• Tidak ada hasil yang ditemukan

EKONOMI KEPENDUDUKAN DARI PERSPEKTIF MAKRO DAN MIKRO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EKONOMI KEPENDUDUKAN DARI PERSPEKTIF MAKRO DAN MIKRO"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)

EKONOMI KEPENDUDUKAN

DARI PERSPEKTIF MAKRO DAN MIKRO

Bab Judul Bab dan Sub Bab

1 Hubungan antara Kependudukan dan Pembangunan

1.1. Teori Kependudukan

1.2. Teori Pembangunan Manusia

1.3. Peranan Penduduk dalam Pembangunan

1.4. Kondisi Kependudukan dan Pembangunan di Indonesia

Makro Kependudukan

2 Perencanaan Kependudukan dari Masa Kemasa

2.1. Teori Perencanaan Kependudukan

2.2. Perencanaan Kependudukan Periode Orla

2.3. Perencanaan Kependudukan Periode Orba

2.4. Perencanaan Kependudukan Periode Otda

2.5. Tantangan Kedepan Perencanaan Kependudukan

3 Kependudukan dan Peningkatan Kualitas Pembangunan Manusia 3.1. Teori Amartya Sen tentang Kapabilitas

3.2. IPM sebagai indikator kualitas Pembangunan

3.3. Perkembangan IPM di Indonesia

3.4. Strategi Peningkatan Pembangunan Manusia 4 Bonus Demografi dan Pertumbuhan ekonomi

4.1. Teori Tentang Ketergantungan (Dependency Ratio) 4.2. Teori Produktivitas

4.3. Teori Penuaan Penduduk

4.4. Perkembangan Bonus Demografi di Dunia dan Indonesia

Mikro Kependudukan

5 Dinamika Penduduk: Pertumbuhan Penduduk, Fertilitas, mortalitas dan Migrasi

5.1. Pertumbuhan Penduduk

5.2. Fertilitas

5.3. Mortalitas

5.4. Migrasi

5.5. Kebijakan Dinamika Kependudukan

6. Migrasi Penduduk dan Perkembangan Ekonomi Daerah

6.1. Surplus Labor Teori

6.2. Teori Migrasi (didalamnya motivasi migrasi) 6.3. Perkembangan Migrasi Internasional

6.4 Perkembangan Migrasi Antar Daerah

(5)

7. Ketenagakerjaan dan Pengangguran

7.1. Teori Labor Force

7.2. Teori Unemployment dan Underemployment

7.3. Dinamika Ketenagakerjaan di Indonesia (umur, pendidikan, gender, kota-desa)

7.4. Dinamika Unemployment dan Underemployment di Indonesia 7.5. Kebijakan Ketenaga kerjaan di Indonesia

8 Kependudukan dan Kesehatan

8.1. Hubungan tidak terpisahkan antara kependudukan dan kesehatan 8.2. Dampak Ekonomi dan Sosial dari Kondisi Kependudukan dan Kesehatan 8.3. Status Gizi, Penyakit tidak Menular dan Kualitas SDM

8.4 Penyakit Infeksi sebagai ancaman kelangsungan hidup 9. Kependudukan dan Pendidikan

9.1. Teori Ekonomi Pendidikan

- Pendidikan sebagai modal manusia - Tingkat Pengembalian Pendidikan

- Perencanaan Pendidikan, Penduduk dan Ekonomi 9.2. Indikator-Indikator Pembangunan Pendidikan

9.3. Kesesuaian Tingkat Partisipasi Penddidikan dengan Lapangan Pekerjaan 9.4. Akses dan Pemerataan dalam Pendidikan

(6)

PERAN PENDUDUK DALAM PEMBANGUNAN

Oleh

(7)

1. Pendahuluan

Untuk menganalisis peran penduduk dalam pembangunan berkelanjutan bidang ekonomi perlu diketahui terlebih dahulu bagaimana hubungan pertumbuhan penduduk dengan pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi tidak sama dengan pertumbuhan ekonomi. Hubungan pertumbuhan penduduk dengan pertumbuhan ekonomi sendiri memiliki tiga kemungkinan yakni menghambat, menunjang dan tidak ada hubungan (Birdsall dan Sinding, 2001; Bloom, Canning dan Sevilla, 2003 dalam Pidato Pengukuhan Sri Moertiningsih, 2005). Pertumbuhan penduduk Indonesia pada periode 1971 – 1980 tercatat 2,32 persen pertahun. Angka ini kemudian menurun menjadi 1,97 persen per tahun pada periode 1980-1990 dan menurun lagi menjadi 1,49 persen per tahun pada periode 1990-2000. Penurunan pertumbuhan penduduk tersebut menyebabkan jumlah penduduk menjadi relatif terkendali. Pada tahun 1971 jumlah penduduk Indonesia tercatat 119,2 juta jiwa dan menjadi 205,8 juta jiwa pada tahun 2000.

Turunnya LPP (Laju Pertumbuhan Penduduk) ini tidak terlepas dari keberhasilan Indonesia menurunkan angka kelahiran secara bermakna. Angka kelahiran total (Total Fertility Rate/TFR) dapat diturunkan dari 5,6 per wanita pada sensus penduduk tahun 1971 menjadi 2,34 per wanita pada sensus penduduk tahun 2000. Namun demikian, bila dicermati dengan memperhatikan latar belakang sosial ekonomi ternyata menunjukan perbedaan. SDKI 2002-2003 melaporkan bahwa mereka yang memiliki kesejahteraan terendah memiliki TFR 3,0 per wanita atau lebih tinggi dibanding mereka yang memiliki tingkat kesejahteraan tertinggi yang memiliki TFR 2,2 per wanita.

Penurunan angka kelahiran di Indonesia erat kaitan dengan keberhasilan program KB meningkatnya prevalensi pemakaian kontrasepsi. Angka prevalensi ber-KB berhasil ditingkatkan dari 26 persen pada tahun 1980 menjadi 57 persen pada SDKI 1997 dan 60,3 persen pada SDKI 2002-2003. Pencapaian prevalensi ini di tingkat provinsi cukup beragam yaitu berkisar antara 35 persen di Nusa Tenggara Timur hingga 75 persen di DI Yogyakarta.

Penduduk pada hakekatnya dapat diibaratkan sebagai pisau bermata dua. Di satu sisi penduduk yang besar dan berkualitas akan menjadi aset yang sangat bermanfaat bagi pembangunan, namun sebaliknya penduduk yang besar tapi rendah kualitasnya justru akan menjadi beban yang berat bagi pembangunan. Berbagai bukti empiris menunjukan bahwa kemajuan suatu bangsa sebagian besar ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia dan bukan oleh sumber daya alamnya. Negara-negara seperti Singapura, Hongkong, Korea, Taiwan, Jepang dan sebagian besar negara-negara maju di dunia dapat dikatakan miskin akan sumber daya alam, tapi mereka dapat berkembang dan maju dengan pesat karena mereka mempunyai kualitas sumber daya manusia yang tinggi dan tetap melakukan investasi pembangunan yang memadai dalam bidang ini.

Penduduk Indonesia kualitasnya saat ini masih sangat memprihatinkan. Berdasarkan penilaian UNDP, pada tahun 2003 kualitas sumber daya manusia yang diukur melalui Indeks Pembangunan Manusia (human development index) Indonesia mempunyai ranking yang sangat memprihatinkan, yaitu 112 dari 175 negara di dunia. Dalam kaitan ini program kependudukan dan keluarga berencana merupakan salah satu program investasi

(8)

pembangunan jangka panjang yang mesti dilakukan sebagai landasan membangun SDM yang kokoh di masa mendatang.

Dalam proyeksi tersebut, asumsi fertilitas ditetapkan bahwa secara nasional tahun 2015 sebagai waktu tercapainya NRR=1 atau setara dengan TFR=2,1. Target ini disesuaikan dengan visi keluarga berkualitas BKKBN dan sasaran Millenium Development Goals (MDGs). Setelah TFR mencapai 2,1 maka akan diupayakan konstan sampai dengan tahun 2025. Sebagaimana tingkat nasional, apabila TFR suatu provinsi sudah mencapai TFR=2,1 juga akan diupayakan konstan. Untuk provinsi-provinsi yang saat ini mempunyai TFR di bawah 2,1 maka angkanya akan diturunkan hingga mencapai 1,6. Sementara itu jika suatu provinsi telah memiliki TFR di bawah 1,6 angkanya akan dipertahankan atau diusahakan konstan.

Berkenaan dengan fenomena permasalahan serta hasil proyeksi penduduk hingga 2025 tersebut di atas maka bagian ini mencoba mengurai beberapa hal yang relevan diantaranya adalah i) meninjau sejauh mana integrasi aspek kependudukan ke dalam paradigma pembangunan berkelanjutan di Indonesia, khususnya di bidang ekonomi, (ii) mengupas pentingnya variabel penduduk dalam konteks perencanaan pembangunan bidang ekonomi meliputi persebaran penduduk, pengangguran, dan penanggulangan kemiskinan serta (iii)) implikasi hasil proyeksi untuk bidang-bidang ketenagakerjaan, dan kemiskinan.

2. Integrasi Aspek Kependudukan dalam Paradigma Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan.

Dalam praktek pembangunan di beberapa negara, setidaknya pada awal pembangunan, umumnya berfokus pada peningkatan produksi. Meskipun banyak varian pemikiran, pada dasarnya kata kunci dalam pembangunan adalah pembentukan modal. Oleh karena itu strategi pembangunan yang dianggap paling sesuai adalah akselerasi pertumbuhan ekonomi dengan mengundang modal asing dan melakukan industrialisasi. Peranan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam strategi semacam ini hanyalah sebagai ”instrumen” atau salah satu ”faktor produksi ” saja. Manusia ditempatkan dalam posisi instrumen dan bukan merupakan subjek dari pembangunan. Titik berat pada nilai produksi dan produktivitas telah mereduksi manusia sebagai penghambat maksimisasi kepuasan maupun maksimisasi keuntungan. Alternatif lain dari strategi pembangunan manusia adalah apa yang disebut sebagai ”people centered development” atau ”putting people first” (Korten, 1981 dalam Mudrajat Kuncoro, 2005). Artinya manusia (rakyat) merupakan tujuan utama dari pembangunan, dan kehendak serta kapasitas manusia merupakan sumberdaya yang paling penting. Dimensi pembangunan semacam ini jelas lebih luas daripada sekedar membentuk manusia profesional dan trampil sehingga bermanfaat dalam proses produksi. Penempatan manusia sebagai subjek pembangunan menekankan pada pentingnya pemberdayaan manusia yaitu : kemampuan manusia untuk mengaktualisasikan segala potensinya. Kebalikan yang pertama yang menekankan bahwa kualitas manusia yang meningkat dijadikan prasyarat utama dalam proses produksi dan memenuhi tuntutan masyarakat industrial.

Berdasarkan hasil Proyeksi penduduk tahun 2000-2025 dengan asumsi tersebut di atas diperoleh beberapa hal penting yaitu :

(9)

 Jumlah penduduk Indonesia selama 25 tahun mendatang terus meningkat yaitu dari 205,8 juta pada tahun 2000 menjadi 273,7 juta pada tahun 2025.

Laju pertumbuhan penduduk Indonesia rata-rata pertahun selama periode 2000-2025 menunjukan kecenderungan terus menurun. Pada periode 2000-2025, penduduk Indonesia bertambah dengan kecepatan 1,36 persen per tahun. Pada periode 2020-2025 turun menjadi 0,98 persen per tahun . Turunya laju pertumbuhan penduduk ini diakibatkan oleh turunnya angka kelahiran dan kematian. Namun penurunan angka kalahiran lebih cepat daripada penurunan angka kematian. Crude Birth Rate (CBR) turun dari 21 per 1000 penduduk pada awal proyeksi menjadi 15 per 1000 penduduk pada akhir periode proyeksi, sedangkan Crude Date Rate (CDR) tetap sekitar 7 per 1000 penduduk pada kurun waktu yang sama.

 Persebaran penduduk Indonesia antar pulau dan antar provinsi tidak merata. Persentase penduduk Indonesia yang tinggal di Pulau Jawa terus menurun yaitu dari sekitar 58,9 persen pada tahun 2000 menjadi 55,4 persen pada tahun 2025. Sebaliknya persentase penduduk yang tinggal di pulau lain meningkat. Sebagai contoh, pulau Sumatera mengalami kenaikan dari 21 persen menjadi 23,1 persen selama periode proyeksi.

 Persentase penduduk umur belum produktif (0-14 tahun) secara nasional menunjukan kecenderungan semakin menurun yaitu dari 30,7 persen pada tahun 2000 menjadi 22,8 persen pada tahun 2025. Sementara itu persentase penduduk usia produktif (15-64 tahun) meningkat dari 64,6 persen pada tahun 2000 menjadi 68,7 persen pada tahun 2025, dan mereka yang berusia 65 tahun ke atas (sudah tidak produktif) naik dari 4,7 persen menjadi 8,5 persen. Perubahan struktur umur ini mengakibatkan beban ketergantungan atau Dependency Ratio turun dari 54,7 persen pada tahun 2000 menjadi 45,6 persen pada tahun 2025.

 Terkait dengan perubahan Dependency Ratio, maka Indonesia akan mendapatkan demographic bonus (kondisi dimana dependency ratio berada pada tingkat yang terendah) selama 10 tahun yaitu antara tahun 2015 sampai 2025, dengan syarat TFR 2.1 atau NRR=1 dapat dicapai pada tahun 2015. Pada kurun waktu tersebut dependency ratio berada pada tingkat 0,4 sampai 0,5 atau disebut dengan “Window Opportunity”.

 Dengan asumsi penurunan fertilitas dan mortalitas serta perubahan struktur umur seperti diuraikan di atas, Indonesia akan mencapai “Replacement Level”. (NRR=1) atau setara dengan TFR 2,1 pada tahun 2015. Beberapa provinsi yaitu DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali dan Sulawesi Utara sudah mencapai tingkat NRR=1, jauh sebelum tahun 2015 yaitu pada periode tahun 1996-1999. Pada akhir periode proyeksi hampir semua provinsi telah mencapai “Replacement Level”.

 Angka harapan hidup, diperkirakan meningkat dari 67,8 tahun pada periode 2000-2005 menjadi 73,6 tahun pada periode akhir proyeksi (2020-2025). Pada awal proyeksi, angka harapan hidup terndah terdapat di NTB (60,9 tahun) dan tertinggi di

(10)

DI Yogyakarta (73,0 tahun). Pada akhir periode proyeksi, angka harapan hidup berkisar antara 70,8 hingga 75,8 tahun untuk provinsi yang sama seperti pada awal proyeksi.

 Tingkat urbanisasi Indonesia diproyeksikan mencapai 68 persen pada tahun 2025. Untuk beberapa provinsi seperti Jawa dan Bali, tingkat urbanisasinya sudah lebih tinggi dari tingkat nasional. Tingkat urbanisasi di 4 provinsi di Jawa, pada tahun 2025 sudah di atas 80 persen. Provinsi tersebut adalah DKI Jakarta, Jawa Barat, DI Yogyakarta dan Banten.

Dengan hasil proyeksi tersebut berarti penduduk Indonesia dalam beberapa tahun mendatang akan terus meningkat jumlahnya, walaupun program KB telah berhasil menurunkan tingkat kelahiran. Hal ini dimungkinkan karena masih banyak jumlah perempuan dalam usia reproduksi sebagai akibat dari tingginya kelahiran di masa lalu. Penduduk tidak lagi mengalami pertambahan (Zero Population Growth=ZPG) setelah dalam jangka waktu yang panjang (minimal satu generasi) telah mencapai tumbuh seimbang yang diperkirakan akan dicapai pada tahun 2050 dengan jumlah penduduk 293 juta jiwa.

3. Implikasi Proyeksi Penduduk Terhadap Pengangguran dan kemiskinan.

Ada dua pandangan yang berbeda mengenai pengaruh penduduk pada pembangunan.

Pertama, adalah pandangan pesimis yang berpendapat bahwa penduduk (pertumbuhan yang pesat) dapat mengantarkan dan mendorong terjadinya pengurasan sumber daya, kekurangan tabungan, kerusakan lingkungan, kehancuran ekologis yang kemudian dapat memunculkan masalah-masalah sosial, seperti kemiskinan , keterbelakangan dan kelaparan (Ehrlich, 1981). Kedua, adalah pandangan optimis yang berpendapat bahwa penduduk adalah asset yang memungkinkan untuk mendorong pengembangan ekonomi dan promosi inovasi teknologi dan institusional (Simon, Schumpeter, 1990) sehingga dapat mendorong perbaikan kondisi sosial. Kedua pandangan tersebut muncul sampai dengan tahun 1970an. Di kalangan pakar pembangunan telah ada konsensus bahwa laju pertumbuhan penduduk yang tinggi tidak hanya berdampak buruk terhadap suplai bahan pangan, namun juga semakin membuat kendala bagi pengembangan tabungan, cadangan devisa, dan sumberdaya manusia (Meier, 1995). Setidaknya terdapat tiga alasan mengapa pertumbuhan penduduk yang tinggi akan memperlambat pembangunan. Pertama, akan mempersulit pilihan antara meningkatkan konsumsi saat ini dan investasi yang dibutuhkan untuk membuat konsumsi di masa mendatang semakin tinggi. Kedua, di negara-negara yang penduduknya tergantung pada sektor pertanian, pertumbuhan penduduk mengancam keseimbangan antara sumberdaya alam yang langka dan penduduk. Sebagian karena pertumbuhan penduduk memperlambat perpindahan penduduk dari sektor pertanian yang rendah produktivitasnya ke sektor pertanian modern dan pekerjaan modern lainnya. Ketiga, semakin sulit melakukan perubahan yang dibutuhkan untuk meningkatkan perubahan ekonomi dan sosial. Tingginya kelahiran merupakan penyumbang utama bagi pertumbuhan

(11)

kota yang cepat dan bermekarnya kota membawa masalah-masalah baru dalam menata maupun mempertahankan kesejahteraan warga kota.

Kajian Okita dan Kureda (1981) yang berusaha mengupas perubahan demografis (transisi) dan dampaknya terhadap pembangunan, khususnya pertumbuhan ekonomi, menunjukkan bahwa perubahan struktur penduduk usia kerja di Jepang, sebagai akibat pesatnya pertumbuhan penduduk berpengaruh pada perluasan kapasitas produksi per kapita dan mempunyai kontribusi cukup penting pada pertumbuhan ekonomi. Hanya sedikit bukti yang menunjukkan bahwa perubahan demografis dapat menyebabkan kemiskinan. Tetapi diakui bahwa pertumbuhan penduduk yang pesat dapat berimplikasi negatif pada pertumbuhan ekonomi dan upah serta kemiskinan jika tidak dibarengi oleh program pelayanan kesehatan dan pendidikan dasar bagi publik.

Dan dari telaahan terhadap beberapa penelitian menjelang tahun 2000, diperoleh kesimpulan bahwa (1) pertumbuhan penduduk mempunyai hubungan kuat-negatif dan signifikan terhadap laju pertumbuhan ekonomi, (2) penurunan pesat dari fertilitas memberikan kontribusi relevan terhadap penurunan kemiskinan. Penemuan baru ini memberikan kesan yang amat kuat, dibanding sebelumnya, bahwa fertilitas tinggi di negara berkembang selama ini ternyata merupakan salah satu sebab dari kemiskinan yang terus menerus, baik pada tingkat keluarga ataupun pada tingkat makro (Birdsal dan Sanding, 2001 dalam Sri Moertiningsih, 2005).

Berdasarkan temuan serta hasil proyeksi penduduk Indonesia yang memperlihatkan bahwa laju pertumbuhan penduduk yang pada tahun 2005 sebesar 1,29% akan menurun menjadi 1,21% pada tahun 2010 dan seterusnya konsisten mengalami penurunan hingga 0,82% pada tahun 2025, maka kita berharap secara konsisten pula tingkat kemiskinan di Indonesia akan semakin menurun. Meningkatnya laju pertumbuhan penduduk yang disebabkan oleh menurunnya mortalitas akan memicu pertumbuhan, sedangkan yang disebabkan oleh peningkatan fertilitas akan menekan pertumbuhan ekonomi. Namun hasil proyeksi yang sama menunjukkan bahwa proporsi penduduk usia kerja (15-64) relatif konstan yaitu 67% pada tahun 2005 berubah sedikit menjadi 68% pada tahun 2025, padahal proporsi penduduk usia kerja yang besar diharapkan menjadi sumber angkatan kerja yang produktif dan berkemampuan menabung tinggi dibanding penduduk muda (dibawah 15 tahun) dan penduduk tua (di atas 65 tahun) atau yang digolongkan bukan usia kerja.

Dengan pertumbuhan angkatan kerja Indonesia yang diperkirakan tetap tinggi (di atas 3%) hingga 2025 maka tentu sangat berpengaruh terhadap tingkat pengangguran mengingat penciptaan kesempatan kerja yang tidak mampu mengimbangi laju pertumbuhan angkatan kerja akibat laju pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan agak melambat yang disebabkan oleh karena sumber-sumber pertumbuhan yang makin terbatas (sumber daya alam) serta kapasitas sumberdaya manusia yang tidak bisa dipacu dalam jangka pendek serta faktor teknologi dan inovasi yang juga terkendala karena Indonesia condong sebagai pengguna daripada pencipta teknologi. Terlebih jika dikaitkan dengan struktur umur penduduk Indonesia yang masih tergolong muda yang juga pada umur-umur

(12)

muda (15-24) dari data yang ada memperlihatkan tingkat pengangguran yang lebih tinggi ( 14%) daripada umur di atas 25 tahun (4%).

4. Penutup

Untuk mencapai sasaran proyeksi di atas maka Indonesia wajib mempertahankan dan bahkan meningkatkan komitmennya pada program keluarga berencana. Melemahnya komitmen terhadap program KB akan berdampak pada lebih tingginya jumlah penduduk dari angka yang telah diperkirakan. Hal ini tentu akan semakin mempererat persoalan sosial, ekonomi dan lingkungan. Demikian pula dengan pembangunan SDM utamanya pendidikan dan kesehatan harus benar-benar menjadi perhatian sejak dini. Meningkatnya persentase penduduk usia produktif di satu sisi merupakan modal untuk melakukan pembangunan namun jika negara tidak mampu menyediakan lapangan kerja dan sarana aktualisasi diri akan berdampak pada kondisi ketidakstabilan.

Mencermati kondisi kependudukan tersebut diatas, diperlukan antisipasi kebijakan dan perencanaan jangka panjang, menengah dan tahunan dari berbagai instansi termasuk BKKBN, agar lebih segmentatif sesuai kebutuhan kondisi masing-masing wilayah. Komitmen dan dukungan yang tinggi dari berbagai sektor untuk melaksanakan secara sungguh-sungguh kebijakan kependudukan dan KB menjadi prasyarat agar asumsi dan proyeksi yang telah disepakati dapat terwujud, sehingga dampak social, ekonomi dan lingkungan sebagai akibat dari melesetnya asumsi dan proyeksi penduduk dapat terhindarkan.

(13)

Tabel 1

ESTIMASI PENDUDUK MENURUT PROVINSI, TAHUN 2000-2025 (dalam ribuan) No PROVINSI TAHUN 2000 2005 2010 2015 2020 2025 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 1. NA Darussalam 3,929.3 4,037.9 4,112.2 4,166.3 4,196.5 4,196.3 2. Sumatera Utara 11,642.6 12,452.8 13,217.6 13,923.6 14,549.6 15,059.3 3. Sumatera Barat 4,248.5 4,402.1 4,535.4 4,693.4 4,785.4 4,846.0 4. Riau 4,948.0 6,108.4 7,469.4 8,997.7 10,692.8 12,571.3 5. Jambi 2,407.2 2,657.3 2,911.7 3,164.8 3,409.0 3,636.8 6. Sumatera Selatan 6,899.1 7,526.8 8,164.0 8,780.8 9,389.6 9,960.3 7. Bengkulu 1,564.8 1,744.2 1,930.3 2,119.8 2,308.2 2,488.8 8. Lampung 6,730.8 7,291.3 7,843.0 8,377.4 8,881.0 9,330.0 9. Bangka Belitung 900.0 971.5 1,044.7 1,116.4 1,183.0 1,240.0 10. DKI Jakarta 8,361.0 8,699.6 8,981.2 9,168.5 9,262.6 9,259.9 11. Jawa Barat 35,724.0 39,066.7 42,555.3 46,073.8 49,512.1 52,740.8 12. Jawa Tengah 31,223.0 31,887.2 32,451.6 32,882.7 33,138.9 33,152.8 13. DI Yogyakarta 3,121.1 3,280.2 3,349.0 3,580.3 3,694.7 3,776.5 14. Jawa Timur 34,766.0 35,550.4 36,269.5 36,840.4 37,183.0 37,194.5 15. Banten 8,098.1 9,309.0 10,661.1 12,140.0 13,717.6 15,343.5 16. Bali 3,150.0 3,378.5 3,596.7 3,792.6 3,967.7 4,122.1 17. NTB 4,008.6 4,355.5 4,701.1 5,040.8 5,367.7 5,671.6 18. NTT 3,823.1 4,127.3 4,417.6 4,694.9 4,957.6 5,194.8 19. Kalimantan Barat 4,016.2 4,394.3 4,771.5 5,142.5 5,493.6 5,809.1 20. Kalimantan Tgh 1,855.6 2,137.9 2,439.9 2,757.2 3,085.8 3,414.4 21. Kalimantan Sltn 2,984.0 3,240.1 3,503.3 3,767.8 4,023.9 4,258.0 22. Kalimantan Timur 2,451.9 2,810.9 3,191.0 3,587.9 3,995.6 4.400.4 23. Sulawesi Utara 2,000.9 2,141.9 2,277.2 2,402.8 2,517.2 2,615.5 24. Sulawesi Tengah 2,176.0 2,404.0 2,640.5 2,884.2 3,131.2 3,372.2 25. Sulawesi Selatan 8,050.8 8,493.7 8,926.6 9,339.9 9,715.1 10,023.6 26. Sulawesi Tenggara 1,820.3 2,085.9 2,363.9 2,653.0 2,949.6 3,246.5 27. Gorontalo 833.5 872.2 906.9 937.5 962.4 979.4 28. Maluku 1,163.2 1,172.0 1,170.9 1,163.1 1,148.5 1,125.3 29. Maluku Utara 732.2 780.3 862.5 870.4 908.9 939.2 30. Papua 2,213.8 2,518.4 2,819.9 3,119.5 3,410.8 3,682.5 INDONESIA 205,843.6 219,898.3 2. 234,139.4 248,180.0 261,539.6 273,651.4

(14)

Tabel 2

LAJU PERTUMBUHAN PENDUDUK MENURUT PROVINSI TAHUN 2000 -2025 NO. PROVINSI TAHUN 2000-2005 2005-2010 2010-2015 2015-2020 2020-2025 (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1. NA Darussalam 0.55 0.37 0.26 0.14 0.00 2. Sumatera Utara 1.35 1.20 1.05 0.88 0.69 3. Sumatera Barat 0.71 0.60 0.69 0.39 0.25 4. Riau 4.30 4.11 3.79 3.51 3.29 5. Jambi 2.00 1.85 1.68 1.50 1.30 6. Sumatera Selatan 1.76 1.64 1.47 1.35 1.19 7. Bengkulu 2.19 2.05 1.89 1.72 1.52 8. Lampung 1.61 1.47 1.33 1.17 0.99 9. Bangka Belitung 1.54 1.46 1.34 1.17 0.95 10. DKI Jakarta 0.80 0.64 0.41 0.20 -0.01 11. Jawa Barat 1.81 1.73 1.60 1.45 1.27 12. Jawa Tengah 0.42 0.35 0.26 0.16 0.01 13. DI Yogyakarta 1.00 0.95 0.81 0.63 0.44 14. Jawa Timur 0.45 0.40 0.31 0.19 0.01 15. Banten 2.83 2.75 2.63 2.47 2.27 16. Bali 1.41 1.26 1.07 0.91 0.77 17. NTB 1.67 1.54 1.41 1.26 1.11 18. NTT 1.54 1.37 1.23 1.09 0.94 19. Kalimantan Barat 1.82 1.66 1.51 1.33 1.12 20. Kalimantan Tgh 1.87 2.68 2.48 2.28 2.04 21. Kalimantan Sltn 1.66 1.57 1.47 1.32 1.14 22. Kalimantan Timur 2.77 2.57 2.37 2.18 1.95 23. Sulawesi Utara 1.37 1.23 1.08 0.93 0.77 24. Sulawesi Tengah 2.01 1.89 1.78 1.65 1.49 25. Sulawesi Selatan 1.08 1.00 0.91 0.79 0.63 26. Sulawesi Tenggara 2.76 2.53 2.33 2.14 1.94 27. Gorontalo 0.91 0.78 0.67 0.53 0.35 28. Maluku 0.15 -0.02 -0.13 -0.25 -0.41 29. Maluku Utara 1.28 1.16 1.04 0.87 0.66 30. Papua 2.61 2.29 2.04 1.80 1.54 INDONESIA 1.36 1.29 1.21 1.11 0.98

(15)

Tabel 3

PARAMETER HASIL PROYEKSI PENDUDUK INDONESIA TAHUN 2000 – 2025 PARAMETER 2000 2005 2010 2015 2020 2025 PENDUDUK Laki-laki (000) 103,179.9 110,156.4 117,220.6 124,167.1 130,734.4 136,527.2 Perempuan (000) 102,663.7 109,741.9 116,918.8 124,012.9 130,805.2 137,124.2 Laki-laki+Perempuan (000) 205,843.6 219,898.3 234,139.4 248,180.0 261,539.6 273,651.4 Laju Pertumbuhan (%) 1.36 1,29 1.21 1,11 0.98 0.82 Komposisi Umur (%) 0 – 14 30.70 28.30 26.0 25.0 23.9 22.8 15 – 64 64.60 66.70 68.6 69.1 69.1 68.7 65 4.70 5.00 5.3 5.9 7.0 8.5 Ratio Ketergantungan (%0 54.70 49.80 45.7 44.7 44.7 45.6 FERTILITAS

Angka Kelahiran Total (TFR) 2.33 2.23 2.15 2.11 2.08 2.07 Angka Reproduksi Kotor (GRR) 1.14 1.09 1.05 1.03 1.02 1.01 Angka Reproduksi Bersih (NRR) 1.06 1.03 1.00 0.99 0.99 0.98 Angka Kelahiran Kasar (CBR) 20.6 19.7 18.4 17.3 16.3 15.3 Jumlah Kelahiran (000) 4,240.4 4,288.4 4,308.3 4,293.4 4,263.0 4,187.1

MORTALITAS

Harapan Hidup Waktu Lahir (Eo) Laki-laki

65.1 67.1 68.9 70.3 71.2 71.5

Harapan Hidup Waktu Lahir (Eo) Perempuan

69.1 71.1 72.9 74.3 75.5 76.1

Eo Laki-laki + Perempuan 67.1 69.0 70.8 72.3 73.3 73.7 Angka Kematian Bayi (IMR)

Laki-laki

46.2 36.9 29.5 24.0 19.8 18.0

Angka Kematian Bayi (IMR) Perempuan

35.2 27.5 21.6 17.2 14.0 12.8

IMR Laki-laki + Perempuan 40.8 32.3 25.7 26.7 17.0 15.5 Angka Kematian Kasar (CDR) 7.0 6.6 6.3 6.2 6.5 7.1 Jumlah Kematian (000) 1,440.9 1,451.3 1,475.1 1,538.7 1,700.0 1,942.9

MIGRASI

Angka Migrasi Bersih/Net Migration Rate (0/00)

(16)
(17)

TEORI KAPABILITAS AMARTYA SEN

Oleh:

(18)

Teori Kapabilitas Amatya Sen

Pembangunan yang berbasis kepada pengembangan modal manusia (Human Capital) telah menjadi fokus pembangunan saat ini. Teori Pembangunan manusia modern dikembangkan oleh Amartya Sen - sejalan dengan perkembangan ukuran keberhasilan pembangunan dengan menggunakan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) diera tahun 1990an. Pembangunan yang memfokusan pada membangunan manusia dan juga kemampuan mereka (yang disebut sebagai kapabilitas) merupakan fokus utama dari model pembangunan Amartya Sen ini. Teori pembangunan ini kemudian dikenal dengan nama Teori Kapabilitas.

Teori Kapabilitas merupakan kerangka kerja normatif yang digunakan sebagai penilaian mengenai pengaturan sosial masyarakat dan juga keadilan serta kesetaraan dan kualitas hidup masyarakat. Teori pembangunan ini berusaha utuk mengurangi adanya pengucilan sosial (social exclution) dan juga ketidakmerataan dalam pelaksanaan pembangunan antar golongan masyarakat. Fokus pembangunan ada pada manusia atau penduduk sebagai tujuan dari pembangunan itu sendiri dan bukan manusia atau penduduk sebagai alat untuk mencapai pertumbuhan ekonomi.

Pendekatan pembangunan dilakukan melalui pemberdayaan manusia itu sendiri. Meskipun kita tahu bahwa potensi dalam masing-masing orang berbeda, baik yang disebabkan perbedaan faktor internal - seperti usia, jenis kelamin, ras, pendidikan, kesehatan, serta kecerdasan individu - maupun perbedaan faktor eksternal - seperti pengaruh orang lain terhadap satu individu, pola pengaturan sosial, akses terhadap infrastruktur dan layanan publik, maupun kesempatan untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan politik, serta kebebasan penyampaian pendapat dalam proses pembangunan. Oleh sebab itu pendekatan pemabangunan berdasarkan Kapabilias cukup luas, dengan mempertimbangkan banyak faktor seperti faktor ekonomi, pribadi masyarakat, sosial, politik serta lingkungan. Keberhasilan pembangunan pada pendekatan ini dicapai ketika proses pembangunan mampu meningkatkan kapabilitas manusia untuk meningkatkan kesejahteraannya.

Inti dari pendekatan pembangunan yang berbasis kepada bakat dan kemampuan individu (kapabilitas) pada dasarnya mencoba untuk memfungsikan potensi yang ada pada setiap manusia agar berkembang secara maksimal, sehingga bisa mendapatkan pencapaian tertinggi yang bisa diraih. Selain itu pembangunan yang didasarkan pada kapabilitas juga menekankan pada adanya "kebebasan" (freedom) dari setiap individu agar dapat memilih kehidupannya sesuai dengan kapabilitasnya. Keuntungan dari kebebasan untuk memilih adalah adanya peningkatan kebahagiaan dari individu pada saat memfungsikan kapabilitasnya, sehingga pembangunan yang didasarkan pada pendekatan kapabilitas memungkinkan peningkatan pembangunan di masyarakat juga akan secara otomatis meningkatkan kebahagiaan masyarakat (Development and happiness) - karena masyarakat membangun tidak didasarkan atas keterpaksaan, melainkan atas kesadaran masing-masing untuk memfungsikan kemampuan individunya secara optimal. Hasil akhir dari pendekatan pembangunan ini adalah meningkatnya kesejahteraan dari setiap individu masyarakat .

Pada dasarnya apa yang disebut dengan kapabilitas manusia? Sen (1998) mendefinisikan bahwa Kapabilitas manusia adalah kebebasan yang dimiliki oleh seseorang, yang dikaitkan dengan pilihan-pilihan yang bisa dilakukan oleh seorang individu agar bisa

(19)

memfungsikan kemampuannya tersebut secara maksimum - sesuai dengan karkateristik yang dimiliki oleh masing-masing individu (mayarakat). Dengan kata lain kapabilitas manusia merupakan proses mentransformasi setiap karakteristik yang ada pada individu agar bisa difungsikan semaksimal mungkin bagi kemajuan pembangunan. Misalkan saja seorang individu yang memiliki kapabilitas (bakat) sebagai seorang pelukis, akan menghasilkan karya lukisan yang bernilai tinggi atau memiliki produktivitas paling tinggi ketika orang tersebut bisa memfungsikan secara maksimum bakat yang dimilikinya, dibandingkan dengan produktivitas ketika individu tersebut dipaksa untuk berprofesi sebagai seorang dokter atau profesi lainnya di luar profesi pelukis. Oleh sebab itu kemampuan seseorang untuk memilih kehidupan ( baik keputusan untuk mengkonsumsi, bersekolah, bekerja, ataupun berobat) yang paling sesuai dengan kapabilitas yang dimilikinya sangat penting agar kesejahteraannya. Makna kebebasan dalam memilih (freedom to choices) menjadi salah satu jaminan yang membuat masyarakat mencapai kesejahteraan yang lebih tinggi. Pembangunan berdasarkan kemampuan (kapabilitas) individu ini lah yang kemudian disebut sebagai pembangunan manusia (human development)

Dalam konsep pembangunan manusia, peningkatan produktivitas menjadi salah satu tujuan yang utama. Membangun manusia pada dasarnya berusaha untuk menciptakan tingkat produktivitas tertinggi yang bisa dicapainya - melalui memfungsikan bakat dan kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing individu. Para ahli ekonomi sepakat bahwa membangunan pendidikan dan kesehatan merupakan dua hal yang akan meningkatkan produktivitas seseorang yang kemudian akan meningkatkan pendapatannya dan pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraannya. Ketika seseorang menjadi lebih sehat, maka dia akan mampu bekerja lebih lama dan lebih teliti, sehingga produktivitas kerjanya akan meningkat dan akan mendapatkan income yang lebih tinggi yang dia bisa gunakan untuk meningkatkan konsumsinya - dimana peningkatan konsumsi menjadi bagian dari peningkatan kesejahteraan. Begitu juga dengan pendidikan, ketika seseorang bisa mencapai pendidikan yang lebih tinggi, maka orang tersebut akan bisa bekerja lebih efisien yang menjadi ciri utama tingginya produktivitas seseorang. Peningkatan produktivitas dari sisi pendidikan juga berdampak sama dengan peningkatan pendapatan dan juga konsumsi - yang berarti akan meningkatkan kesejahteraan.

Ranis & Stewart (2005) meyakini ada hubungan yang erat antara pembangunan manusia - yang didasarkan pada pendekatan kapabilitas - dengan peningakatan pertumbuhan ekonomi, dan juga sebaliknya. Hubungan antara pembangunan manusia dan pertumbuhan ekonomi bersifat simultan dan saling mempengaruhi satu dengan lainnya. Hubungan timbal balik antara pembangunan manusia dan pertumbuhan ekonomi oleh Ranis & Stewart digambarkan seperti gambar di bawah ini.

(20)

Gambar 1. Hubungan Timbal Balik antara Pertumbuhan Ekonomi dan Kemajuan Pembangunan Manusia

(21)

STRATEGI PEMBANGUNAN MANUSIA MELALUI OPTIMASI

BONUS DEMOGRAFI

Oleh:

SUTYASTIE SOEMITRO REMI

(22)

I. PENDAHULUAN

Banyak contoh negara selama periode pertumbuhan dan pembangunan ekonomi yang cepat mengalami tingkat kesuburan (fertilitas) yang tinggi dan tingkat mortalitas (kematian) yang rendah pada saat bersamaan sehingga menyebabkan "ledakan penduduk". Untuk menjaga keseimbangan dalam kelompok usia penduduk mereka, pemerintah di negara-negara tersebut umumnya membuat banyak upaya untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk dengan mendorong atau memastikan kesuburan yang lebih rendah secara keseluruhan. Akibatnya, perubahan demografi cepat terjadi dalam hal struktur umur, yang pada gilirannya memiliki sejumlah implikasi untuk pertumbuhan dan perkembangan. Perubahan tersebut ditandai dengan membawa serta pada suatu tahap yang disebut dengan “Bonus Demografi” - kesempatan demografis yang terjadi hanya sekali dalam jumlah terbatas waktu - disertai dengan sejumlah keuntungan dan tantangan bagi pertumbuhan ekonomi dan pembangunan.

Untuk tujuan ini, maka adalah sangat penting bahwa pemerintah, khususnya di

negara-negara maju dan berkembang, menemukan cara terbaik dari sebuah kesempatan demografis untuk pembangunan. Banyak penelitian (eg Bloom et al, 2003;. Ross, 2004;. Mason et al, 2008) menunjukkan bahwa "Bonus" tidak akan otomatis terjadi tanpa komitmen aktif dari pemerintah untuk merancang dan mengimplementasikan.

Indonesia mengalami perubahan dalam tingkat fertilitas dan tingkat mortalitas penduduk dari waktu ke waktu. Pengenalan kebijakan Keluarga Berencana baru di awal 1970-an yang mengganggap keluarga ideal dengan 2 (dua) anak. Keluarga Berencana yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan ibu, anak dalam rangka mewujudkan NKKBS (Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera) yang menjadi dasar terwujudnya masyarakat yang sejahtera dengan mengendalikan kelahiran sekaligus menjamin terkendalinya pertambahan penduduk.

Sejumlah pertanyaan kebijakan dan strategi perlu dieksplorasi, termasuk bagaimana struktur umur penduduk Indonesia dan khususnya Jawa Barat akan berubah, ketika Bonus Demografi akan dimulai dan berakhir, dan apa tantangan dan strategi Jawa Barat untuk mendapatkan keuntungan dari periode Bonus Demografi tersebut.

2. PENGERTIAN DAN PROSES TERJADINYA BONUS DEMOGRAFI

Jendela Demografi (Window of Opportunity) yang mengawali terjadinya bonus demografi menurut Departemen Kependudukan United Nation didefinisikan sebagai periode waktu dalam evolusi demografis suatu negara ketika proporsi penduduk usia kerja sangat menonjol. Hal ini terjadi ketika arsitektur demografi penduduk yang menjadi lebih muda dan persentase orang dapat bekerja mencapai puncaknya. Biasanya, kesempatan demografis berlangsung selama 30-40 tahun tergantung pada situasi dan kondisi suatu negara. Oleh karena hubungan mekanik antara tingkat kesuburan (fertilitas) dan struktur umur, waktu dan durasi periode ini terkait erat dengan dari penurunan kesuburan orang-orang: ketika tingkat kelahiran turun, diikuti menyusutnya piramida kependudukan dengan proporsi usia pertama secara bertahap lebih rendah dari penduduk muda (di bawah 15 tahun) sehingga rasio ketergantungan (dependency ratio) menurun. Departemen

(23)

Kependudukan PBB telah mendefinisikan sebagai periode ketika proporsi anak-anak dan pemuda di bawah 15 tahun turun di bawah 30 persen dan proporsi penduduk 65 tahun dan lebih tua masih di bawah 15 persen.

Masyarakat yang telah memasuki jendela demografi memiliki rasio ketergantungan yang lebih kecil (rasio tanggungan untuk penduduk usia kerja) dan oleh karena itu potensi demografis untuk pertumbuhan ekonomi tinggi sebagai rasio ketergantungan yang menguntungkan cenderung meningkatkan tabungan dan investasi dalam modal manusia. Ini yang disebut "bonus demografi" yang merupakan keuntungan potensial sebagai tingkat partisipasi yang rendah (misalnya di kalangan wanita) atau pengangguran merajalela dapat membatasi dampak dari struktur umur.

Jadi bonus demografi adalah jendela peluang dalam pengembangan suatu masyarakat atau bangsa yang terbuka sebagai dampak tingkat kesuburan menurun ketika tingkat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia lebih cepat yang dikombinasikan dengan kebijakan yang efektif.

Penurunan tingkat kesuburan sering mengikuti penurunan yang signifikan pada angka kematian anak dan bayi, serta peningkatan harapan hidup rata-rata. Akhirnya kelompok ini mulai memasuki angkatan kerja produktif. Dengan tingkat kesuburan terus menurun dan generasi yang lebih tua memiliki harapan hidup lebih pendek, rasio ketergantungan menurun secara dramatis. Pergeseran demografis memulai bonus demografis. Dengan tanggungan muda lebih sedikit, karena kesuburan menurun dan angka kematian anak, dan tanggungan penduduk tua menurun, dan segmen terbesar dari penduduk usia kerja produktif.

Terlebih jika dikombinasikan dengan kebijakan publik yang efektif pada periode waktu bonus demografis dapat membantu memfasilitasi pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat. Ini juga merupakan periode waktu ketika banyak perempuan memasuki angkatan kerja untuk pertama kalinya. Di banyak negara periode ini telah menyebabkan keluarga semakin kecil, pendapatan meningkat, dan tingkat kehidupan membaik. Namun, perubahan sosial yang dramatis juga dapat terjadi selama waktu ini, seperti angka perceraian meningkat, penundaan perkawinan, dan meningkatnya orang tua tunggal.

Selama periode “bonus demografi” ada empat mekanisme di mana keuntungan potensial akan diperoleh. Yang pertama adalah pasokan tenaga kerja meningkat. Namun, besarnya manfaat ini tampaknya tergantung pada kemampuan ekonomi untuk menyerap dan produktif dalam mempekerjakan pekerja ekstra daripada menjadi hadiah demografi murni. Mekanisme kedua adalah peningkatan tabungan. Sebagai jumlah tanggungan menurun individu dapat menyimpan lebih. Peningkatan tingkat tabungan nasional meningkatkan persediaan modal dan menyebabkan produktivitas yang lebih tinggi sebagai akumulasi modal yang diinvestasikan. Mekanisme ketiga adalah sumber daya manusia. Melalui penurunan tingkat kesuburan mengakibatkan wanita lebih sehat dan tekanan ekonomi menurun. Hal ini juga memungkinkan orang tua untuk berinvestasi lebih banyak, yang mengarah ke kesehatan yang lebih baik dan pendidikan meningkat. Mekanisme

keempat untuk pertumbuhan adalah permintaan domestik meningkat disebabkan oleh meningkatnya PDB per kapita akibat dari rasio ketergantungan yang menurun.

(24)

Ada urgensi strategis untuk menerapkan kebijakan yang mengambil keuntungan dari bonus demografi untuk sebagian besar negara. Urgensi ini berasal dari jendela yang relatif kecil dari peluang negara-negara harus merencanakan untuk bonus demografi ketika sebagian besar dalam populasi mereka masih muda, sebelum memasuki angkatan kerja. Selama jendela kesempatan yang singkat ini, negara-negara mencoba untuk mempromosikan investasi yang akan membantu orang-orang muda menjadi lebih produktif selama masa kerja mereka. Kegagalan untuk memberikan kesempatan kepada penduduk muda tumbuh akan menghasilkan peningkatan pengangguran dan peningkatan risiko gejolak sosial.

Setelah periode bonus demografi, sangat penting melahirkan kebijakan yang tepat guna meminimalisasi kenyataan bahwa apa yang mengikuti "bonus demografi" adalah saat ketika rasio ketergantungan mulai meningkat lagi. Tak pelak lagi gelembung penduduk yang sebelumnya bekerja paling produktif menciptakan "bonus demografi" tumbuh tua dan pensiun.

3. TANTANGAN BONUS DEMOGRAFI

Gambar dibawah memperlihatkan bonus demografi yang akan terjadi di Indonesia dimana tingkat tenaga kerja produktif di atas penduduk yang bergantung ke tenaga kerja produktif yang terjadi antara tahun 2010 sampai dengan 2023. Persentase anak 0-14 kecenderungan semakin menurun yang nantinya akan berpengaruh di tahun setelah 2030. Perkiraan periode “bonus demografi” menurut Dorojatun Kuncoro Yakti bagi Indonesia dimulai 2010 hingga 2035 sedangkan Sri Moertiningsih memperkirakan antara 2020 hingga 2030. Sedangkan “bonus demografi” untuk Jawa Barat (Ade Rika Agus, 2012), BPS memproyeksikan terjadi antara tahun 2021-2028 yang notabene periodenya lebih pendek daripada perkiraan Nasional oleh karena tingkat pertumbuhan penduduk Jawa Barat yang menunjukkan rata-rata lebih tinggi (1,9% per tahun) dibandingkan rata-rata pertumbuhan penduduk Indonesia (1,49% per tahun).

(25)

Gambar 1 : Bonus Demografi Indonesia

Sumber : Pemerintah Indonesia 2011, Master Plan : Acceleration and Expansion of Indonesia Economic Development 2011-2025

Selain itu tingkat ketergantungan Jawa Barat juga lebih tinggi dari pada Nasional, sebagaimana tampak pada gambar di bawah ini.

(26)

Jumlah penduduk Provinsi Jawa Barat menduduki urutan pertama terbesar diantara provinsi di Indonesia. Laju pertumbuhan penduduk (LPP) tahun 2000 – 2010 sebesar 1,90 % per tahun. Persentase penduduk usia produktif (15-64 tahun) terus meningkat sampai pada satu titik dimana rasio beban tanggungan (dependency ratio) menunjukkan titik terendah.Transisi struktur umur dalam kondisi ini sering disebut ‘Bonus Demografi’ karena dianggap sebagai keuntungan ekonomis yang disebabkan menurunnya rasio beban tanggungan sebagai hasil proses penurunan fertilitas jangka panjang.

(27)

Gambar 3 : Tren Rasio Ketergantungan Jawa Barat, 1980-2035

(28)

(29)

4. STRATEGI KEBIJAKAN MENGELOLA BONUS DEMOGRAFI

Keuntungan bonus demografi Jawa Barat yang menunjukkan periode lebih pendek daripada periode bonus demografi Indonesia harus disikapi oleh pemerintah daerah Jawa Barat dengan membuat proyeksi penduduk Jawa Barat ke depan

disertai dengan berbagai strategi kebijakan di beberapa bidang yang terintegrasi secara terpadu oleh Dinas dan Instansi terkait yaitu :

1. Strategi Kebijakan Pendidikan dan Pelatihan

2. Strategi Kebijakan Ketenagakerjaan dan Pembangunan Sumberdaya Manusia 3. Strategi Kebijakan Kependudukan, Keluarga Berencana dan Kesehatan 4. Strategi Kebijakan Sosial.

4.1 STRATEGI KEBIJAKAN PENDIDIKAN DAN LATIHAN

Keseriusan pemerintah membangun bidang pendidikan untuk mengimplementasikan pada pengembangan pendidikan yang komprehensif, diversifikasi program pelatihan dari level pra sekolah, sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi demikian juga dengan program vokasional dan profesional. Komitmen pemerintah untuk bidang pendidikan dengan mengalokasikan 20% dari PDB. Level pendidikan ini sangat penting Pemerintah telah banyak melaksanakan

(30)

kebijakan dan program untuk menjamin pendidikan. Komitmen pemerintah untuk menjamin pendidikan ini sangatlah penting mengingat pendidikan merupakan kebutuhan utama untuk mewujudkan masyarakat sejahtera. Mengingat keterbatasan yang dimiliki oleh pemerintah, maka program pendidikan dasar yang menjadi prioritas kewajiban pemerintah.

Peningkatan peran sektor pendidikan dan pelatihan tidak dapat diabaikan. Situasi saat ini dan refleksi dekade ke depan perlu dijadikan pertimbangan. Turunan strategi kebijakan yang dapat dilakukan antara lain :

1. Pengurangan penerimaan guru di tingkat dasar dan menengah dikarenakan penurunan jumlah anak berumur 0-4 dan 5-9. Ini berkaitan dengan akan berkurangnya investasi sekolah dasar dan menengah untuk gedung. Sebaiknya perbaikan kualitas pada investasi fasilitas saat ini khususnya sekolah di luar jangkauan infrastuktur yang baik.

2. Program strategis dan prioritas mengembangkan pendidikan berdasarkan permintaan pasar, khususnya sekolah vokasional atau kejuruan serta pelatihan kerja di daerah pedesaan dan sektor manufakturing. Adanya ketidaksesuai antara suplai dan demand yang diinginkan oleh industri, harus dikritisi oleh praktisi pendidikan dan industri. Pekerja yang dengan skill atau kemampuan sesuai dengan industri yang lebih diinginkan industri. Kemampuan manajerial perlu diberikan dalam pendidikan dan pelatihan. Pemerintah daerah harus mengevaluasi sistim pendidikan dan pelatihan untuk pekerja dengan kemampuan sesuai dengan industri. Pengembangan strategis saat ini berkaitan antara strategi kementrian pendidikan, strategi kementrian industri dan kementrian ketenagakerjaan.

3. Pada semua level pendidikan, pemberian pelatihan ke siswa didik yaitu kemampuan sosialisasi dan perilaku harus ditingkatkan. Kemampuan ini sangat penting untuk menjadikan seseorang berperilaku baik, jujur, tangguh dalam mengelola perusahaan, lembaga ataupun negara di masa depan.

4. Investasi pendidikan dan pelatihan berfokus pada kurikulum, penciptaan kreatifitas baik pendidik dan siswa didik, pemberian beasiswa bagi siswa didik dan tenaga pendidik, selain itu kegiatan riset diperbanyak.

4. 2. STRATEGI KEBIJAKAN KETENAGAKERJAAN DAN SUMBER DAYA MANUSIA

Berbagai studi pengaruh sumber daya pada pertumbuhan ekonomi mengkonfirmasikan bahwa pertumbuhan populasi penduduk usia kerja sangat krusial sebagai mesin penggerak ekonomi. Ini terjadi apabila pemerintah daerah mampu meningkatkan peluang kesempatan kerja dan meningkatkan produktivitas tenaga kerja. Meningkatkan kesempatan kerja adalah sesuatu yang menjadi tantangan besar sehingga perlu memprioritaskan hal-hal di bawah ini:

(31)

a. Pertumbuhan tenaga kerja signifikan dengan pertambahan penduduk pada masa bonus demografi. Banyaknya jumlah penduduk usia kerja akan memberikan peraihan yang besar pada PDRB.

b. Adanya pendidikan dan pelatihan tercipta tenaga kerja yang terlatih dan terampil yang dapat berperan dalam kegiatan ekonomi regional dan internasional. Tenaga kerja di Jawa Barat meliputi berbagai level ketrampilan. Dari level rendah sampai dengan level keahlian dan kemampuan tinggi. Jawa Barat mempunyai tenaga kerja berlimpah tetapi kurang pengalaman dan kurang terampil. Harus didata kabupaten/kota yang mempunyai tingkat pendidikan, ketrampilan untuk dapat ditingkatkan kemampuannya.

c. Ketidakseimbangan antar gender merupakan isu saat ini yang merebak. Kesediaan kesempatan kerja bagi perempuan perlu diperluas tanpa mengambil porsi pekerja laki-laki.

d. Pengangguran yang ada di masyarakat meliputi berbagai level pendidikan, dari pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi. Bahkan kecenderungan telah terjadi bahwa persentasi penganggur terdidik semakin meningkat.

e. Migrasi memberi keuntungan maupun kerugian bagi kota yang didatangi ataupun desa yang ditinggalkan.

f. Ciptakan banyak lapangan kerja dengan menciptakan entrepreuner muda melalui pendidikan kewirausahaan di sekolah formal dan pelatihan usaha. g. Sumber keuangan harus mendukung penciptaan lapangan kerja baru dan

kewirausahaan. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan menambah tabungan untuk investasi. Sehingga Usaha Kecil Mikro dapat akses ke perbankan untuk mengembagkan usahanya.

h. Penanganan masalah urbanisasi yang tidak mempunyai keahlian dan kemampuan yang cukup.

4.3 STRATEGI KEBIJAKAN KEPENDUDUKAN, KELUARGA DAN KESEHATAN 4.3.1 Proyeksi Penduduk masa depan

a. Kecendrungan turunnya populasi anak-anak akan terus berlanjut akibat dari berhasilnya program Keluarga Berencana. Bagi pemerintah ini saatnya memberi perhatian lebih pada mengalokasikan sumber daya pada program kesehatan anak lebih baik seperti imunisasi lanjut gratis, program berkurangnya anak kekurangan nutrisi, kematian dini bayi dan kematian anak.

b. Wanita usia reproduksi 15 – 49 akan meningkat dengan tingkat lebih rendah. Program kependudukan dengan konsep keluarga kesil sesuai dengan pola

(32)

pemikiran membentuk keluarga kecil bagi pasangan muda karena kesibukan profesionalnya.

c. Jika populasi usia kerja dengan fisik dan intelektual yang sehat akan memberikan tabungan yang besar bagi Indonesia, karena biaya kesehatan menjadi lebih rendah.

4.3.2 Tantangan bagi Indonesia dalam Kependudukan, Keluarga dan Kesehatan

a. Pemahaman tentang kesehatan bagi kaum muda khususnya semakin meningkatnya ancaman AID/HIV dan Narkoba

b. Pengenalan tentang alat reproduksi agar terhindar dari pergaulan bebas c. Pembangunan antar regional, level edukasi perempuan dan tingkat

fertilitas.

Pembangunan kesehatan, dan sarana kesehatan bagi masyarakat Jawa Barat berkaitan erat dengan kemampuan fisik, kecerdasan emosional dan intelektual. Semakin sehat maka kemapuan membangun, produktifitas, kreatifitas semakin meningkat. Layanan bagi rakyat miskin harus ditingkatkan melalui puskesmas dengan pelayanan lebih dibandingkan saat ini.

Strategi kependudukan berperan penting dalam pengendalian jumlah penduduk yang sangat berkaitan erat dengan berbagai sektor. Kebijakan yang dapat diterapkan untuk dekade ke depan :

a. Kebijakan Program Keluarga Berencana tetap digalakkan agar sesuai dengan kebijakan pertumbuhan ekonomi di Kota, Kabupaten. Yaitu program edukasi, sistem penanganan kesehatan di regional dan tempat yang kurang memadai pelayanan kesehatannya.

b. Pelayanan Puskesmas bagi Ibu yang menyusui, memiliki batita dan anak di bawah 13 tahun. Pemberian penjelasan mengenai imunisasi, nutrisi yang baik dan layanannya akan memberikan ketahanan tubuh anak, kecerdasan menjadi lebih baik.

c. Penjelasan mengenai reproduksi yang sehat terhadap remaja laki dan perempuan. Pendidikan reproduksi dan seks, agar mereka tidak melakukan perilaku seks bebas sebelum nikah dan terhindar dari penyakit seksual dan generatif.

d. Partisipasi organisasi kemasyarakatan, sampai dengan kelurahan untuk meningkatkan perannya agar tidak terjadi tindak kekerasan (violence and abuse) baik dengan fisik dan verbal.

(33)

4.4. STRATEGI KEBIJAKAN JAMINAN PERLINDUNGAN SOSIAL

Selain kebijakan di atas untuk mencapai keuntungan dari Bonus Demografi dalam beberapa tahun ke depan perlu dilakukan juga kebijakan sosial. Pembangunan bidang sosial mengurangi resiko ekonomi, kekerasan komunitas, kriminal dan gangguan sosial serta keamanan lingkungan. Salah satu yang berkaitan dengan ekonomi adalah pemberian jaminan perlindungan sosial sehingga ada pencegah kemiskinan di awal.

4.4.1 Proyeksi Jaminan Perlindungan Sosial

a. Pekerja usia produktif sebagai penggerak ekonomi dalam bonus demografi yang berkontribusi terhadap perekonomian harus terlindungi dari masalah fisik dan mental

b. Program Asuransi Sosial dan asuransi kesehatan perlu perlindungan jaminan sosial. Penawaran asurasi kesehatan akan melindungi dirinya dan keluarga dari resiko kesehatan dan ahli warisnya. Program yang dilakukan oleh Pemerintah bekerja sama dengan perusahaan asuransi untuk melindungi ketidakpastian akan masa depan.

c. Di Jawa Barat banyak pekerja tidak memiliki dana pensiun dan jaminan sosial bagi masa depan.

4.4.2 Tantangan kedepan di bidang jaminan perlindungan sosial

a. Penduduk Indonesia dapat dikatakan buta asuransi. Baru 5% yang mempunyai asuransi. Proteksi asuransi dapat dilakukan individu masing-masing. Bagi pekerja belum semua terlindungi oleh Asuransi Tenaga Kerja. b. Di usia produktif saat bonus demografi terjadi, kurang lebih 46% tenaga kerja

produktif adalah wanita. Wanita perlu diikutsertakan dalam pembangunan, yaitu dengan menyediakan lapangan kerja bagi perempuan. Keleluasaan mereka di luar rumah, karena tidak terlalu disibukkan dalam mendidik anak di rumah.

c. Urbanisasi adalah masalah sosial yang harus segera dipecahkan. Karena membebani daerah yang ditempati. Apalagi jika yang berpindah itu tenaga kerja yang tidak mempunyai skill.

4.4.3. Strategi jaminan sosial

a. Transformasi kondisi sekarang ke arah yang diharapkan lebih baik di masa depan khususnya dalam kependudukan dan ekonomi dengan sistem finansial berkelanjutan. Program perusahaan swasta diarahkan dapat memberikan jaminan pensiun bagi pekerja saat ini

(34)

b. Kebijakan pemerintah ke bidang asuransi agar dapat melayani masyarakat bukan pegawai negeri sipil maupun pekerja informal.

c. Budgeting jaminan sosial ditingkatkan untuk kesehatan, jaminan sosial, pengurangan kemiskinan.

Keempat strategi kebijakan yang telah diuraikan di atas perlu dilaksanakan secara terpadu dan berintegrasi lebih sulit bagi Jawa Barat sehingga mengingat situasi dan kondisi kependudukan Jawa Barat menunjukkan beban yang lebih tinggi dibandingkan dengan propinsi di Jawa sebagaimana tampak pada gambar di bawah ini Jawa Barat selain memiliki jumlah penduduk banyak dengan pertumbuhan yang relatif tinggi ditambah karakter tingkat ketergantungan besar (51,22 pada tahun 2010) sementara Jawa Tengah sebesar 50,3, DIY sebesar 46,0, Bahkan DKI Jakarta sebesar 36,95 yang berarti di Jawa Barat lebih banyak manusia yang tergantung hidupnya dari orang lain secara proporsional dibandingkan propinsi tetangga.

(35)
(36)

5. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

1. Bonus demografi merupakan kesempatan dan tantangan sekaligus. Bonus demografi yang tidak dikelola dengan baik dan dipersiapkan dengan matang justru akan membawa musibah. Sebaliknya jika terkelola dengan baik bisa menjadi penggerak ekonomi Jawa Barat untuk segera tinggal landas.

2. Banyak peluang dan tantangan yang dapat dilakukan dengan strategi kebijakan pendidikan, kebijakan tenaga kerja, kebijakan kesehatan, keluarga dan kebijakan jaminan sosial agar bonus demografi termanfaatkan secara optimal.

3. Kunci penggerak perekonomian yaitu pada tenaga kerja, periode bonus demografi harus ditanggapi secara serius oleh pemerintah Propinsi Jawa Barat di berbagai bidang karena sifatnya multi disiplin sehingga membutuhkan pendekatan komprehensif dan terintegrasi. Integrasi antar strategi kebijakan diantara Dinas dan instansi terkait perlu disinergikan dengan baik. Periode bonus demografi Jawa Barat tidak lama lagi yaitu mulai 2021, tidaklah terlambat jika sejak sekarang dipersiapkan guna menyongsongnya.

DAFTAR PUSTAKA

Ade Rika Agus, Transisi Demografi dan Bonus Demografi di Jawa Barat, 2012 BPS, Badan Pusat Statistik 2012

Dorojatun Kuncoro Jakti, Bonus Demografi dan Implikasinya dalam Pembangunan Nasional Indonesia, 2012

Ganjar Kurnia, Bonus atau Bencana Demografi, 2012

Ross, J. 2004: “Understanding the Demographic Dividend”, POLICY Project Note, September 2004.

Sonny Harry Budi Utomo Harmadi, Bonus Demografi, 2012.

Sri Moertiningsih Adioetomo, Bonus Demografi dan Pembangunan Ekonomi, 2012 Sutyastie Soemitro Remi, Ganjar Kurnia, Ferry Hadiyanto, dkk, Mobilitas Penduduk

dan Bonus Demografi, Unpad Press, 2014

(37)
(38)

DINAMIKA PENDUDUK:

PERTUMBUHAN PENDUDUK, FERTILITAS, MORTALITAS DAN

MIGRASI

Oleh

(39)

Pendahuluan

Mempelajari penduduk terkait dengan mempelajari ukuran penduduk, persebaran penduduk, komposisi penduduk, serta berbagai perubahannya. Aspek perubahan penduduk bisa terjadi karena adanya kelahiran, kematian, imigrasi atau emigrasi. Bagian ini akan mencoba membahas metode-metode yang sering digunakan untuk mengukur perubahan penduduk dimasa yang akan datang (proyeksi penduduk) yang didasarkan pada kurva-kurva dua dimensi yang sederhana. Penduduk merupakan aspek utama dalam perencanaan pembangunan. Menurut Warpani (1980) perencanaan pembangunan disusun untuk penduduk, oleh penduduk dan ia adalah penduduk itu sendiri.

Pada bagian ini akan mencoba membahas mengenai perkembangan penduduk di suatu wilayah. Perkembangan penduduk sangat penting bagi perencanaan pembangunan, yang kemudian disebut sebagai Population-Based

Development Planning (PBDP), karena pada dasarnya perencanaan dan kebijakan

pembangunan selalu berorientasi pada pemenuhan kebutuhan penduduk di masa yang akan datang. Perencanaan penyediaan fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan, infrastruktur dan lapangan pekerjaan semuanya harus didasarkan pada jumlah, sebaran dan juga komposisi dari penduduk. Oleh sebab itu Oppenheim (1980) menyatakan bahwa estimasi komposisi penduduk dimasa yang akan datang menjadi sangat diperlukan bagi perencanaan pembangunan (Oppenheim, 1980).

Fokus pembahasan utama dari tulisan ini adalah berusaha menjelaskan berbagai alternatif model proyeksi penduduk, mulai dari yang paling sederhana dengan metode proyeksi linier dan menganggap wilayah adalah suatu daerah yang berdiri sendiri, hingga proyeksi penduduk yang sudah mempertimbangkan keterkaitan antar wilayah.

5.1. Sumber-sumber pertumbuhan penduduk suatu wilayah

Mempelajari penduduk terkait dengan mempelajari ukuran penduduk, persebaran penduduk, komposisi penduduk, serta berbagai perubahannya. Aspek perubahan penduduk bisa terjadi karena adanya kelahiran, kematian, imigrasi atau emigrasi. Bagian ini akan mencoba membahas metode-metode yang sering digunakan untuk mengukur perubahan penduduk dimasa yang akan datang (proyeksi penduduk) yang didasarkan pada kurva-kurva dua dimensi yang sederhana.

5.1.1. Proyeksi penduduk berdasar model kurva linier

Pembahasan pertumbuhan penduduk yang paling sederhana adalah jika kita memandang penduduk tumbuh mengikuti pola garis lurus (linier). Model pertumbuhan ini menjelaskan sebuah pola pertumbuhan penduduk dimana

(40)

penduduk akan berubah secara kontinue dengan laju yang sama besar. Oleh sebab itu maka penduduk secara keseluruhan akan meningkat secara proporsional dengan waktu. Atau dengan kata lain laju perubahan penduduk tiap tahunnya akan sama besar.

Laju pertumbuhan penduduk biasanya ditandai dengan huruf r, sedangkan jumlah penduduk pada tahun yang dijadikan dasar adalah P0. Jumlah penduduk

tahun pertama, kedua, ketiga hingga tahun ke-n masiang-masing dilambangkan dengan P1, P2, P3, …..Pn. Periode waktu perencanaan biasanya dilambangkan dengan

huruf n (periode ke-n).

Misalkan saja penduduk pada tahun dasar tertentu adalah P0, dan tahun

berikutnya dilambangkan dengan P1, dan tahun berikutnya lagi dilambangkan

dengan P2, dan kemudian P3. Jika diketahui bahwa laju pertumbuhan penduduk

adalah konstan dengan besaran r, maka hubungan matematis antara jumlah penduduk pada tahun P0, P1, P2 dan P3 dapat dituliskan sebagai berikut:

P1 = P0 + r

P2 = P1 + r = (P0 + r) + r = P0 + 2r

P3 = P2 + r = (P1 + r) + r = P1 + 2r = (P0 + r) + 2r = P0 + 3r

Jika kita coba mengkaitkan kondisi penduduk pada tahun dasar tertentu dengan penduduk dengan tahun ke-n. maka hubungannya dapat kita tuliskan sebagai berikut:

Pn = Pn-1 + r = P0 + (n-1) r +r = P0 + n r …..1)

Secara grafis hubungan matematis seperti yang dijelaskan pada rumus 1) tersebut dapat digambarkan seperti gambar 5-1. Titik P0 sebagai titik potong antara

sumbu datar (yang mewakili sumbu tahun) dengan sumbu tegak (yang mewakili jumlah penduduk). Sementara slope (kemiringan garis) menunjukkan besarnya laju

pertumbuhan peduduknya, atau dengan kata lain tg β adalah sama dengan nilai: .

(41)

Gambar 5-1

Model Proyeksi Penduduk Linier

Secara umum (jika didapatkan data dengan deret waktu tertentu), maka laju pertumbuhan rata-rata dari penduduknya bisa diperoleh dengan menggunakan rumus rata-rata geometris sederhana dari data perubahan penduduk dalam periode yang berututan, yaitu seperti pada tabel 5-1. Berdasarkan tabel tersebut, maka menghitung laju perubahan penduduk per tahun dengan dasar pertumbuhan linier adalah sebagai berikut:

Rata-rata Perubahan Penduduk Pertahun berdasarkan data tersebut adalah;

Perubahan rata-rata penduduk per tahun inilah yang dijadikan sebagai dasar nilai laju pertumbuhan penduduk (r).

n r tg β n+1 P0 Pn 0

(42)

Tabel 5-1

Data Perkembangan Penduduk Suatu Daerah Berdasarkan Proyeksi Linier

Tahun Jumlah Penduduk Perubahan Penduduk 2010 5.500.000 2011 6.300.000 800.000 2012 7.200.000 900.000 2013 8.000.000 800.000 2014 8.800.000 800.000

Contoh perhitungan proyeksi dengan metode linier dapat dilihat dari kasus sebagai berikut. Berdasarkan hasil pengamatan selama 30 tahun diperoleh keyakinan bahwa pertumbuhan penduduk di suatu daerah berbentuk linier dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 250.000 orang per tahunnya. Jika pada tahun 2010 jumlah penduduk daerah tersebut adalah sebesar 5,5 juta orang, maka kemungkinan besar berapakah jumlah penduduk daerah tersebut di tahun 2016?

Berdasarkan persoalan di atas maka dapat diketahui bahwa: P0 = 5,5 juta

r = 250.000

n = 6 tahun (diketahui dari selang waktu 2010 – 2016)

Berdasarkan rumus umum pertumbuhan penduduk linier adalah Pn= P0 + nr, maka

didapatkan rumus untuk kasus ini adalah: P2016 = P2010 + 250.000 n

P2016 = 5.500.000 + 250.000 (6)

P2006 = 5.500.000 + 1.500.000

P2016 = 7.000.000

Jadi jumlah penduduk daerah tersebut pada tahun 2016 diperkirakan akan sebesar 7 juta orang.

Kelemahan dari perumusan perkembangan penduduk dengan metode linier (polinomial) didasarkan pada hubungan masa lampau yang dijadikan dasar untuk memperkirakan perkembangan penduduk dimasa yang akan datang. Dengan kata lain, laju perkembangn penduduk dianggap tetap. Untuk perkiraan jangka pendek hal ini masih mungkin dapat dibenarkan, tetapi untuk jangka panjang jelas kurang dapat dipercaya ketepatanya

(43)

5.1.2. Proyeksi penduduk berdasarkan model kurva eksponensial

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa proyeksi penduduk dengan menggunakan metode linier, hanya tepat untuk jangka yang sangat pendek saja (karena mengasumsikan bahwa perubahan penduduk yang terjadi tiap tahun dianggap tetap). Pada kenyataannya pertambahan penduduk dari tahun ketahun tidak mungkin selalu sama besar. Berdasarkan teori kependudukan kita sering mendengar istilah “the hidden momentum of population growth” atau pertumbuhan penduduk yang tidak terlihat. Maksud dari kalimat tersebut adalah perkembangan penduduk akan terus terjadi meskipun kita telah berhasil menurunkan laju pertumbuhan penduduk (Todaro, 2009). Perkembangan penduduk baru akan terasa setelah minimal 2 generasi (kira-kira 50 tahun kemudian) sejak penurunan laju pertumbuhan penduduk.

Berdasarkan pemahaman tentang the hidden momentum of population

growth tersebut kita dapat mengetahui bahwa pada dasarnya perkembangan

penduduk menyerupai fungsi eksponensial. Atau dengan kata lain dianggap bahwa perkembangan jumlah penduduk (laju pertumbuhan penduduk) akan proporsional terhadap jumlah penduduk yang ada. Secara matematis laju pertumbuhan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut :

Pn+1 – Pn = r Pn

r = Pn 1-Pn

Perumusan laju pertumbuhan penduduk tersebut dapat dianalogkan dengan perkembangan bunga berbunga, oleh karenanya rumus yang dignunakan juga sama dengan rumus bunga berbunga, yaitu:

P1 – P0 = r P0 atau P1 = (1+ r) P0

P2 – P1 = r P1 atau P2 = (1+ r) P1 = (1+ r) (1+r) P0 = (1+r)2 P0

P3 – P2 = r P2 atau P3 = (1+ r) P2 = (1+ r) (1+r) (1+r) P0 = (1+r)3 P0

... Pn – Pn-1 = r Pn-1 atau Pn = (1+ r) Pn-1 = (1+ r) (1+r)n-1P0 = (1+r)n P0

Jadi Perkembangan penduduk pada tahun ke-n adalah sebesar; …… 2)

Dimana;

Pn = Jumlah penduduk pada periode ke-n

P0 = Jumlah penduduk pada periode awal

(44)

Jika data perkembangan pendududuk yang ada merupakan data deret waktu (time series), maka nilai r dapat diambil dari rata – rata prosentasi tambahan jumlah pendududuk daerah yang diselidiki berdasarkan data yang ada.

Contoh dari perhitungan proyeksi penduduk dengan metode eksponensial diberikan dari data yang ada pada tabel 5-2, yang menunjukkan perkembangan jumlah penduduk yang terjadi di daerah A selama 10 tahun dimulai dari tahun 2004 4 hingga 2013.

Tabel 5-2

Perkembangan Jumlah Penduduk Suatu Daerah A

Berdasarkan Proyeksi Linier

Tahun

Penduduk Tambahan %

2004 19.350 2005 19.500 +150 0.77 2006 19.835 +335 1.72 2007 19.700 -135 -0.68 2008 19.875 +175 0.88 2009 20.100 +225 1.13 2010 20.010 -90 -0.45 2011 21.000 +990 4.95 2012 21.425 +425 2.02 2013 21.600 +175 0.82

Perkembangan jumlah penduduk daerah A yang diperlihatkan oleh tabel 5-2 memiliki rata-rata prosentasi pertambahan jumlah penduduk sebesar r=1,24%

Jika kemudian kita akan mencoba untuk memproyeksikan jumlah penduduk 10 tahun kemudian (n= 2023), maka akan dapat diketahui perkiraan penduduk di tahun 2023 sebagai berikut :

P2023 = P2013 (1 + r)10

= 21.600 (1,10124) = 24433jiwa

Satu hal yang penting lain dari model proyeksi eksponensial ini (selain kita dapat memprediksi jumlah penduduk pada satu tahun tertentu) adalah bahwa kita juga dapat mengetahui dalam periode waktu berapa lamakah penduduk suatu daerah akan mengalami perkembangan penduduk menjadi sebesar 2 kali lipat dari total penduduk awalnya (dikenal dengan istilah doubling time, waktu yang dibutuhkan oleh penduduk untuk mencapai angka 2 kali lipat dibandingkan angka semula). Penentuan waktu yang dibutuhkan oleh penduduk untuk mencapai

(45)

perkembangan sebesar 2 kali lipat dari kondisi awal dapat dirumuskan sebagai berikut :

Sehingga;

…… 3) Dimana;

N = waktu yang dibutuhkan agar penduduk berkembang menjadi sebesr 2 kali lipat dari total penduduk awal

Berdasarkan penelitian yang dihasilkan oleh Keyfitz dan Beekman (1984), untuk nilai r hingga sebesar 0,04 (atau nilai r = 4%), maka waktu yang dibutuhkan penduduk untuk mencapai jumlah sebesar 2 kali lipatnya dapat digunakan rumus yang lebih sederhana, yaitu N = 0,7/r. Berdasarkan rumus tersebut dapat dimaklumi bahwa jika suatu daerah memiliki laju pertumbuhan penduduk sebesar 2% (r= 0,02) per tahun maka penduduk daerah tersebut akan menjadi dua kali lipatnya hanya pada selang 35 tahun. Akan tetapi jika laju pertumbuhan penduduknya lebih besar lagi , misalkan masing-masing sebesar 3% dan 4%, maka penduduk daerah tersebut hanya memerlukan waktu tidak lebih dari 23,3 tahun dan bahkan 17,5 tahun saja untuk mencapai jumlah penduduk sebesar 2 kali lipat dibandingkan dengan periode awalnya.

Salah satu alternatif lain dari teknik proyeksi yang menggunakan pendekatan eksponensial adalah dengan menggunakan rumus eksponensial pada persamaan 4) sebagai berikut:

Pn = Po ern... 4)

Dimana:

Pn = Jumlah penduduk pada periode ke-n

P0 = Jumlah penduduk pada periode awal

r = Laju pertumbuhan penduduk

e = bilangan natural, yang besarnya kira-kira 2,718

Seperti contoh kasus sebelumnya (dimana r = 1,24% dan P0=21.600) maka

dalam jangka waktu 10 tahun maka jumlah penduduknya akan menjadi sebesar; Pn = Po ern

Pn = 21.600 e(0,0124)(10)

Pn = 21.600 e(0,124)

Gambar

Gambar  1.  Hubungan  Timbal  Balik  antara  Pertumbuhan  Ekonomi  dan  Kemajuan  Pembangunan Manusia
Gambar 1 : Bonus Demografi Indonesia
Gambar 3 : Tren Rasio Ketergantungan Jawa Barat, 1980-2035
Gambar 5 : Penurunan Potensi Suport Oleh Pekerja Kepada Lansia
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kecenderungan defisit yang terjadi ini menunjukkan bahwa di Kota Palu memiliki curah hujan yang rendah, evapotranspirasi yang tinggi, sehingga ketersediaan air

Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) adalah kegiatan kurikuler yang harus dilakukan oleh mahasiswa praktikan sebagai pelatihan untuk menerapkan teori yang diperoleh

oleh pengetahuan dan wawasan seorang atau masyarakat dalam rangka mencari solusi atas permasalahan yang dihadapi Pemberdayaan harus dilakukan secara terus- menerus dan

Indikator yang lebih teliti untuk menaksir kematangan adalah berdasarkan pertumbuhan atau perkembangan unsur-unsur yang ada pada diri seseorang, misalnya:

Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) adalah kegiatan kurikuler yang dilakukan oleh mahasiswa program pendidikan sebagai pelatihan untuk menerapkan teori yang diperoleh

Proses pembentukan kata disebut juga dengan proses morfologis yakni cara pembentukan kata-kata dengan menghubungkan morfem yang satu dengan morfem yang lain. Kata merupakan bentuk

Hasil penelitian mengungkapkan adanya perbedaan kemampuan pemecahan masalah dan kecerdasan emosional matematika siswa, dimana siswa yang memperoleh pendekatan

Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) adalah seluruh kegiatan kurikuler yang harus dilakukan oleh mahasiswa praktikan UNNES yang mengambil program pendidikan tenaga pendidik,