• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul akibat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul akibat"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Human Immuno-deficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang menyerang system kekebalan tubuh manusia dan melemahkan kemampuan tubuh untuk melawan penyakit yang datang. Tertularnya seseorang dengan HIV ini akan menyebabkan orang tersebut menderita sakit AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh yang didapat, disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) (Murtiastutik, 2008). Masalah HIV dan AIDS adalah masalah kesehatan masyarakat yang memerlukan perhatian yang sangat serius. Ini terlihat dari apabila dilihat jumlah kasus AIDS yang dilaporkan setiap tahunnya sangat meningkat secara signifikan (KPA, 2009).

Di wilayah Asia Timur dan Pasifik, epidemi tingkat rendah biasanya dimulai di antara para penjaja seks komersial yang melakukan hubungan seksual tanpa perlindungan dengan pelanggannya, penyalahguna napza suntik yang menggunakan alat suntik bersama, atau pria yang berhubungan seksual tanpa perlindungan dengan pria lainnya. Sejalan dengan penyebaran HIV di kelompok-kelompok ini, konsentrasi penderita HIV dipopulasi ini pun menjadi semakin tinggi; selanjutnya penyebaran dapat terjadi antar populasi ini – dan kemungkinan menyebar ke seluruh populasi (Bank Dunia, 2003).

(2)

Menurut World Health Orgnanization (WHO) dalam laporan kemajuan 2011 (Global HIV/AIDS Respons, Progress Report 2011) melaporkan bahwa pada akhir tahun 2010 diperkirakan 34 juta orang (31.600.000-35.200.000) hidup dengan HIV di seluruh dunia, termasuk 3,4 juta anak-anak < 15 tahun. Ada 2,7 juta (2.400.000-2.900.000) baru terinfeksi HIV pada tahun 2010, termasuk 390.000 anak diantaranya < 15 tahun.

Trend kematian yang disebabkan oleh AIDS juga berbeda disetiap bagian Negara. Di Eropa Timur dan Asia Tengah, sejumlah orang meninggal karena AIDS meningkat lebih dari 10 (sepuluh) kali lipat antara tahun 2001 dan 2010 (dari sekitar 7.800 menjadi 90.000). Pada waktu yang sama, sejumlah orang meninggal karena AIDS meningkat 60% di Timur Tengah dan Afrika Utara (dari 22.000 menjadi 35.000) dan lebih dari dua kali lipat terjadi di Asia Timur (dari 24.000 menjadi 56.000) (WHO, Progress Report 2011).

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia melaporkan bahwa dari bulan April sampai dengan Juni 2011 jumlah kasus AIDS baru yang dilaporkan adalah 2.001 kasus dari 59 kabupaten/kota di 19 propinsi. Dimana ratio kasus AIDS antara laki-laki dan perempuan adalah 2:1. Cara penularan kasus AIDS baru yang dilaporkan melalui heteroseksual (76,3%), IDU (16,3%), Perinatal (4,7%) dan LSL (2,2%). Proporsi kasus AIDS tertinggi dilaporkan pada kelompok umur 20-29 tahun (36,4%), disusul kelompok umur 30-39 tahun (34,5%) dan kelompok umur 40-49 tahun (13,3%).

(3)

Sedangkan jumlah kasus HIV/AIDS kumulatif pada tahun 2005 jumlah kasus AIDS yang dilaporkan sebesar 2.639 kasus, pada tahun 2006 sebesar 2.873 kasus, pada tahun 2007 sebesar 2.947 kasus, tahun 2008 sebesar 4.969 kasus, tahun 2009 sebesar 3.863 kasus dan pada tahun 2010 sebesar 4.158 kasus. Sampai dengan Juni 2011 secara kumulatif jumlah kasus AIDS yang dilaporkan adalah 26.483 kasus. Sebanyak 33 propinsi dan 300 kabupaten/kota.

Proporsi kumulatif kasus AIDS tertinggi sampai dengan Juni 2011 dilaporkan pada kelompok umur 20-29 tahun (49,4%), disusul kelompok umur 30-39 tahun (31,5%) dan kelompok umur 40-49 tahun (9,8%). Rate kumulatif kasus AIDS Nasional sampai dengan Juni 2011 adalah 11,09 per 100.000 penduduk (berdasarkan data BPS 2011, jumlah penduduk Indonesia 238.893.400 jiwa) (Kemenkes RI, 2011). Prevalensi kasus AIDS per 100.000 penduduk sampai dengan Juni 2011 di Propinsi Sumatera Utara sebesar 3,73, dimana jumlah kumulatif AIDS/IDU sampai dengan Juni 2011 sebanyak 222 orang dengan jumlah kematian 94 orang.

Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Medan melaporkan : Tabel 1.1 Data Penderita HIV/AIDS Kota Medan Tahun 2006-2011

Kasus TAHUN Total

2006 2007 2008 2009 2010 2011 HIV AIDS 215 81 324 60 250 125 584 77 373 232 151 283 1897 858 Total 296 384 375 661 605 434 2755

(4)

Tabel 1.2 Jumlah Penderita HIV/AIDS Berdasarkan Faktor Risiko Tahun 2006-2011

Faktor Resiko TAHUN

2006 2007 2008 2009 2010 2011 Heteroseksual 40,21% 52,34% 70,13% 62,33% 62,98% 72,58% Homoseksual 5,74% 2,34% 2,13% 1,51% 6,45% 3,92% IDUs 44,93% 41,16% 24% 32,68% 27,10% 19,82% Perinatal 0,68% 0,52% 1,07% 2,12% 1,82% 2,30% Transfusi darah 2,70% 1,04% 1,60% 0,15% 0,66% 0,46% Tidak diketahui 5,74% 2,60% 1,07% 1,21% 0,99% 0,92% Total 100% 100% 100% 100% 100% 100%

Sumber : KPA Kota Medan, 2011

Salah satu dari delapan strategi pembangunan milenium semesta (Millennium Development Goals; MDGs) mengisyaratkan semua negara di dunia untuk memerangi penularan HIV-AIDS. Dimana target MDGs untuk HIV/AIDS adalah menghentikan laju penyebaran serta membalikkan kecendrungannya pada tahun 2015. Indikator ke-6 MDGs yaitu memerangi penyebaran HIV/AIDS, indikator globalnya yaitu : prevalensi HIV/AIDS ibu hamil yang berusia 15-14 tahun, penggunaan kondom pada hubungan seks berisiko tinggi, angka penggunaan kondom, presentasi penduduk usia 15-25 tahun yang mempunyai pengetahuan yang benar tentang HIV/AIDS.

Komisi penanggulangan AIDS Nasional mengemukakan bahwa pengidap HIV/AIDS di Indonesia sebagian besar ditemukan diantara Pekerja Seks Komersial (PSK) yang jumlahnya diperkirakan berkisar 190.000-270.000 orang. Depkes RI

(5)

(2003) menegaskan bahwa tingginya angka ganti-ganti pasangan pada wanita pekerja seks komersial dapat dipastikan bahwa kelompok ini besar kemungkinannya akan menyebarkan penyakit menular salah satunya HIV/AIDS.

Utomo (2002) menjelaskan bahwa paling tidak ada empat faktor yang menyebabkan kasus HIV/AIDS terus melonjak, yaitu meningkatnya industri seks, masih rendahnya pengetahuan HIV/AIDS di kalangan kelompok berisiko tinggi, terbatasnya sarana medis, kurangnya komitmen pemerintah dalam aplikasi penanggulangan HIV/AIDS. Mengurangi risiko terjadinya penularan HIV/AIDS salah satunya adalah adanya penggunaan kondom ketika melakukan hubungan seksual. Menurut Departemen Kesehatan perilaku seks yang dapat mencegah terjadinya HIV/AIDS yaitu model pengurangan risiko dengan menggunakan kondom (Depkes RI, 2003).

Negara Thailand dalam menekan penyebaran HIV/AIDS dilakukan dengan promosi program kondom 100%. Kampanye pencegahan Nasional di Thailand ini telah mengurangi penyebaran penyakit. Dimana, jumlah orang yang positif HIV pada tahun 2003 turun menjadi 23.676, terjadi penurunan sebesar 83% dari puncaknya pada tahun 1991 yaitu 142.819 kasus (Ray, 2009).

Penelitian New England Journal of Medicine tahun 1994 menunjukkan bahwa dari penelitian terhadap 254 pasangan yang salah satunya terinfeksi HIV, pada pasangan yang konsisten menggunakan kondom tidak ditemukan adanya penularan. Sementara pada 121 pasangan lain yang tidak konsisten menggunakan kondom

(6)

Tahun 1999 di Amerika Serikat menyimpulkan bahwa efektivitas kondom untuk mencegah penyebaran HIV sebesar 86,6%. Hasil evaluasi ‘Cohrane review’ tanggal 25 Mei Tahun 2001 juga menyimpulkan bahwa penggunaan kondom secara konsisten mempunyai kemampuan mencegah transmisi HIV dengan efektivitas 80%.

Menurut Surveilans Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP) Tahun 2011 pada kelompok berisiko tinggi di Indonesia, penggunaan kondom oleh pria langganan WPS langsung masih sangat rendah. Hal ini terlihat dari jumlah WPS langsung yang pelanggannya menggunakan kondom pada saat hubungan seks terakhir sebesar 69,4%, sedangkan ketika melihat konsistensinya dalam seminggu hanya 30,6% WPS langsung yang pelanggannya selalu menggunakan kondom.

Beberapa faktor yang memengaruhi penggunaan kondom antara lain pengetahuan, aksesibilitas, penjangkauan dan aturan penggunaan kondom. Pada WPS langsung yang tahu bahwa kondom dapat mencegah penularan HIV cenderung menggunakan kondom secara konsisten. Dan penggunaan kondom yang lebih konsisten ditemukan pada kelompok yang memiliki pengetahuan komprehensif. Kondom gratis juga memengaruhi konsistensi penggunaan kondom karena terkait dengan aksesibilitas. Frekuensi kontak dengan petugas lapangan meningkatkan kemungkinan penggunaan kondom konsisten. Selain itu, penggunaan kondom konsisten dipengaruhi adanya aturan penggunaan kondom. Sekitar 60% WPS langsung mengaku menggunakan kondom karena adanya peraturan baik formal maupun nonformal (STBP, 2011).

(7)

Penelitian yang dilakukan Evianty di Lokalisasi Teleju Kota Pekanbaru menunjukkan bahwa pengetahuan, sikap, ketersediaan kondom dan dukungan petugas kesehatan berpengaruh terhadap tindakan PSK dalam menggunakan kondom. Faktor lain yang berkaitan dengan ketidakkonsistenan pemakaian kondom adalah hubungan antara mucikari dan pekerja seks. Sebuah studi di Thailand menunjukkan bahwa solidaritas yang tinggi antara pekerja seks dan mucikari serta peluang yang terbuka lebar bagi mucikari untuk mengembangkan sistem bagi upaya kebijakan pemakaian kondom 100% di tempat bisnis mereka membawa dampak yang luas pada upaya pencegahan HIV/AIDS (IAKMI, 2010).

Bagian Pengendalian Masalah Kesehatan (PMK) Dinas Kesehatan Kabupaten Serdang Bedagai melaporkan data penderita Infeksi Menular Seksual (IMS) Tahun 2010 ada 7 orang yang menderita HIV. Berdasarkan laporan Klinik Infeksi Menular Seksual (IMS) Puskemas Sei Rampah Tahun 2011 ada 12 Pekerja seks yang menderita HIV/AIDS, waria sebanyak 2 orang, pelanggan sebanyak 4 orang dan pasangan risiko tinggi ada 1 orang yang positif HIV dan pada bulan Februari 2012 ada 1 orang pekerja seks yang positif HIV.

Di Kabupaten Serdang Bedagai terdapat Warung Bubur yang berada di Kecamatan Tebing Tinggi yaitu daerah Naga Kesiangan dan Warung Bebek di Kecamatan Sei Rampah yaitu desa Firdaus. Pada Tahun 1971-1976 warung tersebut berkembang sangat pesat karena waktu itu belum banyak warung yang menyediakan layanan tambahan (pekerja seks). Lokasi ini terus berkembang dan semakin banyak

(8)

seks). Lokasi ini ramai dikunjungi juga karena posisinya yang berada di jalur lintas Sumatera dan merupakan pertengahan antara Medan-Siantar sehingga banyak supir baik itu yang dari Medan ke Siantar atau sebaliknya dari Siantar ke Medan singgah terlebih dahulu untuk istirahat di warung tersebut. Sekarang warung Bubur dan warung Bebek merupakan tempat-tempat perilaku bersisiko tinggi dan ada sekitar ±100 orang Wanita Pekerja Seks di tempat tersebut. Berdasarkan pengamatan awal yang dilakukan peneliti, WPS yang berada di warung Bubur dan warung Bebek tersebut berpotensi terkena HIV, AIDS dan Infeksi Menular Seksual (IMS). Di samping tingkat pendidikan mereka rata-rata rendah, pengetahuan mereka tentang HIV/AIDS dan Infeksi Menular Seksual (IMS) juga masih rendah, dan kebanyakan PSK pada saat melakukan aktivitas seksualnya tidak menggunakan kondom, disamping itu para WPS juga mengkonsumsi alkohol dan merokok.

Temuan kasus IMS termasuk HIV/AIDS tidak akan terjadi jika WPS dan pelanggannya memiliki perilaku yang sehat. Perilaku yang sehat adalah menggunakan kondom dan melakukan pemeriksaan rutin ke layanan kesehatan. Tindakan WPS menggunakan kondom menjadi salah satu issu yang strategis dalam upaya penanggulangan HIV/AIDS sehingga upaya untuk meningkatkan penggunaan kondom menjadi penting untuk dilakukan. Menurut Green perilaku dipengaruhi oleh faktor predisposisi antara lain pengetahuan dan sikap, faktor pemungkin yaitu tersedianya kondom dan faktor penguat yaitu dukungan mucikari dan petugas kesehatan.

(9)

Perilaku WPS melakukan pencegahan HIV/AIDS dengan menawarkan kondom dan menggunakan kondom saat berhubungan seks merupakan perilaku kesehatan yang dipengaruhi oleh pengetahuan. Pengetahuan yang dimaksud adalah pengetahuan PSK tentang penggunaan kondom terutama manfaatnya dalam mencegah HIV/AIDS. Dengan pengetahuan ini diharapkan muncul sikap berupa kesadaran dan niat untuk menggunakan kondom serta didukung dengan tersedianya sarana kondom dan dukungan dari mucikari dan petugas kesehatan.

Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang “ Hubungan faktor predisposisi (pengetahuan dan sikap), faktor pendukung (ketersediaan kondom) dan faktor penguat (dukungan mucikari dan petugas kesehatan) dengan tindakan penggunaan kondom untuk pencegahan HIV/AIDS di Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2012.

1.2. Permasalahan

Permasalahan dalam penelitian ini adalah masih rendahnya penggunaan kondom untuk pencegahan HIV/AIDS di Warung Bubur dan Warung Bebek Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2012.

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui hubungan faktor predisposisi (pengetahuan dan sikap), faktor pendukung (ketersediaan kondom) dan faktor penguat (dukungan mucikari dan petugas kesehatan) dengan tindakan penggunaan kondom untuk pencegahan

(10)

HIV/AIDS di Warung Bubur dan Warung Bebek Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2012.

1.4. Hipotesis

Faktor predisposisi (pengetahuan dan sikap), faktor pendukung (ketersediaan kondom) dan faktor penguat (dukungan mucikari dan petugas kesehatan) berhubungan dengan tindakan penggunaan kondom untuk pencegahan HIV/AIDS di Warung Bubur dan Warung Bebek Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2012.

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1 Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai dalam menentukan kebijakan untuk pencegahan HIV/AIDS.

1.5.2 Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Serdang Bedagai dan lintas sektor dalam perencanaan program upaya pencegahan HIV/AIDS dan Infeksi Menular Seksual di Warung Bubur dan Warung Bebek.

1.5.3 Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat dan dapat dipakai sebagai bahan pustaka untuk penelitian lebih lanjut.

Gambar

Tabel 1.2 Jumlah Penderita HIV/AIDS Berdasarkan Faktor Risiko       Tahun 2006-2011

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Ini terlihat masih banyaknya kekurangan dalam pengembangan Heritage Tourism Kawasan Kota Lama, pengembangan aktivitas pariwisata yang mampu menciptakan mata rantai nilai tambah

[r]

Tagihan atas surat berharga yang dibeli dengan janji dijual kembali (reverse repo ).. BANK BANK PEMBANGUNAN DAERAH

 The proposed architecture consists of five layers: sensing and local processing data, data collection infrastructure, data aggregation and intelligence extraction, knowledge

Dikarenakan nilai signifikansi lebih kecil dari α (0,05), maka H0 ditolak yang artinya secara simultan terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel Prespektif

Sp yang mengeluhkan sesak nafas dan diperoleh data objektif pernafasan pasien 26 x/menit, pasien terpasang terapi oksigen 4 lpm dengan nasal kanul, batuk dengan mengeluarkan

Oppure alcune difcoltà nel funzionamento sociale, lavorativo o scolastico (es.: alcune assenze ingiustificate da scuola, o furti in casa), ma in genere funziona abbastanza bene, e