• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan kemandirian antara remaja akhir laki-laki suku Batak dan suku Jawa - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Perbedaan kemandirian antara remaja akhir laki-laki suku Batak dan suku Jawa - USD Repository"

Copied!
122
0
0

Teks penuh

(1)

i

PERBEDAAN KEMANDIRIAN ANTARA REMAJA AKHIR LAKI-LAKI

SUKU BATAK DAN SUKU JAWA

S k r i p s i

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh :

Merry Lucia Ariyanti

069114100

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

!

" #

$

!

!

" #

" #

$

$

!

" #

$

"Do not let any unwholesome talk come out of your mouth but only what is helpful for building others up according to their needs, that it may benefit those

(5)
(6)

vi

PERBEDAAN KEMANDIRIAN ANTARA REMAJA AKHIR LAKI-LAKI SUKU BATAK DAN SUKU JAWA

Merry Lucia Ariyanti

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menguji kemandirian antara remaja akhir laki-laki yang berasal dari suku Batak dan suku Jawa. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah remaja akhir laki-laki suku Batak lebih mandiri apabila dibandingkan dengan remaja akhir laki-laki suku Jawa. Subyek penelitian ini adalah sebanyak 100 orang, yang terdiri dari 50 remaja akhir laki-laki suku Batak dan 50 remaja akhir laki-laki suku Jawa. Seluruh subyek merupakan mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan di Yogyakarta dengan kisaran usia antara 19-22 tahun. Penelitian ini menggunakan skala kemandirian sebagai metode pengumpulan data. Data penelitian kemudian dianalisis dengan Independent Sample t-test dan diperoleh hasil 0.000 (p 0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa hipotesis terbukti, kemandirian remaja akhir laki-laki suku Batak lebih tinggi daripada remaja akhir laki-laki suku Jawa.

(7)

vii

THE AUTONOMY DIFFERENCE AT THE END OF THE ADOLESCENT MALE BETWEEN BATAK TRIBE AND JAVA TRIBE

Merry Lucia Ariyanti

ABSTRACT

This study aimed to examine the autonomy difference between Batak tribe and Java tribe at the end of the adolescent male. The hypothesis of this research is that adolescent males of Bataks have more autonomy when compared to adolescent males of Javanese. Subject in this research were of 100 students, consist of 50 adolescent male students from Batak tribe and 50 adolescent male student from Java tribe. All subjects were students who have been studying in Yogyakarta and the age was around 19 up to 22 years old. This study used the autonomy scale as a method of data collection. Data were analyzed using Independent Sample t-test and the result was 0.000 (p 0,05). These result indicated that the hypothesis ia true, the autonomy of adolescent males of Bataks is higher than the adolescent males of Javanese.

(8)
(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yesus atas segala kasih, berkat, dan pertolongan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan sjripsi ini. yang berjudul “Perbedaan Kemandirian Antara Remaja Akhir Laki-Laki Suku Batak Dan Suku Jawa”

demi meraih gelar Strata Satu (S1) pada Program Studi Psikologi di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Dalam penyusunan skripsi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan skripsi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan dan bimbingan sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi dapat teratasi. Penulis juga tidak melupakan pihak-pihak yang telah membantu dan memberi dukungan, baik secara langsung maupun tidak langsung, hingga memperlancar pengerjaan skripsi ini. Melalui kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Dr. Christina Siwi Handayani selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Kaprodi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yaitu Ibu Titik Kristiyani, M.Psi.

3. Bapak Yohanes Heri Widodo M.Psi selaku dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih atas kesabaran dan masukan Bapak selama ini.

(10)

x

5. Dosen-dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah membagikan ilmunya sehingga penulis dapat mencapai tahap ini.

6. Segenap staff dan karyawan Fakultas Psikologi : Mas Gandung, Pak Gie, Bu Nanik, Mas Muji dan Mas Doni. Terima kasih atas segala bantuan dan keramahan yang telah diberikan selama penulis belajar di Fakultas Psikologi. 7. For My beloved mommy, my struggle has find the end Mom...?! From the start

of the incident at that time, which make me taking a break. Finally... I did it, I'm not giving up until the end. Thanks a lot for U’r big support & prayer for U’r hasian daughter. For My Babe, finally I can prove it to U. I’m not the one who make U disappointed and regret after this 23 years. Even with U’r sharp words I still can feel U’r love & support. Thanks Beh...

8. For My Sister, K Pio, my old an ugly Cerberus, hi..hi..hi... (I said it with BIG LOVE U know ). Thanks a lot for U’r support at me for this 5 years. U never judge me and still... support me in any kind of situation. Abang Adi, my only one big brother. My place to ask about anything. My personal Discovery Channel. Bang, thank U very much for U’r patience at me, although U not the patient one. Ha..ha..ha... Bang Bonar, K Butet, K Jun, K Rolim... Thank U very emmuach for all of U’r love. Keep support me, U’r naughty and spoiled young sister, for the future. U’ll know what’s my next plan. Hope it can be reality, Amen.

(11)

xi

task... Ha5... My big thank you still 4 U. Kamsahamnida iban,,, Saranghaeyo...

10. For all my bestfriend in Psychology, Yanti, Vivi, Lingga, Nur & Rohna. Thanks a lot for this 5 years friendship, don’t forget what were and still we have my sista. My other bestfriend, Novi & Puji, even if oceans apart us, U still at my side.

11. For Naposo Simatupang Yogyakarta, my family in here. Bang Charly, Bang Nuel, Imel, Angga, Siska, Mei, Bang Ronny, Perdana, Satria, Doni, Kak Tika, Bang Patrick, Ria. Although I’m just the new member but U are my true family. And for all my brother & sister at Naposo Simatupang Yogyakarta, thank U so much for everything that U have done for me.

12. For all my friends and everyone that I can’t write down one by one, thank U very much. I’m very grateful that I have people like U at my side. Hope the best for U. And the last but not least I’d like to say that I love U all. Gracias Amigos.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.

Akhir kata, semoga skripsi ini berguna bagi kita semua.

(12)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. RUMUSAN MASALAH ... 6

C. TUJUAN PENELITIAN ... 6

D. MANFAAT PENELITIAN ... 7

1. Manfaat Teoritis ... 7

(13)

xiii

BAB II. LANDASAN TEORITIS ... 8

A. REMAJA AKHIR ... 8

1. Pengertian Remaja ... 8

2. Ciri-ciri Remaja Akhir ... 9

3. Tahap Perkembangan Remaja Akhir ... 11

4. Tugas Perkembangan Remaja Akhir ... 13

5. Kemandirian pada Remaja Akhir ... 14

B. KEMANDIRIAN ... 15

1. Pengertian Kemandirian ... 15

2. Aspek Kemandirian ... 18

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemandirian ... 19

4. Jenis Kelamin Sebagai Faktor Penyebab Kemandirian ... 24

C. KEBUDAYAAN ... 25

1. Suku Batak ... 26

2. Suku Jawa ... 30

D. DINAMIKA HUBUNGAN KEMANDIRIAN DAN KEBUDAYAAN ... 34

E. HIPOTESIS ... 37

BAB III. METODE PENELITIAN ... 38

A. JENIS PENELITIAN ... 38

B. IDENTIFIKASI VARIABEL ... 38

1. Variabel Bebas (Independent Variable ... 38

(14)

xiv

C. DEFINISI OPERASIONAL ... 39

1. Kemandirian ... 39

2. Suku ... 40

D. SUBYEK PENELITIAN... 41

E. METODE DAN ALAT PENGUMPULAN DATA... 42

F. UJI SKALA ... 45

1. Validitas ... 45

2. Reliabilitas ... 45

3. Uji Daya Beda Item ... 46

G. HASIL UJI COBA ALAT UKUR ... 47

1. Uji Kesahihan Butir Skala ... 47

2. Uji Reliabilitas ... 51

H. TEKNIK ANALISIS DATA ... 52

1. Uji Asumsi ... 52

a. Uji Normalitas ... 52

b. Uji Homogenitas ... 52

2. Uji Hipotesis ... 52

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 54

A. PELAKSANAAN PENELITIAN ... 54

1. Proses Penelitian ... 54

(15)

xv

3. Uji Asumsi ... 57

a. Uji Normalitas ... 57

b. Uji Homogenitas ... 57

4. Uji Hipotesis ... 58

5. Uji Deskriptif ... 59

B. PEMBAHASAN ... 60

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 64

A. KESIMPULAN ... 64

B. SARAN ... 64

C. KETERBATASAN PENELITIAN ... 65

DAFTAR PUSTAKA ... 66

(16)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Pemberian penilaian skala kemandirian ... 43

Tabel 2 Blue print skala kemandirian sebelum uji coba ... 44

Tabel 3 Item skala kemandirian yang valid dan gugur setelah uji coba .... 48

Tabel 4 Distribusi item skala kemandirian untuk penelitian ... 49

Tabel 5 Distribusi item skala kemandirian setelah modifikasi ... 51

Tabel 6 Deskripsi subyek penelitian berdasarkan latar belakang suku .... 55

Tabel 7 Deskripsi subyek berdasarkan usia ... 55

Tabel 8 Deskripsi subyek berdasarkan urutan kelahiran ... 56

Tabel 9 Deskripsi subyek berdasarkan lama tinggal di Yogyakarta ... 56

Tabel 10 Hasil uji normalitas ... 57

Tabel 11 Hasil uji homogenitas ... 58

(17)

xvii

DAFTAR SKEMA

Gambar 1. Skema perbedaan tingkat kemandirian antara remaja akhir

(18)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Skala Try Out Kemandirian ... 70

Lampiran 2. Hasil Analisis Data Skala Try Out Kemandirian ... 82

Lampiran 3. Skala Penelitian Kemandirian ... 93

Lampiran 4. Hasil Analisis Data Uji Normalitas Penelitian ... 102

Lampiran 5. Hasil Analisis Data Uji Homogenitas Penelitian ... 103

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kaum remaja saat ini ingin membentuk nilai-nilainya sendiri. Mereka tidak mau lagi hanya mengikuti ide-ide dari orang tua mereka. Mereka ingin mengusahakan sendiri apa yang mampu mereka buat dan merasa bangga akan keberhasilannya. Maka remaja diharapkan akan keluar dari masa anak dengan kesiapan untuk menanggulangi hidupnya sebagai orang yang bertanggung jawab dalam dunia orang dewasa. Karena itulah dibutuhkan pribadi yang mandiri.

Kemandirian secara sosial psikologis dianggap penting karena seseorang berusaha untuk menyesuaikan diri secara aktif dengan lingkungannya. Tanpa kemandirian orang tidak mungkin mempengaruhi dan menguasai lingkungan, tetapi sebaliknya ia akan banyak menerima pengaruh lingkungan dan dikuasai lingkungan. Dengan kata lain, kemandirian merupakan modal dasar bagi manusia dalam menentukan sikap dan perbuatan terhadap lingkungannya. Kemandirian mendorong orang untuk berprestasi dan berkreasi. Karena itu kemandirian dapat mengantar orang menjadi mahluk yang produktif dan efisien serta membawa dirinya ke arah kemajuan (Masrun dkk, 1986).

Proses terbentuknya kemandirian dalam diri individu telah dimulai sejak masa kanak-kanak. Hurlock (1991) menyatakan umumnya anak

(20)

ingin mandiri setelah perkembangan mereka memungkinkan untuk mandiri. Hal ini terjadi pada masa remaja ketika individu mulai memisahkan diri dari orang tua dan mulai menentukan diri sendiri, kebebasan, dan mampu membuat keputusan yang bertanggung jawab bagi dirinya sendiri.

Menurut Ali (2005), kemandirian bukanlah semata-mata merupakan pembawaan yang melekat pada diri individu sejak lahir. Perkembangan kemandirian dipengaruhi oleh berbagai stimulasi yang datang dari lingkungannya, selain potensi yang telah dimiliki sejak lahir sebagai keturunan dari orang tuanya. Ada beberapa faktor yang sering disebut sebagai korelat bagi perkembangan kemandirian, antara lain gen atau keturunan orang tua, pola asuh orang tua, sistem pendidikan di sekolah dan sistem kehidupan di masyarakat. Ditambah lagi dengan usia, jenis kelamin dan lingkungan di mana lingkungan memiliki keterkaitan yang erat dengan budaya (Masrun, 1986).

(21)

lingkungan sangat kuat terhadap remaja dalam memutuskan sesuatu. Pada penelitian ini, peneliti mengambil subyek remaja laki-laki suku Batak dan Jawa. Peneliti tertarik untuk melihat perbedaan tingkat kemandirian antara kedua suku berbeda budaya tersebut. Sejauh mana perbedaan budaya mempengaruhi kemandirian individu. Kedua suku bangsa ini dipilih karena keduanya mengakui dominasi pria dalam berbagai cara (patrilineal). Pengaruhnya dapat dilihat dalam norma-norma masyarakat ini, antara lain seorang wanita tidak memiliki hak waris yang sama dengan pria (Barth, 1993). Dalam budaya batak karena anak laki-laki dianggap penerus marga, serta memiliki peran yang dominan maka nilai anak laki-laki relatif lebih tinggi dibandingkan anak wanita (Siahaan, 1984; Melalatoa, 1995). Dalam budaya Jawa juga demikian, ada aturan normatif yang menunjukkan bahwa posisi wanita di bawah pria misalnya dalam hak warisan sepikul-segendongan (anak laki-laki mendapat dua pertiga, dan anak wanita mendapat sepertiga) (Geertz, 1961; Melalatoa, 1995).

(22)

Orang batak pada umumnya memiliki sembilan nilai budaya yang utama antara lain, kekerabatan, religi, hagabeon (panjang umur dan banyak keturunan), hasangapon (kemuliaan), hamoraon (kekayaan),

hamajuon (kemajuan), hukum, pengayoman dan konflik. Menilik dari sejarah, sejak dulu orang Batak memang ditakdirkan memiliki budaya bersaing yang sangat tinggi sehingga sering terjadi peperangan antara huta

(23)

sejak kecil telah dididik untuk menjadi individu yang mandiri sehingga kemudian dapat berdiri sendiri.

Suku Jawa (Jawa ngoko: wong Jowo, krama: tiyang Jawi) merupakan suku bangsa terbesar di Indonesia yang berasal dari Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Yogyakarta. Setidaknya 41,7% penduduk Indonesia merupakan etnis Jawa. Selain di ketiga propinsi tersebut, suku Jawa banyak bermukim di Lampung, Banten, Jakarta, dan Sumatera Utara. Di Jawa Barat mereka banyak ditemukan di Kabupaten Indramayu dan Cirebon. Suku Jawa juga memiliki sub-suku, seperti Osing dan Tengger.

Orang Jawa tidak bertujuan untuk menghasilkan orang yang dapat berdiri sendiri, melainkan lebih menekankan agar anak-anak kelak menjadi orang yang sosial (Mulder, 1984). Pendidikan ini tercapai melalui tiga perasaan yang dipelajari oleh anak yaitu wedi (takut), isin (malu), dan

sungkan. Ketiga hal ini memiliki kemungkinan besar akan membuat anak memiliki self-esteem yang rendah sehingga anak menjadi tidak bebas, kurang inisiatif untuk berkembang, dan tidak terdorong untuk maju serta memperbaiki keadaan. Di samping itu karakter menonjol orang Jawa adalah tenang, cenderung tertutup, kalem, lembut, terkendali, namun kurang asertif.

(24)

anak cucunya. Pada kenyataannya saat ini banyak perilaku kekerasan yang dilakukan orang Jawa yang tidak mencerminkan nilai-nilai yang dianut orang Jawa (Indati, 2006).

Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa suku Batak dan Jawa memiliki perbedaan dan persamaan dalam beberapa aspek budayanya. Nilai budaya akan mempengaruhi pola pikir, kebiasaan hidup, dan sikap mental. Nilai budaya juga akan tercermin dalam pola asuh orang tua kepada anaknya. Orang tua secara sadar ataupun tidak sadar akan mendidik anak sesuai dengan pengalaman dan kultur budaya yang telah diterapkan kepada mereka sebelumnya. Hal inilah yang nantinya akan berpengaruh erat dengan kemandirian anak. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengetahui perbedaan kemandirian pada remaja laki-laki suku Batak dan Jawa.

B. RUMUSAN MASALAH

Permasalahan yang ingin diungkap dalam penelitian ini adalah apakah ada perbedaan kemandirian antara remaja laki-laki suku Batak dan remaja laki-laki suku Jawa?

C. TUJUAN PENELITIAN

(25)

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah untuk memberikan sumbangan informasi dan sebagai sumber acuan tambahan dalam bidang Psikologi Sosial. Selain itu, dengan kajian yang lebih mendalam penelitian ini dapat digunakan sebagai pijakan awal dan dasar bagi penelitian selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

(26)

8

BAB II

LANDASAN TEORITIS

A. REMAJA AKHIR

1. Pengertian Remaja

Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, meliputi perkembangan yang dialami sebagai persiapan memasuki masa dewasa (Gunarsa, 1991). Masa remaja bukan termasuk golongan anak-anak tetapi juga bukan termasuk golongan orang dewasa (Monks, 2002).

Anna Freud (dalam Gunarsa, 1984) menggambarkan masa

adolescentia sebagai suatu proses perkembangan psikoseksual, perubahan dalam hubungan dengan orang tua dan cita-cita mereka. Neidhart (dalam Gunarsa, 1984) juga melihat masa adolescentia

sebagai masa peralihan ditinjau dari kedudukan ketergantungannya dalam keluarga menuju ke kehidupan dengan kedudukan “mandiri”. Piaget (dalam Gunarsa, 1984) memandang adolescentia sebagai suatu fase hidup dengan perubahan-perubahan penting pada fungsi intelegensi, tercakup dalam perkembangan aspek kognitif.

Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin

(27)

menggunakan tiga kriteria yaitu biologis, psikologis, dan sosial-ekonomi. Secara lengkap definisi tersebut adalah sebagai berikut : a. Remaja adalah suatu masa individu berkembang dari saat pertama

kali menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat mencapai kematangan seksual. Tanda perkembangan seksual pada anak laki-laki diantaranya: alat produksi sperma mulai berproduksi, mengalami mimpi basah dan tanpa sadar mengeluarkan sperma. Ciri-ciri lain terlihat pada buah jakun yang menonjol pada leher dan nada suara yang pecah (berubah).

b. Remaja adalah suatu masa di mana individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa. Berbeda dengan anak-anak yang cenderung menurut apabila diperintah orang tuanya, remaja akan mempertanyakan perintah tersebut terlebih dulu.

c. Remaja adalah suatu masa di mana terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri.

2. Ciri-ciri Remaja Akhir

(28)

laku yang berhubungan dengan emosinya. Remaja akhir merupakan gerbang atau ambang memasuki kedewasaan. Maka remaja dalam masa ini ingin menunjukkan bahwa mereka kini telah dewasa dan untuk mencapai hal tersebut, mereka cenderung meniru tingkah laku orang dewasa (Dadang Sulaeman dalam Rochmah, 2005).

Mappiare (1982) mengatakan bahwa rentangan usia yang biasanya terjadi dalam masa remaja akhir untuk remaja di Indonesia adalah antara 17 sampai 21 tahun bagi wanita dan 18 sampai 22 tahun bagi pria. Proses penyempurnaan pertumbuhan fisik dan perkembangan aspek-aspek psikis terjadi pada masa itu yang telah dimulai sejak masa sebelumnya. Dalam hal perkembangan seksual, seorang remaja laki-laki mengalami kematangan yang lebih lambat daripada remaja perempuan yang sebaya umurnya. Oleh karena proses pertumbuhan remaja laki-laki dialami dengan perlahan-lahan, remaja laki-laki tidak merasakan pengaruhnya sehebat pengaruh yang dirasakan remaja perempuan yang sebaya.

Melengkapi ciri-ciri remaja akhir, Dadang Sulaeman (dalam Rochmah, 2005) memberi tanda tentang ciri-ciri umum masa remaja akhir adalah sebagai berikut :

a. Pemilihan kehidupan mulai mendapat perhatian yang tegas. b. Telah ada spesialisasi berdasarkan bakat-bakat yang diselidikinya. c. Kecenderungan untuk menetapkan jenis pekerjaan yang akan

(29)

d. Memilih teman hidup dan memikirkan masalah keluarga. e. Berhati-hati dalam memilih pakaian dan cara berdandan.

f. Kalau pada usia remaja awal sikap dan tindakan-tindakannya serba kaku, maka kekakuan pada remaja mulai hilang menjelang masa remaja akhir.

g. Keamanan dan kebebasan ekonomis.

h. Mereka mulai berpikir tentang tanggung jawab sosial, moral, ekonomi, dan keagamaan.

i. Perspektif kehidupan semakin meluas, nilai-nilai kehidupan mulai muncul, pengertian-pengertian lebih diperluas dan dalam.

j. Mereka benar-benar telah mengambil tanggung jawab sebagai manusia dewasa.

3. Tahap Perkembangan Remaja akhir

Pada penelitian ini yang dipakai sebagai subyek adalah remaja akhir laki-laki, maka yang akan banyak dibahas adalah perkembangan remaja akhir laki-laki. Zulkifli (1986) dalam bukunya yang berjudul Psikologi Perkembangan mengutarakan perbedaan sikap remaja laki-laki terhadap nilai-nilai kehidupan sebagai berikut :

(30)

b. Pemuda tidak membiarkan dirinya hanyut terbawa arus remaja, sedangkan gadis membiarkan dirinya terbawa arus remaja. c. Pemuda lebih memperhatikan nilai-nilai kultural, sedangkan

gadis lebih memperhatikan masalah kehidupan.

d. Pemuda lebih sadar dalam mengumpulkan pengalaman, sedangkan gadis kurang menyadari akan risikonya.

e. Sikap pemuda sering dipengaruhi oleh salah satu nilai kehidupan, sedangkan gadis berkeinginan yang tidak menentu. Salah satu ciri remaja akhir adalah memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah dengan baik. Kemampuan remaja untuk dapat memecahkan masalahnya dengan baik merupakan hasil dari kematangan berpikirnya. Selain menunjukkan kematangan dalam proses berpikir, kemampuan untuk memecahkan sendiri masalah yang dihadapi merupakan salah satu ciri remaja yang mandiri.

(31)

tersebut akan semakin mandiri, berani bersikap, memiliki rencana dan pilihan hidupnya sendiri, serta bertanggung jawab terhadap setiap tindakannya.

4. Tugas Perkembangan Remaja Akhir

Tugas-tugas perkembangan remaja akhir menurut Rochmah (2005) adalah sebagai berikut :

a. Mencapai hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya pria maupun wanita

b. Mencapai peran sosial pria dan wanita

c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakannya secara efektif

d. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya.

e. Mencapai kemandirian ekonomi

f. Memilih dan mempersiapkan karier (pekerjaan)

g. Mengembangkan kerterampilan intelektual dan konsep-konsep yang diperlukan bagi warga negara

h. Mencapai tingkah laku yang bertanggung jawab secara sosial i. Memperoleh seperangkat nilai dan sistem etika sebagai

(32)

j. Belajar mempersiapkan diri untuk perkawinan dan hidup berkeluarga

5. Kemandirian pada Remaja Akhir

Kemandirian adalah merupakan suatu kemampuan psikologis yang seharusnya sudah dimiliki secara sempurna oleh individu pada masa remaja akhir. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Havighurst dalam Nuryoto (1992) bahwa salah satu tugas perkembangan bagi remaja adalah mencapai kemandirian. Perwujudan dari tugas remaja yang menyangkut kemandirian adalah tercapainya otonomi diri dengan mulai melepaskan diri dari orang tua dan tanggung jawab yang semakin besar. Terlaksananya tugas kemandirian ini akan membantu remaja membuat rencana, pilihan-pilihan dan mengembangkan tanggung jawab atas perilakunya sendiri sebagai suatu proses untuk menjadi orang yang dewasa (Mappiare, 1982).

(33)

B. KEMANDIRIAN

1. Pengertian Kemandirian

Pengertian kemandirian disini dapat diartikan sebagai

zelfstandig, yaitu kemampuan berdiri di atas kaki sendiri dengan keberanian dan tanggung jawab atas segala tingkah laku sebagai manusia dewasa dalam melaksanakan segala macam kewajiban guna memenuhi kebutuhan sendiri (Kartono dalam Widiana, 2008).

Dalam studi mengenai remaja, istilah autonomy sering disejajarartikan secara silih berganti dengan kata independence,

meskipun sesungguhnya ada perbedaan yang sangat tipis di antara keduanya (Steinberg, 1993).

(34)

hambatan, melakukan sesuatu dengan tepat, gigih dalam usahanya dan melakukan sesuatu sendiri tanpa bantuan orang lain.

Rogers mengartikan kemandirian sebagai perilaku seseorang yang penuh percaya diri dalam menghadapi masalah-masalah tanpa bantuan orang lain. Sedangkan menurut Hetherington (dalam Masrun dkk, 1986) perilaku mandiri ditunjukkan dengan adanya kemampuan untuk mengambil inisiatif, kemampuan mengatasi masalah, penuh ketekunan, memperoleh kepuasan dari usahanya serta berkeinginan mengerjakan sesuatu tanpa bantuan orang lain.

Kemandirian oleh Rotter dkk (dalam Masrun dkk, 1986) diartikan sebagai perbuatan yang timbul sebagai akibat adanya internal locus of control. Individu yang memiliki internal locus of control

merasa yakin bahwa penyebab kegagalan maupun keberhasilannya bersumber dari dirinya sendiri, sedangkan individu yang memiliki

external locus of control meyakini bahwa pengalaman-pengalaman hidupnya adalah dari pengaruh atau yang disebabkan oleh orang lain, nasib, keberuntungan dan kekuatan di luar dirinya.

(35)

Kemandirian mendorong seseorang untuk berprestasi dan berkreasi, karena itu kemandirian dapat mengantar orang menjadi mahluk yang produktif dan efisien serta membawa dirinya ke arah kemajuan (Masrun dkk, 1986).

(36)

2. Aspek Kemandirian

Berdasarkan pengertian mengenai kemandirian di atas, maka terdapat lima aspek utama kemandirian menurut Masrun dkk (1986) yaitu :

a. Bebas

Aspek ini ditunjukkan dengan tindakan yang dilakukan atas kehendak sendiri, bukan karena orang lain dan tidak tergantung pada orang lain.

b. Ulet dan gigih

Aspek ini ditunjukkan dengan adanya usaha untuk mengejar prestasi, penuh ketekunan, merencanakan serta mewujudkan harapan-harapannya.

c. Inisiatif

Aspek-aspek yang termasuk dalam faktor ini adalah kemampuan untuk berpikir dan bertindak secara orisinal, kreatif dan penuh inisiatif.

d. Pengendalian dari dalam (internal locus of control)

(37)

e. Kemantapan diri (self-esteem, self-confidence)

Aspek ini mencakup rasa percaya terhadap kemampuan diri sendiri, menerima dirinya dan memperoleh kepuasan dari usahanya.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemandirian

Kemandirian terbentuk melalui proses yang panjang di mana banyak faktor yang mempengaruhinya. Kemandirian selain dipengaruhi faktor-faktor kodrati juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan, beberapa faktor yang mempengaruhi terbentuknya kemandirian :

a. Umur

Seseorang akan mengalami perkembangan kemandirian sesuai dengan perkembangan umurnya. Katkosky dkk (dalam Masrun dkk, 1986) mengatakan bahwa internal locus of control

(38)

kemandirian seorang anak. Lebih jauh Sutton (dalam Masrun dkk, 1986) menyatakan bahwa dengan bertambahnya umur serta melalui proses belajar akan membuat orang semakin tidak tergantung dan mampu secara mandiri menentukan hidupnya sendiri.

b. Urutan kelahiran

Adler (dalam Johnson dan Medinnus, 1974) mencoba menjelaskan adanya perbedaan kepribadian pada anak dari urutan kelahiran yang berbeda. Anak dihadapkan pada masalah bagaimana bersaing untuk mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orang tuanya. Anak tertua dengan posisi bertahan, anak nomor dua dengan keharusan untuk mendapat menduduki posisi kakaknya, sedangkan anak terakhir dihadapkan pada masalah bagaimana ia dapat merebut perhatian orang tuanya disaat peluangnya lebih kecil dibandingkan kakak-kakaknya. Hal ini berakibat apabila anak sulung berhasil menyesuaikan diri sebagai kakak, ia akan menjadi orang dengan kepribadian mantap sedangkan apabila gagal maka akan menjadi orang yang kurang mandiri.

(39)

lingkungannya. Pada masa kanak-kanak perhatian dari lingkungan khususnya dari orang tua sangat berarti bagi anak.

c. Faktor lingkungan

Friksi (friction) atau konflik-konflik dalam diri remaja yang seringkali menimbulkan masalah pada diri remaja, tergantung sekali pada keadaan masyarakat di mana remaja yang bersangkutan tinggal. Remaja yang tinggal dalam masyarakat yang menuntut persyaratan yang berat untuk menjadi dewasa akan menjalani masa remaja ini dalam kurun waktu yang panjang. Selain itu, kebudayaan suatu masyarakat memiliki pengaruh yang sangat besar dalam membentuk norma-norma dan peranan sosial (Gunarsa, 1991).

(40)

sebayanya dalam usaha mendapatkan dirinya. Perkembangan ke arah individualitas yang mantap merupakan aspek penting perkembangan seseorang untuk mandiri. Menurut Masrun dkk (1986) pekerjaan bagi seseorang bukan semata-mata sebagai mata pencaharian tetapi juga sebagai pengisi waktu dan merupakan status bagi seseorang. Oleh karena pekerjaan menuntut pemanfaatan waktu yang khusus dan relatif lama, maka interaksi yang terjadi dalam lingkungan kerja ikut mempengaruhi seseorang. Maka pendidikan dan pekerjaan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi kemandirian seseorang, di mana pendidikan formal yang ia peroleh dapat meningkatkan kemandirian dan kesadaran dirinya. Begitu juga dengan pekerjaan, di mana di dalam lingkungan pekerjaan terjadi interaksi kerja yang ikut mempengaruhi diri seseorang. 2) Lingkungan tidak permanen, yaitu peristiwa-peristiwa penting

dalam hidup yang mengakibatkan terganggunya untuk sementara waktu integritas kepribadian seseorang, seperti kematian orang yang dicintai, bencana alam dan lain-lain (Robinson dan Shaver dalam Masrun dkk, 1986).

d. Pola asuh orang tua

(41)

pendapat sendiri, mendiskusikan pandangan-paandangan mereka dengan orang tua, menentukan dan mengambil keputusan (Widiana & Nugraheni, 2008).

Beberapa penelitian, antara lain penelitian Sobur (1988), Soetjipto (1989), Furhman (1990), serta Mussen dkk (1976) menyebutkan bahwa aspek yang penting dalam pengasuhan anak adalah latihan kemandirian. Latihan kemandirian merupakan arahan dari orang tua agar anak mengerjakan tugas sendiri, dan menyelesaikannya sebaik mungkin sesuai kemampuan yang dimiliki.

Suasana keluarga dalam perkembangan anak sering ditonjolkan oleh ahli-ahli perkembangan anak atau psikolog yang berkecimpung dalam persoalan anak. Demikian juga telah dirasakan besarnya pengaruh daripada keluarga masa remaja, baik secara langsung maupun tidak langsung (Gunarsa, 1991).

e. Individu

(42)

4. Jenis Kelamin Sebagai Faktor Penyebab Kemandirian

Conger (dalam Nuryoto, 1992) mengatakan bahwa pria lebih mandiri daripada wanita. Perbedaan tingkat kemandirian antara pria dan wanita ini kemungkinan disebabkan oleh perlakuan berbeda yang diberikan pada keduanya. Berdasarkan pendapat Hurlock (1991) anak laki-laki lebih banyak diberi kesempatan untuk berdiri sendiri dan menanggung resiko serta dituntut untuk mewujudkan inisiatif dan orisinalitasnya daripada anak perempuan. Selain itu, Mussen (dalam Monks, Knoers, Siti Rahayu Hadinoto, 1984) menyatakan bahwa pada wanita sikap tergantung seperti diberi reinforcement dan proses emansipasi tidak didorong serta dorongan eksplorasi dihambat. Sedangkan pada laki-laki sikap eksplorasi didorong dan dituntut untuk belajar menghadapi dunia dan mengembangkan dirinya.

(43)

C. KEBUDAYAAN

Perkataan kultur berasal dari kata latin cultura (kata kerjanya colo, colere) dan artinya memelihara atau mengerjakan, mengolah. Inilah asal muasal kebudayaan. Kebudayaan sendiri memiliki pengertian yang luas, definisi yang pertama kebudayaan adalah suatu keseluruhan yang kompleks, yang terjadi dari unsur-unsur yang berbeda seperti pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum, moral, adat istiadat, dan segala kecakapan yang lain, yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat. Definisi yang kedua menekankan sejarah kebudayaan sebagai warisan sosial atau tradisi. Selain itu, kebudayaan juga dapat bersifat normatif. Kebudayaan dianggap sebagai cara, aturan dan jalan hidup manusia (Alisjahbana, 1966).

(44)

Setiap kebudayaan memiliki nilai dan norma mengenai tanda atau persyaratan fisik yang diinginkan. Pada beberapa kebudayaan tertentu bagi remaja pria diutamakan syarat fisik, berupa tinggi dan kekuatan badan. Di lingkungan lain, tumbuhnya kumis atau jenggot merupakan tanda penting tercapainya kedewasaan (Rochmah, 2005).

Linton dan Kardiner (dalam Ahmadi dkk, 1991) yang merupakan penganut environmentalisme dalam psikologi sosial menyatakan bahwa yang membentuk manusia adalah kelilingnya/lingkungannya. Hal serupa juga dinyatakan oleh David dan Sneyder (dalam Ahmadi dkk, 1991) dalam bukunya yang berjudul Variabilities Genetic, mereka menyatakan bahwa walaupun manusia itu terbentuk karena faktor genetis dan keliling, tetapi yang dominan adalah keliling; terutama pada lingkungan manusia yang bersifat elastis, hingga tantangan terhadap keliling juga plastis, sedang binatang mempunyai sifat stereotype.

1. Suku Batak

(45)

keturunan suku Batak ke seluruh penjuru Tanah Batak (Siahaan, 1964).

Batak merupakan salah satu suku bangsa di Indonesia. Nama ini merupakan sebuah terma kolektif untuk mengidentifikasikan beberapa suku bangsa yang bermukim dan berasal dari Tapanuli dan Sumatera Timur, di Sumatera Utara. Suku bangsa yang dikategorikan sebagai

Batak adalah: Batak Toba, Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Simalungun, Batak Angkola, dan Batak Mandailing.

Mobilitas masyarakat Batak tidak terlepas dari sistem nilai dalihan na tolu (Simare-mare, 1976). Dalihan na tolu (tungku nan tiga) merupakan gambaran dari tiga unsur utama, yaitu dongan sabutuha

(saudara semarga), boru (pihak semarga suami dari saudara perempuan), dan hula-hula (pihak marga isteri). Pada masyarakat Toba, dalihan na tolu dapat didefinisikan sebagai struktur kemasyarakatan atas dasar hubungan kekerabatan yang menjadi landasan dari semua kegiatan, khususnya kegiatan yang bertalian dengan adat (Bangun, 1982). Oleh karena itu, setiap orang Batak harus tahu kedudukannya terhadap orang lain di dalam pergaulan adat dan menentukan sikap sesuai dengan kedudukannya (Siahaan, 1964).

(46)

boru secara gotong royong untuk menyiapkan segala sesuatu pada upacara tersebut. Contoh lain adalah bila timbul perselisihan di antara saudara, pihak dongan sabutuha biasanya dapat menengahi dan jika usaha itu tidak berhasil, maka pihak hula-hula turun tangan. Dengan demikian, dalam pelaksanaan dalihan na tolu tersebut dikenal adanya tiga dasar, yaitu manat mardongan tubu (bersikap hati-hati terhadap saudara semarga), elek marboru (bersikap membujuk terhadap pihak semarga suami dari saudara perempuan), dan somba marhula-hula

(bersikap menyembah pada pihak semarga isteri).

Budaya Batak hanya memperhitungkan keturunan dari garis ayah, anak laki-laki yang mewarisi pusaka dan harta benda ayahnya. Dari pihak prialah diharapkan keturunan orang tua, sedangkan anak wanita justru kawin dan pergi ke rumah orang lain (Siahaan, 1964). Dalam sistem di mana garis keturunan dihitung dari pihak ayah maka nilai anak laki-laki menjadi lebih penting daripada anak wanita, sehingga dominasi pria nampak dalam berbagai cara, misalnya pemimpin marga harus seorang pria dan diambil berdasarkan garis ayah.

(47)

konflik. Setiap konflik diselesaikan secra terbuka. Konflik dalam kehidupan orang Batak memacu kemandirian dan dinamika sekaligus melatih menghadapi hidup yang penuh resiko (Handayani, 2001). Orang Batak juga mempunyai misi merantau. Merantau adalah upaya untuk memperoleh anak dan tanah. Bagi kebanyakan orang Batak karena tanah rantau merupakan perluasan tanah kampung maka mereka sangat terbuka dan mudah mengadopsi nilai-nilai baru di tanah perantauan (Melalatoa, 1995).

Dalam memilih pemimpin berdasarkan jenis kelamin, orang Batak cenderung mengharapkan pemimpin dengan ciri sifat maskulin seperti berani mengambil resiko, mengutamakan nalar daripada emosi, tegas, kuat dan kebugaran tubuh (bisa diandalkan secara fisik). Orang Batak dikenal luas dengan sifat terbuka (blak-blakan), ekspresif, asertif dan dinamis. Orang Batak juga cenderung terbuka terhadap konflik, konflik akan diolah secara terang-terangan (Melalatoa, 1995).

(48)

2. Suku Jawa

Suku Jawa (Jawa ngoko: wong Jowo, krama: tiyang Jawi) merupakan suku bangsa terbesar di Indonesia yang berasal dari Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Yogyakarta. Setidaknya 41,7% penduduk

Indonesia merupakan etnis Jawa.

Suku bangsa Jawa sebagian besar menggunakan bahasa Jawa dalam bertutur sehari-hari. Dalam sebuah survei yang diadakan majalah Tempo pada awal dasawarsa 1990-an, kurang lebih hanya 12% orang Jawa yang menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa mereka sehari-hari, sekitar 18% menggunakan bahasa Jawa dan Indonesia secara campur, dan selebihnya hanya menggunakan bahasa Jawa saja.

Bahasa Jawa memiliki aturan perbedaan kosa kata dan intonasi berdasarkan hubungan antara pembicara dan lawan bicara, yang dikenal dengan unggah-ungguh. Aspek kebahasaan ini memiliki pengaruh sosial yang kuat dalam budaya Jawa, dan membuat orang Jawa biasanya sangat sadar akan status sosialnya di masyarakat.

Ada dua kaidah yang menentukan pola pergaulan dalam masyarakat Jawa, yaitu :

(49)

b. Prinsip hormat, yang menuntut agar manusia dalam cara bicara dan membawa diri selalu menunjukkan sikap hormat terhadap orang lain, sesuai dengan derajat dan kedudukannya (Suseno, 1986).

Dalam budaya jawa terdapat beberapa adat kebiasaan yang secara samar-samar mengutamakan ikatan paternal (Geertz, 1961). Seperti dalam aturan pembagian harta berdasar konsep “sepikul-segendongan”, maka anak laki-laki akan memperoleh dua bagian dan ank wanita memperoleh satu bagian. Namun, sebagaiman diungkapkan oleh Geertz (1961), dalam prakteknya ikatan dan konsepsi itu jarang dilakukan. Adapula beberapa penelitian yang mengungkapkan bahwa sistem kekeluargaan Jawa adalah bilateral atau dalam sistem pertalian kerabatnya memperhitungkan baik dari garis ayah maupun ibu.

(50)

membuat orang Jawa tidak menyukai konflik secara terbuka atau bahkan cenderung sama sekali tidak menyukai konflik (menghindar). Di samping itu karakter menonjol orang Jawa adalah tenang, cenderung tertutup, kalem, lembut, terkendali, namun kurang asertif (Handayani, 2001).

Orang Jawa mengharapkan pemimpin dengan ciri sifat feminin seperti penuh pengertian, penuh kasih sayang, memberikan ketenangan, memahami anggota, tekun, lembut, sabar, peka dan dapat memberikan ketentraman, kedamaian, kesejahteraan bagi anggotanya serta mengutamakan kepentingan organisasi daripada kepentingan pribadinya (Handayani, 2001).

Pendidikan di dalam keluarga tidak bertujuan untuk menghasilkan orang yang dapat berdiri sendiri, melainkan lebih menekankan agar anak-anak kelak menjadi orang yang sosial (Mulder, 1984). Pendidikan tercapai melalui tiga perasaan yang dipelajati oleh anak dalam situasi-situasi yang menuntut sikap hormat, yaitu wedi, isin dan sungkan. Wedi adalah perasaan takut,

(51)

selalu mengambil sikap hormat, sedangkan kelakuan yang kurang hormat menimbulkan perasaan tidak enak (Suseno, 1985). Dengan demikian dalam berbagai bidang kehidupan, perilaku orang Jawa didasarkan atas ukuran moral.

Ditinjau dari uraian di atas, tampaknya masyarakat Jawa kurang memiliki sifat mandiri. Hal ini disebabkan mereka diharapkan untuk dapat menerima sikap hidup seperti apa adanya, bermusyawarah dalam mengambil keputusan, tidak memikirkan kemajuan diri sendiri, menghindari keterusterangan dan saling tergantung. Di samping itu, sejak kecil anak sudah dididik untuk takut, malu dan sungkan, sehingga dapat membentuk self-esteem

(52)

D. DINAMIKA HUBUNGAN KEMANDIRIAN DAN KEBUDAYAAN.

Kebudayaan adalah seluruh cara kehidupan dari masyarakat yang mana pun dan tidak hanya mengenai sebagian dari cara hidup itu yaitu bagian yang oleh masyarakat dianggap lebih tinggi atau lebih diinginkan. Tiap masyarakat mempunyai kebudayaan, bagaimanapun sederhananya kebudayaan itu ( Ralph Linton dalam Ihromi, 2006). Kebudayaan tersebut akan dilakukan sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat tersebut.

Berdasarkan pemaparan pada bab sebelumnya, menunjukkan bahwa perbedaan tingkat kemandirian yang berkembang pada kedua suku terletak pada kebudayaan yang dijadikan acuan untuk membentuk sikap dan perilaku. Atau dapat dikatakan bahwa kebudayaan juga berpengaruh secara esensial terhadap pengembangan tingkat kemandirian.

Dalam budaya Batak, kebudayaan yang menekankan prinsip kemampuan untuk mencapai kekuasaan, kekayaan dan kemajuan yang diiringi dengan sikap progresif, dinamis, berani dalam mencapai keinginannya Batak. Hal ini akan menimbulkan tingkat kemandirian yang tinggi sebab seseorang tidak akan dapat mencapai hal tersebut apabila tidak memiliki inisiatif dan bergantung pada orang lain.

(53)

tanda kekurangdewasaan. Sikap ini cenderung menunjukkan kurangnya sifat mandiri.

(54)

Pendidikan dan pola asuh dalam keluarga yang cenderung keras

dan menekankan disiplin

Skema 1. Perbedaan tingkat kemandirian antara remaja akhir laki-laki

suku batak dan suku jawa

BATAK JAWA

Prinsip mencari hasangapon,

hamoraon (kekayaan), dan

(55)

E. HIPOTESIS

(56)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. JENIS PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian komparatif yaitu penelitian yang bertujuan untuk melihat perbedaan dengan cara membandingkan kemandirian remaja putra suku Batak dan suku Jawa.

B. IDENTIFIKASI VARIABEL

Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Variabel Bebas (Independent Variable)

Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel tergantung. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah suku.

2. Variabel Tergantung (Dependent Variable)

Variabel tergantung atau variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Variabel tergantung dalam peneliian ini adalah tingkat kemandirian.

(57)

C. DEFINISI OPERASIONAL

1. Kemandirian

Kemandirian adalah suatu keadaan pada diri seseorang yang bebas, ulet dan gigih, memiliki insiatif, memiliki pengendalian dari dalam yang baik, dan kemantapan diri.

Kemandirian dalam penelitian ini diungkap dengan menggunakan lima aspek yang terdapat dalam kemandirian. Semakin tinggi skor total dari skala kemandirian seseorang maka akan semakin tinggi kemandirian orang tersebut. Demikian pula sebaliknya, skor yang rendah menunjukkan rendahnya kemandirian yang dimiliki oleh seseorang.

Aspek-aspek kemandirian menurut Masrun, yaitu:

f. Bebas

Aspek ini ditunjukkan dengan tindakan yang dilakukan atas kehendak sendiri, bukan karena orang lain dan tidak tergantung pada orang lain.

g. Ulet dan gigih

(58)

h. Inisiatif

Aspek-aspek yang termasuk dalam faktor ini adalah kemampuan untuk berpikir dan bertindak secara orisinal, kreatif dan penuh inisiatif.

i. Pengendalian dari dalam (internal locus of control)

Yang termasuk dalam aspek ini adalah adanya perasaan mampu untuk mengatasi masalah yang dihadapi, kemampuan untuk mengendalikan tindakannya serta kemampuan mempengaruhi lingkungan atas usahanya sendiri.

j. Kemantapan diri (self-esteem, self-confidence)

Aspek ini mencakup rasa percaya terhadap kemampuan diri sendiri, menerima dirinya dan memperoleh kepuasan dari usahanya.

2. Suku

(59)

D. SUBYEK PENELITIAN

Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah incident sampling. Dalam incident sampling method, sampel dipilih dari berbagai tingkah laku dalam berbagai situasi tertentu. Pengambilan sampel didasarkan pada keperluan peneliti, artinya setiap individu yang diambil dari populasi dipilih dengan sengaja berdasarkan pertimbangan tertentu, seperti berikut:

1. Berjenis kelamin laki-laki

2. Berusia 19-22 tahun

Adapun alasan pemilihan kelompok subyek dengan usia antara 19-22 tahun adalah pada usia tersebut remaja diasumsikan sudah memasuki tahap masa remaja akhir di mana mereka sudah menunjukkan perkembangan kemandirian dengan lebih baik (Steinberg,2002).

3. Berasal dari dua latar belakang kebudayaan (suku) yaitu suku Batak dan suku Jawa

(60)

E. METODE DAN ALAT PENGUMPULAN DATA

1. Metode pengumpulan data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan skala. Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala kemandirian. Model skala yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah model skala Likert. Model ini merupakan metode penskalaan pernyataan sikap yang menggunakan distribusi respon sebagai dasar penentuan nilai skalanya (Gable dalam Azwar, 2004). Alasan penggunaan skala dalam penelitian ini adalah :

a. Subyek adalah orang yang paling mengerti dirinya.

b. Apa yang dinyatakan oleh subyek kepada peneliti adalah benar dan dapat dipercaya.

c. Interpretasi subyek tentang pertanyaan yang diajukan kepadanya adalah sama dengan apa yang dimaksud oleh peneliti.

2. Alat pengumpulan data

(61)

pengendalian dari dalam (internal locus of control), dan kemantapan diri (self-esteem).

Adapun skala kemandirian ini berisi pernyataan yang favorabel

dan unfavorabel. Terdapat 4 kategori respon yang disediakan. Dalam jawaban ini ditiadakan jawaban tengah yaitu ragu-ragu. Kategori respon yang disiapkan yaitu : Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Tingkat kesesuaian ini diberi nilai 4 sampai 1 untuk item-item favorabel atau sebaliknya 1 sampai 4 untuk item unfavorabel.

Tabel 1. Pemberian penilaian skala kemandirian

Jawaban Favorabel Unfavorabel

SS (Sangat Setuju) 4 1

S (Setuju) 3 2

TS (Tidak Setuju) 2 3

STS (Sangat Tidak Setuju) 1 4

(62)

Tabel 2. Blue print skala kemandirian sebelum uji coba

c. Inisiatif 16,17,18,20, 22,23,24,27,

(63)

kemandiriannya, sebaliknya, semakin rendah skor, semakin rendah kemandiriannya.

F. UJI SKALA

1. Validitas

Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi. Menurut Azwar (2004) validitas isi merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi dengan analisis rasional atau lewat

professional judgement untuk melihat sejauh mana item-item dalam tes mencakup keseluruhan kawasan isi obyek yang hendak diukur. Pengertian “mencakup seluruh kawasan” artinya isi tidak menunjukkan bahwa tes harus komprehensif isinya tetapi harus pula memuat isi yang relevan dan tidak keluar dari batasan tujuan ukur.

2. Reliabilitas

(64)

penelitian ini untuk menentukan reliabilitas digunakan koefisien alpha (α) dari Cronbach.

3. Uji Daya Beda Item

Setelah melakukan uji validitas isi, peneliti melihat konsistensi item secara keseluruhan melalui komputansi pencarian koefisien item total, yang secara umum dikenal sebagai uji daya beda item. Uji daya beda item adalah sejauh mana item mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki dan yang tidak memiliki atribut yang diukur (Azwar, 2004). Cara penghitungannya adalah dengan mengkorelasikan antara skor subyek pada item yang bersangkutan dengan skor total tes. Komputasi ini akan menghasilkan koefisien korelasi item total (rix). Semakin tinggi koefisien korelasinya (mendekati nilai 1), maka semakin tinggi daya beda itemnya. Jika koefisien rendah (mendekati 0), maka fungsi daya beda item tidak baik. Tetapi jika koefisien korelasi bersifat negatif (-) berarti item tersebut tidak baik dan tidak cocok dengan fungsi alat ukur sehingga harus dibuang (Azwar, 2004).

(65)

G. HASIL UJI COBA ALAT UKUR

1. Uji Kesahihan Butir Skala

Dalam penelitian ini, seluruh analisis item dilakukan dengan menggunakan program SPSS 17.0 for windows. Berdasarkan hasil dari proses penghitungan, terdapat 24 item yang gugur dari 75 item yang diujicobakan. 24 item yang gugur tersebut berasal dari semua aspek baik

unfavorabel maupun favorabel. Jadi dalam skala Kemandirian terdapat 51 item yang valid. Item-item tersebut adalah item yang dijadikan skala dalam penelitian ini. Batasan uji kesahihan item yang digunakan adalah rix

0,3000. Tetapi karena menurut peneliti dirasa jumlah butir item pada tiap

(66)

Tabel 3. Item skala kemandirian yang valid dan gugur setelah uji coba

(67)

digunakan sebagai alat ukur dalam penelitian sesungguhnya. Di bawah ini adalah tabel distribusi item skala kemandirian yang digunakan untuk penelitian.

Tabel 4. Distribusi item skala kemandirian untuk penelitian

No Aspek No. item Jumlah

Favorabel Unfavorabel

1. Bebas 1,2,7,13 8,9,12,15,58,64

10

2. Ulet dan gigih 32,35,36,39,43 ,49

34,37,42,44,51

11

3. Inisiatif 17,18,23,24,29 19,25,26,28,30,

(68)
(69)

Tabel 5. Distribusi item skala kemandirian untuk penelitian

4. Pengendalian diri dari dalam (internal locus

5. Kemantapan diri ( self-esteem, self

(70)

H.TEKNIK ANALISIS DATA

1. Uji Asumsi

a. Uji Normalitas

Uji Normalitas ini digunakan untuk mengetahui apakah sebaran data dari variabel bebas dan variabel tergantung bersifat normal atau tidak. Uji Normalitas pada penelitian ini menggunakan One Sample Kolmogorov Smirnov Test yang dilakukan dengan program SPSS 17.0 for windows. Asumsi uji normalitas adalah jika nilai p ≥ 0,05, maka sebaran skor yang diperoleh berdistribusi normal.

b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah dua kelompok data sampel penelitian berasal dari populasi yang memiliki variansi yang sama atau tidak. Jika nilai signifikasi (p) > 0,05 berarti sampel penelitian mempunyai variansi yang sama. Sebaliknya, jika nilai signifikasi (p) < 0,05 maka sampel penelitian mempunyai varian yang berbeda.

2.Uji Hipotesis

Uji hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan metode uji t ( t-test independent sample). Metode uji t (t-test independent sample)

(71)

hipotesis dalam penelitian ini adalah program SPSS 17.0 for windows.

(72)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. PELAKSANAAN PENELITIAN

1. Proses Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada tanggal 7-30 Februari 2011. Sebanyak 120 eksemplar Skala Kemandirian dibagikan kepada 60 mahasiswa suku Batak dan 60 mahasiswa suku Jawa. Seluruh mahasiswa tersebut dipilih dari beberapa Universitas yang ada di Yogyakarta.

Sebelum melakukan penelitian, peneliti memohon kesediaan mahasiswa untuk ikut serta dalam penelitian melalui

inform consent yang terlampir dalam skala penelitian. Selanjutnya, subyek diminta untuk mengisi identitas diri dan membaca dengan seksama petunjuk pengisian skala. Ketika semuanya sudah jelas, barulah subyek dipersilakan untuk mengisi kolom-kolom pernyataan.

Setelah melalui seleksi, tersisa 100 eksemplar yang memenuhi kriteria penelitian. 100 eksemplar tersebut terdiri dari 50 eksemplar mahasiswa suku Batak dan 50 eksemplar mahasiswa suku Jawa.

(73)

2. Data Demografi

Subyek dalam penelitian ini adalah mahasiswa suku Batak dan Jawa usia remaja akhir yang berkuliah di Yogyakarta. Karakteristik subyek penelitian dapat diketahui melalui analisis persentase berikut ini:

a. Persentase Subyek Berdasarkan Latar Belakang Suku

Tabel 6. Deskripsi subyek penelitian berdasarkan latar belakang suku

Suku Frekuensi Persentase

Batak 50 50%

Jawa 50 50%

Total 100 100%

b. Persentase Subyek Berdasarkan Usia

Tabel 7. Deskripsi subyek berdasarkan usia

Usia Frekuensi Persentase

19 tahun 28 28%

20 tahun 19 19%

21 tahun 15 15%

22 tahun 38 38%

(74)

c. Persentase Subyek Berdasarkan Urutan Kelahiran

Tabel 8. Deskripsi subyek berdasarkan urutan kelahiran

Urutan Kelahiran Frekuensi Persentase

Ke-1 32 32%

Ke-2 31 31%

Ke-3 13 13%

Ke-4 12 12%

Ke-5 12 12%

Total 100 100%

d. Persentase Subyek Berdasarkan Lama Tinggal

Tabel 9. Deskripsi subyek berdasarkan lama tinggal di Yogyakarta

Lama Tinggal Frekuensi Persentase

1 tahun 30 30%

2 tahun 17 17%

3 tahun 15 15%

4 tahun 38 38%

(75)

3. Uji Asumsi

a. Uji Normalitas

Uji normalitas dalam penelitian dimaksudkan untuk melihat apakah data distribusi dalam penelitian tersebut bersifat normal atau tidak. Uji normalitas yang digunakan adalah uji One-Sample Kolmogorov Smirnov dalam program SPSS for windows versi 17.0 terhadap 45 item.

Tabel 10. Hasil uji normalitas sebaran

Variabel Nilai

K-SZ

p>0,05 Keterangan

Kemandirian 1,051 0,219 Normal

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa nilai dari koefisien Kolmogorof-Smirnof Z (K-SZ) adalah sebesar 1,051 dengan nilai signifikasi (p) sebesar 0,219 (syarat p 0,05). Hal ini dapat berarti bahwa data pada variabel kemandirian berdistribusi normal.

b. Uji Homogenitas

(76)

signifikasi (p) < 0,05 maka sampel penelitian mempunyai variansi yang berbeda.

Tabel 11. Hasil uji homogenitas

Levene Statistic df1 df2 Sig.

0,002 1 98 0,969

Dari hasil analisis terhadap 45 item penelitian, didapatkan nilai signifikasi (p) sebesar 0,969. Hal ini berarti bahwa sampel penelitian mempunyai varians yang sama.

4. Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan

Independent Sample t-test, program SPSS versi 17.0 for windows.

Hipotesis dalam penelitian ini menyatakan bahwa remaja laki-laki suku Batak lebih mandiri apabila dibandingkan dengan remaja laki-laki suku Jawa.

(77)

5. Uji Deskriptif

Deskripsi data dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tanggapan subyek terhadap variabel penelitian. Apakah keseluruhan subyek penelitian memiliki kemandirian yang tinggi atau rendah. Hal ini dilakukan dengan cara membandingkan Mean Teoritik (MT) dan Mean Empirik (ME). Untuk mengetahui besar MT digunakan rumus sebagai berikut :

MT = (skor terendah x jumlah item) + (skor tertinggi x jumlah item)

2 MT = (1x45) + (4x45)

2 MT = 45 + 180

2 MT = 225 2 MT = 112,5

(78)

Nilai ME diperoleh dari hasil perhitungan dengan menggunakan program SPSS for windows versi 17,0. Berdasarkan nilai-nilai mean yang ada, diperoleh nilai mean empiris lebih rendah daripada mean teoritik. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata keseluruhan subyek penelitian memiliki tingkat kemandirian yang rendah.

Tabel 12. Hasil uji deskriptif

Subyek N Mean Mean

Teoritis

Std. Deviation

Batak 50 54,46 112,5 4,418

Jawa 50 42,28 112,5 4,005

B. PEMBAHASAN

(79)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa remaja laki-laki suku Batak lebih mandiri apabila dibandingkan dengan remaja laki-laki suku Jawa. Perbedaan tingkat kemandirian pada kedua suku ini kemungkinan besar terletak pada kebudayaan yang dijadikan acuan untuk membentuk sikap dan perilaku. Atau dapat dikatakan bahwa kebudayaan juga berpengaruh secara esensial terhadap pengembangan tingkat kemandirian.

(80)

mandiri. Ditinjau dari uraian di atas, tampaknya masyarakat Jawa kurang memiliki sifat mandiri. Hal ini disebabkan mereka diharapkan untuk dapat menerima sikap hidup seperti apa adanya, bermusyawarah dalam mengambil keputusan, tidak memikirkan kemajuan diri sendiri, menghindari keterusterangan dan saling tergantung. Di samping itu, sejak kecil anak sudah dididik untuk takut, malu dan sungkan, sehingga dapat membentuk self-esteem yang rendah. Pendidikan dalam keluarga cenderung tidak menghasilkan orang mandiri, mereka lebih ditekankan menjadi orang sosial. Dengan demikian mereka tidak bebas, inisiatif kurang berkembang dan mereka tidak didorong untuk maju (memperbaiki keadaan) (Masrun dkk, 1986).

Nilai kebudayaan yang dianut oleh suku tersebut nantinya akan mempengaruhi pola pikir, kebiasaan hidup, dan sikap mental. Ketiga hal ini tercermin pada pola asuh yang mereka terapkan terhadap anaknya. Karena secara tidak sadar mereka akan mendidik anak mereka sesuai dengan pengalaman atau kultur budaya yang telah diterapkan kepada mereka sebelumnya. Pola asuh yang diterapkan secara tidak langsung akan berpengaruh pada pengembangan tingkat kemandirian.

(81)

kemampuan yang dimiliki. Selain itu, suasana keluarga dalam perkembangan anak sering ditonjolkan oleh ahli-ahli perkembangan anak atau psikolog yang berkecimpung dalam persoalan anak. Demikian juga telah dirasakan besarnya pengaruh daripada keluarga masa remaja, baik secara langsung maupun tidak langsung (Gunarsa, 1991).

(82)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Hasil analisis data penelitian menunjukkan bahwa nilai t = 14,443 dengan probabilitas 0,000 lebih kecil dari 0,05 ( p < 0,05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa hipotesis diterima. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kemandirian remaja laki-laki suku Batak lebih tinggi daripada remaja laki-laki suku Jawa.

B. SARAN

Kemandirian dan lingkungan memiliki keterkaitan yang erat. Lingkungan dengan atmosfer baik akan memberikan landasan bagi remaja dalam mencapai kemandiriannya. Apabila dihubungkan dengan kebudayaan Batak maka dapat dilakukan dengan cara:

1. Memberi kebebasan kepada remaja

2. Remaja diberikan kepercayaan untuk menghadapi hidup yang penuh resiko

3. Membiarkan remaja mengolah konflik secara terbuka yang akan mengantarkan orang menjadi berani dan percaya diri

4. Mengembangkan asertifitas

(83)

C. KETERBATASAN PENELITIAN

(84)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu., (1991), Psikologi Sosial, Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Alisjahbana, S. Takdir., (1966), Antropologi Baru, Jakarta: PT. Dian Rakyat. Azwar, Saifuddin., (2004). Penyusunan Skala Psikologi, Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Bangun, T., (1986), Manusia Batak Karo. Jakarta: Inti Idayu Press.

Barth, F., (1993), Balineese Worlds: Prabakula, a bali-Hindu Village, London: The University of Chicago Press.

Barus, Gendon., (2002). Optimasi Kemandirian Menuju Motif Berprestasi Di Kalangan Remaja Dan Mahasiswa. Widya Dharma, Edisi April.

Geertz, H., (1961), Keluarga Jawa, Jakarta: PT. Temprint.

Gunarsa, Singgih D., (1984), Psikologi Perkembangan, Jakarta : BPK Gunung Mulia.

Gunarsa, S.D. dan Gunarsa, S.D. (1991), Psikologi Remaja, Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Handayani, Christina, S., (2001), Pengaruh jenis kelamin, stereotip jender dan prasangka terhadap kecenderungan memilih pemimpin berdasarkan jenis kelamin pada remaja Batak dan Jawa, Jakarta: Universitas Indonesia. Harahap, E.St., (1960), Perihal Bangsa Batak, Jakarta: Bagian Bahasa Jawatan

Kebudayaan Departemen P.P. dan K.

Hurlock, Elizabeth B., (1981). Adolescence Development: International Edition,

Tokyo: Mc Graw Hill. Kogakusha, Ltd.

Hurlock, Elizabeth B., (1991). Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan , Jakarta : Erlangga.

Ihromi, T.O., (2006). Pokok-Pokok Antropologi Budaya, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Indati, Aisah dan Endang Ekowarni., (2006). Kesenjangan Pola Asuh Jawa Antar Dua Generasi. Jurnal Psikodinamik, Vol. 8, No. 1.

Johnson, R.C. dan E.R. Medinnus., (1974). Child Psychology: Behavior And Development, New York: John Wiley & Sons.

(85)

Koentjaraningrat., (1982), Kebudayaan Dan Pembangunan, Jakarta: PT. Gramedia.

Mappiare, Andi., (1982), Psikologi Remaja, Surabaya: Usaha Nasional.

Masrun, Martono, Haryanto, F.P., Hardjito, P., Sofiati, M., Bawani, A., Aritonang, I., Soetjipto, H.P., (1986). Studi mengenai Kemandirian Pada Penduduk Di Tiga Suku Bangsa (Jawa, Batak, Bugis). Laporan Penelitian.

Tidak Diterbitkan. Yogyakarta: Kantor Menteri Negara dan Lingkungan Hidup Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.

Melalatoa, M.J., (1995), Ensiklopedia Suku-Suku Bangsa di Indonesia, Depdikbud, Jilid L-Z.

Monks, F.J., Knoers, A.M.P., dan Haditono S.R. (2002), Psikologi Perkembangan. Pengantar dalam Berbagai Bagiannya, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Mulder, N., (1984). Kepribadian Jawa dan Pembangunan Nasional, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Nuryoto, Sartini., (1992). Kemandirian Remaja Ditinjau Dari Tahap Perkembangan, Jenis Kelamin Dan Peran Jenis. Ringkasan Disertasi. Tidak Diterbitkan. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Rochmah, M.Pd.I, Elfi Yuliani., (2005). Psikologi Perkembangan, Yogyakarta: Teras.

Santrock, John W., (2003). Adolescence : Perkembangan Remaja (Edisi 6), Jakarta : Erlangga.

Sarwono, Sarlito Wirawan., (2005). Psikologi Remaja (Edisi Revisi), Jakarta: Rajawali.

Siahaan, N., (1964), Sejarah Kebudayaan Batak Suatu Studi Tentang Suku Batak (Toba-Angkola, Mandailing, Simalungun, Pak-Pak Dairi, Karo), Medan: CV. Napitupulu & Sons.

Simare-Mare., (1976), Mengenal Kebudayaan Batak Dalihan Na Tolu. Majalah Kebudayaan Batak, Nomor Perdana. Yogyakarta: Lembaga Studi Kebudayaan Batak.

Steinberg, L., (1993). Adolescence, New York: McGraw-Hill.

(86)

Widiana, Anastasia Arika, Heni Nugraheni., (2008). Hubungan Antara Pola Asuh Demokratis Dengan Kemandirian Pada Remaja. Psikohumanika, Vol. 1, No. 1, Juli.

(87)

LAMPIRAN

(88)

Lampiran 1. Skala Try Out Kemandirian

SKALA PENELITIAN

Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta

(89)

Yogyakarta, November 2010 Kepada :

Yth. Saudara yang turut berpartisipasi dalam penelitian ini.

Dengan hormat, dengan ini kami : Nama/NIM :

1. Theresia Sherly C.A / 059114014 2. Merry Lucia Ariyanti / 069114100 3. Bernadetha Putri P. / 079114026

Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Saya memohon kepada anda untuk memberikan tanggapan terhadap pernyataan-pernyataan yang telah tersusun dalam skala ini guna membantu kami dalam menyelesaikan tugas akhir (skripsi) kami. Semua tanggapan yang anda berikan akan dijaga kerahasiaannya. Oleh sebab itu, kami mengharapkan anda untuk menjawab sesuai keadaan yang sebenarnya. Sebelumnya kami mengucapkan terima kasih atas kesediaan anda untuk mengisi skala penelitian ini.

Hormat kami,

Gambar

Gambar 1. Skema  perbedaan tingkat kemandirian antara remaja akhir
Tabel 1. Pemberian penilaian skala kemandirian
Tabel 2. Blue print skala kemandirian sebelum uji coba
Tabel 3. Item skala kemandirian yang valid dan gugur setelah uji coba
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kebijakan pemantapan jaringan pengendalian bencana pesisir dan pulau- pulau kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf g dilakukan dengan upaya pengelolaan dan

Menurut  Rasyid  Ridla  dalam  tafsirnya,  kata  ُﺢْﻴِﺴَﻤْﻟَﺍ  (al­Masih)  adalah  kata  serapan  dari  bahasa  ‘Ibrani,  yaitu  dari  kata 

1. Angket yang sudah dikumpulkan dikelompokkan sesuai kelompoknya dan diteliti sesuai jumlah serta fisiknya bisa dibaca dan jelas, sedangkan yang bermasalah ditindak lanjut

Optimasi WAAS Appliance belum berjalan dengan benar jika nilai pada kolom ini berupa class-default dan sebaliknya jika nilainya berupa nama dari rules yang telah

Penelitian mengenai burnout juga dilakukan di Indonesia yang dilakukan oleh Imelda Sitohang (2004), penelitian ini dilakukan pada karyawan Pertamina UP III Plaju Palembang

Dari sanalah mulai tumbuh rasa penghargaan Rembug pada agama orang lain dan dia mulai bersahabat dengan orang-orang yang berbeda agama. Ketidakkenalan menumbuhkan

Wajib memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap Negara, korupsi,

Dalam penelitian ini populasi yang menjadi responden adalah dosen Kopertis yang berjumlah 83 orang yang diperbantukan (Dpk) pada perguruan tinggi swasta (PTS) di Kota