• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN KINERJA DINAS KEHUTANAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN KINERJA DINAS KEHUTANAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2016"

Copied!
134
0
0

Teks penuh

(1)

PEMERINTAH PROPINSI KALIMANTAN SELATAN

DINAS KEHUTANAN

Jalan A. Yani Timur No. 14 Telpon (0511) 4777534, 4772234 Fax (0511) 4772234

Kotak Pos 30 Kode Pos 70713 BANJARBARU

www.dishut.kalselprov.go.id

/

E-mail : dishutkalsel@dephut.go.id

LAPORAN KINERJA DINAS KEHUTANAN

PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

TAHUN 2016

(2)

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Organisasi.

Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Selatan merupakan perangkat

Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan yang diberi tugas untuk melaksa-nakan

desentralisasi, dekonsentrasi dan perbantuan dari pemerintah pusat. Dalam rangka

melaksanakan pelimpahan wewenang tersebut Dinas Kehutanan mempunyai

fungsi : Perumusan kebijakan teknis sesuai kebijakan dan peraturan perundangan

yang berlaku, penyelenggaraan pemolaan hutan, pengelolaan pemanfaatan hutan,

pembinaan dan penyelenggaraan pemanfaatan hutan, pembinaan pengawasan

hutan, penyelenggaraan pengembangan dan perlindungan hutan, pembinaan

usaha kehutanan, pembinaan urusan tata usaha, serta pengelolaan Unit Pelaksana

Teknis Dinas.

Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Selatan dibentuk berdasarkan

Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata

Kerja Perangkat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan (Lembaran Daerah Provinsi

Kalimantan Selatan Tahun 2008 Nomor 6) dan Peraturan Gubernur Kalimantan

Selatan Nomor 8 Tahun 2008 tentang Pembentukan, Organisasi dan Tata Kerja

Unit Pelaksana Teknis Dinas dan Badan Provinsi Kalimantan Selatan (Berita

Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2008 Nomor 8).

Berdasarkan Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan Nomor 7 Tahun 2009

tentang Tugas Pokok, Fungsi dan Uraian Tugas Unsur-unsur Organisasi Dinas

Kehutanan dan Unit-Unit Pelaksana Teknis Di Lingkungan Dinas Kehutanan

Provinsi Kalimantan Selatan (Berita Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Tahun

2009 Nomor 7), Dinas Kehutanan Propinsi Kalimantan Selatan diberi tugas untuk

melaksanakan urusan Pemerintahan Daerah di bidang kehutanan sesuai dengan

azas otonomi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Dalam rangka melaksanakan

pelimpahan wewenang tersebut Dinas Kehutanan mempunyai fungsi :

1. Perumusan kebijakan teknis di bidang kehutanan sesuai dengan kebijakan

yang ditetapkan oleh Gubernur berdasarkan peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

(3)

2. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum di bidang

kehutanan.

3. Perumusan kebijakan operasional, pembinaan, pengaturan, fasilitasi dan

pelaksanaan pemolaan hutan.

4. Perumusan kebijakan operasional, pembinaan, pengaturan, fasilitasi dan

pengembangan produksi hasil hutan.

5. Perumusan kebijakan operasional, pembinaan, pengaturan, fasilitasi dan

pelaksanaan rehabilitasi hutan dan lahan.

6. Perumusan kebijakan operasional, pembinaan, pengaturan, fasilitasi dan

pelaksanaan pengamanan dan perlindungan serta konservasi hutan.

7. Pembinaan, pengawasan dan pengendalian unit pelaksana teknis.

8. Pengelolaan kegiatan kesekretariatan.

Tugas pokok dan fungsi tersebut dilaksanakan oleh unsur-unsur organisasi

Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Selatan yang terdiri dari eselon III dan

Pejabat Fungsional sebagai berikut :

1. Sekretariat.

2. Bidang Pemolaan Hutan.

3. Bidang Bina Produksi Kehutanan.

4. Bidang Rehabilitasi Hutan dan Lahan.

5. Bidang Perlindungan dan Konservasi Sumberdaya Hutan.

6. Taman Hutan Raya Sultan Adam.

7. Unit Pelayanan Penatausahaan Hasil Hutan Barito Muara.

8. Kelompok Jabatan Fungsional.

B. Struktur Organisasi.

Struktur Organisasi Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Selatan disusun

berdasarkan Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan Nomor 8 Tahun 2008 tentang

Pembentukan, Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas dan Badan

Provinsi Kalimantan Selatan (Berita Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Tahun

2008 Nomor 8).

(4)

Organisasi Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Selatan dipimpin oleh

Kepala Dinas yang dibantu satu orang Sekretaris, empat orang Kepala Bidang dan

dua orang Kepala UPTD serta satu kelompok Pejabat Fungsional.

Sekretaris dalam pelaksanaan tugasnya dibantu oleh tiga orang Kepala Sub

Bagian, Kepala Bidang dibantu oleh tiga orang Kepala Seksi Kepala UPTD dibantu

oleh satu orang Kepala Sub Bagian Tata Usaha dan dua orang Kepala Seksi,

sedangkan kelompok Pejabat Fungsional dipimpin satu orang Koordinator yang

bertanggung jawab kepada Kepala Dinas.

Keberadaan pejabat struktural dan fungsional tersebut merupakan

perwujudan jenis dan satuan pekerjaan yang dapat dikelola satu orang pejabat

struktural dan fungsional.

Struktur Organisasi Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Selatan secara

utuh dan rinci disajikan pada Lampiran 1.

C. Aspek Strategis Organisasi.

1. Permasalahan Utama.

Keberadaan sumber daya hutan telah menjadi modal utama

pembangunan daerah, hal ini tentu saja memberi dampak positif terhadap

peningkatan devisa, penyerapan tenaga kerja, dan mendorong pengembangan

wilayah dan pertumbuhan ekonomi.

Namun dalam pelaksanaan pembangunan

kehutanan menghadapi berbagai permasalahan, antara lain :

(1) Permasalahan kemiskinan dilihat dari aspek Sumberdaya Hutan.

Kemiskinan mempunyai kaitan erat dengan masalah sumber daya

alam dan lingkungan hidup. Masyarakat miskin sangat rentan terhadap pola

pemanfaatan sumber daya alam dan dan perubahan lingkungan.

Masyarakat miskin yang tinggal di daerah pedesaan, daerah pinggiran

hutan, sangat tergantung pada sumber daya alam sebagai sumber

penghasilan. Masalah utama yang dihadapi masyarakat miskin adalah

terbatasnya akses masyarakat miskin terhadap sumber daya alam dan

menurunnya mutu lingkungan hidup, baik sebagai sumber mata pencarian

maupun sebagai penunjang kehidupan sehari-hari.

(5)

Masyarakat miskin seringkali terpinggirkan dalam pengelolaan dan

pemanfaatan sumber daya alam. Hal ini terjadi ketika berbagai izin

pemanfaatan kawasan hutan yang

dikelola oleh ”badan usaha”, kurang

melibatkan partisipasi masyarakat.

Potensi konflik terhadap pemanfaatan hutan serta nilai tingkat

ketergantungan masyarakat terhadap hutan sangat tinggi, artinya bahwa

sebagian besar masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan termasuk

kategori miskin, dan sangat tergantung dari kawasan hutan dalam

pemanfaatan sebagai areal pertanian dan perladangan.

Kegiatan masyarakat sekitar hutan banyak berpengaruh terhadap

keseimbangan ekosistem hutan, konversi hutan yang dimanfaatkan untuk

perladangan, pertanian musiman, serta pemukiman sangat mempengaruhi

daya dukung lingkungan. Apalagi apabila masih adanya sebagian besar

masyarakat yang melakukan pembukaan hutan untuk dijadikan lahan

pertanian melalui pembakaran hutan dan ladang.

Dampak lanjutan dari suatu proses degradasi, maka sumberdaya

hutan di Provinsi Kalimantan Selatan

mengalami deplesi ”penurunan nilai

sumber

daya hutan” yang besar dan berdampak langsung terjadinya

ancaman bahaya erosi dan kekeringan

(2) Rendahnya pengelolaan kawasan terhadap potensi hasil hutan non kayu.

Nilai manfaat sumber daya hutan telah memberikan peranan dalam

memenuhi kebutuhan masyarakat, pengelolaan dan pemanfaatan hutan

yang belum optimal telah memberikan dampak terhadap usaha pendapatan

ekonomi masyarakat. Izin pemanfaatan kawasan hutan yang telah

dilaksanakan saat ini menunjukkan paradigma yang harus berubah.

Paradigma yang hanya

berorientasi pada kayu ” timber product” sudah

harus dikurangi sedikit demi sedikit. Kemampuan produktivitas kawasan

harus diperkuat dengan dihasilkannya produk non kayu seperti rotan, getah

, madu maupun pemanfaatan jasa lingkungan. Provinsi Kalimantan Selatan

yang memiliki sumber daya hutan tropis yang potensial untuk pemanfaatan

hasil hutan non kayu. Pengelolaan kawasan harus memberikan kontribusi

yang besar untuk peningkatan pendapatan daerah, terutama pengelolaan

(6)

hasil hutan non kayu yang hanya dilaksanakan melalui izin-izin perorangan

yang secara sporadis, perlu dilakukan dengan melakukan upaya rehabilitasi

atau mempertahankan fungsi ekologis dan ekonomis secara kontinyu.

(3) Pengelolaan dan Pemanfaatan kawasan yang melebihi daya dukung SDH

menyebabkan terjadinya Degradasi dan Deforestasi.

Berkurangnya kawasan hutan khususnya di daerah hulu sungai

menyebabkan terganggunya siklus hidrologi yang berdampak pada

berkurangnya ketersediaan air tanah, membesarnya aliran permukaan,

pedangkalan air sungai, serta banjir, erosi dan sedimentasi.

Pengelolaan dan pemanfaatan hutan tanpa memperhatikan

kaidah-kaidah lingkungan menyebabkan hutan di Provinsi Kalimantan Selatan

menjadi rusak. Terjadinya kerusakan kawasan hutan disebabkan oleh

okupasi kawasan oleh masyarakat sekitar dan dalam hutan, konversi hutan

secara permanen, pembalakan liar (Illegal Logging), kebakaran hutan,

penambangan tanpa ijin (Illegal Mining) serta izin pemanfaatan kawasan

yang kurang memperhatikan kemampuan dan daya dukung lingkungan.

Tidak adanya kerja sama dengan masyarakat sekitar hutan sebagai

komunitas yang memiliki kesamaan mata pencarian dengan hutan (profesi),

keterikatan tempat tinggal bersama, menambah persoalan terutama

dampak sosial bagi kesejahteraan masyarakat di luar maupun di dalam

kawasan hutan.

(4) Menurunnya kepastian kawasan terhadap status, letak serta batas

Kawasan Hutan menyebabkan ancaman kerusakan hutan.

Konflik kawasan hutan yang berada di Provinsi Kalimantan Selatan,

paling krusial dilakukan pembenahan perspektif yang berbeda terhadap

masalah hutan, kawasan hutan dan hasil hutan serta adanya dikotomi

antara kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah terhadap

peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini. Secara jelas terlintas

bahwa pokok- pokok permasalahan hanya berada pada bagaimana

keberadaan kawasan hutan agar dapat dimanfaatkan, dikelola demi

kepentingan masyarakat. Dalam Penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor

34 Tahun 2003, Tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana

(7)

Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan

Hutan, telah dijelaskan pada prinsipnya bahwa semua hutan dan kawasan

hutan dapat dikelola namun tetap memperhatikan sifat, karakteristik dan

keutamaannya, serta tidak dibenarkan untuk mengubah fungsi pokoknya

yaitu fungsi konservasi, fungsi lindung dan fungsi produksi.

Kegiatan pemantapan kawasan hutan diarahkan untuk memperoleh

status yuridis kawasan hutan baik administrasi maupun fisik di lapangan

dan didesain untuk pengelolaan hutan secara efisien, lestari dan

berkeadilan. Tujuan dari kegiatan pemantapan dimaksudkan untuk

memberikan kepastian status, letak dan luas dan batas hutan sesuai

fungsinya untuk mewujudkan pengelolaan hutan yang optimal dan lestari;

terbentuknya unit pengelolaan hutan serta meningkatnya legalitas dan

legitilimasi status wilayah pengelolaan hutan.

Permasalahan yang dihadapi dalam kegiatan pemantapan kawasan

hutan antara lain; penggunaan lahan untuk pembangunan non kehutanan

yang semakin meningkat, adanya pemekaran wilayah dan administrasi

pemerintah baik tingkat Provinsi maupun kabupaten yang mengakibatkan

perubahan tata ruang wilayah yang berimplikasi pada berubahnya kawasan

hutan, terdapat perbedaan peta dasar yang digunakan oleh sektor-sektor

terkait serta intensitas perambahan hutan masih relatif tinggi, dll.

(5) Pembagian wewenang dan tanggung jawab pengelolaan hutan belum jelas.

Otonomi daerah telah mengubah pola hubungan pusat dan daerah.

Titik

berat

otonomi

daerah

di

Kabupaten/Kota

mengakibatkan

ketidaksinergisan tujuan pembangunan yang berkelanjutan ”sustained

development

” mulai dari otoritas kewenangan sampai dengan tumpang

tindih pada setiap penyelenggaraan kewenangan. Hal ini diakibatkan

perubahan paradigma pada semua sektor pembangunan, termasuk sektor

kehutanan.

Dalam implementasi Undang-Undang nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah sering terdapat daerah yang belum dapat

memposisikan diri mana kewenangan pemerintah pusat, kewenangan

Provinsi, serta kewenangan Kabupaten/Kota. Oleh karenanya pada sektor

(8)

kehutanan banyak terdapat tekanan–tekanan terhadap sumberdaya hutan

akibat belum ada kesepahaman, serta lemahnya landasan peraturan

perundang-undangan

yang

menjembatani

pokok

permasalahan

pembangunan kehutanan daerah meliputi aspek pengurusan, pengelolaan

dan pemanfaatan hutan. Dengan terbitnya Undang-Undang nomor 32

Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang menghilangkan

kewenangan Kabupaten/Kota untuk urusan kehutanan diharapkan

pengelolaan hutan dapat lebih baik lagi

Sehubungan dengan pengurusan hutan, telah dijelaskan dalam

Undang-Undang 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan pada Bab I Bagian

Kedua di Pasal 2, bahwa setiap penyelenggaraan kehutanan harus

berasaskan manfaat dan lestari, kerakyatan, keadilan, kebersamaan,

keterbukaan dan keterpaduan. Penguasaan hutan oleh negara memberikan

wewenang kepada pemerintah (Pusat) untuk :

(a) Mengatur dan mengurus seluruh kegiatan yang manyangkut hutan,

kawasan hutan dan hasil hutan.

(b) Menetapkan status wilayah tertentu sebagai kawasan hutan; dan

(c) Mengatur dan menetapkan hubungan-hubungan hukum antara

manusia dan hutan serta perbuatan hukum mengenai kehutanan.

Hal

– hal tersebut di atas menerangkan kepentingan pemerintah

pusat dalam pengaturan dan pengurusan terhadap hutan, kawasan hutan

dan hasil hutan agar dapat memperoleh nilai manfaat yang

sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Namun sejalan dengan lahirnya

Undang

– Undang Otonomi Daerah pengaturan kehutanan yang semula

sifatnya sentralistik, berubah menjadi desentralisasi ke Pemerintah Daerah

mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan

pengevaluasian terhadap proses pembangunan daerah.

Sebagai contoh praktek pelaksanaan otonomi daerah yang

diejawantakan melalui konsep penataan ruang sebagai bagian dalam

percepatan pertumbuhan ekonomi daerah telah menimbulkan kontraversi

antara kewenangan pemerintah pusat dan daerah terhadap wilayah

(9)

kawasan hutan sebagai bagian yang harus dipertahankan. Salah satu

masalah yang dihadapi dalam pembangunan dewasa ini adalah cara

berfikir atau pendekatan dari sebagian aparat perencana dan pelaksana

pembangunan serta masyarakat yang menempatkan aspek ekologi sebagai

kendala dalam pembangunan. Dengan acuan berfikir yang dikotomis ini

maka proses identifikasi program-program pembangunan sering diwarnai

dengan konflik/pemilihan antara kebutuhan pembangunan ekonomi di satu

sisi dengan keinginan untuk memelihara kelestarian lingkungan hidup pada

sisi lainnya.

Perhatian yang besar pada pelaksanaan kebijakan penataan ruang

yang dijabarkan melalui Undang

– Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang

Penataan Ruang. Daerah dapat menyusun sinergitas perencanaan dengan

membagi daerah secara spatial atas peruntukannya antara lain fungsi

kawasan lindung, fungsi kawasan budidaya, fungsi kawasan konservasi

serta kawasan bukan kehutanan atau areal penggunaan lain. Daerah perlu

memiliki konsep dalam penyusunan RTRWP, RTRWK dengan menjadikan

kawasan hutan dapat dikelola dan dimanfaatkan sehingga mampu

memberikan nilai tambah terhadap ekonomi masyarakat.

(6) Meningkatnya

Tingkat

Pembalakan

hutan

(Illegal

logging)

dan

penyelundupan kayu menyebabkan terjadinya Degradasi dan Deforestasi di

dalam kawasan dan luar kawasan.

Sebagaimana

yang

telah

dijelaskan

sebelumnya

tentang

permasalahan-permasalahan terjadinya penurunan nilai sumber daya

hutan, disimpulkan bahwa faktor yang berperan terjadinya kerusakan hutan

adalah kurangnya pemahaman tentang hutan dan kehutanan sebagai

fungsi penyangga kehidupan serta penyeimbangan ekosistem.

Praktek Illegal logging berupa perbuatan/tindakan pelanggaran

dibidang kehutanan yang meliputi perizinan, persiapan operasi, kegiatan

produksi, pengangkutan, Tata Usaha Kayu (TUK), pengolahan dan

pemasaran yang tidak sah. Hal ini telah berlangsung lama dan tidak

hentinya

para

pelaku

untuk

melakukan

tindakan-tindakan

yang

(10)

diuapayakan di dalam Undang-Undang 41 Tahun 1999 tentang kehutanan,

dan Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2004 atas perubahan tentang

perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1985 tentang

perlindungan hutan, bahkan secara jelas ada sanki pelanggaran terhadap

kerusakan hutan ” ketentuan pidana pasal 78 ayat (1) sampai dengan pasal

(6), dengan kisaran ancaman paling lama antara 5 tahun sampai dengan 15

tahun, dan denda paling banyak antara Rp.1.500.000.000 sampai dengan

Rp. 10.000.000.000. Namun hal tersebut tidak menjadikan para pelaku

untuk berhenti melakukan tindakan

– tindakan pengrusakan terhadap

kawasan hutan.

2. Analisis Perencanaan.

Sumberdaya hutan di Provinsi Kalimantan Selatan merupakan salah satu

diantara potensi lain yang memiliki nilai kekayaan saat ini, hal ini dikarenakan

bahwa nilai pemanfaatan sumber daya hutan sangat besar dalam memberikan

kontribusi pada daerah, antara lain dari nilai pemanfaatan hutan dapat

dihasilkan produk hasil hutan kayu serta produk hasil hutan non kayu.

Sumberdaya hutan ini apabila dikelola dengan baik dapat memenuhi kebutuhan

secara lokal dan percepatan pemanfaatan dan pengembangan energi alternatif

juga membuka peluang usaha dan perluasan lapangan kerja serta kesempatan

berusaha mulai dari budidaya, pengolahan dan pemasaran hasil hutan.

Seiring dengan terus meningkatnya pertumbuhan ekonomi daerah

terutama sub sektor kehutanan, Kehutanan saat ini telah mampu menciptakan

peranannya dalam mendukung sektor hilir di Provinsi Kalimantan Selatan.

Fakta empirik menunjukan bahwa, saat ini semakin banyak para investor

yang hadir untuk mencari peluang dalam usaha pemanfaatan dan pengelolaan

hutan di Provinsi Kalimantan Selatan, sebagai contoh pada sektor kehutanan

telah dibentuknya pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) hal ini

dimaksud untuk memberikan kepastian kawasan serta kepastian usaha dalam

kegiatan pengelolaan hutan, para pengusaha dengan mudah mendapatkan

informasi tentang lokasi pemanfaatan kawasan yang akan diakses misalnya,

data potensi hutan, data masyarakat sekitar dan dalam hutan serta data

(11)

sekunder lainnya . Saat ini di Provinsi Kalimantan Selatan terdapat konsensi

usaha pemanfaatan hasil hutan kayu (IUPHHK), izin usaha industri primer hasil

hutan kayu, serta izin – izin sah lainnya.

Oleh karenanya unit Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Selatan

dalam rangka penyusunan rencana kerja tahun 2016 telah meletakan strategi,

arah kebijakan, program serta kegiatan untuk memaksimalkan kekuatan dan

peluang serta dapat meminimalkan kelemahan dan tantangan yang akan

dihadapi dalam mencapai target dan sasaran yang di inginkan.

Pada tahun 2016 unit Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Selatan

secara komitmen menyusun langkah dalam merevitalisasi sektor kehutanan di

Provinsi Kalimantan Selatan antara lain;

(1) Revitalisasi

akan

pengamanan

dan

perlindungan

hutan

untuk

pemberantasan terjadinya pencurian kayu dan perdagangan kayu liar di

Provinsi Kalimantan Selatan;

(2) Merevitalisasi pengembangan hasil hutan non kayu menjadi produk yang

memberikan peranan atau kontribusi dalam peningkatan pendapatan

ekonomi masyarakat.

(3) Revitalisasi rehabilitasi hutan dan lahan, melalui reboisasi dan

penghijauan serta pencegahan dan pengendalian konservasi tanah dan

air ;

(3) Revitalisasi sektor industri terhadap penertiban izin industri primer hasil

hutan kayu serta industri hasil hutan non kayu melalui penataan hasil

hutan kayu;

(4) Revitalisasi peningkatan usaha masyarakat di sekitar dan di dalam hutan,

melalui peningkatan kemampuan sumber daya manusia

untuk

meningkatkan produktifitas pengelolaan hutan;

(5) Revitalisasi akan penggunaan dan pemanfaatan kawasan hutan, melalui

terjaganya fungsi kawasan sesuai peruntukannya serta memberikan

kepastian status,letak kawasan hutan.

(12)

3. Analisis isu-isu strategis.

Beberapa isu-isu strategis yang dihadapi saat ini dan menjadi landasan

dalam perumusan dan penetapan program, kegiatan pembangunan kehutanan,

adalah sebagai berikut :

1) Tingginya gangguan keamanan hutan baik terhadap kawasan maupun

hasil-hasilnya, termasuk ancaman pembakaran hutan dan lahan.

Gangguan keamanan hutan yang terjadi adalah perbuatan/tindakan

pelanggaran dalam kegiatan kehutanan meliputi pencurian kayu,

penambangan tanpa izin, perambahan kawasan hutan dan pembakaran

hutan dan lahan. Hal ini telah berlangsung lama dan tidak hentinya para

pelaku untuk melakukan tindakan-tindakan yang dikategorikan kriminal.

Walaupun telah ada regulasi hukum yang dapat memerangi dan

meminimalkan terjadinya gangguan terhadap keamanan hutan dan hasil

hutan, namun hal tersebut tidak menjadikan para pelaku untuk berhenti

melakukannya.

Berdasarkan interpretasi citra LANDSAT TM 8 Tahun 2015,

terdapat beberapa bagian dari kawasan hutan di Provinsi Kalimantan

Selatan yang dapat digolongkan telah terdegradasi, terutama dari sisi

fakta tutupan vegetasi. Bagian

– bagian dari kawasan hutan yang sudah

tidak berupa hutan tersebut di atas telah menjadi tanah terbuka, hutan

bekas tebangan, semak belukar, kebun dan persawahan, bahkan

pemukiman. Kondisi ini akan berpengaruh pada fungsi hidro-orologi

Daerah Aliran Sungai (DAS), fungsi konservasi, dan juga pada

produktivitas kawasan, serta ketersediaan jasa-jasa lingkungan lainnya.

Untuk kawasan Hutan Lindung (HL), degradasi hutan mempunyai

akibat yang paling berbahaya terhadap lingkungan karena akan

menimbulkan erosi dan pedangkalan sungai, atau bahkan kelongsoran

tanah, sehingga menjadi prioritas untuk segera direhabilitasi. Untuk

kawasan hutan produksi (HP dan HPT) degradasi lahan selain dapat

mengakibatkan kerugian sebagaimana yang terjadi pada hutan lindung,

dapat juga mengakibatkan menurunnya produktivitas kawasan, serta nilai

total ekonomi kawasan cenderung akan menurun.

(13)

Degradasi hutan di Provinsi Kalimantan Selatan tersebar pada

kawasan-kawasan hutan produksi, hutan lindung, kawasan suaka alam,

serta kawasan pelestarian alam.

2) Masih luasnya lahan kritis.

Laju kerusakan hutan di Provinsi Kalimantan Selatan salah satunya

diindikasikan dengan bertambahnya luas lahan kritis baik di dalam

maupun di luar kawasan hutan. Berdasarkan data tahun 2003, luas lahan

kritis di Kalimantan Selatan tercatat seluas 555.983 Ha, yang seluas

364,850.72 Ha berada di Dalam Kawasan Hutan dan 191,132.28 Ha

berada di Luar Kawasan Hutan.

Dalam perkembangannya selanjutnya luas lahan kritis tersebut di

atas tentunya telah banyak mengalami perubahan, baik berupa

penambahan luas lahan kritis sebagai akibat pola penggunaan/penutupan

lahan yang dipengaruhi aktivitas manusia seperti perambahan/eksploitasi

hutan, aktivitas pertambangan, dan pembukaan lahan (land clearing)

untuk persiapan lahan maupun pengurangan lahan kritis sebagai dampak

pelaksanakan berbagai kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan.

Peningkatan luas lahan kritis pada dasarnya merupakan dinamika

yang terjadi pada suatu bentang lahan, dan tidak dapat menggambarkan

ketidakberhasilan upaya rehabilitasi hutan dan lahan yang telah

dilaksanakan sampai dengan saat ini. Semakin luasnya lahan kritis

secara umum merupakan akibat dari besarnya kebutuhan akan

pemanfaatan sumber daya alam yang ada.

Sampai dengan tahun 2009, lahan kritis di Provinsi Kalimantan

Selatan tercatat seluas 761.042,50 Hektar (Hasil Review Tahun 2009,

BPDAS Barito). Yang mencapai 20,28 % dari luas kawasan Provinsi

Kalimantan Selatan, yang seluas 493.281,40 Ha (64,82 %) berada di

Dalam Kawasan Hutan dan 267.759,60 Ha (35,18 %) berada di Luar

Kawasan Hutan.

Pada Tahun 2014 kembali terjadi perubahan terhadap luas lahan kritis

berupa

pengurangan

luas lahan kritis berkat kegiatan-kegiatan penanaman

yang terus digalakan baik oleh Dinas Kehutanan Provinsi maupun instansi

vertikal dan instansi kehutanan pada Kabupaten Kota. Sampai dengan tahun

(14)

2014, lahan kritis di Provinsi Kalimantan Selatan tercatat seluas 640.709 Hektar

(Hasil Pengukuran Tahun 2014, BPDAS Barito). Yang mencapai 17,07 % dari

luas kawasan Provinsi Kalimantan Selatan, yang seluas 3.753.052 Ha dengan

rincian berada di dalam kawasan hutan seluas 398.302 Ha (± 62,17 %) dan di

luar kawasan hutan seluas 242.407 Ha (± 37,83 %).

Lahan kritis di Provinsi Kalimantan Selatan tersebar pada semua

kawasan hutan yang ada, di seluruh kabupaten/kota selain Kota

Banjarmasin.

3) Belum semua kawasan hutan mantap dan dikelola dalam unit-unit

pengelolaan.

Permasalahan yang dihadapi dalam kegiatan pemantapan kawasan

hutan antara lain; penggunaan lahan untuk pembangunan non kehutanan

yang semakin meningkat, yang mengakibatkan perubahan tata ruang

wilayah yang berimplikasi pada berubahnya kawasan hutan, terdapat

perbedaan peta dasar yang digunakan oleh sektor-sektor terkait serta

intensitas perambahan hutan masih relatif tinggi, dll.

Kegiatan pemantapan kawasan hutan diarahkan untuk memperoleh

status yuridis kawasan hutan baik administrasi maupun fisik di lapangan

dan desainnya sebagai dasar pengelolaan hutan secara efisien, lestari

dan berkeadilan. Tujuan dari kegiatan dimaksud adalah untuk

memberikan kepastian status, letak dan luas dan batas hutan sesuai

fungsinya untuk mewujudkan pengelolaan hutan yang optimal dan lestari;

terbentuknya unit pengelolaan hutan serta meningkatnya legalitas dan

legitimasi status wilayah pengelolaan hutan.

Kegiatan pemantapan kawasan hutan yang perlu dilaksanakan

berupa pengukuhan dan penatagunaan kawasan hutan dan pembentukan

wilayah pengelolaan dan perubahan kawasan hutan dengan kegiatan

utama pembangunan kesatuan pengelolaan hutan (KPH). Kegiatan

pendukung meliputi pengembangan rencana dan statistik kehutanan,

inventarisasi hutan dan pengembangan informasi sumberdaya alam dan

lingkungan hidup serta perencanaan dan pembinaan prakondisi

pengelolaan hutan

(15)

4) Kontinyuitas pemungutan iuran kehutanan PSDH dan DR.

Pemanfaatan kayu yang dimulai pada tahun 1967 yang didorong

dengan diterbitkannya undang-undang tentang Penanaman Modal Asing

(PMA) dan Penanaman

Modal Dalam Negeri (PMDN), telah

menempatkan sektor kehutanan di Kalimantan Selatan sebagai

penggerak ekonomi nasional dan daerah. Kalimantan Selatan termasuk

salah satu provinsi yang menguasai pasar ekspor kayu tropis dunia yang

diawali dengan ekspor kayu bulat/log.

Sejalan dengan berkembangnya industri pengolahan kayu yang

sangat pesat sejak ditetapkan kebijakan larangan ekspor kayu bulat tahun

1985, Kalimantan Selatan beralih menjadi provinsi pengekspor kayu

olahan seperti Plywood, Moulding, Block Board dan produk industry kayu

lainnya.

Berbagai kegiatan tersebut telah menghasilkan pemasukan bagi

Negara, pemerintah provinsi maupun kabupaten dan kota di seluruh

Kalsel yang berasal dari dana reboisasi (DR), provisi sumberdaya hutan

(PSDH), iuran hak pengusahaan hutan (IHPH) termasuk hutan tanaman

industri (HTI serta denda pelanggaran.

Akhir-akhir

ini

kondisi

tersebut

menurun

sejalan

dengan

pengurangan jatah tebangan dari hutan alam, termasuk penurunan luasan

areal pemanfaatan hasil hutan kayu. Meskipun penerimaan negara dan

daerah di bidang kehutanan pada beberapa tahun terakhir relatif sama,

namun tidak sebanding dengan penerimaan dari produksi kayu yang

sangat besar pada tahun-tahun sebelumnya. Walau demikian kegiatan

perekonomian dari usaha-usaha di bidang kehutanan masih tetap

memberikan kontribusi penting khususnya pada pembangunan di daerah

penghasil kayu dan hasil hutan lainnya. Kondisi selanjutnya, meskipun

produksi kayu bulat dari hutan alam cenderung tetap rendah pada

beberapa tahun terakhir, namun produksi kayu dari hutan tanaman dan

hutan rakyat serta hasil hutan bukan kayu menunjukan peningkatan yang

cukup baik. Dengan kondisi demikian diharapkan pemungutan iuran

kehutanan dapat berlangsung secara kontinyu.

(16)

II. PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA

A. Rencana Stratejik.

Pembangunan kehutanan diarahkan untuk meningkatkan pendapatan

negara dan masyarakat, memacu pembangunan daerah, memperluas lapangan

kerja dan kesempatan berusaha guna meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui

pengelolaan hutan yang lestari dan selaras dengan kepentingan ekonomi, sosial

dan lingkungan.

Permasalahan dasar di dalam pengelolaan hutan secara garis besar

adalah timbulnya konflik sosial antara masyarakat dengan pengusaha besar yang

menimbulkan kesenjangan yang sangat tajam. Oleh karena itu, pola pengelolaan

hutan perlu disesuaikan untuk menghilangkan kesenjangan tersebut melalui

perubahan orientasi pembangunan kehutanan.

Pembangunan kehutanan yang tepat adalah yang menekankan upaya

rehabilitasi dan konservasi dengan tujuan utama sumberdaya hutan yang ada

harus dikelola untuk tujuan pemulihan lingkungan guna perbaikan kegiatan

ekonomi nasional dan ekonomi daerah. Pembangunan kehutanan dilaksanakan

atas dasar etika pembangunan yang menjamin keberlanjutan sistem dan fungsi

sumberdaya hutan, yang menghargai keterkaitan dan saling ketergantungan antara

sumberdaya hutan dengan masyarakat di sekitar hutan.

Sistem pembangunan tersebut menempatkan masyarakat terutama

masyarakat di sekitar hutan sebagai subyek pembangunan kehutanan.

Pembangunan kehutanan seperti ini bertujuan untuk lebih memberdayakan dan

meningkatkan

keberpihakan

kepada

masyarakat

guna

meningkatkan

kesejahteraannya, oleh karena itu keberadaan kawasan hutan bukan hanya

sebagai sumber daya alam penghasil kayu untuk kepentingan negara dan sebagian

kelompok pengusaha akan tetapi juga sebagai penghasil komoditas dan jasa lain

bagi masyarakat.

Dalam rangka mendukung pelaksanaan program pembangunan kehutanan

yang terencana maka disusunlah Rencana Strategis Tahun 2016 s/d 2021 Dinas

Kehutanan Provinsi Kalsel, dalam Renstra tersebut diwajibkankan untuk

mencantumkan Visi dan Misi dari Kepala Daerah terpilih, sebagai berikut :

(17)

1. Visi.

Visi Gubernur dan Wakil Gubernur Kalimantan Selatan terpilih untuk

periode tahun 2016 - 2021 yaitu

: “KALSEL MAPAN (MANDIRI DAN

TERDEPAN) Lebih Sejahtera, berkeadilan, mandiri dan berdaya saing”.

2. Misi.

Misi Gubernur dan Wakil Gubernur Kalimantan Selatan terpilih untuk

periode tahun 2016 - 2020 adalah :

- MISI 1

: Mengembangkan Sumberdaya manusia yang agamis, se-hat,

cerdas dan terampil.

- MISI 2

: Mewujudkan Tatakelola Pemerintahan yang Profesional dan

Berorientasi pada Pelayanan Publik.

- MISI 3

: Memantapkan Kodisi Sosial Budaya Daerah yang Berbasiskan

Kearifan Lokal.

- MISI 4

: Mengembangkan

Infrastruktur

Wilayah

yang

Mendukung

Percepatan Pembangunan Ekonomi dan Sosial Budaya.

- MISI 5

: Mengembangkan Daya Saing Ekonomi Daerah yang Berba-sis

Sumberdaya

Lokal,

Dengan

Memperhatikan

Kelestarian

Lingkungan.

3. Tujuan dan Sasaran

a. Tujuan.

Tujuan dari terbentuknya Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan

Selatan adalah Mempertahankan Kelestarian Kawasan Hutan, dengan

indikator kinerja tujuan :

1) Luas kawasan hutan yang tidak berkurang.

(18)

b. Sasaran.

Sasaran strategis yang akan dicapai dari pembangunan kehutanan di

Provinsi Kalimantan Selatan periode 2016 – 2021 terbagi dalam dua tahapan

sebagai berikut disebabkan dengan adanya penyesuaian terhadap RPJMD

2016-2021 Provinsi Kalsel yang baru keluar pada pertengahan Tahun 2016 :

1) Tahun 2016 :

- Sasaran strategis pertama adalah menyelesaikan gangguan

keamanan hutan dan sumber daya alam, dengan indikator kinerja

adalah persentase kasus gangguan keamanan hutan dan sumber

daya alam yang terselesaikan.

- Sasaran strategis kedua adalah bertambah luasnya tanaman di dalam

dan di luar kawasan hutan dengan indikator kinerja adalah persentase

keberhasilan penanaman dalam rangka rehabilitasi hutan dan lahan

(RHL).

- Sasaran strategis ketiga adalah meningkatnya kemantapan dalam

pengelolaan kawasan hutan sebagai dasar penyiapan prakondisi

pengelolaan sumber daya hutan dengan indikator kinerja adalah

terkelolanya kawasan hutan secara lestari pada tingkat tapak dalam

unit-unit KPH.

- Sasaran strategis keempat adalah mempertahankan PNBP dan PAD

Bidang Kehutanan dengan indikator kinerja adalah Kontribusi PSDH,

DR, dan Retribusi Daerah dari pemanfaatan kawasan hutan & hasil

hutan.

2) Tahun 2017-2021 :

- Sasaran strategis pertama adalah menyelesaikan gangguan

keamanan hutan dan sumber daya alam dengan indikator kinerja

pertama adalah Prosentase penurunan kasus gangguan keamanan

hutan dan indikator kinerja kedua adalah Prosentase penurunan kasus

kebakaran hutan.

- Sasaran strategis kedua adalah Menambah luasan tanaman baru di

dalam dan di luar kawasan hutan dalam rangka mengurangi lahan

(19)

kritis serta mendukung revolusi hijau Gubernur Kalimantan Selatan

dengan indikator kinerja pertama adalah Berkurangnya lahan kritis di

Provinsi Kalsel Karena penanaman, dan indikator kinerja kedua

adalah Jumlah fasilitas umum yang dihijaukan.

- Sasaran strategis ketiga adalah Meningkatkan peran serta masyarakat

di sekitar hutan dalam pengelolaan dan pemanfaatan kawasan hutan

dengan indikator kinerja adalah Jumlah luas lahan masyarakat yang

menjadi produktif dan kelompok tani hutan yang dilibatkan.

- Sasaran strategis keempat adalah Mempertahankan PNBP dan PAD

bidang kehutanan dengan indikator kinerja Kontribusi PSDH, DR, dan

Retribusi Daerah dari pemanfaatan kawasan hutan & hasil hutan.

4. Strategi dan Kebijakan

a. Strategi

Untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan, maka

dipilih strategi-strategi sebagai berikut :

1) Mengidentifikasi dan memfokuskan penanggulangan terhadap gangguan

keamanan hutan pada wilayah-wilayah rawan keamanan hutan.

2) Mendayagunakan pranata/kearifan lokal dan memfasilitasi terbentuknya

kelompok masyarakat yang berperan langsung dalam pemberantasan

penebangan

liar,

penanggulangan

kebakaran

hutan/lahan

dan

pemberantasan perdagangan kayu illegal.

3) Mengembangkan dan mempromosikan pemanfataan jasa lingkungan

hutan dalam rangka konservasi hutan.

4) Mengembangkan pemanfaatan jasa lingkungan hutan sebagai sumber

ekonomi dari SDH.

5) Rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) diarahkan untuk memulihkan fungsi

hutan dan lahan dengan mendasarkan pada rencana tata ruang, rencana

pengelolaan DAS serta mengintegrasikan dengan rencana pengelolaan

sumberdaya air dan pengembangan wisata;

6) Pemilihan teknis, jenis tanaman dan pola tanam dalam RHL dengan

mempertimbangkan manfaat ekologi dan ekonomi didasarkan pada

(20)

fungsi hutan dan lahan, serta kebutuhan dan minat masyarakat setempat

dengan mengutamakan jenis unggulan daerah, untuk menciptakan

pendapatan masyarakat jangka pendek, menengah dan panjang melalui

pola kehutanan terpadu;

7) Sosialisasi upaya konservasi tanah dan air yang dilaksanakan secara

terpadu dengan semua jenis penggunaan hutan dan lahan;

8) Konservasi jenis dengan memprioritaskan pada jenis flora dan fauna

khas dan langka di suatu daerah;

9) Pelaksanaan penataan batas kawasan hutan (baru dan rekonstruksi)

untuk memberikan kepastian terhadap batas kawasan hutan.

10) Mendorong percepatan beroperasionalnya Kesatuan Pengelolaan Hutan

(KPH) dalam rangka pengelolaan yang lebih menjamin keamanan dan

kelestarian hutan;

11) Melaksanakan diversifikasi bahan baku, produk olahan, dan pasar untuk

memperoleh nilai tambah yang tinggi dari hasil hutan;

12) Optimalisasi pemanfaatan jasa lingkungan kawasan hutan;

b. Kebijakan.

Kebijakan pembangunan kehutanan di Kalimantan Selatan untuk

periode tahun 2016 – 2021 ditetapkan sebagai berikut :

1) Rehabilitasi dan perlindungan sumberdaya hutan;

2) Pemantapan kawasan hutan;

3) Revitalisasi kehutanan;

4) Pemberdayaan masyarakat di dalam dan sekitar kawasan hutan.

B.

Rencana Kinerja Tahunan.

Rencana Kinerja Tahunan Tahun 2016 merupakan penjabaran dari sasaran

dan program yang telah ditetapkan dalam rencana stratejik, yang akan dilaksanakan

oleh Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Selatan melalui berbagai kegiatan

tahunan. Dalam Rencana Kinerja Tahunan Tahun 2016 termuat informasi tentang

Indikator Kinerja Utama yang ingin dicapai Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan

Selatan dalam tahun 2016, indikator kinerja utama tersebut adalah sebagai berikut :

(21)

1. Persentase kasus gangguan keamanan hutan dan sumber daya alam yang

terselesaikan dengan target 100 %.

2. Persentase keberhasilan penanaman dalam rangka rehabilitasi hutan dan lahan

(RHL) dengan target 100 %.

3. Terkelolanya kawasan hutan secara lestari pada tingkat tapak dalam unit-unit

KPH dengan target sebanyak 1 unit.

4. Kontribusi PSDH, DR, dan Retribusi Daerah dari pemanfaatan kawasan hutan &

hasil hutan dengan target PSDH Rp. 3 M, DR. 500 ribu US $ dan Retribusi

Daerah Rp. 250 Juta.

Rencana Kinerja Tahunan Tahun 2016 yang dicanangkan sejak dari awal

tahun 2016 didukung dengan beberapa program sebagai berikut :

1. Program Perencanaan Tata Ruang, meliputi 4 kegiatan yang dilaksanakan

dengan anggaran sebesar Rp. 446.650.000,-

2. Program Pengendalian Pemanfaatan Ruang, meliputi 1 kegiatan dengan

anggaran sebesar Rp. 251.440.000,-

3. Perlindungan dan Konservasi Sumberdaya Alam, meliputi 22 kegiatan yang

dilaksanakan dengan anggaran sebesar Rp. 5.101.454.000,-

4. Program Pengendalian Kebakaran Hutan, meliputi 3 kegiatan yang

dilaksanakan dengan anggaran sebesar Rp. 1.105.650.000,-

5. Program Rehabilitasi dan Pemulihan Cadangan SDA, meliputi 2 kegiatan yg

dilaksanakan dgn anggaran sebesar Rp. 910.938.000,-

6. Program Pemanfaatan Potensi Sumberdaya Hutan, meliputi 8 kegiatan yg

dilaksanakan dgn anggaran sebesar Rp. 4.649.500.000,-

7. Program Pembinaan dan Penertiban Industri Hasil Hutan, meliputi 9 kegiatan

yg dilaksanakan dgn anggaran sebesar Rp. 1.541.854.400,-

8. Program Perencanaan dan Pengembangan Hutan, meliputi 3 kegiatan yg

dilaksanakan dgn anggaran sebesar Rp. 1.872.600.250,-

Uraian yang lebih rinci tersaji pada Lampiran 2. tentang Rencana Kinerja

Tahunan Tahun 2016.

(22)

C.

Penetapan Kinerja.

Penetapan Kinerja 2016 merupakan Rencana Kinerja Tahunan Tahun 2016

yang telah ditetapkan dengan Perjanjian Kinerja secara berjenjang dari Esselon II,

Esselon III dan Esselon IV, yang akan dilaksanakan oleh Dinas Kehutanan Provinsi

Kalimantan Selatan melalui berbagai program dan kegiatan pendukung. Dalam

Penetapan Kinerja 2016 termuat informasi tentang Sasaran Strategis yang ingin

dicapai Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Selatan dalam tahun 2016, indikator

kinerja sasaran dan rencana capaiannya serta program/kegiatan dan anggaran

pendukunganya.

Penetapan kinerja yang dicanangkan sejak dari awal tahun 2016 meliputi

beberapa Sasaran Strategis sebagai berikut :

1.

Sasaran Strategis yang pertama adalah Tertanggulanginya gangguan

keamanan hutan dan hasil hutan, dengan Indikator Kinerja berupa Prosentase

kasus gangguan keamanan hutan dan hasil hutan yang diselesaikan 100 %.

No.

Sasaran Strategis

Indikator Kinerja

Target

1

2

3

4

1.

Menyelesaikan gangguan keamanan Prosentase kasus gangguan keamanan

100 %

hutan dan Sumber Daya Alam

hutan dan hasil hutan yang terselesaikan

Sasaran Strategis ini didukung dengan rencana kinerja outcome dan output

oleh Esselon III dan IV sebagai berikut :

PROGRAM DAN KEGIATAN INDIKATOR KINERJA PROGRAM (OUTCOME) DAN KEGIATAN

(OUTPUT) TARGET

PENANGGUNG JAWAB

Perlindungan Konservasi Sumber Daya Persentase selesainya kasus 100% Kabid PKSDH

Alam gangguan keamanan hutan

1. Pengendalian dan pengawasan - Jumlah lokasi yang terpan- 24 lokasi Kasi Pamhut

pemanfaatan SDA tau dalam patroli Pamhut

- Jumlah lokasi yang ditindak 10 lokasi

dengan operasi gabungan

(23)

pembina polhut Polhut dan Pembina yang

dapat mendukung operasi-

onal pamhut

3. Pemeliharaan persenjataan polhut - Jumlah senjata api yang 105 Pucuk Kasi Pamhut

layak pakai

4. Peningkatan keterampilan menem- - Jumlah Polhut dan Pembina 40 orang Kasi Pamhut bak bagi polhut dan pembina polhut yang meningkat keterampi-

lan menembaknya

5. Monitoring, evaluasi dan pelaporan - Jumlah data monev linhut 13 Lokasi Kasi Pamhut

perlindungan hutan dan sarpras Polhut yang da-

pat dimanfaatkan

6. Pengendalian dan pengawasan - Jumlah data survey kerusa- 8 lokasi Kasi KKWA kawasan konservasi sumber daya kan kawasan hutan lindung

hutan yang dapat dimanfaatkan

- Jumlah data hasil identifi- 5 lokasi

kasi dan inventarisasi poten

si SDA kawasan penyangga

yang dapat dimanfaatkan

- Jumlah data flora dan fauna 8 lokasi

yang tidak dilindungi di HL/

HP dan Tahura SA yang da-

pat dimanfaatkan

Bertambahnya pemahaman 10 Kel Kabid PKSDH

masyarakat yang bersedia

berpartisipasi pada penga-

manan hutan

1. Pengamanan hutan partisipatif - Jumlah masyarakat yang 10 Kel Kasi Pamhut

faham dan bertisipasi dlm

pengamanan hutan

Persentase selesainya kasus 100% Kepala Tahura SA

gangguan keamanan hutan

di Tahura SA

1. Pengendalian Kerusakan Hutan - Jumlah tokoh masyarakat 15 Orang Kasi Perlindungan

dan Lahan yang terlibat aktif dalam pe Tahura

ngamanan Tahura SA

- Jumlah lokasi di Tahura yg 13 Lokasi

(24)

Pamhut

- Jumlah lokasi di Tahura yg 3 Lokasi

ditindak dengan operasi

penertiban

Bertambahnya kelompok ma- 4 Kel Kepala Tahura SA

syarakat yang berpartisipasi

pada pengamanan hutan di

Tahura SA

1. Pengamanan Hutan Berbasis - Jumlah kelompok masyara- 4 Kel Kasi Perlindungan

Masyarakat kawasan Tahura kat yg terbentuk guna pe- Tahura

ngamanan hutan partisipa-

tif di Tahura SA

- Jumlah kelompok masyara- 4 Kel

kat pamhut partisipatif yg

bertambah pemahamannya

Mantapnya pengelolaan 1 Unit Kepala Tahura SA

kawasan konservasi Tahura

Sultan Adam guna menun-

jang fungsi lindung dan kon

servasi

1. Pelestarian Flora dan Fauna - Jumlah penangkaran rusa 1 Unit Kasi Perlindungan

yang terkelola dengan baik Tahura

- Jumlah penangkaran angg- 1 Unit

rek yang terkelola dengan

baik

2. Pembangunan dan Pemeliharaan - Jumlah persemaian yang 1 Unit Kasi Perlindungan

Persemaian tersedia di Tahura SA Tahura

3. Pemeliharaan Demplot Agrowisata - Jumlah demplot agrowisata 3 Ha Kasi Pemanfaatan

yang terawat Tahura

4. Pengembangan Bina Cinta Alam - Jumlah masyarakat yang 30 Org Kasi Pemanfaatan

bertambah pemahamannya Tahura

dalam cinta alam

Pengendalian Kebakaran Hutan Persentase selesainya kasus 100% Kabid PKSDH

kebakaran hutan di Kalsel

1. Pelatihan pemadaman kebakaran - Jumlah masyarakat yang 30 orang Kasi Penanggulangan

(25)

karan hutan

2. Pengendalian kebakaran hutan/ - Jumlah kelompok MPA 2 lokasi Kasi Penanggulangan

lahan yang bertambah pemaha- Kebakaran Hutan

mannya

- Jumlah peta kerawanan ke- 22 buah

bakaran hutan Kalsel yg da-

pat dimanfaatkan

- Jumlah peta hotspot yang 22 peta

dapat dimanfaatkan

- Jumlah lokasi rawan kebaka- 11 lokasi

ran hutan yg dapat dicegah

melalui patroli pencegahan

- Jumlah lokasi yang termoni- 11 lokasi

tor Pasca kebakaran hutan

- Jumlah IUPHHK/IPPKH yang 8 lokasi

bertambah pemahamannya

terkait pengendalian keba-

karan hutan dan lahan

- Jumlah judul buku/tulisan 1 judul

mengenai cara pengendali-

an kebakaran hutan hasil

adopsi informasi di Sulawe-

si yg dapat diterapkan

Persentase selesainya kasus Kepala Tahura SA

kebakaran hutan di Tahura SA

1. Pengendalian Kebakaran Hutan - Jumlah petugas pemadaman 100 Org Kasi Perlindungan

dan Lahan kebakaran hutan di Tahura Tahura

SA yang tersedia

- Jumlah buku akuntabilitas 1 Buku

hotspot Tahura SA yang da-

pat dimanfaatkan

2.

Sasaran Strategis yang kedua adalah Bertambahnya luas tanaman di dalam

kawasan lahan Kritis, dengan Indikator Kinerja berupa persentase

keberhasilan penanaman dalam rangka rehabilitasi hutan dan lahan (RHL).

(26)

No.

Sasaran Strategis

Indikator Kinerja

Target

1

2

3

4

1.

Bertambah Luasnya Tanaman di

Persentase keberhasilan penanaman dalam

100 %

Dalam dan di Luar Kawasan Hutan rangka rehabilitasi hutan dan lahan (RHL)

Sasaran Strategis ini didukung dengan rencana kinerja outcome dan output

oleh Esselon III dan IV sebagai berikut :

PROGRAM DAN KEGIATAN INDIKATOR KINERJA PROGRAM (OUTCOME) DAN KEGIATAN

(OUTPUT) TARGET

PENANGGUNG JAWAB

Rehabilitasi dan Pemulihan Cadangan Berkurangnya luas lahan kri- 100% Kabid RHL

Sumberdaya Alam tis di Provinsi Kalsel

1. Rehabilitasi hutan dan lahan diluar - Jumlah lahan kritis yg berku- 500 Ha Kasi RLKT

kawasan hutan rang karena penanaman

- Jumlah penanaman lahan 605 Ha

kritis tahun pertama yang

terpelihara

Berkurangnya luas lahan kri- Kepala Tahura SA

tis di Tahura SA

1. Rehabilitasi Hutan Konservasi - Jumlah penanaman lahan 120 Ha Kasi Perlindungan

kritis Tahura tahun pertama Tahura

dan kedua yang terpelihara

Perlindungan Konservasi Sumber Daya Terjaganya kelestarian flora 1 Spesies Kabid RHL

Alam & fauna guna keanekaraga- Kepala Tahura SA

man hayati dan ekosistem

untuk mendukung RHL

1. Pengelolaan keanekaragaman ha- - Jumlah lahan kritis masyara- 25 Ha Kasi Perhutanan

yati dan ekosistem kat yang berkurang karena Sosial

penanamann kayu manis

- Jumlah rancangan teknis yg 1 Judul

(27)

kayu manis

- Jumlah calon lokasi yang ter- 1 lokasi

sedia untuk penanaman ke-

miri di Tahun 2017

2. Pengelolaan Arboretum - Jumlah arboretum Tahura 10 Ha Kasi Perlindungan

yang terkelola dan berfungsi Tahura

3. Rehabilitasi Hutan, Pengelolaan - Jumlah lahan kritis Tahura yg 10 Ha Kasi Perlindungan dan Pengamanan Tahura Sultan berkurang karena penanam- Tahura

Adam (DAK) an

Pemanfaatan Potensi Sumber Daya Bertambahnya luas lahan 645 Ha Kabid RHL

Hutan produktif masyarakat yang

dapat dimanfaatkan masyara

kat dengan tanamanan kayu

& HHBK

1. pengembangan hutan rakyat - Jumlah luas lahan masyarakat 270 Ha Kasi Hutan Tanaman

yang tertanami hutan rakyat dan Perbenihan

- Jumlah luas penanaman HR 200 Ha

tahun pertama yg terpelihara

2. pengembangan hasil hutan non kayu - Jumlah luas lahan masyarakat 375 Ha Kasi Perhutanan

yang tertanami HHBK Gaharu Sosial

- Jumlah petani hutan yang me 20 Org

ningkat pemahamannya dgn

pelatihan budidaya HHNK

- Jumlah rancangan teknis yg 1 Judul

tersedia untuk penanaman

Gaharu

- Jumlah lokasi tanaman rotan & 20 Lokasi

gaharu yg diketahui kondisinya

hasil penanaman dari Tahun

2014 s/d 2016

3. monitoring, evaluasi peredaran - Jumlah lokasi yang termoni- 9 Lokasi Kasi Hutan Tanaman benih serta pembinaan penangkar tor peredaran benih tanaman dan Perbenihan

benih hutannya

- Jumlah lokasi sumber benih 9 Lokasi

(28)

Mempertahankan eksistensi 11 Unit Kabid RHL

keberadaan IUPHHK-HT di

Kalsel yang mampu mendu-

kung usaha dibidang kehutaan

1. monitoring dan evaluasi konflik - Jumlah pelatihan penangan- 30 orang Kasi Hutan Tanaman

sosial pembangunan HT an resolusi konflik sosial HT dan Perbenihan

- Jumlah lokasi yang termoni- 11 Lokasi

tor resolusi konflik HT

2. Pengendalian pelaksanaan penana- - Jumlah HTI yang dinilai usul- 11 Lokasi Kasi Hutan Tanaman

man pada IUPHHK-HT an rencana karyanya dan Perbenihan

- Jumlah HTI yang diperiksa 11 Lokasi

usula RKT nya

- Jumlah RKT Tahun berjalan 11 Lokasi

HTI yang dimonitor

Perencanaan dan Pengembangan Bertambahnya masyarakat 30 Orang Kabid RHL

Hutan sekitar kawasan hutan yang

memiliki SDM dalam penge-

lolaan HKM dan HD

1. pengembangan masyarakat - Jumlah masyarakat yang ber- 30 Orang Kasi Perhutanan

di dalam dan di sekitar hutan tambah pemahamannya di Sosial

dalam pengelolaan hutan bidang pengelolaan HKM &

HD

- Jumlah tulisan hasil pengemba- 1 Judul

ngan wawasan penguatan ke-

lembagaan pengelolaan hutan

desa dan hutan kemasyarakat-

an

Tersedianya rencana pemba- 1 Dok Sekretaris

ngunan kehutanan yang as-

piratif dari tingkat daerah

1. Rapat Koordinasi Teknis dan Pe- - Jumlah dokumen perencana 1 Judul Kasubbag Program

nyusunan Data Dasar an pembangunan kehutanan

yang aspiratif dan kompre-

hensif

- Jumlah data statistik kehutanan 1 Judul

(29)

3.

Sasaran strategis ketiga adalah

meningkatnya

kemantapan dalam

pengelolaan kawasan hutan sebagai dasar penyiapan prakondisi pengelolaan

sumber daya hutan dengan indikator kinerja adalah terkelolanya kawasan

hutan secara lestari pada tingkat tapak dalam unit-unit KPH.

No.

Sasaran Strategis

Indikator Kinerja

Target

1

2

3

4

1.

Mempertahankan PNBP dan PAD Kontribusi PSDH, DR, dan Retribusi Daerah

Bidang Kehutanan

dari pemanfaatan kawasan hutan & HH

PSDH (Rp)

3 M

DR (US $)

500rb

Retribusi (Rp)

250jt

Sasaran Strategis ini didukung dengan rencana kinerja outcome dan output

oleh Esselon III dan IV sebagai berikut :

PROGRAM DAN KEGIATAN

INDIKATOR KINERJA PROGRAM (OUTCOME) DAN KEGIATAN

(OUTPUT) TARGET

PENANGGUNG JAWAB

Perencanaan Tata Ruang Beroperasionalnya KPHP/ 1 Unit Kabid Pemolaan

KPHL yang sudah terbentuk

di Provinsi Kalsel

1. Sosialisasi batas kawasan - Jumlah lokasi yang masyarakat 2 Lokasi Kasi Pengukuhan &

hutan dan KPH nya faham mengenai batas ka- Penatagunaan Hutan

wasan hutan dan mengenai

KPH

2. Identifikasi Pemanfaatan - Jumlah lokasi kawasan hutan 4 Lokasi Kasi Pemanfaatan

Kawasan Hutan yang teridentifikasi Kawasan Hutan

- Jumlah judul rencana peman- 1 Judul

faatan hutan hasil adopsi in-

formasi di KPH Malang yg da-

pat diterapkan di Kalsel

(30)

Tata Batas IPHHK-HA/HT yang diketahui kondisi tata ba Perpetaan Hutan

tasnya

Pengendalian Pemanfaatan Ruang Bertambahnya panjang batas 30 KM Kabid Pemolaan

kawasan hutan yg memenuhi

standar

1. Pengamanan batas kawasan - Jumlah batas kawasan hutan 30 KM Kasi Pengukuhan &

hutan dalam KPH yang terpelihara Penatagunaan Hutan

- Jumlah tulisan mengenai pe- 1 Judul

rubahan fungsi kawasan hasil

adopsi informasi yg dapat di-

diterapkan di Kalsel

4.

Sasaran strategis keempat adalah mempertahankan PNBP dan PAD Bidang

Kehutanan dengan indikator kinerja adalah Kontribusi PSDH, DR, dan

Retribusi Daerah dari pemanfaatan kawasan hutan & hasil hutan.

No.

Sasaran Strategis

Indikator Kinerja

Target

1

2

3

4

1.

Meningkatnya Kemantapan dalam

Terkelolanya kawasan hutan secara lestari 1 Unit

Pengelolaan Kawasan Hutan Sebagai pada tingkat tapak dalam unit-unit KPH

Dasar Penyiapan Prakondisi Pengelol

aan Sumber Daya Hutan

Sasaran Strategis ini didukung dengan rencana kinerja outcome dan output

oleh Esselon III dan IV sebagai berikut :

PROGRAM DAN KEGIATAN

INDIKATOR KINERJA PROGRAM (OUTCOME) DAN KEGIATAN

(OUTPUT) TARGET

PENANGGUNG JAWAB

Pembinaan dan Penertiban Industri Terkendalinya RPBBI dan Pro- 36 Unit Kabid BPK

Hasil Hutan duksi IPHHK kapasitas produk-

(31)

1. Pengendalian peredaran hasil - Jumlah lokasi yang termonitor 12 Lokasi Kasi Peredaran

dan promosi hasil hutan peredaran hasil hutannya Hasil Hutan

- Jumlah stand pameran yang 1 unit

dapat menampilkan produk ha-

sil hutan Kalimantan Selatan

2. Pengendalian terhadap IPHHK - Jumlah IPHHK yang faham me- 36 Unit Kasi Pengolahan

dengan kapasitas produksi < 6.000 ngenai RPBBI Hasil Hutan

m3 / tahun

3. Pengendalian Kinerja Teknis Peng- - Jumlah IPHHK yang terevalua- 36 Unit Kasi Pengolahan olahan Hasil Hutan dengan kapasi- si dan dinailai kinerjanya Hasil Hutan tas produksi < 6.000 m3 / tahun - Jumlah IPHHK yang teruji ren- 36 Unit

demen produksinya

4. Pengendalian Industri Kehutanan - Jumlah lokasi pengolahan ka- 13 Lokasi Kasi Pengolahan dengan kapasitas produksi < 6.000 yu yang terinventarisir Hasil Hutan

m3 / tahun Jumlah judul tulisan tentang pe- 1 judul

manfaatan dan pengolahan

hutan rakyat di Jawa Timur yg

dapat dimanfaatkan

Terlayaninya penatausahaan 12 Bulan Kepala UPPHHBM

hasil hutan di wilayah Barito

Muara

1. monitoring peredaran hasil hutan - Persentase bulan termonitornya 100% Kasi Persediaan &

peredaran hasil hutan di pe- Peredaran Hasil

labuhan Trisakti Hutan Barito Muara

- Jumlah wilayah tujuan yg ter- 3 Provinsi

monitor keabsyahan dokumen

KO nya

- Jumlah wilayah asal kayu yang 2 Kab

termonitor keabsyahan doku-

men KB nya

2. monitoring dan pengujian legalitas - Persentase pelayanan peme- 100% Kasi Pengukuran &

hasil hutan riksaan dan pengukuran KB/KO Pengujian Hasil Hutan

di Industi dan barang bukti

- Persentase terlayaninya pem- 100%

berian saksi ahli pada instansi

(32)

- Jumlah wilayah yang terkon- 6 Lokasi

trol legalitas kayu bulatnya

Pemanfaatan Potensi Sumber Daya Mempertahankan fungsi eko- PSDH Rp. 3 M Kabid BPK Hutan nomi kawasan hutan & hasil DR 500 rb US $

hutan

1. monitoring dan evaluasi budidaya - Jumlah lokasi budidaya HHBK 12 Lokasi Kasi Perhutanan

HHBK yang termonitor Sosial

- Jumlah lokasi budidaya gaharu 15 Lokasi

yang termonitor

- Jumlah lokasi budidaya kalian- 5 Lokasi

dra dan lebah madu yang ter-

monitor

- Jumlah lokasi budidaya aren 2 Lokasi

dan kayu manis yg termonitor

2. Peningkatan Ekonomi Masyarakat - Jumlah lokasi yang terinventa 6 Lokasi Kasi Produksi & melalui pemanfaatan HHBK risir ijin usaha pemanfaatan Pungutan Hasil Hutan

HHBK nya

- Jumlah lokasi yang termonitor 6 Lokasi

pengembangan HHBK nya

- Jumlah tulisan terkait hasil pe- 1 Judul

ngembangan wawasan dan in-

formasi HHBK ke bali yg dapat

dimanfaatkan

3. pengembangan dan peningkatan - Jumlah koloni lebah madu yg 60 koloni Kasi Perhutanan

budidaya lebah madu dapat dimanfaatkan para pe- Sosial

tani

- Jumlah tanaman kaliandra yg 12.500 btg

ditanam sebagai sumber pa-

kan lebah

- Jumlah petani lebah madu yg 6 Orang

meningkat pemahamannya

Pembinaan dan Penertiban Industri Mempertahankan fungsi eko- PSDH Rp. 3 M Kabid BPK Hasil Hutan nomi kawasan hutan & hasil DR 500 rb US $

hutan

1. Pengawasan pengolahan HHBK - Jumlah lokasi yang termonitor 3 Lokasi Kasi Produksi &

(33)

- Jumlah lokasi yang bertambah 3 Lokasi

pemahamannya mengenai pe

ningkatan produksi lebah ma-

du

- Jumlah lokasi yang terinventa 3 Lokasi

risir indutri hasil hutan kayu-

nya

- Jumlah tulisan hasil adopsi 1 Judul

teknologi pengolahan produk

hasil hutan kayu di jawa timur

yang dapat dimanfaatkan

2. Optimalisasi Penerimaan PSDH, - Jumlah lokasi yang diperiksa 3 Lokasi Kasi Produksi &

DR dan PNT terkait keabsyahan laporan ta- Pungutan Hasil Hutan

hunan pembayaran iuran ke-

hutanan

- Jumlah lokasi yang diperiksa 3 Lokasi

terkait kebenaran pungutan

PSDH, DR dan PNT

- Jumlah data hasil perhitungan 4 Tri

pungutan/iuran kehutanan

3. Pengendalian pengusahaan hutan - Jumlah IUPHHK HA yang ke- 3 Unit Kasi Produksi &

giatan produksinya terkendali Pungutan Hasil Hutan

sesuai aturan

- Jumlah IUPHHK HT yang ke- 3 Unit

giatan produksinya terkendali

sesuai aturan

- Jumlah lokasi produksi kayu 3 Unit

rakyat yang termonitor

Perlindungan Konservasi Sumber Mempertahankan retribusi Retri 250 Kepala Tahura SA

Daya Alam daerah kawasan Tahura Sultan Juta

Adam

1. Pembangunan dan Pemeliharaan - Jumlah shelter yg dibuat dan 4 Unit Kasi Pemanfaatan

Sarpras Wisata dimanfaatkan pengunjung Tahura

Tahura SA

- Jumlah jalan yang terpelihara 1 Paket

Gambar

Tabel Realisasi capaian sasaran organisasi 2016 – 2021.
Tabel Realisasi anggaran setiap sasaran organisasi pada tahun 2016.

Referensi

Dokumen terkait

data uji organoleptik dianalisis menggunakan uji Anava Ganda (Two Way Anava) dan dilanjutkan dengan uji Duncan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh nyata

tukang pemel kelapa sawit selaku aktor untuk bisa bertahan hidup dengan melakukan berbagai strategi untuk memenuhi kebutuhan hidup. Aktor dipandang sebagai seseorang

5) Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Kebinamargaan, diarahkan pada penyediaan anggaran untuk membiayai pemeliharaan alat berat dalam rangka meningkatkan

Kajian tentang sifat dan perilaku gas; kinetika gas, energi, kalor dan kerja; energi dalam dan entalpi; arah proses dan konsep entropi; energi bebas dan hubungannya dengan

Sebuah sepeda Bosozoku khas disesuaikan biasanya terdiri dari sebuah sepeda jalan rata-rata Jepang yang muncul untuk menggabungkan unsur-unsur seorang Amerika helikopter sepeda

1) Akad pembiayaan mura&gt;bah}ah. 2) Bentuk perjanjian pembiayaan mura&gt;bah}ah pada kredit pemilikan rumah. 3) Klasifikasi permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan pembiayaan

MacHugh (1996) menyatakan jika terdapat dua spesies sapi yang tersebar diseluruh dunia yaitu spesies tidak berpunuk dari Eropa, Afrika Barat, dan Asia Utara yang disebut

1) Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi,