiknya, 5) Siswa memperoleh kebiasaan untuk menerima dan membagi tanggung jawab dengan sesamanya, 6) Bahasa lisan siswa dapat dibina menjadi bahasa yang baik agar mudah dipahami oleh orang lain.
b. Kelemahan metode bermain peran meliputi: 1) Sebagian besar anak
siswa, 2) Bermain peran memerlukan waktu yang relatif panjang atau banyak, 3) Memerlukan tempat yang luas, 4) Sering kelas lain terganggu oleh suara pemain dan para penonton yang kadang-kadang bertepuk tangan sehingga menggangu kelas lain.
11.Prinsip-Prinsip Bermain Peran
Menurut Suwardi (dalam Ahmidatur Rahmawati, 2015)
prinsip dasar dalam pembelajaran bermain sebagai berikut:
a. Setiap anggota kelompok (siswa) bertanggung
jawab atas segala sesuatu yang dikerjakan dalam
kelompoknya.
b. Setiap anggota kelompok (siswa) harus
mengetahui bahwa semua anggota adalah tim.
c. Kelompok mempunyai tujuan yang sama.
d. Setiap anggota kelompok (siswa) harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya. e. Setiap anggota kelompok (siswa) akan dikenai evaluasi.
f. Setiap anggota kelompok (siswa) berbagi kepemimpinan dan membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.
g. Setiap anggota kelompok (siswa) akan diminta
mempertanggung jawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok bermain.
Menurut Uno Hamzah B (dalam Dalyana, 2012) proses simulasi
tergantung pada peran guru/fasilitator. Ada empat prinsip yang harus
dipegang oleh fasilitator/guru, yakni sebagai berikut:
a. Penjelasan. Untuk melakukan simulasi pemain harus benar-benar memahami aturan main. Oleh karena itu, guru/fasilitator hendaknya memberikan penjelasan dengan sejelas-jelasnya tentang aktivitas yang harus dilakukan berikut konsekuensi-konsekuensinya.
b. Mengawasi (refereeing). Simulasi dirancang untuk tujuan tertentu dengan aturan dan prosedur main tertentu. Oleh karena itu guru/fasilitator harus mengawasi jalannya simulasi sehingga berjalan sebagaimana seharusnya.
c. Melatih (coaching). Dalam simulasi, pemain/peserta akan mengalami kesalahan. Oleh karena itu, guru/fasilitator harus
memberikan saran, petunjuk atau arahan sehingga
d. Diskusi. Dalam simulasi, refleksi menjadi bagian penting. Oleh karena itu, setelah simulasi selesai, fasilitator harus mendiskusikan beberapa hal seperti: kesulitan-kesulitan,
hikmah yang bisa diambil, bagaimana memperbaiki
kekurangan simulasi dan sebagainya.
12.Tujuan Penerapan Metode Bermain Peran
Secara garis besar pembelajaran bermain peran bertujuan untuk mendorong
peserta didik untuk turut aktif dalam pemecahan sambil menyimak secara
seksama bagaimana orang lain berbicara mengenai masalah yang sedang
dihadapinya. Melalui bermain peran dalam pembelajaran, peserta didik juga
dapat mengekplorasi perasaannya, memperoleh wawasan tentang sikap, nilai
dan persepsinya mengenai suatu hal, mengembangkan keterampilan dan sikap
dalam memecahkan masalah yang dihadapi dan mengekplorasi inti
permasalahan yang diperankan melalui berbagai cara.
Kemudian menurut Vera (2012: 128-129), metode bermain peran memiliki
tujuan-tujuan sebagai berikut:
a. Dapat menjabarkan pengertian (konsep) dalam bentuk praktik dan contoh-contoh yang menyenangkan.
b. Dapat menanamkan semangat peserta didik dalam memecahkan
masalah ketika memerankan sekenario yang dibuat.
c. Dapat membangkitkan minat peserta didik terhadap materi pelajaran yang diajarkan.
d. Permainan peran bisa pula memupuk dan mengembangkan suatu
rasa kebersamaan dan kerjasama antar peserta didik ketika memainkan sebuah peran.
13.Kajian Penelitian yang Relevan
Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini adalah:
1. Penelitian Dedi Rizkia Saputra (Skripsi, 2015) yang berjudul “Penerapan
Metode Role Playing untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPS pada Siswa
Kelas V SD Negeri 2 Kecemen, Manisrenggo, Klaten. Hasil Penelitian
berupa kesimpulan bahwa penerapan metode role playing telah berhasil
meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini tampak dari hasil pengamatan
dan tes evaluasi hasil belajar yang dikerjakan oleh siswa. Nilai rata-rata
pada kondisi awal/pra tindakan hanya sebesar 59.64, meningkat pada
siklus I menjadi 67.86, dan meningkat lagi pada siklus II menjadi 75.
Presntase ketuntasan belajar pada kondisi awal/pra tindakan hanya sebesar
57.14%, meningkat pada siklus I menjadi 71.43% dan meningkat lagi pada
siklus II menjadi 92.9%.
2. Penelitian Adelia Shinta Dewi (Skripsi, 2010) yang berjudul “Penerapan
Model Role Playing pada Mata Pelajaran IPS untuk Meningkatkan
Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa Kelas IV SDN Purwodadi 3, Kecamatan
Blimbing, Kota Malang. Hasil Penelitian berupa kesimpulan bahwa
penerapan model role playing telah berhasil meningkatkan aktivitas dan
hasil belajar siswa kelas IV SDN Purwodadi 3. Hal ini tampak dari
perolehan observasi tentang aktivitas siswa serta rata-rata postes yang
terus meningkat. Dan dari hasil evauasi belajar pada siklus I diperoleh
rata-rata 74,48 menjadi 83.21 pada siklus II. Presentase ketuntasan siklus I
Penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya seperti
yang telah disebutkan di atas, akan tetapi saling terkait dan mendukung. Pada
penelitian Dedi Rizkia Saputra penerapan metode bermain peran (role
playing) berhasil untuk meningkatkan hasil belajar IPS siswa kelas V dan
Adelia Shinta Dewi penerapan model bermain peran (role playing) juga
berhasil meningkatkan hasil belajar IPS pada siswa kelas IV. Penelitian ini
sendiri untuk mengatasi kesulitan-kesulitan belajar IPS melalui penerapan
metode bermain peran pada siswa kelas V.
B. Kerangka Pikir
Pembelajaran IPS di SD Negeri 1 Katobengke pada umumnya masih
menggunakan metode ceramah yang hanya berpusat pada guru tanpa
menggunakan variasi dari metode lain sehingga suasana belajar mengajar terasa
membosankan. Selain itu, materi IPS cenderung padat dengan konsep-konsep
yang bersifat abstrak khususnya pada materi ajar Keragaman Suku Bangsa dan
Budaya di Indonesia. Padahal anak kelas V yang umumnya berusia 10-12 tahun
termasuk dalam fase operasional konkret. Dampak yang ditimbulkan adalah siswa
mengalami kesulitan belajar IPS yang ditandai dengan hasil belajar yang rendah,
siswa yang selalu pasif, dan tidak mengerjakan tugas. Guru sebagai penyampai
materi ajar harus mampu membuat suasana menyenangkan dalam proses belajar
mengajar sehingga siswa dengan mudah memahami isi materi tanpa mengalami
kesulitan belajar. Dalam menciptakan suasana belajar mengajar IPS yang
menyenangkan dapat menggunakan metode bermain peran. Metode bermain
integrasi pengetahuan praktis dan menjadikan problem abstrak menjadi kongkrit.
Metode bermain peran dilakukan dengan cara mengarahkan peserta didik untuk
menirukan suatu aktivitas. Guru menyusun dan memfasilitasi permainan peran
kemudian ditindaklanjuti dengan diskusi. Selama permainan peran berlangsung,
peserta didik lain yang tidak turut bermain diberi tugas mengamati, merangkum
pesan tersembunyi dan mengevaluasi permainan peran. Keberhasilan dalam
mengatasi kesulitan belajar IPS pada siswa kelas V dapat diukur melalui aspek
kognitif dan afektif. Penelitian-penelitian sebelumnya yang relevan dengan
penelitian ini telah berhasil meningkatkan hasil belajar siswa melalui penerapan
metode bermain peran. Oleh sebab itu, dengan menggunakan metode yang sama
yaitu penerapan metode bermain peran diharapkan mampu membangun suasana
belajar yang menyenangkan yang pada akhirnya dapat mengatasi kesulitan belajar
siswa sehingga hasil belajar siswa meningkat.
Dengan demikian, gambaran kerangka pikir di atas dapat di lihat pada skema
Kondisi Awal Perlakuan Kondisi Akhir
Berdaskan uraian kerangka pikir di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah
metode bermain peran dapat mengatasi kesulitan-kesulitan belajar IPS dengan
materi pokok Keragaman Suku Bangsa dan Budaya di Indonesia pada siswa kelas
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di kelas V SD Negeri 1 Katobengke
Kecamatan Betoambari kota Baubau. SD Negeri 1 Katobengke letaknya di pinggir
jalan tepatnya di jalan Lakarambau No. 29, Kelurahan Katobengke, Kecamatan
Betoambari, Kota Baubau Sulawesi Tenggara. Sekolah ini berbatasan dengan
rumah-rumah warga kecuali sebelah timur berbatasan dengan Puskesmas
Katobengke. Penelitian ini akan dilaksanakan bulan Oktober pada semester ganjil
tahun ajaran 2016/2017.
B. Subyek Penelitian
Subyek Penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri 1 Katobengke yang
terbagi menjadi tiga kelas yaitu kelas Va, Vb, dan Vc, peneliti mengambil kelas
Vb yang berjumlah 28 siswa yang terdiri dari 14 siswa laki-laki dan 14 siswa
perempuan.
C. Prosedur Tindakan
Prosedur tindakan dengan menggunakan model penelitian tindakan kelas
yang dikembangkan oleh Kemmis dan Mc Taggart (dalam Suharsimi Arikunto,
2010: 137) yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan dan
SIKLUS I
SIKLUS II
Gambar 3.1
Prosedur PTK Model Kemmis dan Taggart (dalam Suharsimi Arikunto, 2010: 137)
Penelitian ini akan dilakukan melalui dua siklus dengan ketentuan setiap
siklus dilakukan dalam 3 kali pertemuan. Tahapan dalam siklus penelitian
tindakan kelas tersebut berlangsung beberapa kali karena kemungkinan ada
beberapa masalah atau kekurangan. Masalah dan kekurangan tersebut selanjutnya
dipecahkan dan diperbaiki pada siklus berikutnya sampai pembelajaran
dinyatakan berhasil.
RENCANA
(RPP I)
REFLEKSI
PELAKSANAAN
(Pembelajaran di Kelas)
REFLEKSI RENCANA
(RPP II)
PELAKSANAAN
(Pembelajaran di Kelas)
D. Tahap Pelaksanaan
1. Siklus I dan Siklus II
Kegiatan pada siklus I meliputi rencana tindakan, tahap pelaksanaan
tindakan, observasi dan refleksi. Sedangkan pada pelaksanaan tindakan siklus II
dilaksanakan tidak jauh berbeda dengan pelaksanaan tindakan siklus I hanya saja
ada beberapa hal yang perlu diperbaiki atau direvisi pada pelaksanaan tindakan
siklus I yang dijadikan acuan untuk membuat perencanaan tindakan siklus II.
a. Rencana Tindakan
1) Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan
menggunakan metode bermain peran pada sub materi ajar Keragaman
Suku Bangsa dan Budaya di Indonesia
2) Menyusun dan mempersiapkan lembar observasi kesulitan belajar
siswa dan performansi guru.
3) Mempersiapkan skenario drama yang akan digunakan siswa
4) Mempersiapkan soal tes untuk mengukur hasil belajar siswa yaitu tes
yang akan diberikan pada setiap akhir siklus.
b. Tahap Pelaksanaan Tindakan
Tindakan ini dilakukan akan berpedoman pada perencanaan yang telah
dibuat dan dalam pelaksanaannya bersifat fleksibel dan terbuka terhadap
perubahan yang memungkinkan untuk diubah. Selama pembelajaran
berlangsung peneliti mengajarkan materi kepada siswa dan mengamati
2. Observasi dan Refleksi
Observasi dilakukan selama proses pembelajaran di kelas berlangsung
dengan menggunakan lembar observasi. Lembar observasi dijadikan sebagai alat
evaluasi untuk menentukan tindakan pada siklus berikutnya. Refleksi adalah
analisis peneliti dari observasi yang dilakukan pada proses pembelajaran dan
mencari permasalahan yang muncul saat pembelajaran serta merencanakan
tindakan yang lebih efektif pada siklus berikutnya.
E. Teknik Pengumpulan Data
Menurut Sugiyono (dalam Dedi Rezkia Saputra, 2015: 54) terdapat dua hal
utama yang mempengaruhi kualitas data hasil penelitian, yaitu kualitas instrumen
penelitian dan kuaitas pengumpulan data. Kualitas pengumpulan data berkenaan
dengan ketepatan cara-cara yang digunakan untuk mengumpulkan data atau
disebut dengan teknik pengumpulan data. Menurut Wina Sanjaya (2013: 248)
instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data.
Tanpa instrumen yang tepat, penelitian tidak akan menghasilkan sesuatu yang
diharapkan karena penelitian memerlukan data empiris yang diperoleh melalui
instrumen dan teknik pengumpulan data yang tepat. Teknik pengumpulan data
dan instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
a. Tes adalah instrumen atau alat untuk mengumpulkan data tentang
kemampuan subjek penelitian dengan cara pengukuran, misalnya untuk
mengukur kemampuan siswa dalam menguasai materi pelajaran tertentu
digunakan tes tertulis tentang pelajaran tersebut (Wina Sanjaya, 2013: 251).
siswa kelas V SD negeri 1 Katobengke pada pertemuan akhir pembelajaran
disetiap siklus.
b. Observasi adalah teknik pengumpulan data dengan cara mengamati secara
langsung maupun tidak tentang hal-hal yang diamati dan mencatatnya pada
alat observasi. Hal-hal yang diamati itu biasa gejala-gejala tingkah laku,
benda-benda hidup ataupun benda mati (Wina Sanjaya, 2013: 270).
Penelitian ini menggunakan observasi partisipatif dimana observer (peneliti)
ikut serta dalam kegiatan yang dilakukan observant (Guru dan Siswa).
Instrumen observasi adalah alat yang berfungsi sebagai pedoman bagi
observer untuk mencatat hasil pengamatannya tentang hal-hal yang menjadi
bahan observasinya. Instrumen observasi dalam penelitian ini berupa lembar
observasi rating scale dengan menggunakan check list. Rating scale
menggunakan check list adalah pedoman observasi yang berisikan dari
semua aspek yang diamati. Dengan pedoman tersebut observer memberi
tanda cek (v) untuk menentukan “ada atau tidak adanya” sesuatu
berdasarkan hasil pengamatannya (Wina Sanjaya, 2013: 274). Observasi
dalam penelitian ini digunakan untuk mengamati kesulitan belajar siswa
dan aktivitas mengajar guru dalam proses belajar.
c. Dokumentasi, teknik dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal
atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah,
prasasti, notulen rapat, lengger, agenda dan sebagainya. Penelitian ini
menggunakan teknik pengumpulan data dokumentasi untuk
pembelajaran dan untuk memperkuat data yang diperoleh. Pada penelitian
ini, dokumentasi berupa dokumen nilai awal siswa yang diperoleh dari guru
kelas V, dokumentasi yang dilakukan dengan cara mengambil foto siswa
pada saat pembelajaran berlangsung, dan dokumentasi berupa catatan harian
guru untuk melihat perkembangan tindakan serta perkembangan siswa
dalam melakukan proses pembelajaran (Wina Sanjaya, 2011: 98).
F. Analisis Data
Menganalisis data adalah suatu proses mengolah dan menginterpretasi data
dengan tujuan untuk mendudukan berbagai informasi sesuai dengan fungsinya
hingga memiliki makna dan arti yang jelas sesuai dengan tujuan penelitian (Wina
Sanjaya, 2011: 106). Dalam penelitian ini sesuai dengan ciri dan karakteristik
serta bentuk hipotesis, analisis data diarahkan untuk mencari dan menemukan
upaya yang dilakukan guru dalam mengatasi kesulitan belajar dan meningkatkan
hasil belajar siswa. Dengan demikian, analisis data dalam penelitian ini dilakukan
dengan analisis deskriptif kualitatif dan analisis deskriptif kuantitatif. Analisis
deskriptif data kualitatif digunakan untuk menentukan peningkatan proses belajar
yang ditandai dengan ketuntasan kesulitan belajar melalui lembar observasi,
sedangkan analisis deskriptif data kuantitatif digunakan untuk menentukan
peningkatan hasil belajar siswa melalui tes evaluasi.
1. Analisis Data Tes Evaluasi
Pendekatan kuantitatif digunakan mengolah semua informasi atau data yang
diwujudkan dalam bentuk angka dengan analisis statistik. Pada akhir setiap siklus
kenaikan sesuai standar nilai yang telah ditentukan, maka diasumsikan bahwa
penerapan metode bermain peran dapat mengatasi kesulitan belajar siswa kelas V
pada materi keragaman suku bangsa dan budaya di Indonesia. Langkah-langkah
untuk dalam menganalisis data tes siswa sebagai berikut:
a) Menetukan nilai akhir belajar yang diperoleh masing-masing siswa
(BSNP dalam Anggita Dwijayanti Kusumaningrum, 2013: 42)
Keterangan:
NA = Nilai Akhir
SP = Skor Perolehan
SM = Skor Maksimal
Nilai yang diperoleh dikelompokkan ke dalam dua kategori berdasarkan
kriteria ketuntasan minimal (KKM) Mata Pelajaran IPS siswa kelas V SD
Negeri 1 Katobengke sebagai berikut.
Tabel 3.1 Kriteria Ketuntasan Minimal
Kriteria ketuntasan Minimal (KKM) Kriteria
≥ 70 Tuntas
< 70 Tidak Tuntas
b) Menentukan nilai rata-rata kelas melalui rumus yang dirujuk dari
Nugroho Soedyarto (2008: 21)
x = =1 .
=1
NA
=
SPKeterangan: x = Mean (nilai rata-rata) xi = Data ke-i
fi = Frekuensi untuk nilai xi
n = Jumlah data
c) Data nilai rata-rata kelas yang diperoleh di distribusikan ke dalam rentang
nilai menurut Ngalim Purwanto (dalam Sriyanti, 2015: 51), yaitu:
Tabel 3.2 Pedoman Penilaian
Kriteria Interval Nilai
Sangat Baik 86 – 100
Baik 76 – 85
Cukup 60 – 75
Kurang 55 – 59
Sangat Kurang ≤ 54
d) Menghitung persentase ketuntasan belajar siswa dengan rumus yang
dirujuk dari Aqib, dkk (dalam Anggita 2013: 43)
Keterangan: TBK = Tuntas Belajar Klasikal
N = Jumlah siswa yang memperoleh nilai ≥ 70
SN = Jumlah siswa
2. Analisis Data Observasi
Analisis deskriptif data kualitatif dilakukan untuk mendeskripsikan hasil
observasi lapangan mengenai kesulitan belajar siswa dan aktivitas mengajar guru
dengan analisis persentase. Adapun pengukuran persentase skor hasil observasi TBK =
N
menggunakan rumus sebagai berikut (Trianto, 2010: 241 dalam Devi Novitasari,
2014: 46):
Persentase (%) = � �
� �� � 100%
Perhitungan persentase skor hasil observasi aktivitas guru tersebut kemudian
ditafsirkan dalam kriteria sebagai berikut (Ngalim Purwanto dalam Devi
Novitasari, 2014: 46)
Tabel 3.3 Kriteria persentase skor
Kriteria Persentase
Sangat Baik 86% - 100%
Baik 76% - 85%
Cukup 60% - 75%
Kurang 55% - 59%
Sangat Kurang 0% - 54%
Sedangkan perhitungan hasil observasi kesulitan belajar siswa ditafsirkan
dalam kriteria tingkat kesulitan siswa yang diadaptasi dari kriteria pemahaman
menurut Arikunto (2010: 28) sebagai berikut.
Tabel 3.4 Kriteria tingkat kesulitan belajar
Kriteria Persentase
Sangat Tinggi 81% - 100%
Tinggi 61% - 80%
Cukup Rendah 41% - 60%
Rendah 21% - 40%