• Tidak ada hasil yang ditemukan

Upaya meningkatkan pembinaan hidup religius para suster yunior puteri reinha rosari dalam menghadapi tantangan zaman sekarang - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Upaya meningkatkan pembinaan hidup religius para suster yunior puteri reinha rosari dalam menghadapi tantangan zaman sekarang - USD Repository"

Copied!
135
0
0

Teks penuh

(1)

UPAYA MENINGKATKAN PEMBINAAN HIDUP RELIGIUS PARA SUSTER YUNIOR PUTERI REINHA ROSARI DALAM MENGHADAPI

TANTANGAN ZAMAN SEKARANG

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh: Ermelinda Du’e NIM: 041124029

0leh: Ermelinda Due NIM: 041124029

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

i

UPAYA MENINGKATKAN PEMBINAAN HIDUP RELIGIUS PARA SUSTER YUNIOR PUTERI REINHA ROSARI DALAM MENGHADAPI

TANTANGAN ZAMAN SEKARANG

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh: Ermelinda Du’e NIM: 041124029

0leh: Ermelinda Due NIM: 041124029

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(3)
(4)
(5)

iv

PERSEMBAHAN

(6)

v MOTTO

“Yesus Kristus Anak Allah yang hidup terang dunia. Aku sembah sujud pada-MU.

Untuk Engkau aku hidup, untuk Engkau aku mati.” (Mgr. Gabriel Manek, SVD, pendiri kongregasi PRR)

(7)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

(8)

vii

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Ermelinda Due

Nomor Mahasiswa : 041124029

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah yang berjudul UPAYA MENINGKATKAN PEMBINAAN HIDUP RELIGIUS PARA SUSTER YUNIOR PUTERI REINHA ROSARI DALAM MENGHADAPI TANTANGAN ZAMAN SEKARANG

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dan membentuk media lain, mengolahnya dalam bentuk pangkalan , mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

(9)

viii ABSTRAK

Skripsi ini berjudul UPAYA MENINGKATKAN PEMBINAAN HIDUP RELIGIUS PARA SUSTER YUNIOR PUTERI REINHA ROSARI DALAM MENGHADAPI TANTANGAN ZAMAN SEKARANG. Pemilihan judul bertitik tolak dari keprihatinan penulis akan kehidupan para suster yunior PRR dan hasil wawancara dengan para suster yunior yang mana mereka kurang setia menjalankan panggilan hidup secara sungguh-sungguh serta menggunakan media komunikasi secara tidak bertanggung jawab. Kenyataan ini perlu mendapat perhatian dalam pembinaan integral yang akan memampukan para suster yunior PRR dalam menghayati hidup sebagai religius yang berkaul.

Permasalahan pokok dalam penulisan skripsi ini adalah bagaimana para suster yunior PRR dapat meningkatkan hidup sebagai religius dalam menghadapi tantangan zaman sekarang. Berdasarkan permasalahan di atas, penulis merumuskan sebagai berikut: Bagaimana proses pembinaan hidup religius bagi para suster yunior PRR selama ini dilaksanakan? Langkah- langkah pokok manakah yang perlu diperhatikan dalam pembinaan hidup religius para suster yunior PRR? Proses pembinaan hidup religius macam apakah yang dirasa efektif bagi para suster yunior PRR saat ini?

Dalam mengkaji permasalahan di atas, penulis menggunakan metode pendekatan langsung melalui wawancara dengan para suster yunior PRR dan pembina yunior yang dipandu dengan pertanyaan penuntun serta penemuan hasil refleksi pribadi dan studi pustaka. Penulisan skripsi ini membahas arti pembinaan secara umum dan arti pembinaan dalam hidup religius, yang meliputi pengertian pembinaan hidup religius pada umumnya, tujuan pembinaan, unsur-unsur yang perlu diperhatikan, pembinaan integral hidup religius, bentuk-bentuk hidup religius, cara hidup religius, langkah-langkah pembinaan serta aspek-aspek yang diharapkan bertumbuh dalam hidup religius. Penulisan ini membahas pula arti pembinaan hidup religius menurut konstitus i kongregasi PRR, yang meliputi pengertian pembinaan hidup religius PRR, tujuan pembinaan, sasaran pembinaan dan jati diri religius PRR. Penulisan ini membahas pula tahap-tahap pembinaan hidup religius pada umumnya melalui masa aspirat, postulat, novisiat, yuniorat dan bina lanjut (on going formation), serta tahap-tahap pembinaan hidup religius menurut konstitusi kongregasi PRR. Penulis membahas pula pembinaan hidup religius para suster yunior PRR dalam menghadapi tantangan zaman yang meliputi pengertian suster yunior menurut konstitusi kongregasi PRR, tantangan-tantangan hidup religius zaman sekarang dan pengaruhnya bagi suster yunior PRR dalam menghayati hidup sebagai religius serta upaya dalam mengatasi tantangan zaman sekarang.

(10)

ix ABSTRACT

This thesis entitles THE EFFORTS TO INCREASE THE RELIGIOUS LIFE FORMATION OF JUNIOR SISTERS OF DOUGHTERS OF REINHA ROSARY IN FACING THE TODAYS CHALLENGE. It is chosen based on the concern about the lives of junior sisters of the Daughters of Reinha Rosary (PRR) and on the result of the interview to junior sisters of the Daughters of Re inha Rosary (PRR) and their formator that they are not fully faithful to live the vocation and that they are using the media of communication in an irresponsible way. The fact needs attention in order to have an integral formation that will enable junior sisters of the Daughters of Reinha Rosary (PRR) to live out the religious life as a professed sister.

The main problem of the thesis is how the junior sisters of the Daughters of Reinha Rosary (PRR) are able to increase the full comprehension of religious life in facing the today’s challenge. Based on the problem above, the writer formulated the problem as follows: How has the formation process of religious life for the junior sisters of the Daughters of Reinha Rosary (PRR) done? What kind of identity of the formation that needs concerning in the formation of the junior sisters of Daughters of Reinha Rosary (PRR)? Which kind of formation of religious life that is effective for the junior sisters of the Daughters of Reinha Rosary (PRR)?

(11)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah yang Mahakuasa atas berkat dan rahmat-Nya yang berlimpah kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul UPAYA MENINGKATKAN PEMBINAAN HIDUP RELIGIUS PARA SUSTER YUNIOR PUTERI REINHA ROSARI DALAM MENGHADAPI TANTANGAN ZAMAN SEKARANG.

Penulisan skripsi ini dilatarbelakangi oleh keprihatinan dan upaya penulis, sebagai seorang yunior kongregasi Puteri Reinha Rosari terhadap perkembangan zaman yang membawa perubahan hidup religius para suster yunior PRR sehingga mulai mengalami kekaburan nilai- nilai religius. Oleh karena itu penulisan skripsi ini bertujuan untuk membantu para suster yunior PRR dalam upaya meningkatkan pembinaan hidup religius sehingga mampu menghadapi tantangan zaman melalui teladan hidup bagi orang lain di tengah zaman yang terus berubah.

Dalam penulisan skripsi ini, banyak pihak membantu memberikan dukungan dan perhatian kepada penulis. Oleh karena itu perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang mulia kepada:

(12)

xi

2. Drs. F.X Heryatno Wono Wulung., S.J, M.Ed., selaku dosen pembimbing akademik atau dosen wali yang dengan penuh kesetiaan mendampingi penulis dari awal studi sampai penyelesaian penulisan skripsi ini.

3. Dra. J. Sri Murtini, M.Si., selaku dosen pembimbing ketiga yang telah mendampingi dan memberikan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

4. Segenap Staf Dosen dan karyawan Prodi IPPAK yang telah mendampingi dan membimbing serta membekali pengetahuan dan ketrampilan bagi penulis selama studi hingga penulisan skripsi ini diselesaikan.

5. Suster Maria Benedictis, PRR, selaku pimpinan umum kongregasi Puteri Reinha Rosari dan dewan pimpinan umum yang telah memberikan kesempatan, kepercayaan kepada penulis untuk menimba ilmu di prodi IPPAK, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

6. Suster Maria Gabriela, PRR, selaku pembina yunior yang setia mendukung, memberikan usul saran kepada penulis hingga penulisan ini diselesaikan.

7. Suster Maria Felixia, PRR, selaku pemimpin komunitas Wisma Magnificat, Yogyakarta yang telah memperhatikan, mendukung serta memberikan ide kepada penulis.

8. Para suster sekomunitas Magnificat, Yogyakarta yang telah memberikan dukungan, perhatian yang besar sejak awal studi hingga penulisan ini diselesaikan. 9. Para suster yunior PRR, khususnya peserta yuniorat wilayah Jawa tahun 2006 s/d

(13)

xii

10.Teman-teman angkatan 2004 yang telah berjuang bersama selama studi, teristimewa Suster Maria Silvina PRR, Suster Maria Xaverine, PRR, Suster Angelina, FCJM, Suster Gratiana, SFD, Frater Ireneus, BHK, Bruder Agustinus, MTB, Bruder Triyono, SCJ, Vincentius Hendy Kurniawan, Marina Yulita.

11.Orang tua dan anggota keluarga yang telah mendukung penulis lewat doa dan cinta serta perhatian selama ini.

12.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya yang selama ini memberikan perhatian dan dukungan bagi penulis.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis terbuka untuk menerima kritik dan saran dari para pembaca demi perbaikan lebih lanjut. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca khususnya bagi para suster yunior kongregasi Puteri Reinha Rosari.

Yogyakarta, 7 November 2008 Penulis

(14)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI... xi

DAFTAR SINGKATAN ... xvi

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penulisan... 1

B. Rumusan Masalah... 5

C. Tujuan Penulisan... 5

D. Manfaat Penulisan... 6

E. Metode Penulisan... 6

F. Sistematika Penulisan ... 7

BAB II. GAMBARAN UMUM PEMBINAAN HIDUP RELIGIUS PARA SUSTER YUNIOR DALAM KONGREGASI PRR ... 9

A. Sejarah Singkat Berdirinya Kongregasi PRR ... 10

1.Faktor-faktor yang melatarbelakangi berdirinya kongregasi PRR ... 10

2.Tujuan berdirinya kongregasi PRR... 13

3.Visi kongregasi PRR ... 14

4.Misi kongregasi PRR ... 14

B. Pembinaan Hidup Religius Yunior PRR dalam Tahun 2006 s/d 2007 ... 15

(15)

xiv

a. Jumlah peserta pertemuan tahun 2006 ... 17

b. Latar belakang pendidikan peserta tahun 2006... 18

c. Waktu pelaksanaan pembinaan tahun 2006 ... 18

d. Materi pembinaan tahun 2006... 19

e. Pembina peserta tahun 2006 ... 21

f. Evaluasi pembinaan tahun 2006 ... 21

2. Pembinaan yunior berkala tahun 2007... 22

a. Jumlah peserta pertemuan tahun 2007 ... 22

b. Latar belakang pendidikan peserta tahun 2007... 23

c. Waktu pelaksanaan pembinaan tahun 2007 ... 24

d. Materi pembinaan tahun 2007... 24

e. Pembina peserta tahun 2007 ... 26

f. Evaluasi pembinaan tahun 2007 ... 26

C. Permasalahan-permasalahan dalam Pembinaan Yunior PRR... 27

1.Permasalahan dari dalam diri yunior ... 27

2.Permasalahan dari luar diri yunior... 28

3.Program pembinaan belum efektif ... 28

4.Program pembinaan di komunitas belum maksimal... 28

BAB III. PEMBINAAN HIDUP RELIGIUS YUNIOR MENURUT KONSTITUSI KONGREGASI PRR DALAM MENGHADAPI TANTANGAN ZAMAN ... 30

A. Pembinaan Hidup Religius ... 30

1. Arti pembinaan secara umum ... 31

a. Pengertian pembinaan... ... 31

b. Tujuan pembinaan... 32

c. Pendekatan-pendekatan dalam program pembinaan... 33

d. Macam- macam pembinaan. ... 34

2.Arti pembinaan dalam hidup religius ... 35

a. Pengertian pembinaan hidup religius pada umumnya ... 36

b. Tujuan pembinaan hidup religius... 37

(16)

xv

d. Pembinaan integral hidup religius ... 40

e. Bentuk-bentuk hidup religius ... 43

f. Cara hidup Kristus bagi hidup religius ... 44

g. Langkah- langkah pembinaan hidup religius ... 46

h. Aspek-aspek yang diharapkan bertumbuh dalam hidup religius ... 48

3. Arti pembinaan hidup religius menurut konstitusi kongregasi PRR ... 50

a. Pengertian pembinaan hidup religius PRR ... 50

b. Tujuan pembinaan hidup religius PRR ... 51

c. Sasaran pembinaan hidup religius PRR ... 52

d. Jati diri dalam pembinaan hidup religius PRR ... 52

B. Tahap-tahap Pembinaan Hidup Religius ... 53

1.Tahap-tahap Pembinaan Hidup Religius pada Umumnya ... 53

a. Aspirat ... 54

b. Postulat... 54

c. Novisiat ... 55

d. Yuniorat ... 56

e. Bina lanjut ... 57

2.Tahap-tahap Pembinaan Hidup Religius menurut konstitusi kongregasi PRR ... 57

a. Promosi panggilan PRR ... 57

b. Postulat... 58

c. Novisiat PRR ... 59

d. Yuniorat PRR... 60

e. Tahap akhir yuniorat PRR... 60

f. Bina lanjut PRR ... 61

g. Usia senja PRR... 61

C. Pembinaan Hidup Religius Para Suster Yunior PRR dalam Menghadapi Tantangan Zaman Sekarang... 62

1.Pengertian suster yunior menurut konstitusi kongregasi PRR... 63

(17)

xvi

hidup religius ... 70

4.Upaya mengatasi tantangan zaman bagi suster yunior PRR... 73

BAB IV. USULAN PROGRAM KATEKESE MODEL SHARED CHRISTIAN PRAXIS SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN PEMBINAAN HIDUP RELIGIUS BAGI PARA SUSTER YUNIOR PRR DALAM MENGHADAPI TANTANGAN ZAMAN SEKARANG ... 76

A. Katekese model Shared Christian Praxis... 76

1.Peristilahan dalam katekese model SCP ... 77

2.Langkah- langkah SCP... 79

a.Langkah I: Pengungkapan Pengalaman Hidup Faktual (Mengungkapkan Pengalaman Peserta) ... 79

b.Langkah II: Refleksi Kritis atas Sharing Pengalaman Hidup Faktual (Mendalami Pengalaman Hidup Peserta) ... 80

c.Langkah III: Mengusahakan Supaya Tradisi danVisi Kristiani Terjangkau (Menggali Pengalaman Iman Kristiani) ... 81

d.Langkah IV: Interpretasi Dia lektis antara Tradisi Kristiani dengan Tradisi dan Visi Peserta (Menerapkan Iman Kristiani dalam Situasi Konkret Peserta)... 82

e.Langkah V: Keterlibatan Baru demi makin Terwujudnya Kerajaan Allah di Dunia (Mengusahakan Aksi Konkret) ... 83

B. Usulan Program Katekese Model Shared Christian Praxis dalam... Upaya Meningkatkan Pembinaan Hidup Religius Suster Yunior PRR ... 85

1.Latar belakang pemilihan program ... 86

2.Usulan tema dan tujuan katekese ... 86

3.Penjabaran program katekese... 89

4.Petunjuk pelaksanaan program ... 91

5.Contoh satuan program (SP) persiapan katekese model SCP... 92

BAB V. PENUTUP ... 103

A. Kesimpulan ... 103

B. Saran... 104

DAFTAR PUSTAKA ... 106

(18)

xvii DAFTAR SINGKATAN

A. Singkatan Kitab Suci

Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci Perjanjian Baru: dengan Pengantar dan Catatan Singkat. (Dipersembahkan kepada Umat Katolik Indonesia oleh Ditjen Bimas Katolik Departemen Agama Republik Indonesia dalam rangka PELITA IV). Ende: Arnoldus, 1984/1985, hal. 8.

B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja

EV : Evangelium Vitae, Ensiklik Bapa Suci Paus Yohanes Paulus II mengenai nilai hidup manusiawi yang tak dapat diganggu-gugat, 25 maret 1995.

GS : Gaudium et Spes, Konstitusi Pastoral Konsili Vatikan II tentang Gereja di dunia dewasa ini, 7 Desember 1965.

PC : Perfectae Caritatis, Dekrit Konsili Vatikan II tentang pembaharuan penyesuaian hidup religius, 28 Oktober 1965.

PV : Pastores Dabo Vobis, Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II tentang pembinaan imam dalam situasi zaman sekarang, 25 Maret 1992. VC : Vita Consecrata, Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II tentang

(19)

xviii C. Singkatan Lain

ASM : Akademi Sekretari Marsudirini DPU : Dewan Pimpinan Umum

FKIP : Fakultas Keguruan dan Ilmu pendidikan Hal : Halaman

IPPAK : Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik Konst : Konstitusi.

KWI : Konferensi Wali Gereja Indonesia Mgr : Monseigneur

PGA : Pendidikan Guru Agama

PGTK : Pendidikan Guru Taman Kanak-kanak Prodi : Program Studi

PRR : Puteri Reinha Rosari PU : Pimpinan Umum s/d : sampai dengan

SCP : Shared Christian Praxis SDB : Serikat Salesian Don Bosco SMA : Sekolah Menengah Atas

SMEA : Sekolah Menengah Ekonomi Atas SP : Satuan Persiapan

(20)

Panggilan hidup religius dipahami sebagai rahmat yang semestinya disyukuri sekaligus sarana untuk melayani Tuhan dan sesama sehingga secara personal rasa syukur tersebut dapat diwujudkan dalam komitmen dan tanggung jawab memurnikan motivasi panggilan yang merupakan latihan yang terus-menerus untuk bersatu dengan Tuhan (Mardiatmadja, 2000: 7). Situasi demikian dialami oleh setiap anggota kongregasi tertentu dalam memilih cara hidup sebagai religius dengan segala konsekuensi yang akan dihadapi.

A. Latar Belakang Penulisan

(21)

2007a: 140). Perkembangan dibidang media masa yang lebih menarik daripada berpikir banyak, suatu media yang menawarkan hiburan sehingga membentuk hidup dalam pengandaian dan angan-angan belaka.

Perkembangan zaman telah membawa kemajuan sekaligus kegelisahan bagi manusia zaman sekarang, suatu perubahan dunia yang perlahan- lahan mempengaruhi pola berpikir, cara bertindak dan berpenampilan. Perubahan-perubahan ini telah mempengaruhi kehidupan kaum religius yang mulai mengaburkan tujuan dan gaya hidup asketis seorang religius. Kehidupan kaum religius terutama para suster yunior mengalami permasalahan ya ng sangat kompleks khususnya dalam pembinaan hidup religius. Faktor- faktor yang menghambat proses perkembangan dan kedewasaan hidup religius, secara khusus suster yunior dalam kongregasi Puteri Reinha Rosari yakni adanya hambatan-hambatan yang berasal dari dalam maupun dari luar diri seorang yunior.

Hambatan-hambatan yang berasal dari luar diri suster yunior seperti situasi komunitas yang kurang kondusif, tuntutan kerja yang terlalu berat dan menyita waktu, kesibukan dalam studi, kecenderungan menikmati acara televisi berjam- jam daripada menciptakan waktu berdoa, bermeditasi, kontemplasi, bacaan rohani, belajar atau menyelesaikan tugas-tugas kampus dan tugas di komunitas, penggunaan handphone yang terus berganti model dan merek tanpa sepengetahuan komunitas.

(22)

menyebabkan yunior bersangkutan kurang dewasa dan matang dalam menyikapi situasi zaman, mudah terbawa arus dan tidak mempunyai prinsip hidup yang jelas.

Hambatan-hambatan yang berasal dari dalam diri suster yunior seperti kurang menjaga keheningan batin, kurang disiplin diri dan waktu, lemahnya daya juang dan refleksi, kurang mendalami bacaan rohani, Kitab Suci dan konstitusi, malas berdoa, kurang bersemangat dan mudah me ngeluh, putus asa, kurang jujur dalam penggunaan handphone, meninggalkan komunitas secara diam-diam tanpa menyampaikan informasi kepada pemimpin dan anggota komunitas. Kejenuhan hati menghadapi pola hidup yang rutinitas sehingga memiliki kecendrungan mengikuti tuntutan hidup berkomunitas secara terpaksa dan mencari kesenangan di luar komunitas serta mempunyai relasi khusus dengan lawan jenis secara eksklusif.

(23)

Permasalahan dalam pembinaan hidup religius zaman sekarang sangat besar maka kompleksitas permasalahan itu memotivasi para pembina mengambil keputusan dan langkah strategis dalam pembinaan yang sesuai dengan situasi zaman. Oleh karena itu para pembina me mbutuhkan dukungan yang memungkinkan mereka bertumbuh dan berkembang dalam membina generasi muda serta mampu menghayati kharisma dan spiritualitas kongregasi PRR. Pembinaan hidup religius suster yunior PRR hendaklah relevan dan sesuai dengan kebutuhan dan situasi zaman sehingga apa yang dicita-citakan kongregasi dapat tercapai. Selama masa yuniorat, para suster dilatih mengembangkan hidup religius, kesediaan untuk diutus ke mana saja dan berjiwa misioner, kesetiaan dalam menghayati ketiga nasihat Injil serta adanya keyakinan bahwa mereka dapat menemukan jati diri dalam panggilan hidup sebagai religius PRR. Seorang yunior mampu menumbuhkan kepercayaan diri menuju kematangan pribadi dan kedewasaan rohani sehingga memiliki kemampuan bekerjasama dengan umat yang akan dilayani serta kemampuan mengambil keputusan dan penyerahan diri kepada Tuhan dan sesama.

(24)

B.Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah sebagai berik ut:

1. Bagaimana proses pembinaan hidup religius bagi para suster yunior PRR yang selama ini dilaksanakan?

2. Jati diri pembinan seperti apakah yang perlu diperhatikan dalam pembinaan hidup religius para suster yunior PRR?

3. Proses pembinaan hidup religius macam apakah yang dirasa efektif bagi para suster yunior PRR saat ini?

C.Tujuan Penulisan

Tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan skripsi ini sebagai berikut: 1. Membantu para suster agar dapat mengetahui gambaran umum tentang

pelaksanaan proses pembinaan hidup religius para suster yunior yang selama ini dilaksanakan dalam kongregasi.

2. Mengetahui jati diri pembinaan yang perlu diperhatikan dalam pembinaan hidup religius para suster yunior PRR dalam menghadapi tantangan zaman.

3. Membantu para pembina dalam membuat persiapan proses pembinaan hidup religius yang dirasa efektif bagi para suster yunior PRR saat ini.

(25)

D.Manfaat Penulisan

Manfaat penulisan skripsi Upaya Meningkatkan Pembinaan Hidup Religius Para Suster Yunior PRR Dalam Menghadapi Tantangan Zaman Sekarang sebagai berikut:

1. Memberikan sumbangan kepada kongregasi dalam mengevaluasi proses pembinaan hidup agar religius para suster yunior PRR yang selama dilaksanakan.

2. Mengetahui jati diri pembinan yang perlu diperhatikan oleh para suster yunior PRR dalam proses pembinaan hidup religius sehingga kagiatan ini dapat bermanfaat.

3. Meningkatkan kemampuan para pembina dalam membuat persiapan proses pembinaan dan memotivasi para suster yunior PRR untuk bersemangat dalam mengikuti pembinaan hidup religius.

4. Penulis dapat memperoleh wawasan, baik secara teoritis tentang upaya meningkatkan pembinaan hidup religius dan secara praktis memampukan penulis mengkritisi perubahan zaman yang memperngaruhi kehidupan religius saat ini serta menumbuhkan daya refleksi sebagai religius PRR yang berkaul.

E. Metode Penulisan

(26)

F. Sistematika Penulisan

Secara keseluruhan penulisan skripsi ini terbagi dalam lima bab. Adapun perincian sebagai berikut:

Bab I diawali dengan pendahuluan yang menjelaskan tentang panggilan hidup sebagai rahmat yang perlu disyukuri disertai konsekuensi yang akan dihadapi seorang religius. Permasalahan ini akan dikaji dengan menggunakan metode deskriptif analisis yang meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan, manfaat, metode, sistematika penulisan.

Bab II berbicara tentang gambaran umum pembinaan hidup religius para suster yunior dalam kongregasi PRR yang diawali dengan sejarah berdirinya kongregasi, faktor-faktor yang melatarbelakangi berdirinya kongregasi, tujuan berdirinya kongregasi, visi dan misi kongregasi. Dalam bab ini membahas pula dinamika pembinaan hidup religius yunior PRR tahun 2006 s/d 2007. Pembinaan ini meliputi jumlah peserta, latar belakang pendidikan, waktu pelaksanaan, materi, pembina serta evaluasi. Penulis menjelaskan pula mengenai permasalahan-permasalahan dalam pembinaan yunior PRR.

(27)

religius, langkah- langkah pembinaan hidup religius. Penulis membahas pula arti pembinaan hidup religius menurut konstitusi kongregasi Puteri Reinha Rosari yang meliputi pengertian pembinaan hidup religius PRR, tujuan, sasaran serta jati diri dalam pembinaan hidup religius PRR. Tahap-tahap pembinaan hidup religius secara umum meliputi masa aspirat, postulat, no visiat, yuniorat, bina lanjut (on going formation). Tahap-tahap pembinaan hidup religius me nurut konstitusi kongregasi

PRR meliputi masa promosi panggilan, postulat, novisiat, yuniorat, tahap akhir yuniorat, bina lanjut, usia senja. Pembinaan para suster yunior PRR dalam menghadapi tantangan zaman sekarang yang meliputi pengertian suster yunior menurut konstitusi kongregasi PRR, tantangan-tantangan bagi hidup religius zaman sekarang dan pengaruhnya bagi suster yunior PRR dalam menghayati hidup religius serta upaya mengatasi tantangan zaman bagi suster yunior PRR.

Bab IV memaparkan usulan program katekese model Shared Christian Praxis sebagai upaya meningkatkan pembinaan hidup religius yunior PRR dalam

menghadapi tantangan zaman sekarang yakni katekese model Shared Christian Praxis yang meliputi peristilahan dalam katekese model Shared Christian Praxis, langkah-langkah Shared Christian Praxis. Penulis membuat juga usulan program katekese model Shared Christian Praxis dalam upaya meningkatkan pembinaan hidup religius suster yunior PRR seperti latar belakang pemilihan program, usulan tema dan tujuan katekese, penjabaran program katekese, petunjuk pelaksanaan program, contoh satuan persiapan katekese model Shared Christian Praxis.

(28)

BAB II

GAMBARAN UMUM PEMBINAAN HIDUP RELIGIUS PARA SUSTER YUNIOR DALAM KONGREGASI PUTERI R EINHA R OSARI

Pembinaan dalam panggilan hidup religius membantu seseorang bertumbuh dalam kemampuan menginternalisasikan cita-cita untuk memeluk identitas Yesus. Pembentukan diri dapat berlangsung melalui pembinaan secara integral dalam suatu kelompok atau lembaga tertentu. Oleh karena itu pembinaan perlu diarahkan ke dalam upaya meningkatkan kemampuan orang untuk menanggapi rahmat dan panggilan Allah (Mardi Prasetya, 2000b: 105). Melalui kongregasi yang telah dipilih seorang religius akan mengikuti pola hidup yang diwariskan pendiri kepada kongregasi.

(29)

A. Sejarah Singkat Berdirinya Kongregasi Puteri Reinha Rosari

Keterlibatan aneka hidup religius dalam karya perutusan Gereja merupakan hasil ge milang yang mencerminkan keanekaragaman karunia-karunia Allah yang dianugerahkan kepada pendiri yang terbuka bagi karya Roh kudus, berhasil menafsirkan tanda-tanda zaman serta bijaksana menanggapi keperluan-keperluan baru (VC, art. 9). Upaya merumuskan jati diri hidup religius dalam tugas perutusan zaman sekarang harus ditempatkan dalam kerangka pembaharuan hidup religius. Oleh karena itu hadirnya aneka macam hidup bakti merupakan suatu karunia bagi Gereja dalam mendirikan kongregasi baru. Pendiri hendaknya mempertimbangkan cita-citanya secara sungguh berdasarkan kebutuhan dan tujuan yang akan dicapai.

Berdasarkan pernyataan di atas, pendiri merumuskan maksud dan tujuan berdirinya kongregasi tertentu. Pendirian kongregasi ini dilatarbelakangi oleh berbagai faktor seperti agama, budaya, pendidikan maupun sosial ekonomi. Situasi demikian pun dialami oleh pendiri dalam sejarah awal berdirinya kongregasi Puteri Reinha Rosari.

1. Faktor- faktor yang melatarbelakangi berdirinya kongregasi PRR

Dalam usaha membangun, mempertahankan dan mengembangkan iman, seorang pendiri telah memiliki keyakinan dan kekuatan tertentu untuk mendirikan kongregasi Puteri Reinha Rosari ini. Faktor- faktor yang melatarbelakangi berdirinya kongregasi Puteri Reinha Rosari, sebagai berikut:

(30)

itu terus berkembang, agama Katolik mulai diperkenalkan, diimani dan dipertahankan terutama pada masa kritis dimana musuh- musuh agama Katolik menyerang umat di kepulauan ini dan memaksa untuk meninggalkan iman akan Kristus dan Bunda Maria. Situasi tersebut menyebabkan para imam meninggalkan Larantuka sebagai pusat kegiatan misi. Oleh karena itu selama kurang lebih dua abad, umat di wilayah ini hidup tanpa bimbingan hirarkhi karena tak ada imam hingga kedatangan misionaris Belanda pada abad sembilan belas. Dalam situasi demikian, umat menemukan harapan akan iman yang kuat pada Yesus dalam sengsara dan kebangkitan-Nya. Keyakinan iman ini terus-menerus direnungkan dalam pristiwa rosario dan devosi-devosi khususnya pristiwa jalan Salib selama masa puasa dan perayaan pekan suci. Bagi umat, Bunda Maria adalah pelindung utama yang setia menyertai dan membantu mereka dalam suka dan duka. Umat dapat mengatur hidup keagamaan di bawah pimpinan awam yang dipilih secara adat atas dasar kesalehan. Keyakinan iman yang kuat dan kesatuan dalam kelompok membuat mereka berhasrat untuk menyelamatkan orang lain di luar kelompok ini (Konst, hal. 13).

Kedua, faktor sosial ekonomi yang memprihatinkan yakni situasi alam yang kering dan tandus, banyaknya kaum miskin dan para yatim piatu yang menderita, secara khusus penderita kusta yang pada masa itu kurang mendapatkan perhatian dan pengobatan bahkan disingkirkan dari lingkungan keluarga dan masyarakat setempat (Konst, hal. 14).

(31)

dengan Pater Van de Burg, SVD yang pada masa itu me njabat sebagai Vikaris Jendral Keuskupan Larantuka. Pimpinan kongregasi SSpS juga mengutus anggotanya Sr. Anfrida, SSpS untuk membantu mendirikan kongregasi pribumi ini (Konst, hal. 15).

Keempat, faktor pribadi pendiri dalam pengalamannya mengenai perkembangan iman umat di wilayah yang dipimpinnya. Mereka membutuhkan pendampingan, bimbingan serta pembinaan dalam meningkatkan mutu hidup beriman. Oleh karena itu tenaga imam, biarawan-biarawati sangat dibutuhkan umat setempat (Manek, 2003: 2).

Kelima, faktor pendidikan, khususnya bagi kaum perempuan yang mana mereka kurang mendapatkan tempat dalam menimba ilmu pengetahuan dan mengenyam pendidikan di sekolah. Dalam banyak hal perempuan selalu dinomorduakan oleh kaum pria dan beranggapan bahwa pekerjaan kaum perempuan adalah mengurus rumah tangga (Manek, 2003: 2).

Keenam, faktor tenaga hirarki yakni para misionaris yang mulai berkurang di wilayah ini, sebab para misionaris yang berkarya diwilayah ini pada umumnya berasal dari Eropa dan jumlahnya sangat terbatas (Manek, 2003: 3).

Latar belakang tersebut di atas, mengge rakkan hati Mgr. Gabriel Manek, SVD yang pada masa itu menjabat Uskup Larantuka dan Sr. Anfrida, SSpS dalam mendirikan kongregasi religius pribumi untuk menghimpun puteri-puteri yang ingin membaktikan diri bagi kemuliaan Tuhan.

(32)

2. Tujuan berdirinya kongregasi Puteri Reinha Rosari

Situasi iman dan kebutuhan jemaat yang telah berabad-abad bertumbuh dalam periode waktu tertentu mengalami ketiadaan bimbingan hirarkhi yang mengakibatkan kekaburan nilai- nilai iman yang murni sekalipun tetap menaruh kepercayaan kepada Yesus dan Bunda Maria. Jumlah penduduk yang mengalami perkembangan tak diimbangi dengan pendalaman dan pemurnian penghayatan iman yang disebabkan kurangnya tenaga misionaris. Peningkatan mutu iman yang dewasa dan pewartaan khabar gembira merupakan kebutuhan yang harus ditanggapi. Oleh karena itu pendirian kongregasi PRR ini memiliki tujuan tertentu.

Pertama, kongregasi Puteri Reinha Rosari didirikan untuk memuliakan Tuhan dengan cara hidup sebagai religius PRR dalam mengejar kekudusan seturut teladan Bunda Maria hamba Allah. Suatu persekutuan bagi puteri-puteri yang dipanggil Tuhan kepada hidup religius yang khusus membaktikan diri semata- mata demi kemuliaan Allah dan kepentingan pelayanan iman umat (Konst, art. 102).

Kedua, kongregasi Puteri Reinha Rosari merupakan buah yang dihasilkan dari pertumbuhan iman umat sekaligus merupakan bentuk hidup yang secara penuh berpartisipasi dalam pembentukan jemaat yang dewasa dan bertanggung jawab. Suatu kemampuan mengaktualkan kharisma dan bakat-bakat bagi pembangunan seluruh tubuh Mistik Kristus (Konst, art. 102).

(33)

berkembang dan berjiwa misioner dalam tugas pembangunan masyarakat dan dunia (Konst, art. 102).

3. Visi kongregasi Puteri Reinha Rosari

Dalam membangun komitmen hidup tertentu pada hakekatnya visi merupakan suatu idealisme yang hendak dicapai sekaligus landasan dasar bagi seseorang atau kelompok serta organisasi tertentu dalam meraih cita-cita. Harapan-harapan ini pun menjadi cita-cita kongregasi Puteri Reinha Rosari me lalui visi tertentu. Cita-cita dan harapan itu mengandung arti dan makna untuk dihayati oleh setiap anggota kongregasi Puteri Reinha Rosari (Tafaib, 2007: 22). Oleh karena itu visi kongregasi Puteri Reinha Rosari adalah pembentukan jemaat yang kembali ke akarnya yang murni yakni misteri Salib yang mewarnai perjuangan hidup mereka sehari- hari. Jemaat yang dicita-citakan adalah jemaat yang partisipatif mendayagunakan kharisma dalam membangun Gereja sebagai tubuh Mistik Kristus. Suatu jemaat yang mampu berfungsi sosial, memasyarakat dan meragi. Jemaat yang berakar pada kebudayaan setempat, berfungsi kritis dan mampu membuat pembedaan Roh dalam menghadapi tantangan dunia (Konst, art. 103).

4. Misi kongregasi Puteri Reinha Rosari

(34)

setempat terutama sesama yang lemah, miskin dan tersingkir dari lingkungan masyarakat. Misi kongregasi juga adalah membangun hid up jemaat beriman yang aktif melibatkan diri dalam pewartaan Kristus dan menghadirkan Kerajaan Allah melalui pelayanan di bidang pendidikan, kesehatan, pastoral dan sosial untuk melayani kepentingan pengembangan kemanusiaan bagi semua yang berkehendak baik (Konst, art. 104).

B.Pembinaan Hidup Religius Yunior PRR dalam Tahun 2006 s/d 2007

Kemampuan untuk berkembang dalam hidup religius diperlukan waktu yang secukupnya. Para suster yunior memerlukan pembinaan yang bukan saja melalui nasehat dan kata-kata bijaksana, tetapi mengarah kepada kesaksian hidup seorang religius dari setiap anggota kongregasi. Dengan pembinaan yang terus-menerus seorang suster yunior PRR akan mencapai kematangan pribadi dan secara mandiri mampu menghadapi tantangan-tantangan hidup religius di zaman sekarang (Biara Pusat PRR, 2006: 20).

(35)

1. Pembinaan yunior berkala tahun 2006

Pembahasan tentang pembinaan yuniorat berkala dalam kongregasi Puteri Reinha Rosari, penulis akan mendalami proses pembinaan yuniorat berkala yang dilaksanakan di wilayah Jawa, tahun 2006 s/d 2007. Topik dan kajian dalam penulisan ini, akan dipaparkan mengena i jumlah peserta pertemuan, latar belakang pendidikan, materi, pembina serta evaluasi.

a. Jumlah peserta pertemuan tahun 2006

Untuk mengetahui jumlah peserta pertemuan yuniorat tahun 2006 terlebih dahulu penulis memaparkan jumlah suster yunior dalam kongregasi PRR secara keseluruhan dan dinamika pembinaan yang selama ini dilaksanakan dalam kongregasi PRR. Jumlah suster yunior PRR tahun 2006 berjumlah seratus empat puluh sembilan orang (Kongregasi PRR, 2006: 3).

(36)

Untuk memudahkan penulisan lebih lanjut, penulis akan melihat dan mendalami proses pembinaan yuniorat yang berlangsung di wilayah Jawa.

Jumlah peserta pembinaan yuniorat berkala tahun 2006 berjumlah dua puluh sembilan orang yang terdiri dari tujuh angkatan yakni angkatan yang mengikrarkan kaul sementara tahun 1999 s/d 2005. Jumlah suster angkatan tahun 1999 berjumlah tiga orang, angkatan tahun 2000 berjumlah enam orang, angkatan tahun 2001 berjumlah empat orang, angkatan tahun 2002 berjumlah tiga orang, angkatan tahun 2003 berjumlah delapan orang, angkatan tahun 2004 berjumlah tiga orang, angkatan tahun 2005 berjumlah dua orang [Lampiran 3: (3)].

Para suster ini datang dari berbagai komunitas seperti komunitas Pontianak berjumlah dua orang, komunitas Balaikarangan berjumlah satu orang, komunitas Piling berjumlah satu orang, komunitas Tabanan berjumlah satu orang, komunitas Surabaya berjumlah tiga orang, komunitas Cimanggis berjumlah enam orang, komunitas Pademangan berjumlah dua orang, komunitas Cijant ung berjumlah satu orang, komunitas Utan Kayu berjumlah empat orang dan komunitas Magnificat berjumlah delapan orang [Lampiran 3: (3)].

Berdasarkan usia kelahiran setiap angkatan berbeda-beda. Suster yunior yang lahir antara tahun 1968 s/d 1972 berjumlah tiga orang, suster yang lahir antara tahun 1973 s/d 1977 berjumlah dua belas orang, suster yang lahir antara tahun 1978 s/d 1982 berjumlah empat belas orang.

(37)

b. Latar belakang pendidikan peserta tahun 2006

Tingkat pendidikan masing- masing peserta pertemuan antara lain berijazah SMA, SMEA, PGA. Suster yang menyelesaikan pendidikan SMA berjumlah dua puluh lima orang, sedangkan yang menyelesaikan pendidikan SMEA berjumlah tiga orang serta yang menyelesaikan pendidikan PGA berjumlah satu orang. Ada lima belas suster saat ini sedang menempuh perkuliahan di beberapa universitas yakni lima orang menempuh perkuliahan di Jakarta antara lain, tiga orang di fakultas Teologi, dua orang di fakultas kedokteran. Suster yang menempuh perkuliahan di Surabaya berjumlah satu orang jurusan PGTK, dan suster yang menempuh perkuliahan di Madiun berjumlah satu orang jurusan bahasa Inggris. Suster yang menempuh perkuliahan di Yogyakarta berjumlah delapan orang yakni tiga orang jurusan analis kesehatan, satu orang di fakultas Teologi, satu orang di jurusan Fisika serta tiga orang di prodi IPPAK. Suster yang telah berkarya sebanyak empat belas orang yakni lima orang berkarya di bidang pastoral, lima orang di bidang sosial, empat orang berkarya di bidang pendidikan [La mpiran 3: (3)].

c. Waktu pelaksanaan pembinaan tahun 2006

(38)

yang sudah libur. Pertemuan ini dilaksanakan selama empat hari berturut-turut mulai tanggal 27 s/d 30 Desember 2006 bertempat di Wisma Magnificat, Yogyakarta.

d. Materi pembinaan tahun 2006

Tema pertemuan yuniorat berkala tahun 2006 adalah “Mencari Identitas Kerasulan PRR di Tengah Kerasulan Gereja dan Masyarakat dalam Zaman yang Berubah- ubah”. Dari tema umum dijabarkan lagi ke dalam beberapa sub tema yang akan dibahas dalam pertemuan [Lampiran 3: (4)].

Tema pertama disampaikan oleh Suster Maria Gratiana, PRR tentang jati diri seorang PRR di tengah perutusan Gereja zaman sekarang. Tema ini diangkat bertepatan dengan rencana pemulangan jasad Mgr. Gabriel Manek, SVD pendiri kongregasi PRR dari America Serikat ke tengah-tengah kongregasi PRR. Dikatakan bahwa pemulangan pendiri, pertama-tama bukan hanya mengenangkan sejarah masa lampau, bukan pula suatu kebanggaan akan dia sebagai pendiri kongregasi PRR tetapi yang terpenting adalah kehadirannya menghidupkan kembali spiritualitas dan kharisma, visi dan misi serta nilai- nilai yang pernah dihidupi sebagai seorang imam religius, uskup dan pendiri kongregasi PRR. Kehadiran pendiri di tengah kongregasi mengingatkan anggota dalam mengaktualkan cita-cita pendiri sesuai dengan tanda zaman yang terus berubah ini. Untuk membatinkan nilai dan keutamaan pendiri dibutuhkan latihan rohani yang terus- menerus serta belajar dari Yesus yang terus mencari waktu dan tempat untuk berdialog dengan Bapa-Nya (Kongregasi PRR, 2006: 2-3).

(39)

anggota harus berjuang menghidupkan kembali apa yang menjadi warisan pendiri dan rekan pendiri yang saat ini mulai memudar dalam kongregasi seperti disiplin diri dan waktu, lemahnya ketahanan dalam menghadapi tantangan, kejujuran hati, mencintai ketrampilan, kepekaan hati mencintai dan keheningan (Kongregasi PRR, 2006: 4).

Tema ketiga disampaikan oleh Suster Maria Gratiana, PRR tentang identitas kerasulan PRR di tengah zaman yang berubah- ubah ini. Dalam kenyataan banyak kaum religius ingin menampilkan diri, memperkenalkan kekhasannya baik melalui kehadiran maupun kerasulan. Situasi ini membawa persaingan antar kongregasi yang menangani karya yang semula dihayati sebagai misi, mulai berubah kepada kebutuhan yang bersifat finansial serta arus globalisasi yang semakin mempengaruhi kehidupan kaum religius. Ole h karena itu setiap anggota perlu merefleksikan dan menemukan identitas kerasulan PRR di tengah zaman yang terus berubah ini. Kerasulan kunjungan keluarga, mendengarkan apa yang menjadi pengalaman umat, mencintai orang kecil kiranya tetap menjadi cirikhas kerasulan kongregasi ini (Kongregasi PRR, 2006: 5-7).

(40)

Maria adalah perempuan perkasa yang membawa pemenuhan janji Allah kepada umat manusia. Oleh karena itu pendiri memilih Bunda Maria sebagai inspirator dalam mendirikan kongregasi ini (Kongregasi PRR, 2006: 8-11).

e. Pembina peserta tahun 2006

Pertemuan yuniorat berkala di wilayah Jawa dipercayakan kepada Sr. Maria. Gratiana, PRR sebagai pembina. Suster ini telah memiliki pengalaman dalam tugasnya seperti pernah bekerja di sekretariat keuskupan, pemimpin komunitas, dosen Kitab Suc i di Fakultas Teologi dan FKIP prodi IPPAK Universitas Sanata Dharma dan saat ini sebagai wakil pimpinan umum kongregasi PRR. Dalam pertemuan yuniorat ini, Suster Maria Gratiana mengundang pula Suster Maria Felixia, PRR untuk memberikan materi kepada para peserta yuniorat. Hal ini dimaksud agar peserta pertemuan memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam dan memperoleh wawasan yang lebih luas (Kongregasi PRR, 2006: 13).

f. Evaluasi pembinaan tahun 2006

(41)

resiko, membangun komunikasi yang terbuka dan jujur, penggunaan handphone dan alat komunikasi lainnya secara benar dan bertanggung jawab, meningkatkan prioritas kerja, membangun sikap konsekuen dengan keputusan bersama, kreativitas dalam bekerja dan tahu bersyukur atas kebaikan Tuhan [Lampiran 3: (6)].

2. Pembinaan yunior berkala tahun 2007

Pertemuan yuniorat yang dilaksanakan pada tahun 2007 merupakan kelanjutan dari program yang telah direncanakan oleh pimpinan umum dan dewan pimpinan kongregasi PRR. Dengan pembinaan berkala, para suster yunior dapat belajar secara berkesinambungan demi membangun jati diri religius PRR yang tangguh dalam menghadapi tantangan zaman.

a. Jumlah peserta pertemuan tahun 2007

Pertemuan yuniorat pada tahun 2007 berjumlah dua puluh empat suster, sedangkan jumlah suster yunior secara keseluruhan dalam kongregasi PRR pada akhir tahun 2007 berjumlah seratus dua puluh tujuh suster. Penurunan keanggotaan suster yunior dalam kongregasi pada tahun 2007 disebabkan oleh banyaknya yunior meninggalkan kongregasi karena berbagai alasan (Kongregasi PRR, 2007: 2).

(42)

Para suster datang dari berbagai komunitas seperti komunitas Tabanan berjumlah satu orang, komunitas Surabaya berjumlah dua orang, komunitas Cimanggis berjumlah delapan orang, komunitas Pademangan berjumlah dua orang, komunitas Cijantung berjumlah satu orang, komunitas Utan Kayu berjumlah empat orang dan komunitas Yogyakarta berjumlah enam orang [Lampiran 3: (3)].

Berdasarkan usia kelahiran setiap angkatan berbeda-beda. Suster yunior yang lahir antara tahun 1968 s/d 1972 berjumlah tiga orang, suster yang lahir antara tahun 1973 s/d 1977 berjumlah sembilan orang, suster yang lahir antara tahun 1978 s/d 1982 berjumlah tiga belas orang.

Bidang karya yang ditangani oleh setiap suster yunior cukup bervariasi yang meliputi bidang pastoral, bidang sosial, bidang pendidikan dan studi lanjut [Lampiran 3: (3)].

b. Latar belakang pendid ikan peserta tahun 2007

Tingkat pendidikan masing- masing peserta berijazah SMA, SMEA. Suster yang menyelesaikan pendidikan SMA berjumlah dua puluh tiga orang, suster yang menyelesaikan pendidikan SMEA berjumlah satu orang [Lampiran 3: (3)].

(43)

sekretari. Suster yang telah berkarya berjumlah sebelas orang yakni tiga orang di bidang pastoral, tiga orang di bidang sosial, lima orang di bidang pendidikan [Lampiran 3: (3)].

c. Waktu pelaksanaan pembinaan tahun 2007

Pelaksanaan pekan yuniorat berkala selalu mengalami perubaha n baik tempat maupun waktu. Kebijakan ini ditentukan oleh pemimpin umum kongregasi bekerja sama dengan pemimpin komunitas dan pembina yunior yang telah ditunjuk oleh kongregasi. Kenyataan dalam pembinaan yuniorat di wilayah Jawa hanya dilaksanakan satu kali pada setiap akhir tahun. Pembinaan ini dilaksanakan selama empat hari berturut-turut terhitung tanggal 27 s/d 30 Desember 2007 bertempat di Klender, Jakarta (Kongregasi PRR, 2007: 3).

d. Materi pembinaan tahun 2007

Persiapan materi pembinaan dimaksudkan untuk membantu para suster yunior dalam menghayati panggilan hidup, memahami serta memperoleh wawasan baru. Tema umum dari pertemuan ini adalah komunikasi. Dari tema ini dijabarkan lagi kedalam beberapa sub tema yang kemudian disampaikan melalui materi- materi selama pertemuan berlangsung [Lampiran 3: (4)].

(44)

menyembuhkan, menyentuh hati banyak orang sehingga mereka terbebaskan dari belenggu penderitaan. Yesus memiliki kualitas komunikasi yang sempurna, suatu interaksi yang akrab antara Yesus dengan para pengikut-Nya. Oleh karena itu kita dipanggil untuk membebaskan dunia melalui cara kita membangun relasi yang baik dengan Tuhan dan sesama yang menjadi sasaran pelayanan kita. Untuk mendalami materi lebih lanjut pendamping memberikan pertanyaan penuntun yakni merefleksikan kembali pengalaman hidup sepanjang tahun 2007 dan mengenal tanda-tanda zaman yang mendukung maupun yang melemahkan etika komunikasi (Kongregasi PRR, 2007: 2-4).

Tema kedua disampaikan oleh Pater Petrus Tukan, SDB, tentang pembinaan diri melalui komunikasi. Dikatakan bahwa komunikasi memiliki aspek-aspek dalam berkomunikasi yakni aspek-aspek human menekankan kemanusiaan, aspek-aspek intelektual menekankan kebijaksanaan manusia dalam relasinya dengan sesama, aspek spiritual menekankan kesalehan manusia, aspek apostolik yang menekankan sikap hidup manusia yang berdaya guna. Empat aspek ini merupakan tingkatan kematangan yang integral dari pribadi yang utuh dalam pembinaan hidup religius (Kongregasi PRR, 2007: 5-6).

(45)

e. Pembina peserta tahun 2007

Pembinaan yuniorat di wilayah Jawa tahun 2007 dipercayakan kepada Suster Maria Gabriela, PRR sebagai pembina yunior. Suster ini memiliki banyak pengalaman seperti pernah menjadi pimpinan umum dan wakil pimpinan umum kongregasi, pemimpin komunitas, pemimpin kandidat dan novis, staf kursus pembina religius atau yang disingkat KPR, pernah menjadi sekretaris eksekutif KWI, tim pencari dana dan prokur misi kongregasi, dewan penasehat, promotores panggilan, pembimbing rohani serta pembina yunior.

Dalam pertemuan ini mengundang pula dua narasumber lain yakni Pater Petrus Tukan, SDB dan Pater Remigius Sene, SVD. Hal ini bertujuan untuk menambah wawasan akan pengetahuan dan pengalaman bagi suster yunior dalam hidup panggilan (Kongregasi PRR, 2007: 12-13).

f. Evaluasi pembinaan tahun 2007

(46)

batin dan hidup dalam perijinan sebagai orang berkaul dan memberi hidup bagi orang lain (Kongregasi PRR, 2007: 14-15).

C. Permasalahan-permasalahan dalam Pembinaan Yunior PRR

Berhadapan dengan tantangan dunia dewasa ini, pergeseran nilai serta perkembangan teknologi, manusia menjadi kurang percaya diri, relasi antar pribadi lemah, adanya ketegangan ideologi, kemampuan untuk memahami diri dan orang lain mulai merosot. Situasi ini pun dihadapi para suster yunior PRR dewasa ini dalam proses pembinaan lanjutan di komunitas. Permasalahan-permasalahan dalam pembinaan yunior terdapat dalam pembahasan berikut ini, baik sebagai pembina maupun yang dibina.

1. Permasalahan dari pribadi yunior

(47)

2. Permasalahan dari luar pribadi yunior

Tantangan dari luar diri yunior membawa perubahan diri yunior, seperti situasi komunitas yang kurang kondusif, saling mencurigai, cemburu, membentuk persahabatan hanya atas senang, tuntutan kerja yang terlalu berat dan menyita banyak waktu, kesibukan dalam studi, kecenderungan untuk menikmati acara televisi berjam- jam daripada menciptakan waktu untuk berdoa, bermeditasi, berkontemplasi, bacaan rohani, belajar atau menyelesaikan tugas-tugas kampus dan tugas di komunitas, manajemen hidup rohani dan jasmani melemah serta kurang adanya keteladanan dari suster senior [Lampiran 4: (8)].

3. Program pembinaan belum efektif

Program kerja team maupun pembinaan pribadi kurang berjalan sebagaimana yang diharapkan, seperti dari pembina yakni tenaga pembina dan staf pembina profesional lainnya masih dirasa kurang. Dalam hal ini belum ada pembina yang dipersiapkan secara khusus untuk membina generasi muda dalam kongregasi. Meskipun ada pembina tetapi kurang adanya intensitas pendampingan oleh karena perhatian dialihkan ke tugas-tugas lain [Lampiran 4: (7)].

4. Program pembinaan di komunitas belum maksimal

(48)
(49)

BAB III

PEMBINAAN HIDUP RELIGIUS YUNIOR

MENURUT KONSTITUSI KONGREGASI PRR DALAM MENGHADAPI TANTANGAN ZAMAN SEKARANG

Dengan melihat kenyataan dan permasalahan yang terjadi dalam pembinaan yunior dengan segala keprihatinan dalam pembinaan, maka seorang yunior diharapkan dapat menjalankan hidup secara baik berdasarkan harapan dan tuntutan kongregasi. Oleh karena itu perjalanan hidup anggota kongregasi mengalami beberapa tahap pembinaan untuk menjadi seorang biarawan-biarawati. Proses pembinaan ini mengharapkan usaha dan kerja sama dari dua pihak, dari religius yang bersangkutan dan dari kongregasi yang dipilih (GS, art. 20). Setelah mengalami proses pembinaan selama masa aspirat, postulat, novisiat, seorang anggota masih melanjutkan tahap pembinaaan lanjutan dalam masa yuniorat ke tahap akhir yuniorat yang ditandai dengan pengikraran kaul-kaul kebiaraan dalam suatu kongregasi.

Dalam pembahasan ini penulis akan mengemukakan tiga bagian yang terdiri dari pembinaan hidup religius, tahap-tahap pembinaan hidup religius serta pembinaan hidup religius yunior PRR dalam menghadapi tantangan zaman.

A.Pembinaan Hidup Religius

(50)

religius, setiap anggota berusaha membangun dan meningkatkan kualitas hidup pribadi dan bersama melalui tahap-tahap pembinaan yang bertujuan mengokohkan, memperkembangkan segala daya dan kemampuan menuju kematangan dan kedewasaan hidup seorang religius (Ladjar, 1993: 20). Kesetiaan menjawab tuntutan-tuntutan hidup konkret merupakan modal utama dalam mengembangkan hidup berkomunitas religius sehingga tetap hidup dan menghasilkan manusia yang berkualitas.

1. Arti pembinaan secara umum

Dalam pembinaan, seseorang tidak hanya dibantu mempelajari ilmu murni tetapi juga ilmu terapan yang membutuhkan penghayatan dan perwujudan dalam hidup sehari- hari. Pembinaan melatih orang mengenal kemampuan, mengembangkan serta memanfaatkan secara penuh potensi diri dalam bidang hidup dan karya (Mangunhardjana, 1986: 12). Pembinaan mempunyai arti, tujuan, pendekatan program serta macam- macam pembinaan yang dapat digunakan dalam proses pelaksanaan pembinaan.

a. Pengertian pembinaan

(51)

secara lebih efektif (Mangunhardjana, 1986: 11). Pengertian pembinaan ini dapat diartikan juga sebagai usaha, tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara berdaya guna dan berhasil, demi memperoleh hasil yang lebih baik. Dengan demikian pemahaman akan nilai-nilai baru yang sedang dipelajari menjadi kecakapan dan pengetahuan yang dapat membantu hidup seseorang (Mangunhardjana, 1986: 32). Pembinaan menuntut keahlian tertentu demi terlaksananya proses pembinaan sekaligus mengembangkan nilai kepribadian yakni kemampuan untuk mengolah hidup dan karya kerasulan.

b. Tujuan pembinaan

(52)

c. Pendekatan-pendekatan dalam program pembinaan

Dalam pembinaan, setiap orang atau kelompok dapat mengenal beberapa pendekatan utama dalam program pembinaan, karena program pembinaan merupakan prosedur yang dijadikan landasan untuk menentukan isi dan urutan acara pembinaan yang akan dilaksanakan. Ada tiga pendekatan dalam program pembinaan.

Pertama, pendekatan informatif yang menyampaikan informasi kepada para peserta. Cirikhas pendekatan ini yakni kurang memperhitungkan keahlian, pengetahuan, penga laman mereka. Setiap peserta diperlakukan sebagai orang yang belum mengetahui segala sesuatu dan tidak mempunyai pengalaman. Proses pendekatan ini sering menggunakan metode ceramah sehingga partisipasi para peserta dalam pembinaan sangat kurang dan terbatas pada permintaan penjelasan atau menyampaikan pertanyaan mengenai hal yang belum dipahami (Mangunhardjana, 1986: 17).

Kedua, pendekatan partisipatif berlandaskan kepercayaan bahwa para peserta merupakan sumber pembinaan yang utama. Dalam pembinaan, pengetahuan dan pengalaman serta keahlian peserta sangat dibutuhkan. Pembinanan ini lebih merupakan situasi belajar bersama yang mana pembina dan para peserta saling belajar satu sama lain (Mangunhardjana, 1986: 17).

(53)

d. Macam-macam pembinaan

Berbagai pendekatan dalam program yang akan dilaksanakan dalam pembinaan maka setiap orang perlu mengetahui macam- macam pembinaan yang dapat dipakai dalam proses pelaksanaan program ini. Ada enam macam pembinaan yang harus dilakukan dalam suatu pembinaan.

Pertama, pembinaan orientasi diadakan untuk kelompok baru yang memulai suatu bidang hidup dan karya tertentu. Bagi yang belum berpengalaman dalam bidangnya, pembinaan orientasi ini bertujuan membantu mendapatkan hal- hal penting dalam bidang yang digeluti. Sedangkan bagi yang sudah berpengalaman pembinaan orientasi membantu untuk mengetahui perkembangan dalam bidang karya ya ng sudah dijalankan (Mangunhardjana, 1986: 21).

Kedua, pembinaan kecakapan diadakan untuk membantu para peserta mengembangkan kecakapan yang sudah dimiliki atau mendapatkan kecakapan yang baru untuk pelaksanaan tugas yang dipercayakan (Mangunhardjana, 1986: 21).

Ketiga, pembinaan pengembangan kepribadian atau pembinaan pengembangan sikap. Pembinanan ini bertujuan membantu para peserta agar mengenal dan mengembangkan diri menurut gambaran dan cita-cita hidup yang baik dan benar (Mangunhardjana, 1986: 22).

Keempat, pembinaan penyegaran bertujuan untuk menambah wawasan pengetahuan dan kecakapan yang telah ada. Para peserta meninjau pola kerja yang ada dan berusaha membaharui sesuatu sesuai dengan tuntutan kebutuhan baru (Mangunhardjana, 1986: 22).

(54)

tertentu yang bertujuan membawa orang keluar dari situasi kerja sehingga dapat menganalisis kerja, membuat rencana kerja demi peningkatan mutu kerja di masa yang akan datang (Mangunhardjana, 1986: 23).

Keenam, pembinaan lapangan bertujuan menempatkan para peserta dalam situasi nyata agar mendapatkan pengetahuan dan memperoleh pengalaman langsung dalam bidang pembinaan. Pembinaan membantu para peserta untuk membandingkan situasi hidup di mana mereka bekerja dengan situasi hidup dan kerja di tempat yang dikunjungi (Mangunhardjana, 1986: 23). Hal ini dapat memberi pandangan dan gagasan baru dalam pembinaan.

2. Arti pembinaan dalam hidup religius

(55)

a. Pengertian pembinaan hidup religius pada umumnya

Istilah biarawan-biarawati dalam bahasa Indonesia digunakan sebagai padanan dari kata “religious” dalam bahasa Inggris, atau “religiosus” dalam bahasa Latin yang berarti “agama”. Dalam kehidupan membiara sering menggunakan kata “religius” atau “kaum religius” untuk menunjuk para biarawan-biarawati.

Pada abad-abad permulaan munculnya cara hidup membiara, memiliki motivasi utama untuk mendorong mereka hidup dalam kesalehan, kehidupan yang suci, mengikuti nasehat Injil sekaligus menghayati hidup keagamaan secara baik. Dengan demikian kaum religius adalah kumpulan orang yang taat menjalankan keagamaan, yang ingin menjadi saleh dengan melaksanakan nasehat- nasehat Injil secara baik. Gerakan pengkhususan ini muncul seiring dengan kemerosotan iman di Eropa. Situasi ini terjadi karena kurang mendapat perhatian dari pemerintah Ro mawi dan bahkan hilang ketika kaisar Konstantin menjadikan agama Kristiani sebagai agama negara. Dalam situasi demikian, orang-orang Kristiani yang merasa tidak puas dengan praksis hidup masyarakat umum yang merosot imannya, mulai menjalankan hidup secara sungguh-sungguh. Ada sebagian mereka yang memisahkan diri dari masyarakat, hidup bertapa sebagai rahib, baik sendirian maupun dalam kelompok-kelompok. Cara hidup kelompok ini muncul istilah “agama” atau religio yang didasari oleh hasrat untuk hidup saleh sekaligus sebagai pengikut Kristus sejati (Suharyadi, 2006: 2-5).

(56)

hidup aktif dengan kegiatan amal sosial di tengah masyarakat atau ya ng dikenal dengan religius aktif apostolis.

Hidup religius menunjukkan bahwa hidup itu dikhususkan kepada penghayatan dimensi hidup manusia dalam hubungan dengan Allah. Kata “religio” berarti kegiatan hidup manusia dalam rangka hubungan dan pengalaman dengan Allah. Religius disini berarti hidup manusia diatur dan dihayati berdasarkan tempat dan kedudukan manusia dihadapan Allah sebagai pencipta. Kaum religius adalah orang yang mengkhususkan diri dalam hidup demi kepentingan Allah yang menjadi pusat hidup religius (Darminta, 1983: 10). Oleh karena itu seorang religius harus membina diri terus-menerus. Harapan akan pembinaan kaum religius perlu semakin holistik sehingga dapat membangun hidup kaum religius menjadi lebih utuh. Dengan pembinaan diharapkan dapat melahirkan komunitas religius yang mampu menghadirkan tanda Kerajaan Allah serta mampu membaca tanda-tanda zaman yang selalu berubah. Pembinaan merupakan proses dan saat untuk menimba kekuatan dari sumber kerohanian kongregasi sekaligus saat untuk membangun satu rasa, satu budi, satu hati, satu keprihatinan dengan kongregasi. Pembinaan juga merupakan tahap inisiatif ke dalam hidup bakti yang menuntut disposisi tertentu, kedewasaan manusia dan kristiani yang memungkinkan seseorang menjawab panggilan secara bebas dan bertanggung jawab.

b. Tujuan pembinaan hidup religius

(57)

perutusan. Melalui pengikraran kaul pula seorang religius berusaha mencari dan mencintai Allah serta berusaha mengembangkan kehidupannya bersama Kristus melalui pembinaan diri. Pembinaan diarahkan untuk meningkatkan kemampuan seorang religius dalam segala disposisi untuk menanggapi rahmat Allah dan membatinkan nilai- nilai panggilan yang diwujudkan melalui kesaksian hidup. Tujuan pembinaan hidup religius juga ingin menyiapkan orang-orang untuk membaktikan diri seutuh-Nya kepada Allah dengan mengikuti Kristus dalam pengabdian kepada misi Gereja (VC, art. 65). Pembinaan hidup religius dimaksudkan untuk menyiapkan generasi muda dalam menghadapi tantangan zaman.

(58)

menjadikan seorang religius setia kepada Allah dan melahirkan kongregasi sebagai gerakan kenabian serta mampu membela dan memberdayakan hidup religius. Dengan pembinaan memampukan orang untuk mengenal tahapan dan gerak dinamis dari disposisi yang kurang dewasa menuju ke disposisi yang semakin dewasa.

c. Unsur- unsur yang perlu diperhatikan dalam pembinaan hidup religius

Keutuhan dalam pelaksanaan pembinaan secara terus- menerus dan berkesinambungan menuntut seorang religius untuk bertanggung jawab disertai dengan kepekaan untuk membina diri. Pembinaan memiliki empat unsur yang berlaku dalam semua tahap pembinaan.

Pertama, pelaku dan lingkungan pembinaan utama adalah Roh kudus. Karya Roh yang bekerja melalui hati setiap orang yang kemudian menjadi nyata dalam penghayatan hidup harian. Agar semakin peka akan Roh yang berkarya dalam diri maka dibutuhkan disposisi batin seperti kerendahan hati untuk memiliki kebijaksanaan Allah, pengetahuan, kemampuan pembedaan Roh dalam setiap segi hidup manusia (Mardi Prasetya, 2001b: 98). Oleh karena itu, setiap pribadi dituntut suatu tanggung jawab yang bertujuan mengarahkan diri dan bekerja sama dengan pemimpin dan para pembina lain.

(59)

ini penting dalam pembinaan namun dimensi rohani tetap menjadi prioritas pembinaan (Mardi Prasetya, 2001b: 105).

Ketiga, askese mengajak orang untuk berbagi rasa dalam kesengsaraan, wafat dan kebangkitan-Nya. Misteri paskah menjadi pusat program pembinaan karena merupakan sumber hidup dan kematangan seorang religius. Oleh karena itu, setiap calon yang hendak dibina menjadi religius perlu memiliki sikap askese dalam pembinaan. Dengan askese akan membawa seseorang kepada penghayatan keutamaan iman, harapan dan cinta kasih, kebijaksanaan dan pengendalian diri. Askese dalam hidup religius menuntut inisiasi ke dalam ketenangan dan keheningan yakni menciptakan keseimbangan antara keheningan dalam Tuhan dan waktu yang dibaktikan unt uk hidup karya dan kebersamaan (Mardi Prasetya, 2001b: 107).

Keempat, seksualitas dan pembinaan bertumbuh dalam situasi yang sedemikian kompleks sehingga kaum muda perlu dibantu untuk memahami dan menghargai kenyataan fisik dan kesehatannya. Pembinaan ini penting karena seseorang semakin dituntut oleh suasana kerasulan yang akan berelasi antara tawaran nilai dan aliran budaya serta kerjasama dalam kerasulan. Oleh karena itu perlu mengintegrasikan pembinaan kedewasaan hidup seksualitas dalam rencana Ilahi tentang penciptaan dan keselamatan (Mardi Prasetya 2001b: 110).

d. Pembinaan integral hidup religius

(60)

Pertama, pembinaan fisik memberi kesadaran bahwa tubuh atau badan adalah ciptaan Allah. Manusia ditebus secara menyeluruh baik jiwa maupun raga serta dimuliakan bersama Kristus. Oleh karena itu manusia wajib memelihara tubuh agar sehat serta menggunakan tubuh secara baik, bekerja dan melayani orang lain (Darminta, 1982a: 101).

Kedua, pembinaan afektif yang teratur akan menumbuhkan hubungan manusiawi, pemahaman dan penerimaan diri yang ditandai dengan kaul kemurnian yang mencakup perasaan-perasaan manusia. Perasaan itu harus diarahkan pada nilai-nilai yang baik, seperti rasa kagum akan kebenaran dan keindahan maupun keluhuran. Hidup afektif perlu memperhatikan masalah penghayatan persahabatan yang sesuai dengan kebutuhan seorang religius (Darminta, 1982a: 101). Oleh karena itu hidup afektif akan nampak dalam hal mencintai dan mengasihi, yaitu siapa yang harus dicintai dan dikasihi dan tahu bagaimana harus mencintai dan mengasihi sebagaimana orang yang hidup dalam kemurnian.

(61)

Keempat, pembinaan intelektual menuntut pengertian yang mendalam sebagai landasan penghayatan hidup konkret yang benar. Setiap religius harus dibina agar kemampuan akal budi berkembang dengan baik sehingga mempermudah dalam mengarahkan hidup dan mengatasi kesulitan serta membuat keputusan-keputusan yang tepat (Darminta, 1982a: 102).

Kelima, pembinaan sosial menjadi bagian integral pendidikan kaum religius yang bertujuan agar setiap anggota kongregasi religius memiliki pengertian yang tepat atas keadaan masyarakat dan kebutuhan-kebutuhan Gereja (Darminta, 1982a: 103). Pembinaan sosial memampukan seseorang untuk menilai dengan bijaksana dan semakin terdorong untuk merasul lebih efektif.

Keenam, pembinaan profesional menuntut keahlian dan ketrampilan kerja yang memadai. Setiap religius harus mempersiapkan diri untuk tugas-tugas tertentu yakni memupuk kejujuran yang sungguh-sungguh, baik jangka panjang maupun jangka pendek melalui belajar yang terus- menerus dalam mengembangkan keahlian (Darminta, 1982a: 103). Dengan pembinaan profesional pula memampukan seorang religius mencintai dan bertanggung jawab dengan tugas yang dipercayakan kongregasi kepadanya.

Ketujuh, pembinaan suara hati dimaksudkan supaya orang mempunyai suara hati yang jernih dan peka. Untuk memperoleh suara hati yang jernih diperlukan pembinaan akal budi yang sehat, pemahaman atas hukum Allah dan Injil, ajaran Gereja dan bimbingan rohani (Darminta, 1982a: 104). Dengan suara hati yang terbina mampu membedakan Roh serta dapat melakukan apa yang harus dilakukan.

(62)

kongregasi serta karya pelayanan kongregasi (Darminta, 1982a: 104). Dengan mengetahui gerak hidup kongregasi yang dipilih, setiap anggota diharapkan semakin mengenal dan berusaha untuk mencintai kongregasi sepenuhnya.

e. Bentuk-bentuk hidup religius

Mengikuti Kristus dalam hidup religius merupakan panggilan untuk hidup seperti Kristus yang merupakan jalan kebenaran dan hidup. Oleh karena itu dalam hidup religius terdapat bermacam- macam bentuk penghayatan hidup yang memiliki tujuan yang sama yakni melayani Tuhan. Bentuk penghayatan ini melahirkan aneka macam sebutan dan nama antara satu kongregasi dengan kongregasi yang lain. Setiap bentuk hidup religius memiliki samangat dan spiritualitas, visi dan misi yang berbeda sebagaimana yang dicita-citakan pendiri kongregasi. Oleh karena itu hidup religius memiliki enam macam bentuk hidup religius, antara lain:

Pertama, kongregasi religius kontemplatif yang secara penuh hidup kontemplasi. Seluruh anggota tinggal dalam kesunyian dan keheningan, doa yang terus- menerus dan matiraga secara sukarela. Cara hidup demikian memampukan anggota mencintai kehe ningan dan kesendirian hidup serta berpasrah sepenuhnya pada penyelenggaran Allah. Hidup kontemplatif mengarahkan diri seutuhnya kepada Allah sepanjang waktu, hidup menyepi serta mengundurkan diri secara penuh dari dunia (Darminta, 1983: 35).

(63)

Ketiga, kongregasi religius monastik yang biasa disebut hidup kerahiban. Bentuk hidup ini hanya berbakti kepada Tuhan dalam biara, namun ada yang secara penuh mengabdikan diri kepada kebaktian kepada Allah dalam hidup doa, dan sebagian lagi melakukan kerasulan karya cinta kasih (Darminta, 1983: 37)

Keempat, kongregasi religius konventual yang merasul menurut konstitusi kongregasi, namun tetap hidup dengan menaati tata cara hidup monastik dan ibadat harian bersama. Kebersamaan menjadi perhatian para anggota (Darminta, 1983: 38).

Kelima, kongregasi religius awam dihayati oleh pria maupun perempuan dalam suatu institusi religius awam yang mempersembahkan diri kepada pelayanan kepada sesama (Darminta, 1983: 39).

Keenam, kongregasi religius klerus dan awam mempunyai anggota imam maupun awam. Mereka mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam tubuh kongregasi. Namun kongregasi ini dibedakan dalam tugas yakni tugas imamat (Darminta, 1983: 40).

Dengan menunjuk beberapa bentuk hidup religius, Gereja mengajak setiap kongregasi untuk mengadakan pembaharuan hidup sesuai dengan keadaan sekarang. Dengan pembaharuan Gereja yang semakin mendunia akan sangat mempengaruhi aktualisasi penghayatan hidup religius sesuai dengan identitas kongregasi.

f. Cara hidup kristus bagi hidup religius

(64)

manusia berarti mengikuti Kristus dalam pilihan jalan salib-Nya dan menghayati cinta kasih Kristus yang tersalib (Mardi Prasetya, 2001a: 15). Oleh karena itu kaum religius perlu mengikuti cara hidup Kristus yang mampu me ngintegrasikan diri-Nya dalam hidup Bapa dan hidup manusia. Cara hidup religius merupakan perwujudan dari kemuridan yang berusaha untuk setia menapaki jalan Yesus. Cara hidup seperti ini mengandung empat unsur pokok yang harus dimiliki oleh setiap religius.

Pertama, hidup inkarnatoris menjadikan seluruh pergumulan manusiawi seseorang sebagai sarana yang mengungkapkan hidup di hadapan Allah. Pergumulan manusiawi selalu mengalami ketegangan antara usaha untuk hidup dalam Roh dan realitas kelemahan dan kerapuhan diri (Mardi Prasetya, 2001a: 16). Oleh karena itu diperlukan pencapaian keseimbangan batin dan kema mpuan mengolah hidup sehingga mampu mengintegrasikan arah hidup secara dewasa yang memampukan seseorang berada di hadapan Allah.

(65)

Ketiga, bekerja bersama Yesus berarti mengambil bagian dalam perutusan-Nya dan menyerahkan diri secara total serta menerima konsekuensi yakni berani hidup melawan arus zaman yang menghambat keselamatan sehingga gambaran Yesus yang otentik tetap nampak di dunia ini (Mardi Prasetya, 2001: 17). Dengan bekerja seperti Yesus, memampukan seseorang untuk hidup seperasaan, sehati, sebudi, sekehendak dan sekeprihatinan dengan-Nya. Sebagai religius, hidup harus dibaktikan kepada kemuliaan Tuhan dan mengambil bagian dalam keprihatinan Dia serta mengandalkan Tuhan dalam setiap la ngkah hidup dan karya kerasulan.

Keempat, bekerja seperti Yesus berarti menghayati cara hidup Kristus yang melibatkan kemampuan hati dan citarasa rohani untuk melihat kehadiran Allah, suatu kemampuan refleksi dan kehendak untuk melaksanakan kehe ndak Allah. Bekerja seperti Yesus berarti mencintai Dia di atas segala-Nya dan ikut terlibat dalam pekerjaan Yesus dan memeluk cara hidup-Nya yang terus bertumbuh dalam kebebasan anak-anak Allah (Mardi Prasetya, 2001a: 18).

g. Langkah- langkah pembinaan hidup religius

Pembinaan yang dijalankan secara baik mendukung tumbuhnya kemampuan membatinkan nilai- nilai panggilan, kerelaan untuk mencintai kongregasi sehingga menghasilkan perubahan hidup. Untuk mencapai pembinaan yang integral, dibutuhkan langkah- langkah dalam pembinaan. Ada empat langkah dalam proses pembinaan hidup religius, sebagai berikut:

(66)

mengetahui pula taraf kedewasaan yang dimiliki oleh setiap religius (Mardi Prasetya, 2001a: 145).

Kedua, penerimaan diri yang merupakan proses yang harus dilalui oleh setiap orang yakni mekanisme bawah sadar yang menunjukkan keadaan diri yang menyimpang dan bertentangan dengan ideal diri dan situasi yang dialami. Oleh karena itu salah satu langkah pembinaan adalah membuka seluruh keadaan diri yang tersembunyi dan menerimanya sebagai kenyataan diri ya ng real yang harus diolah selama pembinaan (Mardi Prasetya, 2001: 146). Disposisi ini memungkinkan seseorang mampu memasuki langkah pertobatan sehingga semakin terbuka pada rahmat Allah yang bekerja dalam diri-Nya.

Ketiga, proses perubahan dan penerimaan diri menjadi dasar perkembangan baru menuju kedewasaan rohani. Proses ini ditandai dengan pertobatan yang mendalam disertai usaha mewaspadai kecendrungan emosional ya ng bertentangan dengan nilai panggilan (Mardi Prasetya, 2001a: 147).

(67)

h. Aspek-aspek yang diharapkan bertumbuh dalam hidup religius

Dalam membina relasi antar pribadi dengan kongregasi, spiritualitas dan kharisma diharapkan terjadinya proses internalisasi dalam diri religius sehingga semakin mencintai dan me

Referensi

Dokumen terkait