• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 3 STRATIGRAFI SEKUEN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 3 STRATIGRAFI SEKUEN"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 3

STRATIGRAFI SEKUEN

Korelasi merupakan suatu metoda untuk menghubungkan interval stratigrafi berdasarkan kesamaan tertentu. Kesamaan tersebut antara lain : waktu (kronostratigrafi), lithologi (lithostratigrafi), kandungan fosil (biostratigrafi) dan lain lain. Karena

keterbatasan data maka korelasi yang digunakan adalah stratigrafi sekuen. Data yang digunakan adalah Gamma Ray (GR), Resistivity, Neutron Porosity (NPHI), dan Density (RHOB), cutting, batuan inti dan fosil (biostratigrafi).

Stratigrafi sekuen adalah ilmu yang mempelajari batuan yang berkaitan dengan kerangka kronostratigrafi dimana urutan batuannya merupakan siklus yang tersusun dari unit strata (sekuen dan sistem track) yang terkait secara genetik (Possamentier et al., 1988 op. cit Walker dan James, 1992). Sekuen merupakan stratal unit yang fundamental dalam analisis stratigrafi sekuen. Sekuen didefinisikan sebagai suksesi yang relatif selaras, terdiri dari urutan strata yang berhubungan secara genetis dibatasi oleh ketidakselarasan dan

correlative conformity (Mitchum, 1977 op. cit Van Wagoner et al., 1990). Sequence

boundary terbentuk akibat turunya muka air laut relatif. Sekuen terdiri dari parasekuen dan

parasekuen set. Parasekuen adalah relatif selaras, terdiri dari satu atau beberapa lapisan yang berhubungan secara genetik, dibatasi oleh marine flooding surface atau correlative

surface (van Wagoner, 1985 op. cit van Wagoner et al., 1990).

3.1 Litofasies

Fasies adalah karakteristik batuan yang terdiri dari litologi, fisik,dan struktur biologi sehingga dapat dibedakan dengan batuan di bawah dan di atasnya (Walker dan James, 1992). Dalam pengertian tersebut maka suatu fasies memiliki suatu karakteristik khusus yang dapat digunakan untuk menjelaskan peristiwa apa yang terjadi selama proses pembentukan batuan tersebut. Karena proses fisika yang sama, dapat muncul pada

lingkungan pengendapan yang berbeda, maka sangat penting untuk membedakan antara lingkungan pengendapan dan prosesnya. Struktur sedimen adalah kunci utama untuk membedakan lingkungan pengendapan yang ada. Struktur sedimen dapat menjelaskan geometri lapisan yang terbentuk dari proses transportasi sedimen dan proses

(2)

pengendapannya. Dibawah ini adalah interpretasi fasies berdasarkan data cutting dan inti bor.

1. Litofasies Breksi

Pada sumur bor APES 26 interval kedalaman 2555,50 – 2551,00 m (gambar 3.1) terdiri dari Breksi matrix-supported, persebaran butir yang tidak merata, berwarna cokelat, matrix pasir halus sampai kasar, butir membundar sampai membundar tanggung, terdapat fragmen vulkanik, terdapat sedikit material karbon dan mika, terdapat imbrikasi dan

erosional surface pada bagian bawahnya, dan terdapat lapisan silang siur.

Kedalaman 2553,49

Terdapat fragmen lithik dan kuarsa

Terdapat orientasi butir (imbrikasi)

m

Gambar 3.1. Contoh Batuan Inti Pada Sumur APES 26 Interval Kedalaman 2551,00 - 2555,50 m 

Breksi matrix-supported, persebaran butir yang tidak merata, berwarna cokelat, matrix pasir halus sampai kasar, butir membundar sampai membundar tanggung, terdapat fragmen vulkanik, terdapat sedikit material karbon dan mika, terdapat imbrikasi dan erosional surface pada bagian bawahnya, dan terdapat lapisan silang siur.  

(3)

2. Litofasies Batupasir Mud Drapped

Pada sumur bor APET 12 interval kedalaman 2401,00 - 2413, 80 m (gambar 3.2) terdiri dari batupasir, berwarna cokelat terang, butir sangat halus-sedang, dengan bentuk butir menyudut tanggung sampai membundar tanggung, pemilahan baik, porositas baik, butir terdiri dari kuarsa, Terdapat mud drapped, ripple mark, flasser, laminasi paralel dan silang siur karbon, semen kalsit, terdapat liang (burrow) yang didominasi berarah paralel, terdapat material karbon dan presipitasi pyrite sebagai nodule yang mengisi liang

laminasi silang siur dari karbon

25 cm

 

Batupasir, cokelat terang, butir sangat halus-sedang, butir menyudut tanggung sampai membundar tanggung, pemilahan baik, porositas baik, butir terdiri dari kuarsa, Terdapat mud drapped, ripple mark, flasser, laminasi paralel dan silang siur karbon, semen kalsit, terdapat liang (burrow) yang didominasi berarah paralel, terdapat material karbon dan presipitasi pyrite sebagai nodule yang mengisi liang.  

(4)

laminasi paralel dari karbon

25 cm

Ga mbar 3.2. Contoh Batuan Inti Pada Sumur APET 12 Interval Kedalaman 2401,00 - 2413,

80 m 3. Litofasies Batupasir Jejak Karbon

Pada sumur bor APET 11 interval kedalaman 2502-2507,40 m (gambar 3.3) terdiri dari batupasir mengkasar keatas, berwarna abu-abu , kompak, memiliki butir halus sampai sedang, dengan butir menyudut tanggung sampai membundar tanggung, pemilahan

medium sampai buruk, porositas relatif baik, di beberapa bagian terdapat semen kalsit, terdapat jejak karbon (Carbon streak), laminasi paralel karbon, komposisi terdiri dari kuarsa, feldspar, dan litik.

(5)

laminasi karbon

25 cm

 

Gambar 3.3. Contoh Batuan Inti Pada Sumur APET 11 Interval Kedalaman 2502,00 -2507,40 m

 

4. Litofasies Serpih Laminasi Paralel

Pada sumur bor APEB 10 interval kedalaman 2413, 80- 2405,00 m (gambar 3.4) terdiri dari serpih, berwarna cokelat gelap, kompak, dibeberapa tempat terdapat struktur sedimen berupa laminasi paralel, terdapat bioturbasi vertikal dan horizontal, terdapat konkresi besi, hal ini dikarenakan rekristalisasi semen ironcarbonate pada lapisan serpih.

Batupasir mengkasar keatas, abu-abu terang, kompak, butir halus sampai sedang, butir menyudut tanggung sampai membundar tanggung, pemilahan baik, porositas relatif baik, di beberapa bagian terdapat semen kalsit, terdapat jejak karbon (Carbonaceous streak), laminasi paralel karbon, komposisi terdiri dari kuarsa, feldspar, dan litik.

(6)

Laminasi paralel

1m

Gambar 3.4. Contoh Batuan Inti Pada Sumur APEB 10 Interval Kedalaman 2413, 80- 2405,00 m

5. Litofasies Batubara

Litofasies ini didapat berdasarkan reinterpretasi data cutting (gambar 3.5). Batubara lignit berwarna hitam, getas, dengan kekerasan sedang.

6. Litofasies Batugamping

Serpih, cokelat gelap, kompak, dibeberapa tempat terdapat struktur sedimen berupa laminasi parallel karbon, terdapat bioturbasi vertikal dan horizontal terdapat konkresi besi, hal ini dikarenakan rekristalisasi semen ironcarbonate pada lapisan serpih.

(7)

Batugamping, berwarna putih sampai abu-abu terang, kekerasan

sedang,foraminifera extraclast, merupakan batugamping wackestone (gambar 3.5). 7. Litofasies Serpih

(8)

Gambar 3.5. Deskripsi L

itologi Formasi Talangakar Bawah Pada Sumur APEB 1

MBPL GR MKU SP ILD SN PROX

(9)

3.2 Asosiasi Fasies Pengendapan  1. Fasies Braided River (gambar 3.6)

Fasies ini terdiri dari litofasies breksi. Imbrikasi menunjukan adanya arus traksi. Persebaran butir yang tidak merata menunjukan adanya ketidakstabilan arus yang

merupakan ciri khas dari braided river. Dari pola log, fasies ini memiliki pola log blok (log

gamma ray) yang merupakan pola log dari braided river dan berdasarkan interpretasi fosil

yang dilakukan PT. Pertamina, fasies ini terletak pada lingkungan supralitoral dengan dicirikan oleh munculnya fosil polen peat swamp (Blumeodendron sp, Sapotaceoidae

Pollenites sp, Malvacipollis Diversus dan lain-lain), riparian (Marginipollis Concinnus, Canthiumidites Dicoccum, dan lain-lain) dan sangat sedikit fosil polen mangrove

(Spiniferite sp, Zonocosites Ramonae, Hystrichosphaeridium Operculodinium, 

Florschuetzia Meridionalis, dan lain-lain) dan back mangrove ( Acrosticchum speiosum, Discoidites Novaginensis,Discoidites Pilosus, Acrostichum Aureum dan lain-lain) serta

berkembangya fosil polen dari alluvial swamp (Calophyllum Type, Dicolpopollis

Malesianus, Palmaepollenite sp dan lain lain ).

Gambar 3.6. Contoh Fasies Braided River Pada Sumur APET 12 Interval Kedalaman 2359,00 - 2394,00 m

Breksi matrix-supported, persebaran butir yang tidak merata, berwarna cokelat, matrix pasir halus sampai kasar, butir membundar sampai

membundar tanggung, terdapat fragmen vulkanik, terdapat sedikit material karbon dan mika, terdapat imbrikasi dan

erosional surface pada bagian

bawahnya, dan terdapat lapisan silang siur.     1 m 2394 m Fasies Braided River 2359 m = Gamma ray

(10)

  2. Fasies Tidal Sand Flat (gambar 3.7 dan 3.8)

Fasies ini terdiri dari litofasies batupasir mud drapped dan batupasir jejak karbon, memilki ukuran butir halus sampai sedang. Mud draped dan ripple mark menunjukan terdapatnya pengaruh arus pasang surut. Terdapat banyak burrow dan laminasi paralel mengindikasikan kondisi arus yang relatif tenang. Pola log dari fasies ini adalah pola log lonceng dan corong (log gamma ray). Hasil interpretasi fosil yang dilakukan PT.Pertamina, fasies ini diendapkan pada daerah litoral dengan melimpahnya fosil mangrove (Spiniferite

sp, Zonocosites Ramonae, Hystrichosphaeridium Operculodinium, Florschuetzia

Meridionalis, dan lain-lain) dan back mangrove ( Acrosticchum speiosum, Discoidites Novaginensis,Discoidites Pilosus, Acrostichum Aureum dan lain-lain).

.

Gambar 3.7. Contoh Fasies Tidal Sand Flat Pada Sumur APET 11 Interval Kedalaman 2307,00 - 2333,00 m

1 m

2307 m

2333 m

Fasies

Tidal Sand Flat

= Gamma ray

Batupasir mengkasar keatas, abu-abu terang, kompak, butir halus sampai sedang, butir menyudut tanggung sampai

membundar tanggung, pemilahan baik, porositas relatif baik, di beberapa bagian terdapat semen kalsit, terdapat jejak karbon (Carbonaceous streak), laminasi paralel karbon, komposisi terdiri dari kuarsa, feldspar, dan litik.

(11)

Gambar 3.8. Contoh Fasies Tidal Sand Flat Pada Sumur APET 12 Interval Kedalaman 2282,00 - 2301, 00 m

3. Fasies Tidal Mud Flat (gambar 3.10)

Fasies ini terdiri dari litofasies serpih laminasi paralel dan batubara. Serpih memiliki struktur sedimen berupa laminasi paralel dan terdapat banyak bioturbasi. Sedangkan batubara berupa batubara lignit. Banyaknya bioturbasi, laminasi parallel, dan batubara menunjukan fasies ini diendapkan pada arus yang tenang. Pola log dari fasies ini adalah gerigi (log gamma ray). Berdasarkan interpretasi fosil yang dilakukan PT.

Pertamina, fasies ini berada pada lingkungan litoral dengan melimpahnya fosil mangrove (Spiniferite sp, Zonocosites Ramonae, Hystrichosphaeridium Operculodinium, 

Florschuetzia Meridionalis, dan lain-lain) dan back mangrove ( Acrosticchum speiosum, Discoidites Novaginensis,Discoidites Pilosus, Acrostichum Aureum dan lain-lain).

1 m

Batupasir, cokelat terang, butir sangat halus-sedang,butir menyudut tanggung sampai membundar tanggung, pemilahan baik, porositas baik, butir terdiri dari kuarsa, Terdapat mud drapped, ripple mark,

flasser, laminasi paralel dan silang

siur karbon, semen kalsit, terdapat liang (burrow) yang didominasi berarah parallel, terdapat material karbonan dan presipitasi pyrite sebagai nodule yang mengisi liang.   2301 m 2282 m = Gamma ray Fasies Ti d a l Sa nd Fl at

(12)

Gambar 3.9. Contoh Fasies Tidal Mud Flat Pada Sumur APET 12 Interval Kedalaman 2333,00- 2359,00 m

4. Fasies Tidal Mixed Flat (gambar 3.10)

Fasies ini terdiri dari litofasies serpih laminasi parallel dan batupasir Mud drapped. Terdapat struktur sedimen berupa laminasi karbon pada serpih dan batupasir tersebut. Pola log pada fasies ini adalah gerigi (log gamma ray). Berdasarkan interpretasi fosil yang dilakukan PT.Pertamina, fasies ini berada pada lingkungan litoral dengan melimpahnya fosil mangrove (Spiniferite sp, Zonocosites Ramonae, Hystrichosphaeridium

Operculodinium, Florschuetzia Meridionalis, dan lain-lain) dan back mangrove ( Acrosticchum speiosum, Discoidites Novaginensis,Discoidites Pilosus, Acrostichum Aureum dan lain-lain).

Serpih, coklat gelap, kompak, dibeberapa tempat terdapat struktur sedimen berupa laminasi parallel karbon, terdapat bioturbasi vertikal dan horizontal terdapat konkresi besi, hal ini dikarenakan rekristalisasi semen ironcarbonate pada lapisan serpih.

Batubara lignit berwarna hitam, getas, dengan kekerasan sedang. 1m 1 m 2333 m 2359 m Fasies

Tidal Mud Flat

(13)

               

Gambar 3.10. Contoh Fasies Tidal Mixed Flat Pada Sumur APET 12 Interval Kedalaman 2301,00 - 2333,00 m

5. Fasies Lower dan Middle Shorface (gambar 3.11)

Fasies ini terdiri dari litofasies batugamping dan serpih. Batugamping terdiri dari batugamping wankestone semakin keatas semakin dominan. Memiliki pola log gerigi (log

gamma ray). Berdasarkan interpretasi fosil yang dilakukan PT. Pertamina, fasies ini berada

pada lingkungan sublitoral dicirikan dengan melimpahnya foraminifera besar bentos serperti, Lepidocyclina Angulosa, Lepidocyclina Toumoueri, Operculina Ammonoide dan lain-lain. Foraminifera kecil bentos seperti Cybicides Praecinctus. Dan nannoplankton seperti Cyclicargolithus Floridanus, Helicossphaera truempyi, Discoaster Deflandi dan lain lain.

Serpih, coklat gelap, kompak, dibeberapa tempat terdapat struktur sedimen berupa laminasi parallel karbon, terdapat bioturbasi vertikal dan horizontal terdapat konkresi besi, hal ini dikarenakan rekristalisasi semen ironcarbonate pada lapisan serpih.

Batupasir, cokelat terang, butir sangat halus-sedang,butir menyudut tanggung sampai membundar tanggung, pemilahan baik, porositas baik, butir terdiri dari kuarsa, Terdapat mud

drapped, ripple mark, flasser, laminasi paralel dan silang siur

karbon, semen kalsit, terdapat liang (burrow) yang didominasi berarah parallel, terdapat material carbonan dan presipitasi pyrite sebagai nodule yang mengisi liang.

2333 m 2301 m = Gamma ray Fasies Tidal M ixed Flat

(14)

               

Gambar 3.11. Contoh Fasies Lower Dan Middle Shorface Pada Sumur APET 12 Interval Kedalaman 2282,00 - 2253,00 m

3.3 Unit Sekuen

Dalam analisis stratigrafi sekeun, terlebih dahulu perlu dilakukan penentuan unit stratigrafi sekuen. Komponen stratigrafi sekuen utama yang digunakan dalam melakukan korelasi log dari 20 sumur di Lapangan Losarang adalah: sequence boundaries (batas sekuen) dan flooding surface.

1. Sequence boundary (SB) adalah bidang ketidakselarasan yang memisahkan endapan yang berumur lebih muda dengan endapan yang berumur lebih tua, dimana terdapat indikasi adanya ekspos sedimen ke permukaan. Gambar dibawah (gambar 3.12) ialah batas sekuen (garis merah putus-putus) pada dasar suatu endapan channel (sungai teranyam) yang menunjukan adanya ketidakselarasan.

Batugamping, berwarna putih sampai abu-abu terang, kekerasan sedang,foraminifera extraclast, merupakan batugamping wackestone

Serpih berwarna abu-abu, menyerpih dan getas 

Fa sie s middle shorface 2253 m 2282 m Fa sie s lowe r shorfac e = Gamma ray

(15)

Gambar 3.12. Batas Sekuen Pada Batuan Inti Pada Sumur APES 26 2. Flooding surface (FS) ditandai dengan adanya bukti naiknya muka air laut relatif

secara tiba-tiba (van wagoner et al.,1990). Pada data batuan inti batas tegas yang pasti dari flooding surface tidak dapat terlihat hanya ditafsirkan berdasarkan perubahan fasies. Perubahan fasies dari fasies yang lebih dalam berada diatas fasies yang lebih dangkal.

Korelasi stratigrafi sekuen dilakukan pada 20 sumur bor dan terdiri dari lima lintasan korelasi. Dari analisis unit sekuen didapat 1 sequence boundary dan 5 flooding

surface (Gambar 3.13) yaitu FS 1, FS 2, FS 3, FS 4, dan FS 5. Sequence boundary berada

pada bagian bawah dari tumpukan pola log (gamma ray) blok yang menipis keatas (retrogradasi) yang merupakan tumpukan dari fasies braided river. FS 1 memisahkan fasies sungai teranyam dengan fasies tidal mud flat. FS 2 memisahkan fasies tidal mud flat dengan fasies tidal mixed flat, FS 3 memisahkan fasies tidal mixed flat dengan fasies tidal

sand flat, FS 4 memisahkan fasies tidal sand flat dengan fasies middle shorface, dan FS 5

memisahkan fasies middle shorface dengan lowershorface.

Erosional surface pada kedalaman 2553.49

E

ro

s

io

n

a

l s

u

rfa

c

e

Breksi matrix-supported, persebaran butir yang tidak merata, berwarna cokelat, matrix pasir halus sampai kasar, butir membundar sampai membundar tanggung, terdapat fragmen vulkanik, terdapat sedikit material karbon dan mika, terdapat imbrikasi dan erosional

surface pada bagian bawahnya, dan terdapat lapisan

silang siur.  

tuff, cokelat, bersifat laterit, berukuran serpih, teroksida kuat,terdapat, feldspar, piroksen

(16)

Hasil korelasi stratigrafi sekuen (gambar 3.14) menunjukan parasekuen set tersebut memiliki ketebalan yang semakin menipis keatas (retrogradasi) dan fasies yang semakin keatas semakin dalam. Endapan seperti diinterpretasikan sebagai endapan transgressive

system track (TST).

(17)

                                                 

MBPL MKU

GR

SP

ILD

NPHI

RHOB

MSFL

Middle Shorface Tidal Sand Flat Tidal Mixed Flat Tidal Mud Flat Braided River Lower Shorface

Batugamping, berwarna putih sampai abu-abu terang, kekerasan sedang,foraminifera extraclast, merupakan batugamping wackestone.

Serpih berwarna abu-abu, menyerpih dan getas.

Batupasir, cokelat terang, butir sangat halus-sedang,butir menyudut tanggung sampai membundar tanggung, pemilahan baik, porositas baik, butir terdiri dari kuarsa, Terdapat mud drapped, ripple mark, flasser, laminasi paralel dan silang siur karbon, semen kalsit, terdapat liang (burrow) yang didominasi berarah parallel, terdapat material karbonan dan presipitasi pyrite sebagai nodule yang mengisi liang.   Serpih, coklat gelap, kompak, dibeberapa tempat terdapat struktur sedimen berupa laminasi parallel karbon, terdapat bioturbasi vertikal dan horizontal terdapat konkresi besi, hal ini dikarenakan rekristalisasi semen ironcarbonate pada lapisan serpih. Breksi matrix-supported, persebaran butir yang tidak merata, berwarna cokelat, matrix pasir halus sampai kasar, butir membundar sampai membundar tanggung, terdapat fragmen vulkanik, terdapat sedikit material karbon dan mika, terdapat imbrikasi dan erosional surface pada bagian bawahnya, dan terdapat lapisan silang siur.   uff, cokelat, bersifat laterit, berukuran serpih, teroksida kuat,terdapat, feldspar, piroksen

Sekuen Fasies Deskripsi

Reservoir

1

Reservoir 2

2400

2500

2300

2400

Tu ff Fo rmasi Jatib arang

(18)

 

 

Gambar 3.14. Korelasi Stratigr

afi S

Gambar

Gambar 3.1. Contoh Batuan Inti Pada Sumur APES 26 Interval Kedalaman 2551,00 -  2555,50 m  
Gambar 3.3. Contoh Batuan Inti Pada Sumur APET 11 Interval Kedalaman 2502,00 - -2507,40 m
Gambar 3.4. Contoh Batuan Inti Pada Sumur APEB 10 Interval Kedalaman 2413, 80-  2405,00 m
Gambar 3.5. Deskripsi Litologi Formasi Talangakar Bawah Pada Sumur APEB 1
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berukuran butir lebih besar dari 2 mm, dengan fragmen menyudut, umumnya terdiri dari fragmen batuan hasil rombakan yang tertanam dalam masa dasar yang lebih halus dan

Berdasarkan Hand Bor titik 02, Lapisan permukaan hingga kedalaman 0.2 meter adalah merupakan lapisan tanah lempung berpasir halus berwarna hitam kecoklatan,

Hasil deskripsi batuan inti bor pada interval reservoir batupasir C di sumur Pungut-37 menunjukkan bahwa asosiasi fasies reservoir ini bisa ditafsirkan sebagai Tidal

Berdasarkan Hand Bor titik 02, Lapisan permukaan hingga kedalaman 0.2 meter adalah merupakan lapisan tanah lempung berpasir halus berwarna hitam kecoklatan,

Hasil pengamatan posisi geografis, kedalaman sumur, elevasi sumur dan muka air tanah sumur bor/ gali pada masing masing kawasan penggunaan lahan di

Hasil pengukuran logging temperatur pada lubang sumur bor BJL-1 pada kedalaman 100 meter yaitu data temperatur dari permukaan hingga kedalaman 100 m, pengukuran kedua

Ciri-ciri batupasir pada satuan ini adalah berwarna abu-abu kecoklatan dan krem kecoklatan, berukuran pasir halus hingga pasir kasar, grain supported, sortasi baik, dengan

Berdasarkan Hand Bor titik 02, Lapisan permukaan hingga kedalaman 0.2 meter adalah merupakan lapisan tanah lempung berpasir halus berwarna hitam kecoklatan,