Skripsi
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial pada Konsentrasi Manajemen Publik
Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Oleh: HAERUL UMAM NIM. 6661101139
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
Penelitian ini dilatar belakangi oleh manajemen parkir di Kota Serang yang belum berjalan maksimal karena masih ditemukannya masalah dalam hal pengelolaan, ketersediaan sarana dan prasarana yang belum memadai, sumber daya manusia yang kurang, mekanisme pemungutan, setoran serta pengupahan kepada juru parkir. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis tentang manajemen parkir di Kota Serang. Teori yang digunakan menurut George R Terry (Badrudin,2013:14) yaitu manajemen merupakan proses yang khas, yang terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan (Planning), pengorganisasian (Organizing), penggerakan (Actuating) dan pengawasan (Controlling). Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif, pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Informan terdiri dari Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informasi Kota Serang, Juru Parkir dan masyarakat pengguna jasa parkir. Hasil penelitian ini adalah perencanaan parkir masih belum dilakukan maksimal, masih perlu pembenahan dalam berbagai sistem yang ada, kurang koordinasi serta kurang ketegasan dan pengawasan yang belum maksimal dalam hal evaluasi, sanksi dan alternatif solusi. Perlu perencanaan yang matang dalam berbagai segi, atutan yang jelas, sistem yang jelas,peningkatan koordinasi dan peningkatan pengawasan.
This research while such by the management of parking in the Serang city that not work optimally because it still found problems in terms of management, availability of facilities and infrastructures are inadequate, lack of human resources, mechanisms of collection, deposit, and salary to the parking clerks. The purpose of this research is to review and analyze about the management of parking in the Serang city. The theory of this research is from George R Terry (Badrudin, 2013:14) who state that management is a typical process, that consists of the actions of planning, organizing, actuating and controlling. The method used is a qualitative approach by collecting data through observation, interview, and documentation. The informants are consists of Department of Communication and Information Serang City, parking clerks and parking clerk users. The results of this study is planning parking has not been made up, whereas it still need improvement in a variety of existing systems, lack of coordination and lack of firmness and supervision have not been up to the evaluation, sanctions and alternative solutions. It needs careful planning in many respects, clear rules, a clear system, improved coordination and increased supervision.
Kamu ingin damai tanpa perjuangan?
Dunia tidak bekerja seperti itu.
”
Allegiant - 2016
“
Jangan pernah takut hidup ini,
Selama kita masih memiliki AKAL.
”
Haerul Umam bin Mulyana
i
berlimpah akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi dalam rangka memenuhi salah satu syarat skripsi pada Prodi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang berjudul “MANAJEMEN PARKIR DI KOTA SERANG ”.
Dengan selesainya skripsi ini tentunya tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak yang senantiasa mendukung serta membimbing peneliti baik secara moril maupun materil. Maka dengan ketulusan hati peneliti menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. H. Sholeh Hidayat, M.Pd, Rektor Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa.
2. Dr. Agus Sjafari, M.Si, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa sekaligus sebagai Dosen Pembimbing I yang memberikan semangat dan membimbing peneliti dalam menyusun proposal ini dengan teliti dan sabar dari awal hingga akhir.
3. Rahmawati, S.Sos, M.Si, Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
4. Iman Mukhroman, M. Ikom, Wakil Dekan II Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
5. Kandung Sapto Nugroho, S.Sos, M.Si, Wakil Dekan III Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
ii
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang membekali penulis dengan ilmu pengetahuan selama perkuliahan. 9. Untuk kedua orang tua ku, Ibu Rohilah Yusuf dan Bapak Mulyana
Syarbini, yang telah memberikan kesempatan dan kepercayaan bagi penulis untuk menempuh gelar Strata Satu. Mohon maaf apabila selama ini belum bisa memberikan yang terbaik dan belum bisa membalas segala kebaikan selama ini.
10. Terima kasih kepada Kakak dan Teteh , Rohimu, Murliana, Yani, Mahdi dan Meti yang memberikan semangat dalam pembuatan skripsi ini.
11. Untuk Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Serang
yang telah bekerjasama dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
12. Sahabat-sahabatku Manis Manja, Hikmah Isnaeni, Ikhwan Al-Shafa,
Randi Rahman H, Rosyiana Mahardhika, Yusuf Ardabili, terima kasih telah memberi semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
13. Sahabat-sahabatku Opname Family, Abdul Rojak, Aryan Acu, Agung
Mastur, Dio Dober, Didi Darmawan, Fityan Mapex, Hendryana Buntung, Irfan Wawaw, Ikhwan Pei, Lukman Olay, Riswandi Qyong, Towi Aceng, terima kasih telah memberi semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
14. Kawan-kawan Jurusan Administrasi Negara FISIP UNTIRTA Reguler
iii
Ucok, Tb. Toha, Kiki, Hermantos Mantos, Eko Kodok, Eko Jawa, Binter, Esa Bebeb, terima kasih telah memberi semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
16. Sahabat-sahabatku Penghuni Apartement Asmara, Anton Kuping,
Fityan Mapex, Novryan Gepeng, Nurdin Bedeng, Syafruddin Jono, Rama Haw, Dwi Uwi, Gan Gan AA, Rezza K, Rizal N, Reza R, terima kasih telah memberi semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
17. Sahabat-sahabatku Devi VS, Dyas Z, Amim A, Wildan CMYK, Irfan
Panoy, Fauzi Vijay, Indriana Indrul, Nadia Ihya Muthi, A. Dzikri A, Tama PT, Gea AR, Septian Kaki Gunung, Viska N, dan sahabat lainnya terima kasih telah memberi semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
18. Terima kasih juga kepada WANITA yang telah membantu dan selalu
memberi semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
19. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang
tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, karena keterbatasan penulis, maka dari itu saran dan kritik yang membangun tetap dinantikan guna perbaikan dimasa yang akan datang. Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak
Serang, Juli 2016
iv
Halaman Judul
Abstrak
Abstract
Lembar Orisinalitas
Lembar Persetujuan
Lembar Persembahan
Kata Pengantar ... i
Daftar Isi ... iv
Daftar Tabel ... viii
Daftar Gambar ... ix
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Identifikasi Masalah ... 12
1.3 Pembatasan Masalah ... 13
v
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN ASUMSI DASAR
2.1 Tinjauan Pustaka ... 15
2.1.1 Pemerintah Daerah ... 15
2.1.2 Konsep Manajemen ... 17
2.1.3 Konsep Pendapatan Asli Daerah (PAD) ... 27
2.1.4 Konsep Retribusi Daerah ... 29
2.1.5 Konsep Retribusi Parkir Di Tepi Jalan Umum ... 63
2.2 Penelitian Terdahulu ... 65
2.3 Kerangka Pemikiran Penelitian ... 67
2.4 Asumsi Dasar ... 69
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian ... 70
3.2 Fokus Penelitian ... 71
3.3 Lokasi Penelitian ... 72
3.4 Fenomena Yang Diamati ... 72
vi
3.6 Informan Penelitian ... 75
3.7 Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data ... 77
3.7.1 Teknik Analisis Data ... 82
3.7.2 Pengujian Keabsahan Data ... 85
3.8 Jadwal Penelitian ... 87
BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Deskripsi Objek Penelitian ... 88
4.1.1 Deskripsi Wilayah Kota Serang... 88
4.1.2 Gambaran Umum Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Serang ... 92
4.1.2.1 Profil Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Serang ... 92
4.1.2.2 Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Serang ... 94
vii
4.2.2 Deskripsi Data ... 114
4.3 Temuan Lapangan ... 117
4.3.1 Perencanaan (Planning) ... 118
4.3.2 Pengorganisasian (Organizing) ... 139
4.3.3 Penggerakan/Pengarahan (Actuating) ... 153
4.3.4 Pengawasan (Controling) ... 158
4.4 Pembahasan ... 165
BAB V KESIMPULAN 5.1Kesimpulan ... 174
5.2 Saran ... 175
DAFTAR LAMPIRAN
viii
Tabel 1.2 Rekapitulasi Penerimaan/Penyetoran Karcis Parkir Di Tepi Jalan
Umum Tahun 2013 ... 6
Tabel 1.3 Pembagian Zona Penelitian ... 7
Tabel 1.4 Target Dan Realisasi Retribusi Parkir Di Tepi Jalan Umum Pemerintah Kota Serang 30 Desember 2013 ... 8
Tabel 2.1 Fungsi Manajemen Menurut Para Ahli ... 21
Tabel 2.2 Sifat Barang Publik, Barang Privat dan Barang Campuran... 43
Tabel 3.1 Daftra Informan Penelitian ... 77
Tabel 3.2 Pedoman Wawancara ... 79
Tabel 3.3 Waktu Penelitian ... 87
Tabel 4.1 Daftar Nama Kecamatan dan Luas Wilayahnya ... 92
Tabel 4.2 Potret Kepegawaian Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informasi Kota Serang ... 94
Tabel 4.3 Daftar Informan Penelitian ... 114
Tabel 4.4 Zona Parkir Sebelum Perombakan ... 121
Tabel 4.5 Zona Parkir Setelah Perombakan ... 123
Tabel 4.6 Target dan Realiasasi ... 134
ix
Gambar 2.1 Siklus Manajemen ... 21
Gambar 2.2 Kerangka Berpikir ... 68
Gambar 3.1 Komponen Data Dalam Kualitatif Menurut Miles Dan Huberman ... ... 83
Gambar 4.1 Wilayah Administrasi Kota Serang ... 91
Gambar 4.2 SOP Pelayanan Retribusi Parkir ... 140
1
Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
menjadi dasar kepada pemerintah daerah untuk mengurus serta mengelola segala
potensi sumber daya yang dimiliki daerahnya sendiri dengan tetap mengacu
kepada pemerintah pusat. Selain itu, adanya Undang-undang Nomor 33 Tahun
2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah yang menekankan
peranan pemerintah daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri secara
mandiri. Dengan adanya undang-undang tersebut, muncul asas desentralisasi yang
bertujuan yaitu mewujudkan keadilan antara kemampuan dan daerah, peningkatan
pendapatan asli daerah (PAD) dan pengurangan subsidi dari pemerintah pusat,
dan mendorong pembangunan daerah sesuai dengan aspirasi masing-masing
daerah.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah pasal 157, sumber pendapatan daerah terdiri atas pendapatan asli daerah
(PAD) yaitu hasil dari pajak daerah, hasil dari retribusi daerah, hasil pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah. Selain PAD,
sumber pendapatan daerah juga bersumber dari dana perimbangan dan lain-lain
Peranan pendapatan asli daerah sangatlah penting dalam pelaksanaan
otonomi daerah sebagai salah satu sumber penerimaan daerah untuk
pembangunan. Oleh karena itu, pemerintah daerah diharapkan mampu
mengoptimalkan sumber daya daerah yang ada untuk meningkatkan penerimaan
yang berasal dari daerahnya sendiri.
Dalam pendapatan asli daerah (PAD) terdapat Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah. Pajak daerah dan retribusi daerah merupakan pungutan yang dilakukan
oleh pemerintah daerah yang memberikan kontribusi yang cukup besar dalam hal
pemenuhan penerimaan daerah. Sedangkan penjelasan secara khusus mengenai
retribusi daerah sendiri adalah bagian dari pendapatan asli daerah (PAD) yang
potensial, sehingga mampu membantu penerimaan daerah juga. Retribusi
memiliki prinsip pungutan yang harus dibayar oleh si penerima manfaaat harus
sama dengan nilai dari manfaat yang diterimanya. Retribusi tidak bersifat
memaksa, namun bersifat ekonomis, artinya siapa saja yang tidak merasakan jasa
balik, maka tidak dikenakan biaya tersebut. Karena retribusi tidak bersifat
memaksa maka akan ada sanksi bagi pelanggarnya, maka dari itu untuk mengatur
masalah retribusi dibuatlah Kebijakan Daerah.
Pajak daerah dan retribusi daerah diatur oleh Peraturan Daerah (Perda).
Dengan adanya kebijakan pemerintah yang berupa Peratuan Daerah (Perda),
Pemerintah Kota Serang juga memiliki peraturan daerah yang mengatur tentang
retribusi daerah yang terdapat dalam Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13
terdapat 23 jenis retribusi dan diantaranya adalah retribusi parkir di tepi jalan
umum dan tempat khusus.
Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Serang No.13 Tahun 2011 tentang
Retribusi Daerah, Retribusi parkir di tepi jalan umum yang kemudian disebut
dengan retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum dipungut retribusi sebagai
pembayaran atas setiap pelayanan di tepi jalan umum yang diberikan oleh
Pemerintah Daerah. Retribusi parkir di tepi jalan umum dan tempat khusus
merupakan salah satu retribusi di Kota Serang yang memiliki potensi, namun
memerlukan perhatian khusus dari Pemerintah Kota Serang sendiri. Retribusi
parkir di tepi jalan umum dikelola oleh Dinas Perhubungan, Komunikasi dan
Informatika Kota Serang, sedangkan retribusi parkir tempat khusus dikelola
langsung oleh Dinas Pendapatan Keuangan Daerah Kota Serang.
Retribusi parkir di tepi jalan umum di Kota Serang sudah cukup jelas
dalam Peraturan Daerah No.13 Tahun 2011 tentang Retribusi Daerah baik dalam
objek retribusi, subyek retribusi, cara mengukur tingkat penggunaan jasa retribusi
pelayanan di tepi jalan umum, prinsip dan sasaran dalam penerapan struktur dan
tarif retribusi pelayanan di tepi jalan umum serta struktur dan besarnya tarif
Tempat parkir di tepi jalan umum Kota Serang dibagi dalam sembilan
zona, sebagai berikut :
Tabel 1.1
Pembagian Zona Parkir Di tepi Jalan Umum Kota Serang
NO ZONA WILAYAH
5 Seputaran Taman Sari
1
ZONA II
Jl. Hasanudin
2 Seputaran Pasar aLama (BCA)
3 Jl. Raya Banten (Prapatan Lopang)
4 Jl. Diponegoro
3 Jl. Veteran (Ramayana s/d Alun-alun Barat)
4 Jl. Brigjen Sam’un
4 Jl. Kagungan Lontar s/d Prapatan Brimob
4 Pasar Kalodran
5 Jl. Syech Nawawi / Polda
1
ZONA VII
Jl. Yumaga
2 Jl. KH. Fatah Hasan
3 Jl. KH. Abdul Hadi
4 Jl. Raya Ciwaru
5 Jl. KH. Khotib (Kedalingan)
1
ZONA VIII
Jl. KH. Sochari
2 Jl. Ki Ajurum Cipocok
3 Jl. Bhayangkara
4 Jl. Raya Pandeglang +Tengkele
1
ZONA IX
Jl. Raya Letnan Jidun
2 Jl. Tb. Ma’mun s/d Cikulur
3 Jl. Raya Taktakan
4 Jl. Lingkar Selatan Ciracas
Sumber: Diolah peneliti dari UPT Parkir Dishubkominfo Kota Serang, 2015
Menurut Kepala UPT Parkir Dishubkominfo Kota Serang, Ahmad Yani,
pembagian zona diharapkan mampu membantu Dishubkominfo terutama UPT
Parkir dalam memantau serta mengelola parkir di tepi jalan umum serta
memudahkan dalam hal pemberian pengarahan kepada juru parkir terkait
perparkiran di Kota Serang.
Selain data tabel di atas, UPT Parkir Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan
Informatika Kota Serang juga memiliki data rekapitulasi penggunaan karcis parkir
Tabel 1.2
Rekapitulasi Penerimaan/Penyetoran Karcis Parkir Tepi Jalan Umum
Tahun 2014
NO BULAN Kendaraan Roda PEMAKAIAN KARCIS (LEMBAR)
Dua Kendaraan Roda Empat JUMLAH
1 Januari 6,976 8,227 15,203
2 Februari 5,954 7,863 13,817
3 Maret 8,534 8,179 16,713
4 April 7,976 8,212 16,188
5 Mei 10,776 10,635 21,411
6 Juni 7,360 7,370 14,730
7 Juli 9,100 9,225 18,325
8 Agustus 5,420 5,050 10,470
9 September 9,230 8,200 17,430
10 Oktober 8,900 8,050 16,950
11 November 7,835 7,525 15,360
12 Desember 8,160 6,965 15,125
JUMLAH 96,221 95,501 191,722
Sumber: Diolah peneliti dari UPT Parkir Dishub Kota Serang, 2014
Dari data yang telah dijelaskan di atas, maka peneliti membatasi lokus
penelitian dengan membagi kembali zona parkir di tepi jalan umum yang sudah
Tabel 1.3
Pembagian Zona Penelitian
NO ZONA WILAYAH KETERANGAN
1
ZONA RAMAI
Jl. Maulana Yusuf Asal Zona I
2 Jl. Veteran Asal Zona I
3 Jl. Sam'un Bakri Asal Zona V
4 Jl. Ponegoro Asal Zona II
1
ZONA SEPI
Jl. Ayip Usman Asal Zona V
2 Jl. Trip Jamaksari Asal Zona III
3 Jl. Kagungan Lontar Asal Zona IV
4 Jl. Kaloran Brimob Asal Zona IV
Sumber: Peneliti, 2014.
Pembagian zona di atas diharapkan dapat membantu peneliti untuk lebih
fokus dalam melakukan penelitian, serta dapat mengetahui manajemen retbusi
parkir di Kota Serang.
Pembagian zona diatas, berdasarkan tingkat keramaian dari kendaraan
yang parkir, bukan berdasarkan dari tingkat keramaian kendaraan yang lewat atau
lalu lalang disekitr jalan yang diteliti. Karena zona atau daerah yang ramai belum
menentukan banyaknya kendaraan yang parkir.
Pelaksanaan pemungutan retribusi parkir di tepi jalan umum dilaksanakan
oleh juru parkir yang tersebar disetiap titik disetiap zonanya. Setelah melakukan
penelitian awal pada lokasi penelitian, terlihat beberapa masalah pada retribusi
parkir di tepi jalan umum yang dikelola oleh UPT Parkir Dinas Perhubungan,
Masalah pertama, belum tercapainya target dan realisasi dari retribusi
parkir di tepi jalan umum, seperti pada tabel berikut ini :
Tabel 1.4
Target dan Realisasi Retribusi (Retribusi Parkir Tepi Jalan Umum)
Pemerintah Kota Serang 30 Desember 2014
SKPD Uraian Target Realisasi Presentase
Realisasi
Keterangan
( Rupiah ) ( Rupiah )
Dishubkominfo
Kota Serang
Retribusi Parkir Di
Tepi Jalan Umum
700.000.000 283.233.000 40 % Target yang
belum tercapai
sebesar 60 %
Sumber: Diolah peneliti dari DPKD Kota Serang, 2014
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa retribusi di tepi jalan umum
memberikan kontribusi yang rendah, bahkan target yang ditetapkan belum
tercapai. Hal ini terlihat dari target yang seharusnya dalam setahun ditetapkan
sebesar Rp 700.000.000,- namun realisasinya hanya mencapai Rp 283.233.000,-.
Target yang tersisa masih sebesar Rp 416.717.000,- . Hanya 40% target yang
tercapai dan 60% target yang tidak tercapai atau dengan kata lain target yang
ditentukan belum mencapai 100%.
Masalah kedua yang terlihat adalah ketidaksesuaian tarif yang dikenakan
kepada pengguna jasa pasa parkir terutama pada kendaraan beroda dua. Pada
Lampiran V Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 tentang
Rp. 1.000/ kendaraan. Namun, berdasarkan observasi awal peneliti, pada
kenyataannya pengguna jasa tetap dikenakan tarif Rp. 2.000/ kendaraan. Hal
serupa juga disampaikan oleh pengguna jasa parkir yang peneliti wawancarai
mengatakan bahwa membayar parkir motor disini Rp. 2.000, baik lama ataupun
sebentar sama saja, dan jika dibayar Rp. 1000, seringnya ditolak (wawacara
dengan Anton, 14 Februari 2013, Pukul 16.45 WIB,di Jl. Ponegoro depan Bank
BCA ).
Masalah ketiga yaitu karcis parkir yang masih berbeda-beda disetiap juru
parkir. Masih ada juru parkir yang menggunakan karcis parkir hasil buatan
sendiri, baik difotocopy, tulisan tangan pada secarik kertas bahkan ada yang
didesain sesuai keinginan juru parkir. Selain itu, kartu yang dimiliki juru parkir
juga tidak memiliki kode resmi serta tahun pelaksanaan. Terkadang para
pengguna jasa parkir juga tidak diberikan kartu parkir. Belum ada kejelasan
terkait karcis parkir yang seharusnya seragam yang dimiliki oleh setiap juru parkir
yang berasal dari Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informatika Kota Serang.
Sesuai ungkapan Kepala Subag Umum dan Kepegawaian Dinas Perhubungan,
Komunikasi, dan Informatika Kota Serang yang mengatakan bahwa Dinas
Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kota Serang telah mengeluarkan
karcis secara legal yang diketahui dan disetujui pula oleh Dinas Pendapatan
Keuangan Daerah Kota Serang (wawacara dengan Ibu Hj. Eti Sukmawati, 18
Februari 2013, Pukul 09.15 WIB, di Kantor Dinas Perhubungan, Komunikasi dan
Masalah keempat yaitu parkir liar, baik di zona ramai maupun zona sepi,
belum optimalnya pengelolaan zona-zona parkir untuk meningkatkan retribusi
parkir di Kota Serang. Hal ini dilihat berdasarkan observasi awal peneliti,
sepanjang wilayah retribusi parkir di tepi jalan umum, baik di zona ramai maupun
zona sepi, masih ada parkir liar, artinya masih ada wilayah retribusi parkir di tepi
jalan umum yang digunakan oleh sejumlah oknum untuk parkir tanpa
sepengetahuan dan tidak terdaftar di Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan
Informatika Kota Serang. Hal ini tentunya menyebabkan retribusi yang didapat
tentunya berkurang dari yang diharapkan. Berdasarkan observasi, rendahnya
kualitas dari juru parkir dalam mengetahui, menangani,dan mengelola perparkiran
serta rendahnya kuntitas jumlah pegawai UPT Parkir Dishubkominfo Kota
Serang. Hal ini menunjukan bahwa dalam pengelaolaan parkir belum
dioptimalkan secara maksimal.
Masalah kelima, masih belum dilaksanakannya sistem penyetoran dari juru
parkir kepada UPT Parkir Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informasi Kota
Serang. Berdasarkan wawancara dengan Bapak Ahmad Yani, SE selaku Kepala
UPT Parkir Dishubkominfo Kota Serang, bahwa sistem penyetoran dari juru
parkir kepada UPT Parkir telah diatur UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah, namun pada kenyataanya disesuaikan dengan
kondisi di lapangan. ( wawancara dengan Bapak Ahmad Yani, SE selaku Kepala
UPT Parkir Dishubkominfo Kota Serang, pada tanggal 12 Februari 2014 pukul
Masalah keenam, belum jelasnya sistem pengupahan juru parkir guna
meningkatkan kinerja para juru parkir. Sistem pengupahan juru parkir hanya
berdasarkan kelayakan dari kesepakatan antara UPT Parkir dan Dinas
Perhubungan, Komunikasi, dan Informatika Kota Serang. Hal ini berdasarkan
wawancara dengan Bapak Ahmad Yani, SE selaku Kepala UPT Parkir
Dishubkominfo Kota Serang yang mengatakan, kesepakatan antara UPT Parkir,
Dishubkominfo Kota Serang, serta juru parkir menentukan upah juru parkir
dengan ketentuan presentase 20% untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan 80%
untuk juru parkir termasuk uang makan, uang rokok dan untuk penguasa
setempat, namun belum disahkan secara legal. ( wawancara dengan Bapak Ahmad
Yani, SE selaku Kepala UPT Parkir Dishubkominfo Kota Serang, pada tanggal 12
Februari 2014 pukul 10.30 WIB, di Kantor UPT Parkir Dishubkominfo Kota
Serang ).
Atas dasar latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka peneliti
tertarik untuk mengetahui permasalahan ini. Oleh karena itu peneliti memberi
1.2Identifikasi Masalah
Dari latar belakang diatas maka penulis membuat identifikasi masalah
sebagai berikut:
1. Belum tercapainya target pendapatan daerah yang berasal dari
retribusi parkir di tepi jalan umum.
2. Ketidaksesuaian tarif retribusi parkir ditepi jalan umum yang
dikenakan khususnya pada kendaraan roda dua. Pada perda tertera
Rp. 1.000/ kendaraan. Namun pada kenyataannya adalah Rp.
2.000/ kendaraan.
3. Belum jelasnya penggunaan karcis parkir yang digunakan juru
parkir. Ketidakseragaman penggunaan karcis parkir serta karcis
parkir yang masih dibuat sendiri oleh juru parkir.
4. Belum optimalnya pengelolaan zona-zona parkir untuk
meningkatkan retribusi parkir di Kota Serang.
5. Belum dilaksanakan sistem penyetoran hasil parkir dari juru parkir
kepada UPT Parkir Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan
Informatika Kota Serang.
6. Belum jelasnya sistem pengupahan juru parkir guna meningkatkan
1.3Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini peneliti mencoba membatasi ruang lingkup
permasalahan karena keterbatasan peneliti sendiri dan agar penelitian ini tidak
menyimpang dari tujuannya. Maka, penelitian ini fokus pada objek penelitian
yaitu Manajemen Parkir Di Kota Serang.
1.4Perumusan Masalah
Berdasarkan pada pembatasan masalah diatas, perumusan masalah dalam
penelitian ini adalah “Bagaimana manajemen parkir di Kota Serang?”
1.5Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis
tentang manajemen parkir di Kota Serang.
1.6 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian manajemen parkir di Kota Serang
adalah :
a) Secara teoritis
1. Secara teoritis penelitian ini bermanfaat dalam mengembangkan
teori-teori yang telah ada serta dapat mengembangkan khazanah
ilmu pengetahuan yang ada khususnya dalam kaitannya dengan
ilmu manajemen.
2. Untuk dapat memberikan input atau masukan mengenai ilmu
b) Secara Praktis
1. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan saran untuk
meningkatkan Manajemen Retribusi Parkir Di Kota Serang agar
dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Serang.
2. Bagi peneliti dapat memberikan input dan menambah pengetahuan
dan wawasan serta melatih kemampuan dalam menganalisis
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN ASUMSI DASAR PENELITIAN
2.1.Tinjauan Pustaka
Sub bab Tinjauan Pustaka mengemukakan teori-teori pendukung yang
digunakan dalam penelitian ini. Teori-teori ini berguna sebagai penjelas dan
kerangka pemikiran dalam penelitian. Dalam Penelitian yang berjudul Manajemen
Retribusi Parkir di Kota Serang, peneliti menggunakan teori-teori yaitu teori
mengenai Pemerintah Daerah, Konsep Manajemen, Konsep Pendapatan Asli
Daerah, Konsep Retribusi Daerah untuk melengkapinya digunakan penelitian
terdahulu sebagai gambaran dalam memecahkan masalah yang ada. Adapun
penjelasan yang lebih lengkap akan dijabarkan pada point-point di bawah ini.
2.1.1. Pemerintah Daerah
UU No. 32 tahun 2004, ayat 3 tentang Pemerintah Daerah menjelaskan
bahwa Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota, dan Perangkat
daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Dalam hal ini
dimaksudkan bahwa pemerintah daerah sebagai penyelenggara pemerintah daerah
otonom oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas desentralisasi. Asas
desentralisasi dalam hal ini sebagai suatu penyerahan wewenang pemerintah oleh
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah otonom. Oleh karenanya daerah
mempunyai kewenangan dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
Pemerintahan Daerah dalam pasal 1 ayat 2, UU No. 32 tahun 2004
menjelaskan Pemerintahan daerah adalah Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan
oleh Pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan
dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia sebagai dimaksud dalam UUD Negara Republik Indonesia
tahun 1945.
Penyelenggaraan urusan pemerintahan merupakan pelaksanaan hubungan
kewenangan antara pemerintahan daerah provinsi, kabupaten dan kota atau antar
pemerintahan daerah yang saling terkait, tergantung, dan sinergis sebagai suatu
sistem pemerintahan. Urusan pemerintahan yang menjadikan kewenangan
pemerintahan daerah yang berdasarkan kriteria terdiri atas urusan wajib dan
urusan pilihan. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib
berpedoman pada standar pelayanan minimal (SPM) yang dilaksanakan secara
bertahap dan ditetapkan oleh pemerintah. Sedangkan urusan pilihan adalah urusan
yang secara nyata ada di daerah dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah.
Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Serang No. 13 Tahun 2011 tentang
Retribusi Daerah, pemerintah daerah memiliki peranan penting dalam menentukan
berbagai hal terkait retribusi, yang didalamnya terdapat retribusi parkir ditepi jalan
umum. Peraturan ini dapat diimplementasikan secara tepat agar memberikan
2.1.2. Konsep Manajemen
Manajemen adalah serangkaian cara untuk melakukan pengaturan agar
sebuah organisasi dapat mencapai tujuan yang telah direncanakan adapun menurut
Abdurahmat Fathoni ( 2006: 5 ) manajemen memiliki arti yang sangat luas
dengan berbagai sudut pandang didalamnya, sehingga muncul banyak definisi dari
para ahli. Hakikat manajemen adalah merupakan proses pemberian bimbingan,
pimpinan, pengaturan, pengendalian, dan pemberian fasilitas lainnya.
Menurut The Liang Gie ( Fathoni, 2006: 27 ), mengemukakan bahwa :
Manajemen adalah seni dan ilmu perencanaan, pengorganisasian, pngerahan, dan
pengontrolan human dan natural resources untuk mencapai tujuan yang telah
ditentukan terlebih dahulu. Dengan demikian, manajemen tergolong kedalam ilmu
pengetahuan kerana memiliki persyaratan keilmuan, yaitu mempunyai
prinsip-prinsip, metode-metode, peraturan-peraturan, dan ketentuan-ketentuan yang
merupakan suatu kesatuan dalam sistem yang berlaku secara umum, yang dapat
memecahkan permasalahan atas setiap problem yang timbul dibidang manajemen,
baik problem yang dijumpai sehari-hari maupun yang terungkap melalui survei
atau percobaan-percobaan dalam suatu penelitian dengan penganalisaan dan
pengujian, sehingga dapat diperoleh kebenaran yang objektif yang berlaku umum.
Manajemen adalah tugas. Manajemen adalah disiplin dan juga
orang-orang. Setiap pencapaian dari manajemen adalah pencapaian seorang manager
juga kegagalannya. Visi, dedikasi dan integritas seorang manager menentukan
Lebih lanjut Drukcer ( 2008: 12 ) menyatakan bahwa
”the ultimate test of management is performance. Achievement rather than knowledge remains, of necessity, both aim and proof. Management is a practice rather than a science or a profession,though containing elements of both (manajemen dibuktikan lewat kinerja, melalui pencapaian bukan teori semata. Manajemen didasarkan pada tujuan dan bukti pencapaian, manajemen adalah praktek bukan sekedar ilmu pengetahuan atau profesi, meskipun mencakup keduanya.
Menurut Hasibuan ( 2007: 1 ) sebagai berikut, Manajemen berasal dari
kata to manage yang berarti mengatur. Pengaturan dilakukan melalui proses dan
diatur berdasarkan urutan dari fungsi-fungsi manajemen itu. Jadi, manajemen itu
merupakan suatu proses untuk mewujudkan tujuan yang diinginkan. Selain itu,
manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya
manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai
suatu tujuan tertentu, Andrew F. Sikula ( Hasibuan, 2007: 2 ) mengatakan bahwa :
“Management in general refers to planning, organizing, controlling, staffing, leading, motivating, communicating, and decision making activities performed by any organization in order to coordinate the varied resources of the enterprise so as to bring an efficient creation of some product or service”. ( Manajemen pada umumnya dikaitkan dengan
aktivitas-aktivitas perencanaan, pengorganisasian, pengendalian,
penempatan, pengarahan, pemotivasian, komunikasi dan pengambilan keputusan yang dilakukan oleh setiap organisasi dengan tujuan untuk mengkoordinasikan berbagai sumber daya yang dimilikioleh perusahaan sehingga akan dihasilkan suatu produk atau jasa secara efisien).
Selanjutnya, Harold Koontz dan Cyril O’Donnel ( Hasibuan, 2007: 2 )
mendefinisikan bahwa :
demikian manajer mengadakan koordinasi atas sejumlah aktivitas orang lain yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, penempatan, pengarahan dan pengendalian.
Pengertian manajemen juga dikemukakan oleh Millet ( Siswanto, 2005: 1 )
manajemen is the process of directing and facilitating the work of the people
organized in formal groups to achieve a desired goal ( adalah suatu proses
pengarahan atau pemberian fasilitas kerja kepada orang yang diorganisasikan
dalam kelompok formal untuk mencapai tujuan.
Selanjutnya Millet lebih menekankan bahwa manajemen sebagai suatu
proses, yaitu suatu rangkaian aktivitas yang satu sama lain saling berurutan.
1. Proses pengarahan (process of directing), yaitu suatu rangkaian kegiatan untuk memberikan petunjuk atau instruksi dari seorang atasan kepada bawahan atau kepada orang yang diorganisasikan dalam kelompok formal dan untuk mencapai tujuan.
2. Proses pemberian fasilitas kerja (process of facilitating the work), yaitu rangkaian kegiatan untuk memberikan sarana dan prasarana serta jasa yang memudahkan pelaksanaan pekerjaan dari seorang atasan kepada bawahan atau kepada orang yang terorganisasi dalam kelompok formal untuk pencapaian suatu tujuan.
Dari berbagai konsep mengenai definisi manajemen di atas maka dapat
disimpulkan bahwa manajemen merupakan alat atau cara yang digunakan melalui
beberapa tahapan untuk mencapai tujuan, yang mana tahapan-tahapan tersebut
terdiri atas perencanaan baik apa yang akan dilakukan, apa yang akan dituju dan
kemudian diorganisasikan keseluruh unit kerja, lalu actuating dan yang terakhir
adalah pengawasan atau controlling. Dimensi-dimensi tersebut memiliki
keterkaitan masing-masing agar terjadi keseimbangan dalam perjalanan mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Adapun untuk lebih jelasnya di bawah ini akan di
Adapun asas-asas umum manajemen (general principles of management) ,
menurut Henry Fayol ( Handoko, 2003: 46-47 ) yaitu, sebagai berikut :
1. Division of work ( asas pembagian kerja ) ;
2. Authority and responsibility ( asas wewenang dan tanggungjawab ) ; 3. Discipline ( asas disiplin ) ;
4. Unity of command ( asas kesatuan perintah ) ;
5. Unity of direction ( asas kesatuan jurusan atau arah ) ;
6. Subordination of individual interest into general interest ( asas kepentingan umum diatas kepentingan pribadi ) ;
7. Remuneration of personnel ( asas pembagian gaji yang wajar ) ; 8. Centralization ( asas pemusatan wewenang ) ;
9. Scalar of chain ( asas hierarki atau asas rantai berkala ) ; 10.Order ( asas keteraturan ) ;
11.Equity ( asas keadilan ) ; 12.Initiative ( asas inisiatif ) ;
13.Esprit de crops ( asas kesatuan ) ;
14.Stability of turn-over personnel ( asas kestabilan masa jabatan ).
Asas-asas umum manajemen yang telah disampaikan di atas dijabarkan
secara jelas dan lengkap oleh Henry Fayol, empat belas asas tersebut dapat
dijadikan acuan dalam suatu manajemen. Sedangkan menurut George R Terry
( Badrudin, 2013: 14 ) sebagai berikut: manajemen merupakan proses yang khas,
yang terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan (Planning), pengorganisasian
(Organizing), penggerakan (Actuating) dan pengawasan (Controlling) yang
dilakukan untuk menentukan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan melalui
pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber lainnya. Adapun beberapa fungsi
Tabel 2.1
Fungsi Manajemen Menurut Para Ahli
George R. Terry
(Sumber: Badrudin, 2013: 14 )
Siklus Kegiatan Manajemen
Gambar: 2.1 Siklus Kegiatan Manajemen Perencanaan
Penggerakan Pengawasan
Pengorganisasian
Dari tabel di atas akan diperinci empat fungsi manajemen yang paling
penting yaitu planning, organizing, actuating, dan controlling.
1. Perencanaan ( Planning )
Perencanaan merupakan persiapan yang teratur dari setiap usaha untuk mewujudkan/mencapai tujuan yang telah ditentukan. Dalam pengertian tersebut, terkandung makna bahwa pada hakekatnya aspek perencanan senantiasa terdapat dalam setiap jenis usaha manusia. Perencanaan adalah
suatu cara bagaimana mencapai tujuan sebaik-baiknya (maximum output)
dengan memberdayakan semua sumber daya yang ada agar tujuan dapat tercapai secara efisien dan efektif.
2. Pengorganisasian ( Organizing )
Keseluruhan proses pengelompokan orang-orang, alat-alat, tugas, tanggung jawab atau wewenang sedemikian rupa sehingga tercipta suatu organisasi yang dapat digerakkan sebagai suatu kesatuan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditentukan.
3. Penggerakan ( Actuating )
Keseluruhan proses pemberian motif bekerja kepada para bawahan sedemikian rupa sehingga mereka mau bekerja dengan ikhlas demi tercapainya tujuan organisasi dengen efisien dan ekonomis
4. Pengawasan ( Controlling )
Proses pengamatan dari sebuah kegiatan administrasi untuk menjamin agar semua pekerjaan yang sedang dikerjakan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya.
Penjalasan mengenai fungsi- fungsi manajemen menurut George R Terry
yaitu Planning, Organizing, Actuating, dan Controlling yaitu sebagai berikut:
1. Perencanaan ( Planning )
Menurut Siagian ( 2011: 88 ) perencanaan dapat didefinisikan
sebagai keseluruhan proses pemikiran dan penentuan secara matang
tentang hal-hal yang akan dikerjakan di masa yang akan datang dalam
Menurut Hasibuan ( 2007: 40 ) perencanaan adalah proses
penentuan tujuan dan pedoman pelaksanaan dengan memilih yang terbaik
dari alternatif-alternatif yang ada. Selanjutnya, Harold Koonts and Cyril
O’Donnel dalam Hasibuan ( 2007 : 40 ) mengatakan bahwa :
“Planning is the function of a manager which involves the
selection from objectives, policies, procedures, and program”.
( Perencanaan adalah fungsi seorang manajer yang berhubungan dengan
memilih tujuan-tujuan, kebijaksanaan-kebijaksanaan, prosedur-prosedur
dan program-program dari alternatif-alternatif yang ada ).
Menurut George R Terry ( 2009 : 17 ) planning ialah menetapkan
pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh sekelompok untuk mencapai
tujuan yang digariskan. Planning mencakup kegiatan pengambilan
keputussan, karena termasuk pemilihan alternatif-alternatif keputusan.
Diperlukan kemampuan untuk mengadakan visualisasi dan melihat
kedepan guna merumuskan suatu pola dari himpunan tindakan untuk masa
mendatang. Jadi, masalah perencanaan adalah masalah “memilih” yang
terbaik dari beberapa alternatif yang ada.
2. Pengorganisasian ( Organizing )
Menurut Siagian ( 2011: 95 ), definisi sederhana pengorganisasian
adalah keseluruhan proses pengelompokan orang-orang, alat-alat,
tugas-tugas, tanggungjawab dan wewenang sedemikian rupa sehingga tercipta
dan bulat dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan
sebelumnya.
Sedangkan menurut Hasibuan ( 2007: 40 ) pengorganisasian adalah
suatu proses penentuan, pengelompokkan dan pengaturan
bermacam-macam aktifitas yang diperlukan untuk mencapai tujuan, menempatkan
orang-orang pada setiap aktifitas ini, menyediakan alat-alat yang
diperlukan dan menetapkan wewenang yang secara relatif didelegasikan
kepada setiap individu yang akan melakukan aktivitas- aktivitas tersebut.
Dalam Hasibuan ( 2007: 40 ), George R Terry mengatakan :
“ Organizing is the estabilishing of effective behavioral relationship
among person so that they may work together efficienly and again
personal satisfactions for the purpose of the achieving some goal or
objective”. ( Pengorganisasian adalah tindakan mengusahakan
hubungan-hubungan kelakuan yang efektif antara orang-orang, sehingga mereka
dapat bekerja sama secara efisien, dan dengan demikian memperoleh
kepuasan pribadi dalam hal melaksanakan tugas-tugas tertentu dalam
kondisi lingkungan tertentu guna mencapai tujuan atau sasaran tertentu ).
3. Penggerakan / Pengarahan ( Actuating )
Menurut Siagian ( 2011 : 106 ), actuating dapat didefinisikan
sebagai keseluruhan usaha, cara, teknik, dan metode untuk mendorong
para anggota organisasi agar mau dan ikhlas bekerja dengan sebaik
mungkin demi tercapainya tujuan organisasi dengan efisien, efektif dan
Menurut Hasibuan ( 2007 : 41 ) pengarahan adalah mengarahkan
semuabawahan agar mau bekerja sama dan bekerja efektif untuk mencapai
tujuan.
George R Terry memberikan definisi mengenai pengarahan
( actuating ), yaitu :
“ Actuating is setting allmembers of the group to want to achieve and to
strike to achieve the objective willingly and keeping with the managerial
planning and organizing efforts”. ( Pengarahan adalah membuat semua
anggota kelompok agar mau sama dan bekerja sama secara ikhlas serta
bergairah untuk mencapai tujuan sesuai dengan perencanaa dan
usaha-usaha pengorganisasian).
Selain itu, George R Terry ( 2009 : 17 ) menjelaskan juga bahwa
actuating atau disebut juga “gerakan aksi” mencakup kegiatan yang
dilakukan seorang manajer untuk mengawali dan melanjutkan kegiatan
yang ditetapkan oleh unsur perencanaan dan pengorganisasian agar
tujuan-tujuan dapat tercapai. Actuating mencakup penetapan dan pemuasan
kebutuhan manusiawi dari pegawai-pegawainya, memberi penghargaan,
mengembangkan dan memberi kompensasi kepada mereka.
4. Pengawasan ( Controlling )
Menurut Siagian ( 2011 : 112 ) , Fungsi pengawasan adalah fungsi
terakhir dari proses manajemen. Fungsi pengawasan adalah proses
pengamatan pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar
yang telah ditentukan sebelumnya. Fungsi ini sangat penting dan sangat
menentukan pelaksanaan proses manajemen, karena itu harus dilakukan
dengan sebaik-baiknya. Pengawasan berkaitan erat dengan fungsi
perencanaan, kedua fungsi ini merupakan hal yang saling mengisi karena :
a. Pengawasan harus lebih dahulu direncanakan:
b. Pengawasan baru dapat dilakukan jika ada rencana;
c. Pelaksanaan rencana akan baik jika pengawasan dilakukan dengan
baik;
d. Tujuan baru dapat diketahui tercapai atau tidak, setelah
pengawasan atau penilaian dilakukan.
Titik tolak yang digunakan dalam membahas pengawasan sebagai salah
satu fungsi organik manajemen ialah definisi yang mengatakan bahwa
pengawasan merupakan proses pengamatan dari seluruh kegiatan organisasi guna
lebih menjamin bahwa semua pekerjaan yang sedang dilakukan sesuai dengan
rencana yang telah ditentukan sebelumnya. Sebagai fungsi organic, pengawasan
merupakan salah satu tugas yang mutlak diselenggarakan oleh semua orang yang
menduduki jabatan manajerial, mulai dari manajer puncak hinggan para manajer
rendah yang secara langsung mengendalikan kegiatan-kegiatan teknis yang
diselenggarakan oleh semua petugas operasional.
Penjelasan di atas mengenai asas dan fungsi yang telah disampaikan oleh
para pakar manajemen dapat disimpulkan bahwa asas-asas menjadi panduan
dalam setiap pelaksanaan manajemen, sedangkan fungsi manajemen merupakan
paling menentukan adalah dalam proses perencanaan karena apabila sebuah
perencanaan dibuat dengan matang maka fungsi yang lainnyapun hanya tinggal
mengikuti namun jika perencanaan dibuat secara apa adanya maka fungsi yang
lainnya akan mengalami kesulitan saat pelaksanaannya sehingga baik asas dan
fungsi harus dijalankan agar tercapai tujuan yang optimal sesuai yang diharapkan.
Sedangkan berdasarkan konsep manajemen diatas, maka manajemen
pelayanan dapat diartikan sebagai suatu proses penerapan ilmu untuk menyusun
rencana, mengimplementasikan rencana, mengkoordinasikan dana dan
menyelesaikan aktivitas-aktivitas pelayanan demi tercapainya tujuan-tujuan
pelayanan. Menurut A.S. Moenir ( 2010: 186 ), yang dimaksud dengan
manajemen pelayanan adalah manajemen proses, yaitu sisi manajemen yang
mengatur dan mengendalikan proses layanan, agar mekanisme kegiatan pelayanan
dapat berjalan tertib, lancar, tepat mengenai sasaran dan memuaskan bagi pihak
yang harus dilayani.
2.1.3. Konsep Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
menjadi dasar kepada pemerintah daerah untuk mengurus serta mengelola segala
potensi sumber daya yang dimiliki daerahnya sendiri dengan tetap mengacu
kepada pemerintah pusat. Selain itu, adanya Undang-undang Nomor 33 Tahun
2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah yang menekankan
mandiri. Dengan adanya undang-undang tersebut, muncul asas desentralisasi yang
bertujuan :
a) Mewujudkan keadilan antara kemampuan dan daerah;
b) Peningkatan Pendapatan Asli daerah (PAD) dan pengurangan subsidi dari
pemerintah pusat; dan
c) Mendorong pembangunan daerah sesuai dengan aspirasi masing-masing
daerah.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah pasal 157, sumber pendapatan daerah terdiri atas Pendapatan Asli Daerah
(PAD) yaitu hasil dari pajak daerah, hasil dari retribusi daerah, hasil pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah. Selain PAD,
sumber pendapatan daerah juga bersumber dari Dana Perimbangan dan Lain-Lain
pendapatan Daerah Yang Sah.
Menurut H.A.W. Widjaja ( 2007: 78 ) Pendapatan Asli Daerah (PAD)
terdiri dari pajak, retribusi, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan
kekayaan daerah seperti laba, deviden dan penjualan saham milik daerah serta
pinjaman dan pendapatan asli daerah yang sah seperti hasil penjualan asset tetap
dan jasa giro.
Berdasarkan definisi pendapatan asli daerah (PAD) diatas, dapat
disimpulkan bahwa pendapatan asli daerah (PAD) adalah pendapatan yang
diperoleh oleh pemerintah daerah hasil dari pungutan dilakukan sesuai dengan
aturan terkait potensi daerah nya untuk menigkatkan hasil pendapatan daerah
sesaui aturan yang berlaku.
2.1.4. Konsep Retribusi Daerah
Dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD) terdapat unsur pendapatan dari
retribusi daerah. Retibusi daerah memiliki potensi yang cukup besar dalam
menyumbang pendapatan pemerintah daerah. Menurut Suparmoko ( 2001: 85 )
Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau
pemberian izin tertentu yang khusus disediakan atau diberikan oleh pemerintah
daerah untuk kepentingan pribadi atau badan. Sedangkan, Nasrun ( Kaho, 2007:
171 ) mengatakan Retribusi Daerah merupakan pungutan daerah sebagai
pembayaran pemakaian atau karena memperoleh jasa pekerjaan, usaha atau milik
daerah untuk kepentingan umum, atau karena jasa yang diberikan oleh daerah
baik langsung maupun tidak langsung.
Dalam Pasal 37 UU Nomor 22 Tahun 1948 ditegaskan bahwa Retribusi
Daerah adalah pungutan pendapatan oleh Pemerintah sebagai pengganti
(kerugian) diensten yang diberikan oleh Daerah kepada siapa saja yang
membutuhkan diensten itu.
Dari pendapat-pendapat tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa Retribusi
Daerah adalah pungutan Daerah sebagai bayaran atas pemakaian jasa atau karena
mendapatkan jasa pekerjaan, usaha atau milik Daerah bagi yang berkepentingan
Demikian pula, dari pendapat-pendapat diatas dapat diikhtisarkan ciri-ciri
pokok Retribusi Daerah sebagai berikut :
1. Retribusi dipungut oleh daerah;
2. Dalam pungutan retribusi terdapat prestasi yang diberikan Daerah yang
langsung dapat ditunjuk;
3. Retribusi dikenakan kepada siapa saja yang memanfaatkan, atau
mengenyam jasa yang disediakan Daerah.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah, Retribusi daerah dikelompokkan menjadi tiga macam
sesuai dengan objeknya. Objek retribusi adalah berbagai jenis pelayanan atau jasa
tertentu yang disediakan oleh pemerintah daerah. Namun tidak semua jasa
pelayanan yang diberikan oleh pemerintah daerah dapat dipungut retribusinya.
Jasa pelayanan yang dapat dipungut retribusinya hanyalah jenis-jenis jasa
pelayanan yang menurut pertimbangan social ekonomi layak dijadikan objek
retribusi.
Jasa-jasa pelayanan tersebut diantaranya dapat dikelompokkan sebagai
berikut:
1. Retribusi Jasa Umum
Retribusi Jasa Umum adalah pelayanan yang disediakan atau diberikan pemerintah daerah untuk bertujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.
Jenis-jenis Retribusi Jasa Umum adalah:
a) Retribusi Pelayanan Kesehatan;
b) Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan;
c) Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda penduduk
dan Akte Catatan Sipil;
d) Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Penguburan Mayat;
f) Retribusi Pelayanan Pasar;
g) Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor;
h) Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadaman Kebakaran;
i) Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta;
j) Retribusi Penyediaan dan/atau Penyedotan Kakus;
k) Retribusi Pengolahan Air Limbah;
l) Retribusi Pelayanan Tera/ Tera Ulang;
m) Retribusi Pelayanan Pendidikan;
n) Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi.
2. Retribusi Jasa Usaha
Retribusi Jasa Usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial.
Jenis-jenis Retribusi Jasa Usaha adalah:
a) Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah;
b) Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan;
c) Retribusi Tempat Pelelangan;
d) Retribusi Terminal;
e) Retribusi Tempat Khusus Parkir;
f) Retribusi Tempat Penginapan/Pesanggrahan/Villa;
g) Retribusi Rumah Potong Hewan;
h) Retribusi Pelayanan Kepelabuhan;
i) Retribusi Tempat Rekreasi dan Olah Raga;
j) Retribusi Penyeberangan di Atas Air;dan
k) Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah.
3. Retribusi Perizinan tertentu
Retribusi Perizinan Tertentu adalah kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.
Jenis-jenis Retribusi Perizinan Tertentu adalah: a) Retribusi Izin Mendirikan Bangunan;
b)Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol;
Sedangkan menurut Iksan dan Salomo ( 2002: 133-155 ) Retribusi atau
charging merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang sangat penting di
samping pajak daerah. Menurut Nota Keuangan dan RAPBN tahun 2001,
komposisi pendapatan asli daerah Kabupaten dan Kota seluruh Indonesia pada
tiga tahun terakhir (1998/1999 hingga 2000) menunjukkan bahwa kontribusi
penerimaan retribusi daerah terhadap PAD berfluktuasi antara 35% sampai 41%.
Sedangkan kontribusi pajak daerah berfluktuasi antara 42% hingga 47%.
Fluktuasi penerimaan retribusi daerah serta kontribusinya terhadap PAD
memperlihatkan bahwa kontribusi masing-masing sumber PAD dipengaruhi oleh
kondisi perekonomian makro. Pada saat kondisi perekonomian memburuk maka
sumber-sumber PAD juga cenderung berkurang, sebaliknya pada saat kondisi
perekonomian membaik maka sumber-sumber PAD juga cenderung meningkat.
Kondisi demikian disebabkan karena sumber-sumber PAD sebagian besar
adalah penerimaan-penerimaan yang berasal dari aktivitas perekonomian yang
dilakukan oleh masyarakat atau pelaku-pelaku usaha. Memburuknya kondisi
perekonomian sebagai akibat terjadinya krisis ekonomi pada gilirannya membuat
para pelaku usaha kurang bergairah dan kurang mampu mengembangkan
usahanya, yang membuat aktivitasnya menurun dengan konsekuensi menurunnya
transaksi maupun keuntungan yang diperoleh. Hal inilah yang kemudian
menyebabkan sumber-sumber PAD juga berkurang sebagai akibat penurunan
penerimaan pajak daerah, retribusi daerah dan sumber-sumber lainnya.
Tingginya penerimaan dari pajak daerah dibandingkan dengan penerimaan
ketergantungan yang sangat tinggi terhadap penerimaan dari pajak daerah. Pajak
daerah dapat dikatakan menjadi satu-satunya sumber andalan bagi penerimaan
daerah. Kontribusi pajak daerah terhadap PAD yang lebih besar dari retribusi
daerah juga menunjukkan betapa dominannya kedudukan pajak daerah dalam
sumber penerimaan daerah sehingga hamper dapat dikatakan bahwa
sumber-sumber pendapatan lainnya hanya berperan sebagai pelengkap bagi penerimaan
daerah. Tingginya penerimaan pajak daerah dibandingkan dengan penerimaan dari
sektor-sektor PAD lainnya merupakan konsekuensi dari begitu dominannya sektor
sekunder dan tersier dalam perekonomian. Perekonomian daerah yang
bersandarkan pada sektor sekunder dan tersier (industri, perdagangan dan jasa)
mengandung banyak sekali aktivitas yagn dapat dijadikan sebagai tax base (basis
pajak daerah)yang merupakan salah satu sumber PAD.
Namun demikian, tingginya penerimaan pajak daerah dibanding retribusi
memperlihatkan dua gejala. Pertama, secara tidak langsung kondisi tersebut
memperlihatkan bahwa pemda masih kurang mampu untuk menggali
sumber-sumber penerimaan lain di luar pajak daerah, terutama dari retribusi daerah,
BUMD maupun pengelolaan aset daerah dan kekayaan daerah lainnya. Upaya
penggalian sumber pendapatan daerah dari retribusi daerah dan laba BUMD agar
menjadi sumber penerimaan yang potensial memang mempersyaratkan pemberian
layanan yang luas dan berutu tinggi pada masyarakat. Rendahnya kontribusi
penerimaan dari retribusi daerah dan BUMD mengindikasikan bahwa pemda
masih kurang mampu untuk mengidentifikasikan kebutuhan masyarakat terhadap
memberikan pelayanan-pelayanan yang dibutuhkan masyarakat tersebut dengan
mutu yang tinggi untuk kemudian memungut penerimaan dari pelayanan yang
telah diberikannya. Sebaliknya, tingginya penerimaan dari pajak daerah
dibandingkan dengan penerimaan dari retribusi daerah memperlihatkan bahwa
pemda lebih konsern dengan upaya penggalian sumber-sumber penerimaan secara
optimal namun kurang konsern terhadap upaya meningkatkan kualitas pelayanan
kepada masyarakat. Hal ini karena berbeda dengan retribusi, pemungutan pajak
daerah memang dapat dipaksakan dan tidak terkait secara langsung dengan
pelayanan yang diberikan pemda kepada masyarakat.
Kedua, ketergantungan PAD yang sangat tinggi terhadap pendapatan yang
berasal dari pajak daerah juga memperlihatkan sangat dominannya peran Dinas
Pendapatan Daerah ( Dipenda ) dalam menggali sumber-sumber pendapatan
daerah yang berasal dari pajak daerah. Hal ini karena umumnya Dipenda
berkedudukan sebagai unsur pelaksana pemda di bidang pemungutan pendapatan
daerah yang mempunyai tugas untuk melaksanakan sebagian urusan rumah tangga
daerah dalam bidang pemungutan pendapatan daerahdan mengadakan koordinasi
dengan instansi lain dalam perencanaan, pelaksanaan serta pengendalian
pemungutan pendapatan daerah. Oleh karena itu kemudian keuangan daerah
menjadi sangat tergantung pada sejauh mana kemampuan Dipenda dalam
mengidentifikasi dan menggali sumber-sumber pendapatan daerah, terutama dari
pajak daerah. Sementara itu,keberadaan unit-unit atau instansi lain dalam
lingkungan pemda menjadi kurang berarti dalam menciptakan pendapatan daerah,
pelayanan langsung kepada masyarakat dan karena itu sebenarnya potensial bagi
pemungutan retribusi atau penerimaan lainnya. Karena tugas pemungutan
pendapatan daerah berada di pundak Dipenda maka keberadaan instansi lain
menjadi lebih berperan sebagai instansi yang hanya cenderung menghabiskan
dana (cost center) meskipun sebenarnya potensial untuk menjadi unit yang
mampu menghasilkan pendapatan (revenue center). Hal ini dapat mengakibatkan
hubungan yang kurang harmonis di dalam organisasi pemda sendiri, karena yang
muncul kemudian adalah kurangnya kompetisi antar instansi, instansi kurang
berorientasi pada pelayanan dan instansi yang lebih berperan sebagai cost centre
dibandingkan dengan revenue centre. Pada satu sisi terdapat dinas yang berupaya
menggali sumber-sumber penerimaan daerah, namun di sisi lain terdapat
dinas-dinas yang berupaya menggunakan dana tersebut secara kurang akuntabel dan
transparan.
Karena itu pada masa yang akan datang diperlukan adanya keseimbangan
peran diantara berbagai sumber penerimaan daerah dan peran masing-masing
instansi pemda dalam menggali sumber-sumber pendapatan daerah melalui
berbagai jenis pelayanan yang diberikannya kepada masyarakat. Retribusi daerah
merupakan aspek penting untuk dibahas dalam membicarakan keuangan daerah
secara keseluruhan. Pembahasan mengenai retribusi atau pungutan diperlukan
dalam upaya mencari cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan penerimaan
retribusi daerah pada masa yang akan datang. Pembahasan mengenai retribusi
dalamnya sehingga diharapkan dapat memberikan gambaran dalam mengkaji apa
yang ada di balik penetapan retribusi sebagai sumber pendapatan daerah.
Pemerintah daerah diantaranya melaksanakan tugas memberikan layanan
kepada seluruh masyarakat. Pungutan retribusi oleh pemerintah daerah selalu
dikaitkan dengan layanan yang diberikan oleh pemerintah daerah, karena retribusi
merupakan pembayaran atas jasa yang telah diberikan oleh pemerintah daerah.
Secara umum dapat dikatakan bahwa retribusi merupakan pungutan yang
dilakukan atas jasa-jasa atau layanan yang diberikan oleh pemerintah atau pihak
lainnya kepada masyarakat. Karena itu pungutan retribusi daerah selalu dikaitkan
dengan layanan yang diterima masyarakat dari pemerintah atau lembaga lain yang
berada di lingkungan pemerintahan, seperti badan-badan usaha yang dimiliki oleh
daerah. Demikian pula, layanan yang diterima tersebut lebih bersifat pribadi. Hal
ini pula yang membedakan retribusi daerah dengan pajak daerah. Pajak daerah
tidak secara langsung memberikan kontribusi kepada pembayarnya. Kontribusi
yang diterima pembayar pajak juga tidak disediakan semata-mata untuk dirinya
pribadi, melainkan untuk seluruh masyarakat secara bersamaan.
Di Indonesia, aturan mengenai retribusi daerah diantaranya adalah UU
Darurat No. 12 tahun 1957 tentang Peraturan Umum Retribusi Daerah. Di
samping itu, undang-undang lain yang terkait adalah UU No. 5 tahun 1974
mengenai Pokok-Pokok Pemerintah di Daerah. Sebagaimana dengan pajak
daerah, dewasa ini retribusi daerah diatur dengan UU No. 18 tahun 1987 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan UU No. 34 tahun 2000 tentang Perubahan
undang-undang tersebut retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai
pembayaran atas jasa atau pemberian ijin tertentu yang khusus disediakan
dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau
badan. Jasa merupakan kegiatan pemerintah daerah berupa usaha dan pelayanan
yang menyebabkan barang, fasilitas atau kemanfaatan lainnya yang dapat
dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Jasa-jasa yang dimaksudkan dapat
berupa jasa pekerjaan, jasa atas usaha atau milik daerah dan jasa lainnya,
termasuk jasa pemberian ijin untuk pengendalian yang secara langsung memberi
manfaat bagi pemakainya. Dalam peraturan perundang-undangan jasa dibedakan
menjadi jasa umum, jasa usaha dan perijinan tertentu.
Jasa umum adalah jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah
daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati
oleh orang pribadi atau badan. Jasa usaha disediakan oleh pemerintah daerah
dengan menganut prinsip-prinsip komersil, karena jasa uasaha pada dasarnya juga
dapat disediakan oleh sektor swasta. Sedangkan perijinan tertentu adalah kegiatan
tertentu pemerintah daerah dalam rangka pemberian ijin kepada orang pribadi atau
badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan
pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam,
barang prasarana sarana atau fasilitas guna melindungi kepentingan umum dan
menjaga kelestarian lingkungan. Berdasarkan ketentuan undang-undang tersebut,
selanjutnya pelaksanaan pungutan retribusi secara operasional pada msing-masing
Sebagaimana dikemukakan di depan, retribusi terkait dengan pemberian
layanan oleh pemerintah daerah kepada masyarakat. Pelayanan pemda dapat
diberikan oleh unit-unit yang langsung berada dalam struktur organisasi
pemerintah daerah, seperti dinas-dinas daerah maupun unit pelayanan yang
dikelola secara terpisah dari pemerintah daerah seperti BUMD. Demikian pula
lingkup pelayanan yang diberikan dapat berbeda-beda di setiap unit pelayanan
tersebut, dari layanan-layanan yang berkaitan dengan tugas-tugas umum
pemerintahan sampai dengan layanan yang berupa penyediaan barang maupun
jasa untuk memenuhi kebutuhan pribadi seseorang. Pengertian layanan yang
tercakup dalam retribusi daerah memiliki lingkup pengertian yang luas. Karena itu
pungutan retribusi daerah terkadang sulit dibedakan dengan bentuk pungutan
lainnya seperti pajak daerah.
Kesulitan tersebut misalnya didapati pada pungutan terhadap ijin. Pungutan
terhadap ijin sebenarnya lebih berfungsi sebagai alat regulasi daripada untuk
menjadi sumber pendapatan daerah. Namun demikian dalam kenyataan pungutan
terhadap ijin dewasa ini dijadikan sebagai sumber pendapatan daerah dari
retribusi. Kekhawatiran yang muncul adalah apabila pungutan terhadap perijinan
dianggap sebagai pungutan retribusi daerah maka untuk pungutan perijinan juga
dapat ditetapkan target tertentu yang harus dicapai. Hal yang semacam itu di
samping tidak sejalan dengan prinsip pemungutan retribusi juga dapat
menimbulkan akibat yang buruk ( eksternalitas negatif ) baik bagi pemerintah
maupun masyarakat daerah secara keseluruhan. Misalnya, pungutan atas ijin
yang tidak terkendali. Hal itu karena untuk mencapai target tertentu yang telah
ditetapkan pemda maka Dinas Kehutanan kemudian mendorong masyarakat,
setidaknya membiarkan, untuk melakukan usaha pengambilan hasil hutan ikutan
yang kemudian dapat mempercepat terjadinya pengrusakan hutan. Bila hal ini
terjadi maka pungutan retribusi perijinan dapat berakibat pada terjadinya
kerusakan lingkungan hidup yang untuk memperbaikinya tentu akan memakan
biaya yang jauh lebih besar daripada hasil pungutan yang diperoleh.
Cara Penetapan Retribusi Daerah
Karena luasnya lingkup pengertian retribusi daerah, maka penetapan
retribusi juga menimbulkan persoalan sendiri. Dalam hal penetapan retribusi,
dikenal dua macam cara penetapan besarnya retribusi daerah. Yang pertama
adalah retribusi daerah yang ditetapkan atas dasar target pendapatan yang harus
dicapai. Penetapan dengan cara seperti ini biasanya dilakukan terhadap
layanan-layanan yang sangat sulit dihitung biayanya, karena adanya komponen-komponen
tertentu dari layanan tersebut yang tidak dapat dihitung kecuali hanya sekedar
biaya administrasi untuk melakukan pemungutannya saja. Pungutan semacam ini
sering dinamakan dengan retribusi. Pendapatan retribusi dengan cara seperti ini
misalnya diterapkan pada retribusi parkir di tepi jalan umum. Retribusi seperti ini
biasanya dipungut oleh unit-unit yang secara langsung berada dalam struktur
organisasi pemda, misalnya retribusi parkir dipungut atau dikelola oleh Badan