• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kartika et al, Inkuiri Terbimbing Vs Verifikasi 249

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kartika et al, Inkuiri Terbimbing Vs Verifikasi 249"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

INKUIRI TERBIMBING VS VERIFIKASI BERMAKNA TERHADAP HASIL BELAJAR

KOGNITIF

Guided Inquiry vs Meaningful Verification on Cognitive Learning Outcomes

Kartika1, Effendy2, Yahmin2

1,2,3Program Studi Pendidikan Kimia Pascasarjana-Universitas Negeri Malang Jalan Semarang 5 Malang 65145

e-mail korespondensi: tikadantian@gmail.com

ABSTRAK

Pemahaman siswa terhadap materi kimia ditunjukkan oleh hasil belajar kognitif. Siswa yang belum memahami materi kimia dengan baik akan memperoleh hasil belajar kognitif yang kurang baik, begitu juga sebaliknya. Banyak model pembelajaran inovatif yang disarankan untuk memudahkan siswa memahami materi kimia. Saat ini, model yang sering diterapkan dalam penelitian adalah inkuiri terbimbing. Meskipun sudah banyak model pembelajaran inovatif yang disarankan, namun sebagian besar guru masih menerapkan pembelajaran verifikasi. Pembelajaran verifikasi kurang mendukung siswa dalam memahami materi kimia dengan baik karena kurang melibatkan siswa. Pembelajaran yang kurang melibatkan siswa merupakan pembelajaran yang kurang bermakna. Dengan membuat verifikasi menjadi bermakna, diharapkan dapat memudahkan siswa memahami materi kimia seperti halnya inkuiri terbimbing. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk melihat perbedaan hasil belajar kognitif siswa menggunakan inkuiri terbimbing dan verifikasi bermakna, khususnya pada materi Larutan Penyangga. Penelitian ini menggunakan post tes only control group design. Penelitian ini dilakukan pada siswa Sekolah Menengah Kejuruan program Kimia Analisis. Hasil belajar kognitif siswa diukur menggunakan tes two tier sebanyak 16 item. Data hasil penelitian dianalisis menggunakan MANOVA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar kognitif siswa menggunakan inkuiri terbimbing dan verifikasi bermakna.

Kata Kunci: hasil belajar kognitif, inkuiri terbimbing, verifikasi bermakna

ABSTRACT

Student’s understanding on chemistry shown by cognitive learning outcome, and vice versa. There are so many innovative learning models have suggested to help students understand the chemistry. Currently, the guided inquiry model often applied in the research. Although many innovative learning models has suggested, but most teachers still using the verification learning. Verification learning didn’t support students to understand the chemistry well, because not engaging students much in the process. Learning will less meaningful if not engaged students in the process. By making meaningful verification, are expected to facilitate the students to understand the chemistry as well as guided inquiry. Therefore, it is necessary to do research to see differences of the cognitive learning outcome using the guided inquiry and meaningful verification, especially Buffer Solution. This study is using a posttest-only-control-group design. This research performed to Chemical Analysis program of Vocational High School’s students. Cognitive learning outcome was measured using 16 items of two-tier test. Data was analyzed using MANOVA. The results showed that there is differences of the students' cognitive learning outcome using the guided inquiry and meaningful verification.

Key words: cognitive learning outcome, guided inquiry, meaningful verification

Kimia merupakan salah satu mata pelajaran yang dianggap sulit oleh mayoritas siswa. Salah satu materi kimia yang dianggap sulit adalah Larutan Penyangga. Cardellini (2012) menyatakan bahwa kesulitan siswa dalam memahami konsep kimia sebagian besar dikarenakan model pembelajaran yang kurang mendukung. Selama ini, sudah banyak model pembelajaran inovatif yang disarankan untuk memudahkan siswa memahami materi kimia. Meskipun sudah banyak model pembelajaran inovatif yang disarankan, namun pembelajaran kimia masih sering menggunakan model pembelajaran verifikasi.

Hasil penelitian Abraham (2011) menunjukkan bahwa pembelajaran verifikasi kurang mendukung siswa dalam memahami konsep dengan baik. Pembelajaran verifikasi berpusat pada guru sehingga siswa menjadi pasif dan kurang berpikir. Selama 45 menit pembelajaran,

guru dapat mengucapkan 5000 kata tapi siswa hanya dapat menerima informasi sebanyak 10% (Cardellini, 2012). Sedikitnya informasi yang diterima siswa menyebabkan siswa kurang memahami konsep dengan baik. Siswa yang belum memahami konsep dengan baik akan memperoleh hasil belajar kognitif yang kurang baik. Dengan demikian, dibutuhkan model pembelajaran yang dapat melibatkan siswa agar pembelajaran menjadi bermakna sehingga siswa dapat memahami konsep kimia, khususnya materi Larutan Penyangga dengan baik.

Saat ini, model pembelajaran inovatif yang sering diterapkan untuk membantu siswa memahami konsep adalah inkuiri terbimbing. Aksela (2005) menyatakan bahwa model pembelajaran inkuiri (inkuiri terbimbing) terdiri atas tahap-tahap yang memungkinkan siswa lebih berperan aktif dalam proses belajar. Pembelajaran yang memungkinkan siswa lebih berperan aktif dapat

(2)

mendukung terjadinya stimulasi intelektual siswa (Effendy, 1985). Stimulasi intelektual dapat mendorong siswa mengembangkan kemampuan berpikirnya untuk menimbulkan rasa ingin tahu, mengonstruk pengetahuan, dan mengembangkan pengetahuannya.

Pembelajaran inkuiri terbimbing melibatkan siswa sehingga menjadikan pembelajaran lebih bermakna. Menurut Blanchard et al., (2010), pembelajaran yang melibatkan siswa dan siswa sendiri yang mengonstruk konsep, siswa akan lebih mudah memahami konsep dan akan tertanam lebih lama dalam memori siswa. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan Zawadzki (2010) bahwa inkuiri terbimbing dapat mengembangkan pemahaman konsep siswa karena pembelajaran berorientasi pada konstruksi konsep.

Meskipun sudah ada beberapa model pembelajaran yang bermakna bagi siswa, namun faktanya sebagian besar guru masih menggunakan model pembelajaran verifikasi. Mulyasa (2007) mengungkapkan alasan guru masih menggunakan model verifikasi karena guru dituntut untuk mampu menuntaskan materi kimia dalam waktu yang lebih singkat. Hal ini mengundang pemikiran peneliti untuk menjadikan verifikasi menjadi pembelajaran yang bermakna. Model verifikasi akan menjadi bermakna apabila ditambahkan beberapa tahap pembelajaran yang membantu siswa berperan lebih aktif.

Menurut Eileen (1984), pembelajaran dapat menjadi pembelajaran yang bermakna jika siswa terlibat aktif dalam pembelajaran, siswa memiliki konsep awal mengenai materi yang akan dipelajari dan mengaitkan konsep yang baru diterima dengan konsep awal mereka. Dengan demikian, dalam pembelajaran verifikasi ditambahkan tahap yang melibatkan siswa yaitu diskusi. Bruce (2007) menyatakan bahwa melalui diskusi dapat memperdalam pemahaman siswa terhadap konsep yang dipelajari. Diskusi dapat menambah interaksi antar siswa dan antara siswa dengan guru. Supaya konsep siswa semakin dalam, dapat ditambahkan tahap aplikasi yaitu memberi kesempatan kepada siswa untuk menggunakan konsep yang diperoleh terhadap latihan atau masalah. Tahap diskusi dan aplikasi menuntut siswa untuk menganalisis fakta atau masalah sehingga dapat membantu siswa memperdalam pemahamannya terhadap materi yang dipelajari. Tahap refleksi ditambahkan untuk membantu siswa mengaitkan konsep baru dengan konsep awal (Trianto, 2007) supaya konsep siswa semakin mendalam. Konsep awal siswa dapat diketahui di awal pembelajaran dengan cara menambahkan tahap orientasi.

Keefektifan model pembelajaran verifikasi bermakna dalam pembelajaran kimia dapat diketahui dengan cara membandingkan verifikasi bermakna dengan model pembelajaran yang lain. Penelitian ini memilih inkuiri terbimbing karena inkuiri terbimbing lebih sering diterapkan dalam penelitian untuk membantu siswa memahami materi kimia. Penelitian ini untuk melihat perbedaan hasil belajar kognitif siswa menggunakan inkuiri terbimbing dan verifikasi bermakna. Hasil penelitian ini akan menunjukkan model pembelajaran

mana yang lebih efektif digunakan dalam pembelajaran kimia, khususnya materi Larutan Penyangga.

METODE PENELITIAN

Inkuiri terbimbing yang diterapkan dalam penelitian ini mengikuti langkah yang dikemukakan oleh Hanson. Penelitian ini mengikuti langkah pembelajaran yang dikemukakan oleh Hanson karena pembelajaran Hanson dapat diterapkan pada sub materi yang tidak berbasis eksperimen, misalnya pada sub materi penentuan rumus untuk menghitung pH Larutan Penyangga. Langkah inkuiri terbimbing menurut Hanson (2005) terdiri dari tahap orientasi, eksplorasi, konstruksi konsep, aplikasi, dan penutup. Tahap orientasi: Peneliti membina suasana atau iklim pembelajaran yang responsif untuk menyiapkan siswa mengikuti pelajaran. Tahap eksplorasi: Siswa diberi kesempatan untuk melakukan pengamatan, membuat rancangan eksperimen, mengumpulkan data, meneliti, dan menganalisis data atau informasi, menyelidiki hubungan antara tujuan, hipotesis dan pertanyaan. Tahap konstruksi konsep: Guru menyediakan pertanyaan yang mendorong siswa untuk berpikir kritis dan analitis sehingga dapat membantu siswa membangun pemahaman tentang konsep yang sedang dipelajari. Tahap aplikasi: Siswa menggunakan pengetahuan barunya terhadap latihan, masalah atau situasi yang lain. Tahap penutup: Siswa merefleksi apa yang sudah mereka pelajari dan menilai bagaimana kinerja mereka.

Langkah pembelajaran verifikasi bermakna yang diterapkan dalam penelitian ini disusun oleh peneliti. Pembelajaran verifikasi bermakna merupakan modifikasi dari pembelajaran verifikasi. Modifikasi tersebut dengan cara menambahkan empat langkah pembelajaran, yaitu langkah orientasi, aplikasi, diskusi, dan refleksi. Langkah-langkah verifikasi bermakna terdiri dari orientasi, penjelasan, verifikasi, aplikasi, diskusi, refleksi, dan kesimpulan (penutup). Tahap orientasi: Guru membina suasana atau iklim pembelajaran yang responsif untuk menyiapkan siswa mengikuti pembelajaran. Tahap penjelasan: Guru menjelaskan konsep-konsep materi, menjelaskan prosedur kerja tahap demi tahap sampai siswa memahami prosedur kerja tersebut. Tahap verifikasi: Siswa melakukan pengamatan, mengumpulkan data, dan menganalisis data atau informasi sesuai dengan penjelasan guru dalam sebuah laporan, dan membuat kesimpulan. Tahap aplikasi: Siswa menggunakan pengetahuan barunya terhadap latihan, masalah atau situasi yang lain. Tahap diskusi: Setiap kelompok siswa menyampaikan hasil yang mereka peroleh dan meminta siswa dari kelompok lain menanggapi perbedaan hasil yang kemungkinan diperoleh. Tahap refleksi: Guru membantu siswa mengaitkan konsep awal siswa dengan konsep yang baru dan membuat kesimpulan. Tahap penutup: Guru membantu siswa membuat kesimpulan berdasarkan hasil eksperimen.

Penelitian ini menggunakan post tes only control group design. Penelitian ini dilaksanakan pada siswa

(3)

program Kimia Analisis di SMK N 7 Malang pada tahun 2015.

Populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas XI program Kimia Analisis (KA) yang terdiri atas tiga kelas, yaitu KA1, KA2, dan KA3. Sebelum menentukan sampel penelitian, seluruh siswa diberi tes kemampuan berpikir ilmiah. Tes kemampuan berpikir ilmiah dipilih karena menurut Oloyede (2012), kemampuan berpikir ilmiah berhubungan dengan kemampuan siswa memahami materi. Tes ini dilakukan untuk mencari kelas yang homogen supaya dapat meminimalisir pengaruh kemampuan berpikir ilmiah sebagai variabel moderat pada hasil penelitian. Berdasarkan data hasil tes kemampuan berpikir ilmiah, seluruh kelas merupakan kelas yang homogen sehingga seluruh kelas dapat dijadikan sampel penelitian. Sampel ditentukan dengan menggunakan teknik cluster random sampling. Kelas KA1 dan KA3 dijadikan sebagai sampel penelitian. Kelas KA1 dan KA3 masing-masing berjumlah 24 siswa. Pemilihan kelas eksperimen dan kelas kontrol dilakukan secara acak. Kelas KA1 sebagai kelas eksperimen, sedangkan kelas KA3 sebagai kelas kontrol. Kelas eksperimen diberi perlakuan model pembelajaran inkuiri terbimbing dan kelas kontrol diberi perlakuan model pembelajaran verifikasi bermakna.

Hasil belajar kognitif siswa diukur menggunakan tes two tier sebanyak 16 item. Soal tes hasil belajar kognitif terdiri atas pengertian Larutan Penyangga, gambaran mikroskopis Larutan Penyangga, sifat Larutan Penyangga, sifat Larutan Penyangga setelah ditambah sedikit asam kuat dan basa kuat, pH Larutan Penyangga, pembuatan Larutan Penyangga, dan kegunaan Larutan Penyangga.

Analisis statistik yang digunakan terdiri atas uji prasyarat dan uji hipotesis. Uji prasyarat terdiri atas uji homogenitas dan normalitas. Uji hipotesis dilakukan menggunakan MANOVA berbantuan SPSS 16,00 dengan taraf signifikansi 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kemampuan siswa memahami konsep Larutan Penyangga ditunjukkan oleh skor siswa pada tes hasil belajar kognitif. Skor rata-rata hasil belajar kognitif siswa yang dibelajarkan dengan inkuiri terbimbing dan verifikasi bermakna diberikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Belajar Kognitif Kelas Inkuiri Terbimbing dan Verifikasi Bermakna

Skor Hasil Belajar Kognitif

Model Pembelajaran Inkuiri terbimbing bermakna Verfikasi

Rata-rata 25,8 40

Standar Deviasi 10,7 11,9

Jumlah Siswa 24 24

Berdasarkan Tabel 1., diketahui bahwa rata-rata skor hasil belajar kognitif siswa yang dibelajarkan menggunakan verifikasi bermakna lebih tinggi

dibandingkan dengan siswa yang dibelajarkan menggunakan inkuiri terbimbing. Perbedaan hasil belajar kognitif siswa diuji MANOVA berbantuan SPSS 16,00 dengan taraf signifikansi 5%. Hasil uji MANOVA ditunjukkan oleh Tabel 2.

Tabel 2. Hasil uji MANOVA Kriteria

Pengujian F Hitung F Tabel

Sig. dependent variabel Sig H0 diterima apabila F hitung < F Tabel 19,059 1,98 0,000 0,05

H0 penelitian ini adalah tidak ada perbedaan hasil belajar kognitif siswa setelah dibelajarkan menggunakan inkuiri terbimbing dan verifikasi bermakna. Hasil uji MANOVA diperoleh nilai F hitung sebesar 19,059 dengan F tabel sebesar 1,98. Hasil uji MANOVA menunjukkan bahwa ada perbedaan hasil belajar kognitif siswa yang dibelajarkan menggunakan inkuiri terbimbing dan verifikasi bermakna pada materi Larutan Penyangga. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa verifikasi bermakna lebih efektif diterapkan pada materi Larutan Penyangga daripada inkuiri terbimbing.

Keefektifan ini dapat dijelaskan dari stimulasi intelektual yang diberikan pada siswa, pembelajaran yang melibatkan siswa, cara siswa memeroleh konsep, dan kebiasaan siswa terhadap model pembelajaran. Stimulasi intelektual yang diberikan pada siswa yang dibelajarkan dengan inkuiri terbimbing terjadi pada tahap orientasi, eksplorasi, konstruksi konsep, dan aplikasi. Tahap orientasi merupakan tahap awal pembelajaran. Siswa diberi stimulasi atau rangsangan untuk menimbulkan rasa ingin tahu siswa mengenai materi yang akan dipelajari pada tahap orientasi. Misalnya pada konsep sifat Larutan Penyangga diberikan pertanyaan “Ketika suatu larutan penyangga ditambahkan asam kuat, pH larutan akan naik atau turun?”. Stimulasi intelektual yang diberikan pada siswa pada tahap eksplorasi berupa video eksperimen dan pertanyaan-pertanyaan yang membimbing siswa. Stimulasi intelektual ini menuntut siswa untuk bisa mengonstruk konsep sendiri, sehingga pada tahap konstruksi konsep siswa bisa menyimpulkan dan membentuk konsep. Siswa diberi kesempatan pada tahap aplikasi untuk memperdalam dan mengembangkan pengetahuannya dengan cara menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan konsep yang baru mereka peroleh. Setiap tahap pembelajaran inkuiri terbimbing melibatkan siswa sehingga menjadikan pembelajaran lebih bermakna. Blanchard et al., (2010) menyatakan bahwa pembelajaran yang melibatkan siswa dan siswa sendiri yang mengonstruk konsep, siswa akan lebih mudah memahami konsep dan konsep tersebut akan tertanam lebih lama dalam memori siswa.

Pemerolehan konsep melalui pembelajaran inkuiri terbimbing dimulai dari hal konkrit berupa data hasil

(4)

eksperimen. Misalnya pada sifat Larutan Penyangga asam, siswa memperoleh data berupa Larutan Penyangga asam memerahkan kertas lakmus biru dan kertas lakmus merah tidak berubah warna. Melalui data konkrit tersebut siswa memperoleh konsep bahwa Larutan Penyangga asam bersifat asam, yang berarti di dalam larutannya banyak menghasilkan ion H+. Bruner dalam Sund & Trowbridge (1973) berpendapat bahwa siswa lebih mudah memahami informasi konkrit daripada informasi abstrak atau simbolik. Pemerolehan konsep yang dimulai dari hal konkrit inilah yang menyebabkan siswa mudah memahami konsep Larutan Penyangga. Apabila siswa mudah memahami konsep Larutan Penyangga, maka hasil belajar kognitif mereka akan lebih baik.

Stimulasi intelektual yang diberikan pada siswa yang dibelajarkan dengan verifikasi bermakna terjadi pada tahap orientasi, verifikasi, aplikasi, diskusi, dan refleksi. Tahap pembelajaran pada verifikasi bermakna lebih banyak memberikan stimulasi intelektual pada siswa daripada inkuiri terbimbing. Hal ini menyebabkan siswa yang dibelajarkan dengan verifikasi bermakna lebih mudah memahami konsep Larutan Penyangga. Tahap orientasi merupakan tahap awal pembelajaran, pada tahap ini siswa diberi stimulasi atau rangsangan untuk menimbulkan rasa ingin tahu siswa mengenai materi yang akan dipelajari. Stimulasi intelektual yang diberikan pada tahap verifikasi terjadi berkebalikan dengan inkuiri terbimbing.

Tahap verifikasi pada verifikasi bermakna memberikan kesempatan kepada siswa untuk membuktikan konsep yang diperolehnya sehingga konsep siswa semakin dalam. Tahap verifikasi pada penelitian ini berupa eksperimen, video eksperimen, dan data hasil eksperimen. Data-data yang ada kemudian dianalisis oleh siswa dengan bantuan peneliti. Data-data yang ada merupakan hal konkrit untuk membuktikan konsep abstrak yang diperoleh siswa pada tahap penjelasan. Sesuai dengan yang diungkapkan oleh Bruner dalam Sund & Trowbridge (1973) bahwa siswa lebih mudah memahami informasi konkrit daripada informasi abstrak atau simbolik. Siswa yang telah mendapat konsep abstrak kemudian diberikan informasi konkrit, menjadikan siswa akan lebih mudah memahami konsep dan menjadikan konsep yang diperolehnya semakin mendalam. Tahap aplikasi memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan pemahamannya dan mengaplikasikan konsep yang diperolehnya pada suatu permasalahan. Tahap diskusi memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dan bertukar pendapat sesama siswa dan dengan peneliti.

Stimulasi intelektual pada tahap refleksi berupa siswa menghubungkan konsep awal mereka dengan konsep yang baru diperoleh. Misalnya, pada konsep pengertian Larutan Penyangga asam. Konsep awal siswa diketahui pada tahap orientasi. Konsep awal siswa tentang Larutan Penyangga asam yaitu Larutan Penyangga asam adalah larutan yang mengandung asam lemah dan garam. Setelah diberi penjelasan lebih lanjut mengenai Larutan

Penyangga asam, pada tahap refleksi siswa diminta untuk menghubungkan konsep awal mereka dengan konsep baru bahwa Larutan Penyangga juga dapat dikatakan sebagai larutan yang mengandung asam lemah, basa konjugasi, dan pelarut.

Pembelajaran verifikasi bermakna juga banyak melibatkan siswa. Pembelajaran yang banyak melibatkan siswa menjadikan pembelajaran verifikasi lebih bermakna. Langkah pembelajaran verifikasi bermakna yang melibatkan siswa terdapat pada langkah orientasi, verifikasi, aplikasi, diskusi, refleksi, dan penutup. Pembelajaran seperti ini (verifikasi bermakna) mengakibatkan siswa mudah memahami konsep Larutan Penyangga.

Pemerolehan konsep siswa pada pembelajaran verifikasi bermakna dimulai dari konsep yang bersifat abstrak ke konkrit. Setelah peneliti menjelaskan konsep Larutan Penyangga, siswa akan membuktikan konsep tersebut melalui eksperimen, video eksperimen, atau data hasil eksperimen. Data-data hasil eksperimen dianalisis oleh siswa dengan bantuan peneliti. Data-data tersebut merupakan hal konkrit untuk membuktikan konsep abstrak yang diperoleh siswa pada langkah penjelasan. Siswa yang telah mendapatkan konsep abstrak kemudian diberikan informasi konkrit, mengakibatkan siswa lebih mudah memahami konsep dan menjadikan konsep yang diperoleh semakin mendalam.

Siswa memperoleh hasil belajar kognitif yang lebih tinggi pada pembelajaran verifikasi bermakna karena siswa sudah terbiasa dengan model pembelajaran verifikasi. Fakta ini dapat dilihat pada saat pembelajaran berlangsung. Siswa mengikuti pembelajaran verifikasi bermakna dengan baik. Sebaliknya, pada pembelajaran inkuiri terbimbing siswa mengatakan bahwa mereka bingung dengan proses pembelajaran yang diterapkan karena terlalu banyak pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam pembelajaran inkuiri terbimbing menyebabkan siswa terfokus pada pertanyaan saja, namun kesulitan menghubungkan antara pertanyaan yang satu dengan yang lain untuk mendapatkan kesimpulan. Akibatnya siswa tidak memahami materi yang mereka pelajari.

Pertanyaan yang banyak pada pembelajaran inkuiri terbimbing mengakibatkan siswa merasa bingung dan kesulitan memahami materi dapat dilihat pada jawaban siswa. Banyak siswa yang tidak bisa menjawab soal dengan benar pada subtopik yang membutuhkan banyak pertanyaan sebelum konstruksi konsep. Subtopik pembuatan Larutan Penyangga dan pengertian Larutan Penyangga masing-masing memiliki 10 dan 11 pertanyaan pada tahap eksplorasi. Sebanyak 92% siswa pada subtopik pembuatan Larutan Penyangga dan 98% siswa pada subtopik pengertian Larutan Penyangga tidak bisa menjawab dengan benar. Sebaliknya, banyak siswa yang bisa menjawab soal dengan benar pada subtopik yang sedikit pertanyaan pada tahap eksplorasi. Subtopik pH Larutan Penyangga memiliki delapan pertanyaan, sifat Larutan Penyangga memiliki enam pertanyaan, dan

(5)

kegunaan Larutan Penyangga memiliki enam pertanyaan. Sebanyak 59% siswa pada subtopik pH Larutan Penyangga, 64% siswa pada subtopik sifat Larutan Penyangga, dan 71% siswa pada subtopik kegunaan Larutan Penyangga tidak bisa menjawab dengan benar.

PENUTUP

Model pembelajaran verifikasi bermakna memberikan hasil belajar kognitif yang lebih tinggi daripada model pembelajaran inkuiri terbimbing pada materi Larutan Penyangga. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran verifikasi bermakna lebih efektif diterapkan pada materi Larutan Penyangga daripada inkuiri terbimbing. Hasil penelitian ini memberikan kemudahan bagi guru-guru yang dituntut untuk mampu menuntaskan materi kimia dalam waktu yang lebih singkat, yaitu dengan menggunakan verifikasi bermakna. Penelitian lebih lanjut tentang keefektifan verifikasi bermakna sangat diperlukan agar hasil penelitian lebih akurat. Penelitian ini hanya dilakukan pada satu materi kimia saja. Sebaiknya penelitian selanjutnya dilakukan dalam rentang waktu yang panjang dan pada beberapa materi kimia. Selain itu, pembelajaran verifikasi bermakna juga bisa dibandingkan dengan model pembelajaran yang lain sehingga dapat diketahui keefektifan masing-masing model pembelajaran.

DAFTAR RUJUKAN

Abraham, M.R. (2011). What Can Be Learned from Laboratory Activities? Revisiting 32 Years of Research. Journal of Chemical Education, 88, 1020-1025.

Aksela, M. (2005). Supporting Meaningful Chemistry Learning and Higher-order Thinking through Computer-Assisted Inquiry: A Design Research Approach. Unpublished dissertation. University of Helsinki Finland.

Blanchard, M.R., Southerland, S.A., Awad, B.R. & Granger, E. (2007). Assessment of Student Learning in a Laboratory Setting: A Quantitative

Study of Inquiry-based versus Traditional Science Teaching Methods, 1-29.

Bruce, C.D. (2007). Student Interaction in the Math Classroom: Stealing Ideas or Building Understanding. What Works? Research into Practice, 1-4.

Cardellini, L. (2012). Chemistry: Why the Subject is Difficult?. Educación Química, 1-6.

Effendy. (1985). Keefektifan Pengajaran Ilmu Kimia dengan Cara Inquiri Terbimbing dengan Cara Verivikasi Terhadap Perkembangan Intelek Serta Prestasi Belajar Mahasiswa IKIP Jurusan Pendidikan Kimia Tahun Pertama. Tesis tidak diterbitkan. Jakarta: Pascasarjana IKIP Jakarta. Eileen, B. (1984). Application of Ausubel's Theory of

Meaningful Verbal Learning to Curriculum, Teaching and Learning of Deaf Students. Document Resume, 108-128.

Hanson, D.M. (2005). Designing Process-Oriented Guided-Inquiry Activities. Pacific Crest, 1-6. Mulyasa, E. (2007). Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan, Suatu Panduan Praktis. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Oloyede, O.I. (2012). The Relationship between Acquisition of Science Process Skills, Formal Reasoning Ability and Chemistry Achievement. International Journal of African and African-American Studies, 8(1), 1-4.

Sund, R.B. & Trowbridge, L.W. (1973). Teaching Science by Inquiry in the Secondary School 2nd Ed. Ohio: A Beell & Howell Company.

Trianto. (2007). Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Konsep, Landasan Teoritis-Praktis dan Implementasinya. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.

Zawadzki, R. (2010). Is Process-Oriented Guided-Inquiry Learning (POGIL) Suitable as a Teaching Method in Thailand’s Higher Education?. Asian Journal Education & Learning, 1(2), 66-74.

Gambar

Tabel  1.  Hasil  Belajar  Kognitif  Kelas  Inkuiri  Terbimbing  dan  Verifikasi Bermakna

Referensi

Dokumen terkait

Comparison of the effect of the use of waste as a substitute for sand steel and as filler (filler) 28 days in the concrete matrix to the concrete compressive strength can

Metode Perkiraan Laju Aliran Puncak (Debit Air) sebagai Dasar Analisis Sistem Drainase di Daerah Aliran Sungai Wilayah Semarang Berbantuan SIG.. Yogyakarta: UII

Radikal bebas merupakan senyawa yang bersifat sangat reaktif dan memiliki pasangan elektron bebas, oleh karena itu diperlukan antioksidan yang bertujuan untuk

Setiap pengemudi kendaraan bermotor pada saat menjalankan / mengemudikan kendaraan bermotor di jalan tidak diijinkan melebihi kecepatan maksimum sebagaimana yang

Adanya perubahan- perubahan yang terjadi di dalam dirinya, seperti perubahan fisik,cara berfikir maupun bertindak menyebabkan mereka tidak dapat digolongkan sebagai anak-anak,

Dakwaan Jaksa Penuntut Umum tidak sesuai atau tidak relevan dengan perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa, karena unsur-unsur dari pasal yang didakwakan tidak

Untuk PDRB atas dasar harga konstan tidak terjadi hal yang sama, karena kondisi Triwulan I-2017 justru lebih rendah jika dibandingkan dengan Triwulan I-2016.. Nihilnya

PENGARUH KADAR SERAT PADA OLAHAN DODOL DENGAN PENAMBAHAN BUAH MENGKUDU1. ( Morinda citrifolia