• Tidak ada hasil yang ditemukan

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Dalam Formulasi DAU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Dalam Formulasi DAU"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

Indeks Pembangunan

Manusia (IPM) Dalam

Formulasi DAU

IPM merupakan ukuran untuk melihat dampak kinerja pembangunan wilayah, karena memperlihatkan kualitas penduduk suatu wilayah dalam hal harapan hidup, intelelektualitas dan standar hidup layak. Dalam perencanaan pembangunan, IPM juga berfungsi dalam memberikan tuntunan dalam menentukan prioritas dalam merumuskan kebijakan dan menentukan program. Namun demikian, IPM sebagai sarana pemerataan pembangunan perlu dikaji lebih dalam dalam penggunaannya secara lebih tepat.

2011

Eko Budiriyanto,S.E Ditjen Perimbangan Keuangan, Kemenkeu RI 11/28/2011

(2)

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Dalam Formulasi DAU Page 2

D

AFTAR

I

SI Pendahuluan ... 3 Latar belakang ... 3 Dasar Hukum ... 4 Ruang lingkup ... 4

Dana Alokasi Umum ... 6

Formula DAU ... 7

Kebutuhan Fiskal (KbF)... 7

Kapasitas Fiskal (KpF) ... 7

Index Pembangungan Manusia (IPM) ... 8

Indeks harapan hidup ... 8

Indeks pendidikan ... 8

Indeks standar hidup layak ... 9

Komponen terpenting ... 10

Permasalahan... 12

IPM sebagai formula ... 12

IPM dan mobilitas penduduk ... 14

Kesimpulan dan saran ... 18

Kesimpulan ... 18

Saran ... 19

(3)

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Dalam Formulasi DAU Page 3

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA

DALAM FORMULASI DAU

P

ENDAHULUAN

Latar belakang

Negara Kesatuan Republik Indonesia menyelenggarakan pemerintahan Negara dan pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat adil, makmur, dan merata berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pasal 18A ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan agar hubungan keuangan, pelayanan umum, serta pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan Undang-Undang. Dengan demikian, Pasal ini merupakan landasan filosofis dan landasan konstitusional pembentukan Undang-Undang tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.

Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah merupakan suatu sistem yang menyeluruh dalam rangka pendanaan penyelenggaraan asas Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah.

Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. Dana Perimbangan terdiri atas :

1. Dana Bagi Hasil 2. Dana Alokasi Khusus 3. Dana Alokasi Umum.

Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.

(4)

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Dalam Formulasi DAU Page 4 Dana Alokasi Khusus, selanjutnya disebut DAK, adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.

Dana Alokasi Umum yang selanjutnya disebut DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan

antar-Daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka Desentralisasi.

Dari ketiga jenis dana perimbangan di atas jelas bahwa DAU-lah yang akan digunakan sebagai instrumen pemerintah dalam mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan antar daerah. Oleh karena itu, pengalokasian DAU yang tepat menjadi penting untuk pencapaian tujuan pembangunan nasional yang adil dan merata. Ketimpangan antara daerah yang terlalu besar dan terlalu lama, dapat mengancam stabilitas dan integrasi negara kesatuan ini.

Tentang perhitungan pengalokasian DAU ini telah diatur dalam UU nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintahan Daerah serta Peraturan Pemerintah Nomor 55 tahun 2005 tentang Dana Perimbangan. Namun demikian apakah apa yang diatur dalam peraturan tersebut sudah tepat dalam pencapaian tujuan DAU sendiri yaitu pemerataan kemampuan keuangan antar-Daerah, hal ini yang menggugah penulis untuk membuat tulisan ini dengan maksud memberikan pemahaman yang lebih bagi penulis sendiri serta pemicu bahan diskusi bagi para pembaca.

Dasar Hukum

1. UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah; dan

2. PP No. 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan

Ruang lingkup

Penghitungan DAU melalui beberapa tahapan, yaitu :

 Tahapan Akademis

Konsep awal penyusunan kebijakan atas implementasi formula DAU dilakukan oleh Tim Independen dari berbagai universitas dengan tujuan untuk memperoleh kebijakan

penghitungan DAU yang sesuai dengan ketentuan UU dan karakteristik Otonomi Daerah di Indonesia.

(5)

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Dalam Formulasi DAU Page 5

 Tahapan Administrafif

Dalam tahapan ini Kemenkeu c.q. DJPK melakukan koordinasi dengan instansi terkait untuk penyiapan data dasar penghitungan DAU termasuk didalamnya kegiatan konsolidasi dan verifikasi data untuk mendapatkan validitas dan kemutakhiran data yang akan digunakan

 Tahapan Teknis

Merupakan tahap pembuatan simulasi penghitungan DAU yang akan dikonsultasikan Pemerintah kepada DPR RI dan dilakukan berdasarkan formula DAU sebagaimana diamanatkan UU dengan menggunakan data yang tersedia serta memperhatikan hasil rekomendasi dari pihak akademis.

 Tahapan Politis

Merupakan tahap akhir, pembahasan penghitungan dan alokasi DAU antara Pemerintah dengan Panitia Kerja (Panja) Belanja Daerah Panitia Anggaran DPR RI untuk konsultasi dan mendapatkan persetujuan hasil penghitungan DAU.

Formula DAU menggunakan pendekatan Celah Fiskal (fiscal gap) dan Alokasi Dasar (AD). Celah Fiskal adalah selisih antara Kebutuhan Fiskal (fiscal needs) dikurangi dengan Kapasitas Fiskal (fiscal capacity), sedangkan Alokasi Dasar berupa jumlah gaji PNS daerah.

Komponen variabel kebutuhan fiskal (fiscal needs) yang digunakan untuk pendekatan perhitungan kebutuhan daerah terdiri dari: jumlah penduduk, luas wilayah, indeks pembangunan manusia (IPM), indeks kemahalankonstruksi (IKK), dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita. Komponen variabel kapasitas fiskal (fiscal capacity) merupakan sumber pendanaan daerah yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Bagi Hasil (DBH).

Dalam tulisan ini penulis hanya membatasi diri tentang ketepatan penggunaan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebagai salah satu komponen variabel kebutuhan fiskal.

(6)

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Dalam Formulasi DAU Page 6

D

ANA

A

LOKASI

U

MUM

Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan salah satu transfer dana Pemerintah kepada pemerintah daerah yang bersumber dari pendapatan APBN, yang dialokasikan dengan tujuan

pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka

pelaksanaan desentralisasi.

DAU bersifat “Block Grant” yang berarti penggunaannya diserahkan kepada daerah sesuai dengan prioritas dan kebutuhan daerah untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah. DAU dialokasikan untuk provinsi dan kabupaten/kota.

Jumlah keseluruhan DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26% (dua puluh enam persen) dari Pendapatan Dalam Negeri Netto. Pendapatan Dalam Negeri Netto adalah Penerimaan Negara yang berasal dari pajak dan bukan pajak setelah dikurangi dengan Penerimaan Negara yang dibagihasilkan kepada Daerah. Proporsi DAU antara provinsi dan kabupaten/kota dihitung dari perbandingan antara bobot urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi dan kabupaten/kota. Dalam hal penentuan proporsi tersebut belum dapat dihitung secara kuantitatif, proporsi DAU antara provinsi dan kabupaten/kota ditetapkan dengan imbangan 10% (sepuluh persen) dan 90% (sembilan puluh persen).

DAU untuk suatu daerah dialokasikan berdasarkan formula yang terdiri atas celah fiskal dan alokasi dasar. Celah fiskal merupakan selisih antara kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal. Alokasi Dasar dihitung berdasarkan realisasi gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNSD) tahun sebelumnya (t-1) yang meliputi gaji pokok dan tunjangan-tunjangan yang melekat sesuai dengan peraturan penggajian PNS yang berlaku.

Kebutuhan fiscal diukur dengan menggunakan variabel :

1. Jumlah penduduk, mencerminkan kebutuhan akan penyediaan layanan publik di setiap Daerah.

2. Luas wilayah, mencerminkan kebutuhan atas penyediaan sarana dan prasarana per satuan wilayah.

3. Indeks Kemahalan Konstruksi, mencerminkan tingkat kesulitan geografis yang dinilai berdasarkan tingkat kemahalan harga prasarana fisik secara relatif antar-Daerah. 4. Produk Domestik Regional Bruto per kapita, mencerminkan potensi dan aktivitas

perekonomian suatu Daerah yang dihitung berdasarkan total seluruh output produksi kotor dalam suatu wilayah

5. Indeks Pembangunan Manusia, mencerminkan tingkat pencapaian kesejahteraan penduduk atas layanan dasar di bidang pendidikan dan kesehatan.

(7)

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Dalam Formulasi DAU Page 7 Untuk mendapatkan alokasi berdasar celah fiskal suatu daerah dihitung dengan mengalikan bobot celah fiskal daerah bersangkutan (CF daerah dibagi dengan total CF nasional) dengan alokasi DAU CF nasional.

Formula DAU

Dimana:

AD = Gaji PNS Daerah

CF = Kebutuhan Fiskal – Kapasitas Fiskal

Kebutuhan Fiskal (KbF)

Dimana:

TBR = Total Belanja Rata-rata APBD IP = Indeks Jumlah Penduduk IW = Indeks Luas Wilayah

IPM = Indeks Pembangunan Manusia IKK = Indeks Kemahalan Konstruksi

IPDRB/kap = Indeks Produk Domestik Regional Bruto per kapita Α = Bobot Indeks

Kapasitas Fiskal (KpF)

Dimana:

PAD = Pendapatan Asli Daerah

DBH Pajak = Dana Bagi Hasil dari Penerimaan Pajak

DBH SDA = Dana Bagi Hasil dari Penerimaan Sumber Daya Alam

Daerah yang memiliki nilai celah fiskal lebih besar dari 0 (nol), menerima DAU sebesar alokasi dasar ditambah celah fiskal.

Daerah yang memiliki nilai celah fiskal sama dengan 0 (nol), menerima DAU sebesar alokasi dasar. Daerah yang memiliki nilai celah fiskal negatif dan nilai negatif tersebut lebih kecil dari alokasi dasar, menerima DAU sebesar alokasi dasar setelah diperhitungkan nilai celah fiskal.

Daerah yang memiliki nilai celah fiskal negatif dan nilai negatif tersebut sama atau lebih besar dari alokasi dasar, tidak menerima DAU.

Hasil penghitungan DAU per provinsi, kabupaten, dan kota ditetapkan dengan Keputusan Presiden. DAU = Alokasi Dasar (AD) + Celah Fiskal (CF)

KbF = TBR (α1IP +α2IW + α3IPM +α4IKK +α5IPDRB/kap)

(8)

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Dalam Formulasi DAU Page 8

I

NDEKS

P

EMBANGUNGAN

M

ANUSIA

(IPM)

Dewasa ini persoalan mengenai capaian pembangunan manusia telah menjadi perhatian para penyelenggara pemerintahan. Berbagai ukuran pembangunan manusia dibuat namun tidak semuanya dapat digunakan sebagai ukuran standar yang dapat dibandingkan antar wilayah atau antar negara. Oleh karena itu UNDP (PBB) menetapkan suatu ukuran standar pembangunan manusia yaitu indeks pembangunan manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI). Secara khusus, IPM mengukur capaian pembangunan manusia berbasis komponen dasar kualitas hidup. Sejak tahun 1990 UNDP telah melaksanakan penelitian dan menerbitkan buku Laporan Pembangunan Manusia (Human Development Report/HDR) yang berisi mengenai perkembangan indeks HDI di seluruh dunia dan pembahasan komprehensif mengenai suatu aspek pembangunan manusia yang menjadi permasalahan dan keperdulian global. Untuk tahun 2009, UNDP secara resmi telah menerbitkan Laporan HDR pada tanggal 5 Oktober 2009 dengan tema “Mengatasi Hambatan: Mobilitas Manusia dan Pembangunan”.

IPM ini merupakan indeks komposit atas 3 indeks, yaitu :

1. Indeks harapan hidup, sebagai perwujudan dimensi umur panjang dan sehat (longevity) 2. Indeks pendidikan, sebagai perwujudan dimensi pengetahuan (knowledge)

3. Indeks standar hidup layak, sebagai perwujudan dimensi hidup layak (decent living)

Indeks harapan hidup

Terdapat dua jenis data yang digunakan dalam perhitungannya, yaitu Anak Lahir Hidup (ALH) dan Anak Masih Hidup (AMH). Besarnya nilai maksimum dan minimumnya telah disepakati oleh semua Negara (175 negara) sebagai standar UNDP, yakni 85 tahun sebagai batas atas dan 25 tahun sebagai batas terendah.

Indeks pendidikan

Dalam perhitungannya menggunakan dua indikator, yaitu : angka melek huruf (Lit) dan rata-rata lama sekolah (Man Years School [MYS]). Angka melek huruf adalah persentase dari penduduk usia 15 tahun ke atas yang bisa membaca dan menulis dalam huruf latin atau huruf lainnya. Rata-rata lama sekolah adalah Rata-rata-Rata-rata jumlah tahun yang dihabiskan oleh penduduk usia 15 tahun ke atas di seluruh jenjang pendidikan formal yang pernah dijalani atau sedang menjalani. Indikator ini dihitung dari variabel pendidikan yang tertinggi yang ditamatkan dan tingkat pendidikan yang sedang ditamatkan dan tingkat pendidikan yang sedang diduduki. Tabel 2.2 di bawah ini menyajikan faktor konversi dari tiap jenjang pendidikan, rata-rata lama sekolah dihitung berdasarkan formula sebagai berikut :

(9)

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Dalam Formulasi DAU Page 9 MYS = tahun konversi + kelas tertinggi yang pernah diduduki – 1

Tabel 2.2

Tahun Konversi dari Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan No

Pendidikan Tertinggi

yang Ditamatkan Tahun Konversi

1 Tidak Pernah Sekolah 0

2 SD 6 3 SMP 9 4 SMA 12 5 D 1 13 6 D 2 14 7 D 3 15 8 S 1/D 4 16 9 S 2 18 10 S 3 21

Sumber : BPS Sumatera Utara

Indeks standar hidup layak

Perhitungan UNDP menggunakan Produk Domestik Bruto riil yang disesuaikan, sedangkan BPS menggunakan rata-rata pengeluaran per kapita riil yang disesuaikan dengan formula Atkinson.

(10)

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Dalam Formulasi DAU Page 10 Berdasarkan skala internasional capaian IPM dapat dikategorikan menjadi empat : kategori tinggi (IPM>80), kategori menengah atas (66<IPM<80), kategori menengah bawah (50< IPM<66) dan kategori rendah (IPM<50).

Sumber : BPS

Komponen terpenting

Mengetahui komponen mana yang memegang peranan penting dalam pembentukan angka IPM adalah penting agar dapat digunakan dalam menentukan prioritas dan kebijakan yang tepat bagi pembangunan bangsa.

“Diketahui, IPM dibentuk oleh empat komponen; yaitu harapan hidup, melek huruf, rata-rata lama sekolah dan pengeluran riil perkapita. Terkait dengan ini, menarik untuk diketahui berapa besar setiap komponen berkontribusi terhadap besaran angka IPM. Informasi ini sangata diperlukan untuk

menetapkan prioritas pembangunan. Untuk mengetahui besarnya kontribusi setiap komponen IPM terhadap besaran angka IPM digunakan teknik regresi yang diperoleh dari koefisien determinasi (R2). Berdasar hasil regresi data IPM tahun 2007 diperoleh komponen IPM yang mempunyai kontribusi terbesar adalah rata-rata lama sekolah, yakni sebesar 71 persen per tahun, berikutnya melek huruf 64 persen per tahun. Adapun harapan hidup dan pengeluran riil per kapita masing-masing sebesar 48 persen per tahun dan 40 persen per tahun.”(Indeks Pembangunan Manusia 2006-2007, katalog BPS:4102002)

Karena komponen rata-rata lama sekolah dan angka melek huruf (AMH) menempati urutan tertinggi masing-masing 71 persen dan 64 persen, maka penulis berasumsi bahwa kedua komponen

(11)

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Dalam Formulasi DAU Page 11 ini memegang peranan yang cukup penting dan tentu lebih mempunyai pengaruh atas pembentukan angka-angka IPM nantinya. Sehingga fokus kita selanjutnya bisa lebih mengarah pada komponen rata-rata lama sekolah.

Sumber : BPS

Ditingkat provinsi, DKI Jakarta memiliki rata-rata lama sekolah tertinggi dibandingkan provinsi lainnya yaitu sebesar 10,8. Tertinggi kedua adalah Provinsi Kepulauan Riau sebesar 8,94 tahun. Berikutnya Provinsi Kalimantan Timur dan Sulawesi Utara masing-masing 8,8 per tahun. Provinsi Yogyakarta yang merupakan kota pelajar hanya berada di urutan 8 dengan rata-rata lama sekolah 8,6 per tahun.

(12)

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Dalam Formulasi DAU Page 12

P

ERMASALAHAN

Di dalam perhitungan kebutuhan fiskal (KbF), variabel yang diperhitungkan ada 5, yaitu : Indeks Jumlah Penduduk (IP), Indeks Luas Wilayah (IW), Indeks Kemahalan Kontruksi (IKK), IndeKS Produk Domestik (IPDRB/cap), dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Sesuai dengan fokus dari pokok bahasan, yaitu IPM, maka penulis membagi permasalahan menjadi dua bagian :

IPM sebagai formula

Kalau kita amati terhadap proses suatu daerah dalam mendapatkan masing-masing variabel tersebut maka nampak bahwa variabel IP, IW dan IKK akan otomatis di dapatkan oleh suatu daerah sejak berdirinya atau setidaknya tanpa usaha yang berarti dari pemerintah daerah tersebut. Sementara komponen IPDRB/cap dan IPM harus diperjuangkan untuk mendapatkannya atau meningkatkannya. Bila suatu daerah mempunyai IPDRB/cap dan IPM yang tinggi berarti daerah tersebut sebenarnya telah tergolong daerah yang sudah maju.

Formulasi kebutuhan fiskal (KbF) yang di atur dalam PP 55 tahun 2005, seperti di bawah ini :

Dengan formulasi seperti di atas, maka suatu daerah yang mempunyai IPDRB/cap dan IPM yang tinggi, kebutuhan fiskalnya jadi terhitung lebih tinggi, tapi sebaliknya terhadap daerah yang mempunyai IPDRB/cap dan IPM yang rendah kebutuhan fiskalnya jadi terhitung lebih rendah. Padahal seperti kita ketahui kebutuhan fiscal merupakan dasar bagi penghitungan celah fiskal, dan celah fiscal itu sendiri (ditambah alokasi dasar [AD]) akan menjadi besaran DAU suatu daerah.

Dengan kata lain suatu daerah yang sudah maju karena IPDRB/cap dan IPM yang tinggi justru akan mendapatkan DAU yang besar. Namun daerah yang kurang maju atau tertinggal karena IPM dan IPDRB/capnya yang masih rendah justru akan mendapat DAU yang kecil. Akibatnya daerah yang tertinggal justru semakin susah mengejar ketertinggalannya terhadap daerah yang sudah maju. Akselerasi kemajuaannya pun akan makin ketinggalan. Padahal tujuan semula dari DAU adalah sebagai instrument pemerataan antar daerah.

Dalam perkembangan berikutnya, penulis juga telah membaca draft revisi Undang-Undang No.33 tahun 2004 dan mendapati perubahan perhitungan dalam formulasi kebutuhan fiskal (KbF) yang cukup signifikan, seperti berikut :

(13)

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Dalam Formulasi DAU Page 13 Dalam formulasi baru ini, tampak bahwa variabel Index Produk Domestik (IPDRB/cap) sudah tidak masuk dalam formulasi lagi. Sementara variabel IPM tetap masuk formula, namun dengan pembalikan (negasi), yaitu dengan mengurangkan IPM terhadap angka 100. Dengan formula seperti itu diharapkan variabel IPM justru dapat membantu daerah-daerah yang ber-IPM rendah. Sekilas hal ini telah menjawab permasalahn formulasi sebelumnya yang diatur dalam PP 55 Tahun 2005, namun perlu diperhatikan juga bahwa dengan pe-negasi-an variabel IPM, dapat menjadi disinsentif bagi daerah-daerah untuk lebih meningkatkan IPM-nya. Padahal IPM merupakan hasil dari pelayanan dasar publik di daerah, seperti penyediaan layanan kesehatan dan pendidikan, penyediaan infrastruktur, dan pengentasan masyarakat dari kemiskinan.

Berangkat dari hal ini, penulis mengusulkan agar apabila variabel IPM masih juga digunakan sebagai komponen dalam perhitungan Kebutuhan Fiskal (KbF), sebaiknya angka IPM jangan langsung digunakan dalam formulasi baik dalam bentuk positif maupun negasi-nya. IPM mungkin bisa digunakan untuk menciptakan sebuah angka lain yang berupa score prestasi pengembangan IPM.

Score bisa bisa mempertimbangan ketimpangan pembangunan manusia dari daerah-daerah di kawasan Indonesia barat dan timur. Dimana kawasan timur saat ini relatif tertinggal dibanding saudaranya di kawasan barat. Di kawasan barat, sekitar 233 kabupaten/kota memiliki status pembangunan dengan kategori menengah ke atas (66<IPM<80) dibanding 144 kabupaten/kota di kawasan timur. Pada kategori menengah ke bawah 19 kabupaten/kota di kawasan barat dibanding 54 kabupaten/kota di kawasan timur (data BPS 2006-2007). Sehingga score untuk daerah kawasan timur bisa diberikan tambahan khusus.

(14)

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Dalam Formulasi DAU Page 14 BPS selain mengeluarkan angka IPM juga mengeluarkan nilai reduksi shortfall, yaitu selisih perkembangan IPM suatu periode terhadap periode sebelumnya. Pada umumnya suatu daerah yang sudah mempunyai IPM tinggi akan mempunyai nilai reduksi shortfall yang rendah demikian pula sebaliknya. Walaupun ada juga beberapa pengecualiaannya, misalnya provinsi Riau dan Kalimantan Barat. Data BPS 2006-2007, meskipun capaian IPM provinsi Riau sudah cukup tinggi namun reduksi shortfall juga cukup tinggi dibanding provinisi lain .Sementara Kalimantan Barat adalah sebaliknya. Penulis mengusulkan nilai reduksi shortfall dipertimbangkan untuk menentukan besar kecilnya score yang akan diberikan kepada suatu daerah.

Dengan sistem pemberian score dalam proses penghitungan kebutuhan fiscal, diharapkan daerah-daerah yang sedari awalnya memang masih tertinggal dapat semakin mengejar ketertinggalannya. Demikian juga dengan daerah yang memang berprestasi karena perkembangan pembangunan yang relatif cepat walaupun berangkat dari IPM yang rendah, merasa lebih dihargai, sehingga dapat mengurangi ancaman disintegrasi NKRI.

IPM dan mobilitas penduduk

Baik dengan adanya formulasi baru maupun formulasi lama, maka IPM dibanding dengan komponen lainnya juga tampak berbeda bila dilihat dari kelekatan komponen-komponen tersebut terhadap suatu daerah. Komponen IP, IW, IKK dan IPDRB/cap relatif akan tetap berada di suatu daerah , sedangkan IPM menjadi lain karena yang menjadi subyek perhitungannya adalah manusia.

Manusia yang menjadi penduduk suatu daerah dapat dengan mudah meninggalkan daerahnya menuju daerah lainnya. Sehingga suatu daerah yang sudah berusaha keras meningkatkan IPM dengan berinvestasi pada bidang pendidikan, yaitu dengan alokasi pada APBD yang cukup besar di bidang ini, akan gigit jari manakala penduduknya yang sudah mencapai tingkat pendidikan yang cukup tinggi akan berpindah atau berurbanisasi ke daerah lainnya. Di lain pihak dengan mudahnya daerah-daerah yang menjadi tujuan utama kepindahaan atau urbanisasi tiba-tiba akan mendapatkan

(15)

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Dalam Formulasi DAU Page 15 penduduk dengan tingkat pendidikan tinggi tanpa keluar keringat, sehingga daerah tersebut dapat meningkatkan IPM-nya dengan gratis. Maka dari itu validitas IPM sebagai parameter pengukuran prestasi suatu daerah masih bisa dipertanyakan.

“Dalam laporan UNDP itu juga terungkap sebagian besar pergerakan

manusia justru tidak bersifat Eksternal tetapi internal. Artinya, lebih banyak orang yang bergerak hanya di dalam negeri dan tidak ke luar negeri. Menurut data-data UNDP terdapat 740 juta penduduk di dunia yang tergolong migran internal. Jumlah ini empat kali lebih besar dibandingkan jumlah migran internasional. Khusus untuk Indonesia, kata Benlamlih, terdapat 5,6 juta pekerja Indonesia di luar negeri (4,1 juta diantaranya perempuan). “Sebanyak 20-23 juta orang di Indonesia tidak tinggal di daerah asalnya,” ujarnya. Pergerakan manusia ini wajar mengingat setiap individu memiliki hak untuk menentukan tempat untuk hidup. Distribusi kesempatan dan pembangunan ekonomi yang tidak merata antara satu daerah dengan daerah lain atau satu negara dengan negara yang lain pun menjadi faktor utama yang mendorong pergerakan manusia. Team Leader Democratic Governance Unit UNDP, Rizal Malik, mengatakan pergerakan manusia ini bisa dikurangi hanya jika ada lapangan pekerjaan dan pertumbuhan ekonomi di daerah asal. “Orang datang ke kota besar karena pertumbuhan ekonominya ada di sana.

Seharusnya ekonomi daerah juga dikembangkan sehingga orang tidak harus pindah,” ujarnya”.(kompas: 5 okt 2009)

Angka 20-23 juta orang di Indonesia tidak tinggal di daerah asalnya lagi menunjukkan angka yang cukup signifikan untuk dapat mengganggu kemurnian hasil perhitungan IPM itu sendiri. Hal ini tentunya juga masih tergantung metode perhitungan IPM yang digunakan oleh BPS apakah dalam perhitungannya juga memperhitungkan asal daerah atau tidak.

Kalau kita perhatikan tabel 3.2 tentang Rata-rata Lama Sekolah dan Peringkat Menurut Provinsi Tahun 2006-2007 (Publikasi BPS), maka tampak kalau daerah-daerah yang saat ini menjadi daerah tujuan utama urbanisasi seperti DKI Jakarta dan Kepulauan Riau (Batam) menempati peringkat ke-1 dan ke-2. Sementara D.I Yogyakarta yang selama ini dikenal sebagai kota pelajar justru hanya ada di peringkat ke-8. Kondisi ini bisa terjadi karena banyak penduduk di Yogyakarta yang telah sekolah dan atau kuliah di yogyakarta setelah lulus banyak yang bekerja dan tinggal di luar Yogyakarta. Yang perlu diperhatikan lagi yaitu provinsi-provinsi di wilayah Jawa, seperti Jawa Timur dan Jawa Tengah yang masing-masing berada di peringkat ke-27 dan 28 dari 33 provinsi yang ada. Hal ini tentu cukup mengherankan jika mengingat tingkat kemajuan yang telah diraih kedua provinsi ini.

(16)

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Dalam Formulasi DAU Page 16

Gubernur Jawa Timur Dr.H. Soekarwo mengatakan saat ini Jawa Timur menjadi provinsi dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di pulau Jawa. Tingkat pertumbuhan mencapai 6,67% dengan PDRB Rp 778,45 triyun melebihi pertumbuhan nasional yang mencapai 6,10% dan DKI Jakarta 6,51%(wartapedia.com 16 april 2011)

Jawa Barat dan Banten berada di posisi yang lebih baik yakni ke-21 dan 12. Hal ini mungkin bisa dijelaskan karena provinsi ini terbantu oleh daerah-daerah penyangga di kawasan Bodetabek, yang selama ini juga merupakan daerah tujuan urbanisasi akibat limpahan dari DKI Jakarta.

Perpindahan penduduk dari daerah tertinggal ke daerah yang lebih maju, terutama justru terjadi pada kelompok penduduk yang sudah berpendidikan. Mereka yang merasa tingkat penghidupan di daerahnya tidak sebanding dengan tingkat pendidikan yang telah diraihnya, akan pindah ke daerah yang tingkat kemajuannya dianggap setara dengan tingkat pendidikannya. Dengan demikian daerah-daerah tertinggal semakin merana karena ditinggalkan oleh penduduk potensialnya, dan yang tertinggal hanyalah sisanya yaitu penduduk yang berpendidikan rendah. Hal ini diperparah lagi dengan seringnya anjuran daerah maju melalui media elektronik kalau mau datang ke daerahnya mesti punya keterampilan atau keahlian terlebih dulu. Ini menjadi tidak adil, karena daerah maju itu maunya hanya menerima penduduk yang berpendidikan saja, sementera yang berpendidikan rendah silahkan tetap tinggal di daerahnya masing-masing. Bahkan terdapat suatu daerah yang menggelar suatu operasi terhadap penduduk yang baru datang dari daerah lain yang biasanya dilakukan pada kelompok-kelompok penduduk yang termajinalkan yang biasanya berasal dari kelompok penduduk yang berpendidikan rendah.

Pemerintah maupun pemerintah daerah tidak mungkin membatasi perpindahan penduduk antar daerah. Bagi banyak orang di seluruh dunia, berpindah dari kota asal atau kampung halaman merupakan pilihan terbaik, bahkan terkadang merupakan satu-satunya pilihan, yang terbuka untuk memperbaiki kesempatan dalam hidup mereka. Migrasi dapat menjadi cara yang sangat efektif untuk meningkatkan penghasilan, tingkat pendidikan dan partisipasi individu dan keluarga, serta memperbaiki prospek anak-anak mereka di masa depan. Secara mendasar, nilai yang terkandung dalam migrasi mencerminkan kemampuan seseorang untuk menentukan sendiri tempat untuk menetap yang merupakan elemen penting dari kebebasan manusia. Laporan UNDP memperlihatkan bahwa mayoritas migran telah mendapatkan manfaat berupa peningkatan penghasilan, akses pendidikan dan kesehatan, serta kehidupan yang lebih baik bagi anak mereka.

Mengingat hal ini, penulis mengusulkan agar dalam pembentukan IPM, BPS mengikutkan daerah asal penduduk terutama untuk unsur pembentuk IPM dari dimensi pendidikan (knowledge). Penulis menyadari hal ini tidak akan mudah dilakukan oleh BPS, karena perpindahan seorang

(17)

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Dalam Formulasi DAU Page 17 penduduk tidak akan selalu menunggu selesainya pendidikan dari sekolah tingkat dasar sampai dengan tingkat tinggi barulah pindah. Mereka bebas untuk pindah kapanpun, dari manapun dan kemanapun sepanjang masih dalam batas wilayah NKRI. Bahkan dalam satu tingkat sekolah dasarpun seseorang bisa pindah lebih dari satu kali ke luar daerah asalnya.

Hal lain yang mungkin bisa menjadi alternatif adalah mencabut kembali urusan daerah di bidang pendidikan menjadi urusan pemerintah pusat. Sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945, bahwa negara berkewajiban mencerdaskan kehidupan bangsa. Dengan menjadi urusan pemerintah pusat, perpindahan penduduk dari mana dan kemanapun sepanjang masih dalam wilayah NKRI tidak akan menimbulkan masalah seperti di atas. Dan dengan demikian IPM/HDI sebagaimana digunakan oleh UNDP dalam membandingkan tingkat pembangunan antar berbagai negara, tidak tepat lagi dalam konteks perbandingan antar daerah. Perlu dicarikan alternatif lain parameter yang dapat digunakan untuk membandingkan prestasi pembangunan antar daerah.

(18)

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Dalam Formulasi DAU Page 18

K

ESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari apa yang telah diuraikan di atas, penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Sebenarnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan alat ukur yang peka untuk dapat memberikan gambaran perubahan yang terjadi, terutama pada dimensi standar hidup layak. Terbutki dalam kasus Indonesia yag sangat merosot akibat krisis ekonomi yang terjadi sejak pertengahan tahun 1997. Dimana pada tahun-tahun tersebut sampai dengan awal decade tahun 2000-an IPM Indonesia memang terpuruk dan mulai merangkak naik lagi setelahnya.

2. Namun IPM sebagai alat pengukuran hanya cocok dipakai untuk alat pengukuran dalam satuan wilayah yang mobilitas penduduk tidak terlalu besar, teruma untuk dimensi kesehatan dan pendidikan, misalnya satuan wilayah negara. Perpindahan penduduk antar negara tidaklah sebesar perpindahan penduduk antar provinsi ataupun kab/kota. Karena migran antar negara tentunya akan lebih sulit. Jikalaupun misalnya perpindahan penduduk antar negara juga di anggap cukup besar, misalnya TKI ataupun ekspatriat, namun tentunya mereka masih lebih mudah diidentifikasi asalnya dibandingkan dengan migrant dalam negeri. Sehingga perbandingan IPM atau HDI antar negara oleh UNDP masih lebih berarti dan tepat daripada perbandingan IPM antar wilayah dalam suatu negara. Dengan kata lain IPM tidak lagi terlalu tepat untuk dijadikan ukuran dalam perbandingan kemajuan pembangunan manusia antar daerah.

3. Harus disadari bahwa pembangunan daerah-daerah di Indonesia tidak dimulai dengan tingkat kemajuan yang relatif seragam. Dari awal kemerdekaan terdapat daerah-daerah yang sudah sangat maju, namun terdapat juga daerah-daerah yang jauh terbelakang. Dan dalam perkembangannya pun terdapat daerah-daerah yang akselerasi pembangunannya sangat cepat dibanding daerah-daerah lainnya. Bagi daerah yang akselerasinya lambat, bukan berarti kesalahan daerah tersebut. Banyak faktor yang menyebabkannya, diantaranya adalah keterbatasan sumber daya baik sumber daya alam maupun sumber daya manusianya. Tidak semua daerah di wilayah NKRI diberikan keberuntungan sumber daya alam yang cukup bahkan berlimpah. Terdapat daerah-daerah yang sangat kekurangan sumber daya alam baik yang sudah diolah maupun yang masih berupa potensi. Keterbatasan

(19)

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Dalam Formulasi DAU Page 19 sumber daya alam inilah yang coba diseimbangkan dengan DAU. Selain itu banyak daerah yang mempunyai keterbatasan sumber daya manusia baik secara kuantitas maupun kualitas. Padahal manusia inilah yang akan melakukan pembangunan sekaligus manusia juga yang akan menjadi tujuan pembangunan itu sendiri.

Saran

1. IPM dalam formulasi DAU perlu pengkajian lebih lanjut tentang :

 Apakah IPM masih layak digunakan;

 Bagaimana cara penggunaannya yang lebih baik;

 Maupun perlu tidaknya alterntif lain sebagai pengganti IPM.

Hal ini mungkin diperlukan agar tujuan DAU sebagai sarana pemerataan kemampuan keuangan antar daerah lebih dapat tercapai dengan cepat dan tepat.

2. Pelarangan perpindahan penduduk antar daerah dalam suatu wilayah NKRI mustahil dilakukan. Yang perlu dilakukan adalah pemerataan pembangunan baik manusianya maupun infrastrukturnya. Perlu didorong perpindahan penduduk berpendidikan tinggi dari daerah maju ke daerah terbelakang maupun mencegah (bukan melarang) perpindahan dari daerah terbelakang ke daerah maju, dengan pemberian insentif khusus.

3. Untuk urusan-urusan pemerintah daerah yang berakibat banyak lintas batas antar daerah, seperti misalnya pendidikan maupun kesehatan, sebaiknya diambil alih kembali oleh pemerintah pusat. Hal ini agar daerah lebih fokus terhadap fungsi pelayanan dan pembangunan yang menjadi urusannya sendiri dan mencegah konflik dengan daerah lainnya.

(20)

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Dalam Formulasi DAU Page 20

D

AFTAR

P

USTAKA

Badan Pusat Statistik, 2008, Indeks Pembangunan Manusia 2006-2007, Katalog BPS : 4102002 DJPK-Kemenkeu, Leaflet Dana Alokasi Umum

Ibnu Purna/Adhyawarman, 2009, Indeks Pembangunan Manusia dan Mobilitas Penduduk, http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=4077&Itemid=29

Ritonga, Rozali, 2006, Indeks Pembangunan Manusia, http://www.yipd.or.id/main/readnews/4831

Luki Aulia, 2009, Kebijakan Perlindungan Pekerja Migran Perlu Direformasi, Kompas 5 okt 2009 http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18185/4/Chapter%20II.pdf

http://yapenwaropenkab.bps.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=15:ipm&catid =31:sosial&Itemid=46

Referensi

Dokumen terkait

Sebanyak 65,9% siswa di SMA ”X” mempersepsi bahwa guru belum mencerminkan domain perkembangan serta 51,6% siswa mempersepsi bahwa guru belum mencerminkan domain

Oleh karena itu masalah abu terbang batubara harus segera diselesaikan agar tidak terjadi penumpukan dalam jumlah yang besar baik di Indonesia maupun di Wilayah

1.Terbukti setelah dilakukan pengujian dengan menggunakan uji F, yang hasilnya terdapat pengaruh signifikan antara kualitas jasa pelayanan, koordinasi pegawai, dan kemampuan

Pesatnya perkembangan teknologi saat ini sangat berpengaruh terhadap kemajuan bisnis, perseorangan, instansi pemerintah, ataupun swasta. Perkembangan teknologi seiring dengan

Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menentukan strategi pemasaran dengan mengidentifikasi kondisi internal dan eksternal usaha Circle Shop ini adalah dengan analisis

Sedangkan Tindak pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang oleh peraturan Perundang-Undangan dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang dan

Proyeksi timbulan sampah pada tahun 2027 akan digunakan untuk menghitung potensi daur ulang sampah rumah tangga Kecamatan Sangkapura serta untuk mengetahui berapa

Dalam mencapai keberhasilan suatu reformasi birokrasi, dibutuhkan Keterlibatan dan Keseriusan unsur SDM melalui pencapaian output atau prestasi-prestasi gemilang para pegawai, unsur