• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister Program Studi Akuntansi, Program Pascasarjana Universitas Udayana

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister Program Studi Akuntansi, Program Pascasarjana Universitas Udayana"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

DISTRIBUTIF, KEADILAN PROSEDURAL, DAN

KOMITMEN TUJUAN ANGGARAN SEBAGAI

VARIABEL PEMEDIASI

MADE DWI BASKARA WIGUNA GIRI

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2014

(2)

i

PENGARUH PARTISIPASI PENGANGGARAN PADA

KINERJA MANAJERIAL DENGAN KEADILAN

DISTRIBUTIF, KEADILAN PROSEDURAL, DAN

KOMITMEN TUJUAN ANGGARAN SEBAGAI

VARIABEL PEMEDIASI

MADE DWI BASKARA WIGUNA GIRI NIM 1091662010

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2014

(3)

ii

VARIABEL PEMEDIASI

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister Program Studi Akuntansi,

Program Pascasarjana Universitas Udayana

MADE DWI BASKARA WIGUNA GIRI NIM 1091662010

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2014

(4)

iii

TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 3 Februari 2014

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr.A.A.N.B.Dwirandra,SE.,MSi.,Ak. Ni Putu Sri Harta Mimba,SE.,MSi.,Ph.D, Ak. NIP. 19641223 199303 1 001 NIP. 19730515 199903 2 003

Mengetahui,

Ketua Program Direktur

Studi Magister Akuntansi Program Pascasarjana

Program Pascasarjana Universitas Udayana,

Universitas Udayana,

Dr. Dewa Gede Wirama, SE.,MSBA.,Ak. Prof.Dr.dr.A.A. Raka Sudewi,Sp.S(K) NIP. 19641224 199103 1 002 NIP. 19590215 198510 2 001

(5)

iv

Tanggal 9 Januari 2014

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana, No. 0085/UN14.4/HK/2013 Tanggal 9 Januari 2014

Ketua : Dr.A.A.N.B.Dwirandra, SE., MSi., Ak.

Sekretaris : Ni Putu Sri Harta Mimba, SE., MSi., Ph.D, Ak.

Anggota :

1. Dr. Gerianta Wirawan Yasa, SE., MSi. 2. Prof. Dr. I Wayan Suartana, SE., MSi., Ak. 3. Dr. I.D.G. Dharma Suputra, SE., MSi., Ak.

(6)

v

Nama : Made Dwi Baskara Wiguna Giri

NIM : 1091662010

Program Studi : Magister Akuntansi

Judul Tesis : Pengaruh Partisipasi Penganggaran pada Kinerja Manajerial dengan Keadilan Distributif, Keadilan Prosedural, dan Komitmen Tujuan Anggaran sebagai Variabel Pemediasi

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat.

Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah Tesis ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas Republik Indonesia No. 17 tahun 2010 dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Denpasar, Februari 2014

(7)

vi

Yang Maha Esa atas Asung Kerta Wara Nugrahanya, sehingga tesis dengan judul

“PENGARUH PARTISIPASI PENGANGGARAN PADA KINERJA MANAJERIAL DENGAN KEADILAN DISTRIBUTIF, KEADILAN PROSEDURAL, DAN KOMITMEN TUJUAN ANGGARAN SEBAGAI VARIABEL PEMEDIASI” dapat terselesaikan.

Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Strata 2 (S2) di Program Pascasarjana, Fakultas Ekonomi, Universitas Udayana guna memperoleh gelar Magister Akuntansi, konsentrasi Akuntansi Keuangan dan Auditing. Sepenuhnya disadari bahwa tanpa bantuan berbagai pihak, usaha yang dilakukan untuk menyelesaikan tesis ini tidak akan membuahkan hasil yang berarti. Pada kesempatan ini perkenankan pula penulis untuk mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Tuhan Yang Maha Esa Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas restuNYA dalam penyelesaian tesis ini.

2. Dr.A.A.N.B.Dwirandra, SE., MSi., Ak., sebagai Pembimbing I beserta Ni Putu Sri Harta Mimba, SE., MSi., Ph.D, Ak., sebagai Pembimbing II yang dengan penuh kesabaran membimbing dan memberikan dorongan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

3. Para penguji tesis ini, yaitu Dr. Gerianta Wirawan Yasa, SE., MSi., Prof. Dr. I Wayan Suartana, SE., MSi., Ak.. dan Dr. I.D.G. Dharma Suputra,

(8)

vii penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

4. Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD-KEMD atas fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister, Program Studi Akuntansi pada Program Pascasarjana, Universitas Udayana.

5. Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) sebagai Direktur Program Pascasarjana, Universitas Udayana atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program Magister, Program Studi Akuntansi pada Program Pascasarjana, Universitas Udayana.

6. Bapak Dr. Dewa Gede Wirama, SE, MSBA, Ak., selaku Ketua Program Studi Magister Akuntansi (MAKSI), Universitas Udayana. Bapak dan Ibu pengajar serta seluruh staf Program Magister Akuntansi, Universitas Udayana yang telah mendidik dan membantu proses penyelesaian tesis ini. 7. Terima kasih untuk orang-orang tercinta, Papa, dr. I Ketut Rumasta Giri

M.Kes, Mama, dr. IGA Sri Kastariani M.Kes, Kakak, dr. Putu Bagus Surya Witantra Giri, Kakak Ipar, drg Dian Mahayuni Karina, dan Wiwit atas segala doa dan dukungan yang tidak pernah terhenti kepada penulis selama menempuh pendidikan.

8. Rekan seperjuangan saya, Adi, Lanang, Dewa, Rudy, Agung, dan seluruh rekan mahasiswa angkatan VII MAKSI Universitas Udayana, terima kasih atas dukungan, semangat dan kerjasama rekan-rekan yang telah

(9)

viii

Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan anugerah-Nya kepada kita semua, serta kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis, baik secara langsung maupun tidak langsung selama menempuh studi hingga penulisan tesis ini selesai.

Denpasar, Januari 2014

(10)

ix

PROSEDURAL, DAN KOMITMEN TUJUAN ANGGARAN SEBAGAI VARIABEL PEMEDIASI

ABSTRAK

Kinerja manajerial merupakan salah satu faktor yang dapat dipakai untuk meningkatkan efektivitas organisasi. Kinerja manajerial didasarkan pada seberapa jauh manajer mampu melaksanakan fungsi-fungsi manajemen yang meliputi perencanaan, investigasi, pengkoordinasian, evaluasi, pengawasan, pemilihan staf, negosiasi, dan perwakilan. Kinerja manajerial dikatakan efektif jika tujuan anggaran dapat tercapai dan bawahan mendapatkan kesempatan terlibat atau berpartisipasi dalam penganggaran. Penelitian sebelumnya mengenai pengaruh partisipasi penganggaran pada kinerja manajerial menemukan hasil yang tidak konsisten. Inkonistensi hasil penelitian sebelumnya dapat dipengaruhi oleh adanya variabel lain yang memengaruhi hubungan partisipasi penganggaran dan kinerja manajerial. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh partisipasi penganggaran pada kinerja manajerial dengan keadilan distributif, keadilan prosedural, dan komitmen tujuan anggaran sebagai variabel pemediasi. Penelitian dilakukan pada tahun 2013.

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner, dengan 37 manajer tingkat menengah RSUP Sanglah sebagai responden. Responden dipilih berdasarkan metode purposive sampling, yaitu memiliki jabatan (kepala bidang/kepala bagian/kepala unit dan kepala sub bidang/kepala sub bagian/kepala sub unit), telah menduduki jabatan tersebut minimal 1 tahun, serta terlibat dalam proses penyusunan anggaran. Teknik analisis yang digunakan adalah Partial Least

Square (PLS).

Instrumen penelitian telah lulus uji validitas dan reliabilitas. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa partisipasi penganggaran berpengaruh pada kinerja manajerial dengan keadilan distributif, keadilan prosedural, dan komitmen tujuan anggaran sebagai variabel pemediasi.

Kata kunci: Partisipasi penganggaran, Kinerja Manajerial, Keadilan Distributif, Keadilan Prosedural, Komitmen Tujuan Anggaran.

(11)

x ABSTRACT

Managerial performace is a factor that can be used to increase the organanisational effectiveness. Managerial performance is based on how far manager could do the management functions which consist of planning, investigating, coordinating, evaluating, supervising, staff selecting, negotiating, and representing. Managerial performance will be effective if the budget goals can be achieved and subordinates have a chance to get involve or participate in the process of budget arrangement. Previous research concerning the effect of budgetary participation on managerial performance have found inconsistent results. These could be affected by another variable that affect the relationship between budgetary participation and managerial performace. This research was conducted in 2013 and directed to determine the effect of budgetary participation on managerial performance with distributive fairness, procedural fairness, and budget goal commitment as mediating variables.

Data collection was done using questionnaires and dedicated to 37 middle level managers of RSUP Sanglah as respondents. Respondents was selected by purposive sampling method in which the respondents should have middle level manager position, minimum of one year experience in that position, and involved in the making of budget. The analysis technique used in this study is Partial Least Square (PLS).

The instruments have been examined for its validity and reliability. Stastical analysis showed that distributive fairness, procedural fairness, and budget goal commitment could be a mediating variables in the relationship of budget participation on managerial performace.

Keywords: Managerial performance, budgetary participation, distributive fairness, procedural fairness, and budget goal commitment.

(12)

xi

Halaman

SAMPUL DALAM... i

PRASYARAT GELAR... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS ... iv

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT...v

UCAPAN TERIMA KASIH ... vi

ABSTRAK ... ix

ABSTRACT ...x

DAFTAR ISI... …….xi

DAFTAR TABEL ... ….. xiii

DAFTAR GAMBAR... …...xiv

DAFTAR LAMPIRAN ...xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Manfaat Penelitian ... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Teori Ekuitas ... 10

2.2 Teori Penetapan Tujuan ... 11

2.3 Partisipasi Penganggaran ... 12

2.4 Keadilan Distributif... 13

2.5 Keadilan Prosedural ... 14

2.6 Komitmen Tujuan Anggaran... 15

2.7 Kinerja Manajerial ... 15

(13)

xii

BAB IV METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian... 30

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 32

4.3 Ruang Lingkup Penelitian... 32

4.4 Penentuan Sumber Data ... 32

4.4.1 Sumber Data... 32

4.4.2 Populasi dan Sampel ... 33

4.5 Variabel Penelitian... 34

4.5.1 Identifikasi Variabel... 34

4.5.2 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel... 35

4.6 Analisis Data ... 36

BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Tingkat Pengembalian Kuesioner ... 43

5.2 Hasil Uji Partial Least Square (PLS) ... 46

5.2.1 Goodness of fit ... 47

5.2.2 Pengujian Hipotesis... 55

BAB VI PEMBAHASAN ... 60

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan ... 65

7.2 Saran... 66

DAFTAR PUSTAKA... 68

(14)

xiii

No. Tabel Halaman

4.1 Jumlah Sampel Penelitian ... 34

5.1 Jumlah Sampel dan Tingkat Pengembalian Kuesioner... 43

5.2 Profil Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 44

5.3 Profil Responden Berdasarkan Umur... 44

5.4 Profil Responden Berdasarkan Lama Bekerja ... 45

5.5 Profil Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 46

5.6 Uji convergent validity... 48

5.7 Uji discriminant validity ... 50

5.8 Average Variance Extracted (AVE) ... 52

5.9 Composite Reliability... 53

5.10 R2 Variabel Latent Endogen... 54

5.11 t-statistic... 55

(15)

xiv

3.1 Kerangka Berpikir... 24

3.2 Konsep Penelitian... 25

4.1 Rancangan Penelitian... 31

4.2 Ilustrasi Model Penelitian ... 38

(16)

xv 1. Kuesioner Penelitian

2. Rangkuman hasil penelitian sebelumnya 3. Tabulasi Kuesioner

4. Output uji goodness of fit 5. Output uji hipotesis

(17)

1

1.1 Latar Belakang Masalah

Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus investasi dalam keberhasilan pembangunan bangsa. Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H dan Undang-Undang Nomor 23/ Tahun 1992 tentang kesehatan, menetapkan bahwa kesehatan adalah hak fundamental setiap penduduk. Setiap individu, keluarga, dan masyarakat berhak memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya, dan negara bertanggungjawab mengatur agar terpenuhi hak hidup sehat bagi penduduknya termasuk bagi masyarakat miskin dan tidak mampu (Irawati, 2008)

Rumah sakit sebagai salah satu organisasi yang menyediakan jasa pelayanan kesehatan diharapkan untuk selalu dapat memberikan kualitas pelayanan terbaik bagi masyarakat. Banyaknya rumah sakit yang ada saat ini, lingkungan usaha yang semakin maju, dan tingginya persaingan dalam memberikan kualitas pelayanan terbaik bagi masyarakat, mengharuskan seluruh rumah sakit yang telah berdiri dan beroperasi untuk mempersiapkan diri membina organisasinya terutama sumber daya dan sistem manajerial agar mampu menciptakan jasa pelayanan kesehatan rumah sakit yang berkualitas bagi pelanggannya (Hafizurrachman, 2009). Pengelolaan sumber daya yang ada membutuhkan berbagai macam pengetahuan dan keterampilan manajemen yang dimiliki oleh seorang manajer.

(18)

Manajer yang baik adalah manajer yang menjalankan fungsi-fungsi manajemen dengan efektif. Fungsi-fungsi manajemen tersebut meliputi perencanaan, investigasi, pengkoordinasian, evaluasi, pengawasan, pemilihan staf, negosiasi, dan perwakilan (Mahoney, et al.) dalam Handoko (1996:34). Fungsi-fungsi manajemen ini merupakan indikator untuk mengukur kinerja manajerial.

Kinerja manajerial merupakan salah satu faktor yang dapat dipakai untuk meningkatkan efektivitas organisasi (Sumadiyah dan Susanta, 2004). Semakin efektif dan efisiennya organisasi tentu berpengaruh terhadap kemampuan organisasi tersebut untuk tetap bertahan di tengah persaingan usaha yang semakin tinggi. Selain itu, untuk membantu rumah sakit agar menjadi lebih baik lagi, pemerintah dalam hal ini menetapkan suatu standar bagi rumah sakit yang biasa disebut dengan akreditasi rumah sakit.

Akreditasi rumah sakit adalah suatu proses dimana suatu lembaga independen baik dari dalam atau pun luar negeri, biasanya non pemerintah, melakukan penilaian terhadap rumah sakit berdasarkan standar akreditasi yang berlaku. Rumah sakit yang telah terakreditasi akan mendapatkan pengakuan dari pemerintah karena telah memenuhi standar pelayanan dan manajemen yang ditetapkan. Sebuah proses akreditasi dirancang untuk meningkatkan budaya keselamatan dan budaya mutu di rumah sakit, sehingga rumah sakit senantiasa berusaha meningkatkan mutu dan juga keamanan dari pelayanan kesehatan yang diberikannya. Akreditasi rumah sakit ini menuntut manajer untuk secara penuh menjalankan fungsi-fungsi manajerialnya seperti perencanaan anggaran dan penggunaan sumber daya yang lebih baik, melakukan koordinasi dengan seluruh

(19)

staf yang ada di rumah sakit, melakukan evaluasi dan pengawasan, serta pemilihan staf yang tepat dan berdedikasi untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang berhubungan dengan pelayanan masyarakat.

Undang-undang Kesehatan no. 44 tahun 2009 pasal 40 ayat 1 menyatakan bahwa dalam upaya peningkatan mutu pelayanan rumah sakit wajib dilakukan akreditasi secara berkala minimal 3 tahun sekali. Lebih lanjut dijelaskan pada Peraturan Menteri Kesehatan No 147/MENKES/PER/I/2010 Pasal 10 tentang perizinan rumah sakit yang menegaskan akreditasi merupakan salah satu syarat dalam pemberian izin operasional bagi rumah sakit. Hal ini mengindikasikan pentingnya rumah sakit untuk selalu berusaha mempertahankan akreditasi dan tidak merasa puas atas akreditasi yang telah dimilikinya.

Peningkatan kinerja manajerial yang dilakukan secara efektif di rumah sakit merupakan salah satu cara mempertahankan akreditasi ini. Indriantoro (1993) dan Supomo (1998) dalam Kurnia (2010) menyatakan bahwa kinerja manajerial dikatakan efektif jika tujuan anggaran dapat tercapai dan bawahan mendapatkan kesempatan terlibat atau berpartisipasi dalam penganggaran. Partisipasi dari bawahan dalam penyusunan anggaran dapat memberikan kesempatan untuk memasukkan informasi lokal. Bawahan dapat mengkomunikasikan atau mengungkapkan beberapa informasi pribadi yang dapat dimasukkan dalam anggaran yang dipakai sebagai dasar penilaian kinerja bila bawahan ikut serta dalam proses penganggaran.

Partisipasi penganggaran adalah proses yang menggambarkan individu-individu yang terlibat dalam penyusunan anggaran dan mempunyai pengaruh

(20)

terhadap target anggaran. Partisipasi penyusunan anggaran merupakan pendekatan yang secara umum dapat meningkatkan kinerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efektivitas organisasi (Nor, 2007). Penyusunan anggaran secara partisipatif diharapkan dapat meningkatkan kinerja manajer, yaitu ketika suatu tujuan dirancang dan secara partisipasi disetujui maka karyawan akan menginternalisasikan tujuan yang ditetapkan dan memiliki rasa tanggung jawab pribadi untuk mencapainya, karena mereka ikut terlibat dalam penyusunan anggaran (Milani, 1975).

Beberapa peneliti telah menguji pengaruh partisipasi penganggaran terhadap kinerja manajerial, namun bukti-bukti empiris memberikan hasil yang bervariasi dan tidak konsisten. Penelitian yang dilakukan Kenis (1979), Brownell (1982), Brownell dan MccInnes (1986), Frucot dan Shearon (1991), Indriantoro (1995), menemukan bahwa partisipasi penganggaran dan kinerja memiliki hubungan yang positif (Sumarno, 2005). Demikian halnya studi yang dilakukan oleh Brownell dan Mcinnes (1986) dalam Sumarno (2005) menemukan bahwa partisipasi yang tinggi dalam penyusunan anggaran dapat meningkatkan kinerja manajerial. Hasil yang berbeda ditemukan dalam studi yang dilakukan oleh Cherrington dan Cherrington (1973), Milani (1975), Kenis (1979), Brownell dan Hirst (1986), Morse dan Reimer (1956). Studi mereka menyimpulkan bahwa partisipasi penganggaran mempunyai pengaruh yang tidak signifikan terhadap kinerja manajerial. Hasil yang sama diperoleh peneliti lain, seperti Stedry (1960), Bryan dan Locke (1967) dalam Sumarno (2005) menunjukkan bahwa ada pengaruh negatif antara partisipasi penganggaran terhadap kinerja manajerial.

(21)

Pengaruh negatif antara partisipasi penganggaran terhadap kinerja manajerial dapat disebabkan oleh timbulnya perilaku disfungsional, misalnya individu menciptakan kesenjangan anggaran, terjadinya pseudo participation, atau atasan perusahaan menyatakan menggunakan partisipasi dalam penganggaran padahal sebenarnya tidak. Partisipasi semu yang terjadi di perusahaan membuat karyawan tidak termotivasi untuk mencapai tujuan secara maksimal (Siegel dan Marconi 1989).

Govindarajan (1986) dalam Sumarno (2005) menyatakan bahwa adanya ketidakkonsistenan hasil-hasil penelitian tersebut patut diduga disebabkan adanya faktor-faktor lain yang bersifat kontingensi. Pendekatan kontingensi (contingency

approach) menegaskan kemungkinan adanya variabel-variabel lain yang dapat

bertindak sebagai faktor moderasi atau pemediasi yang mempengaruhi hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen (Brownell, 1982a; Murray, 1990; Shield dan Young,1993) dalam (Nor, 2007). Penelitian ini akan menggunakan variabel keadilan distributif, keadilan prosedural, dan komitmen tujuan anggaran sebagai variabel pemediasi.

Penggunaan variabel-variabel tersebut dipengaruhi oleh pendapat dalam penelitian bidang penganggaran yang menyatakan persepsi tentang keadilan dapat berperan dalam kinerja (Wentzel, 2002). Persepsi keadilan yang dimaksud adalah keadilan distributif dan keadilan prosedural. Greenberg (1986) mendefinisikan keadilan distributif sebagai kewajaran evaluasi yang diterima relatif terhadap pekerjaan yang dilakukan. Folger dan Konovsky (1989) mendefinisikan keadilan distributif sebagai keadilan yang dirasakan terkait jumlah kompensasi yang

(22)

diterima karyawan. Magner dan Johnson (1995) menyatakan keadilan distributif berkaitan dengan outcome karena hal yang ditekankan adalah distribusi yang diterima, terlepas dari bagaimana distribusi tersebut ditentukan.

Keadilan prosedural menurut Greenberg (1986) adalah keyakinan tentang evaluasi kinerja yang adil dapat juga didasarkan pada prosedur dimana evaluasi ditentukan, terlepas dari peringkat yang diterima. Leventhal (1980) dalam Wentzel (2002) menjelaskan bahwa keadilan prosedural dihubungkan dengan keadilan dari prosedur yang digunakan untuk menentukan outcome secara distributif. Folger dan Konovsky (1989) menyatakan keadilan prosedural sebagai keadilan yang dirasakan terkait cara yang digunakan untuk menentukan jumlah kompensasi.

Variabel komitmen tujuan anggaran dipilih pada proses penyusunan anggaran dengan asumsi bahwa pimpinan akan berusaha mencapai sasaran anggaran yang telah ada. Menurut Kreitner dan Kinicki (2000) komitmen tujuan anggaran merupakan sejumlah komitmen untuk mencapai suatu sasaran, yang artinya manajer yang memiliki tingkat komitmen tujuan anggaran yang tinggi akan memiliki pandangan positif dan akan berusaha berbuat yang terbaik untuk mencapai sasaran anggaran tersebut.

Penelitian ini dilakukan untuk menguji pengaruh partisipasi penganggaran pada kinerja manajerial, serta pengaruh keadilan distributif, keadilan prosedural, dan komitmen tujuan anggaran pada hubungan antara partisipasi penganggaran dan kinerja manajerial pada Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah (selanjutnya disebut RSUP Sanglah). RSUP Sanglah merupakan salah satu rumah sakit yang

(23)

menawarkan mutu dan kualitas pelayanan yang baik dan telah terakreditasi. RSUP Sanglah dipilih sebagai tempat penelitian karena telah memiliki akreditasi Joint

Commision International (selanjutnya disebut JCI) yang ditetapkan sebagai

sebuah standar akreditasi baru bagi rumah sakit oleh Kementrian Kesehatan RI. Penetapan ini menjadikan RSUP Sanglah sebagai rumah sakit pertama di Bali yang telah memiliki standar JCI pada tanggal 24 April 2013. Saat ini hanya terdapat dua rumah sakit pemerintah di Indonesia yang telah terakreditasi JCI yaitu RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dan RSUP Sanglah. JCI merupakan lembaga akreditasi independen berstandar internasional yang berfokus pada kualitas dan keamanan pelayanan kepada masyarakat.

Sesuai dengan undang-undang Kesehatan no. 44 tahun 2009 pasal 40 ayat 1, akreditasi terhadap rumah sakit akan dilakukan kembali dalam jangka waktu minimal 3 tahun. Dalam jangka waktu tersebut, tentunya akan terjadi dinamika-dinamika dalam organisasi yang menyebabkan perubahan-perubahan dalam RSUP Sanglah. Perubahan-perubahan yang terjadi dapat berpengaruh pada kualitas pelayanan yang akan diberikan kepada masyarakat. Ketidakpuasan masyarakat akibat menurunnya kualitas pelayanan tentu menjadi masalah bagi RSUP Sanglah yang telah memiliki akreditasi JCI yang mengedepankan kualitas dan keamanan pelayanan. Selain itu, kegagalan dalam mempertahankan akreditasi yang dimiliki dapat menjadi penyebab tidak diperpanjangnya izin operasional rumah sakit, serta lemahnya legitimasi kelembagaan dimata hukum. Maka dari itu, demi mempertahankan akreditasi JCI yang telah dimiliki, pihak manajemen RSUP

(24)

Sanglah harus meningkatkan kinerja manajerial agar dapat mengatasi segala dinamika atau masalah yang terjadi pada rumah sakit.

Perbedaan penelitian ini dengan Penelitian Yenti (2003), Mulyasari dan Sugiri (2005), adalah pada tempat penelitiannya. Penelitian ini dilakukan pada rumah sakit milik pemerintah, sedangkan penelitian yang dilakukan Yenti (2003), Mulyasari dan Sugiri (2005) pada perusahaan manufaktur di Indonesia. Selain itu pada penelitian ini tidak menggunakan teknik analisis data Structural Equation

Modeling (SEM) seperti pada penelitian Yenti (2003), Mulyasari dan Sugiri

(2005), dan penelitian Wentzel (2002) tetapi akan menggunakan teknik analisis data Partial Least Square (PLS).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1) Apakah partisipasi penganggaran berpengaruh pada kinerja manajerial dengan keadilan distributif sebagai variabel pemediasi?

2) Apakah partisipasi penganggaran berpengaruh pada kinerja manajerial dengan keadilan prosedural sebagai variabel pemediasi?

3) Apakah partisipasi penganggaran berpengaruh pada kinerja manajerial dengan komitmen tujuan anggaran sebagai variabel pemediasi?

(25)

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah :

1) Untuk mengetahui pengaruh partisipasi penganggaran pada kinerja manajerial dengan keadilan distributif sebagai variabel pemediasi.

2) Untuk mengetahui pengaruh partisipasi penganggaran pada kinerja manajerial dengan keadilan prosedural sebagai variabel pemediasi.

3) Untuk mengetahui pengaruh partisipasi penganggaran pada kinerja manajerial dengan komitmen tujuan anggaran sebagai variabel pemediasi.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Bagi para akademisi, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada pengembangan literatur akuntansi keperilakuan terutama dalam penerapan partisipasi penganggaran pada kinerja manajerial.

2) Bagi RSUP Sanglah dan rumah sakit-rumah sakit lainnya, hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi acuan dan bahan evaluasi untuk dapat mempertahankan akreditasi yang telah dimiliki. Adanya partisipasi penganggaran diharapkan akan meningkatkan persepsi keadilan dan komitmen tujuan anggaran pihak-pihak pelaksana anggaran, sehingga akhirnya akan dicapai peningkatan kinerja manajerial yang mengarah pada peningkatan mutu pelayanan rumah sakit.

(26)

10

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Teori Ekuitas

Teori ekuitas (equity theory) pertama kali dikembangkan oleh John Stacey Adams pada tahun 1963. Teori ekuitas adalah teori yang menjelaskan kepuasan relasional dalam hal persepsi distribusi yang adil/tidak adil dari sumber daya dalam hubungan interpersonal. Menurut teori ekuitas, motivasi seseorang dihubungkan dengan ekuitas (equity), dan keadilan (fairness dan justice) yang diterapkan oleh pihak manajemen.

Adams (1965) dalam Greenberg (1986) berfokus pada rasio relatif

outcome yang didapatkan karyawan dari input yang mereka berikan, dibandingkan

dengan standar sebagai basis untuk menilai keadilan atas sebuah hubungan. Input yang dimaksud adalah kontribusi apapun yang individu berikan dalam pekerjaannya maupun hubungan kerjanya. Input dapat berupa waktu, tenaga, loyalitas, komitmen, kepercayaan pada supervisor, toleransi, kemampuan, fleksibilitas, dan lainnya. Outcome merupakan konsekuensi positif maupun negatif yang individu rasakan akibat input yang diberikan. Outcome dapat berupa kompensasi, pengakuan, promosi, reputasi, tanggung jawab, dan lainnya. Menurut teori ekuitas, orang-orang akan mencari keseimbangan antara input dan outcome yang didapat.

Keadilan dapat digunakan sebagai cara untuk memecahkan konflik-konflik, menyeleksi karyawan, menyelesaikan perselisihan antar karyawan, dan

(27)

negosiasi gaji (Greenberg, 1986). Pendekatan yang dilakukan dengan cara yang berbeda terhadap suatu keadilan akan sangat berguna untuk menjelaskan bermacam perilaku dalam konteks organisasi saat ini (Latif, 2007).

Teori ekuitas merupakan dasar dari konsep keadilan organisasional, yaitu keadilan distributif dan keadilan prosedural. Berdasarkan teori ekuitas, keadilan distributif dan keadilan prosedural merujuk pada persepsi karyawan terhadap kewajaran dan keseimbangan antara masukan-masukan yang mereka berikan (input) dengan hasil-hasil organisasional yang mereka terima, serta persepsi karyawan tentang wajar atau tidaknya proses-proses yang digunakan untuk mendistribusikan hasil-hasil organisasional tersebut (Pareke, 2004).

2.2 Teori Penetapan Tujuan

Locke et al. (1981) berpendapat bahwa tujuan adalah apa yang seseorang coba dapatkan, yang merupakan objek atau tujuan dari sebuah tindakan. Jika seseorang telah menentukan tujuan atas tindakannya di masa depan, maka tujuan tersebut akan memengaruhi tindakan dan perilaku seseorang. Komitmen seseorang terhadap sasaran tertentu juga akan memengaruhi tindakan dan memengaruhi konsekuensi kinerjanya (Hudayati, 2002). Dapat dikatakan bahwa, tujuan adalah suatu bentuk motivasi yang menentukan standar untuk kepuasan diri terhadap kinerja.

Robbins dan Judge (2008: 237) menyatakan teori penetapan tujuan adalah teori dimana tujuan-tujuan yang spesifik dan sulit, dengan umpan balik akan menghasilkan kinerja yang lebih tinggi. Teori penetapan tujuan menjelaskan

(28)

hubungan tujuan yang ditetapkan dengan kinerja. Teori penetapan tujuan menunjukkan bahwa keterlibatan manajer dalam proses penganggaran akan memengaruhi harapan yang diterima atas outcome (Susmitha, 2012).

Efektivitas penetapan tujuan, mensyaratkan adanya komitmen tujuan (Erez & Kanfer, 1983; Latham & Yukl, l975a, Locke, 1968; Locke & Latham, 1984; dalam Locke et al. 1988), maka jelas bahwa jika tidak ada komitmen terhadap tujuan, maka penetapan tujuan tidak berfungsi. Penelitian dari Mathewson (1931), Roethlisberger & Dickson (1939/1956), Taylor (1911/1967) dalam Locke (1988) menunjukkan bahwa tidak adanya komitmen terhadap tujuan organisasi, dapat mengakibatkan pembatasan output.

2.3 Partisipasi Penganggaran

Proses penyusunan anggaran pada dasarnya merupakan proses penetapan peran (role setting) dalam usaha pencapaian sasaran anggaran. Siapa saja yang akan berperan dalam pencapaian sasaran anggaran dan sumber daya yang disediakan bagi pemegang peran tersebut akan ditetapkan dalam proses penyusunan anggaran. Kenis (1979) menyatakan partisipasi penganggaran mengacu pada sejauh mana manajer berpartisipasi dalam menyiapkan anggaran dan memengaruhi tujuan anggaran pusat-pusat pertanggungjawaban mereka. Brownell (1982) mendefinisikan partisipasi dalam penyusunan anggaran sebagai proses dimana individu-individu yang terlibat di dalamnya memiliki pengaruh pada penyusunan target anggaran yang akan dievaluasi dan perlunya penghargaan atas pencapaian target anggaran. Kren (1992) menyatakan bahwa dengan adanya partisipasi dalam penyusunan anggaran, manajer akan terlibat dalam

(29)

mempertimbangkan dan mengevaluasi alternatif-alternatif dari tujuan anggaran. Partisipasi dalam penyusunan anggaran mendorong peningkatan komunikasi antara atasan dan bawahan. Individu-individu yang terlibat dapat memberikan informasi-informasi privat mereka sehingga asimetri informasi dapat diminimalkan. Diharapkan dengan adanya partisipasi penyusunan anggaran, akan tercipta keselarasan tujuan antara individu-individu yang terlibat dalam proses penganggaran dengan tujuan organisasi secara keseluruhan.

2.4 Keadilan Distributif

Greenberg (1986) mendefinisikan keadilan distributif sebagai kewajaran evaluasi yang diterima relatif terhadap pekerjaan yang dilakukan. Folger dan Konovsky (1989) mendefinisikan keadilan distributif sebagai keadilan yang dirasakan terkait jumlah kompensasi yang diterima karyawan. Magner dan Johnson (1995) menyatakan keadilan distributif berkaitan dengan outcome karena hal yang ditekankan adalah distribusi yang diterima, terlepas dari bagaimana distribusi tersebut ditentukan.

Literatur-literatur penganggaran menyebutkan bahwa konsep dari keadilan distributif dikaitkan dengan konsep “fair share”. Fair share merupakan harapan mengenai ukuran distribusi sumber daya yang seharusnya manajer dapatkan relatif terhadap manajer lainnya, di dalam konteks organisasional (Maiga dan Jacobs, 2007). Berdasarkan definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa jika perusahaan atau manajemen memberikan kompensasi yang sesuai dengan input yang karyawan berikan, maka karyawan akan merasakan suatu keadilan distributif. Hal ini menunjukkan bahwa respon sikap dan perilaku terhadap

(30)

penghasilan berkaitan dengan penghasilan yang didasarkan pada persepsi mengenai keadilan (Walster et al., 1978 dalam Maria dan Nahartyo, 2012).

2.5 Keadilan Prosedural

Greenberg (1986) menyatakan bahwa keyakinan tentang evaluasi kinerja yang adil, dapat juga didasarkan pada prosedur dimana evaluasi ditentukan, terlepas dari peringkat yang diterima. Menurut Leventhal (1980) dalam Wentzel (2002) keadilan prosedural dihubungkan dengan keadilan dari prosedur yang digunakan untuk menentukan outcome secara distributif. Folger dan Konovsky (1989) menyatakan keadilan prosedural sebagai keadilan yang dirasakan terkait cara yang digunakan untuk menentukan jumlah kompensasi.

Berdasarkan beberapa definisi keadilan prosedural tersebut dapat disimpulkan bahwa keadilan prosedural terkait dengan keadilan yang dirasakan saat proses dalam pengambilan suatu keputusan. Maria dan Nahartyo (2012) juga menyatakan bahwa keadilan prosedural tersebut akan menyebabkan seseorang akan menerima suatu keputusan, walaupun tidak setuju dengan hasil keputusan tersebut, karena proses pengambilan keputusan dilakukan secara adil. Lebih lanjut Maria dan Nahartyo (2012) menegaskan, proses yang adil menjadi norma yang diterima umum terhadap perilaku, baik dalam konteks sosial maupun dalam konteks proses pengambilan keputusan organisasi.

(31)

2.6 Komitmen Tujuan Anggaran

Locke et al. (1981) dalam Maiga dan Jacobs (2007a) mendefinisikan komitmen tujuan anggaran sebagai kebulatan tekad dan ketekunan untuk mencoba mencapai tujuan anggaran, dari waktu ke waktu. Seseorang akan berkinerja lebih baik ketika ia berkomitmen untuk mencapai tujuan tertentu. Komitmen untuk mencapai tujuan anggaran dapat terjadi ketika bawahan telah menerima tujuan anggaran yang telah ditetapkan, dan penerimaan tersebut dapat dicapai karena adanya partisipasi penganggaran (Indarto, 2011).

Komitmen tujuan anggaran menjadi penting karena produktifitas dari manajer ditentukan (sebagian besar) dari apakah organisasi mencapai tujuan finansialnya (Wentzel, 2002). Magner et al. (1996) dalam Maiga dan Jacobs (2007a) juga menyatakan bahwa bawahan yang berkomitmen tinggi kepada tujuan anggaran mereka, mencari interaksi dengan orang-orang yang memiliki pengetahuan mengenai lingkungan kerja mereka, tujuan kinerja, strategi tugas, dan masalah-masalah lainnya, yang memiliki pengaruh penting pada kinerja.

2.7 Kinerja Manajerial

Kinerja manajerial merupakan salah satu faktor yang dapat dipakai untuk meningkatkan efektivitas organisasi (Sumadiyah dan Susanta, 2004). Kinerja manajerial didasarkan pada fungsi-fungsi manajemen, yaitu seberapa jauh manajer mampu melaksanakan fungsi-fungsi manajemen yang meliputi perencanaan, investigasi, pengkoordinasian, evaluasi, pengawasan, pemilihan staf, negosiasi, dan perwakilan (Mahoney, et al.) dalam Handoko (1996:34).

(32)

1) Perencanaan, merupakan pemilihan atau penetapan tujuan-tujuan organisasi dan penentuan strategi, kebijaksanaan, proyek, program, prosedur, metode, sistem, anggaran dan standar yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Tanpa rencana manajer tidak dapat mengetahui bagaimana mengorganisasikan orang dan sumber daya yang dimiliki secara efektif, serta manajemen hanya mempunyai peluang kecil untuk mencapai sasaran atau mengetahui adanya penyimpangan secara dini. 2) Investigasi, merupakan suatu proses pengendalian yang tarafnya lebih

tinggi dimana dalam taraf investigasi sudah ada indikasi adanya suatu penyimpangan sehingga diperlukan adanya suatu penyelidikan.

3) Pengkoordinasian, merupakan proses pengintegrasian tujuan-tujuan dan kegiatan-kegiatan pada satuan-satuan yang terpisah dari suatu organisasi untuk mencapai tujuan organisasi secara efisien. Tanpa adanya koordinasi dalam suatu organisasi maka individu akan kehilangan pegangan atas peranan mereka dalam organisasi sehingga mereka akan mulai mengejar kepentingan sendiri yang sering merugikan pencapaian organisasi secara keseluruhan.

4) Evaluasi, merupakan tindakan yang memberikan penilaian dan pengukuran secara objektif terhadap hasil-hasil yang telah dicapai dari suatu kegiatan yang telah direncanakan apakah sudah sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.

(33)

5) Pengawasan, merupakan penemuan dan penerapan cara dan peralatan untuk menjamin bahwa rencana telah dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.

6) Pemilihan Staf, memiliki karyawan yang cakap dan terampil dalam suatu organisasi merupakan suatu hal yang mutlak, sehingga dalam melaksanakan pemilihan staf yang akan berperan serta dalam pengelolaan usaha, manajemen harus bersikap selektif dan memilih staf yang sesuai dengan kualifikasi yang seharusnya dimiliki dalam posisi yang ditawarkan.

7) Negosiasi, merupakan bagian dari kegiatan usaha yang berkaitan dengan melakukan tawar menawar dengan pihak luar separti pemasok untuk pemenuhan kebutuhan usaha. Kemampuan melakukan negosiasi merupakan suatu hal yang penting yang harus dimiliki oleh seorang manajer. Hal ini karena kemampuan negosiasi akan sangat diperlukan dalam pelaksanaan pekerjaannya dalam menghadapi orang lain serta untuk menyelesaikan suatu masalah.

8) Perwakilan, merupakan kegiatan untuk menghadiri pertemuan-pertemuan dengan perusahaan lain, memberikan penerangan ataupun penjelasan kepada masyarakat serta mempromosikan keberadaan perusahaan yang dipimpinnya kepada masyarakat.

(34)

2.8 Penelitian Sebelumnya

Milani (1975) meneliti pengaruh partisipasi penyusunan anggaran pada kinerja manajerial, dengan sampel 82 foreman produksi level teredah perusahaan besar berskala internasional. Hasil penelitian tersebut menunjukkan tidak ada pengaruh signifikan antara partisipasi penyusunan anggaran dan kinerja manajerial. Kenis (1979) menguji pengaruh budgetary goal characteristics pada perilaku dan kinerja manajerial dengan sampel 169 manajer departemen yang memiliki tanggung jawab terhadap anggaran. Hasil penelitian menunjukkan partisipasi anggaran memiliki pengaruh positif dan signifikan pada perilaku dan kinerja manajerial. Nor (2007) melakukan pengujian pengaruh partisipasi penganggaran pada kinerja manajerial, dengan menggunakan desentralisasi dan gaya kepemimpinan sebagai variabel moderating. Hasil penelitian Nor mendukung Kenis (1979) yaitu terdapat pengaruh positif signifikan partisipasi penganggaran pada kinerja manajerial. Sedangkan penelitian Sumarno (2005) menemukan bahwa terdapat pengaruh negatif signifikan partisipasi penganggaran pada kinerja manajerial.

Wentzel (2002) menguji pengaruh persepsi keadilan dalam proses penganggaran terhadap peningkatan kinerja dengan meningkatkan komitmen manajer pada tujuan anggaran, pada situasi downsized environment, dengan menggunakan structural equation modeling (SEM). Penelitian dilakukan dengan melakukan survei kepada 74 manajer pusat pertanggungjawaban rumah sakit. Hasil penelitian Wentzel menunjukkan bahwa peningkatan partisipasi selama proses penganggaran akan memupuk rasa keadilan, sehingga meningkatkan

(35)

komitmen manajer pada tujuan anggaran dan kemudian meningkatkan kinerja. Ditemukan pula pengaruh langsung antara persepsi keadilan dan kinerja menjadi tidak signifikan ketika komitmen tujuan dipertimbangkan. Yenti (2003) melanjutkan penelitian Wentzel (2002) yaitu dengan menginvestigasi hubungan antara partisipasi penyusunan anggaran terhadap kinerja manajerial dengan variabel intervening keadilan persepsian (keadilan distributif dan keadilan prosedural), komitmen terhadap tujuan, serta motivasi, dalam kondisi downsizing atau terjadi pemotongan anggaran akibat adanya krisis ekonomi di Indonesia. Penelitian dilakukan dengan mail survey kepada 1000 manajer perusahaan manufaktur yang dipilih secara purposive dari ICMD 2000 dan Pharmaceutical

Manufacturers and Distributors di Indonesia tahun 2001. Partisipan akhir dalam

penelitian sebanyak 128 manajer. Pengujian dilakukan dengan structural equation

modeling (SEM). Hasil penelitian tidak mendukung hubungan antara partisipasi

penyusunan anggaran dengan kinerja manajerial dengan variabel intervening keadilan distributif, keadilan prosedur, komitmen terhadap tujuan dan motivasi, karena hubungan tidak langsung yang memediasi antara partisipasi penyusunan anggaran dengan kinerja manajerial menunjukkan nilai yang rendah dan sangat lemah.

Supriyono (2004) meneliti pengaruh komitmen organisasi dan keinginan sosial terhadap hubungan antara partisipasi penganggaran dengan kinerja manajer. Penelitian ini dilakukan dengan survei yang dikirimkan kepada manajer-manajer perusahaan going public di BEJ. Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh positif signifikan partisipasi penganggaran pada kinerja manajerial, serta

(36)

komitmen organisasi dan keinginan sosial meningkatkan pengaruh partisipasi penganggaran pada kinerja manajerial.

Ulupui (2005) menguji pengaruh partisipasi anggaran, persepsi keadilan distributif, keadilan prosedural, dan komitmen tujuan anggaran terhadap kinerja dinas-dinas yang ada di Bandung. Data dikumpulkan melalui kuesioner dan wawancara, kemudian diolah melalui metode regresi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa partisipasi penganggaran berpengaruh signifikan pada kinerja, Keadilan prosedural berpengaruh positif signifikan pada kinerja, namun keadilan distributif tidak berpengaruh signifikan pada kinerja. Komitmen tujuan anggaran ditemukan berhubungan negatif dengan partisipasi anggaran.

Mulyasari dan Sugiri (2005) menguji pengaruh keadilan persepsian, komitmen pada tujuan, dan job relevant information (JRI) terhadap hubungan antara penganggaran partisipatif dan kinerja manajer. Responden penelitian adalah 89 manajer perusahaan jasa dan manufaktur. Data dikumpulkan melalui kuesioner dan diolah dengan structural equation modeling (SEM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan penganggaran partispatif dan kinerja tidak signifikan setelah terdapat faktor lain yang memediasi hubungan tersebut. Namun, hubungan langsung penganggaran partisipatif dan kinerja masih lebih kuat dibanding hubungan tidak langsung yang dimediasi oleh keadilan distributif, keadilan prosedural, komitmen pada tujuan, dan job-relevant information. Selain itu diperoleh bukti bahwa keadilan persepsian mempengaruhi kinerja demikian juga job-relevant information. Komitmen pada tujuan tidak terbukti mempengaruhi kinerja manajer dalam penganggaran partisipatif. Hanny (2013)

(37)

melakukan penelitian serupa yaitu meneliti pengaruh partisipasi penganggaran secara tidak langsung pada kinerja manajerial, melalui persepsi keadilan, komitmen anggaran, dan job relevant information (JRI). Penelitian ini dilakukan pada situasi krisis finansial, dengan 120 manajer pada sektor perbankan di Bandung dan Cimahi sebagai responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa partisipasi penganggaran meningkatan persepsi keadilan, komitmen anggaran, dan JRI. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa persepsi keadilan, komitmen anggaran, dan JRI memiliki pengaruh positif signifikan pada kinerja manajerial.

Eker (2007) menguji pengaruh partisipasi penganggaran melalui komitmen organisasi terhadap kinerja manajerial. Data dikumpulkan melalui survei terhadap 150 manajer departemen akunting dan keuangan pada 500 perusahaan di Turkey tahun 2006. Hasil pengujian dengan regresi berganda menunjukkan bahwa bawahan dengan kinerja tinggi lebih berpartisipasi dalam penyusunan anggaran dan memiliki komitmen organisasi yang lebih tinggi daripada bawahan dengan kinerja yang lebih rendah. Hasil penelitian juga mengungkapkan bahwa terdapat interaksi signifikan antara partisipasi penganggaran dan komitmen organisasional pada kinerja manajerial.

Maiga dan Jacobs (2007b) melakukan penelitian mengenai pengaruh trust (pada atasan dan organisasi) dan komitmen dalam konteks memahami peran trust dalam partisipasi anggaran pada kinerja manajerial. Data dikumpulkan dari manajer pertanggungjawaban unit bisnis manufaktur., dan diolah menggunakan

structural equation modeling (SEM). Hasilnya mengindikasikan bahwa partisipasi

(38)

manajer berpengaruh signifikan pada komitmennya terhadap tujuan penganggaran, pada akhirnya memiliki pengaruh positif pada kinerja.

Damayanti (2007) meneliti pengaruh komitmen tujuan anggaran dan kultur organisasional terhadap hubungan partisipasi penganggaran dan kinerja manajerial pada kondisi stretch targets, dengan 131 manajer departemen dari tiga hotel bintang lima di Jawa dan Bali. Data yang diperoleh diolah dengan structural

equation modeling (SEM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa komitmen tujuan

anggaran memediasi hubungan partisipasi penganggaran dan kinerja manajerial, sedangkan budaya organisasi memoderasi (meningkatkan) pengaruh positif partisipasi penganggaran dan kinerja manajerial.

Indarto (2011) menguji pengaruh partisipasi dalam penyusunan anggaran terhadap kinerja manajerial perusahaan melalui kecukupan anggaran, komitmen organisasi, komitmen tujuan anggaran, dan job relevant information (JRI), pada manajer-manajer level menengah di Jawa Tengah. Data dikumpulkan melalui kuesioner, dan diolah dengan analisis regresi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa partisipasi dalam proses penganggaran berhubungan positif dengan kinerja manajerial. Ditemukan pula bahwa kecukupan anggaran, komitmen organisasi, komitmen tujuan anggaran, JRI dapat berfungsi sebagai mediator dalam hubungan antara partisipasi anggaran dengan kinerja manajerial.

Rofingatun, dkk. (2013) menguji pengaruh partisipasi penganggaran pada keadilan organisasi, komitmen organisasional, dan kinerja organisasional di rumah sakit yang ada di Papua. Data diolah menggunakan partial least square

(39)

(PLS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa partisipasi penganggaran berpengaruh positif pada kinerja organisasional dan keadilan organisasional, keadilan organisasi berpengaruh positif pada komitmen organisasional dan kinerja organisasional, serta komitmen berpengaruh positif pada kinerja organisasional. Rangkuman dari penelitian-penelitian sebelumnya dapat dilihat pada lampiran 2.

(40)

24

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir

Sekaran (1992) menyebutkan bahwa kerangka berpikir adalah model konseptual yang menggambarkan hubungan teori dengan variabel yang telah diidentifikasikan sebagai masalah penelitian. Kerangka berpikir mendefinisikan relevansi antara variabel independen dan dependen sesuai dengan teori yang dijelaskan. Kerangka berpikir penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Kerangka Berpikir

Kajian Teoritis: 1. Teori Ekuitas 2. Teori Penetapan Tujuan 3. Partisipasi Penganggaran 4. Keadilan Distributif 5. Keadilan Prosedural 6. Komitmen Tujuan anggaran 7. Kinerja Manajerial Kajian Empiris: 1. Hanny (2013) 2. Indarto dan Ayu

(2011) 3. Nor (2007)

4. Maiga dan Jacobs (2007b)

5. Eker (2007) 6. Damayanti (2007) 7. Ulupui (2005) 8. Mulyasari dan Sugiri

(2005) 9. Supriyono (2004) 10. Yenti (2003) 11. Wentzel (2002) 12. Lindquist (1995) 13. Kenis (1979) 14. Milani (1975) Rumusan Masalah Hipotesis Uji Statistik Hasil Kesimpulan dan Saran

(41)

3.2 Konsep Penelitian

Konsep penelitian merupakan terminologi teknis yang merupakan komponen-komponen dari rerangka teori. Kerangka konsep dapat berbentuk bagan, model matematik, atau perumusan fungsional, yang dilengkapi uraian kualitatif, serta menunjukkan semua variabel yang berpengaruh pada penelitian tersebut. Konsep penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2 Konsep Penelitian

3.3 Hipotesis Penelitian

Wentzel (2002) menyebutkan penelitian-penelitian terdahulu menunjukkan secara jelas bahwa persepsi keadilan memainkan peran penting dalam penganggaran. Choi dan Mattila (2006) dalam Hanny (2013) menyatakan bahwa informasi yang diterima karyawan akan mengarahkan pada peningkatan persepsi keadilan mereka. Partisipasi dalam proses penganggaran tersebut dapat meningkatkan persepsi mengenai keadilan karena karyawan menganggap bahwa anggaran yang disetujui merupakan hasil dari sistem partisipasi penganggaran (Hanny, 2013). Persepsi keadilan yang dimaksud adalah keadilan distributif dan

PARTISIPASI PENGANGGARAN (X1) KEADILAN DISTRIBUTIF (X2) KEADILAN PROSEDURAL (X3) KINERJA MANAJERIAL (Y) KOMITMEN TUJUAN ANGGARAN (X4)

(42)

keadilan prosedural. Keadilan distributif merupakan keadilan yang dirasakan terkait dengan rasio outcome yang didapat setelah memberikan suatu input, yang dibandingkan dengan rekannya. Keadilan prosedural merupakan keadilan yang dirasakan terkait cara penentuan distribusi outcome tersebut.

Jika manajer terlibat dalam proses penganggaran, maka manajer dapat terlibat dalam penentuan keputusan alokasi anggaran (Yenti, 2003). Jadi dapat disimpulkan bahwa partisipasi manajer dalam proses penganggaran akan meningkatkan persepsi keadilan distributif dan keadilan prosedural manajer. Hal ini dapat terjadi karena dalam proses penganggaran, manajer turut serta dalam proses penentuan alokasi anggaran termasuk alokasi kompensasi dan cara penentuan alokasi kompensasi yang diberikan kepada seluruh karyawan. Maiga dan Jacobs (2007a) menyatakan bahwa dalam penganggaran partisipatif, jika tingkat pencapaian anggaran dipandang sebagai outcome, kemampuan dan usaha untuk mencapai anggaran dapat dilihat sebagai masukan, ketika kemampuan dan usaha dicocokkan dengan tingkat pencapaian anggaran, keadilan distributif akan terjadi. Partisipasi selama proses penganggaran tidak menjamin manajer akan menerima anggaran yang mereka inginkan terutama saat langkanya sumber daya, namun partisipasi penganggaran akan meningkatkan pemahaman mereka tentang bagaimana anggaran tersebut didistribusikan (Wentzel, 2002). Greenberg (1993) menyatakan pemahaman seperti itu mendorong keadilan informasional yang merupakan suatu keadilan prosedural.

Persepsi keadilan distributif dan keadilan prosedural yang timbul dari proses partisipasi penganggaran akan memengaruhi penerimaan pihak-pihak yang

(43)

terlibat dalam partisipasi tersebut, terhadap target-target yang ditetapkan dalam anggaran. Penerimaan ini merupakan suatu kondisi yang mengarah pada peningkatan kinerja (Lau dan Lim, 2002). Hanny (2013) menyatakan bahwa persepsi keadilan dapat meningkatkan kinerja manajerial, karena mereka percaya bahwa anggaran telah dibuat serasional mungkin, sehingga dorongan atau motivasi yang mereka miliki untuk memenuhi anggaran tersebut juga meningkat. Wentzel (2002) juga menyatakan bahwa hasil studi sebelumnya (Brockner et al. 1994; Lind et al. 1990; Early dan Lind 1987) menunjukkan bahwa keadilan persepsian memiliki hubungan positif dengan kinerja.

Hasil penelitian Wentzel (2002) menunjukkan bahwa persepsi keadilan individual meningkat seiring peningkatan keterlibatan dalam proses penganggaran. Hasil penelitian Maiga dan Jacobs (2007a) juga menunjukkan hal serupa yaitu partisipasi penganggaran memengaruhi keadilan distributif dan keadilan prosedural secara positif. Byrne dan Damon (2008), serta Lau dan Lim (2002) menemukan bahwa terdapat hubungan positif antara persepsi keadilan dan kinerja.

H1: Partisipasi penganggaran berpengaruh pada kinerja manajerial dengan

keadilan distributif sebagai variabel pemediasi.

H2: Partisipasi penganggaran berpengaruh pada kinerja manajerial dengan

keadilan prosedural sebagai variabel pemediasi.

Komitmen anggaran dalam konteks penganggaran menjadi penting karena produktifitas dari manajer ditentukan (sebagian besar) dari apakah organisasi mencapai tujuan finansialnya (Wentzel, 2002). Sields dan Sields (1998) dalam

(44)

Indarto dan Ayu (2011) menemukan bukti bahwa partisipasi akan meningkatkan kepercayaan bawahan, pengendalian, dan keterlibatan diri dengan organisasi, sehingga bawahan dapat menerima dan mempunyai komitmen terhadap anggaran yang disusun. Damayanti (2007) menyatakan keterlibatan bawahan ini akan dapat menumbuhkan sikap mau menerima, berkomitmen yang lebih, dan penentuan untuk mencapai tujuan. Damayanti (2007) menambahkan, sikap mau bekerja sama dari bawahan dikarenakan oleh bawahan merasakan adanya keterlibatan (merasa memiliki), dan ikut merasakan menjadi bagian dari perusahaan. Chong dan Chong (2002) menemukan bahwa partisipasi penganggaran berhubungan positif dengan komitmen tujuan anggaran. Penelitian yang dilakukan oleh Argyris (1952), Becker dan Green (1962), Hofstede(1968) dalam Indarto dan Ayu (2011) juga mengemukakan hal yang senada yaitu bahwa partisipasi anggaran memotivasi karyawan untuk menerima dan mempunyai komitmen terhadap tujuan anggaran yang telah disusun secara bersama antara karyawan dan atasan.

Klein et al. (1999) dalam Yenti (2003) memberikan suatu ilustrasi bahwa kinerja yang tinggi hanya muncul ketika kesulitan tugas dan komitmen terhadap tujuan tinggi. Magner et al. (1996) dalam Maiga dan Jacobs (2007a) juga menyatakan bahwa bawahan yang berkomitmen tinggi kepada tujuan anggaran mereka, mencari interaksi dengan orang-orang yang memiliki pengetahuan mengenai lingkungan kerja mereka, tujuan kinerja, strategi tugas, dan masalah-masalah lainnya yang memiliki pengaruh penting kepada kinerja. Tingginya komitmen terhadap tujuan anggaran akan mempermudah penerimaan anggaran tersebut meskipun sulit untuk dicapai, dengan demikian tingkat kinerja akan meningkat (Indarto dan Ayu, 2011). Kesimpulan yang dapat diambil bahwa kinerja

(45)

adalah fungsi utama dari pencapaian tujuan dan komitmen tujuan anggaran merupakan alat untuk memprediksinya (Locke, 1968; Locke dkk., 1981; Locke dan Latham, 1990; Wofford dkk., 1992; dalam Indarto dan Ayu, 2011). Wentzel (2002) menemukan bahwa terdapat hubungan positif antara komitmen tujuan anggaran manajer dan kinerja. Hasil penelitian Chong dan Chong (2002) memberikan dukungan pada adanya pengaruh komitmen tujuan anggaran dan informasi partisipasi penganggaran terhadap kinerja. Maiga dan Jacobs (2007b) menemukan hubungan positif signifikan antara komitmen tujuan anggaran dan kinerja manajerial.

H3: Partisipasi penganggaran berpengaruh pada kinerja manajerial dengan

(46)

30

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian adalah rencana menyeluruh dari penelitian yang mencakup seluruh hal yang akan dilakukan oleh peneliti mulai dari membuat hipotesis dan implikasinya secara operasional sampai pada analisis akhir data yang selanjutnya disimpulkan dan diberikan saran.

Data penelitian ini adalah data primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari sumber aslinya baik dengan kuesioner maupun wawancara langsung. Metode yang digunakan untuk memperoleh data primer dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi dan metode survei, dengan menggunakan kuesioner yang merupakan daftar pertanyaan terstruktur yang ditujukan kepada manajer tingkat menengah (setingkat kabag/kasubag/kepala seksi/kepala unit).

Terdapat 3 (tiga) jenis variabel yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu variabel bebas, variabel terikat, dan variabel mediasi. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah partisipasi penganggaran, variabel terikat dalam penelitian ini adalah kinerja manajerial, dan variabel mediasi dalam penelitian ini adalah keadilan distributif, keadilan prosedural, dan komitmen tujuan anggaran. Rancangan penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.1.

(47)

Gambar 4.1 Rancangan Penelitian Masalah Penelitian

Rumusan Masalah

Hipotesis

Variabel Penelitian

Partisipasi penganggaran, kinerja manajerial, keadilan distributif, keadilan prosedural, komitmen tujuan anggaran

Instrumen Penelitian

Kuesioner yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya

Penentuan Responden

Karyawan Setingkat kabag/ kasubag/kepala seksi/kepala unit

Pengumpulan

Data Analisis Data

Pembahasan dan Interpretasi Hasil Kesimpulan dan

(48)

4.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan pada RSUP Sanglah di Provinsi Bali yang merupakan instansi pemerintah yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

4.3 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini terbatas pada hubungan antara partisipasi penganggaran, kinerja manajerial, keadilan distributif, keadilan prosedural, dan komitmen tujuan anggaran.

4.4 Penentuan Sumber Data 4.4.1 Sumber Data

Berdasarkan sumbernya, data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1) Data primer, merupakan data yang diperoleh langsung dari sumbernya diamati dan dicatat untuk pertama kalinya (Sugiyono, 2007). Data primer dalam penelitian ini berupa hasil jawaban responden atas pernyataan dalam kuesioner mengenai partisipasi penganggaran, hasil jawaban responden atas pernyataan dalam kuesioner mengenai kinerja manajerial, hasil jawaban responden atas pernyataan dalam kuesioner mengenai keadilan distributif, hasil jawaban responden atas pernyataan dalam kuesioner mengenai keadilan prosedural, dan hasil jawaban responden atas pernyataan dalam kuesioner mengenai komitmen tujuan anggaran.

(49)

2) Data sekunder, merupakan data yang diperoleh dalam bentuk sudah jadi yang dikumpulkan dan diolah oleh pihak lain (Sugiyono, 2007). Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah data mengenai rumah sakit pemerintah yang telah memiliki standar akreditasi JCI di Bali.

4.4.2 Populasi dan Sampel

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2007). Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan di RSUP Sanglah. Sampel diambil dengan menggunakan metode purposive sampling, yaitu metode pengambilan sampel yang dilakukan sesuai dengan tujuan penelitian yang ditetapkan. Kriteria yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1) Karyawan yang memiliki jabatan (kepala bidang/kepala bagian/kepala unit dan kepala sub bidang/kepala sub bagian/kepala sub unit).

2) Telah menduduki jabatan tersebut minimal 1 tahun. 3) Terlibat dalam proses penyusunan anggaran.

Persyaratan ini digunakan karena pada umumnya anggaran dibuat satu tahun sekali, sehingga setidaknya karyawan yang memiliki jabatan (kepala bidang/kepala bagian/kepala unit dan kepala sub bidang/kepala sub bagian/kepala sub unit) yang ikut dalam proses penyusunan anggaran tersebut telah memiliki pengalaman di dalam proses penyusunan angggaran yang menjadi tanggung jawabnya.

(50)

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut ini.

Tabel 4.1 Jumlah Sampel Penelitian

No. Nama Jabatan Jumlah (Orang)

1 Kepala Bidang 3

2 Kepala Bagian 7

3 Kepala Unit 2

4 Kepala Seksi 8

5 Kepala Sub Bagian 17

Total 37

Sumber: Data diolah, 2013

4.5 Variabel Penelitian 4.5.1 Identifikasi Variabel

Berdasarkan pokok permasalahan yang telah dirumuskan di atas, maka variabel-variabel yang dianalisis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Variabel bebas (independent) adalah variabel yang memengaruhi atau menjadi penyebab perubahan atau timbulnya variabel dependen (Sugiyono, 2007). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah partisipasi penganggaran (X1).

2) Variabel terikat (dependent) adalah variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2007). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kinerja manajerial (Y).

3) Variabel mediasi (intervening) adalah variabel yang dipengaruhi oleh suatu variabel dan memengaruhi variabel yang lain. Variabel mediasi dalam penelitian ini adalah keadilan distributif (X2), keadilan prosedural

(51)

4.5.2 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

1) Variabel Bebas

Partisipasi penganggaran (X1) adalah seberapa jauh partisipasi keterlibatan

dan pengaruh manajer tingkat menengah pada RSUP Sanglah, baik secara periodik maupun tahunan. Partisipasi penyusunan anggaran diukur dengan menggunakan pernyataan yang menggambarkan keikutsertaan dalam penyusunan anggaran, permintaan tentang anggaran ke pimpinan, pembuatan rencana dalam anggaran akhir (final), kontribusi terhadap anggaran, pendapat atau usulan pada saat anggaran (RKA) sedang disusun. Instrumen yang digunakan untuk mengukur partisipasi penganggaran ini diadopsi dari penelitian Milani (1975) dalam Adrianto (2008).

2) Variabel Terikat

Kinerja manajerial (Y) yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kegiatan-kegiatan manajerial yang meliputi: perencanaan, investigasi, pengkoordinasian, evaluasi, pengawasan, pengaturan staf, negosiasi dan perwakilan atau representasi (Mahoney, 1993). Instrumen yang digunakan untuk mengukur kinerja manajerial ini diadopsi dari penelitian Adrianto (2008).

3) Variabel Mediasi

Keadilan disributif (X2) berkaitan dengan outcome karena penekanannya

adalah pada distribusi yang diterima, terlepas bagaimana distribusi itu ditentukan (Magner dan Johnson, 1995). Instrumen yang digunakan untuk mengukur keadilan distributif ini diadopsi dari penelitian Magner dan Johnson (1995).

(52)

Keadilan prosedural (X3) menguji pengaruh prosedur pengambilan suatu

keputusan terhadap sikap dan perilaku (Walker, et al., 1974). Thibaut dan Walker (1975) menyatakan bahwa proses pengambilan keputusan dapat sangat berpengaruh terhadap penerimaan mengenai hasil suatu keputusan. Oleh karena itu, ada kalanya seseorang tidak setuju dengan hasil suatu keputusan tetapi dapat menerima keputusan tersebut karena proses pengambilan keputusan yang dilakukan dengan adil. Instrumen yang digunakan untuk mengukur keadilan prosedural ini diadaptasi dari penelitian Magner dan Johnson (1995).

Komitmen tujuan anggaran (X4) didefinisikan sebagai determinasi

seseorang untuk mencapai sasaran (Locke & Latham, 1981). Instrumen yang digunakan untuk mengukur komitmen tujuan anggaran adalah tiga item skala Latham dan Steele (1983) yang diadopsi oleh Wentzel (2002).

4.6 Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan pendekatan Partial Least

Square (PLS) dengan menggunakan solfware SmartPLS. PLS adalah model

persamaan struktural (SEM) yang berbasis komponen atau varian (variance). Menurut Ghozali (2006) PLS merupakan pendekatan alternatif yang bergeser dari pendekatan SEM berbasis covariance menjadi berbasis varian. SEM yang berbasis kovarian umumnya menguji kausalitas/teori sedangkan PLS lebih bersifat

predictive model.

Wold dalam Wiyono (2011:395) menyatakan PLS merupakan metode analisis yang powerfull karena tidak didasarkan pada banyak asumsi. Misalnya,

(53)

data harus terdistribusi normal dan sampel yang tidak harus besar. Selain dapat digunakan untuk mengkonfirmasi teori, PLS juga dapat digunakan untuk menjelaskan ada tidaknya hubungan antar variabel laten. PLS dapat sekaligus menganalisis konstruk yang dibentuk dengan indikator reflektif dan formatif. Hal ini tidak dapat dilakukan oleh SEM yang berbasis kovarian karena akan menjadi

unidentified model. Langkah-langkah analisis PLS sebagai berikut: 1) Merancang Model Struktural (inner model)

Perancangan model struktural hubungan antara variabel laten pada PLS didasarkan pada rumusan masalah atau hipotesis penelitian (Gambar 3.2 Konsep Penelitian).

2) Merancang Model Pengukuran (outer model)

Perancangan model pengukuran dalam PLS sangat penting karena terkait dengan apakah indikator bersifat reflektif atau formatif. Model reflektif secara matematis menempatkan indikator sebagai sub-variabel yang dipengaruhi oleh variabel laten, sehingga indikator-indikator tersebut bisa dikatakan dipengaruhi oleh faktor yang sama yaitu variabel latennya. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model reflektif dengan asumsi semua indikator seolah-olah dipengaruhi variabel laten.

3) Mengkonstruksi diagram Jalur

(54)

Gambar 4.2 Ilustrasi model penelitian

4) Konversi diagram Jalur ke dalam Sistem Persamaan a. Evaluasi Outer Model

Wiyono (2011:398) menyatakan evaluasi outer model digunakan untuk menspesifikasi hubungan antara variabel laten dengan indikatornya. Model persamaan dalam Outer model yaitu :

X =Xξ +εX

Y = yη+εy Keterangan :

X dan Y = Indikator untuk variabel laten eksogen dan endogen ξ = variabel eksogen η = variabel endogen ε = kesalahan pengukuran λ Y1 Y2 Y3 Y4 Y5 Y6 Y7 Y8 Y9 Y10 ε17 ε18 ε19 ε20 ε21 ε22 ε23 ε24 ε25 εY26 γ5 γ3 γ2 γ1 ε6 ε7 ε8 ε9 ε10 ε11 ε12 ε13 λ λ λ δ2 δ3 δ4 δ5 δ1 Keadilan Distributif (X2) )( η1) Keadilan Prosedural (X3) (η2) Komitmen Tujuan Anggaran (X4)( (η3) X1.1 X1.2 X1.3 X1.4 X1.5 Partisipasi Pengangg aran (X1) ( ξ1) λ X2.1 X2.21 X2.3 X2.4 X2.5 X3.1 X3.2 X3.3 X3.4 X3.5 X3.6 X3.7 X3.8 X3.2 γ4 γ6 Kinerja Manajerial (Y)( η4) X4.1 X4.2 X4.3 ε14 ε15 ε16

(55)

Persamaan outer model penelitian : 1. Variabel Partisipasi Penganggaran

x1.1= λx1.1ξ1+ δ1

x1.2= λx1.2ξ1+ δ2

x1.3= λx1.3ξ1+ δ3

x1.4= λx1.4ξ1+ δ4

x1.5= λx1.5ξ1+ δ5

2. Variabel Keadilan Distributif x2.1= λx2.1η1+ ε1

x2.2= λx2.2η1+ ε2

x2.3= λx2.3η1+ ε3

x2.4= λx2.4η1+ ε4

x2.5= λx2.5η1+ ε5

3. Variabel Keadilan Prosedural x3.1= λx3.1η2+ ε6 x3.2= λx3.3η2+ ε7 x3.3= λx3.3η2+ ε8 x3.4= λx3.4η2+ ε9 x3.5= λx3.5η2+ ε10 x3.6= λx3.5η2+ ε11 x3.7= λx3.5η2+ ε12 x3.8= λx3.5η2+ ε13

4. Variabel Komitmen Tujuan Anggaran x4.1= λx4.1η3+ ε14

x4.2= λx4.4η3+ ε15

x4.4= λx4.4η3+ ε16

5. Variabel Kinerja Manajerial y.1= λy.1η4+ ε17 y.2= λy.3η4+ ε18 y.3= λy.3η4+ ε19 y.4= λy.4η4+ ε20 y.5= λy.5η4+ ε21 y.6= λy.6η4+ ε22 y.7= λy.7η4+ ε23 y.8= λy.8η4+ ε24 y.9= λy.9η4+ ε25 y.10= λy.10η4+ ε26

(56)

Persamaan Inner Model penelitian: η1 =γ1ξ1+ γ2ξ2+ ζ1

η2= β1η1+ γ3ξ1+ γ4ξ2+ ζ2

Keterangan :

η = Variabel laten endogen ξ = Variabel laten eksogen

b. Evaluasi Inner Model

Wiyono (2011:399) menyatakan evaluasi inner model digunakan untuk menspesifikasi hubungan antar variabel laten yang satu dengan variabel laten yang lainnya dengan tingkat signifikansi 5 %. Persamaan yang digunakan dalam inner model yaitu :

ηj = Σiβ ji ηi + Σ I γ jb ξb + ζj Keterangan :

η = Variabel laten endogen ξ = Varibel laten eksogen

βji= Koefisien jalur yang menghubungkan satu variabel laten endogen dengan endogen yang lain.

ζ = Variabel inner residual.

5) Estimasi

Nilai estimasi koefisien jalur antara konstruk harus memiliki nilai yang signifikan. Signifikansi hubungan dapat diperoleh dengan prosedur

Bootstapping. Nilai yang dihasilkan berupa nilai t-hitung yang kemudian

dibandingkan dengan t-tabel. Apabila nilai t-hitung > t-tabel (2,0423) pada taraf signifikansi ( 2,5%, DF = 30) maka nilai estimasi koefisien jalur tersebut signifikan.

(57)

6) Goodness of fit

Pada tahap ini dilakukan pengujian terhadap kesesuaian model melalui berbagai kriteria goodness of fit. Goodness of fit dalam PLS dibagi atas dua bagian yaitu sebagai berikut.

a. Outer Model

Wiyono (2011:403) menyatakan kriteria penilaian yang digunakan dalam menilai indikator adalah :

a. Convergent validity nilai loading factor 0,50 sampai 0,60.

b. Discriminant validity nilai korelasi cross loading dengan variabel latennya harus lebih besar dibandingkan dengan korelasi terhadap variabel laten yang lain.

c. Nilai AVE harus diatas 0,50.

d. Nilai composite reliability yang baik apabila memiliki nilai ≥0,70.

b. Inner Model

Goodness of fit pada inner model diukur menggunakan R square variabel

laten dependen, Q square predictive relevance untuk model struktural yang digunakan untuk mengukur seberapa baik nilai observasi dihasilkan oleh model dan juga estimasi parameternya. Nilai Q square > 0 menunjukkan model memiliki predictive relevance yang baik, sebaliknya jika nilai Q square ≤ 0 menunjukkan model kurang memiliki predictive

Gambar

Gambar 3.1  Kerangka  BerpikirKajian Teoritis:1. Teori Ekuitas2. Teori PenetapanTujuan3
Gambar 3.2 Konsep Penelitian
Gambar 4.1 Rancangan PenelitianMasalah Penelitian
Tabel 4.1 Jumlah Sampel Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini penting untuk dilaksanakan guna memberikan informasi dan data bagi perkembangan ilmu hukum dan studi kenotariatan dan masyarakat khususnya mengenai

Maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian ini dengan judul: Pengaruh Keahlian, Independensi, kecermatan Profesional dan Kepatuhan pada kode Etik terhadap

Untuk dapat mengurangi risiko yang teridentifikasi sebagai risiko-risiko dominan (major risk), kontraktor, konsultan dan pemilik proyek (atau pihak operator hotel) hendaknya

Hasil dari kedua nilai ini memberikan informasi bahwa pengaruh variabel kepuasan pelanggan terhadap minat mereferensikan jasa rumah sakit dapat diterima, karena memenuhi syarat

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh daya informasi akuntansi pada hubungan pengungkapan CSR dengan cost of equity capital (CEC).. Prosedur penentuan

Dalam hal status kekuatan alat bukti akta Notaris, suatu akta tersebut dapat mengalami penurunan mutu atau kemunduran atau kemerosotan status apabila dalam

Terkait dengan fenomena kritikan terhadap pemerintah maka penelitian ini bermaksud untuk meneliti “Peranan Auditor Internal Dalam Pelaksanaan Tata Kelola Pemerintahan

Based on the finding and the outcome of the research, it is basically proved that the main principals contains in various regulations relevant to the foreign investment law