• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

7 2.1.1 Hasil Belajar

Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2011 : 22). Kemampuan-kemampuan yang dimiliki tiap siswa tentu berbeda karena pengalaman belajar yang dialami antara siswa satu dengan siswa lain juga berbeda. Aspek perubahan itu mengacu kepada taksonomi tujuan pengajaran yang dikembangkan oleh Bloom, Simpson dan Harrow yang mencakup tiga aspek yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotorik (Winkel dalam Purwanto, 2008:45).

Klasifikasi hasil belajar menurut Bloom dalam Agus Suprijono (2009: 6) secara garis besar membagi menjadi 3 ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotoris.

1. Ranah kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual. 2. Ranah afektif, berkenaan dengan sikap.

3. Ranah psikomotorik, berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak.

Hasil belajar harus diidentifikasi melalui informasi hasil pengukuran bidang/materi/dan aspek perilaku baik melalui teknik tes maupun non tes. Penguasaan materi yang dimaksud adalah derajat pencapaian kompetensi hasil belajar seperti yang dikehendaki dalam standar proses dan dinyatakan dalam aspek perilaku yang terbagi dalam ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Ketiga ranah tersebut dinamakan dengan taksonomi tujuan belajar kognitif. Taksonomi tujuan belajar domain kognitif menurut Benyamin S. Bloom yang telah disempurnakan David Krathwohl serta Norman E. Gronlund dan R.W. de Maclay ds ( Wardani, NS dkk, 2010:3.21) adalah menghafal (Remember), memahami (Understand), mengaplikasikan (Aply), menganalisis (Analize), mengevaluasi (Evaluate), dan membuat (create).

(2)

Dari pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang didapat oleh siswa setelah mengalami pembelajaran di kelas yang mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.

Hasil belajar digunakan guru sebagai ukuran atau kriteria dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Ukuran hasil belajar dapat diperoleh dari aktivitas pengukuran. Secara sederhana pengukuran dapat diartikan sebagai kegiatan atau upaya yang dilakukan untuk memberikan angka-angka pada suatu gejala atau peristiwa, atau benda, sehingga hasil pengukuran akan selalu berupa angka. Alat untuk melakukan pengukuran ini dapat berupa alat ukur standar seperti meter, kilogram, liter dan sebagainya, termasuk ukuran-ukuran subyektif yang bersifat relatif, seperti depa, jengkal, “sebentar lagi”, dan lain-lain (Endang Poerwanti, dkk,2008:1-4). Menurut Cangelosi (1995) yang dimaksud dengan pengukuran (Measurement) adalah suatu proses pengumpulan data melalui pengamatan empiris untuk mengumpulkan informasi yang relevan dengan tujuan yang telah ditentukan. Jadi pengukuran memiliki arti suatu kegiatan yang dilakukan dengan cara membandingkan sesuatu dengan satuan ukuran tertentu sehingga data yang dihasilkan adalah data kuantitatif atau data angka. Untuk menetapkan angka dalam pengukuran, perlu sebuah alat ukur yang disebut dengan instrumen. Dalam dunia pendidikan instrumen yang sering digunakan untuk mengukur kemampuan siswa seperti tes, lembar observasi, panduan wawancara, skala sikap dan angket.

Dari pengertian pengukuran yang telah dipaparkan untuk mengukur hasil belajar peserta didik digunakanlah alat penilaian hasil belajar. Teknik yang dapat digunakan untuk mengukur hasil belajar ada 2 yaitu tes dan non tes.

1. Tes

Tes secara sederhana dapat diartikan sebagai himpunan pertanyaan yang harus dijawab, pernyataan-pernyataan yang harus dipilih/ditanggapi, atau tugas-tugas yang harus dilakukan oleh peserta tes dengan tujuan untuk mengukur suatu aspek tertentu dari peserta tes. Dalam kaitan dengan pembelajaran aspek tersebut adalah indikator pencapaian kompetensi. Tes berasal dari bahasa Perancis yaitu

(3)

“testum” yang berarti piring untuk menyisihkan logam mulia dari material lain seperti pasir, batu, tanah, dan sebagainya. Kemudian diadopsi dalam psikologi dan pendidikan untuk menjelaskan sebuah instrumen yang dikembangkan untuk dapat melihat dan mengukur dan menemukan peserta tes yang memenuhi kriteria tertentu. Cronbach (dalam Azwar, 2005) mendefinisikan tes sebagai “a systematic procedure for observing a person’s behavior and describing it with the aid of a numerical scale or category system”. Menurut Ebster’s Collegiate (dalam Arikunto, 1995), tes adalahserangkaian pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensia, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok.

Menurut Endang Poerwanti, dkk (2008:1-5), tes adalah seperangkat tugas yang harus dikerjakan atau sejumlah pertanyaan yang harus dijawab oleh peserta didik untuk mengukur tingkat pemahaman dan penugasannya terhadap cakupan materi yang dipersyaratkan dan sesuai dengan tujuan pengajaran tertentu.

Tes adalah seperangkat pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk memperoleh informasi tentang trait atau sifat atau atribut pendidikan yang setiap butir pertanyaan tersebut mempunyai jawaban atau ketentuan yang dianggap benar (Suryanto Adi, dkk, 2009). Dari beberapa definisi di atas peneliti menyimpulkan, tes adalah sejumlah pertanyaan atau soal-soal yang harus dijawab, dilakukan dalam waktu tertentu dan memiliki tujuan tertentu guna mengukur kemampuan seseorang.

Tes sangat bermacam-macam bentuk dan jenisnya. Menurut Endang Poerwanti, dkk (2008:4-5) terdapat lima jenis-jenis tes, salah satunya adalah jenis tes berdasarkan bentuk jawabannya, yaitu:

a. Tes esei (Essay-type test)

Tes bentuk uraian adalah tes yang menuntut siswa mengorganisasikan gagasan-gagasan tentang apa yang telah dipelajarinya dengan cara mengemukakannya dalam bentuk tulisan.

b. Tes jawaban pendek

Tes bisa digolongkan ke dalam tes jawaban pendek jika peserta tes diminta menuangkan jawabannya bukan dalam bentuk esei, tetapi memberikan

(4)

jawaban-jawaban pendek , dalam bentuk rangkaian kata pendek, kata-kata lepas, maupun angka-angka.

c. Tes objektif

Tes objektif adalah tes yang keseluruhan informasi yang diperlukan untuk menjawab tes telah tersedia.

2. Non Tes

Teknik nontes sangat penting dalam mengases peserta didik pada ranah afektif dan psikomotor, berbeda dengan teknik tes yang lebih menekankan pada aspek kognitif. Ada beberapa macam tekhnik non tes, yaitu: unjuk kerja (performance), penugasan (proyek), tugas individu, tugas kelompok, laporan, ujian praktik dan portofolio.

Alat yang dipergunakan untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran dinamakan dengan alat ukur atau instrumen. Ada instrumen butir-butir soal apabila cara pengukurannya menggunakan tes, apabila pengukurannya dengan cara mengamati atau mengobservasi akan menggunakan instrumen lembar pengamatan atau observasi, pengukuran dengan cara/teknik skala sikap akan menggunakan instrumen butir-butir pernyataan.

Besarnya hasil belajar dalam penelitian ini akan diukur melalui teknik (tes obyektif dan tes esay) dan non tes (unjuk kerja berupa diskusi berpasangan dan presentasi).

2.2.2 Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Latar Belakang IPS

Ilmu Pengetahuan sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran pokok yang diajarkan dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB. Pengetahuan sosial mengkaji seperangkat fakta, peristiwa, konsep dan generalisasi yang berkaitan dengan perilaku dan tindakan manusia untuk membangun dirinya, masyarakatnya, bangsanya, dan lingkungannya berdasarkan pada pengalaman masa lalu yang dapat dimaknai untuk masa kini, dan antisipasi untuk masa yang akan datang (Depdiknas, 2003). Pada jenjang

(5)

SD/MI mata pelajaran IPS memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai.

Di masa yang akan datang peserta didik akan menghadapi tantangan berat karena kehidupan masyarakat global selalu mengalami perubahan setiap saat. Oleh karena itu mata pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis.

Mata pelajaran IPS disusun secara sistematis, komprehensif, dan terpadu dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam kehidupan di masyarakat. Dengan pendekatan tersebut diharapkan peserta didik akan memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam pada bidang ilmu yang berkaitan.

Tujuan Pembelajaran IPS

Mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.

1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya

2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial

3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan

4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.

Ruang Lingkup Pembelajaran IPS

(6)

1. Manusia, tempat, dan lingkungan 2. Waktu, keberlanjutan, dan perubahan 3. Sistem sosial dan budaya

4. Perilaku ekonomi dan kesejahteraan.

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

Pencapaian tujuan IPS dapat dimiliki oleh setiap peserta didik, kemampuan peserta didik yang standar dinamakan Standar Kompetensi (SK). Secara lengkap yang dimaksud dengan SK adalah kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diharapkan dicapai pada setiap kelas dan/atau semester pada suatu mata pelajaran atau kemampuan yang harus dikuasai peserta didik dalam mata pelajaran tertentu sebagai rujukan penyusunan indikator kompetensi dalam suatu pelajaran. Standar kompetensi ini selanjutnya akan diperinci ke dalam Kompetensi Dasar (KD). Kompetensi dasar ini merupakan sejumlah kemampuan yang harus dikuasai peserta didik dalam mata pelajaran tertentu sebagai rujukan penyusunan indikator kompetensi dalam suatu pelajaran. Secara rinci SK dan KD untuk mata pelajaran IPS kelas V semester II ditunjukkan dalam tabel sebagai berikut :

Tabel 2.1

SK dan KD untuk Mata Pelajaran IPS Kelas V, Semester 2

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

2. Menghargai peranan tokoh pejuang dan masyarakat dalam mempersiapkan dan mempertahankaan kemerdekaan Indonesia

2.1 Mendeskripsikan perjuangan para tokoh pejuang pada masa penjajahan Belanda dan Jepang

2.2 Menghargai jasa dan peranan tokoh perjuangan dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia

2.3 Menghargai jasa dan peranan tokoh dalam memproklamasikan kemerdekaan

2.4 Menghargai perjuangan para tokoh dalam mempertahankan kemerdekaan

(7)

2.2.3 Model Pembelajaran Cooperative Script

Model pembelajaran kooperatif pada dasarnya mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam kerja atau membantu diantara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih dimana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri. Pola hubungan seperti itu memungkinkan timbulnya persepsi yang positif tentang apa yang dapat mereka lakukan untuk keberhasilannya, berdasarkan kemampuan dirinya sebagai individu atau peran serta anggota lainnya selama mereka belajar secara bersama-sama dalam kelompok. Model pembelajaran kooperatif memandang bahwa keberhasilan dalam belajar bukan semata-mata harus diperoleh dari guru, melainkan juga dari pihak lain yang terlibat dalam pembelajaran yaitu teman sebaya.

Dalam pembelajaran kooperatif, interaksi yang terjadi dalam proses pembelajaran tidak hanya dari guru terhadap siswa atau dari siswa terhadap guru, tetapi juga ada interaksi yang terjadi dari siswa satu terhadap siswa yang lain dan sebaliknya. Dalam pembelajaran kooperatif, para siswa dilatih untuk dapat bekerja sama dan mengakui perbedaan pendapat dengan orang lain. Dari beberapa macam model pembelajaran kooperatif, model pembelajaran cooperative script sangat tepat digunakan dalam pembelajaran IPS dan sebagai strategi untuk meningkatkan hasil belajar IPS siswa. Cooperative script adalah model belajar dimana siswa bekerja berpasangan dan bergantian secara lisan mengikhtisarkan bagian-bagian dari materi yang dipelajari. Model pembelajaran cooperative script ini dikembangkan oleh Danserau dkk pada tahun 1985. Pembelajaran cooperative script muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling membantu memecahkan masalah-masalah yang kompleks. Jadi, hakikat sosial dan penggunaan kelompok sejawat menjadi aspek utama dalam pembelajaran cooperative script. Hal ini sejalan dengan teori belajar dari Vygotsky yang berusaha mengembangkan model konstruktivistik belajar mandiri dari Piaget menjadi belajar kelompok. Dalam

(8)

membangun sendiri pengetahuannya, peserta didik dapat memperoleh pengetahuan melalui kegiatan yang beraneka ragam dengan guru sebagai fasilitator.

Menurut Schank dan Abelson, (2007) pembelajaran cooperative script adalah pembelajaran yang mengatur interaksi siswa seperti ilustrasi kehidupan sosial siswa dengan lingkungannya sebagai individu, dalam keluarga, kelompok masyarakat, dan masyarakat yang lebih luas. Menurut Slavin, (1995) mengemukakan bahwa penggunaan pembelajaran cooperative dapat meningkatkan prestasi belajar siswa sekaligus dapat meningkatkan kemampuan hubungan sosial, menumbuhkan sikap menerima kekurangan diri dan orang lain, serta dapat meningkatkan harga diri. Menurut Spurlin, (2007) menyatakan bahwa, cooperative script dapat mendorong siswa untuk mendapatkan kesempatan mempelajari bagian lain dari materi yang tidak dipelajarinya.

Tugas guru adalah menyediakan atau mengatur lingkungan belajar siswa, dan mengatur tugas-tugas yang harus dikerjakan siswa, serta memberikan dukungan dinamis, sehingga setiap siswa bisa berkembang secara maksimal dalam zona perkembangan proksimal masing-masing. Guru perlu mengupayakan supaya setiap siswa berusaha agar bisa mengembangkan diri masing-masing secara maksimal, yaitu mengembangkan kemampuan berpikir dan bekerja secara secara independen. Tetapi dilain pihak guru juga perlu mengupayakan agar tiap-tiap siswa juga aktif berinteraksi dengan siswa-siswa lain dan orang-orang lain di lingkungan masing-masing yang sesuai dengan teori belajar Vygotsky. Jika kedua hal itu dilakukan, perkembangan kognitif tiap-tiap siswa akan bisa terjadi secara optimal.

Setiap model pembelajaran mempunyai berbagai kelebihan dan kekurangan, kelebihan dari model pembelajaran cooperative script adalah: (1) melatih pendengaran, ketelitian atau kecermatan, (2) setiap siswa mendapat peran, (3) melatih mengungkapkan kesalahan orang lain dengan lisan. Sedangkan kekurangan dari model ini adalah: (1) hanya digunakan untuk mata pelajaran tertentu, (2) hanya dilakukan dua orang (tidak melibatkan seluruh kelas sehingga

(9)

koreksinya hanya sebatas pada dua orang tersebut). Dengan demikian siswa harus memiliki keaktifan pada saat proses pembelajaran.

Selain kelebihan dan kekurangan, model pembelajaran cooperative script juga mempunyai banyak keunikan yang membedakan antara model pembelajaran cooperative script dengan pembelajaran Konvensional. Pembelajaran konvensional menurut Ujang Sukandi (dalam Sunarto 2009) ditandai dengan guru mengajar lebih banyak mengajar tentang konsep-konsep bukan kompetensi, tujuannya adalah siswa mengetahui sesuatu bukan bukan mampu untuk melakukan sesuatu, dan pada saat proses pembelajaran siswa lebih banyak mendengarkan. Model pembelajaran konvensional merupakan model pembelajaran yang berpusat pada guru dimana hampir seluruh kegiatan pembelajaran dikendalikan oleh guru. Jadi guru memegang peranan utama dalam menentukan proses dan isi pembelajar dan termasuk dalam menilai kemajuan siswa (I Wayan Sukra, 2009: 83). Sedangkan menurut Nurhadi (2009: 43) metode konvensional terlihat pada proses siswa menerima informasi secara pasif, siswa belajar secara individual, hadiah/penghargaan untuk perilaku baik adalah pujian atau nilai angka/raport saja, pembelajaran tidak memperhatikan pengalaman siswa, dan hasil belajar diukur hanya dengan tes.

Manfaat dari penggunaan model pembelajaran cooperative script dalam proses pembelajaran adalah dapat mengurangi kesenjangan pendidikan khususnya dalam wujud input pada level individual. Selain itu, dengan belajar kooperatif dapat mengembangkan solidaritas sosial di kalangan siswa. Karena melalui kooperatif siswa dilatih untuk dapat meningkatkan perasaan positif terhadap diri sendiri maupun orang lain, dapat memberikan efek yang sangat ampuh pada waktu singkat baik dalam aspek pembelajaran akademik maupun aspek skill, memberikan seorang atau beberapa orang sebagai pendamping belajar yang menyenangkan dan bersama-sama mengembangkan skill bersosial serta berempati terhadap orang lain. Dengan belajar kooperatif, diharapkan kelak akan muncul generasi baru yang memiliki prestasi akademik yang cemerlang dan memiliki solidaritas sosial yang kuat.

(10)

Dalam membentuk atau mengorganisasi sebuah kelompok belajar di dalam kelas tidak bisa dilakukan sembarangan. Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan, diantaranya adalah gender, tingkat kecerdasan individu, dan sifat-sifat khusus yang dimiliki setiap individu, untuk itu sebelum membentuk kelompok belajar di kelas guru terlebih dahulu benar-benar mengerti dan memahami karakteristik peserta didiknya. Dalam sebuah kelompok perlu diperhatikan dalam pembagian berdasarkan gender agar seimbang untuk memudahkan mereka dalam melakukan tugasnya. Tingkat kecersasan individu merupakan point penting dalam pembagian kelompok belajar. Untuk itu guru hendaknya melakukan klasifikasi siswa berdasarkan tingkat kecerdasannya, bukan bermaksud untuk membeda-bedakan antara siswa yang pandai dengan yang kurang pandai tetapi untuk menyetarakan semua kelompok agar tidak terjadi kasenjangan antara kelompok si pandai dengan kelompok si kurang pandai. Selain itu terdapat pula sifat-sifat khusus yang dimiliki tiap peserta didik dalam suatu kelas. Perlu diperhatikan dalam proses pembagian kelompok karena hal ini berperan dalam hidupnya sebuah kelompok belajar. Sifat-sifat khusus yang dimaksudkan disini misalnya terdapat siswa yang pandai dalam menyampaikan suatu topik atau berpresentasi di depan kelas, ada siswa yang pandai bicara tapi tidak bermakna atau hanya sekedar celotehan saja, ada siswa yang hanya senang berfikir tetapi saat menyampaikan pendapat kurang pandai dalam berkata-kata, dan lain sebagainya. Hal ini penting dalam pembentukan kelompok belajar untuk keadilan dalam pembagian tugas agar tiap anggota kelompok mendapatkan tugas yang merata dan semuanya terlibat secara aktif dalam proses belajar mengajar.

Langkah-langkah dalam pelaksanaan model pembelajaran cooperative script menurut Danserau, dkk (dalam Saminanto, 1985; 34) sebagai berikut :

a. Guru membagi siswa untuk berpasangan.

b. Guru membagikan wacana atau materi kepada tiap-tiap siswa untuk dipelajari dan dibuat ringkasan.

c. Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar.

d. Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan mamasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya.

e. Sementara pendengar menyimak atau mengoreksi atau menunjukkan ide-ide pokok yang kurang lengkap dan membantu mengingat atau

(11)

menghafal ide-ide pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi lainnya.

f. Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya. Serta lakukan seperti di atas.

g. Siswa bersama-sama dengan guru membuat kesimpulan. h. Penutup.

Pada langkah-langkah pembelajaran cooperative script ini fokusnya adalah siswa berpasangan, meringkas materi, selanjutnya pembagian peran pembaca dan pendengar, diskusi siswa dan tukar peran.

Langkah-langkah pembelajaran cooperative script yang kedua menurut Agus Suprijono, (2009: 126) adalah sebagai berikut :

1. Guru membagi siswa untuk berkelompok untuk berpasangan

2. Guru membagikan wacana/materi tiap siswa untuk dibaca dan membuat ringkasan.

3. Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar.

4. Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya.

5. Pendengar menyimak/mengoreksi/menunjukkan ide-ide pokok yang kurang lengkap, serta membantu mengingat/menghafal ide-ide pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi lainnya. 6. Bertukar peran, yang semula sebagai pembicara ditukar menjadi

pendengar dan sebaliknya. Serta lakukan seperti cara diatas. 7. Kesimpulan siswa bersama-sama dengan guru.

8. Penutup.

Fokus langkah-langkah pembelajaran cooperative script yang kedua ini sama dengan langkah-langkah pembelajaran cooperative script yang pertama yaitu siswa berpasangan, siswa meringkas materi, selanjutnya pembagian peran pembaca dan pendengar, diskusi siswa dan tukar peran.

Langkah-langkah pembelajaran cooperative script yang ketiga menurut Miftahul Huda, (2011: 151) adalah sebagai berikut :

1. Guru membagi siswa untuk berpasangan (2 orang).

2. Guru membagikan wacana atau materi kepada tiap-tiap siswa untuk dipelajari dan dibuat ringkasannya sesuai dengan yang siswa kuasai.

3. Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar.

4. Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin.

5. Sementara pendengar menyimak atau mengoreksi atau menunjukkan ide-ide pokok yang kurang lengkap dan membantu mengingat atau menghafal ide-ide pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi lainnya.

(12)

6. Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya.

7. Siswa bersama-sama dengan guru membuat kesimpulan. 8. Penutup.

Fokus langkah-langkah pembelajaran cooperative script yang ketiga ini masih sama dengan langkah-langkah pembelajaran cooperative script dari dua tokoh sebelumnya yaitu siswa berpasangan, siswa meringkas materi, selanjutnya pembagian peran pembaca dan pendengar, diskusi siswa, tukar peran dan kembali melaksanakan diskusi berpasangan.

Keberhasilan kelompok belajar sangat tergantung pada usaha setiap anggotanya. Untuk menciptakan kelompok belajar yang efektif, guru perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri dan agar yang lain bisa mencapai tujuan mereka. Selanjutnya, guru akan mengevaluasi setiap kelompok. Dengan cara ini, mau tidak mau setiap anggota merasa bertanggung jawab untuk menyelesaikan tugasnya agar yang lain bisa berhasil. Penilaian juga dilakukan dengan cara yang tidak biasa. Setiap siswa mendapat nilainya sendiri dan nilai kelompok. Nilai kelompok dibentuk dari sumbangan setiap anggota kelompok. Untuk menjaga keadilan, setiap anggota menyumbangkan poin diatas nilai rata-rata mereka. Misalnya nilai rata-rata si A adalah 65 dan kali ini dia mendapat nilai 72, maka dia akan menyumbangkan 7 poin untuk nilai kelompoknya. Dengan demikian, setiap siswa akan bisa mempunyai kesempatan untuk memberikan sumbangan poin untuk nilai kelompok mereka. Beberapa siswa yang kurang mampu tidak akan merasa minder terhadap rekan-rekan mereka karena toh mereka juga memberikan sumbangan. Malahan mereka akan merasa terpacu untuk meningkatkan usaha mereka dan dengan demikian menaikkan nilai mereka. Sebalikknya, siswa yang lebih pandai juga tidak akan merasa dirugikan karena rekannya yang kurang mampu juga telah memberikan bagian sumbangan nilai mereka.

Dari beberapa langkah-langkah pembelajaran cooperative script menurut para ahli, langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran cooperative script yang akan dilakukan dalam penelitian ini yaitu:

(13)

1. Siswa duduk berpasangan (2 orang) 2. Tiap-tiap siswa diberikan materi

3. Masing-masing siswa membuat ringkasan dari materi yang telah diterimanya

4. Siswa dan guru menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan pendengar

5. Pembicara menjelaskan hasil ringkasaanya kepada pendengar dengan menambahkan informasi lain yang mereka punya

6. Pendengar menyimak dan mengoreksi jika ada kesalahan dari pembicara serta membantu mengingat ide-ide pokok dari materi

7. Bertukar peran, semula siswa yang menjadi pembaca sekarang menjadi pendengar dan sebaliknya

8. Siswa bersama dengan guru membuat kesimpulan 9. Penutup.

Jadi model pembelajaran cooperative script adalah suatu pola belajar kelompok yang dilakukan oleh sepasang siswa dimana mereka saling bergantian peran sebagai seorang pembicara dan pendengar yang melibatkan mereka secara aktif dan dominan dalam proses pembelajaran agar tercipta keefektifan dalam proses belajar mengajar di kelas.

2.2 Hasil Temuan Yang Relevan

Penelitian yang relevan tentang upaya meningkatkan hasil belajar IPS siswa dengan penggunaan model pembelajaran cooperative script pada siswa kelas V SD Negeri Muncar 02 semester II tahun ajaran 2011/2012 sebagai berikut:

Pertama adalah penelitian yang dilakukan oleh Trias Indiantika dengan judul “Penerapan model cooperative script untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS kelas IV SDN Kebonagung 06 Kecamatan Pakisaji Kabupaten Malang”. Berdasarkan hasil observasi pra tindakan pada tanggal 18 Februari 2011 di SDN Kebonagung 06 Kecamatan Pakisaji Kabupaten Malang, aktivitas dan hasil belajar siswa relatif rendah

(14)

KKM yang di peroleh hanya mencapai 42,00. Hal tersebut berhubungan dengan cara pembelajaran yang digunakan guru masih bersifat konvensional, hal tersebut menyebabkan siswa kurang aktif dalam mencari pengetahuannya sendiri. Hasil dari pra tidakan yang diberikan pada 30 siswa menunjukkan bahwa hanya ada 3 siswa (10%) yang mencapai KKM yang ditentukan 75,00. Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mendeskripsikan penerapan model pembelajaran Cooperative Script, aktivitas dan hasil belajar siswa setelah diterapkan model pembelajaran Cooperative Script. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas (PTK), subjek dalam penelitian ini yaitu seorang guru kelas IV dan seluruh siswa kelas IV SDN Kebonagung 06, dengan prosedur (1) Perencanaan, (2) Tindakan, (3) Observasi dan Penilaian, (4) Refleksi di setiap siklusnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam pembelajaran IPS materi “Koperasi” siswa kelas IV SDN Kebonagung 06 dengan penerapan model pembelajaran Cooperative Script dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Aktivitas belajar siswa kelas IV dalam belajar IPS materi “Koperasi” meningkat ketika diterapkan model pembelajaran Cooperative Script. Rata-rata aktivitas pada siklus I 70,80 dan rata-rata pada siklus II 90,31. Pada siklus I dan II rata-rata aktivitas siswa mengalami peningkatan 19,51. Hasil belajar siswa kelas IV dalam belajar IPS materi “Koperasi” meningkat setelah diterapkan model pembelajaran Cooperative Script. Rata-rata hasil belajar pada siklus I 74, 83 dan pada siklus II 85,33. Pada siklus I dan II rata-rata hasil belajar siswa mengalami peningkatan 10,50. Ketuntasan siswa kelas IV pada siklus I 19 (63%) siswa, dan jumlah siswa yang tidak tuntas belajar 11 (37%) siswa. Pada siklus II siswa yang tuntas 30 (100%) hasil belajar siswa dari siklus I ke siklus II mengalami peningkatan 37%. Nilai ketuntasan yang diperoleh pada siklus II sudah melebihi dari nilai KKM yang ditentukan yaitu 75, maka dapat disimpulkan bahwa siswa kelas IV SDN Kebonagung 06 dalam belajar IPS materi “Koperasi” tuntas belajar. Sedangkan kelebihannya adalah dapat meningkatkan ketuntasan siswa hingga 100%, yang mulanya hanya tuntas 10%. Kelemahan dalam penelitian ini adalah terlalu menekankan pada

(15)

ketuntasan belajar, padahal seharusnya peningkatan hasil belajar. Dalam penelitian ini akan mengatasi masalah tersebut.

Kedua adalah penelitian yang dilakukan oleh Hendra Pujiastutik tahun 2010 dengan judul “Penerapan model pembelajaran cooperative script yang dimodifikasi untuk meningkatakan motivasi dan prestasi belajar sejarah siswa kelas VIII-F SMP Negeri 1 Pakisaji Kabupaten Malang. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas kelas yang dilaksanakan dalam dua siklus tindakan. Subyek penelitian adalah siswa kelas VIII-F SMP Negeri 1 Pakisaji Kabupaten Malang, dengan jumlah 29 siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Cooperative Script dapat meningkatkan motivasi dan hasil prestasi belajar siswa kelas VIII-F SMP Negeri 1 Pakisaji Kabupaten Malang. Motivasi belajar klasikal mengalami peningkatan dari 53,11 % pada Siklus I menjadi 81,72 % pada Siklus II, dengan perincian sebagai berikut: aspek minat mengalami peningkatan sebesar 32,75 %, aspek keaktifan sebesar 34,48 %, aspek usaha sebesar 28,44 %, aspek konsentrasi sebesar 20,69 % dan aspek efesiensi kerja sebesar 26,72 %. Keberhasilan belajar klasikal dari Siklus I sebesar 58,65 % meningkat menjadi 72,41 % pada Siklus II. Berdasarkan jawaban angket siswa diketahui bahwa model pembelajaran Cooperative Script dapat membangkitkan minat, keaktifan, usaha, konsentrasi dan efesiensi kerja siswa dalam belajar sejarah di kelas. Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran Cooperative Script dapat meningkatkan motivasi dan hasil prestasi belajar siswa kelas VIII-F SMP Negeri 1 Pakisaji Kabupaten Malang. Kelebihan pada penelitian ini adalah benar-benar mengusahakan agar mata pelajaran IPS digemari oleh siswa, sedangkan kelemahannya karena terlalu mengulas dari segi motifasi yang sifatnya cenderung subyektif sehingga terkesan mengabaikan segi prestasi belajar yang seharusnya menjadi tujuan utama dari penelitian ini. Dalam penelitian ini akan mengatasi masalah tersebut.

Ketiga adalah penelitian yang dilakukan oleh Setyaningsih tahun 2011 dengan judul “Pengaruh penerapan model pembelajaran cooperative script

(16)

pada pelajaran bahasa Indonesia terhadap peningkatan hasil belajar siswa SD Negeri mangunsari Salatiga semester II tahun 2010/2011”. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata skor hasil belajar siswa pada kelompok eksperimen sebesar 80.52 lebih besar daripada rata-rata skor hasil belajar siswa pada kelompok kontrol sebesar 60.00 dengan besarnya nilai t adalah 9,839 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000, karena besarnya t hitung 9,839 > dari t tabel 1,734 maka hipotesis yang diajukan diterima berarti ada perbedaan yang sangat signifikan antara nilai posttest kelas kontrol dengan nilai posttest kelas eksperimen yang artinya terdapat perbedaan pengaruh yang sangat signifikan pada penggunaan model pembelajaran cooperative script terhadap peningkatan hasil belajar Bahasa Indonesia siswa kelas IV SD N Mangunsari 04 Salatiga semester 2 tahun 2010/2011. Kelebihan dari penelitian ini adalah penerapan model cooperative scrip yang sangat berhasil dengan terbuktikannya dengan adanya perbedaan yang sangat signifikan antara kelas kontrol dan kelas eksperimen. Sedangkan kelemahannya adalah tidak ada pembahasan tentang proses belajar siswa yang turut mengalami peningkatan atau tidak. Dalam penelitian ini akan mengatasi kelemahan tersebut.

Keempat adalah penelitian yang dilakukan oleh Kusumawati pada tahun 2010 dengan judul “Penerapan model pembelajaran cooperative script untuk meningkatkan aktifitas belajar dan hasil belajar siswa kelas XI-IPA SMA Taman Madya Malang tahun 2010/2011”. Berdasarkan penelitian tersebut terbukti bahwa peningkatan hasil belajar siswa dikarenakan dalam pembelajaran peneliti menggunakan model pembelajaran cooperative script. Setelah dilakukan analisa data dengan perhitungan koefisien korelasi, didapatkan hasil koefisien korelasi sebesar 0,410 yang termasuk ke dalam kategori cukup kuat, koefisien determinasi sebesar 16,5%. Hal ini menunjukkan kelemahan dalam penelitian ini dan akan diatasi oleh penelitian selanjutnya yaitu bahwa prestasi belajar siswa hanya dipengaruhi oleh faktor penggunaan model pembelajaran cooperative script sebesar 16,5%, sedangkan sisanya 83,5% dipengaruhi oleh faktor lain misalnya minat, motivasi, lingkungan sekolah, lingkungan keluarga, serta lingkungan masyarakat,

(17)

Melalui pengujian uji t statistik didapatkan hasil terhitung sebesar 2,243, karena terhitung (2,243) tabel (1,699) dengan taraf signifikan 0,05, hal ini menunjukkan kelebihan yaitu bahwa penggunaan model pembelajaran cooperative script berpengaruh positif terhadap ptestasi belajar siswa pada mata pelajaran IPA. Berdasarkan judul di atas dapat diketahui bahwa dalam pembelajaran Biologi peningkatan hasil belajar siswa kelas Kelas XI-IPA SMA Taman Madya Malang dapat meningkat dikarenakan dalam pembelajaran menggunakan model pembelajaran cooperative script.

Kelima adalah penelitian yang dilakukan oleh delita tahun 2010 dengan judul “Peningkatan hasil belajar IPS melalui model pembelajaran cooperative script dengan media gambar pada siswa kelas IV SDN Mangunsari 01 Salatiga tahun 2010/2011”. Berdasarkan judul di atas dapat diketahui bahwa dalam pembelajaran IPS peningkatan hasil belajar siswa kelas IV SDN Mangunsari 01 Salatiga dapat meningkat dikarenakan dalam pembelajaran menggunakan model pembelajaran cooperative script. Penelitian tersebut dilakukan oleh Delita, subjek penelitiannya berjumlah 30 orang. Pengumpulan data menggunakan tes dan pengamatan. Data dianalisis dengan melihat ketuntasan belajar siswa secara klasikal yaitu 80% siswa mendapat skor ≥ 70. Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran cooperative script dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran menyimak berita. Hal ini terbukti dari adanya peningkatan rata-rata hasil tes siklus 1 diketahui 76,10 dan hasil tes siklus 2 rata-rata 78,8. Ditinjau dari pencapaian ketuntasan belajar siswa pada siklus 1 diperoleh 80% dan siklus 2 diperoleh 92%. Dengan demikian, ketuntasan belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus 1 ke siklus 2 sebesar 9%. Berdasarkan penelitian tersebut maka terbukti bahwa peningkatan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPS dikarenakan dalam pembelajaran peneliti menggunakan model pembelajaran cooperative script.

Berdasarkan analisis judul yang pernah digunakan para peneliti di atas bahwa dengan menggunakan model pembelajaran cooperative script dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Dengan analisis tersebut maka peneliti

(18)

melakukan penelitian dengan menggunakan model pembelajaran cooperative script untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS kelas V semester II tahun ajaran 2011/2012 di SD N Muncar 02 Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang.

2.3 Kerangka Berfikir

Proses pembelajaran dengan metode konvensional yang pada umumnya dilaksanakan oleh guru masih kurang memperhatikan ketercapaian kompetensi siswa. Dalam pembelajaran konvensional peran dan karakter guru sebagai penceramah masih dominan sehingga membuat siswa mengantuk dan bosan, pada akhirnya siswa mencari kesibukan lain dengan asik mengobrol dengan teman sebangkunya sehingga mengganggu teman yang lainnya. Karena yang dilakukan guru dalam metode konvensional hanya ceramah, maka komunikasi yang tercipta juga hanya satu arah saja yaitu dari guru kepada siswa dan sebaliknya sehingga peran siswa menjadi pasif. Dalam pembelajaran konvensional ini siswa tidak mengalami pengalaman belajar sendiri untuk mendapatkan informasi atau pengetahuan baru, akibatnya informasi yang didapat siswa tidak bertahan lama atau kurang terserap sehingga hasil belajar siswa ≤ KKM. Selain itu pada pembelajaran konvensional hasil belajar diukur hanya dengan menggunakan tes dan tidak memperhatikan proses belajar siswa. Untuk mengatasi paradigma di atas, peneliti mencoba menerapkan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran cooperative script.

Model pembelajaran cooperative script merupakan cara belajar yang dilakukan secara bersama-sama dalam suatu kelompok kecil berpasangan. Karena dengan siswa belajar bersama-sama atau berkelompok, akan terjadi adanya interaksi antar teman. Hal ini dapat menumbuhkan rasa sosial, kreativitas, kerjasama, dan tanggung jawab. Belajar kelompok sesuai dengan kebutuhan siswa, dimana anak usia kelas V adalah usia bermain dan mencari teman. Dalam proses pembelajaran cooperative script ini mula-mula siswa diorganisasikan untuk berpasang-pasangan dan duduk sebangku dengan kondisi pasangan yang heterogen dari berbagai segi, misalnya tiap pasangan

(19)

terdiri dari siswa laki-laki dan siswa perempuan dan keduanya berbeda kemampuan. Kemudian keseluruhan siswa diberikan materi IPS pada SK “Menghargai peranan para tokoh pejuang dan masyarakat dalam mempersiapdan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia” dan pada KD “Mendeskripsikan perjuangan para tokoh pejuang pada masa penjajahan Belanda dan Jepang dan menghargai jasa dan peranan para tokoh pejuang dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia”. Tugas dari semua siswa adalah membuat ringkasan dari materi yang telah diterimanya. Langkah selanjutnya adalah siswa dan guru menetapkan dari masing-masing pasangan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa sebagai pendengar, misalnya deretan siswa yang duduk sebelah kanan yang pertama sebagai pembicara dan sebelah kiri menjadi pendengar. Setelah siswa sepakat dengan tugasnya masing-masing selanjutnya mereka bekerjasama dalam kelompoknya. Tugas pembicara adalah membacakan dan menjelaskan hasil ringkasannya kepada pendengar dengan menambahkan informasi lain yang mereka punya, sedangkan tugas pendengar adalah menyimak dan mengoreksi jika ada kesalahan dari pembicara serta membantu mengingat ide-ide pokok dari materi. Disini peran guru adalah sebagai fasilitator. Jadi walaupun siswa berdiskusi dengan pasangannya tidak menutup kemungkinan bagi siswa untuk bertanya kepada guru ketika siswa menemukan konsep yang sulit dipahami atau ketidak jelasan materi, sehingga selama proses pembelajaran berlangsung terjadi komunikasi dua arah yaitu dari guru dengan siswa dan dari siswa yang satu terhadap siswa yang lain. Langkah selanjutnya yang dilakukan adalah bertukar peran, yang semula berperan sebagai pembicara sekarang menjadi pendengar dan sebaliknya. Selanjutnya siswa bersama-sama dengan guru membuat kesimpulan dari seluruh rangkaian pembelajaran yang telah berlangsung. Dan langkah terakhir adalah menutup pelajaran. Dalam model pembelajaran cooperative script ini siswa terlibat secara langsung dalam proses belajar sehingga mengalami pengalaman belajar sendiri untuk mendapatkan informasi atau pengetahuan baru, dan hasilnya informasi yang didapat siswa dapat bertahan lama dan terserap oleh siswa dengan baik.

(20)

Penilaian yang dilakukan dalam cooperative script dalam penelitian ini hasil belajar diukur melalui tes (tes obyektif dan esay) dan non tes (unjuk kerja berupa diskusi berpasangan dan presentasi). Berdasarkan uraian diatas, kerangka berpikir pada penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.1

Skema Kerangka Berpikir Hubungan Model Pembelajaran Cooperative Script dan Hasil Belajar

KD: Mendeskripsikan perjuangan para tokoh pejuang pada masa penjajahan Belanda

Pembelajar an

Guru ceramah, pembelajaran berpusat pada guru, komunikasi 1 arah (guru-siswa), siswa hanya

d k d

Penilaian : tes

Hasil belajar ≤ KD: Mendeskripsikan perjuangan para

tokoh pejuang pada masa penjajahan

Pembelajaran Cooperative

Siswa berpasangan

Siswa Siswa kiri

Menyimak Menyimak Membuat Membuat pembicara diskusi pendengar Membacakan dan menjelaskan ringkasannya serta menambahkan

Menyimak dan mengoreksi jika ada kesalahan dari

pembaca dan membantu mengingat Bertukar peran pendeng pembicar kesimpulan

Penilaian hasil : tes

Penilaia proses Penilaian proses

Hasil belajar ≥ Membacakan dan menjelaskan ringkasannya serta menambahkan Menyimak dan mengoreksi

jika ada kesalahan dari

pembaca dan membantu mengingat

(21)

Kerangka pikir di atas menggambarkan tentang alur penelitian yang dilakukan. Alur ini didasarkan pada kondisi awal pembelajaran yang menggunakan metode konvensional dan ternyata berpengaruh pada hasil belajar siswa yang rendah ≤ KKM. Setelah diberikan tindakan dengan cara menggunaan model pembelajaran Cooperative Script kepada siswa dalam proses belajar mengajar di kelas maka diharapkan akan mendapatkan kondisi akhir yaitu hasil belajar siswa meningkat ≥ KKM pada mata pelajaran IPS.

2.4. Hipotesis

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikir seperti uraian berfikir di atas diajukan hipotesis tindakan sebagai berikut : melalui penggunaan model pembelajaran cooperative script dapat meningkatkan hasil belajar IPS pada siswa kelas V SD Negeri Muncar 02 Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang semester II tahun ajaran 2011/2012.

Referensi

Dokumen terkait

Terkait laju pertumbuhan ikan semakin besar konsentrasi yang digunakan dan semakin lama paparan timbal, maka laju pertumbuhan (laju pertumbuhan spesifik dan laju

Papa, Mama, Mbak Ruth, dan Mas Nathan di Bojonegoro, yang tidak pernah berhenti untuk terus mendukung penulis (baik dalam bentuk moril maupun materiil) di dalam

Hasil penelitian mengenai Tanggapan Siswa terhadap Pembelajaran al-Islam Kemuhammadiyahan di SMP Muhammadiyah Cilongok yaitu guru mampu menciptakan suasana belajar yang

role playing untuk meningkatkan self-efficacy karir peserta didik kelas X SMK Negeri 1 Masohi dirancang setelah penyebaran pre-test sampel yang kategori self- efficacy

Jika dirinci menurut kota-kota IHK di NTB, di Kota Mataram pada bulan Oktober 2016 kelompok komoditas yang memberikan andil/sumbangan inflasi adalah Kelompok Perumahan, Air,

No Nomor Peserta Nama Asal Sekolah

Di dalam bidang pariwisata dapat diketahui berbagai informasi yang berkaitan dengan pariwisata, misalnya saja tempat-tempat wisata dengan segala fasilitasnya. Tingginya

â Aplikasi Penjualan Pada Showroom Mega Surya Prima Motor Menggunakan Microsoft Visual Basic 6.0 Dan SQL Server 2000â ini akan membantu mengatasi proses transaksi penjualan supaya