• Tidak ada hasil yang ditemukan

STATUS PENDERITA 1. ANAMNESIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STATUS PENDERITA 1. ANAMNESIS"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

STATUS PENDERITA

1. ANAMNESIS I. Identitas Pasien

Nama : Tn. N

Umur : 50 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Petani

Agama : Islam

Alamat : Merbau Mataram, Lampung Selatan Tanggal Masuk : 30 Juni 2013

II. Riwayat Penyakit Keluhan Utama

Sesak nafas memberat sejak 3 bulan Keluhan Tambahan

Batuk lama, nyeri dada dan perut sebelah kiri III. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan sesak nafas yang memberat sejak 3 bulan SMRS. Pasien juga mengeluhkan nyeri dada dan perut bagian kiri sejak 4 hari SMRS. Nyeri dirasakan tajam dan berat pada dada kiri, semakin berat ketika pasien menarik nafas. Sesak dirasakan terutama pada malam hari, dan meringan jika tidur menggunakan bantal yang lebih tinggi. Keluhan

(2)

sesak dan nyeri dada pasien disertai dengan batuk berdahak warna putih, tidak berdarah, kental.

Selama 6 bulan terakhir pasien sering mengalami demam yang tidak tentu sebab, disertai nyeri kepala. Berkeringat dingin di malam hari, berat badan turun sebanyak 10 kg. Pasien tidak memiliki keluarga dekat yang batuk lama.

Selain keluhan diatas, pasien juga mengalami muntah-muntah sejak 2 hari SMRS, muntah dialami setiap setelah makan, muntah berisi makanan, tidak berdarah, tidak hitam. Selain itu pasien juga mengalami BAB cair sejak 2 hari SMRS, BAB lebih dari 5 kali dalam sehari, konsistensi cair, ampas sedikit, tidak berdarah dan tidak berlendir.

Belakangan ini pasien merasa sering lapar, sering haus, dan sering terbangun untuk kencing di malam hari. Pasien juga sering merasa lemas dan cepat lelah saat beraktifitas.

Seminggu sebelum masuk RS, pasien sempat berobat ke RS X dan disedot paru-parunya keluar udara dan menurut dokter harus dibawa ke RS abdul muluk.

Menurut keluarga, pasien adalah perokok berat sejak masih muda dan baru berhenti sejak keluhan muncul.

IV. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat DM : disangkal Riwayat hipertensi : disangkal

(3)

Riwayat sakit jantung : disangkal Riwayat minum OAT : disangkal

Pasien belum pernah sakit seperti ini sebelumnya V. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat penyakit serupa : disangkal Riwayat Hipertensi : disangkal

Riwayat DM : diterima

Riwayat Jantung : disangkal VI. Keadaan Sosial Ekonomi

Penderita adalah suami dari 1 istri dan ayah dari 6 anak, bekerja sebagai petani dan menjadi tulang punggung keluarga. Pasien berobat dengan menggunakan Jamkesta

2. PEMERIKSAAN FISIK

A. Keadaan Umum : sakit sedang, compos mentis, gizi kurang B. Tanda Vital

Tekanan darah : 100/70 mmHg Nadi : 96 x/menit

Pernapasan : 32 x/menit Suhu : 36,7° C C. Kepala : mesochepal, simetris.

D. Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-) Pupil isokor (3 mm/3mm), Reflek cahaya (+/+).

(4)

E. Hidung : Nafas cuping hidung (+), darah (-), secret (-). F. Telinga : darah (-), secret (-).

G. Mulut : mukosa basah (+), sianosis (-), lidah kotor (-). H. Leher : JVP meningkat (3 cm), limfonodi tidak membesar. I. Thorax : retraksi (-).

Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak tampak Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat

Perkusi : batas jantung kesan batas jantung kiri bergeser ke medial di linea para sternal ICS6

Auskultasi : Bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bising (-) Paru

Inspeksi : pada saat statis bagian kiri lebih tinggi daripada kanan, pada saat dinamis, gerakan dada kiri tertinggal dari kanan. Retraksi intercosatal, dan subcostal ditemukan

- WSD terpasang di garis para midlavikula sinistra pada punggung ICS 6. (buble +, pus -)

Palpasi : Fremitus raba kanan > kiri, krepitasi pada punggung, dada dan lengan kiri

Perkusi : Sonor/hipersonor Auskultasi : rongki - -- --

(5)

-wheezing

Vesikuler

J. Abdomen

Inspeksi : Dinding perut sejajar dengan dinding dada Auskultasi : Peristaltik (+) normal

Perkusi : Tympani

Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar/lien tidak teraba

- -+ -+ -+ -+ -+

(6)

-K. Trunk

Inspeksi : Skoliosis (-), kifosis (-), lordosis (-) Palpasi : Nyeri tekan (-), massa (-)

Perkusi : Nyeri ketok (-) L. Ekstremitas

Oedem Akral dingin

3. PEMERIKSAAN PENUNJANG A. Laboratorium darah (3 Juli 2013)

Hb : 11,2g/dL

WBC : 10000./ul

PLT : 269. 103 /ul

GDN : 297 gr/dl

GDPP : 390 gr/dl B. Foto Rontgen Thorax PA

(7)

1. Pneumothorax sinistra

2. Perhitungan luas (24x12) – (6x12)/ (24x12) = 75% 3. Jantung terdorong ke kanan

C. Pemeriksaan Anjuran 1. spirometri 2. kultur sputum 3. Rontgen ulang 4. DIAGNOSA Diagnosa kerja:

1. Pneumothorax sinistra 75 % et causa Tuberculosis Paru 2. suspect PPOK

3. Diabetes Melitus type.II 4. Gastroenteritis Diagnosa banding: 1. SOPT 5. PENATALAKSANAAN A. Terapi Paru 1. O2 4L/mnt 2. Pemasangan WSD chesttube

3. Latihan meniup balon pagi-siang-malam 4. Combivent nebulizer/12 jam

5. Cravit (levofloxacin) 750 mg PO 6. Ceftriaxon 2x1 gram

7. Biodiar (attapulgite) 2x1 tab 8. Salbutamol 3x2mg PO 9. DMP 3x1 C

(8)

10. Insulin 11. Chest Fisioterapi 6. PROGNOSIS Ad vitam : dubia Ad sanam : dubia Ad fungsionam : dubia

(9)

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Pneumotoraks adalah suatu keadaan terdapatnya udara atau gas di dalam pleura yang menyebabkan kolapsnya paru yang terkena (PDSPDI, 2006).

(10)

Paru-paru dilapisi oleh dua lapisan membran (pleura), yang menutupi permukaan bagian dalam paru-paru dan yang luar menutupi bagian dalam dinding toraks, memisahkan mereka dari dinding toraks. Jika udara berada di antara dua lapisan, ke dalam apa yang dikenal sebagai ruang pleura, ini disebut pneumotoraks. Setelah udara ditarik ke dalam ruang ini, tidak dapat keluar dan udara menekan paru-paru dan mengganggu mekanisme pernapasan. Hal ini membuat kolaps paru, menyebabkan nyeri dada dan membuat sulit bernapas (Jenkins, 2010).

B. Klasifikasi

Berdasarkan PDSPDI (2006), menurut penyebabnya, pneumotoraks dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

1. Pneumotoraks spontan

Yaitu setiap pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba. Pneumotoraks spontan (SP) ditandai oleh akumulasi udara dalam rongga pleura dan kolaps paru. Karakteristikmakroskopik dan mikroskopik pleura visceral pasien SP bisa berubah; blebs dariukuran yang berbeda diakui secara intraoperatif, sedangkanlapisan mesothelial mungkin tidak lengkap dengan daerah subpleuralemphysematous. Pleura parietal makroskopik mungkin tidak terpengaruh tetapi analisis mikroskop mungkinmengungkapkan perubahan inflamasi dengan kehadiran eosinophiles,mesothelial penebalan dan proliferasi. Efusi pleuraatau pleuro-paru adhesi bisa terjadi. Pneumotoraks tipe ini dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu:

a. Pneumotoraks spontan primer, yaitu pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba tanpa diketahui sebabnya.

b. Pneumotoraks spontan sekunder, yaitu pneumotoraks yang terjadi dengan didasari oleh riwayat penyakit paru yang telah dimiliki sebelumnya, misalnya fibrosis kistik, penyakit paru obstruktik kronis (PPOK), kanker paru-paru, asma, dan infeksi paru.

(11)

Pneumotoraks primer timbul pada orang sehat tanpa penyakit paru-paru. Sedangkan pneumotoraks sekunder timbul pada subyek dengan mendasari penyakit paru-paru. Terminologi pneumotoraks pertama kali diciptakan oleh Itard, mahasiswa Laennec, pada tahun 1803 dan Laennec sendiri menggambarkan secara klinis pneumotoraks pada tahun 1819. Dia menggambarkan pneumotoraks terjadi pada pasien dengan TB paru, meskipun ia mengakui pneumotoraks yang juga terjadi di paru-paru sehat, suatu kondisi ia menggambarkan sebagai "pneumotoraks sederhana". Gambaran yang modern pneumotoraks spontan primer terjadi pada orang yang sehat diberikan oleh Kjaergard di tahun 1932. Pneumotoraks primer masih menjadi masalah global yang signifikan, terjadi pada subyek sehat dengan kejadian dilaporkan dari 18-28/100.000 per tahun untuk pria dan 1,2-6 /100.000 per tahun untuk wanita. Pneumotoraks sekunder berhubungan dengan penyakit paru yang mendasari, sedangkan pneumotoraks primer tidak (Henry, 2003).

2. Pneumotoraks traumatik,

Yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat adanya suatu trauma, baik trauma penetrasi maupun bukan, yang menyebabkan robeknya pleura, dinding dada maupun paru. Pneumotoraks tipe ini juga dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu :

a. Pneumotoraks traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi karena jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada, barotrauma.

b. Pneumotoraks traumatik iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat komplikasi dari tindakan medis. Pneumotoraks jenis inipun masih dibedakan menjadi dua, yaitu :

(12)

Adalah suatu pneumotoraks yang terjadi akibat tindakan medis karena kesalahan atau komplikasi dari tindakan tersebut, misalnya pada parasentesis dada, biopsi pleura.

2) Pneumotoraks traumatik iatrogenik artifisial (deliberate)

Adalah suatu pneumotoraks yang sengaja dilakukan dengan cara mengisikan udara ke dalam rongga pleura. Biasanya tindakan ini dilakukan untuk tujuan pengobatan, misalnya pada pengobatan tuberkulosis sebelum era antibiotik, maupun untuk menilai permukaan paru.

Dan berdasarkan jenis fistulanya, maka pneumotoraks dapat diklasifikasikan ke dalam tiga jenis, yaitu:

1. Pneumotoraks Tertutup (Simple Pneumothorax)

Pada tipe ini, pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas terbuka pada dinding dada), sehingga tidak ada hubungan dengan dunia luar. Tekanan di dalam rongga pleura awalnya mungkin positif, namun lambat laun berubah menjadi negatif karena diserap oleh jaringan paru disekitarnya. Pada kondisi tersebut paru belum mengalami re-ekspansi, sehingga masih ada rongga pleura, meskipun tekanan di dalamnya sudah kembali negatif. Pada waktu terjadi gerakan pernapasan, tekanan udara di rongga pleura tetap negatif.

Diagnosa pada pemeriksaan fisik mungkin sangat sulit. Tanda-tanda klasik masuknya udara berkurang dan resonansi pada perkusi sering sulit atau tidak mungkin untuk ditemukan. Palpasi yang teliti terhadap dinding toraks dan apeks dapat mengungkapkan emfisema subkutan dan fraktur costae sebagai satu-satunya tanda dari pneumotoraks yang mendasarinya (trauma, 2004).

(13)

Yaitu pneumotoraks dimana terdapat hubungan antara rongga pleura dengan bronkus yang merupakan bagian dari dunia luar (terdapat luka terbuka pada dada). Dalam keadaan ini tekanan intrapleura sama dengan tekanan udara luar. Pada pneumotoraks terbuka tekanan intrapleura sekitar nol. Perubahan tekanan ini sesuai dengan perubahan tekanan yang disebabkan oleh gerakan pernapasan.

Pada saat inspirasi tekanan menjadi negatif dan pada waktu ekspirasi tekanan menjadi positif. Selain itu, pada saat inspirasi mediastinum dalam keadaan normal, tetapi pada saat ekspirasi mediastinum bergeser ke arah sisi dinding dada yang terluka (sucking wound).

3. Pneumotoraks Ventil (Tension Pneumothorax)

Adalah pneumotoraks dengan tekanan intrapleura yang positif dan makin lama makin bertambah besar karena ada fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil. Pada waktu inspirasi udara masuk melalui trakea, bronkus serta percabangannya dan selanjutnya terus menuju pleura melalui fistel yang terbuka. Waktu ekspirasi udara di dalam rongga pleura tidak dapat keluar. Akibatnya tekanan di dalam rongga pleura makin lama makin tinggi dan melebihi tekanan atmosfer. Udara yang terkumpul dalam rongga pleura ini dapat menekan paru sehingga sering menimbulkan gagal napas.

Sedangkan menurut luasnya paru yang mengalami kolaps, maka pneumotoraks dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:

1. Pneumotoraks parsialis, yaitu pneumotoraks yang menekan pada sebagian kecil paru (< 50% volume paru).

(14)

2. Pneumotoraks totalis, yaitu pneumotoraks yang mengenai sebagian besar paru (> 50% volume paru).

C. Penghitungan Luas Pneumotoraks

Penghitungan luas pneumotoraks ini berguna terutama dalam penentuan jenis kolaps, apakah bersifat parsialis ataukah totalis. Ada beberapa cara yang bisa dipakai dalam menentukan luasnya kolaps paru, antara lain :

1. Rasio antara volume paru yang tersisa dengan volume hemitoraks, dimana masing-masing volume paru dan hemitoraks diukur sebagai volume kubus.

(15)

Misalnya : diameter kubus rata-rata hemitoraks adalah 10cm dan diameter kubus rata-rata paru-paru yang kolaps adalah 8cm, maka rasio diameter kubus adalah :

83 512

______ = ________ = ± 50 % 103 1000

2. Menjumlahkan jarak terjauh antara celah pleura pada garis vertikal, ditambah dengan jarak terjauh antara celah pleura pada garis horizontal, ditambah dengan jarak terdekat antara celah pleura pada garis horizontal, kemudian dibagi tiga, dan dikalikan sepuluh.

3. Rasio antara selisih luas hemitoraks dan luas paru yang kolaps dengan luas hemitoraks.

% luas pneumotoraks A + B + C (cm) = __________________ x 10

(16)

D. Gejala klinis

Menurut PDSPDI (2006), berdasarkan anamnesis, gejala dan keluhan yang sering muncul adalah:

1. Sesak napas, didapatkan pada hampir 80-100% pasien. Seringkali sesak dirasakan mendadak dan makin lama makin berat. Penderita bernapas tersengal, pendek-pendek, dengan mulut terbuka.

2. Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien. Nyeri dirasakan tajam pada sisi yang sakit, terasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada gerak pernapasan.

3. Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien.

4. Tidak menunjukkan gejala (silent) yang terdapat pada 5-10% pasien, biasanya pada jenis pneumotoraks spontan primer.

Berdasarkan Canadian Lung Association (2011), gejala-gejala utama dari pneumotoraks spontan adalah:

• tiba-tiba mengalami nyeri dada

• dan / atau sesak napas

Seorang dokter mungkin mencurigai pneumotoraks setelah memeriksa pasien dan mempelajari gejalanya, tetapi uji diagnostik yang paling

(L) hemitorak – (L) kolaps paru (AxB) - (axb)

_______________ x 100 % AxB

(17)

akurat adalah rontgen toraks, yang akan menunjukkan udara yang berkumpul di sekitar permukaan luar paru-paru.

Berat ringannya keadaan penderita tergantung pada tipe pneumotoraks tersebut:

1. Pneumotoraks tertutup atau terbuka, sering tidak berat

2. Pneumotoraks ventil dengan tekanan positif tinggi, sering dirasakan lebih berat

3. Berat ringannya pneumotoraks tergantung juga pada keadaan paru yang lain serta ada tidaknya jalan napas.

4. Nadi cepat dan pengisian masih cukup baik bila sesak masih ringan, tetapi bila penderita mengalami sesak napas berat, nadi menjadi cepat dan kecil disebabkan pengisian yang kurang.

E. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik torak didapatkan: 1. Inspeksi :

a. Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiper ekspansi dinding dada)

b. Pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal c. Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat

2. Palpasi :

a. Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar b. Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat

c. Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit 3. Perkusi :

a. Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan tidak menggetar

(18)

b. Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat, apabila tekanan intrapleura tinggi

4. Auskultasi :

a. Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai menghilang b. Suara vokal melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni negatif F. Pemeriksaan Penunjang

1. Foto Röntgen

Gambaran radiologis yang tampak pada foto röntgen kasus pneumotoraks antara lain:

a. Bagian pneumotoraks akan tampak lusen, rata dan paru yang kolaps akan tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru yang kolaps tidak membentuk garis, akan tetapi berbentuk lobuler sesuai dengan lobus paru.

b. Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa radio opaque yang berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru yang luas sekali. Besar kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringan sesak napas yang dikeluhkan.

c. Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat, spatium intercostals melebar, diafragma mendatar dan tertekan ke bawah. Apabila ada pendorongan jantung atau trakea ke arah paru yang sehat, kemungkinan besar telah terjadi pneumotoraks ventil dengan tekanan intra pleura yang tinggi.

d. Pada pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan terjadi keadaan sebagai berikut:

1) Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam pada tepi jantung, mulai dari basis sampai ke apeks. Hal ini terjadi apabila pecahnya fistel mengarah mendekati hilus, sehingga udara yang dihasilkan akan terjebak di mediastinum.

(19)

2) Emfisema subkutan, dapat diketahui bila ada rongga hitam dibawah kulit. Hal ini biasanya merupakan kelanjutan dari pneumomediastinum. Udara yang tadinya terjebak di mediastinum lambat laun akan bergerak menuju daerah yang lebih tinggi, yaitu daerah leher. Di sekitar leher terdapat banyak jaringan ikat yang mudah ditembus oleh udara, sehingga bila jumlah udara yang terjebak cukup banyak maka dapat mendesak jaringan ikat tersebut, bahkan sampai ke daerah dada depan dan belakang.

3) Bila disertai adanya cairan di dalam rongga pleura, maka akan tampak permukaan cairan sebagai garis datar di atas diafragma

(20)

Foto Rö pneumotoraks (PA), bagian yang ditunjukkan dengan anak panah merupakan bagian paru yang kolaps

2. Analisa Gas Darah

Analisis gas darah arteri dapat memberikan gambaran hipoksemi meskipun pada kebanyakan pasien sering tidak diperlukan. Pada pasien dengan gagal napas yang berat secara signifikan meningkatkan mortalitas sebesar 10%.

3. CT-scan thorax

CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema bullosa dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan ekstrapulmoner dan untuk membedakan antara pneumotoraks spontan primer dan sekunder.

4. USG

Penggunaan utama USG dalam diagnosis pneumotoraks telah mengkonfirmasi dengan adanya visualisasi lung-sliding. Ini adalah temuan sonografi dari permukaan pleura visceroparietal seperti mereka meluncur satu sama lain selama respirasi. Jika udara datang antara dua permukaan, tanda lung-sliding akan hilang dan diagnosis pneumotoraks harus dicurigai.

(21)

Fig. 1. Example of the pleural/parietal interface where the lungsliding sign would be demonstrated in a dynamic image (arrow at

pleural/parietal interface).

Fig. 2. Example of a comet-tail artifact (arrow)

(22)

G. Penatalaksanaan

Pneumotoraks spontan berulang adalah gangguan melumpuhkan, yang dapat dilihat baik di muda dan sebaliknya sehat pasien (pneumotoraks primer) atau sebagai komplikasi dari penyakit paru yang mendasari (pneumotoraks sekunder). Pilihan pengobatan saat ini bervariasi dari observasi, kateter aspirasi, drainase dada terus menerus untuk episode pertama pneumotoraks untuk pleurodesis kimia, videoassisted thorax surgery (VATS) dan torakotomi untuk pneumotoraks berulang atau pneumotoraks spontan persisten. Tujuan utama penatalaksanaan pneumotoraks adalah untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura dan menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi. Pada prinsipnya, penatalaksanaan pneumotoraks adalah sebagai berikut :

1. Observasi dan Pemberian O2

Apabila fistula yang menghubungkan alveoli dan rongga pleura telah menutup, maka udara yang berada didalam rongga pleura tersebut akan diresorbsi. Laju resorbsi tersebut akan meningkat apabila diberikan tambahan O2. Observasi dilakukan dalam beberapa hari dengan foto toraks serial tiap 12-24 jam pertama selama 2 hari. Tindakan ini terutama ditujukan untuk pneumotoraks tertutup dan terbuka.

2. Tindakan dekompresi

Hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus pneumotoraks yang luasnya >15%. Pada intinya, tindakan ini bertujuan untuk mengurangi tekanan intra pleura dengan membuat hubungan antara rongga pleura dengan udara luar dengan cara:

a. Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga pleura, dengan demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan berubah menjadi negatif karena mengalir ke luar melalui jarum tersebut.

(23)

b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil : 1) Dapat memakai infus set

Jarum ditusukkan ke dinding dada sampai ke dalam rongga pleura, kemudian infus set yang telah dipotong pada pangkal saringan tetesan dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara yang keluar dari ujung infus set yang berada di dalam botol.

2) Jarum abbocath

Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari gabungan jarum dan kanula. Setelah jarum ditusukkan pada posisi yang tetap di dinding toraks sampai menembus ke rongga pleura, jarum dicabut dan kanula tetap ditinggal. Kanula ini kemudian dihubungkan dengan pipa plastik infus set. Pipa infuse ini selanjutnya dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara yang keluar dari ujung infuse set yang berada di dalam botol.

3) Pipa water sealed drainage (WSD)

Pipa khusus (toraks kateter) steril, dimasukkan ke rongga pleura dengan perantaraan troakar atau dengan bantuan klem penjepit. Pemasukan troakar dapat dilakukan melalui celah yang telah dibuat dengan bantuan insisi kulit di sela iga ke-4 pada linea mid aksilaris atau pada linea aksilaris posterior. Selain itu dapat pula melalui sela iga ke-2 di garis mid klavikula.

Setelah troakar masuk, maka toraks kateter segera dimasukkan ke rongga pleura dan kemudian troakar dicabut, sehingga hanya kateter toraks yang masih tertinggal di rongga pleura. Selanjutnya ujung kateter toraks yang ada di dada dan pipa kaca WSD dihubungkan melalui pipa plastik lainnya. Posisi ujung pipa kaca yang berada di botol sebaiknya berada 2 cm di bawah

(24)

permukaan air supaya gelembung udara dapat dengan mudah keluar melalui perbedaan tekanan tersebut.

Penghisapan dilakukan terus-menerus apabila tekanan intrapleura tetap positif. Penghisapan ini dilakukan dengan memberi tekanan negatif sebesar 10-20 cm H2O, dengan tujuan agar paru cepat mengembang. Apabila paru telah mengembang maksimal dan tekanan intra pleura sudah negatif kembali, maka sebelum dicabut dapat dilakukuan uji coba terlebih dahulu dengan cara pipa dijepit atau ditekuk selama 24 jam. Apabila tekanan dalam rongga pleura kembali menjadi positif maka pipa belum bisa dicabut. Pencabutan WSD dilakukan pada saat pasien dalam keadaan ekspirasi maksimal.

Guideline BTS mendukung aspirasi sebagai prosedur lini pertama pada pasien dengan dispnea atau menyelesaikan collapse. Meskipun pada praktek umum, tidak ada yang khusus merancang peralatan yang banyak digunakan untuk prosedur ini. Pedoman BTS menyarankan

(25)

perakitan peralatan dari kanula, keran 3 way, dan spuite 50 cc. Asimilasi dan penggunaan peralatan tidak dirancang untuk aspirasi dada sering memakan waktu yang lama dan prosedur rumit yang diikuti masalah berikut:

• Insersi buta jarum tajam ke dalam kavitas toraks berisiko terjadinya kerusakan pada toraks dan visera abdominal superior;

• Kanula intravena dirancang untuk memfasilitasi aliran fluida dan karena itu relatif singkat, sebagai akibatnya, beberapa gagal untuk melintasi dinding toraks pada sebagian besar pasien;

• selubung plastik tipis yang rentan terhadap kerusakan saat melewati dinding toraks;

• kinking selubung plastik luar pasien selama penggunaan;

• peralatan rumit dan memakan waktu lama;

• pedoman BTS menyarankan penghapusan maksimum sebesar 2,5 liter (yaitu, 50 jarum suntik 50 cc).

K. Roberts (2004), telah menggunakan jarum Verres dengan katup one way yang dirancang untuk mengobati pneumotoraks spontan tanpa komplikasi dan mengatasi kekurangan dari metode aspirasi yang dianjurkan oleh pedoman BTS. Kami menggunakan pra-produksi peralatan yang diberikan oleh Rocket Medis plc. Sebuah jarum Verres biasanya digunakan untu sebuah operasi laparoskopi dalam pneumoperitoneum, digunakan untuk memasukkan cannula. Ia memiliki pegas yang dimuat dengan ujung tumpul yang ditarik ke dalam jarum pada saat tekanan melewati dinding dada. Pada saat memasuki rongga pleura ujung pegas cepat mencuat, melindungi jarum dan mencegah kerusakan visceral. Di titik ini ada klik teraba dan terdengar yang menunjukkan bahwa jarum telah dilalui dinding dada. Selubung ini maju selama jarum Verres. Hal ini lebih tebal dari

(26)

yang dari kanula intravena dan dengan demikian mencegah kerusakan dari dinding dada dan kinking eksternal. Jarum Verres kemudian dihapus.

Dibandingkan aspirasi udara, pasien terdorong untuk melawan tahanan dengan lembut. Hal ini menimbulkan tekanan intrathoracic, memaksa udara dari pneumotoraks melalui kanula. Karena katup one way, udara tidak bisa kembali. Selanjutnya, katup one way yang dimiliki sudah dirancang untuk menimbulkan suara seperti bersiul saat udara melalui kanula, jadi setelah pneumotoraks sudah tidak ada, maka tidak ada bunyi seperti bersiul lagi. Pada titik ini pemeriksaan x ray dianjurkan. Sebaliknya, kebocoran udara akan ditunjukkan dengan terus menerus bersiul.

3. Torakoskopi

Yaitu suatu tindakan untuk melihat langsung ke dalam rongga toraks dengan alat bantu torakoskop.

4. Torakotomi 5. Tindakan bedah

a. Dengan pembukaan dinding toraks melalui operasi, kemudian dicari lubang yang menyebabkan pneumotoraks kemudian dijahit

(27)

b. Pada pembedahan, apabila ditemukan penebalan pleura yang menyebabkan paru tidak bias mengembang, maka dapat dilakukan dekortikasi.

c. Dilakukan resesksi bila terdapat bagian paru yang mengalami robekan atau terdapat fistel dari paru yang rusak

d. Pleurodesis. Masing-masing lapisan pleura yang tebal dibuang, kemudian kedua pleura dilekatkan satu sama lain di tempat fistel. H. Pengobatan Tambahan

1. Apabila terdapat proses lain di paru, maka pengobatan tambahan ditujukan terhadap penyebabnya. Misalnya : terhadap proses TB paru diberi OAT, terhadap bronkhitis dengan obstruksi saluran napas diberi antibiotik dan bronkodilator.

2. Istirahat total untuk menghindari kerja paru yang berat.

3. Pemberian antibiotik profilaksis setelah setelah tindakan bedah dapat dipertimbangkan, untuk mengurangi insidensi komplikasi, seperti emfisema.

I. Prognosis

Prognosis dari pneumothorax tergantung pada tingkat dan jenis pneumotoraks. Suatu pneumotoraks spontan kecil umumnya akan hilang dengan sendirinya tanpa pengobatan. Suatu pneumotoraks sekunder yang terkait dengan penyakit yang mendasari, bahkan ketika kecil, adalah jauh lebih serius dan membawa kematian 15% (kematian). Suatu pneumotoraks sekunder memerlukan perawatan segera dan segera. Memiliki satu pneumotoraks meningkatkan risiko mengembangkan kondisi lagi. Tingkat kekambuhan untuk pneumotoraks primer dan sekunder adalah sekitar 40%; kekambuhan paling banyak terjadi dalam waktu 1,5 sampai dua tahun (Schiffman, 2007).

(28)

DAFTAR PUSTAKA

Bram Balduyck. Quality of life evolution after surgery for primary or secondary spontaneous pneumothorax: a prospective study comparing different surgical techniques . 2008. Interactive CardioVascular and Thoracic Surgery

Brian James Daley, MD, MBA, FACS, FCCP, CNSC. Pneumothorax.2012 http://emedicine.medscape.com/article/827551

Canadian Lung Association. 2011. Pneumothorax. http://www.lung.ca/diseases-maladies/a-z/pneumothorax-pneumothorax/index_e.php

Jason L. Knudtson, MD, Jonathan M. Dort, MD, FACS, Stephen D. Helmer, PhD, and R. Stephen Smith, MD, RDMS, FACS. 2004. Surgeon-Performed Ultrasound for Pneumothorax in the Trauma Suite. The Journal of Trauma Jenkins, Gill. Pneumothorax. 2010.

http://www.bbc.co.uk/health/physical_health/conditions/pneumothorax1.s html

K Roberts, R Steyn, A Bleetman. 2004. New technique for treating spontaneous pneumothorax. Department of Thoracic Surgery, Heartlands Hospital, Bordesley Green, Birmingham. British Medical Journal

Malueka, Rusdy, Ghazali. Radiologi Diagnostik. Yogyakarta : Pustaka Cendekia Press; 2007.

(29)

M Henry, T Arnold, J Harvey. BTS guidelines for the management of spontaneous Pneumothorax. 2003. British Medical Journal

Michael, BauPerhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas KEdokteran Universitas Indonesia

Schiffman, George. Stoppler, Melissa, Conrad. Pneumothorax (Collapsed Lung). 2007. American Lung Association.

http://www.medicinenet.com/pneumothorax/article.htm

Schriber, Andrew., MD, FCCP, Specialist in Pulmonary, Critical Care, and Sleep Medicine, Virtua Memorial Hospital, Mount Holly, New Jersey.

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000087.htm Sjamsuhidajat, R. 2005. Buku Jar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC Trauma.org. 2004. Chest Trauma Simple Pneumothorax.

http://www.trauma.org/archive/thoracic/CHESTpneumo.html

Vasileios K. Kouritas. Institutional report – Experimental Pleural electrophysiology alterations in spontaneous pneumothorax Patients. 2009. Interactive CardioVascular and Thoracic Surgery

Yadav K, Jalili M, Zehtabchi S. 2010. Management of traumatic occult pneumothorax. PubMed. The George Washington University Medical Center, Department of Emergency Medicine, Washington, DC, USA.

Gambar

Foto Rö pneumotoraks (PA), bagian yang ditunjukkan dengan anak  panah merupakan bagian paru yang kolaps
Fig. 1. Example of the pleural/parietal interface where the lungsliding sign would be demonstrated in a dynamic image (arrow at

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari penelitian in adalah lomba gugus SD disini lebih menekankan kepada administrasi sekolah, walaupun ada sedikit unsur untuk dapat meningkatkan

3.. Yulisda mempunyai golongan darah A menikah dengan pria golongan darah O. Ada tiga anak dalam keluarga tersebut. Tipe golongan darahnya adalah A, O, AB. genotype merah : RRYY,

Presipitasi mineral bijih sebagai komponen utama atau minor dari batuan beku, seperti endapan intan pada kimberlit, REE pada karbonatit di Zimbabwe Separasi

1.3 Tujuan Penelitian. Untuk mengkaji dan memahami kewewenangan lembaga tinggi negara pada umumnya, dan Menganalisa dan mendeskripsikan wewenang lembaga tinggi negara

 j aringan komputer, digunakan suatu model arsit ektur sist em t erdist ri busi yang berbentuk :..

Tidak hanya gebyok, saya mendapatkan banyak mendengar cerita dari &#34;arga mengenai cerita kali 1engek, maupun cerita tokoh!tokoh yang kini makamnya berada di

“Berdasarkan keterangan para saksi dan para tersangka yang sudah berhasil ditangkap, serta dengan didukung barang bukti yang berhasil disita, Penyidik Sat Reskrim Polres

Hal atau sesuatu yang dikomunikasikan itu mungkin berupa : (a) data faktual, misalnya tentang suatu kondisi yang benar-benar terjadi atau bersifat historis,