• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Perilaku

1. Batasan perilaku

Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme atau makhluk hidup yang bersangkutan. Perilaku manusia pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain: berjalan, berbicara, menangis, tertawa, membaca dan sebagainya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Skiner seorang ahli psikologi, yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003) merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Dalam teori Skiner dibedakan adanya dua respon:

1) Respondent respons atau flexive, yakni respon yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus ini disebut eleciting stimulation karena menimbulkan respon-respon yang relatif tetap.

2) Operant respons atau instrumental respons, yakni respon yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu. Perangsang ini disebut reinforcing stimulation atau reinforcer, karena memperkuat respon.

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka Notoatmodjo (2003) membagi perilaku menjadi dua:

1) Perilaku tertutup (covert behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesadaran, dan

(2)

sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.

2) Perilaku terbuka (overt behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktik (practice), yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain (Notoatmodjo, 2003).

2. Domain perilaku

Meskipun perilaku adalah bentuk respon atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respon sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan.

Faktor-faktor yang membedakan respon terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku ini dapat dibedakan menjadi dua, yakni:

1) Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan, yang bersifat given atau bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya.

2) Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2007).

Benyamin Bloom (1908) yang dikutip Notoatmodjo (2007), membagi perilaku manusia ke dalam 3 domain ranah atau kawasan yakni: kognitif (cognitive), afektif (affective), dan psikomotor (psychomotor). Dalam perkembangannya, teori ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan yakni: pengetahuan, sikap dan praktik atau tindakan (Notoatmodjo, 2007).

3. Pembentukan perilaku

Menurut Ircham (2005) ada beberapa cara pembentukan perilaku diantaranya:

(3)

1) Kebiasaan (Kondisioning)

Pembentukan perilaku dengan cara membiasakan diri untuk berperilaku seperti yang diharapkan, sehingga akan terbentuklah perilaku tersebut.

2) Pengertian (insight)

Pembentukan perilaku dapat ditempuh dengan pengertian atau insight. Cara ini berdasarkan atas teori belajar kognitif, yaitu belajar dengan disertai adanya pengertian.

3) Menggunakan model

Pembentukan perilaku dengan menjadikan pemimpin sebagai model atau contoh oleh yang dipimpinya. Cara ini didasarkan atas teori belajar sosial (social learning theory) atau Observational learning theory yang dikemukakan oleh Bandura (1977).

4. Teori perilaku

Perilaku manusia tidak dapat lepas dari keadaan individu itu sendiri dan lingkungan dimana individu itu berada. Perilaku manusia didorong oleh motif tertentu sehingga manusia berperilaku (Ircham, 2005).

Teori perilaku menurut Ircham (2005), diantaranya: 1) Teori insting

Insting merupakan perilaku yang innate, perilaku yang bawaan, dan akan mengalami perubahan karena pengalaman.

2) Teori dorongan (drive theory)

Teori ini bertitik tolak pada pandangan bahwa organisme itu mempunyai dorongan-dorongan atau drive tertentu. Dorongan-dorongan ini berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan organisme yang mendorong organisme berperilaku.

3) Teori insentif (incentive theory)

Teori ini bertitik tolak pada pendapat bahwa perilaku organisme itu disebabkan karena adanya insentif. Dengan insentif akan mendorong organisme berbuat atau berperilaku. Insentif atau juga disebut sebagai reinforcement ada yang positif dan ada yang negatif. Reinforcement

(4)

yang positif adalah berkaitan dengan hadiah dan akan mendororong organisme dalam berbuat. Sedangkan reinforcement yang negatif berkaitan dengan hukuman dan akan menghambat organisme berperilaku.

4) Teori atribusi

Teori ini menjelaskan tentang sebab-sebab perilaku seseorang. Apakah perilaku itu disebabkan oleh disposisi internal (misal motif, sikap, dan sebagainya), atau oleh keadaan eksternal (Ircham, 2005).

5. Pengukuran perilaku

Pengukuran atau cara mengamati perilaku dapat dilakukan melalui dua cara, secara langsung, maupun secara tidak langsung. Pengukuran perilaku yang baik adalah secara langsung, yakni dengan pengamatan (observasi), yaitu mengamati tindakan dari subyek dalam rangka memelihara kesehatanya. Sedangkan secara tidak langsung menggunakan metode mengingat kembali (recall). Metode ini dilakukan melalui pertanyaan-pertanyaan terhadap subyek tentang apa yang telah dilakukan berhubungan dengan obyek tertentu (Notoatmodjo, 2005).

6. Faktor-faktor perilaku

Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku menurut teori Lawrence Green:

1) Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors)

Faktor-faktor ini mencakup: pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya.

2) Faktor-faktor pemungkin (enabling factors)

Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja, ketersediaan makanan yang bergizi dan sebagainya, termasuk juga fasilitas pelayanan

(5)

kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, poliklinik, posyandu, polindes, pos obat desa, dokter atau bidan praktik swasta, dan sebagainya.

3) Faktor-faktor penguat (reinforcing factors)

Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan. Termasuk juga disini undang-undang, peraturan-peraturan baik dari pusat maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan untuk berperilaku sehat (Notoatmodjo, 2003).

B. Douching Vagina

1. Pengertian Douching Vagina

Douching berasal dari bahasa Perancis : douch yang artinya pancuran air yang diarahkan kebagian tubuh atau kedalam rongga. Sedangkan vaginal douching (inggris) berarti pembilasan liang senggama dengan memancarkan air kedalamnya (Dorland, 1996).

2. Jenis Douching Vagina

Douching vagina meliputi eksternall douching maupun internal douching. Eksternal douching meliputi pembilasan labia dan bagian luar vagina dengan bahan-bahan tertentu, sedangkan internal douching meliputi memasukkan bahan atau alat pembersih ke dalam vagina dengan menggunakan jari dan atau dalam bentuk spraying atau liquid. Air atau cairan lain (cuka, baking soda, atau larutan douching komersil) tersebut diletakkan dalam botol kemudian disemprotkan kedalam vagina melalui suatu tabung dan ujung penyemprot (Qomariyah, 2004).

3. Tujuan Douching Vagina

Menurut Taylor, dkk (2000) tujuan douching yang sesungguhnya adalah untuk tujuan terapeutik, yaitu untuk membersihkan vagina yang dikarenakan tindakan pembedahan, dan untuk memberikan antiseptik yang berguna untuk mengurangi pertumbuhan bakteri.

(6)

Cairan obat yang digunakan untuk irigasi vagina adalah 2% larutan sodium bikarbonat, larutan hidrogen peroksida, larutan povidon-iodine, larutan asam asetat lemah (1 sendok makan vinegar/cuka dalam 1000 ml air). Jumlah cairan berkisar antara 1500 ml sampai dengan 2000 ml. Cairan ini diberikan secara perlahan dalam waktu 10 sampai dengan 15 menit pada suhu 100°F sampai dengan 105°F(37,7°C sampai dengan 40,5°C) (Dewit SC, 2001).

Tetapi oleh masyarakat umum khususnya bagi perempuan, douching vagina dilakukan sebagai bagian dari personal hygiene mereka. Tujuan mereka melakukan douching diantaranya adalah: untuk membilas darah sehabis periode menstruasi, membersihkan vagina setelah melakukan hubungan seksual untuk mencegah IMS, membersihkan sperma untuk

mencegah kehamilan, dan mencegah bau saat keputihan

(http://www.kesrepro.info/2004). 4. Akibat Douching Vagina

Normalnya, douching dengan menggunakan bahan atau larutan tertentu pada wanita sehat tidak dianjurkan, karena tidak perlu dan bukan tindakan yang bijaksana, karena douching justru akan merubah flora bakterial normal dan keseimbangan kimiawi vagina, merubah mukus/lendir yang alami dan mengganggu ekologi vagina (Olds, 2000).

Cairan vagina yang berasal dari traktus genitalia atas maupun bawah, yang sifatnya asam merupakan interaksi antara laktobacillus vagina dan glikogen yang dapat mempertahankan keasaman cairan vagina. Apabila pH naik diatas lima, maka insiden infeksi pada vagina akan meningkat. Cairan yang terus mengalir dari vagina berfungsi untuk mempertahankan kebersihan relatif vagina. Oleh karena itu penyemprotan cairan ke vagina dalam lingkungan normal tidak diperlukan dan tidak dianjurkan (Bobak, 2005).

Douching dengan cairan yang mengandung pengharum atau perasa dapat menyebabkan reaksi alergi, dan penggunaan yang sering dengan cairan douching yang berkonsentrasi tinggi dapat menyebabkan infeksi

(7)

yang hebat, bahkan kerusakan jaringan. Menyemprotkan/menggerakkan air kedalam vagina mungkin juga dapat mengikis dinding serviks yang berfungsi sebagai anti bakterial dan mendorong bakteri dan kuman-kuman dari vagina ke ukterus. Internal douching sebaiknya dihindarkan selama periode menstruasi karena serviks mengalami dilatasi untuk pengaliran kebawah cairan menstruasi dari uterus. Karena douching pada masa menstruasi mungkin akan mendorong jaringan kembali ke kavitas/rongga uterin yang dapat menyebabkan endometriosis (Olds, 2000).

Penelitian menujukkan bahwa perempuan yang melakukan douching secara rutin cenderung untuk mengalami masalah yang lebih banyak dibanding perempuan yang jarang melakukannya. Masalah-masalah tersebut diantaranya iritasi vagina, infeksi bakterial vaginosis dan infeksi menular seksual. Perempuan yang sering melakukan douching juga lebih beresiko untuk menderita penyakit radang panggul (PRP). PRP adalah infeksi pada organ-organ panggul perempuan yang disebabkan oleh berbagai bakteri yang bergerak naik dari vagina atau serviks seorang perempuan ke arah organ panggul. Jika tidak diobati PRP akan dapat berakibat pada terjadinya kemandulan dan kehamilan ektopik. Baik bakterial vaginosis dan PRP dapat berakibat pada masalah yang serius selama kehamilan. Seperti terjadinya infeksi pada bayi, masalah persalinan dan kelahiran prematur (http://www.kesrepro.info/2004).

5.Cara membersihkan vagina yang aman

Banyak perempuan menggunakan douching setelah intercource, hal ini tidak menjadi masalah asalkan cairan yang digunakan tidak mengiritasi. Banyak ahli ginekolog yang percaya bahwa cairan cuka putih yang lembut sebanyak 1 atau 2 sendok makan dilarutkan dalam 1 quart (0,9463 liter) air hangat atau normal saline memberikan hasil yang cukup memuaskan. Tetapi douching lebih dari dua kali seminggu tidak dianjurkan untuk tujuan personalhygiene yang normal (Taylor, 2000).

Cara membersihkan daerah kewanitaan yang terbaik ialah membasuhnya dengan air bersih. Satu hal yang harus diperhatikan dalam

(8)

membasuh daerah kewanitaan, terutama setelah buang air besar (BAB), yaitu dengan membasuhnya dari arah depan ke belakang (dari arah vagina ke arah anus), bukan sebaliknya. Karena apabila kita terbalik arah membasuhnya, maka kuman dari daerah anus akan terbawa ke depan dan dapat masuk ke dalam vagina. Apabila menggunakan sabun untuk membersihkan daerah intim, sebaiknya gunakan sabun yang lunak (dengan ph 3,5), misalnya sabun bayi yang biasanya ber-ph netral (Wijayanti, 2009).

Tetapi yang terbaik adalah membiarkan vagina melakukan proses pembersihan sendiri karena keseimbangan kimiawi vagina sangat sensitif. Vagina melakukan proses pembersihan tersebut dengan cara sekresi mukus. Cairan mukus ini berasal dari tractus genitalia atas atau bawah yang sifatnya asam dan merupakan interaksi antara lactobacillus vagina dan glikogen yang berfungsi untuk mempertahankan keasaman vagina (Bobak, 2005).

6. Cara merawat organ genitalia yang aman

Ekosistem vagina adalah lingkaran kehidupan yang ada di vagina. Ekosistem ini dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu estrogen dan laktobasilus (bakteri baik). Jika keseimbangan ini terganggu, bakteri laktobasilus akan mati dan bakteri phatogen akan tumbuh sehingga tubuh akan rentan terhadap infeksi. Sebenarnya di dalam vagina terdapat bakteri, 95 persenya adalah bakteri yang baik, sedang sisanya adalah bakteri phatogen. Agar ekosistem seimbang, dibutuhkan tingkat keasaman (ph balance) pada kisaran 3,8-4,2. Dengan tingkat keasaman tersebut, laktobasilus akan subur dan bakteri phatogen mati. Banyak faktor yang menyebabkan ketidak seimbangan ekosistem vagina, antara lain kontrasepsi oral, diabetes mellitus, pemakaian antibiotik, darah haid, cairan mani, penyemprotan cairan ke dalam vagina (douching) dan gangguan hormon (pubertas, menopause dan kehamilan).

Dalam keadaan normal, vagina mempunyai bau yang khas. Tetapi, bila ada infeksi atau keputihan yang tidak normal dapat menimbulkan bau

(9)

yang mengganggu, seperti bau yang tidak sedap, menyengat, dan amis yang disebabkan jamur, bakteri atau kuman lainya. Jika infeksi yang terjadi di vagina ini dibiarkan, bisa masuk sampai ke dalam rahim (Wijayanti, 2009).

Sebaiknya hindari pemakaian berbagai jenis pembersih vagina, sebab di dalam vagina sebenarnya telah ada suatu mekanisme alami yang akan mempertahankan keseimbangan keasaman vagina. Mekanisme ini diperankan oleh bakteri normal yang secara alami terdapat di dalam vagina.

Apabila keseimbangan tersebut terganggu, bakteri baik di dalam vagina akan mati dan justru menyebabkan perkembangbiakan bakteri jahat yang dapat menimbulkan penyakit. Apabila membersihkan daerah kewanitaan dengan sabun dan sejenisnya, sebaiknya hanya di bagian luarnya saja. Misalnya bagi wanita yang sudah bersuami, setelah berhubungan suami-istri, boleh menggunakan pembersih vagina, yaitu untuk mengembalikan keasaman vagina, karena sifat sperma laki-laki adalah basa. Tapi sekali lagi hanya di bagian luarnya saja, jangan disemprotkan ke dalam vagina. Sebaiknya gunakan sabun bayi karena biasanya sabun bayi memiliki ph netral. Setelah memakai sabun, hendaklah dibasuh dengan air sampai bersih (sampai tidak ada lagi sisa sabun yang tertinggal), sebab bila masih ada sisa sabun yang tertinggal dapat menimbulkan penyakit. Setelah dibasuh, harus dikeringkan dengan handuk atau tissu, tetapi jangan digosok-gosok (Wijayanti, 2009).

Menurut Wijayanti (2009) cara merawat organ intim wanita antara lain:

1) Mandi dengan teratur dengan membasuh vagina dengan air hangat dan sabun yang lembut.

2) Cuci tangan sebelum menyentuh vagina.

3) Setelah buang air besar dan kencing, selalu “cebok” dengan arah dari depan ke belakang (ke arah anus). Jangan arah sebaliknya, karena hal ini akan membawa bakteri dari anus ke vagina.

(10)

4) Selalu gunakan celana dalam yang bersih dan terbuat dari bahan katun. Bahan lain misalnya nylon dan polyester akan membuat gerah, panas dan membuat vagina menjadi lembab. Kondisi ini sangat disukai bakteri dan jamur untuk berkembang biak.

5) Hindari penggunaan deodoran, cairan pembasuh (douches), sabun yang keras, serta tissu yang berwarna dan berparfum.

6) Hindari juga menggunakan handuk atau waslap milik orang lain untuk mengeringkan vagina.

7) Mencukur sebagian dari rambut kemaluan untuk menghindari kelembaban yang berlebihan di daerah vagina (Wijayanti, 2009).

Menurut Siswono (2001) perawatan vagina memiliki beberapa manfaat, antara lain:

1) Menjaga vagina dan daerah sekitarnya tetap bersih dan nyaman. 2) Mencegah munculnya keputihan, bau tidak sedap dan gatal-gatal. 3) Menjaga agar Ph vagina tetap normal (3,5-4,5).

C. Fluor Albus (Keputihan) 1. Pengertian Fluor Albus

Fluor albus adalah keluarnya cairan yang berlebihan dari liang senggama (vagina) (Sianturi, 2001).

Keputihan atau dalam istilah medisnya disebut fluor albus (fluor=cairan kental, albus = putih) atau leukorhoe secara umum adalah keluarnya cairan kental dari vagina yang bisa saja terasa gatal, rasa panas atau perih, kadang berbau atau malah tidak merasa apa-apa. Kondisi ini terjadi karena terganggunya keseimbangan flora normal dalam vagina, dengan berbagai penyebab (Sianturi, 2001).

2. Jenis Fluor Albus (Keputihan) a. Fluor Albus Fisiologis

Setiap perempuan akan mengalami pengeluaran cairan dari vagina sesudah mendapatkan haid yang pertama. Cairan yang keluar berasal dari kelenjar yang terdapat pada cervix yang menimbulkan lendir

(11)

karena pengaruh hormon estrogen dan jumlah yang keluar berubah-ubah sesuai dengan siklus haid. Selain itu yang juga dipengaruhi oleh faktor emosi, kesehatan, rangsangan seks dan obat-obatan tertentu (misal : pil KB) (Sheldon H, 1999).

Fluor albus fisiologis terdiri dari cairan yang kadang-kadang berupa mucus yang mengandung banyak epitel dengan leukosit yang jarang.

Fluor albus fisiologis ditemukan pada :

1) Bayi yang baru lahir sampai umur kira-kira 10 hari, terjadi karena pengaruh estrogen dari plasenta terhadap uterus dan vagina janin 2) Waktu di sekitar menarche karena pengaruh estrogen dan akan

hilang sendiri.

3) Wanita dewasa, apabila dirangsang sebelum dan pada waktu coitus disebabkan oleh pengaruh transudasi dari dinding vagina

4) Waktu disekitar ovulasi dengan secret dari kelenjar-kelenjar serviks uteri menjadi lebih encer

5) Pengeluaran secret dari kelenjar-kelenjar cervixuteri juga bertambah pada wanita dengan penyakit menahun, dengan neurosis dan wanita dengan ektropionporsionisuteri

b. Fluor Albus Patologis

Keputihan yang menimbulkan rasa gatal, nyeri di dalam vagina atau disekeliling saluran pembuka vulva dengan warna cairan yang bervariasi dari warna putih kekuningan sampai keabu-abuan dan dengan konsistensi cair sampai kental atau berbentuk seperti kepala susu dan berbau seperti telur busuk atau berbau anyir seperti ikan mentah atau tanpa bau (Sianturi, 2001).

3. Penyebab Terjadinya Fluor Albus (Keputihan)

Menurut Sianturi (2001) penyebab terjadinya keputihan bermacam-macam, dapat disebabkan oleh adanya :

(12)

a. Infeksi (Kuman, Jamur, Parasit, Virus)

Adanya jasat renik berupa kuman, jamur, parasit atau virus yang menghasilkan zat kimia tertentu bersifat asam sehingga menimbulkan bau tak sedan dan mengganggu kehidupan sel-sel alat kelamin normal. Beberapa contoh kuman (bakteri), jamur, parasit dan virus yang dapat menimbulkan keputihan.

1) Kuman (bakteri) a) Gonococus

Penyakit kelamin yang dikenal dengan nama GO disebabkan oleh kuman Neisseria gonorhaoe mengeluarkan cairan dari liang vagina berwarna kekuningan berisi nanah dari sel darah putih yang mengandung kuman tersebut.

b) Chlangdiatrachomatis

Menyebabkan penyakit pada mata yang dikenal dengan penyakit trakoma, kuman ini juga ditemukan pada cairan rongga vagina.

c) Treponemapallidum

Merupakan penyebab sifilis, yaitu terbentuknya kulit-kulit kecil di ruang senggama dan bibir kemaluan yang disebut kandilomalata. 2) Jamur

Jamur yang menyebabkan keputihan adalah dari spesies candida, cairan yang keluar dari liang senggama biasanya kental, berwarna putih susu dan acapkali berbentuk kepala susu disertai rasa gatal. Beberapa keadaan yang mempercepat pertumbuhan jamur yaitu pada kehamilan, DM, pemakai pil KB.

3) Parasit

Penyebab keputihan terbanyak karena parasit. Biasanya disebabkan oleh Tricomonas vaginalis, cairan yang keluar dari liang senggama biasanya banyak berbuih menyerupai air sabun dan bau tidak terlalu gatal, tapi liang senggama tampak kemerahan dan timbul rasa nyeri bila ditekan atau perih bila berkemih. Pada pria tanpa gejala sehingga dapat menular pada pasangannya tanpa disadari.

(13)

4) Virus

Keputihan akibat infeksi virus disebabkan oleh Candyloma acuminata dan herpes. Cairan yang dikeluarkan dari liang senggama pada infeksi virus condyloma sering berbau, tanpa rasa gatal, penyebabnya adalah virus caplak pada manusia (Human Poppiloma Virus) sedangkan jenis lainnya adalah Condyloma datar yang sering tampak pada leher rahim dan liang senggama yang di hubungkan dengan cikal bakal terjadinya kanker rahim. Virus lain yang menyebabkan keputihan adalah virus herpes simplek tipe 2 yang juga merupakan penyakit yang ditularkan melalui senggama. Pada saat awal infeksi tampak kelainan kulit berbentuk seperti melepuh terkena panas yang kemudin pecah dan menimbulkan luka seperti borok dan terasa sakit.

b. Kelainan alat kelamin yang didapat atau bawaan

Kadang-kadang pada wanita ditemukan cairan dari liang senggama yang tercampur dengan air seni atau feces. Hal ini terjadi akibat adanya lubang kecil (fistel) dari kandung kencing atau ke liang senggama akibat adanya cacat bawaan, cidera persalinan, penyinaran pada kanker alat kandungan (radiasi) atau kanker itu sendiri.

c. Benda asing

Adanya benda asing seperti kotoran tanah atau biji-bijian pada anak-anak atau tertinggalnya kondom atau benda tertentu yang dipakai waktu senggama, adanya cincing pesarium yang digunakan pada wanita yang menderita hernia atau prolape, jika rangsangan ini menimbulkan luka dapat menimbulkan infeksi pada liang senggama.

d. Kanker

Pada kanker terdapat gangguan dari pertumbuhan sel normal yang berlebihan sehingga mengakibatkan sel tumbuh sangat cepat secara abnormal dan mudah rusak, sehingga terjadi pembusukan dan perdarahan akibat pecahnya pembuluh darah yang bertambah untuk memberikan makanan dan oksigen pada sel kanker tersebut, akibat

(14)

proses pembusukan tersebut terjadi pengeluaran cairan yang banyak disertai oleh bau busuk.

e. Menopause

Pada keadaan mati haid (baki/menopause) sel-sel pada leher rahim dan liang senggama mengalami hambatan dalam pematangan sel karena tidak adanya hormon pemacu yaitu estrogen, liang senggama, menjadi kering kadang timbul gatal karena tipisnya lapisan sel sehingga mudah timbul luka dan infeksi penyerta.

4. Pemeriksaan Diagnostik

a. Tujuan pemeriksaan diagnostik

1) Menentukan letak dari bagian yang sakit untuk mencari asal dari keputihan

2) Mengambil bahan untuk laboratorium misalnya pap smear, atau pemeriksaan mikrobiologi untuk mencari penyebab keputihan

3) Melakukan pemeriksaan dengan menggunakan alat tertentu untuk mendapatkan gambaran alat kelamin yang lebih baik seperti pemeriksaan kolposkopi

4) Merencanakan pengobatan setelah melihat kelainan yang ditemukan b. Macam Pemeriksaan

1) Inspeksi

Dilihat dahulu dengan seksama mulai dari bibir kemaluan dan muara kandung kencing (urethra) sampai anus, konsistensi cairan, warna, bau adakah luka – luka atau kutil dan tumor sedangkan pada anak-anak, adakah cacing kremi pada anusnya.

2) Pemeriksaan dengan Speculum dan pada wanita yang telah menikah adakah tanda-tanda kemerahan, pembengkakan, luka atau tumor. 3) Melebur leher rahim dengan asam cuka dan larutan yodium, yaitu

lugol, apabila warna leher rahim berubah putih menandakan adanya kepadatan sel yang lebih dari biasa seperti pra kanker disertai warna kuning keemasan.

(15)

4) Pengambilan sedikit jaringan disebut aborsi dan kolkoskopi (Sianturi, 2001).

5. Pengobatan Fluor Albus

Fluor albus yang fisiologis tidak memerlukan perawatan khusus tetapi pada fluor albus patologis perlu mendapatkan perawatan bahkan pengobatan karena dapat menimbulkan gangguan pada wanita dan pasangannya.

Prinsip pengobatan keputihan dikenal beberapa cara yaitu : a. Sebagai penawar saja

Banyak dijual di pasaran beberapa larutan anti septik seperti betadine vaginal kulit, intrimo yang digunakan untuk membersihkan cairan keputihan dari liang senggama tetapi tidak untuk membunuh kuman penyebabnya.

b. Obat pemusnah atau pemangkas

1) Keputihan yang disebabkan oleh kuman dapat diobati dengan pemberian antibiotika tergantung pada kuman penyebab dan tingkat resistensinya.

2) Keputihan disebabkan jamur biasanya diberikan obat anti jamur yang dimasukkan ke dalam liang senggama seperti klotimazol, mikonazol, atau nistatesi ditambah dengan obat minum anti jamur.

3) Parasit trichomonas biasanya diobati dengan metronidazol yang diminum atau tablet vagina.

4) Cacing kremi diobati dengan pemberian obat cacing jenis pirantol pamoad, piprazin, mebendazol.

5) Keputihan yang disebabkan virus seperti herpes dapat diobati dengan osiklovir yang diminum atau salep. Jenis condyloma diobati dengan menggunakan suntikan interferon suatu penatur kekebalan.

6) Pada menouse dapat diberikan turunan estrogen. c. Penghancuran lokal dan pembedahan

Melakukan penghancuran lokal pada adanya kutil di leher rahim, liang senggama atau bibir kemaluan atau melakukan pembedahan seperti :

(16)

1) Konisasi yaitu eksisi berbentuk kerucut pada serviks uteri dilakukan untuk mengatasi CIN stadium tertentu.

2) Histerectomi pada adanya pra kanker leher rahim dengan jumlah anak yang telah cukup, sedangkan histerectomi radikal dilakukan pada kanker stadium Ib atau Iia

3) Operasi penutupan fistel dari liang senggama jika terdapat lubang antara kandung kencing atau usus ke liang senggama.

4) Apabila pemasangan cincin pesarium pada prolaps menimbulkan keluhan dapat dilakukan operasi pengangkatan badan kandungan dari liang senggama (histerectomivaginal) atau penutupan dinding depan dan belakang vagina (Sianturi, 2001).

6. Pencegahan Fluor Albus

Pencegahan terjadinya keputihan yang mengganggu dapat dilakukan dengan cara :

a Alat pelindung

Memakai alat pelindung terhadap kemungkinan tertularnya penyakit kelamin seperti menggunakan kondom.

b Pemakaian obat atau cara profilaksis

1) Memakai antiseptik cair pada hubungan yang dicurigai menularkan penyakit kelamin disertai dengan pengobatan terhadap jasat renik penyebab penyakit.

2) Pemakaian antibiotik yang benar

3) Melakukan cara cebok yang benar dan menjaga kebersihan vulva 4) Tidak memakai celana dalam yang ketat dan terbuat dari nylon,

celana jeans, karena menyebabkan terjadinya kelembaban tinggi sehingga menyuburkan pertumbuhan janin.

c Pemeriksaan dini

Kanker leher rahim dapat dicegah secara dini dengan melakukan pap smear berkala sehingga dapat diobati sedini mungkin (Sianturi, 2001).

(17)

D. Kerangka Teori

Faktor predisposisi: a. Pendidikan b. Pengetahuan c. Sikap

Sumber: Teori Laurence Green (Notoadmodjo, 2003) Skema 2.1. Kerangka Teori

E. Kerangka Konsep

Skema 2.2. Kerangka Konsep Eksternal Douching

Vagina

Kejadian Fluor Albus pada Ibu Rumah Tangga

Faktor pemungkin: Sarana prasarana Faktor penguat: a. Sikap petugas b. Perilaku petugas c.Undang-undang d. Peraturanperaturan Faktor predisposisi: a. Pendidikan b. Pengetahuan c. Sikap d. Persepsi e. Tradisi f. Sistem nilai g. Sosial ekonomi h. Eksternaldouching vagina h Fluor Albus

(18)

F. Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau ukuran yang dimiliki atau yang didapat oleh satuan penelitian tentang sesuatu konsep pengertian tertentu (Notoatmodjo, 2003). Dalam penelitian ini variabelnya adalah:

1. Independent variabel

Variabel ini disebut juga variabel bebas yaitu menjadi sebab timbulnya atau berubahnya variabel independent (Sugiyono, 2004). Variabel ini juga merupakan variabel yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel dependent (terikat) dan bebas dalam mempengaruhi variabel lain (Hidayat, 2003). Dalam penelitian ini yang menjadi independent variabel adalah eksternaldouching vagina pada ibu rumah tangga.

2. Dependent variabel

Dependent variabel merupakan variabel yang menjadi akibat adanya variabel bebas (Sugiyono, 2004). Variabel dependent merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat dari variabel bebas. Variabel ini dapat tergantung dari variabel bebas terhadap perubahan (Hidayat, 2003). Dalam penelitian ini yang menjadi dependent variabel yaitu kejadian fluor albus pada ibu rumah tangga.

G. Hipotesa Penelitian

Berdasarkan dari kerangka konsep yang telah dibuat, maka hipotesa yang dapat dibuat adalah ada hubungan antara perilaku eksternal douching vagina dengan kejadian fluor albus pada ibu rumah tangga.

Referensi

Dokumen terkait

Jadi time schedule merupakan analisis terhadap waktu yang dibutuhkan dalam menyelesaikan suatu pekerjaan proyek dengan memanfaatkan waktu, tenaga kerja dan biaya

Dalam penelitian ini juga dilakukan identifikasi subyek terhadap suatu populasi yang merokok dan tidak merokok, dan peneliti melakukan observasi terhadap subyek penelitian selama

Pendekatan yang digunakan adalah: pendekatan reflektif filosofis yaitu memahami tentang tipikal dan relevansi rubrik pojok ‘Mang Usil’ dengan menggunakan Teori Tindak

Faktor-faktor sosial ekonomi yang berpengaruh nyata terhadap adopsi teknologi padi sawah adalah pendidikan formal, pengalaman berusahatani, luas lahan garapan, jumlah tenaga

Sistem pendingin primer mengambil panas dari teras reaktor, untuk kemudian dipinciahkan ke pendingin sekunder melalui alat penukar panas, dan panas tersebut dibuang ke

Bahaya (hazard) adalah agen-agen biologis, kimia, maupun fisika yang terdapat dalam pangan dan berpotensi untuk menyebabkan efek buruk bagi kesehatan. Evidence base adalah

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa ekstrak air buah tomat (Lycopersicum esculentum M.) dapat diformulasikan menjadi sediaan masker wajah dalam

Mampu mengintegrasikan prinsip biologi dalam pengembangan minat (botani, ekologi, mikrobiologi, dan zoologi) sesuai dengan kaidah ilmiah dengan benar 1.2.1..