• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODERNITAS SIKAP KEWIRAUSAHAAN PENGURUS KOPERASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MODERNITAS SIKAP KEWIRAUSAHAAN PENGURUS KOPERASI"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

(Studi Kasus pada Koperasi Karyawan di Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

Oleh:

Sihol Marito Pakpahan I34052337

DEPARTEMEN SAINS

KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

(2)

Cooperatives as a business entity, that given the image of a pillar of national economy, are challenged to be managed professionally. In general, the main problem still facing the cooperatives is the low professionalism of the managers.

This study aims to explain the modernity of entrepreneurial attitude of cooperative managers, and to explain the relationship between modernity of entrepreneurial attitude of cooperative managers with the cooperative's success. This research was carried out in Cibinong district, Bogor regency, West Java by using the census method that takes the entire population with the sampling frame is cooperation employees. Respondents were selected randomly as many as 3 people from each cooperative employee.

Data of characteristics respondents and modernity of entrepreneurial attitude presented in the form of frequency tabulation. Meanwhile, to know the relationship between modernity of entrepreneurial attitude of cooperative managers with the cooperative's success using Spearman Rank (rs or ρ) Correlation Test. The modernity of entrepreneurial attitude is measured consists of 8 variables: (1) precede of priorities; (2) taking risks; (3) innovativeness; (4) hard work; (5) appreciation for the time; (6) achievement motivation; (7) self-confidence; and (8) individual responsibility. Whereas, the variable of cooperative's success is measured over the two indicators, there are the number of cooperative's members and the rest of the business (“sisa hasil usaha/SHU”).

This study found that respondents generally have a modern view of the eight themes of entrepreneurial attitude. When observed on each theme being, there is a tendency of respondents who have no modern attitudes, especially in the second theme ( "risk taking"). While the theme of most modern attitude of the respondents owned is on the first theme ( " achievement motivation ").

Through using Spearman Rank Correlation Test is known that the variable of modernity of entrepreneurial attitude has no correlation with the cooperative's success. Compute rs values obtained are smaller than rs table, which means

(3)

modernity can be owned by each board committee is no exception in the cooperative does not succeed.

Thus, the cooperative's success is measured by the number of cooperative's members and the rest of the business (“sisa hasil usaha/SHU”), not entirely influenced by entrepreneurial attitude of managers. However, more determined by external factors such as mutation of employees, employee rotation, the period of retirement, the layoffs and other things that cause the cooperative does not succeed. In turn, these conditions would cause the cooperatives decreasing in the rest of the business (“sisa hasil usaha/SHU”).

(4)

SIHOL MARITO PAKPAHAN. MODERNITAS SIKAP KEWIRAUSAHAAN PENGURUS KOPERASI : Studi Kasus pada Koperasi Karyawan di Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. (Di bawah bimbingan NURAINI W. PRASODJO).

Koperasi merupakan salah satu bentuk organisasi ekonomi yang mendapatkan perhatian pemerintah. Sebagai badan usaha yang diberi citra menjadi sokoguru perekonomian nasional, koperasi ditantang untuk dikelola secara professional. Secara umum masalah utama yang masih dihadapi koperasi adalah rendahnya profesionalisme pengelolanya.

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan modernitas sikap kewirausahaan pengurus koperasi, serta menjelaskan hubungan antara modernitas sikap kewirausahaan pengurus koperasi dengan keberhasilan koperasi. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dengan menggunakan metode sensus yakni mengambil seluruh populasi koperasi dengan kerangka sampling yaitu koperasi karyawan. Responden dipilih secara acak sebanyak 3 orang dari masing-masing koperasi karyawan.

Data tentang karakteristik responden dan modernitas sikap kewirausahaan disajikan dalam bentuk tabulasi frekuensi. Sedangkan, untuk mengetahui hubungan modernitas sikap kewirausahaan pengurus koperasi dengan keberhasilan koperasi menggunakan Uji Korelasi Rank Spearman. Adapun modernitas sikap kewirausahaan yang diukur terdiri dari 8 indikator, yaitu : (1) mengutamakan prioritas, (2) pengambilan resiko, (3) keinovatifan, (4) sikap terhadap kerja, (5) penghargaan terhadap waktu, (6) motivasi berprestasi, (7)

(5)

dari dua indikator yakni jumlah anggota dan sisa hasil usaha (SHU).

Hasil penelitian ini menemukan bahwa secara umum responden memiliki pandangan yang modern terhadap ke delapan tema sikap. Apabila diamati pada masing-masing tema sikap, masih ada kecenderungan responden yang memiliki sikap-sikap tidak modern, khususnya pada tema sikap kedua (”pengambilan resiko”). Sedangkan tema sikap yang paling modern yang dimiliki responden adalah tema kesatu (”mengutamakan prioritas”).

Melalui Uji Koefisien Korelasi Rank Spearman (rs/ρ) diketahui bahwa variabel modernitas sikap kewirausahaan pengurus tidak memiliki korelasi dengan keberhasilan koperasi. Diperoleh nilai ρhitung yang lebih kecil dibandingkan

ρtabel, yang artinya modernitas sikap kewirausahaan pengurus tidak berhubungan

dengan keberhasilan koperasi karyawan. Dengan hasil uji ρ tersebut menunjukkan bahwa pandangan modernitas dapat dimiliki oleh setiap pengurus tidak terkecuali pengurus di koperasi tidak berhasil.

Dengan demikian, keberhasilan koperasi yang diukur dari banyaknya jumlah anggota yang berpartisipasi dan perkembangan SHU, tidak sepenuhnya dipengaruhi oleh sikap kewirausahaan pengurus. Akan tetapi, lebih ditentukan oleh faktor eksternal seperti mutasi pegawai, rotasi pegawai, periode pensiun, adanya PHK dan hal lain yang menyebabkan koperasi dikatakan tidak berhasil. Pada gilirannya kondisi tersebut, akan menyebabkan koperasi mengalami penurunan sisa hasil usaha (SHU).

(6)

(Studi Kasus pada Koperasi Karyawan di Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

Oleh:

SIHOL MARITO PAKPAHAN I34052337

Skripsi

Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada

Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Januari, 2010

(7)

Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang disusun oleh

Nama : Sihol Marito Pakpahan

NRP : I34052337

Departemen : Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Judul Skripsi : Modernitas Sikap Kewirausahaan Pengurus Koperasi

(Studi Kasus pada Koperasi Karyawan di Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Ir. Nuraini W. Prasodjo, MS 19630531 199103 2 002

Mengetahui,

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Ketua

Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS 19550630 198103 1 003

(8)

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “MODERNITAS SIKAP KEWIRAUSAHAAN PENGURUS KOPERASI (Studi Kasus Pada Koperasi Karyawan di Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN

TINGGI MANA PUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR

AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, Januari 2010

Sihol Marito Pakpahan I34052337

(9)

Penulis lahir di Bogor, 8 Desember 1986 sebagai anak ke empat dari lima bersaudara pasangan Bpk P. Pakpahan dan Ibu L. Sinaga. Penulis menyelesaikan sekolah menengah atas pada SMU Negeri 3 Bogor pada tahun 2005. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswi Program Studi Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB. Selama menjadi mahasiswi penulis aktif dalam kegiatan kemahasiswaan. Penulis juga pernah aktif dalam kegiatan asistensi menjadi Asisten M.K Dasar-dasar Komunikasi selama empat semester dan Asisten M.K Komunikasi Bisnis selama satu semester.

(10)

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Bapa di Sorga atas segala kasih-Nya yang begitu besar memberikan kekuatan dan kesabaran kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Modernitas Sikap Kewirausahaan Pengurus Koperasi (Studi Kasus Koperasi Karyawan di Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat). Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Ir. Nuraini W. Prasodjo, MS selaku dosen pembimbing skripsi atas saran-saran, bimbingan, dan kritiknya selama proses penulisan proposal, penelitian dan penulisan laporan.

2. Seluruh pihak, Bapak maupun Ibu, pengurus koperasi pegawai dinas maupun perusahaan atas kesediaan waktu dan tempat selama proses pencarian data di lapangan

3. Bapak dan Mama, yang terkasih, atas doa, kesabaran, kritik dan saran yang diberikan tiada henti untuk keberhasilan studi anak-anaknya

4. Kakak-kakak ku yang terkasih, Kapas dan adik Riris yang selalu memberikan doa dan dorongan kepada penulis

5. Dimas, my best friend, thanks for the spirit dan kesabarannya membantu selama studi

6. Anyes, Tari, Indah, Nando, TB, Maria, Virgin, Lalu, Wagner, Puty, Kokoe, Nita, Siti Hani atas doa, dorongan, kritik dan saran selama penelusuran bahan skripsi

7. Anda, terima kasih untuk bisa memberikan bantuan fasilitas laptopnya sehingga penulis dapat mengetik bahan skripsi

8. Rekan-rekan KPM 42 yang terkasih yang tidak dapat disebutkan satu per satu tetapi kalian akan selalu di hati

9. semua pihak yang selalu memberikan semangat langsung maupun tidak langsung kepada penulis. Terima kasih

Akhir kata, penulis mengharapkan semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak yang memerlukan.

(11)

i

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv DAFTAR LAMPIRAN ... v BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Perumusan Masalah ... 2 1.3 Tujuan Penelitian ... 3 1.4 Kegunaan Penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian tentang Sikap dan Perilaku ... 4

2.2 Kajian Tentang Keberhasilan Koperasi ... 11

2.3 Ikhtisar ... 16

2.4 Kerangka Pemikiran ... 17

2.5 Hipotesis ... 18

2.6 Definisi Konsep dan Definisi Operasional ... 19

BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 22

3.2 Metode Penelitian ... 22

3.3 Penentuan Objek Kajian dan Responden penelitian ... 23

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 23

3.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 24

(12)

ii

4.1 Koperasi di Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat .... 29

4.2 Koperasi Karyawan di Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor ... 33

4.3 Karakteristik Responden ... 39

BAB V MODERNITAS SIKAP KEWIRAUSAHAAN PENGURUS KOPERASI KARYAWAN KECAMATAN CIBINONG KABUPATEN BOGOR ... 45

BAB VI HUBUNGAN MODERNITAS SIKAP KEWIRAUSAHAAN PENGURUS KOPERASI KARYAWAN KECAMATAN CIBINONG DENGAN KEBERHASILAN KOPERASI ... 56

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan ... 60

8.2 Saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA ... 63

(13)

iii

Nomor Halaman

Teks

Tabel 1. Data Jumlah Koperasi Berdasarkan Tingkat Kesehatan Koperasi Pada Tahun 2003 sampai dengan 2007 di Kecamatan Cibinong,

Bogor. ... 2

Tabel 2. Daftar Nama Kecamatan Berdasarkan Wilayahnya di Kabupaten Bogor. ... 29

Tabel 3. Sebaran Koperasi menurut Jenisnya di Masing-Masing Wilayah di Kabupaten Bogor ... 30

Tabel 4. Penyebaran Koperasi menurut Jenisnya di Kabupaten Bogor Bagian Tengah ... 31

Tabel 5. Koperasi Karyawan yang Masih Aktif di Kecamatan Cibinong, Bogor ... 35

Tabel 6. Sebaran Responden menurut Jenis Kelamin dan Jabatan di Koperasi Karyawan Kecamatan, Cibinong (dalam absolut dan persentase, 2009) ... 40

Tabel 7. Responden menurut Lama Kepengurusan di Koperasi ... 41

Tabel 8. Responden menurut Usia ... 42

Tabel 9. Responden menurut Pekerjaannya ... 42

Tabel 10. Responden menurut Pendidikan Formal ... 43

Tabel 11. Sebaran Responden menurut Pendidikan Informal yang Pernah Diikuti Berkaitan dengan Bidang Koperasi dan Pendidikan Formal di Koperasi Karyawan Kecamatan, Cibinong (dalam absolut dan persentase, 2009). ... 44

Tabel 12. Sebaran Skor Modernitas Rata-Rata Responden Berdasarkan Tema Sikap Kewirausahaan, di Kecamatan Cibinong (2009)... 45

Tabel 13. Sebaran Responden menurut Kategori Koperasi dan Kategori Modernitas Pengurus Koperasi di Koperasi Karyawan Kecamatan, Cibinong (dalam absolut dan persentase, 2009) ... 54

(14)

iv

Nomor Halaman

Teks

Gambar 1. Ajzen and Fishbein : Theory of Reasoned Action (Baron, 2003) .... 6 Gambar 2. Perangkat Organisasi Koperasi ... 12 Gambar 3. Kerangka Pemikiran Modernitas Sikap Kewirausahaan Pengurus

Koperasi ... 18 Gambar 4. Contoh Tabel Pengisian Uji Koefisien Korelasi Rank Spearman .. 26 Gambar 5. Penyebaran Koperasi Karyawan di Wilayah Kabupaten Bogor

Bagian Tengah ... 32 Gambar 6. Penyebaran Jenis Koperasi di Kecamatan Cibinong, Bogor ... 34 Gambar 7. Tingkat Modernitas Pandangan Kewirausahaan pada Pengurus di

Koperasi yang Berhasil dan Pengurus di Koperasi yang Tidak

(15)

v

Nomor Halaman

Judul

Lampiran 1. Data Koperasi di Wilayah Kecamatan Cibinong menurut Perhitungan Sisa Hasil Usaha dan Jumlah Anggota serta Kategori Koperasi ... 66 Lampiran 2. Perhitungan Skor Modernitas Masing-Masing Tema ... 67 Lampiran 3. Perhitungan Uji Koefisien Korelasi Rank Spearman ... 74 Lampiran 4. Daftar Pertanyaan Penelitian Modernitas Sikap

(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan koperasi di Indonesia merupakan bagian dari usaha pembangunan nasional secara keseluruhan. Koperasi dibangun untuk menciptakan usaha dan pelayanan dengan azas kekeluargaan. Koperasi merupakan salah satu bentuk organisasi ekonomi yang mendapatkan perhatian pemerintah. Sebagai badan usaha yang diberi citra menjadi sokoguru perekonomian nasional, koperasi ditantang untuk dikelola secara professional. Atas dasar itulah kemudian lahir berbagai penafsiran bagaimana harus mengembangkan koperasi. Berbagai peraturan perundangan yang mengatur koperasi dilahirkan dengan maksud mempercepat pengenalan koperasi dan memberikan arah bagi pengembangan koperasi serta dukungan/perlindungan yang diperlukan (Brodjosaputro, 1989)

Menurut Menteri Negara KUKM, Suryadharma Ali, pada tahun 2008 koperasi di seluruh Indonesia tumbuh mencapai angka 149.793 unit atau tumbuh sebanyak 119 koperasi primer dan tujuh koperasi sekunder. Dari hasil pengklasifikasian koperasi, jumlah koperasi berkualitas pada 2008 mencapai 42.267 koperasi. Sebelumnya, pada 2007 koperasi berkualitas hanya berjumlah 41.381 unit. Pada periode 2007-2008 ada peningkatan jumlah koperasi berkualitas sebanyak 886 unit atau 2,14 persen. Namun demikian terdapat beberapa koperasi yang masih berada pada kategori koperasi yang cukup sehat, kurang sehat bahkan tidak sehat. Di Kabupaten Bogor, jumlah unit koperasi sehat lebih sedikit dibandingkan koperasi cukup dan kurang sehat (Tabel 1).

Pada umumnya kinerja koperasi masih jauh dari memuaskan. Bahkan pandangan masyarakat Indonesia secara umum terhadap koperasi tidak terlalu positif. Menurut Sukamdiyo (2002), banyak koperasi menjadi kolaps, ditinggalkan anggotanya karena berbagai sebab di antaranya perilaku pengurus koperasi banyak yang menyimpang dalam mengelola koperasi. Sedangkan, Sopanah (2009), menyebutkan jumlah Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang meningkat belum diimbangi dengan perkembangan kualitas

(17)

Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (KUMKM). Hal tersebut disebabkan oleh karena beberapa KUMKM yang masih menghadapi permasalahan klasik yaitu rendahnya produktivitas. Keadaan ini secara langsung berkaitan dengan: (a) rendahnya kualitas sumber daya manusia khususnya dalam manajemen, organisasi, teknologi, dan pemasaran; (b) lemahnya kompetensi kewirausahaan; (c) terbatasnya kapasitas UMKM untuk mengakses permodalan, informasi teknologi dan pasar, serta faktor produksi lainnya.

Tabel 1. Data Jumlah Koperasi Berdasarkan Tingkat Kesehatan Koperasi pada tahun 2003 sampai dengan 2007 di Kecamatan Cibinong, Bogor.

Tingkat Kesehatan KSP/USP 2003 2004 2005 2006 2007 Total Sehat 42 44 62 46 83 277 Cukup Sehat 128 106 89 70 133 526 Kurang Sehat 84 38 27 19 32 200 Tidak Sehat 41 15 8 5 2 71 Total 295 203 186 140 250 1074

Sumber : Dinas Perindagkop (2008)

Keterangan : KSP kepanjangan dari Koperasi Simpan Pinjam dan USP kepanjangan dari Unit Simpan Pinjam

Dari masalah-masalah yang dihadapi koperasi di atas, dapat disimpulkan bahwa secara umum masalah utama yang masih dihadapi koperasi adalah rendahnya profesionalisme pengelolanya ataupun sikap kewirausahaan para pengurusnya. Penelitian ini bermaksud memetakan bagaimana sikap kewirausahaan para pengurus koperasi dan sekaligus menguji apakah keberhasilan koperasi berkaitan dengan sikap kewirausahaan pengurusnya.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut dapat digambarkan bahwa kinerja koperasi masih lemah sehingga banyak pandangan negatif terhadap bentuk usaha bersama koperasi. Sebagian kalangan menduga akar masalah kelemahan koperasi tersebut terletak pada kualitas sumber daya manusianya. Dengan demikian untuk mengkaji lebih dalam akar masalah lemahnya koperasi, penelitian ini bermaksud untuk mengkaji hal berikut:

(18)

2. Adakah hubungan antara modernitas sikap kewiruasahaan pengurus dengan keberhasilan koperasi?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menjelaskan modernitas sikap kewirausahaan pengurus koperasi

2. Menjelaskan hubungan antara modernitas sikap kewirausahaan pengurus koperasi dengan keberhasilan koperasi

1.4 Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pihak-pihak yang terkait, khususnya bagi:

1. Peneliti, merupakan sarana untuk menerapkan ilmu yang telah diperoleh dengan melihat fenomena praktis yang terjadi di lapangan.

2. Kalangan akademisi, berguna sebagai bahan kajian/ penelitian lebih lanjut dengan topik yang sama

3. Instansi yang terkait, dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam upaya mengembangkan sikap kewirausahaan pengurus koperasi dalam rangka pengembangan koperasi

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian tentang Sikap dan Perilaku

Menurut Callhoun dan Joan (1995), sikap adalah sekelompok keyakinan dan perasaan yang melekat tentang obyek tertentu, dan kecenderungan untuk bertindak terhadap obyek tersebut dengan cara-cara tertentu. Selanjutnya menurut Allport (Sears, 2004), sikap adalah keadaan mental dan syaraf dari kesiapan, yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah terhadap respon individu pada semua obyek dan situasi yang berkaitan dengannya..

Rakhmat (2001) menyatakan bahwa sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir dan merasa dalam menghadapi obyek, ide, situasi atau nilai. Sikap mempunyai daya pendorong atau motivasi dan mengandung aspek evaluatif. Sikap dapat bersifat positif dan negatif. Pada sikap positif kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, dan mengharapkan pada obyek tertentu. Sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, dan tidak menyukai pada obyek tertentu (Sarwono, 2002).

Sikap manusia bukan merupakan suatu bawaan akan tetapi sesuatu yang dipelajari. Sikap seseorang tidak selamanya tetap. Oleh karena itu, sikap lebih mudah dibentuk, dikembangkan, dipengaruhi dan diubah. Sikap timbul karena adanya stimulus. Pembentukan dan perubahan sikap selain dipengaruhi oleh diri individu itu sendiri dan lingkungannya, juga dipengaruhi oleh proses belajar. Ia dapat berkembang manakala mendapat pengaruh, baik dari dalam maupun dari luar yang positif dan mengesankan.

Azwar (2003) menyatakan bahwa sikap sosial terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami oleh individu. Dalam interaksi sosialnya, individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai obyek psikologis yang dihadapinya. Di antara berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media

(20)

massa, institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama, serta faktor emosi dalam diri individu.

Konsep sikap berbeda dengan konsep perilaku, perilaku merupakan cara bertindak yang menunjukkan tingkah laku seseorang. Menurut Walgito (Azwar, 2003), perilaku yang dilakukan oleh seseorang disebut sebagai perilaku yang tampak (overt behavior). Unsur-unsur perilaku yang tampak berupa tingkah laku yang nyata (action). Perilaku juga dapat dikaitkan sebagai reaksi yang terjadi karena adanya stimulus atau interaksi antara individu dengan lingkungannya dan benar-benar dilakukan seseorang dalam bentuk tindakan.

Teori yang berpengaruh dan dianut para ahli hingga saat ini dalam menjelaskan model hubungan antara sikap dan perilaku dikemukakan oleh Ajzen dan Fishbein (1980) yakni Teori tindakan yang beralasan (theory of reasoned action). Teori ini menyatakan bahwa keputusan untuk menampilkan tingkah laku tertentu adalah hasil dari proses rasional yang diarahkan pada suatu tujuan tertentu dan mengikuti urut-urutan berfikir. Pilihan tingkah laku dipertimbangkan, konsekuensi dan hasil dari setiap tingkah laku dievaluasi, dan dibuat sebuah keputusan apakah akan bertindak atau tidak. Kemudian keputusan itu direfleksikan dalam tujuan tingkah laku.

Berdasarkan teori ini, intensi (niat untuk melakukan suatu perbuatan) pada gilirannya ditentukan oleh dua faktor, pertama yaitu sikap terhadap tingkah laku, evaluasi positif atau negatif dari tingkah laku yang ditampilkan. Kedua, norma subjektif yakni persepsi orang apakah orang lain akan menyetujui atau menolak tingkah laku tersebut. Semakin positif sikap seseorang terhadap suatu obyek, semakin positif konsekuensi yang diterima, dan semakin didukung oleh norma subyektif maka semakin besar intensi untuk berperilaku. Sebaliknya, semakin negatif sikap seseorang dan semakin positif konsekuensi yang diterima disertai dengan tidak didukung oleh norma subyektif, semakin kecil intensi berperilaku.

(21)

Model hubungan sikap-tingkah laku dari Ajzen dan Fishbein (1980) dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 1. Ajzen and Fishbein theory of reasoned action (Baron, 2003)

Kajian tentang Kewirausahaan

Dalam kaitannya dengan kewirausahaan, Peter F. Drucker (Kasmir, 2006) mengatakan bahwa kewirausahaan merupakan kemampuan dalam menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda. Sementara Zimmerer (Kasmir, 2006) mengartikan kewirausahaan sebagai suatu proses penerapan dan menemukan peluang untuk memperbaiki kehidupan (usaha). Kemampuan berwirausaha mendorong minat seseorang untuk mendirikan dan mengelola usaha secara profesional. Dalam bidang psikologi wirausaha, terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan berwirausaha yang berfokus kepada karakteristik (ciri-ciri) kepribadian individu seperti : Locus of control, pengambilan resiko, motivasi akan prestasi, gaya penyelesaian masalah, keinovatifan, persepsi dan nilai kerja.

Meiner, et al (1980) mengemukakan bahwa ada lima ciri utama kewirausahaan yaitu: a) self achievement, yaitu keinginan untuk selalu memiliki prestasi yang lebih baik; b) risk taking, yaitu kemampuan mengambil resiko tertentu demi mempercepat pencapaian tujuan; c) feedback of result, yaitu keinginan untuk segera mendapatkan umpan balik dari apa yang telah dikerjakan; d) personal innovation, yakni sikap yang ingin selalu berorientasi ke arah perbaikan dan kemajuan; dan e) planning for the future, yakni sikap untuk bertindak berdasarkan rencana yang telah disusun terlebih dahulu.

Menurut Ibnoe Soedjono kemampuan kewirausahaan merupakan fungsi dari perilaku kewirausahaan dalam mengkombinasikan kreativitas, inovasi, kerja

Sikap terhadap tingkah laku tertentu Norma-norma subyektif Intensi tingkah laku Tingkah laku yang tampak

(22)

keras dan keberanian menghadapi resiko untuk memperoleh peluang. Menurut Kasmir (2006) berwirausaha tidak selalu memberikan hasil yang sesuai dengan harapan dan keinginan pengusaha. Tidak sedikit pengusaha yang mengalami kerugian dan akhirnya bangkrut. Namun, banyak juga wirausahawan yang berhasil untuk beberapa generasi. Bahkan banyak pengusaha yang semula hidup sederhana menjadi sukses dengan ketekunannya. Berikut ini beberapa ciri wirausahawan yang dikatakan berhasil:

1 memiliki visi dan tujuan yang jelas 2 inisiatif dan selalu proaktif

3 berorientasi pada prestasi 4 berani mengambil risiko 5 kerja keras

6 bertanggung jawab terhadap segala aktivitas yang dijalankannya, baik sekarang maupun yang akan datang

7 komitmen pada berbagai pihak merupakan ciri yang harus dipegang teguh dan harus ditepati

8 mengembangkan dan memelihara hubungan baik dengan berbagai pihak, baik yang berhubungan langsung dengan usaha yang dijalankannya maupun tidak.

McClelland (1984) menjelaskan bahwa need of achievement (n Ach) adalah salah satu bagian dari dorongan ke arah pertumbuhan ekonomi yakni bagian yang dapat diidentifikasi dan diukur. Pada suatu eksperimennya, seorang pengusaha menjadi senang bekerja keras atau rajin tidak semata-mata menunjuk atau memperhatikan laba saja. Motif prestasi yang tinggi lebih banyak didorong oleh keinginan untuk mencari cara-cara yang lebih baik dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. Bahkan pada masa revolusi industri berlangsung orang-orang Arab tidak menaruh perhatian pada kultur mesin yang sedang dikembangkan oleh orang-orang Eropa. Akan tetapi, perbaikan motivasi menyebabkan perubahan-perubahan teknologi diterima secara cepat. Dengan demikian, keyakinan akan keunggulan seseorang menyebabkan virus n Ach ini dapat mempercepat tingkat pertumbuhan ekonomi secara lebih langsung.

McClelland (1984) mengemukakan bahwa masyarakat yang mempunyai motivasi prestasi yang tinggi akan menghasilkan wiraswastawan yang energik.

(23)

Motif berprestasi (n-Ach) bukan satu-satunya faktor modernisasi, tetapi n-Ach hanyalah salah satu unsur yang penting. Pendeknya ia menyebutkan bahwa dorongan modernisasi secara ideal dalam istilah psikologis nampaknya sebagaimana terdiri dari pribadi n-Ach dan sebagian lagi terdiri dari lingkungan sosial, yakni kesejahteraan orang lain secara umum.

Adapun keterkaitan tingkat motif berprestasi dengan sikap wiraswasta adalah tampilan dalam ciri-ciri sebagai berikut (McClelland, 1984):

1. Menanggung risiko yang sedang

Perilaku orang yang mempunyai nilai motif berprestasi yang tinggi adalah memilih cara yang sangat mungkin untuk mencapai kepuasan prestasi, yakni dengan mengambil risiko yang sedang. Hal ini dilakukan melalui kemampuan/ keterampilan yang dimilikinya, dan tidak berspekulasi terhadap keadaan seperti pedagang tradisional yang tidak mau menanggung risiko/penjudi yang ekstrim dalam mengambil risiko atau tidak adanya suatu kepastian kapan akan berhasil.

2. Mempunyai rasa tanggung jawab pribadi

Seseorang yang mempunyai nilai motif berprestasi yang tinggi nampak tidak memerlukan penghargaan/ pengakuan dari umum terhadap kesuksesan yang telah dicapainya. Pekerjaan mempunyai nilai untuk dirinya, sehingga dapat meyakinkan bahwa dirinya mampu melakukan pekerjaan tersebut. Dengan kata lain, mereka bekerja membutuhkan berbagai ukuran bagaimana bekerja yang baik, dan bagaimana seharusnya mereka membuat keputusan terhadap apa yang akan dikerjakan.

3. Mengetahui hasil tindakan

Seseorang yang mempunyai nilai motif berprestasi yang tinggi dalam melakukan suatu tindakan akan berpaling pada pengalaman yang telah dilalui, dan dijadikan umpan balik untuk melakukan tindakan yang lebih baik. Tindakan yang membangun tidak selalu dilakukan pada saat ada kesempatan untuk melihat secara obyektif bagaimana mereka dapat mengerjakannya dengan baik. Dengan demikian hasil tindakan diketahui dengan memanfaatkan umpan balik yang nyata dari pengalaman yang ada dan akan melakukan peranannya sebagai usahawan yang baik.

(24)

4. Kemampuan membuat rencana jangka panjang dan mengorganisir kegiatan manusia dalam perusahaan. Kemampuan berpikir jauh ke depan merupakan ciri-ciri orang yang mempunyai nilai motivasi prestasi yang tinggi, sehingga merasa dikejar waktu dan mempunyai kemampuan untuk mengorganisir kegiatan manusia dalam perusahaan secara efisien.

Menurut Inkeles (1984), tanda-tanda yang khas dari orang yang modern ada dua macam: yang satu merupakan ciri dalam dan yang lainnya merupakan ciri luar; yang satu mengenai lingkungan alam, yang lainnya mengenai sikap, nilai-nilai dan perasaan-perasaan. Ia menyebutkan bahwa manusia modern memiliki sifat:

1. bersedia untuk menerima pengalaman-pengalaman yang baru dan terbuka bagi pembaharuan dan perubahan (inovatif)

2. demokratis mengenai dunia opini, bahwa ia sadar akan keragaman sikap dan opini disekitarnya, dan tidak menutup dirinya sendiri

3. tepat pada waktunya, teratur dalam mengorganisir urusannya 4. menginginkan dan terlibat dalam perencanaan serta organisasi dan

menganggapnya sebagai sesuatu yang wajar 5. yakin bahwa orang dapat belajar

6. yakin bahwa keadaan dapat diperhitungkan dan dikendalikan 7. menghargai orang lain, sadar akan harga diri orang lain

8. berpikir maju terhadap teknologi, percaya terhadap perkembangan ilmu dan teknologi

9. adil, orang modern percaya akan keadilan dalam pembagian

Seseorang modern apabila ia mempunyai kesanggupan untuk membentuk dan mempunyai pendapat mengenai sejumlah persoalan-persoalan yang tidak saja timbul di sekitarnya, tetapi juga di luarnya. Tingkat kemodernan menurut Inkeles, ditentukan pula oleh faktor-faktor yang efektif yakni pendidikannya; pemerintahan dan birokrasinya; komunikasi massa; dan pabrik atau usaha-usaha produktif dan administratif lainnya.

Seorang ekonom, Hagen (1962), menggabungkan prinsip-prinsip psikologi ke dalam teori pembangunan ekonomi. Ia menyatakan perkembangan ekonomi juga harus dipahami dari sudut kepribadian kreatif. Menurut Hagen, perubahan

(25)

sosial tidak akan terjadi tanpa perubahan dalam kepribadian. Ia mengatakan bahwa kita dapat melukiskan kepribadian dari sudut kebutuhan, nilai-nilai dan unsur kognitif pandangan duniawi bersama-sama dengan tingkatan intelejensia dan energi. Kebutuhan menjadi satu dimensi penting dari kepribadian. Kebutuhan dapat digolongkan menurut kebutuhan itu digerakkan, agresif, pasif maupun dipelihara. Kebutuhan yang digerakkan termasuk kebutuhan untuk berprestasi, untuk mencapai otonomi dan untuk memelihara tatanan. Kebutuhan agresif ditujukan oleh kebutuhan untuk menyerang, kebutuhan untuk menghasilkan oposisi dan kebutuhan untuk mengungguli. Kebutuhan pasif mencakup kebutuhan untuk bergantung, berafiliasi dan untuk dibimbing oleh orang lain. Kebutuhan untuk dipelihara termasuk kebutuhan baik untuk memberi maupun menerima sesuatu sebagai sokongan, perlindungan dan belas kasih orang lain. Dengan demikian, kebutuhan sebagai satu dimensi penting dari kepribadian dan dapat dibedakan antara kepribadian inovatif dan kepribadian otoriter.

Berdasarkan jenis kepribadian (Hagen, 1962) terdapat perbedaan penting dalam segi kebutuhan, nilai-nilai dan kesadaran. Kepribadian inovatif membayangkan lingkungan sosialnya mempunyai tatanan logis yang dapat dipahaminya. Selanjutnya lingkungan sosialnya menilai dirinya; namun penilaian itu dipandang berdasarkan atas prestasi dirinya, yang menyebabkan dirinya sangat menginginkan prestasi itu. Karena kepribadian inovatif mempunyai kebutuhan yang sangat besar untuk memelihara dan untuk meyakini nilai-nilainya sendiri, maka ia terdorong untuk berprestasi.

Ciri-ciri kepribadian inovatif (Hagen, 1962) antara lain: kebutuhan terhadap otonomi dan keteraturan, kebutuhan untuk memelihara dan memikirkan kesejahteraan orang lain maupun kesejahteraan dirinya sendiri. Kualitas kepribadian di atas tidak hanya sesuai dengan kepribadian inovatif untuk pembangunan ekonomi, tetapi lebih mencerminkan kenyataan yang sebenarnya daripada kepribadian otoriter. Kepribadian otoriter membayangkan lingkungan sosialnya kurang teratur dibandingkan dengan dirinya sendiri. Ia tak yakin bahwa ia dinilai oleh lingkungan sosialnya. Ia membayangkan kekuasaan lebih sebagai fungsi dari posisi yang diduduki dibandingkan sebagai fungsi prestasi yang dicapai. Dalam kepribadian otoriter, pandangan kognitif mengenai duniawi dan

(26)

membangkitkan kemarahan harus ditahan. Karena itu, terdapat kebutuhan sangat besar untuk menundukan, kurangnya kebutuhan untuk memelihara dan kurangnya kebutuhan untuk berprestasi, tidak dapat memberikan bobot yang sama antara berbuat untuk kesejahteraan orang lain dan berbuat untuk kesejahteraan diri sendiri.

Kepribadian inovatif menurut definisi ini termasuk ke dalam perilaku kreatif. Kepribadian inovatif memiliki kualitas yang dapat membantu perilaku kreatif. Menurut Hagen salah satu alasan mengapa individu tradisional tidak memiliki sifat inovatif adalah karena ia membayangkan dunia sebagai tempat yang kacau daripada sebagai tempat yang teratur yang dapat dianalisis. Karena itu dapat diperkirakan bahwa setiap masyarakat yang mengalami kemacetan ekonomi, diliputi oleh kepribadian otoriter.

2.2 Kajian Tentang Keberhasilan Koperasi

Kata koperasi berasal dari kata dalam bahasa Inggris “co-operation”. Co berarti bersama, dan operation artinya bekerja, cooperation berarti bekerjasama. Walaupun demikian tidak setiap kerjasama dapat disebut koperasi. Definisi koperasi yang dikembangkan oleh Sumodiwirjo (1955), Undang-Undang No. 12 Tahun 1967, Moh. Hatta dan International Cooperative Alliance (ICA) (Brojosaputro, 1989) bahwa koperasi adalah organisasi ekonomi rakyat yang berwatak sosial, beranggotakan orang-orang, atau badan hukum koperasi yang merupakan tata susunan ekonomi sebagai usaha bersama atas azas kekeluargaan bertujuan untuk perbaikan sosial ekonomi anggotanya. Adapun menurut Schars (Firdaus dan Susanto, 2004) menyebutkan bahwa koperasi suatu badan usaha yang secara sukarela dimiliki dan dikendalikan oleh anggota yang adalah juga pelanggannya dan dioperasikan oleh mereka dan untuk mereka atas dasar nirlaba atau atas dasar biaya.

Berkaitan dengan pandangan tersebut dapat dikatakan bahwa koperasi akan berkembang secara bertahap, dimana tantangan yang dihadapi pada setiap tahap adalah hasil perubahan struktur hak yang dialami pada tahap sebelumnya. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa koperasi merupakan organisasi ekonomi rakyat yang berwatak sosial, beranggotakan orang-orang atau

(27)

badan hukum sebagai usaha bersama atas dasar kekeluargaan dan solidaritas untuk perbaikan sosial ekonomi anggotanya.

Pembentukan koperasi

Menurut UU perkoperasian RI No. 25 Tahun 1992, koperasi primer dibentuk oleh sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) orang, sedangkan koperasi sekunder dibentuk oleh sekurang-kurangnya 3 koperasi. Pembentukan koperasi sebagaimana dimaksudkan di atas dilakukan dengan akta pendirian yang memuat Anggaran Dasar. Anggaran Dasar badan koperasi memuat beberapa hal, yaitu: a. daftar nama pendiri;

b. nama dan tempat kedudukan;

c. maksud serta tujuan dan bidang usaha; d. ketentuan mengenai keanggotaan; e. ketentuan mengenai rapat anggota; f. ketentuan mengenai pengelolaan; g. ketentuan mengenai permodalan; h. ketentuan mengenai permodalan;

i. ketentuan mengenai jangka waktu berdirinya; j. ketentuan mengenai pembagian sisa hasil usaha; k. ketentuan mengenai sanksi.

Perangkat organisasi koperasi terdiri atas rapat anggota, pengurus dan pengawas.

Gambar 2. Perangkat Organisasi Koperasi

Rapat Anggota merupakan instansi tertinggi yang menentukan kebijakan koperasi, menentukan arah perkembangan koperasi serta menetapkan cara

Rapat Anggota

Pengurus

Pengawas

(28)

pembagian sisa hasil usaha. Dalam badan usaha nonkoperasi rapat anggota dapat disamakan dengan rapat umum pemegang saham. Rapat Anggota menetapkan Anggaran Dasar dari koperasi dan juga kebijaksanaan umum di bidang organisasi, manajemen, dan usaha koperasi, menentukan pemilihan anggota pengurus pengangkatan dan pemberhentian pengurus dan pengawas. Keputusan rapat anggota diambil berdasarkan musyawarah untuk mencapai mufakat. Rapat tersebut diadakan paling sedikit dalam satu tahun.

Pengelolaan koperasi dilakukan oleh pengurus yang diangkat oleh rapat anggota. Pengurus dipilih dari dan oleh anggota koperasi dalam rapat anggota. Untuk pertama kali, susunan dan nama anggota pengurus dicantumkan dalam akta pendirian dan dengan masa jabatan pengurus paling lama 5 (lima) tahun. Pengurus diberi wewenang untuk menyelenggarakan rapat anggota (sebagai penyelenggara saja). Pengurus bertanggungjawab mengenai segala kegiatan pengelolaan koperasi dan usahanya kepada rapat amggota atau rapat anggota luar biasa. Pengurus koperasi dapat mengangkat pengelola (manajer) yang diberi wewenang dan kuasa untuk mengelola usaha, maka rencana pengangkatan tersebut diajukan kepada rapat anggota untuk mendapat persetujuan.

Pengawas dipilih dari dan oleh anggota koperasi dalam rapat anggota dan bertanggung jawab kepada rapat anggota. Persyaratan untuk dapat dipilij dan diangkat sebagai anggota pengawas ditetapkan adalam Anggaran Dasar. Komunikasi/kontak antara rapat anggota, pengurus, dan pengawas sangat diperlukan agar organisasi koperasi dapat berjalan dengan baik.

Sementara itu, pembagian hasil usaha kepada anggota berdasarkan pada jasa atau partisipasi masing-masing anggota pada koperasi. Prinsip koperasi adalah anggota koperasi merupakan pemilik sekaligus pengguna jasa koperasi. Dalam koperasi terdapat prinsip-prinsip yang menjadi pedoman bagi koperasi-koperasi dalam melaksanakan nilai-nilai koperasi-koperasi dalam praktek. Prinsip-prinsip koperasi adalah sebagai berikut:

a. Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka b. Pengelolaan dilaksanakan secara demokratis

c. Pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota

(29)

d. Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal e. Kemandirian

Dalam mengembangkan koperasi, maka koperasi melaksanakan pula prinsip koperasi sebagai berikut:

a. Pendidikan perkoperasian b. Kerjasama antar koperasi

Dalam BAB II, bagian pertama pasal 4 UURI No.25/1992 (Firdaus dan Santoso, 2004) diuraikan fungsi dan peran koperasi sebagai berikut:

1. Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi sosialnya

2. Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat

3. Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai sokogurunya

4. Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.

Gambaran dari fungsi dan peran koperasi Indonesia (Firdaus dan Santoso, 2004) sebagai berikut:

1. Koperasi dapat mengurangi tingkat pengangguran

2. Koperasi dapat mengembangkan kegiatan usaha masyarakat

3. Koperasi dapat berperan ikut meningkatkan pendidikan rakyat, terutama pendidikan perkoperasian dan dunia usaha

4. Koperasi dapat berperan sebagai alat perjuangan ekonomi

5. Koperasi Indonesia dapat berperan menciptakan demokrasi ekonomi

6. Koperasi Indonesia berperan serta dalam membangun tatanan perekonomian nasional.

Dalam perkembangan terakhir sejak diberlakukannya Inpres No. 18 Tahun 1998, maka berbagai macam/ jenis koperasi bermunculan sesuai dengan aspirasi masyarakat (Firdaus dan Santoso, 2004), antara lain:

(30)

2. Koperasi pondok pesantren (Koppontren) 3. Koperasi wanita/koperasi an-nissa

4. Koperasi agribisnis

5. Koperasi pedagang pasar/kaki lima 6. Koperasi industri/kerajinan

7. Koperasi syariah (Kopsyah 8. Koperasi serba usaha 9. Koperasi kredit (Kopdit)

10. Koperasi di kalangan profesi (akuntan, arsitek, pengacara, dokter, dan lain-lain)

11. Koperasi kelompok masyarakat tertentu (Pokmas).

Keberhasilan Koperasi

Keberhasilan koperasi dalam bisnis dan lingkungan yang dinamis tergantung kepada (1) daya saing dari pasar yang tercermin dari kepuasan pelanggan, kualitas produksi maupun maupun pelayanan dan tingkat harga, (2) efisiensi bisnis dalam hal pemanfaatan teknik produksi, metode kepemimpinan dan situasi pasar, dan (3) perkembangan koperasi bisnis adalah program perluasan (expansion program), kebutuhan pasar dan pengembangan serta tujuan (Enriquez, 1986) 1.

Brojosaputro (1989) menyebutkan bahwa luasnya daerah pelayanan, beragamnya jenis usaha, langkanya tenaga terdidik dan terlatih di daerah pedesaaan menjadi unsur penyebab lemahnya manajemen sehingga berakibat kurang berhasilnya koperasi. Beberapa ukuran keberhasilan koperasi menurut beragam sumber yang dikemukakan (Brojosaputro, 1989), antara lain:

1. Adi Sasono (1983) melihat bahwa partisipasi anggota dan masyarakat merupakan tiang penyangga keberhasilan koperasi

2. Terlalu kecilnya modal yang dimiliki menyebabkan kecilnya sisa hasil usaha (SHU). Menurut Tim Universitas Gajah Mada, sisa hasil usaha (SHU)

1

Ginting, Meneth. 1999. Dinamika Organisasi Koperasi “Kajian Tentang Pengaruh

Faktor-Faktor Dinamika Organisasi Terhadap Keberhasilan Koperasi: Koperasi Unit Desa (KUD) dan Credit Union (CU) di Kabupaten Karo, Sumatera Utara”. [Tesis]. Institut Pertanian Bogor:

(31)

merupakan salah satu pengukur keberhasilan KUD karena koperasi yang dikatakan sebagai suatu lembaga ekonomi yang berwatak sosial tidak akan dapat melaksanakan watak sosialnya kalau lembaga tersebut tidak kuat dan tidak mandiri dalam segi ekonomi.

Berdasarkan studi yang dilaksanakan Nasution (1990) mengenai KUD sebagai organisasi ekonomi pedesaan dengan melihat faktor-faktor penciri keberhasilan yang dikaitkan dengan pembangunan wilayah, menyimpulkan bahwa KUD telah berhasil sebagai alat pemerintah dalam pembangunan pedesaan karena .secara kuantitas jumlah anggota, modal, volume usaha dan sisa hasil usaha (SHU) dari KUD mengalami peningkatan.

2.3 Ikhtisar

Berdasarkan pada uraian di atas, dapat dikatakan yang dimaksud sikap adalah kesiapan seseorang untuk merespon terhadap suatu obyek secara konsisten, dapat bersifat positif atau negatif yang dapat diukur arah dan intensitasnya dengan memperhatikan perilaku yang mencerminkan penilaian kognisi, afeksi, dan kecenderungan untuk bertindak. Kewirausahaan pada hakikatnya adalah sifat, ciri dan watak seseorang yang memiliki kemauan dalam mewujudkan gagasan inovatif ke dalam dunia nyata secara kreatif. Kemampuan berwirausahaan mendorong minat seseorang untuk mendirikan dan mengelola usaha secara profesional terutama menuju suatu kunci keberhasilan dalam usaha.

Beragam ciri kewirusahaan mempengaruhi keberhasilan usaha maupun pertumbuhan ekonomi suatu negara. Bahkan menurut beberapa ahli sifat kewirusahaan mempengaruhi pertumbuhan suatu negara. Dapat dikatakan sifat kewirausahaan yang modern yang mampu mempercepat pertumbuhan tersebut. Sifat-sifat yang telah diuraikan tersebut diantaranya : motivasi berprestasi, pengambilan resiko, inovatif, kerja keras, bertanggung jawab terhadap segala aktivitas yang dijalankannya, serta tepat pada waktunya, dan sebagainya. Kepribadian kewirausahaan yang demikian dapat mempengaruhi keberhasilan individu dalam aktivitasnya.

(32)

2.4 Kerangka Pemikiran

Peranan sumber daya manusia (SDM) dalam aktivitas suatu organisasi sangat diperlukan. Karena keberhasilan kinerja organisasi itu sendiri bergantung pada SDM yang berkualitas. Contohnya pada organisasi koperasi, pengurus merupakan sumber daya manusia bagi koperasi, mereka menjadi pilar kemajuan usaha dan perkembangan koperasi. Sebagai sumber daya penggerak, perlu adanya suatu sikap dari masing-masing pengurus karena sikap dapat menentukan kemajuan organisasi koperasi, terutama dalam kaitannya dengan sikap kewirausahaan. Ada atau tidaknya semangat berwirausaha pada koperasi sebagai ukuran untuk melihat sejauh mana kondisi koperasi, apakah koperasi tersebut berhasil atau tidak berhasil. Dengan demikian, dapat diketahui adanya sikap kewirausahaan, membantu koperasi menjadi berkembang dan maju. Sikap kewirausahaan merupakan bagian dari kepribadian pengurus dalam berkoperasi. Dengan adanya sikap kewirausahaan pada pengurus, membantu koperasi menjadi berhasil terutama ditengah-tengah arus globalisasi saat ini.

Pada penelitian ini akan dilihat modernitas sikap kewirausahaan pengurus koperasi pada masing-masing koperasi. Sikap modern dalam berwirausahaan yang banyak diacu merupakan pendapat beberapa ahli, diantaranya McClelland, Inkeles, Hagen dan para ahli lainnya, serta modifikasi dari peneliti. Modernitas sikap kewirausahaan dilihat dari beberapa indikator diantaranya: (1) mengutamakan prioritas, (2) pengambilan resiko, (3) keinovatifan, (4) sikap terhadap kerja, (5) penghargaan terhadap waktu, (6) motivasi berprestasi, (7) sikap percaya diri, dan (8) tanggung jawab individual. Kedelapan atribut sikap kewirausahaan tersebut merupakan atribut sikap yang melekat pada seorang usahawan yang berhasil.

Sikap kewirausahaan tersebut merupakan pandangan modern terhadap atribut-atribut sikap dari individu pengurus koperasi. Sikap tersebut kemudian akan mempengaruhi perilaku individu untuk bertingkah laku. Namun, pada penelitian ini hanya akan melihat hubungan modernitas sikap kewirausahaan yang dimiliki pengurus koperasi terhadap keberhasilan koperasi belum pada bentuk tingkah laku yang nyata. Untuk variabel keberhasilan koperasi peneliti

(33)

menggunakan ukuran perkembangan jumlah anggota dan perkembangan sisa hasil usaha (SHU).

Gambar 3. Kerangka Pemikiran Modernitas Sikap Kewirausahaan Pengurus Koperasi

Keterangan : Hubungan yang diuji Hubungan yang tidak diuji

2.5 Hipotesis

Berdasarkan penjelasan mengenai skema kerangka pemikiran tersebut maka pada penelitian ini akan diuji mengenai hubungan modernitas sikap kewirausahaan dengan keberhasilan koperasi.

H0 : Tidak ada hubungan antara modernitas sikap kewirausahaan dengan keberhasilan koperasi.

H1 : Ada hubungan antara modernitas sikap kewirausahaan dengan keberhasilan koperasi.

Modernitas Sikap Kewirausahaan: • Mengetahui Prioritas Utama • Pengambilan risiko

• Keinovatifan

• Penghargaan terhadap waktu • Kerja keras

• Motivasi berprestasi

• Tanggung jawab individual • Percaya diri

Tingkah Laku

Keberhasilan Koperasi: • Sisa Hasil Usaha (SHU) • Jumlah anggota

(34)

2.6 Definisi Konsep dan Definisi Variabel

Modernitas sikap kewirausahaan adalah pandangan individu untuk merespon secara konsisten terhadap ciri-ciri yang dimiliki seorang wirausahawan dari keenam pernyataan proyeksi dari masing-masing atribut sikap dengan empat alternatif jawaban. Adapun atribut modernitas sikap kewirausahaan tersebut meliputi sikap:

1) Sikap mental mengutamakan prioritas adalah sikap yang mengarah pada kemampuan dalam mengutamakan prioritas yang lebih penting dari segala sesuatu yang ada dilingkungannya untuk mencapai tujuan berusaha. Sikap yang dianggap modern ditentukan dari kemampuan individu untuk mengutamakan prioritas dalam memanfaatkan baik informasi, dana, maupun kredit. Sedangkan, sikap yang tidak modern ditentukan dari kemampuannya untuk tidak bersedia mengutamakan prioritas dalam memanfaatkan baik informasi, dana, maupun kredit.

2) Sikap mental mengambil resiko adalah sikap terarah yang mengacu kepada kemampuan dalam menanggung resiko lebih modern dengan memperhitungkan kemungkinan keberhasilan dan kegagalan dalam pelaksanaan kegiatan dalam rangka mencapai tujuan usahanya. Seorang wirausaha modern akan cenderung menghindari situasi resiko yang rendah karena tidak ada tantangannya, dan menjauhi resiko yang tinggi, karena mereka ingin berhasil. Dengan kata lain sikap modern dimiliki oleh mereka yang menyukai resiko sedang, dan sikap tidak modern dimiliki mereka yang menyukai resiko tinggi dan rendah, bahkan tidak berani untuk menanggung resiko sama sekali.

3) Sikap mental inovatif adalah sikap terarah yang mengacu kepada kemampuan dalam menemukan ide-ide atau cara-cara baru yang lebih bermanfaat untuk meningkatkan keberhasilan baik produk maupun teknis pelaksanaan. Sikap modern dimiliki oleh mereka yang tertarik untuk mempelajari dan memperhitungkan hal-hal baru, memberikan gagasan dan alternatif untuk mendukung usahanya, sedangkan mereka yang memiliki sikap yang tidak modern yakni mereka yang tidak tertarik untuk mempelajari

(35)

dan memperhitungkan hal-hal di bidang usaha yang baru dan menemukan gagasan baru.

4) Sikap mental yang mengunggulkan kerja keras adalah sikap terarah yang mengacu pada kemampuan menunjukkan untuk selalu terlibat dalam situasi kerja dan tidak mudah menyerah sebelum pekerjaan selesai. Seorang yang mempunyai pandangan kewirausahaan yang modern akan bersikap optimis (tidak pasrah terhadap nasib) terhadap hasil pekerjaannya atau memiliki keyakinan bahwa setiap usaha suatu saat akan berkembang mencapai hasil yang memuaskan. Sedangkan, mereka yang tidak modern menyukai pekerjaan yang mudah (tanpa perlu kerja keras), tidak harus bekerja, serta tidak menyukai tantangan.

5) Sikap mental menghargai waktu. Pandangan mengenai kerja keras memiliki kaitan erat dengan masalah penggunaan waktu yang efisien dan mutu hasil yang dikehendaki. Seorang wirausaha modern akan memandang waktu sebagai salah satu modal kerja, sehingga setiap jam akan dipergunakan untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat terutama dalam rangka memajukan usaha. Sedangkan, wirausaha yang tidak modern menganggap bahwa kegiatan yang bermanfaat seperti mengikuti pelatihan hanya akan membuang waktu, dan memaklumi orang jika tidak dapat menepati janji. 6) Sikap memiliki motivasi berprestasi adalah keinginan untuk berbuat sebaik

mungkin tanpa banyak dipengaruhi oleh prestise dan pengaruh sosial, melainkan demi kepuasan pribadinya. Motif ini muncul untuk melakukan sesuatu secara sukses dan menjauhi kegagalan. Seorang wirausaha yang modern berambisi untuk mencapai prestasi, dan berusaha untuk memperbaiki kinerja walaupun ia mengalami kegagalan. Sedangkan, mereka yang tidak modern menganggap bahwa kegagalan hanya menurunkan prestasi kerja, dan mereka tidak tertarik dengan ambisi untuk mencapai prestasi.

7) Sikap mental percaya diri adalah sikap yang mengacu pada kemampuan yang menunjukkan sikap percaya kepada kemampuan sendiri, tidak ragu-ragu dalam bertindak dan selalu optimis dalam segala situasi. Seseorang dengan sikap tidak modern tidak memiliki rasa percaya diri, dan pesimis

(36)

untuk melakukan sesuatu. Sedangkan, mereka yang memiliki sikap modern adalah mereka yang selalu optimis dan tidak ragu melakukan dan menyelesaikan pekerjaannya.

8) Sikap mental tanggung jawab individual. Pemikulan tanggung jawab disini, lebih berarti individualisme, di mana si pribadi sendiri yang akan merasakan dan menerima hasil dari keberhasilnnya maupun akibat dari kegagalannya. Besar keinginannya untuk bertanggung jawab ada kaitannya dengan kebebasan individu dalam membuat keputusan sendiri terutama dalam hal perkembangan usaha. Seorang yang modern memiliki tanggung jawab yang tinggi untuk menyelesaikan tugasnya, bertanggung jawab terhadap perbuatannya, serta berupaya memperbaiki hasil usahanya. Sedangkan, mereka yang tidak modern adalah bersikap masa bodoh terhadap pekerjaannya, dan tidak bertanggung jawab terhadap kegagalan usahanya.

Berdasakan uraian di atas, maka masing-masing tema sikap akan memiliki skor antara 1 sampai dengan 4. Skor tersebut diperoleh dari rumus modernitas rata-rata. yang akan dibagi dalam dua kelompok kategori yakni modern dan tidak modern, dimana skor sikap yang tidak modern antara 1 sampai dengan 2,99; dan skor modern antara 3 sampai dengan 4.

(37)

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Alasan pemilihan lokasi karena pada wilayah Kecamatan Cibinong dominan terkonsentrasi oleh jenis koperasi karyawan yakni sebanyak 17,4 persen. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan September 2009.

3.2 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode sensus yakni mengambil seluruh populasi koperasi. Kecamatan Cibinong lebih banyak koperasi dalam jenis usaha yaitu koperasi karyawan, sehingga kerangka sampling penelitian ini adalah koperasi karyawan yang masih aktif yakni sebanyak 52 koperasi karyawan. Akan tetapi, dari 52 kopersi karyawan yang tercatat di Dinas Perdagangan dan Perindustrian, peneliti hanya melakukan penelitian di 14 (empat belas) koperasi karyawan di Kecamatan Cibinong, yang masih aktif dan memiliki data yang memenuhi kelengkapan informasi peneliti. Sejumlah 14 koperasi karyawan ini diteliti karena beberapa alasan diantaranya :

1. Terdapat kesalahan administratif dari data Dinas Perdagangan dan Perindustrian. Kesalahan tersebut, seperti:

a. Kesalahan pencatatan nama koperasi yang double sebanyak 6 nama koperasi,

b. Kesalahan pencatatan jenis usaha koperasi yang seharusnya menjadi bagian dari koperasi di luar koperasi karyawan tetapi masuk dalam kategori koperasi karyawan yakni sebanyak 6 koperasi,

c. Ditemukan koperasi karyawan yang telah bubar sejak 2007 sebanyak 8 koperasi,

2. Dari kesalahan administratif tersebut, terdapat sebanyak 32 koperasi karyawan yang diketahui masih aktif dan ada sejumlah 15 koperasi karyawan yang tidak bersedia dijadikan koperasi penelitian.

(38)

3. Jumlah koperasi menjadi 17 koperasi karyawan yang bersedia diteliti, namun terdapat 3 koperasi karyawan yang kelengkapan datanya tidak memadai untuk penelitian ini. Dengan demikian, koperasi karyawan yang diteliti dan memenuhi syarat kelengkapan datanya ada sebanyak 14 koperasi karyawan di Kecamatan Cibinong.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan ini dipilih karena dapat memberikan gambaran mengenai modernitas sikap kewirausahaan pengurus koperasi, serta membantu dalam melihat hubungannya dengan keberhasilan suatu koperasi. Data dikumpulkan dengan metode wawancara dengan responden menggunakan kuesioner sebagai instrumen penelitian. Selanjutnya, data ditabulasikan berupa tabel frekuensi dan tabulasi silang.

3.3 Penentuan Objek Kajian dan Responden penelitian

Unit analisis yang dipilih sebagai objek kajian adalah koperasi di Kabupaten Bogor dengan sampel penelitian adalah koperasi karyawan di Kecamatan Cibinong sebanyak 14 (empat belas) koperasi. Responden yang dipilih adalah pengurus koperasi yang terdiri atas ketua, sekretaris, bendahara, badan pengawas serta manajer/pengelola koperasi yang ditunjuk oleh pengurus. Responden pada masing-masing koperasi dipilih sebanyak 3 orang dengan menggunakan teknik pengambilan sampel acak sederhana menggunakan undian. Dengan demikian, keseluruhan responden yang dipilih sebanyak 42 orang pengurus dari 14 koperasi karyawan.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan pada penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder yang dijelaskan sebagai berikut:

a. Data Primer

Data primer pada penelitian ini menggunakan kuesioner dan merupakan data yang diperoleh dari pengurus koperasi, yakni mengenai modernitas sikap kewirausahaan pengurus koperasi yang diperoleh menggunakan kuesioner dengan beberapa pertanyaan proyeksi yang menyangkut sikap kewirausahaan. Selain itu, data primer pada penelitian ini adalah mengenai karakteristik pengurus sebagai

(39)

responden berdasarkan umur, jenis kelamin, lama kepengurusan di koperasi, profesi/pekerjaan dan pendidikan.

b. Data Sekunder

Data sekunder pada penelitian ini adalah data dan informasi yang berkaitan dengan koperasi karyawan, yakni data mengenai perkembangan jumlah anggota dan sisa hasil usaha (SHU) pada dua titik periode, yakni Desember 2006 dan Desember 2008. Selain itu, diperlukan juga beberapa data dan informasi yang berkaitan untuk mendukung penelitian berupa data mengenai gambaran umum koperasi dan informasi yang berkaitan dengan penelitian ini yang diperoleh dari masing-masing koperasi, serta data dan informasi, baik dari Kantor Koperasi penelitian maupun Dinas Koperasi.

3.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Data kuantitatif yang diperoleh dari hasil penelitian, terlebih dahulu melewati proses coding, scoring, untuk selanjutnya dipindahkan ke dalam tabel frekuensi dan tabel tabulasi silang. Proses pengolahan data diuraikan sebagai berikut:

a. Coding meliputi proses memberikan kode atau simbol pada setiap kategori jawaban responden baik dari karakteristik responden maupun tiap pernyataan sikap kewirausahaan. Proses coding dipakai untuk menyederhanakan jawaban responden dalam bentuk kode atau simbol tertentu.

b. Scoring meliputi proses penyederhanaan jawaban responden atas pertanyaan modernitas yang dibuat konsisten dalam bentuk data ordinal pada masing-masing jawaban pertanyaan.

Untuk menjawab pertanyaan penelitian pertama, yaitu tentang bagaimana modernitas sikap kewirausahaan pengurus koperasi karyawan Kecamatan Cibinong, akan menggunakan rumus skor modernitas rata-rata (Prasodjo, 1987) sebagai berikut :

(40)

Keterangan rumus :

X = skor modernitas rata-rata sikap kewirausahaan

n = jumlah responden 1i = skor modernitas tiap kategori jawaban

i = kategori responden xi = jumlah responden dalam tiap kategori

p = jumlah pertanyaan

Dari rumus skor modernitas rata-rata sikap kewirausahaan tersebut, dibuat kategori modernitas sikap kewirausahaan, mencakup 2 tingkat yakni modern dan tidak modern. Untuk kategori modern memiliki skor modernitas yakni berkisar antara 3 sampai dengan 4, sedangkan untuk kategori sikap yang tidak modern skornya berkisar antara 1 sampai dengan 2,99. Rumus skor modernitas sikap kewirausahaan pengurus dilihat dengan dua cara, yaitu :

1. Melihat modernitas sikap kewirausahaan pengurus total untuk semua tema sikap kewirausahaan

2. Melihat modernitas sikap kewirausahaan pengurus untuk masing-masing tema sikap kewirausahaan

Sedangkan, untuk menjawab pertanyaan penelitian kedua yaitu tentang bagaimana hubungan modernitas sikap kewirausahaan pengurus koperasi dengan keberhasilan koperasi akan menggunakan langkah sebagai berikut :

1. Menghitung skor modernitas sikap kewirausahaan masing-masing pengurus untuk masing-masing tema

2. Menghitung rata-rata skor modernitas sikap kewirausahaan dari tiga pengurus atau koperasi untuk masing-masing tema

3. Menghitung rata-rata skor modernitas sikap kewirausahaan pengurus dari tujuh koperasi (masing-masing koperasi berhasil dan koperasi tidak berhasil) untuk masing-masing tema.

4. Skor-skor pada point 3 dibuat ke dalam tabel yang memuat nilai-nilai : n, x, y, x1, y1, b1, dan b12 ( Gambar 4). X = p x n i n i i ) 1 ( 1 1 ⋅ ⋅

=

(41)

Gambar 4. Contoh Tabel Pengisian Uji Koefisien Korelasi Rank Spearman n x y x1 y1 b1 b1 2 1 2 3 4 5 6 7 8 Total Keterangan tabel :

n : banyaknya pasangan observasi (tema)

X : skor modernitas rata-rata pengurus tiap koperasi di koperasi berhasil terhadap satu tema

Y : skor modernitas rata-rata pengurus tiap koperasi di koperasi tidak berhasil x1 dan y1 merupakan urutan ranking dari skor tertinggi hingga terendah

b1 : selisih dari rank xi dan yi

5. Integrasikan nilai-nilai pada tabel langkah empat ke dalam rumus Koefisien Korelasi Rank Spearman (Sugiyono, 2009) :

Keterangan rumus :

ρ atau rs = koefisien korelasi Rang Spearman n = banyaknya pasangan observasi b1 = selisih dari rank xi dan yi

Rumus tersebut digunakan karena data yang ada untuk kedua variabel adalah dalam bentuk data ordinal. Dan rumus tersebut sesuai digunakan untuk melihat korelasi dua variabel dengan bentuk data ordinal. Dengan demikian diperoleh keputusan uji sebagai berikut :

1. jika nilai ρhitung < ρtabel, maka terima H0, artinya modernitas sikap kewirausahaan pengurus tidak berhubungan dengan keberhasilan koperasi karyawan

2. jika nilai ρhitung > ρtabel, maka terima H1, artinya modernitas sikap kewirausahaan pengurus berhubungan dengan keberhasilan koperasi karyawan. ρ = n(n ) b 1 2 2 1 6 1 − ∑ −

(42)

c. Tabel frekuensi digunakan untuk menyederhanakan data hasil olahan dari proses coding karakteristik responden serta menyederhanakan gambaran modernitas sikap kewirausahaan pengurus koperasi karyawan. Pada tabel frekuensi data disajikan dalam angka absolut dan persentase.

d. Data modernitas sikap kewirausahaan pengurus koperasi karyawan yang telah diolah kemudian ditabulasikan (menggunakan tabel tabulasi silang) dengan data keberhasilan koperasi.

Keberhasilan atau ketidakberhasilan suatu koperasi dapat dilihat dari perkembangan jumlah (kuantitas) terhadap indikator-indikator: jumlah anggota koperasi; serta sisa hasil usaha (SHU). Perkembangan jumlah anggota koperasi dan sisa hasil usaha (SHU) akan dilihat pada dua titik periode waktu yakni pada Desember 2006 dan Desember 2008 menurut data dari koperasi tempat penelitian. Adapun uraian terhadap indikator berhasil atau tidak berhasilnya suatu koperasi sebagai berikut:

Koperasi dikatakan berhasil jika

1) pada dua variabel/ukuran, baik jumlah sisa hasil usaha (SHU) maupun jumlah anggota yang dimiliki koperasi, sama-sama mengalami peningkatan,

2) pada salah satu variabel/ukuran, baik jumlah sisa hasil usaha (SHU) maupun jumlah anggota yang dimiliki koperasi, mengalami peningkatan diikuti dengan salah satu variabel yang tidak mengalami perubahan jumlah (tetap), dan

3) pada kedua variabel/ukuran, baik jumlah sisa hasil usaha (SHU) maupun jumlah anggota yang dimiliki koperasi, tidak mengalami perubahan jumlah (tetap).

Koperasi dikatakan tidak berhasil jika

1) pada dua variabel/ukuran, baik jumlah sisa hasil usaha (SHU) maupun jumlah anggota yang dimiliki koperasi, sama-sama mengalami penurunan,

2) pada salah satu variabel/ukuran, baik jumlah sisa hasil usaha (SHU) maupun jumlah anggota yang dimiliki koperasi, mengalami penurunan diikuti dengan salah satu variabel yang tidak mengalami perubahan jumlah (tetap), dan

(43)

3) pada salah satu variabel/ukuran, baik jumlah sisa hasil usaha (SHU) maupun jumlah anggota yang dimiliki koperasi, mengalami peningkatan diikuti dengan penurunan pada variabel yang lain.

3.6 Kelemahan Studi

Pada penelitian ini peneliti memperoleh beberapa kendala di lapangan. Beberapa kendala tersebut antara lain dalam memperoleh sampel di lapangan. Penelitian ini menggunakan metode sensus, yakni mengambil seluruh sampel dari suatu populasi. Akan tetapi melalui metode tersebut peneliti tidak memperoleh sampel secara keseluruhan karena ada beberapa koperasi yang tidak bersedia untuk menjadi sampel penelitian. Dengan demikian diperoleh 14 koperasi karyawan dari 32 koperasi karyawan yang masih aktif di kecamatan Cibinong.

Kendala lain adalah menyangkut validitas dan realibilitas data. Dari hasil uji validitas data, diperoleh gambaran bahwa alat ukur yang digunakan untuk mengukur variabel modernitas sikap kewirausahaan adalah signifikan. Dari hasil uji validitas diketahui bahwa pertanyaan yang disediakan tersebut cukup menggambarkan variabel sikap kewirausahaan yang terdiri dari delapan modernitas sikap kewirausahaan. Selain itu, dari hasil uji validitas untuk mengukur variabel keberhasilan ditemukan bahwa alat ukut tersebut adalah tidak signifikan. Dengan demikian, variabel keberhasilan yang diukur dari perkembangan jumlah anggota dan sisa hasil usaha (SHU) belum dapat menggambarkan keberhasilan koperasi.

Akan tetapi dilihat dari uji realibilitas data, hasil pengukuran peneliti relatif kurang konsisten. Hasil pengukuran tersebut kurang konsisten karena saat di lapangan peneliti menemukan kendala untuk memperoleh data yang lebih spesifik untuk ditanyakan kepada responden melalui wawancara mendalam. Peneliti mengalami kesulitan dalam menjelaskan dan menguraikan pertanyaan mengenai sikap kewirausahaan kepada responden, sehingga beberapa responden mengalami kebinggungan untuk menjawab pertanyaan peneliti. Selain itu, dalam upaya menguraikan pertanyaan, peneliti mengalami kesulitan karena ada beberapa responden yang tidak memiliki kesediaan waktu untuk diwawancara kembali dengan alasan sibuk. Peneliti memaklumi keadaan responden dan peneliti tidak dapat memaksakan keadaan tersebut kepada responden.

(44)

BAB IV

GAMBARAN UMUM KOPERASI DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN DI LOKASI PENELITIAN

4.1 Koperasi di Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat Kabupaten Bogor, adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Barat,

Indonesia. Salah satu kecamatanya adalah Cibinong. Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah yang berbatasan langsung dengan ibukota RI dan secara geografis mempunyai luas sekitar 2.301,95 km2 terletak antara 6.190 lintang selatan dan 10601' -1070103' bujur timur. Kabupaten ini berbatasan dengan : Sebelah Utara : Kabupaten Bekasi, Kota Depok

Sebelah Barat : Kabupaten Lebak (Prop. Banten) Sebelah Barat Daya : Kabupaten Tangerang

Sebelah Timur : Kabupaten Karawang Sebelah Timur Laut : Kabupaten Purwakarta Sebelah Selatan : Kabupaten Sukabumi Sebelah Tenggara : Kabupaten Cianjur Sebelah Tengah : Kotamadya Bogor

Tabel 2. Daftar Nama Kecamatan Berdasarkan Wilayahnya di Kabupaten Bogor.

Wilayah Kecamatan

Timur Gunung Putri, Cileungsi, Klapanunggal, Jonggol, Sukamakmur, Cariu, Tanjung Sari.

Tengah

Gunung Sindur, Parung, Ciseeng, Kemang, Rancabungur, Bojong Gede, Cibinong, Sukaraja, Dramaga, Cijeruk, Cigombong,

Caringin, Ciawi, Megamendug, Cisarua, Citeureup, Babakan Madang, Ciomas, Taman Sari, Tajur Halang

Barat

Jasinga, Parung Panjang, Cigudeg, Sukajaya, Nanggung,

Leuwiliang, Leuwisadeng, Cibungbulang, Ciampea, Pamijahan,

Rumpin, Tenjolaya, Tenjo Sumber : Data Diperindag (2008)

Kabupaten Bogor memiliki 30 kecamatan, 427 desa/kelurahan, 3.516 RW dan 13.603 RT. Mayoritas 234 desa berlokasi pada ketinggian sekitar kurang dari 500 m terhadap permukaan laut, sedangkan 144 desa berlokasi pada ketinggian

Gambar

Gambar 1. Ajzen and Fishbein theory of reasoned action (Baron, 2003)
Gambar 2. Perangkat Organisasi Koperasi
Gambar 3.  Kerangka  Pemikiran  Modernitas  Sikap  Kewirausahaan  Pengurus  Koperasi
Gambar 4. Contoh Tabel Pengisian Uji Koefisien Korelasi Rank Spearman     n  x  y  x 1 y 1 b 1 b 1 2 1  2  3  4  5  6  7  8  Total  Keterangan tabel :
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan, motivasi kerja, kepemimpinan baik secara simultan maupun parsial berpengaruh terhadap produktivitas kerja

Hasil penangkapan nyamuk di delapan desa yang termasuk dalam wilayah Kecamatan Bangsri, Mlonggo, Jepara, Batelit, Pecangaan dan Mayong telah ditemukan 10 species nyamuk

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan fakta bahwa skor rata-rata pre-menstruation syndrome pada responden di SMAN 3 Kota Kediri sesudah diberikan relaksasi nafas

Sedangkan hasil transformasi pada E.coli JM 109 yang ditambahkan oleh X-gal dan IPTG diperoleh 842 koloni bakteri berwarna putih dan 78 koloni biru (gambar 2C).. Koloni putih

Penelitian ini menyimpulkan bahwa klasifikasi lahan terbangun dapat diidentifikasi dengan baik dari citra Landsat-8 berdasarkan teknik OBIA dengan acuan nilai

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa dengan konsentrasi katalis KOH 0,20%, waktu reaksi 150 detik dan daya microwave 400 watt menghasilkan yield produk biodiesel

Pada penyusunan penelitian “Implementasi Formula Haversine Untuk Menghitung Jarak Antara Dua Titik Dari Uin Syarif Hidayatullah Jakarta Ke Spbu Di Wilayah Ciputat”

Keseluruhan sampel yang berhasil diamplifikasi berasal dari tiga lokasi yaitu Langgam (GG), Rantau Baru (RB) dan Waduk Kuto Panjang (WD) yang terdiri atas tujuh sampel yaitu RB08,