• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara peran ayah dengan pembentukan identitas remaja - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Hubungan antara peran ayah dengan pembentukan identitas remaja - USD Repository"

Copied!
131
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA PERAN AYAH DENGAN PEMBENTUKAN IDENTITAS REMAJA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh:

Ancilla Ansherlya Diorani Ujulawa 099114068

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

HALAMAN MOTTO

Ketika kamu berhenti memikirkan apa yang orang lain pikirkan,

kamu dapat melangkah lebih jauh daripada yang kamu harapkan

-Hitam Putih-

Don’t wait for tomorrow cause you’ll never get today back

-AADU-

Usaha, yakin, percaya dalam Yesus semua baik dan

(5)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya yang sederhana dan jauh dari sempurna ini penulis

persembahkan untuk

Yesus dan Bunda Maria tercinta yang memberikan mukjizat di setiap

prosesnya

Bapakku Daniel Udjulawa

Ibuku Maria Anna Dwi Poncowati

Kakakku Masedonius Andrew Pradana Ujulawa

Adikku Angela Melita Revinda Ujulawa

Pacarku Paulus Yuliantoro

Dan

Diriku sendiri

(6)
(7)

vii

HUBUNGAN ANTARA PERAN AYAH DENGAN PEMBENTUKAN IDENTITAS REMAJA

Ancilla Ansherlya Diorani Ujulawa

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara peran ayah dengan pembentukan identitas remaja. Hipotesis dalam penelitian ini yaitu adanya hubungan positif antara peran ayah dengan pembentukan identitas remaja. Penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling yang melibatkan 203 subjek remaja akhir, berstatus mahasiswa dengan usia 18 sampai dengan 21 tahun dan terdiri dari 99 laki-laki serta 104 perempuan. Alat pengumpulan data yang digunakan adalah skala pembentukan identitas dan skala peran ayah. Reliabilitas dari skala pembentukan identitas adalah 0.896 dan skala peran ayah adalah 0.967. Metode analisis data dengan korelasi Pearson Product Moment menunjukkan koefisien korelasi sebesar 0.203 dengan probabilitas 0.004 (p<0.05). Hasil ini menunjukkan bahwa hipotesis awal yang menyatakan adanya hubungan positif antara peran ayah dengan pembentukan identitas remaja diterima.

(8)

viii

CORRELATION BETWEEN FATHER’S ROLE WITH ADOLESCENT IDENTITY FORMATION

Ancilla Ansherlya Diorani Ujulawa

ABSTRACT

The research was aimed to investigate the correlation between father’s role with adolescent identity formation. The hypothesis of this research that father’s role had a positive relationship with adolescent identity formation. This research used purposive sampling method, involved 203 subjects late adolescent who consist of student of university, which 18 until 21 years old and consist of 99 male and 104 female. The used instruments were identity formation scale and father’s role scale. Identity formation scale reliability is 0.896 and father’s role scale is 0.967. Methods of data analysis with correlation Pearson Product Moment showed that correlation coefficient is 0.203 with probability number 0.004 (p<0.05). These results showed early indicate that there is a positive relationship between father’s role with adolescent identity formation its mean accepted.

(9)
(10)

x

KATA PENGANTAR

Kemulian kepada Allah, Bapa, Putra, Roh Kudus dan teristimewa pada Bunda

Maria atas segala limpahan berkat serta kasih yang tak henti-hentinya diberikan

selama menyelesaikan penulisan skripsi ini. Perjuangan dalam menyelesaikan

semua ini sungguh luar biasa. Selama berproses penulis menyadari banyak pihak

yang ikut ambil bagian dalam mendukung, membantu, membimbing, dan setia

mendoakan dalam penyelesaian skripsi ini.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada pihak-pihak yang ikut ambil

bagian dalam penelitian ini. Beberapa pihak tersebut adalah:

1. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si.. selaku dekan Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma yang memberikan ijin untuk penelitian ini.

2. Ibu Sylvia Carolina MYM., S.Psi., M.Psi. selaku dosen pembimbing skripsi

yang dengan sabar mendampingi, memberikan perhatian, semangat, saran, dan

kritik yang membangun untuk penyelesaian skripsi.

3. Ibu Debri Pristinella, M.Si. dan Ibu MM. Nimas Eki Suprawati, M.Si., Psi.

selaku penguji yang telah memberikan saran dan kritik untuk penelititan ini

sehingga bisa lebih bermanfaat bagi pembaca.

4. Bapak Agung Santoso, M.A. selaku ex dosen pembimbing akademik yang

membagikan ilmunya, memberikan motivasi, dan membuat penulis menyadari

bahwa kuliah yang berhubungan dengan statistik memang sangat berguna.

5. Ibu Tjipto Susana selaku dosen pembimbing akademik yang membantu

(11)

xi

6. Seluruh dosen psikologi yang telah membagikan ilmu dan pengalamannya

sehingga membuat penulis bersyukur dan merasa bangga berada di Fakultas

Psikologi Universitas Sanata Dharma.

7. Segenap staf Fakultas Psikologi, Mas Gandung, Bu Nanik, Pak Gie, Mas

Muji, dan Mas Doni yang membantu memperlancar segala administrasi

selama kuliah disini.

8. Mitra dan petugas perpustakaan yang telah melayani dengan baik sehingga

membuat penulis merasa nyaman saat seharian mengerjakan apapun di

perpustakaan.

9. Orangtuaku tersayang yang selalu dengan penuh kesabaran menanti kelulusan

penulis, terima kasih untuk semua doa dan kasih sayang yang tak

henti-hentinya dilimpahkan pada penulis walaupun harus terpisah oleh jarak.

10.Kakak dan adikku yang selalu menjadi rival sekaligus orang yang membuatku

mempunyai motivasi besar untuk membahagiakan kalian, terima kasih untuk

semua pengalaman yang sudah kita alami bersama.

11.Pacarku sayang yang setia mendampingi, sabar menghadapi sikap dan sifat

penulis yang sering tidak stabil, menjadi tempat penulis berkeluh kesah,

mengisi hari-hari dengan semua pengalaman suka, duka, tawa, tangis yang

menghadirkan keindahan tersendiri bagi penulis.

12.Pingkan si unnie pencinta korea sekaligus teman yang paling setia menemani

saat di perpustakaan. Terima kasih untuk semua kebaikan dan kepolosanmu

yang membuat penulis terkadang merasa jengkel, senang, marah, tertawa, dan

(12)

xii

13.Asti dan Rea yang mau mengajarkan banyak hal kepada penulis supaya skripsi

ini bisa terselesaikan. Kesabaran kalian benar-benar luar biasa karena

kemampuan penulis yang sedikit kurang dan kalian masih mampu bertahan

untuk mengajari.

rusunawa yang telah membantu untuk menyebarkan skala penelitian. Maaf

untuk segala hal yang membuat kalian merasa kerepotan. Usaha kalian untuk

membantu pasti akan mendapat upah dari surga.

17.Pak Eka dan Fery yang mengijinkan penulis untuk bisa beristirahat di kopma

hall dan terkadang berkeluh kesah sehingga penulis merasa mendapatkan

hiburan.

18.Pak Toni dan teman-teman P2TKP yang mengisi hari-hari penulis dengan

semua cerita-ceritanya di kantor. Terima kasih telah menjadi bagian selama

penulis melewati banyak hal selama kontrak di P2TKP hingga saat ini.

19.Seluruh teman-teman psikologi angkatan 2009 yang sama-sama berjuang

sejak masuk kuliah hingga detik-detik akhir kelulusan. Motivasi dan dukungan

yang saling kita berikan satu sama lain sangat berarti untuk kemajuan kita

(13)

xiii

menjadi hal-hal indah yang membuat kita selalu rindu saat kita semua

berjauhan.

20.Teman-teman penulis yang sering bercerita, bermain, dan menghabiskan

waktu bersama, Pingkan, Vero, Gita, Riri, Ayu, Ovina, Bryan, Gatyo, Putra.

Terima kasih sudah menjadi teman-teman yang selama 4 tahun terakhir

mengisi hari-hari penulis dan terkadang kita dapat tersenyum bahkan tertawa

untuk setiap masa-masa yang dulu pernah kita lewati bersama.

21.Seluruh partisipan dalam penelitian ini yang telah dengan rela dan ikhlas

meluangkan waktunya dan menggunakan energinya untuk berpikir demi

mengisi skala penelitian.

22.Semua pihak yang telah membantu penulis baik secara langsung maupun tidak

langsung selama penulisan skripsi hingga selesai.

Penulis menyadari bahwa karya ini masih jauh dari kata sempurna karena

masih memiliki banyak kekurangan dan kelemahan. Untuk itu, penulis sangat

terbuka dalam menerima saran dan kritik sehingga karya ini menjadi lebih baik.

Penulis berharap karya ini nantinya bisa bermanfaat bagi semua orang yang

membacanya.

Yogyakarta, 23 Januari 2014

Penulis

(14)

xiv

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiv

DAFTAR TABEL...xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

1. Manfaat Teoritis ... 6

(15)

xv

BAB II LANDASAN TEORI ... 8

A. Pembentukan Identitas ... 8

1. Pengertian Pembentukan Identitas ... 8

2. Aspek- aspek Pembentukan Identitas ... 9

3. Domain Pembentukan Identitas ... 11

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Identitas ... 13

B. Peran Ayah... 15

1. Pengertian Peran ... 15

2. Pengertian Peran Ayah ... 16

3. Aspek-aspek Peran Ayah ... 17

4. Kehadiran Peran Ayah ... 21

5. Dampak Ketidakhadiran Peran Ayah ... 23

C. Perkembangan Remaja ... 26

D. Hubungan antara Peran Ayah dengan Pembentukan Identitas Remaja ... 27

E. Hipotesis ... 32

F. Skema ... 33

BAB III METODE PENELITIAN ... 34

A. Jenis Penelitian ... 34

B. Identifikasi Variabel Penelitian ... 34

1. Variabel Bebas ... 34

2. Variabel Tergantung ... 34

C. Definisi Operasional ... 35

(16)

xvi

2. Peran Ayah ... 36

D. Subjek Penelitian ... 37

1. Berusia 18-21 tahun ... 38

2. Berdomisili di Yogyakarta ... 38

3. Masih memiliki ayah... 38

E. Metode dan Instrumen Penelitian ... 38

1. Metode ... 38

2. Instrumen Penelitian ... 39

F. Validitas dan Reliabilitas ... 44

1. Validitas ... 44

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 50

A. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian ... 50

1. Persiapan Penelitian ... 50

2. Pelaksanaan Penelitian ... 50

B. Deskripsi Subjek Penelitian ... 51

1. Deskripsi Usia Subjek Penelitian ... 52

2. Jenis Kelamin Subjek Penelitian ... 52

(17)

xvii

1. Uji Asumsi Penelitian ... 52

2. Uji Hipotesis ... 55

3. Analisis Tambahan... 56

D. Pembahasan ... 57

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 61

A. Kesimpulan ... 61

B. Saran ... 61

1. Saran Bagi Subjek ... 61

2. Saran Bagi Orangtua ... 61

3. Saran Bagi Penelitian Selanjutnya ... 62

DAFTAR PUSTAKA ... 63

(18)

xviii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Blue Print Skala Pembentukan Identitas Sebelum Uji Coba ………. 40 Tabel 2. Blue Print Skala Peran Ayah Sebelum Uji Coba ...…. 43

Tabel 3. Blue Print Skala Pembentukan Identitas Seleksi Aitem ……… 45

Tabel 4. Blue Print Skala Peran Ayah Seleksi Aitem ……….. 47

Tabel 5. Deskripsi Usia Subjek Penelitian ………... 52

Tabel 6. Deskripsi Jenis Kelamin Subjek Penelitian ……… 52

Tabel 7. Uji Normalitas ……… 53

Tabel 8. Uji Linearitas ……….. 54 Tabel 9. Hasil Uji Hipotesis ……….. 55

(19)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Skala Uji Coba ………. 69

Lampiran 2. Reliabilitas Skala Penelitian ……… 86

Lampiran 3. Uji Normalitas ………. 92

Lampiran 4. Uji Linearitas ………... 94

Lampiran 5. Uji Hipotesis ……… 96

Lampiran 6. Mean Empiris dari Variabel ……….... 98

(20)

1

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Masa remaja merupakan tahapan yang penuh dinamika sekaligus penuh

harapan dan tantangan sepanjang rentang kehidupan manusia (Purwadi, 2004).

Pada tahap ini, remaja mendapat tugas perkembangan untuk pembentukan

identitas (Klimstra et al, 2010), belajar menjadi otonom, individu yang mandiri

dan tetap terlibat dalam hubungan erat dengan orangtua, saudara, serta teman

sebaya (Buist et al, 2004). Tujuan utama dari seluruh perkembangan pada masa

remaja adalah pembentukan identitas (Erikson dalam Gunarsa, 2009).

Pembentukan identitas remaja merupakan tahap yang unik dalam

perkembangan masa hidup manusia. Menurut Erikson (dalam Mullis, 2003) tugas

pembentukan identitas pada masa remaja, yaitu dengan membuat pilihan dari

berbagai alternatif dan kemudian berkomitmen pada pilihan yang telah dibuat.

Remaja melakukan banyak cara untuk membentuk identitasnya. Salah satu cara

yang dilakukan remaja untuk membentuk identitasnya yaitu dengan melakukan

peniruan pada model dan lifestyle yang ditawarkan media massa (Deaux, 1993).

Penelitian Waterman (1982) menunjukkan bahwa remaja yang tidak

mengetahui identitasnya pada masa remaja akan mengalami permasalahan saat

memasuki universitas. Remaja menjadi salah memasuki jurusan karena tidak

mengenali dirinya dan membuatnya tidak bisa mengembangkan dirinya selama di

(21)

menonjolkan dirinya dan menjadi pusat perhatian di masyarakat. Kegagalan yang

dialami mahasiswa terkait akademis membuatnya menjadi tidak mampu

menunjukkan eksistensinya. Hal tersebut membuat remaja berperilaku yang

berkonsekuensi negatif seperti kriminal dan kehamilan di usia dini (Papalia et al,

2008).

Penelitian lainnya menunjukkan bahwa remaja yang merokok, minum

minuman berakohol, ketergantungan obat, melakukan kekerasan fisik, dan seks

bebas untuk menunjukkan eksistensinya agar menjadi pusat perhatian di

masyarakat (Cheng & Iwamoto (2012), Thai & Tebes (2010)).

Penelitian-penelitian tersebut menunjukkan bahwa pembentukan identitas

pada masa remaja menjadi hal yang penting agar remaja mampu mengenali segala

hal tentang dirinya dan akhirnya mampu menentukan identitas.

Pada kasus-kasus diatas, eksplorasi yang dilakukan remaja dalam

pembentukan identitas kurang berjalan baik. Eksplorasi merupakan usaha untuk

mencari informasi sebanyak-banyaknya terkait alternatif pilihan dalam rangka

pembentukan identitas (Santrock, 2002). Usaha yang dilakukan remaja

membutuhkan bantuan orang-orang terdekatnya terutama orangtua. Saat remaja

memutuskan untuk berkomitmen, maka dapat bertanggungjawab pada pilihannya

tersebut. Komitmen sendiri adalah pengambilan keputusan dengan memilih salah

satu dari setiap alternatif pilihan yang ada dan setia pada pilihannya (Santrock,

2002).

Pembentukan identitas tidak terlepas dari peran orangtua. Orangtua yang

(22)

(Dagun, 1990). Peran orangtua penting dalam perkembangan anak yang sedang

memasuki masa remaja (Hurlock, 1995). Remaja melakukan eksplorasi dengan

pendampingan dari orangtua. Saat remaja berkomitmen, orangtua memberikan

dukungannya agar remaja mampu bertanggungjawab terhadap keputusan yang

diambilnya.

Pada studi Lamb tahun 1975, ayah merupakan kontributor yang terlupakan

dalam perkembangan anak. Peran ayah dalam perkembangan emosi dan sosial

anak mereka sangat sedikit (Shaffer, 2002). Selama tahun 1970-an menurut Fein

serta Lamb (Phares, 1996), peran ayah dalam perkembangan anak mulai

mengalami perubahan. Hasil penelitian McIntyre, Nass dan Battistone (2005)

mengenai peran ayah dalam pengasuhan anak menemukan bahwa 88% responden

menyatakan bahwa ayah mempunyai peran yang sama pentingnya dengan ibu.

Meskipun penelitian tentang ayah selama tiga dekade mengalami peningkatan,

akan tetapi penelitian terkait tentang keluarga lebih banyak dilakukan pada figur

ibu (Roggman dkk, 2000). Untuk itu peneliti tertarik untuk melihat peran ayah

dalam pembentukan identitas remaja.

Sosok ayah memiliki peran besar yang dalam keluarga (Berk, 1997). Ayah

mempunyai peran yang sentral dalam keluarga, salah satunya sebagai teladan bagi

anak-anaknya dalam berperilaku. Peran ayah yang awalnya bersifat tunggal dan

hanya meliputi satu dimensi telah mengalami banyak perubahan baik sebagai

teman, pengasuh, pasangan, pelindung, model, penuntun moral ataupun sebagai

(23)

Bagi remaja, peran ayah tersebut mampu mempengaruhi kehidupannya

sehari-hari dalam melewati masa remaja (Dagun, 1990 & Santrock, 2007).

Penelitian Montemayor (1997) menunjukkan bahwa keterlibatan ayah bagi remaja

putra memiliki pengaruh yang besar. Ayah diibaratkan sebagai cermin dan model

dalam berinteraksi dengan teman-temannya (Lamb, 1981). Penelitian

Dirgagunarsa & Dirgagunarsa (2004) menguatkan pernyataan Lamb bahwa

cermin remaja putra dilihat ayah sebagai dirinya, sedangkan remaja putra melihat

ayahnya sebagai cermin dirinya di masa depan. Untuk itu, remaja putra

mengidentifikasi sosok dan peran ayah.

Penelitian juga menunjukkan bahwa kedekatan ayah pada masa

kanak-kanak berpengaruh positif pada anak perempuan dewasa (Amato, 1994). Hasil

penelitian tersebut menunjukkan bahwa perempuan yang memiliki kedekatan

dengan ayahnya akan mencari pasangan mirip dengan sifat ayahnya. Pada

penelitian tersebut terlihat bahwa figur ayah bagi anak perempuan remaja penting

karena mempengaruhi rasa percaya pada sosok laki-laki. Berdasarkan

penelitian-penelitian di atas maka dapat disimpulkan bahwa keterlibatan dan peran ayah

sangat mempengaruhi perkembangan remaja, baik bagi remaja laki-laki maupun

perempuan.

Penelitian menyebutkan bahwa remaja akan merasa lebih puas bila

menjadikan ayah sebagai teman bermain atau playmate (Dubowitz, 2001). Dagun

(1990) menguatkan pernyataan tersebut bahwa remaja yang menghabiskan waktu

dengan ayah akan merasa lebih puas daripada saat bersama ibu. Remaja yang

(24)

melakukan aktivitas fisik. Untuk itu, saat ayah tidak berperan maka eksplorasi diri

yang dilakuakan terkait dengan aktivitas fisik akan terhambat.

Menurut Hart (1999) peran ayah juga mampu menjadi teladan bagi remaja.

Perilaku ayah dalam keluarga dijadikan oleh remaja sebagai teladan. Untuk itu,

baik perilaku positif ataupun negatif menjadi tolak ukur remaja untuk berperilaku

dalam kehidupan sehari-hari. Perilaku negatif akan mampu memberikan teladan

yang buruk bagi remaja. Hal tersebut dapat menghambat remaja dalam melewati

tahap pembentukan identitas. Peran ayah sebagai problem solver dan penasehat

mampu membantu remaja saat mengalami permasalahan. Masa remaja adalah

masa dimana remaja banyak mengalami permasalahan (Santrock, 2002).

Penelitian yang dilakukan oleh Watson & Lindgren (1973) menyimpulkan

bahwa kelompok anak yang tidak merasakan peran ayah cenderung memiliki

kemampuan akademik menurun, aktivitas sosial terhambat, dan interaksi sosial

terbatas. Pada pembentukan identitas, dampak tersebut mampu menghambat

remaja untuk mengeksplorasi diri terkait dengan prestasi dan relasinya. Absennya

peranan ayah dalam keluarga memiliki dampak negatif yang lebih signifikan bagi

anak dibanding absennya peranan ibu. Untuk itu, USDepartemen of Justice pada

tahun 1988 menyatakan bahwa ketidakadaan peranan ayah dalam pendidikan anak

menjadi prediktor yang paling signifikan bagi tindak kriminal dan kekerasan

anak-anaknya.

Di sisi lain, penelitian-penelitian sebelumnya tentang pembentukan

identitas belum pernah membahas secara khusus terkait dengan peran ayah.

(25)

proses eksplorasi dalam pembentukan identitas dan penelitian Luyckx (2007)

terkait dengan pembentukan identitas yang terjadi pada remaja laki-laki serta

perempuan. Untuk itu, penelitian ini bermaksud untuk meneliti lebih lanjut

hubungan antara peran ayah dengan pembentukan identitas remaja.

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka perumusan masalah yang

dibuat oleh peneliti yaitu: apakah ada hubungan antara peran ayah dengan

pembentukan identitas remaja?

C.Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui hubungan antara

peran ayah dengan pembentukan identitas remaja.

D.Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan bisa menjadi salah satu sumbangsih bagi ilmu

psikologi dan bisa menjadi acuan untuk melakukan penelitian selanjutnya

terkait dengan peran ayah (fatherhood) dan pembentukan identitas remaja.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan mampu menjadi informasi bagi orangtua

dalam perannya untuk mengasuh seorang anak, sehingga kontribusi tersebut

(26)

Hasil penelitian ini diharapkan juga mampu menjadi bahan evaluasi

dari peran ayah dalam merawat dan mengasuh anaknya, sehingga mampu

(27)

8

BAB II

LANDASAN TEORI

A.Pembentukan Identitas

1. Pengertian Pembentukan Identitas

Menurut Erikson (dalam Marcia, 1993) pembentukan identitas

merupakan tahapan yang sangat penting pada masa remaja. Tugas utama yang

terdapat di dalamnya yaitu mencari dan menegaskan eksistensi serta jati

dirinya, mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri, mencari arah dan

tujuan, menjalin hubungan dengan orang yang dianggap penting.

Erikson (dalam Cremers, 1989) mengemukakan bahwa pembentukan

identitas merupakan tugas perkembangan yang penting pada masa remaja dan

tidak langsung berakhir saat itu juga. Proses ini secara definitive tidak mampu

ditetapkan karena sifatnya dinamis. Marcia (dalam Desmita, 2007) menguatkan

pendapat Erikson bahwa adanya pembentukan identitas remaja awal mampu

menimbulkan krisis bila pada remaja akhir tidak terselesaikan. Menurut

Erikson (dalam Cremers, 1989) remaja yang mempunyai identitas mampu

melihat perbedaan dirinya dengan orang lain, menyadari potensi-potensi dan

keterbatasannya. Selain itu, ditandai pula dengan perasaan nyaman akan

dirinya sehingga relatif bebas dari kecemasan, depresi maupun gejala patologis

lainnya. Di samping itu, tanda lain yang muncul yaitu mampu membangun

(28)

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, peneliti memberikan batasan

bahwa pembentukan identitas merupakan proses pada remaja untuk mengenali

diri secara spesifik dengan menemukan potensi-potensi dan keterbatasannya,

sehingga mampu menemukan tujuan hidup dan dapat menunjukkan

eksistensinya dengan memiliki relasi sosial yang baik.

Peneliti memilih variabel pembentukan identitas dalam penelitian ini

karena pembentukan identitas menjadi awal untuk mencari dan menentukan

suatu identitas yang membuat remaja merasa nyaman dalam menjalaninya.

2. Aspek-aspek Pembentukan Identitas

Menurut Erikson (dalam Santrock, 2002) aspek-aspek dalam

pembentukan identitas antara lain:

a. Eksplorasi.

Merupakan usaha untuk mencari informasi sebanyak-banyaknya

terkait alternatif pilihan dalam rangka pembentukan identitas. Semakin

banyak remaja menemukan alternatif pilihan dan mengetahui

masing-masing kelebihan serta kekurangannya, maka tingkat eksplorasi semakin

tinggi. Pada aspek ini, terdapat dua indikator yang menunjukkan adanya

eksplorasi yaitu:

1. Penguasaan pengetahuan, yaitu kemampuan untuk memahami berbagai

alternatif pilihan yang ada.

2. Pertimbangan alternatif, yaitu usaha untuk membandingkan alternatif

(29)

b. Komitmen.

Merupakan pengambilan keputusan dengan memilih salah satu dari

setiap alternatif pilihan yang ada dan setia pada pilihannya. Semakin banyak

indikator dari komitmen yang muncul, maka tingkat komitmen remaja juga

semakin tinggi. Berikut ini empat indikator yang menunjukkan adanya

komitmen yaitu:

1. Kegiatan yang diarahkan, yaitu usaha remaja untuk mengarahkan

kegiatannya sesuai dengan identitas yang telah dipilihnya.

2. Identifikasi model, yaitu usaha remaja untuk mengidentifikasi model

yang dianggap sukses karena memiliki pilihan identitas yang sama.

3. Proyeksi ke masa depan, yaitu kemampuan membuat gambaran dirinya

di masa depan dengan pilihan identitasnya.

4. Daya tahan terhadap goncangan, yaitu kesetiaan pada komitmen

walaupun selama proses menjalani pilihan identitas mengalami banyak

tantangan.

Indikator yang digunakan dalam aspek eksplorasi yaitu penguasaan

pengetahuan dan pertimbangan alternatif. Pada aspek komitmen, indikator

yang digunakan yaitu kegiatan yang diarahkan, proyeksi ke masa depan, dan

daya tahan terhadap goncangan. Indikator identifikasi model tidak digunakan

karena pemilihan dan kesetiaan komitmen pada remaja kurang terlihat

(30)

3. Domain Pembentukan Identitas

Pembentukan identitas ini akan semakin mengalami perubahan dan

terus menerus berjalan lebih lancar. Hal ini karena eksplorasi dan komitmen

semakin meningkat. Pembentukan identitas juga tidak hanya dilihat dari aspek

dan indikator-indikator, tetapi tidak terlepas dari domain yang ada di

masyarakat. Domain merupakan area yang mewakili tingkat eksplorasi dan

komitmen pada identitas remaja.

Domain tersebut dilihat berdasarkan alternatif pilihan identitas yang ada

di masyarakat. Alternatif tersebut telah dibagi Erikson sesuai dengan cakupan

dari identitas yang terdiri dari (dalam Santrock, 2012):

a. Vokasional/pekerjaan yaitu pilihan karir/ pilihan pekerjaan saat ini atau

yang diinginkan di masa yang akan datang. Pilihan-pilihan pekerjaan seperti

apa yang ditawarkan di masyarakat dan mampu mendukung remaja untuk

mengeksplorasi diri.

b. Politis yaitu keyakinan-keyakinan terkait dengan sikap, nilai politik yang

dianut dan menurutnya ideal bila dijalankan di masyarakat.

c. Spritual yaitu keyakinan agama, sikap-sikap terhadap agama, praktik dan

perilaku yang menunjukkan moralnya (Upton, 2012). Munculnya sikap

yang menandai bahwa individu percaya pada kekuatan yang besar dan dapat

menghubungkannya dengan Tuhan (Hudori, 2008).

d. Relasi yaitu adanya hubungan dekat dengan teman sebaya, orang yang lebih

tua, orang yang lebih muda, bahkan dapat terkait dengan status yang

(31)

identik dengan teman sebaya (Santrock, 2012). Aktivitasnya lebih banyak

dilakukan di luar rumah dan membuatnya menghabiskan waktu bersama

teman sebayanya. Teman sebaya memberikan pengaruh dalam kehidupan

remaja. Salah satunya, remaja mengeksplorasi banyak hal baru karena

pengaruh tersebut.

e. Prestasi yaitu seberapa besar tingkat remaja termotivasi untuk berprestasi.

Pada remaja, kebutuhan untuk diakui dan diterima sangatlah penting.

Remaja ingin menunjukkan eksistensinya di masyarakat. Salah satu cara

yang dilakukan yaitu melalui pencapaian prestasi.

f. Seksual yaitu orientasi seksual remaja terhadap partnernya yaitu cenderung

mengarah pada heteroseksual, homoseksual, atau biseksual. Pada domain

ini, terlihat saat remaja mulai memiliki ketertarikan dengan lawan jenis.

Remaja lebih berorientasi dengan lawan jenisnya.

g. Minat yaitu hal-hal yang senang dilakukan remaja seperti: olahraga, musik,

membaca, dan sebagainya. Banyaknya aktivitas remaja di luar rumah,

membuatnya menemukan hal-hal baru yang mulai disukainya.

h. Etnis/budaya yaitu latar belakang negara dari remaja dan seberapa kuat

budaya asalnya dapat diidentifikasi. Domain ini nampak jelas pada remaja

di Barat dibandingkan dengan budaya remaja di Timur (salah satunya

Indonesia) karena adanya mayoritas dan minoritas dari etnis tertentu

(Santrock, 2012).

i. Fisik yaitu citra tubuh dan keyakinan pada penampilan diri. Remaja mulai

(32)

lain atau bahkan menarik simpati lawan jenisnya. Remaja yang memiliki

gambaran ideal tentang dirinya menilai sendiri sejauh mana perkembangan

fisiknya saat ini.

j. Kepribadian yaitu karakteristik-karakteristik individual yang menentukan

pola tertentu, seperti ekstrvert, introvert, pemalu, pemarah, ramah,

pencemas, dan sebagainya.

Menurut peneliti, domain yang akan digunakan dalam penelitian yaitu

vokasional/pekerjaan, politis, relasi, prestasi, seksual, dan fisik. Hal ini

dikuatkan dengan penelitian Purwadi (2004) bahwa enam domain tersebut

lebih mudah untuk dipahami oleh remaja Indonesia.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Identitas

Berikut ini faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan

identitas yaitu (Erikson, dalam Marcia 1993):

a. Pola asuh dengan orang yang membesarkan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Purwadi (2000), pengasuhan

orangtua memiliki hubungan yang signifikan dengan pembentukan identitas

diri remaja. Pengasuhan yang diberikan orangtua yaitu terkait cara mendidik

dan memperlakukan anak dalam kehidupan sehari-hari. Gaya pengasuhan

yang diterapkan orangtua memiliki suasana yang berbeda dalam

mengekspresikan gagasan dan pikiran, sehingga identitas yang terbentuk

juga berbeda-beda. Untuk itu, orangtua menjadi sumber inspirasi dan

(33)

perilaku orangtua akan memberi pengaruh dalam menentukan dan

membentuk sikap dan perilaku anak. Santrock (1997) menguatkan

pernyataan tersebut dengan mengatakan bahwa ayah-ibu yang kooperatif

dan saling menghormati dalam membantu anak akan membentuk sikap yang

positif.

b. Harapan sosial tentang pilihan identitas dalam keluarga, sekolah, dan

kelompok teman sebaya.

Munculnya harapan-harapan dari lingkungan sekitar akan membuat

remaja merasa memiliki tuntutan dalam hidupnya yang harus terpenuhi.

Lingkungan di sekitar ini terdiri dari keluarga sebagai lingkungan pertama

dan utama, sekolah sebagai lingkungan kedua dalam bersosialisasi, dan

kelompok teman sebaya sebagai lingkungan yang banyak digemari oleh

para remaja untuk mengekspresikan diri. Saat individu bergaul maka,

lingkungan tempat ia tinggal memiliki nilai dan kriteria tersendiri

berdasarkan ukuran masyaraktnya. Hal ini membuat individu berusaha

memenuhi tuntutan tersebut sehingga dipandang baik oleh lingkungannya.

Untuk itu, kriteria yang diberikan masyarakat akan mempengaruhi remaja

dalam membentuk identitasnya.

c. Sejauh mana orang mampu mengungkap berbagai alternatif identitas

dirinya.

Tingkat individu dalam menemukan dan mengungkap pilihan

komponen-komponen pembentuk identitas akan membuat pembentukan

(34)

melalui media cetak, media elektronik ataupun langsung ditemukan dan

dialami di lingkungan sekitar. Makin banyak mengungkap alternatif pilihan

tersebut maka pembentukan identitas semakin matang.

d. Kepribadian pra-remaja memberikan fondasi untuk mengatasi kekhawatiran

identitas.

Kepribadian yang dimiliki individu sebelum masa remaja akan

menjadi fondasi yang kuat untuk pembentukan identitas. Hal ini dikuatkan

oleh pernyataan Reese (dalam Dusek, 1977) bahwa tahap perkembangan

satu dengan tahap perkembangan yang lain merupakan kelanjutan, sehingga

sifat kepribadian pada masa sebelumnya memiliki peran yang sangat

penting bagi pembentukan identitas remaja.

B. Peran Ayah

1. Pengertian Peran

Salah satu variabel dalam penelitian ini mengenai peran ayah. Namun

didefinisikan terlebih dahulu arti kata peran itu sendiri. English & English

(1958) menyatakan bahwa peran dalam lingkup ilmu sosial merupakan suatu

fungsi yang dibawakan oleh seseorang ketika menduduki suatu karakteristik

(posisi) dalam struktur sosial. Menurut Chaplin (1989) peran sebagai suatu

fungsi atau tingkah laku yang diterapkan pada individu atau menjadi sifat

dirinya. Dalam pengertian ini, ingin menunjukkan bahwa peran berasal dan

(35)

Kesimpulan dari beberapa pendapat tersebut, peran adalah fungsi yang

dimiliki seseorang dan perilaku terpola yang dibawakan oleh individu dan

ditujukan pada individu lain terkait dengan posisinya dalam suatu situasi terkait

hak serta kewajibannya.

2. Pengertian Peran Ayah

Ayah merupakan laki-laki yang secara hukum memiliki hubungan

darah dan hidup bersama anaknya dalam rentang tertentu (Fajar, 2003).

Pembagian tugas dalam keluarga yang diberikan bagi ayah seringkali dibatasi.

Ayah mendapat tugas terkait dengan hal-hal di luar lingkungan keluarga

(Gunarsa dkk, 2001). Menurut Fein serta Lamb (2004), selama tahun 1970-an

terdapat fokus baru pada perubahan peranan ayah dalam keluarga.

Perubahan secara sosial, ekonomi, serta budaya memberi pengaruh

pada masyarakat terkait peran figur ayah dalam pengasuhan dan perkembangan

anak. Kebijakan saat ini, ayah diberikan kesempatan untuk mengekspresikan

diri dalam proses parenting (pengasuhan). Pada perkembangan anak,

pengalaman yang dialami bersama ayah dapat mempengaruhi seorang anak

hingga dewasa nantinya. Singkatnya, peran ayah yang mulanya bersifat tunggal

dan hanya meliputi satu dimensi telah mengalami banyak perubahan baik

sebagai teman, pengasuh, pasangan, pelindung, model, penuntun moral

(36)

Dalam penelitian ini, peran ayah adalah laki-laki yang memiliki hak,

kewajiban, dan tanggung jawab sebagai seorang kepala keluarga dalam

keluarganya. Peran ayah ini dinilai berdasarkan persepsi dari remaja.

3. Aspek-aspek Peran Ayah

Gunarsa dkk (2001) mengungkapkan bahwa ayah dibutuhkan oleh anak

bukan hanya sebagai pemenuh materi, tetapi juga sebagai pengarah

perkembangannya. Peran ayah mampu menentukan peran anaknya di

kemudian hari. Menurut Hart (1999) aspek-aspek peran ayah adalah sebagai

berikut:

a. Pemberi nafkah (economic provider)

Pandangan tradisional, ayah dilihat sebagai pemenuh kebutuhan

finansial dan melindungi keluarganya. Walaupun ayah tidak tinggal bersama

dengan keluarganya, mereka tetap mendapat tuntutan dari keluarga untuk

memenuhi sandang, pangan, dan papan. Bila kebutuhan tersebut tidak

mampu dipenuhi maka akan mempengaruhi interaksi ayah dan anak baik

dalam jangka waktu pendek maupun jangka waktu yang panjang. Ayah

yang bekerja sepanjang waktu untuk memenuhi kebutuhannya tetap menjadi

model yang positif dan penting bagi anak-anaknya, sehingga ayah juga

berperan dalam perkembangan anak.

b. Sebagai teman (friend and playmate)

Ayah cenderung melakukan aktivitas bersama anaknya dengan

(37)

bahwa anak lebih senang dan puas melakukan aktivitas bersama dengan

ayah dibandingkan dengan ibu. Melalui permainan dengan anak, ayah dapat

bergurau, dapat menjalin hubungan yang baik sehingga dapat membantu

perkembangannya.

c. Sebagai pengawas/pendisiplin (monitor and disciplinarian)

Dua tahun pertama usia perkembangan anak, ayah bukan merupakan

pemeran utama dalam mendidik kedisiplinan anak. Pernyataan tersebut

dikarenakan ibu yang banyak berperan dalam perkembangan awal anak.

Ayah memiliki andil dalam memonitor dan mengawasi perilaku anak. Bila

muncul tanda-tanda awal penyimpangan bisa segera didisiplinkan.

d. Pemberi perlindungan (protector)

Peran ayah terlihat saat mulai mengontrol dan mengorganisasi

lingkungan anak. Hal ini dilakukan agar anak dapat terbebas dari risiko

bahaya, sehingga bisa mengajarkan cara menjaga keamanan saat tidak

bersama orangtua.

e. Penasehat (advocate)

Ayah berperan untuk menjamin kesejahteraan anaknya. Dalam hal

ini, ayah membantu, mendampingi dan membela anak jika mengalami

kesulitan/masalah. Dengan demikian anak akan merasa aman, tidak sendiri,

dan bisa berkonsultasi dengan ayahnya sendiri.

f. Pendidik dan sebagai teladan (teacher and role model)

Peranan ayah sama seperti ibu yaitu bertanggung jawab untuk

(38)

selanjutnya. Hal ini dilakukan dengan yang sederhana terlebih dahulu sesuai

usia anak. Ayah banyak mengajari anak dengan cara menjadi model terlebih

dahulu, sehingga anak dapat meneladani dan mengidentifikasi perilaku

positif yang dicontohkan oleh ayah.

g. Pengasuh (caregiver)

Ayah melakukan stimulasi afeksi dalam berbagai bentuk sehingga

membuat anak merasa nyaman dan penuh kehangatan. Stimulasi tersebut

tidak hanya bisa dilakukan oleh ibu, akan tetapi beberapa penelitian juga

menyebutkan bahwa ayah bisa merawat anak sehangat dan sebaik ibu.

h. Resource

Keberhasilan yang didapatkan oleh anak dikarenakan mendapatkan

dukungan dari balik layar oleh ayah, sehingga ayah berusaha dengan

berbagai cara untuk mendukung anaknya.

Menurut Evans (Slameto, 2002) aspek-aspek peran ayah di kenal

dengan istilah Five P yaitu:

a. Problem-Solver

Peran ayah muncul saat menyelesaikan permasalahan yang terjadi

dalam keluarga. Ayah mampu memberikan solusi yang terbaik dan bisa

menjaga kembali keutuhan keluarganya.

b. Playmate

Ayah berperan sebagai teman bermain bagi anak-anaknya. Aktivitas

(39)

c. Punisher

Mendisiplinkan anak merupakan salah satu peran ayah. Terkadang

ayah mendidik anak-anaknya dengan memberikan hukuman.

d. Provider

Peran ayah sebagai penyedia yaitu dengan menyediakan

kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan oleh anak.

e. Preparer

Ayah berperan merencanakan dan menyediakan sebaik mungkin

untuk masa depan anaknya.

Peranan ayah menurut Emory Bogardus (dalam Irwanto, 1986) meliputi

beberapa aspek-aspek berikut:

a. Sumber kekuatan untuk identifikasi

Ayah memiliki otoritas dalam keluarganya. Otoritas tersebut yang

membuat anak-anak mengidentifikasi sosoknya. Dasar identifikasi tersebut

telah tertanam sejak dini dalam diri anak-anaknya.

b. Penghubung dengan dunia luar

Ayah berperan memperkenalkan lingkungan sosial bagi

anak-anaknya dan mengajak bersosialisasi dengan tetangga sekitar. Peran ayah

pun lebih dikenal sebagai penghubung dengan dunia luar.

c. Pelindung terhadap ancaman

Munculnya ancaman dari luar membuat ayah menjadi sosok

(40)

d. Pendidikan disiplin dan tanggung jawab

Peran ayah menjadi sosok yang memberikan dan menanamkan

pendidikan kedisiplinan dalam kehidupan. Ayah memberikan teladan

sebagai orang yang bertanggung jawab dalam keluarga.

Berdasarkan uraian terkait aspek-aspek peran ayah, maka secara garis

besar peneliti menyimpulkan aspek-aspek yang akan digunakan dalam

penelitian ini, yaitu: ayah berperan sebagai teman (playmate), sebagai teladan,

sebagai pemecah masalah (problem solver), sebagai penasehat serta sebagai

penghubung dunia luar. Dalam penelitian ini, aspek-aspek tersebut akan

digunakan oleh peneliti untuk melihat hubungan peran ayah dengan

pembentukan identitas remaja.

4. Kehadiran Peran Ayah

Sosok ayah dalam keluarga memberikan kontribusi bagi keluarga

terutama anak-anaknya. Menurut Freud (dalam Dagun, 1990) peran ayah

muncul pada tahap akhir masa kanak-kanak. Dagun (1990) mengungkapkan

bahwa kehadiran ayah mampu berperan bagi anak-anaknya antara lain:

a. Anak akan lebih mampu bergaul dengan orang lain

Peran ayah sebagai penghubung dunia luar, membuat anaknya

belajar untuk menghadapi lingkungan. Ayah memberikan pendampingan

sehingga anak menjadi mampu bergaul dengan orang lain dan tetap merasa

aman. Stolz, dkk (2002) menambahkan bahwa kompetensi sosial anak

(41)

b. Memiliki kepercayaan diri

Anak mampu menumbuhkan kepercayaan diri karena ayah mampu

menjadikan dirinya sebagai pelindung. Adanya peran ayah dalam keluarga

mampu membuat anak memiliki kepercayaan diri. Palkovits (2002) juga

menambahkan bahwa tingkat kepercayaan diri anak menjadi tinggi berkat

keterlibatan ayahnya.

c. Bagi anak perempuan, hubungan dengan lawan jenis cenderung berjalan

lancar

Peran ayah di keluarga, membuat anak perempuan belajar untuk

berinteraksi dengan lawan jenisnya. Saat anak tersebut berada di lingkungan

luar akan mampu menjalin hubungan yang lancar dengan lawan jenisnya.

Pernyataan yang menyatakan bahwa perempuan lebih mudah depresi dapat

ditolak karena adanya keterlibatan ayah didalamnya (Dubowits dkk, 2001;

Formoso dkk, 2007)

d. Bagi anak laki-laki, mampu meneladani tanggungjawab yang dimiliki

ayahnya

Adanya kesamaan jenis kelamin, membuat anak laki-laki meneladani

sikap ayah. Tanggung jawab yang diperlihatkan ayah dalam keluarga,

menjadi tolak ukur anak laki-laki dalam bersikap. Kehadiran ayah

memberikan dampak yang paling signifikan bagi anak laki-laki (Meanning

(42)

5. Dampak Ketidakhadiran Peran Ayah

Menurut Dagun (1990), ketidakhadiran peran ayah memberikan

dampak negatif bagi anaknya yaitu:

a. Perkembangan anak menjadi pincang

Orangtua memberikan kontribusinya dalam mengasuh anak. Tingkat

dari kontribusi tersebut tidak sama. Hilangnya kontribusi dari pihak ayah

mampu membuat perkembangan anak terhambat dan menjadi tidak

maksimal.

b. Kemampuan akademis menurun

Anak menjadikan ayahnya sebagai tolak ukur dalam meraih prestasi.

Pencapaian prestasi yang dimiliki ayah, diteladani agar dapat meningkatkan

akademisnya. Hilangnya peran ayah mampu membuat kemampuan

akademis menurun.

c. Aktivitas dan interaksi sosial menjadi terhambat

Ayah yang berperan sebagai penghubung dunia luar, membuat anak

memiliki kepercayaan diri untuk berinteraksi dan beraktivitas di

lingkungannya. Bila peran ayah tidak ada maka akan mengalami hambatan

selama prosesnya.

d. Bagi anak laki-laki, ciri kemaskulinannya menjadi kabur

Ayah memiliki kecenderungan lebih dekat dengan anak laki-lakinya

karena memiliki jenis kelamin yang sama. Anak laki-laki menjadikan

(43)

juga akan di model oleh anak. Hilangnya peran ayah membuat ciri

kemaskulinan tersebut menjadi kabur.

Mavis Hetherington (dalam Dagun, 1990) menyebutkan bahwa dampak

ketidakhadiran peran ayah bagi anaknya yaitu:

a. Sikapnya kurang mandiri

Kemandirian banyak diajarkan oleh ayah. Ayah melatih anaknya

untuk tidak mudah bergantung dengan orang lain. Sosok ibu yang lebih

perasa seringkali cenderung memanjakan dan membuat anak merasa

tergantung. Bila peran ayah tidak ada maka anak menjadi kurang mandiri.

b. Kurang tegas

Ayah memiliki sikap yang tegas dalam keluarganya. Perannya

sebagai kepala keluarga membuatnya memiliki sikap tersebut. Anak

terkadang mengidentifikasi sikap tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

Untuk itu, saat peran ayah hilang maka anak cenderung bersikap kurang

tegas.

c. Bagi anak laki-laki tidak menyukai permainan secara fisik (seperti: bola

kaki, tinju)

Ayah dan anak yang laki-lakinya memiliki jenis kelamin yang sama,

membuatnya lebih mudah untuk dekat dengan anak laki-lakinya. Ayah akan

mengajarkan permainan yang terkait dengan fisik. Hilangnya peran ayah

membuat anak laki-laki tidak menyukai permainan fisik.

d. Bagi anak perempuan, lebih mudah cemas berada di lingkungan anak

(44)

Ayah mampu menumbuhkan kepercayaan diri anaknya dalam

berinteraksi dengan orang lain. Bagi anak perempuan, bila sosok ayah tidak

ada dalam kehidupannya maka menjadi mudah cemas berada di lingkungan

anak laki-laki.

Menurut Martin L. Hoffman (dalam Dagun, 1990) menunjukkan bahwa

ketidakhadiran peran ayah memberikan dampak sebagai berikut:

a. Anak menjadi kurang konsisten terhadap peraturan

Sosok ayah yang tegas, membuatnya berperan sebagai pendisiplin.

Untuk itu, ayah mengajarkan dan menjadi teladan dalam bersikap untuk

mematuhi peraturan yang ada.

b. Sikap dan nilai moral anak rendah

Anak menjadikan ayahnya sebagai tolak ukur bersikap dan

berperilaku. Teladan sikap dan penanaman nilai yang diberikan ayah

mempu membuat anak tumbuh dengan baik.

Berdasarkan uraian para ahli, ayah berperan penting dalam

perkembangan anaknya. Peneliti menyimpulkan bahwa ketidakhadiran peran

ayah bagi anak mampu mempengaruhi berbagai hal. Peneliti mengelompokkan

dampaknya dalam perkembangan fisik (misal: aktivitas fisik terhambat),

psikomotor (misal: sikap kurang tegas; kurang mandiri, sikap dan moral

rendah), kognitif (misal: kurang bisa beradaptasi dengan masalah dan

kemampuan akademis menurun), serta sosial (misal: aktivitas dan interaksi

(45)

C. Perkembangan Remaja

Secara emosi, remaja awal akan sering merajuk karena tidak bisa

mengekspresikan dirinya (Santrock, 2007). Bahkan mampu tiba-tiba meledak

tanpa provokasi. Pada remaja, emosi lebih mudah berubah-ubah dan eksterem

dibandingkan orangtuanya (Larson & Richard dalam Santrock, 2007). Seiring

dengan berjalannya waktu dan bertambahnya pengalaman dengan lingkungan,

remaja yang memasuki masa akhir lebih mampu mengendalikan emosinya.

Perkembangan kognitif remaja awal mulai berpikir secara abstrak dan

idealis. Remaja menggambarkan dirinya sendiri dan hal-hal yang diinginkan

terjadi pada dirinya (Havighurst, 2011). Untuk itu, remaja cenderung memiliki

sifat egosentris karena mementingkan dirinya sendiri. Memasuki masa-masa

akhir, remaja mulai menyadari lingkungan sekitarnya. Remaja menjadi tidak lagi

hanya berfokus pada diri sendiri, tetapi mulai memperhatikan sekitarnya. Remaja

akhir menjadi lebih mampu berpikir realistis dan tidak lagi terlalu idealis. Selain

itu, pola berpikirnya juga lebih terintegrasi dan tersusun sistematis (Harter dalam

Santrock, 2007).

Memasuki masa remaja, penting bagi mereka untuk bergaul dengan

teman-teman sebaya. Bahkan teman-teman sebaya memiliki pengaruh yang lebih besar dalam

kehidupan remaja dibandingkan orangtua (Santrock, 2007). Remaja awal banyak

bergaul dengan teman-teman sebayanya dan ingin diakui. Seiring berjalannya

waktu, remaja yang memasuki masa akhir mulai memahami hal-hal yang

membuatnya nyaman dalam berinteraksi. Untuk itu, remaja akhir mulai memilih

(46)

D.Hubungan antara Peran Ayah dengan Pembentukan Identitas Remaja

Pada penelitian ini, peran ayah adalah laki-laki yang memiliki hak,

kewajiban, dan tanggung jawab sebagai seorang kepala keluarga dalam

keluarganya. Ayah memiliki banyak peran dalam keluarganya. Banyaknya peran

tersebut membuat peneliti membatasinya menjadi lima aspek yaitu ayah sebagai

playmate, teladan, problem solver, penasehat, dan penghubung dunia luar.

Masing-masing peran memiliki kontribusinya bagi pembentukan identitas

remaja. Pembentukan identitas merupakan proses pada remaja untuk mengenali

diri secara spesifik dengan menemukan potensi-potensi dan keterbatasannya,

sehingga mampu menemukan tujuan hidup dan dapat menunjukkan eksistensinya

dengan memiliki relasi yang baik. Secara khusus, kontribusi peran ayah dapat

dilihat melalui enam domain dalam pembentukan identitas yang telah ditentukan.

Domain merupakan area yang mewakili tingkat eksplorasi dan komitmen. Domain

tersebut yaitu vokasional, politis, relasi, prestasi, seksual, dan fisik.

Peran ayah sebagai playmate membuat remaja merasa senang dan puas

saat melakukan aktivitas fisik dengan ayah. Kaitan antara peran ini dengan

domain vokasional pada pembentukan identitas remaja yaitu membuat remaja

mendapatkan informasi baru terkait dengan pekerjaan-pekerjaan yang

menggunakan fisik. Artinya remaja sudah mengeksplorasi diri dengan adanya

informasi tersebut dan memberinya kesempatan untuk memilih pekerjaan yang

sesuai dengan dirinya dan menbuatnya nyaman.

Ayah sebagai playmate terkait dengan domain politis, perannya tampak

(47)

mampu menjadikan remaja warga negara yang baik. Proses eksplorasi terjadi saat

ayah membuat remaja memahami bahwa terlibat dalam pemilihan umum

merupakan salah satu cara untuk menunjukkan kepedulian terhadap bangsa dan

negara ini. Pengetahuan yang sudah didapatkan tersebut memberikan remaja

pilihan agar mampu memilih dan setia pada pilihannya.

Ayah sebagai playmate terkait dengan domain relasi, perannya tampak saat

ayah dan remaja saling bertukar pikir membahas relasi yang terjalin dengan

sesama. Ayah mengajarkan aktivitas positif yang bisa dilakukan untuk

membangun relasi yang baik. Hal yang diajarkan ayah tersebut merupakan proses

eksplorasi dan remaja dapat memutuskan sendiri relasi yang dapat membuatnya

nyaman.

Ayah sebagai playmate terkait dengan domain prestasi, perannya tampak

saat ayah memberikan informasi ataupun dukungan pada remaja dalam proses

pencapaian prestasi. Remaja yang berusaha mendapatkan informasi artinya telah

melakukan eksplorasi. Adanya dukungan tersebut membuat remaja menjadi lebih

optimal dalam melakukan aktivitas positif yang mampu menunjangnya dalam

mencapai prestasi. Hal ini menunjukkan bahwa remaja yang telah berkesplorasi

akan memilih suatu pencapaian prestasi yang terbaik untuk dirinya.

Ayah sebagai playmate terkait dengan domain seksual misalnya, tampak

berperan saat ayah berbagi pada remaja tentang hal-hal yang bisa dilakukan untuk

menarik perhatian lawan jenis. Proses tersebut artinya remaja telah melakukan

eksplorasi karena berusaha mencari informasi untuk menarik perhatian lawan

(48)

menyampaikan rasa ketertarikannya dengan aktivitas yang positif. Sedangkan

terkait dengan domain fisik, perannya tampak saat ayah memberikan informasi

untuk berpenampilan menarik. Bagi remaja penampilan menjadi hal yang penting

untuk diperhatikan. Untuk itu, remaja melakukan aktivitas fisik yang mampu

menunjangnya berpenampilan menarik. Proses remaja untuk berusaha mencari

informasi dari ayah disebut eksplorasi dan pilihan remaja untuk melakukan

aktivitas yang mampu menunjang penampilannya disebut dengan komitmen.

Peran ayah sebagai teladan dengan menjadikan dirinya terlebih dahulu

contoh yang baik bagi anaknya supaya mampu diteladani. Kaitan antara peran ini

dengan domain vokasional pada pembentukan identitas remaja yaitu ayah

memberikan teladan dengan bertanggung jawab pada pekerjaan yang dijalaninya.

Hal-hal yang positif yang dilakukan ayah terkait pekerjaannya dijadikan teladan

bagi remaja.

Ayah sebagai teladan terkait dengan domain politis, perannya tampak saat

ayah menunjukkan bahwa dirinya merupakan warga negara yang baik dengan ikut

berperan dalam pemilihan umum dengan memilih calon yang telah ditentukan.

Selain itu, ayah yang bertanggung jawab juga bisa menjadi tolak ukur remaja

dalam memilih seorang pemimpin.

Ayah sebagai teladan terkait dengan domain relasi, perannya tampak saat

ayah menunjukkan relasinya yang baik dengan sesama. Hal tersebut membuat

remaja meneladaninya dan menunjang remaja dalam membangun relasi.

Ayah sebagai teladan terkait dengan domain prestasi, perannya tampak

(49)

menjadikan prestasi ayahnya tersebut sebagai tolak ukur untuk lebih optimal

dalam pencapaian prestasinya.

Ayah sebagai teladan terkait dengan domain seksual, contoh dari peran ini

tampak saat ayah berinteraksi dan memperlakukan ibu dalam keluarga. Remaja

meneladani sikap ayah tersebut supaya dapat berperilaku baik dengan

pasangannya. Sedangkan terkait dengan domain fisik, perannya tampak saat ayah

mampu membuat penampilannya menarik. Remaja meneladani hal-hal yang

dilakukan ayah supaya mampu menunjangnya untuk berpenampilan menarik.

Peran ayah sebagai problem solver dengan membantu memberikan solusi

saat remaja mengalami permasalahan. Sedangkan peran ayah pada penasehat yaitu

dengan membantu dan mendampingi remaja saat mengalami permasalahan. Pada

kedua peran ini saling melengkapi, sehingga penjelasan terkait keduanya tidak

bisa dipisahkan. Kaitan antara kedua peran ini dengan domain vokasional yaitu

saat remaja bingung tentang pekerjaan yang sesuai dengan dirinya. Ayah mampu

memberikan solusi dan setia mendampingi agar remaja dapat menyelesaikan

masalah yang dihadapinya

Ayah sebagai problem solver dan penasehat terkait dengan domain politis,

perannya tampak saat remaja mulai diberikan kesempatan untuk berperan aktif

memilih pemimpin. Ayah yang lebih berpengalaman, membantu dan memberikan

informasi lebih yang dimilikinya supaya remaja bisa memilih pemimpin yang

tepat.

Ayah sebagai problem solver dan penasehat terkait dengan domain relasi,

(50)

setia mendampingi dan memberikan solusi agar relasi yang terjadi pada remaja

bisa kembali berjalan lancar.

Ayah sebagai problem solver dan penasehat terkait dengan domain

prestasi, perannya ini tampak saat remaja mengalami kendala dalam pencapaian

prestasinya. Ayah memberikan pandangan-pandangan, masukkan dan solusi yang

mampu membuat proses pencapaian prestasinya kembali berjalan lancar.

Masukkan tersebut diberikan berdasarkan pengalaman ayah.

Ayah sebagai problem solver dan penasehat terkait dengan domain seksual

contohnya tampak saat remaja mengalami permasalahan untuk mendekati lawan

jenis yang disukainya. Ayah membantu dan mendampingi dengan berusaha

memberikan solusi berdasarkan pengalamannya selama ini. Sedangkan terkait

dengan domain fisik, seringkali remaja merasa kurang memiliki kepercayaan diri

untuk berinteraksi dengan sesama. Ayah menumbuhkan rasa kepercayaan diri

tersebut.

Peran ayah sebagai penghubung dunia luar yaitu memperkenalkan

lingkungan dan membantu remaja untuk bersosialisasi. Kaitan antara peran ayah

tersebut dengan domain vokasional, peran ini tampak saat ayah mampu membuat

remaja untuk mencoba banyak hal baru terkait dengan pekerjaan-pekerjaan yang

membuatnya menambah pengalaman.

Ayah sebagai penghubung dunia luar terkait dengan domain politis, peran

ini tampak saat ayah mampu membuat remaja untuk peduli dengan bangsa dan

(51)

Ayah sebagai penghubung dunia luar terkait dengan domain relasi, peran

ini tampak saat ayah mampu mengenalkan lingkungan sekitar pada remaja. Untuk

itu membuat remaja mampu bersosialisasi dan memiliki relasi yang baik dengan

masyarakat.

Ayah sebagai penghubung dunia luar terkait dengan domain prestasi, peran

ini tampak saat ayah mampu membuat remaja berinteraksi dengan sekitarnya dan

mendukung hal-hal yang dilakukannya supaya pencapaian prestasinya berjalan

lancar.

Ayah sebagai penghubung dunia luar terkait dengan domain seksual, peran

ini tampak ayah mampu membuat remaja berani untuk berinteraksi dengan lawan

jenis yang disukainya. Sedangkan pada domain fisik, peran ayah ini tampak saat

ayah membantu membuat remaja untuk berpenampilan menarik supaya memiliki

kepercayaan diri dan interaksi sosialnya bisa berjalan lancar.

E. Hipotesis

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti mengajukan hipotesis sebagai

berikut: “Ada hubungan positif antara peran ayah dengan pembentukan identitas.”

Semakin besar peran ayah maka pembentukan identitasnya juga semakin lancar,

sedangkan semakin kecil peran ayah maka pembentukan identitasnya semakin

(52)

F. Skema

Peran Ayah Pembentukkan Identitas

Playmate

Teladan

Problem Solver

Penasehat

Penghubung Dunia Luar

Aktivitas yang berkaitan dengan fisik lancar Tegas, mandiri, pencapaian prestasi maksimal

Interaksi dan aktivitas sosial berjalan lancar Mampu beradaptasi saat mengalami masalah

(53)

34

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian yang digunakan yaitu penelitian korelasional. Penelitian

korelasional adalah penelitian yang bertujuan menyelidiki sejauh mana variabel yang

satu dengan variabel yang lain dapat berkaitan satu sama lain (Azwar, 2009). Tujuan

dari penelitian ini ingin melihat korelasi antara peran ayah dengan pembentukan

identitas remaja.

B. Identifikasi Variabel Penelitian

Menurut Sugiyono (2011), variabel penelitian merupakan suatu objek

penelitian yang menjadi perhatian dalam penelitian. Dalam penelitian ini, terdapat

dua variabel yang akan diteliti, yaitu:

1. Variabel Bebas

Variabel bebas merupakan variabel yang dapat mempengaruhi atau

penyebab munculnya variabel tergantung (Sugiyono, 2011). Pada penelitian ini

variabel bebasnya adalah peran ayah.

2. Variabel Tergantung

Variabel tergantung merupakan variabel yang menjadi akibat dari adanya

variabel bebas (Sugiyono, 2011). Pada penelitian ini variabel tergantungnya adalah

(54)

C. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah suatu penegasan arti dari variabel dalam suatu

penelitian yang memiliki karakteristik dan dapat di observasi (Sarwono, 2006). Pada

penelitian ini, variabel yang memiliki definisi operasional yaitu:

1. Pembentukan Identitas

Pembentukan identitas merupakan proses pada remaja untuk mengenali diri

secara spesifik dengan menemukan potensi-potensi dan keterbatasannya, sehingga

mampu menemukan tujuan hidup dan dapat menunjukkan eksistensinya dengan

memiliki relasi sosial yang baik.

Pembentukan identitas dalam penelitian ini diungkap dari beberapa aspek

yang terkandung didalamnya. Semakin tinggi skor total dari skala pembentukan

identitas maka semakin lancar pula pembentukan identitas remaja dan demikian

sebaliknya. Peneliti mengukur pembentukan identitas dengan menggunakan

aspek-aspek berikut:

a. Eksplorasi yaitu usaha mencari informasi sebanyak-banyaknya terkait dengan

alternatif pilihan dalam rangka pembentukan identitas. Hal ini dilihat dari

indikator berikut:

1. Penguasaan pengetahuan adalah kemampuan untuk memahami berbagai

alternatif pilihan yang ada.

2. Pertimbangan alternatif adalah usaha untuk membandingkan alternatif

(55)

b. Komitmen yaitu pengambilan keputusan dengan memilih salah satu dari setiap

alternatif pilihan yang ada dan setia pada pilihannya. Hal ini dilihat dari

indikator berikut:

1. Kegiatan yang diarahkan yaitu usaha untuk mengarahkan kegiatannya

sesuai dengan identitas yang telah dipilihnya.

2. Proyeksi ke masa depan yaitu kemampuan untuk membuat gambaran

dirinya di masa depan dengan pilihan identitasnya.

3. Daya tahan terhadap goncangan yaitu kesetiaan pada komitmen walaupun

selama proses menjalani pilihan identitas mengalami banyak tantangan.

Pada skala pembentukan identitas ini, peneliti menggunakan domain yang

mengacu pada Teori Erikson (dalam Santrock, 2012). Domain yang mencakup

eksplorasi dan komitmen dilihat dari cakupan alternatif identitas yaitu

vokasional/pekerjaan, politis, relasi, prestasi, seksual, dan fisik. Setiap aspek

dalam skala pembentukan identitas ini dilihat dari enam domain yang telah

dibatasi oleh peneliti.

2. Peran Ayah

Penelitian ini diungkap berdasarkan penilaian remaja akhir terhadap peran

ayah. Peran ayah adalah seorang laki-laki dewasa yang memiliki hak, kewajiban,

serta tanggung jawab sebagai seorang ayah di dalam keluarganya.

Peneliti mengukur peran ayah dengan menggunakan aspek-aspek berikut

(56)

a. Ayah sebagai teman (Playmate)

Indikator dari aspek ini yaitu: melakukan aktivitas fisik bersama, senang

melakukan aktivitas fisik bersama, dan puas saat beraktivitas bersama.

b. Ayah sebagai teladan

Indikator dari aspek ini yaitu: mengajari aturan, bertanggungjawab

terhadap tugasnya, menunjukkan otoritasnya.

c. Ayah sebagai pemecah masalah (Problem Solver)

Indikator dari aspek ini yaitu: memberi solusi saat anak mengalami

masalah dan tetap menjaga keutuhan keluarga saat ada masalah.

d. Ayah sebagai penasehat

Indikator dari aspek ini yaitu: membantu masalah anak, mendampingi

anak yang sedang kesulitan dan membela anaknya.

e. Ayah sebagai penghubung dunia luar

Indikator dari aspek ini yaitu: mengenalkan lingkungan sosial dan

mengajak bersosialisasi.

Pada penelitian ini, semakin tinggi skor total dari skala peran ayah maka

peran ayah yang dirasakan semakin besar dan demikian sebaliknya.

D. Subjek Penelitian

Pengambilan subjek dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive

(57)

dan ditentukan karakteristiknya (Prasetyo & Jannah, 2005). Subjek dalam

penelitian ini memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Berusia 18-21 tahun

Peneliti menggunakan subjek dengan batasan umur tersebut karena

mengacu pada teori Monks (2012) yang memberi batasan umur 18-21 tahun

untuk masa remaja akhir. Pada masa ini remaja mampu mengintegrasikan

informasi-informasi yang dimiliki menjadi lebih sistematis. Selain itu, remaja

akhir mampu memberikan persepsi yang mampu dipertanggungjawabkan.

2. Berdomisili di Yogyakarta

Domisili subjek di Yogyakarta memudahkan peneliti mengakses skala

yang disebar karena kebanyakan remaja akhir yang berdomisili di Yogyakarta

statusnya sebagai mahasiswa.

3. Masih memiliki ayah

Salah satu penelitian ini menggunakan peran ayah sebagai variabel

bebas, maka subjek yang masih memiliki ayah menjadi penting dalam mengisi

skala supaya mengetahui sejauh mana peran ayah dirasakan.

E. Metode dan Instrumen Penelitian 1. Metode

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan metode

kuantitatif. Metode kuantitatif yang digunakan yaitu dengan metode skala. Bentuk

(58)

sikap seseorang atau sekelompok orang terkait dengan fenomena sosial (Sugiyono,

2011).

Peneliti melakukan modifikasi pada bentuk skala Likert dengan memakai

empat respon jawaban dan menghilangkan jawaban ragu-ragu pada kedua skala

modifikasi ini agar subjek tidak memberi jawaban yang mengumpul di tengah.

2. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan adalah tipe instrument afektif dengan

menyebarkan kuisioner yang berisi skala sikap. Berikut ini dua skala yang

digunakan yaitu:

a. Skala Pembentukan Identitas

Penyusunan skala ini hanya terdiri dari aitem favorable karena peneliti

akan melihat dari enam domain yang mencakup kedua aspek dalam

pembentukan identitas yaitu vokasional, politis, relasi, prestasi, seksual, dan

fisik.

Skala ini terdiri dari empat respon jawaban yaitu Sangat Setuju (SS)

bernilai 4, Setuju (S) bernilai 3, Tidak Setuju (TS) bernilai 2, dan Sangat Tidak

Setuju (STS) bernilai 1. Peneliti hanya menyajikan pernyataan favorable pada

skala pembentukan identitas karena aitem-aitem dalam skala ini berisi tentang

kondisi konkret yang ada di masyarakat. Penyajian favorable dan unfavorable

dapat disajikan tidak bersamaan saat tujuan dari penelitian untuk melihat

kondisi dan peristiwa yang mendetail dan kongkret di masyarakat (Azwar,

(59)

Tabel 1

Blue Print Skala Pembentukan Identitas Sebelum Uji Coba

Aspek Indikator

Domain

∑ Persentase (%) Vokasional Politis Relasi Prestasi Seksual Fisik

(60)

b. Skala Peran Ayah

Pada skala Peran Ayah (PA), aitem favorable terdiri dari 4 respon yaitu

Sangat Setuju (SS) bernilai 4, Setuju (S) bernilai 3, Tidak Setuju (TS) bernilai

2, dan Sangat Tidak Setuju (STS) bernilai 1. Aitem favorable menunjukkan

bahwa semakin tinggi skor total aitem favorable, maka peran ayah yang

dirasakan semakin besar.

Pada aitem unfavorable nilai dari responnya yaitu (Sangat Tidak Setuju)

STS bernilai 4, Tidak Setuju (TS) bernilai 3, (Setuju) S bernilai 2, dan (Sangat

Setuju) SS bernilai 1. Aitem unfavorable menunjukkan bahwa semakin tinggi

nilai skor total aitem unfavorable, maka peran ayah yang dirasakan semakin

kecil.

Respon jawaban tersebut digunakan peneliti karena ingin mengevaluasi

peran ayah bagi remaja dan peran ayah bagi pembentukan identitas remaja.

Dari 2 skala tersebut, peneliti tidak memberikan respon jawaban

kadang-kadang/ ragu-ragu supaya tidak ada jawaban netral. Menurut Hadi (1991), jawaban

netral menunjukkan bahwa:

1. Kategori undecided memiliki pengertian ganda yaitu subjek belum

memutuskan jawaban, subjek merasa ragu-ragu dengan jawabannya bahkan

subjek netral dalam menjawab.

2. Subjek akan cenderung menjawab yang ditengah (central tendency effect).

Gambar

Tabel 1
Blue PrintTabel 2  Skala Peran Ayah Sebelum Uji Coba
Blue PrintTabel 3  Skala Pembentukan Identitas Seleksi Aitem
Blue PrintTabel 4  Skala Peran Ayah Seleksi Aitem
+6

Referensi

Dokumen terkait

[r]

kilat atau petir, sehingga tidak timbul tegangan lebih yang tinggi

[r]

Perjanjian tersebut juga mewajibkan Perusahaan memperoleh persetujuan tertulis dari wali amanat sebelum melakukan kegiatan-kegiatan, antara lain mengizinkan anak perusahaan

Pada masa sekarang ini telah banyak orang yang melupakan atau mungkin belum mengenal Thibbun Nabawi, hal ini disebabkan karena semakin jauhnya umat Islam

Peranan AMDAL dalarn Pengelolaan Proyek.. Masib Hutan

klorida; 4) Baja tanpa dilapisi ekstrak biji kakao, lalu direndam dalam medium asam klorida. Kemudian laju korosi baja yang dilapisi clan yang tidak dilapisi ekstrak biji

Tujuan yang hendak dicapai pada penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan kemampuan kognitif dan keterampilan proses sains siswa setelah diterapkan