• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III FIDUSIA SEBAGAI LEMBAGA JAMINAN KEBENDAAN Konsepsi Jaminan Pada Umumnya Pengertian dan Fungsi Jaminan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III FIDUSIA SEBAGAI LEMBAGA JAMINAN KEBENDAAN Konsepsi Jaminan Pada Umumnya Pengertian dan Fungsi Jaminan"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

FIDUSIA SEBAGAI LEMBAGA JAMINAN KEBENDAAN

3.1. Konsepsi Jaminan Pada Umumnya

3.1.1. Pengertian dan Fungsi Jaminan

Berbicara tentang jaminan, umumnya selalu dihubungkan dengan pemberian kredit. Suatu lembaga keuangan baik maupun bukan bank, termasuk lembaga pembiayaan, didalam memberikan kredit atau pembiayaan umumnya meminta jaminan kepada debitur. Jaminan yang dimaksud disini bisa jaminan kebendaan maupun jaminan perorangan.

Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu “Zekerheid” atau “Cautie”. Zekerheid atau “Cautie” mencakup secara umum cara-cara kreditur menjamin dipenuhinya tagihannya, disamping pertanggung jawaban umum debitur terhadap hutang-hutangnya.77

Selain istilah jaminan, dikenal juga dengan istilah agunan. Istilah agunan dapat dibaca di dalam pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, agunan adalah :

“Jaminan tambahan diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka mendapatkan fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah”.

Dalam Seminar Badan Pembinaan Hukum Nasional yang

77

H. Salim HS, 2004, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 21. (selanjutnya disebut H. Salim HS. II).

(2)

diselenggarakan di Yogyakarta dari tanggal 20 sampai dengan 30 Juli 1977 disimpulkan pengertian jaminan. Jaminan adalah menjamin dipenuhinya kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan hukum. Oleh karena itu, hukum jaminan erat sekali hubungannya dengan hukum benda-benda.78

Menurut ketentuan Pasal 2 Ayat (1) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 23/69/KEP/DIR tanggal 28 Februari 1991 tentang Jaminan Pemberian Kredit menyatakan bahwa "Jaminan adalah suatu keyakinan bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjikan".

Sutarno merumuskan "Jaminan kredit adalah segala sesuatu yang mempunyai nilai mudah untuk diuangkan yang diikat dengan janji sebagai Jaminan untuk pembayaran dari utang debitur berdasarkan perjanjian kredit yang dibuat oleh kreditur dan debitur".79

Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Hadisoeprapto yang mengemukakan bahwa "Jaminan kredit ialah segala sesuatu yang diberikan kepada kreditur untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban, yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu

78

Mariam Darus Badrulzaman, 1987, Bab-Bab Tentang Creditverband,

Gadai, dan Fidusia, Alumni, Bandung, hal. 227 – 265 (selanjutnya disebut Mariam

Darus Badrulzaman II).

(3)

perikatan".80

Kartono menyatakan bahwa "Jaminan dalam suatu pemberian kredit merupakan suatu usaha dari kreditur untuk memperkuat kedudukannya sebagai kreditur dalam arti mendapat Jaminan yang lebih kuat walaupun hak-hak kreditur pada umumnya sudah dijamin oleh kekayaan debitur baik yang telah ada maupun yang akan ada dikemudian hari sesuai dengan ketentuan Pasal 1131 dan ketentuan Pasal 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata".81

Adapun selengkapnya dari ketentuan Pasal 11131 dan Pasal 1132 KUH Perdata dimaksud adalah sebagai berikut :

Pasal 1131 KUH Perdata;

Segala kebendaan siberutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan.

Pasal 1132 KUH Perdata;

Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang menghutangkan kepadanya, pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila diantara orang-orang yang berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan.

Dari pengertian jaminan sebagaimana telah dikemukakan di atas, maka dapat dipahami konsepsi jaminan sebagai berikut : 1. Difokuskan pada pemenuhan kewajiban kepada kreditur

80

Hartono Hadisoeprapto, 1984, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan, Liberty, Yogyakarta, h. 50

81

Kartono, 1977, Hak-hak Jaminan Kredit. Cetakan Kedua, Pradnya Paramita, Jakarta, h. 11

(4)

2. Wujud jaminan ini dapat dinilai dengan uang (jaminan materiil).

3. Timbulnya jaminan karena adanya perikatan antara kreditur dengan debitur.

4. Keyakinan kreditur atas kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya.

Dalam konteks pemberian kredit, menurut Sutan Remy Sjahdeini, jaminan kredit adalah segala sesuatu yang mempunyai nilai, mudah untuk diuangkan yang diikat dengan janji sebagai jaminan untuk pembayaran dari hutang debitur berdasarkan perjanjian kredit yang dibuat kreditur dan debitur.82

Sesungguhnya keberadaan jaminan merupakan prasyarat untuk memperkecil risiko kreditur dalam penyaluran kredit. Sebagai langkah antisipatif dalam menarik kembali kredit atau pembiayaan yang telah diberikan kepada debitur, jaminan hendaknya dipertimbangkan dua faktor, yaitu :

1. Secured, artinya jaminan kredit dapat diadakan pengikatan secara yuridis formal, sesuai dengan ketentuan hukum dan perundang-undangan. Jika kemudian hari terjadi wanprestasi dari debitur, maka bank memiliki kekuatan yuridis untuk melakukan tindakan eksekusi.

2. Marketable, artinya jaminan tersebut bila hendak dieksekusi, dapat segera dijual atau diuangkan untuk melunasi seluruh kewajiban debitur.83

82

Sutan Remy Sjahdeini, 1999, Hak Tanggungan, Azas-azas,

Ketentuan-Ketentuan Pokok dan Masalah yang Dihadapi oleh Perbankan, Alumni, Bandung, h.

132. 83

(5)

Kredit yang diberikan selalu diamankan dengan jaminan kredit dengan tujuanuntuk menghindarkan adanya risiko debitur tidak membayar hutangnya. Apabila debitur oleh karena sesuatu sebab tidak mampu melunasi hutangnya maka kreditur dapat menjual atau menutup hutang dari hasil penjualan jaminan tersebut.

Menurut Subekti, jaminan yang dapat dianggap baik (ideal), apabila :

1. Secara mudah dapat membantu perolehan kredit oleh pihak yang memerlukan.

2. Tidak melemahkan potensi (kekuatan) si pemberi kredit untuk melakukan (meneruskan) usahanya

3. Memberikan kepastian kepada si pemberi kredit dalam arti bahwa barang jaminan setiap waktu tersedia untuk dieksekusi yaitu bila perlu dapat mudah diuangkan untuk melunasi utangnya si penerima (pengambil) kredit.84

Berdasarkan apa yang dikemukakan di atas maka fungsi jaminan adalah memberikan hak dan kekuasaan terhadap kreditur untuk mendapatkan pelunasan dari hasil penjualan barang-barang

Johannes Ibrahim, 2004, Cross Default & Cross Collateral Sebagai Upaya

Penyelesaian Kredit Bermasalah, Refika Aditama, Bandung, h. 71.

84Soebekti, 1996, Jaminan-jaminan Pemberian Kredit Termasuk Hak

(6)

jaminan tersebut bila debitor tidak melunasi hutangnya pada waktu yang ditentukan. "Kredit yang didukung dengan jaminan disebut secured loans sedangkan kredit yang tidak didukung dengan jaminan disebut unsecured loans”.85

Menurut Sutarno, jaminan kredit berfungsi untuk memberikan hak dan kekuasaan kepada kreditur untuk mendapatkan pelunasan dari hasil penjualan barang-barang jaminan tersebut bila debitur tidak melunasi utangnya pada waktu yang ditentukan.86

Sementara Suyatno menyatakan bahwa kegunaan jaminan kredit adalah :

a. Memberikan hak dan kekuasaan kepada kreditur untuk mendapatkan pelunasan dari agunan apabila debitur melakukan cidera janji, yaitu untuk membayar kembali utangnya pada waktu yang ditetapkan dalam perjanjian.

b. Menjamin agar debitur berperan serta dalam transaksi untuk membiayai usahanya, sehingga kemungkinan untuk meninggalkan usahanya atau proyeknya dengan merugikan diri sendiri atau perusahaan dapat dicegah atau sekurang-kurangnya kemungkinan untuk berbuat demikian dapat diperkecil.

85

Muhammad Djumhana, 1993, Hukum Perbankan di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 76.

86Thomas Suyatno, 1991, Dasar-dasar Perkreditan, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, h. 88.

(7)

c. Memberikan dorongan kepada debitur untuk memenuhi janjinya, khususnya mengenai pembayaran kembali sesuai dengan syarat-syarat yang telah disetujui agar debitur dan/atau pihak ketiga yang ikut menjamin tidak kehilangan kekayaan yang dijaminkan kepada bank.87

Dengan demikian keberadaan jaminan mempunyai kedudukan dan manfaat yang sangat penting dalam menunujang pembangunan ekonomi. Keberadaan jaminan dapat memberikan manfaat baik bagi kreditur maupun debitur. Bagi debitur, dengan adanya benda jaminan itu dapat memperoleh fasilitas kredit dari bank dan tidak khawatir dalam pengembangan usaha yang dijalankannya, karena sudah tersedia modal yang memadai sesuai dengan kebutuhannya. Dengan modal yang diperoleh melalui fasilitas kredit itu debitur dapat menjalankan bisnisnya dengan lancar.

Sedangkan manfaat jaminan bagi kreditur, mencakup : 1. Terwujudnya keamanan transaksi dagang yang ditutup 2. Memberikan kepastian hukum bagi kreditur.88

Kepastian hukum yang dimaksud adalah kepastian hukum untuk menerima pengembalian pokok kredit dan bunga dari debitur. Apabila debitur tidak mampu dalam pengembalian pokok kredit dan bunga, maka bank dapat melakukan eksekusi terhadap benda jaminan

87

Ibid.

88 Munir Fuady, 1996, Hukum Perkreditan Kontemporer, Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 31. (selanjutnya disebut Munir Fuady III).

(8)

3.1.2. Sumber Hukum Jaminan

Sumber hukum mengandung banyak pengertian.89 Sumber hukum dapat diartikan sebagai bahan-bahan yang digunakan sebagai dasar oleh pengadilan dalam memutus perkara.90 Ada juga yang memberi arti sumber hukum itu sebagai tempat asalnya hukum.91

Pada dasarnya sumber hukum dapat dibedakan menjadi dua macam, yakni sumber hukum materiil dan sumber hukum formil.92 Menurut Moch Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, bagi seorang sarjana hukum yang penting adalah sumber hukum yang formal,93 terutama yang berbentuk tertulis.

Analog dengan hal tersebut, maka yang dimaksud dalam tulisan ini adalah sumber hukum jaminan yang formal dalam bentuk tertulis. Yang dimaksud dengan sumber hukum jaminan yang tertulis adalah tempat ditemukannya kaedah-kaedah hukum jaminan berasal dari sumber hukum tertulis.

1. Buku II KUH Perdata (Burgerlijke Wetboek).

KUH Perdata merupakan ketentuan hukum yang

89

G.W. Paton, 1972, A Textbook of Jurisprudence, English Language Book Society, Oxford University Press, London, hal. 188.

90 Peter Mahmud Marzuki, 2009, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana, Jakarta, hal. 301.

91 Bachsan Mustafa, Op.Cit.,hal. 74.

92 Algra, dkk., 1975, Kamus Istilah Hukum Fochema Andreal Belanda –

Indonesia, Bina Cipta Bandung, hal. 74.

93 Moch Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, 1988, Pengantar Hkum Tata Negara

(9)

berasal dari produk pemerintah kolonial Belanda, yang diundangkan pada tahun 1848. KUH Perdata (BW) ini diberlakukan di Indonesia berdasarkan azas konkordansi. Tentang jaminan diatur dalam Buku II BW pada bagian yang mengatur tentang Hukum Benda. Pada Buku II BW diatur tentang lembaga jaminan gadai, dan hipotik. Untuk hipotik atas tanah tidak berlaku lagi, karena telah diganti dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan.

Masalah gadai diatur dalam pasal 1150 sampai dengan pasal 1160 KUH Perdata. Dalam ketentuan ini diatur tentang;

1. Pengertian gadai (pasal 1150)

2. Bentuk perjanjian gadai (pasal 1151)

3. Hak-hak para pihak (pasal 1152 – pasal 1153) 4. Kewajiban para pihak (pasal 1154 – 1155) 5. Wanprestasi (pasal 1156)

6. Tanggung jawab para pihak (pasal 1157) 7. Bunga (pasal 1158)

8. Debitur tidak berhak untuk menuntut kembali barang gadai, sebelum dilunasi seluruhnya (pasal 1159)

9. Tidak dapat dibagi-bagi barang gadai (pasal 1160).94 Sedangkan untuk hipotik dalam pasal 1162 sampai dengan pasal 1232, KUH Perdata. Didalam berbagai ketentuan ini diatur tentang;

1. Ketentuan-ketentuan umum (pasal 1162 – pasal 1178) 2. Pendaftaran Hipotik dan bentuk pendaftaran (pasal

94

(10)

1179 – 1194)

3. Pencoretan pendaftaran (pasal 1995 – 1197)

4. Akibat Hipotik terhadap pihak ketiga yang menguasai barang yang dibebani (pasal 1198 – 1208)

5. Hapusnya hipotik (pasal 1209-1220)

6. Pegawai-pegawai yang ditugaskan menyimpan hipotik, tanggung jawab mereka dalam hal diketahuinya daftar-daftar oleh masyarakat (pasal 1221-1232).95

2. KUH Perdata (Wetboek Van Kophandell)

KUH Dagang diatur dalam stb. 1847 Nomor 23. KUH Dagang terdiri atas 2 buku, yaitu Buku I tentang Dagang pada umumnya dan Buku II tentang Hak-hak dan kewajiban yang timbul dalam pelayaran. Pasal-pasal yang erat kaitannya dengan jaminan adalah pasal-pasal yang berkaitan dengan Hipotik Kapal Laut. Pasal-pasal yang mengatur tentang Hipotik Kapal Laut adalah pasal 314 sampai dengan pasal 316 KUH Dagang.

3. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah.

Undang-undang ini mencabut berlakunya Hipotik sebagaimana yang diatur dalam Buku II KUH Perdata, sepanjang mengenai tanah dan ketentuan mengenai Creditverband dalam stb. 1908 – 542 sebagaimana telah diubah dalam stb. 1937 – 190. Tujuan pencabutan ketentuan yang tercantum dalam Buku II KUH Perdata dan stb. 1937 –

(11)

190 adalah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan kegiatan perkreditan, sehubungan dengan perkembangan tata perekonomian Indonesia.

4. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia mengatur tentang lembaga jaminan untuk benda bergerak yang dijadikan jaminan hutang. Lembaga jaminan ini sebagai alternatif dari gadai, ketika benda bergerak dijadikan jaminan hutang. Ada 3 (tiga) pertimbangan lahirnya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999, yaitu :

1) Kebutuhan yang snagat besar dan terus meningkat bagi dunia usaha atas tersedianya dana, perlu diimbangi dengan adanya ketentuan hukum yang jelas dan lengkap yang mengatur mengenai lembaga jaminan.

2) Jaminan Fidusia sebagai salah satu bentuk lembaga jaminan saat ini masih didasarkan pada yurisprudensi dan belum diatur dalam peraturan perundang-undangan secara lengkap dan komprehensif.

3) Untuk memenuhi kebutuhan hukum yang dapat lebih memacu pembangunan nasional dan untuk menjamin kepastian hukum serta mampu memberikan perlindungan bagi pihak yang berkepentingan, maka perlu dibentuk ketentuan yang lengkap mengenai jaminan fidusia dan jaminan tersebut perlu didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fidusia.96

5. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran. Ketentuan pasal 49 Undang-Undang Nomor 21 Tahun

96

(12)

1992 menyatakan :

1) Kapal yang telah didaftar dapat dibebani dengan Hipotik.

2) Ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah.

Peraturan Pemerintah (PP) tentang penjabaran pasal ini sampai ini belum ada, namun didalam penjelasan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 ditentukan substansi yang diatur dalam Peraturan Pemerintah tersebut, yang meliputi syarat-syarat dan tata cara pembebasan hipotik. Sedangkan pelaksanaan pembebanan hipotik atas kapal dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangan-undangan.

3.1.3. Azas-Azas Hukum Jaminan

Berdasarkan hasil analisis terhadap berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang jaminan maupun kajian terhadap berbagai literatur tentang jaminan, maka ditemukan 5 (lima) azas penting dalam hukum jaminan, yaitu :97 1. Asas publicitet, yaitu asas bahwa semua hak, baik hak

tanggungan, hak fidusia, dan hipotek harus didaftarkan. Pendaftaran ini dimaksudkan supaya pihak ketiga dapat mengetahui bahwa benda jaminan tersebut sedang dilakukan

97

(13)

pembebanan jaminan. Pendaftaran hak tanggungan di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten/Kota, pendaftaran fidusia dilakukan di Kantor Pendaftaran Fidusia pada Kantor Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, sedangkan pendaftaran hipotek kapal laut dilakukan di depan pejabat pendaftar dan pencatat balik nama, yaitu syahbandar;

2. Asas specialitet, yaitu bahwa hak tanggungan, hak fidusia, dan hipotek hanya dapat dibebankan atas persil atau atas barang-barang yang sudah terdaftar atas nama orang tertentu; 3. Asas tak dapat dibagi-bagi, yaitu asas dapat dibaginya hutang

tidak dapat mengakibatkan dapat dibaginya hak tanggungan, hak fidusia, hipotek, dan hak gadai walaupun telah dilakukan pembayaran sebagian.

4. Asas inbezittstelling, yaitu barang jaminan (gadai) harus berada pada penerima gadai;

5. Asas horizontal, yaitu bangunan dan tanah bukan merupakan satu kesatuan. Hal ini dapat dilihat dalam penggunaan hak pakai, baik tanah negara maupun tanah hak milik. Bangunannya milik dan yang bersangkutan atau pemberi tanggungan, tetapi tanahnya milik orang lain, berdasarkan hak pakai.

Mariam Dams Badrulzaman mengemukakan asas-asas hukum jaminan. Asas-asas itu meliputi asas filosofis, asas konstitusional, asas politis, dan asas operasional (konkret) yang

(14)

bersifat umum. Asas operasional dibagi menjadi asas sistem tertutup, asas absolut, asas mengikuti benda, asas publisitas, asas spesialitet, asas totalitas, asas asessi perlekatan, asas konsistensi, asas pemisahan horizontal, dan asas perlindungan hukum.98

Pemaparan asas-asas hukum yang dikemukakan oleh Mariam Darus tidak diberikan pengertian dan penjelasan yang lengkap, namun H. Salim HS, mencoba untuk menjelaskan dan mengartikan asas-asas yang berkaitan dengan asas filosofis, konstitusional, politis, dan operasional. Keempat asas itu disajikan berikut ini.

1) Asas filosofis, yaitu asas di mana semua peraturan perundangan-undangan yang berlaku di Indonesia harus didasarknn pada falsafah yang dianut oleh bangsa Indonesia, yaitu Pancasila;

2) Asas konstitusional, yaitu asas di mana semua peraturan perundang-undangan dibuat dan disahkan oleh pembentuk undang-undang harus didasarkan pada hukum dasar (konstitusi). Hukum dasar yang berlaku di Indonesia, yaitu UUD 1945. Apabila undang-undang yang dibuat dan disahkan tersebut bertentangan dengan konstitusi, undang-undang tersebut harus dicabut;

3) Asas politis, yaitu asas di mana segala kebijakan dan teknik

98

Mariam Darus Badrulzaman, 1996, Benda-Benda Yang Dapat Diletakkan

Sebagai Obyek Hak Tanggungan Dalam Persiapan Pelaksanaan Hak Tanggungan di Lingkungan Perbankan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 23.

(15)

di dalam penyusunan peraturan perundang-undangan didasarkan pada Tap MPR;

4) Asas operasional (konkret) yang bersifat umum merupakan asas yang dapat digunakan dalam pelaksanaan pembebanan jaminan.99

3.1.4. Jenis-Jenis Jaminan

Salah satu prinsip yang dipegang oleh lembaga keuangan bank atau lembaga-lembaga pembiayaan yang memberikan kredit atua pembiayaan adalah mensyaratkan adanya jaminan yang harus diserahkan oleh debitur. Jaminan yang dimaksud dalam hal ini adalah baik jaminan kebendaan dan jaminan perorangan.100

Menurut jenisnya, jaminan terbagi atas 2 (dua) golongan, yaitu jaminan kebendaan dan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan (zakelijke zekerheid/security right in rem) adalah jaminan berupa harta kekayaan (harta benda) dengan cara pemisahan bagian dari harta kekayaan, baik dari debitur maupun pihak ketiga, guna menjamin pemenuhan kewajiban-kewajiban debitur yang bersangkutan cidera janji. Jaminan kebendaan-kebendaan ini menurut sifatnya dibagi menjadi : (1) jaminan dengan benda berwujud, berupa benda bergerak dan benda tidak bergerak dan (2) jaminan dengan benda tidak berwujud yang

99

H. Salim HS, Op.Cit, hal. 10-11. 100

Y. Sogar Simamora, 2000, Tanggung Gugat Penanggung Dalam Lembaga

(16)

dapat berupa hak tagih.101

Sedangkan jaminan perorangan (Borgtoch/Personal

guarantiee) adalah jaminan berupa pernyataan kesanggupan yang

diberikan oleh seorang pihak ketiga guna menjamin pemenuhan kewajiban-kewajiban debitur kepada kreditur, apabila debitur yang bersangkutan cidera janji (Wanprestasi).

Jaminan semacam ini pada dasarnya adalah penanggungan utang yang diatur dalam pasal 1820-1850 B.W. Pada perkembangannya, jaminan perorangan juga dipraktekkan oleh perusahaa yang menjamin utang perusahaan lainnya. Bank dalam hal ini sering menerima jaminan serupa, yang sering disebut

corporate guarantee.102

Perbedaan antara jaminan kebendaan dan jaminan perorangan adalah :

1. Jaminan perorangan terdapat pihak ketiga yag menyanggupi untuk memenuhi perikatan debitur bila debitur melakukan wanprestasi. 2. Dalam jaminan kebendaan harta kekayaan

debitur sajalah yang dapat dijadikan jaminan bagi pelunasan kredit apabila debitur wanprestasi.

Terkait dengan keberadaan jaminan kebendaan adalah

101 Herowati Poesoko, Op.Cit, hal. 34. 102

(17)

untuk melindungi kepentingan kreditur agar dia mendapat hak preferen dalam pengembalian utang dan sebagai alat bukti yang sah, maka terhadap jaminan yang diberikan debitur haruslah dilakukan pengikatan atau pembebanan hak.103 Untuk lebih jelasnya akan diuraikan secara lebih lanjut tentang jaminan kebendaan dan jaminan perorangan sebagai berikut :

1. Jaminan Kebendaan.

Jaminan kebendaan ialah Jaminan yang berupa hak mutlak atas sesuatu benda dengan ciri-ciri mempunyai hubungan langsung dengan benda tertentu dari debitur atau pihak ketiga sebagai penjamin, dapat dipertahankan terhadap siapapun, selalu mengikuti bendanya, dan dapat diperalihkan. Jaminan kebendaan ini selain dapat diadakan antara kreditur dengan debiturnya juga dapat diadakan antara kreditur dengan pihak ketiga yang menjamin dipenuhinya kewajiban si berutang (debitur) sehingga hak kebendaan ini memberikan kekuasaan yang langsung terhadap bendanya.

Jaminan kebendaan lahir dan bersumber pada perjanjian. Jaminan ini ada karena diperjanjikan antara kreditur dengan debitur. Jaminan dalam bentuk hak tanggungan, hipotik,

103Djuhaendah Hasan, 1996, Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah

dan Benda Lain Yang Melekat Pada Tanah Dalam Konsepsi Penerapan Azas Pemisahan Horisontal, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 236.

(18)

gadai, dan fidusia tergolong jaminan karena diperjanjikan terlebih dahulu antara kreditur dan debitur.104

Jaminan kebendaan berupa kekayaan debitur sendiri atau kekayaan orang ketiga, penyendirian atas benda objek Jaminan dalam perjanjian jaminan kebendaan adalah untuk kepentingan dan keuntungan kreditur tertentu yang telah memintanya, sehingga memberikan hak atau kedudukan istimewa kepada kreditur tersebut. Kreditur tersebut mempunyai kedudukan sebagai kreditur preferen yang didahulukan dari kreditur lain dalam pengambilan pelunasan piutangnya dari benda objek jaminan, bahkan dalam kepailitan debitur, kreditur mempunyai kedudukan sebagai kreditur separatis.

Jaminan kebendaan ini dapat dibedakan menjadi 2 (dua) golongan yaitu:

1) Jaminan benda tidak bergerak

Yang termasuk dalam kategori jaminan benda tidak bergerak meliputi:

a. Tanah (dengan atau tanpa bangunan dan tanaman diatasnya)

b. Mesin dan peralatan yang melekat pada tanah dan bangunan, dan merupakan satu kesatuan dengan tanah

104

(19)

dan bangunan tersebut

c. Bangunan rumah atau hak milik atas rumah susun bilamana tanahnya berstatus hak milik atau hak guna bangunan.

2) Jaminan benda bergerak

Jaminan benda bergerak dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) yaitu:

a. Benda berwujud

- Kendaraan bermotor - Mesin-mesin

- Kapal laut dan kapal terbang yang telah terdaftar - Persediaan barang

b. Benda tidak berwujud - Wesel

- Sertifikat deposito - Obligasi

- Saham 105

Pembagian benda bergerak dan benda tidak bergerak memiliki arti yang penting dalam menentukan jenis lembaga jaminan mana yang dapat digunakan untuk pengikatan perjanjian kredit. Jika benda jaminan berupa benda bergerak maka dapat digunakan lembaga jaminan yaitu gadai dan

105

Siswanto Sutojo, 2007, Analisis Kredit Bank Umum, PT. Damar Mulia Pustaka, Jakarta, hal. 191.

(20)

fidusia. Sedangkan jika benda jaminan merupakan benda tidak bergerak maka lembaga jaminannya adalah hipotik atau hak tanggungan.

2. Jaminan perorangan

Jaminan perorangan adalah jaminan yang menimbulkan hubungan langsung pada perorangan tertentu, selalu berupa suatu perjanjian antara seorang berpiutang (kreditur) dengan pihak ketiga yang menjamin dipenuhinya kewajiban dari si berutang (debitur), bahkan jaminan perorangan ini dapat diadakan tanpa pengetahuan dari si berutang (debitur) tersebut, sehingga jaminan perorangan menimbulkan hubungan langsung antara perorangan yang satu dengan yang lain. Termasuk dalam jaminan perorangan adalah personal

guarantee, corporate guarantee dan atau perikatan tanggung

menanggung.

Jaminan perorangan kurang disukai dalam praktek, karena para kreditur hanya berkedudukan sebagai kreditur konkuren yang harus bersaing dengan kreditur lain dalam pemenuhan kewajiban debitur, dan karena pihak ketiga juga tidak mengikatkan harta tertentu dalam perjanjian sehingga pihak ketiga sering melakukan pengingkaran terhadap kesanggupannya.

Jaminan perorangan tidak memiliki hak privilege atau hak yang diistimewakan terhadap kreditur lainnya, maka

(21)

jaminan itu harnpir tidak berarti bagi pihak bank sebagai pihak pemberi kredit. Hal ini disebabkan karena pihak kreditur menginginkan jaminan yang lebih kuat dan bersifat khusus sehingga bila suatu saat debitur tidak memenuhi utangnya maka bank dapat dengan mudah menyita dan melelang barang yang dijadikan jaminan tersebut.106

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dikemukakan unsur-unsur yang terdapat dalam jaminan kebendaan dan jaminan perorangan, sebagai berikut :

1. Hak mutlak atas suatu benda

2. Cirinya mempunyai hubungan langsung atas benda tertentu.

3. Dapat dipertahankan terhadap siapapun 4. Selalu mengikuti bendanya, dan

5. Dapat dialihkan kepada pihak lainnya. Unsur jaminan perorangan, yaitu :

1. Mempunyai hubungan langsung pada benda tertentu. 2. Hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu,

dan

3. Terhadap harta kekayaan debitur pada umumnya. 107

3.2. Konsepsi Jaminan Fidusia

3.2.1. Pengertian Fidusia dan Jaminan Fidusia

Istilah fidusia berasal dari bahasa Belanda, yaitu “fiducie” sedangkan dalam bahasa Inggris disebut “fiduciary transfer of

ownership”, yang artinya kepercayaan. Didalam berbagai

literature, fidusia lazim disebut dengan istilah “eigendom

106

Kwik Kian Gie, 2005, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan Teori dan Contoh

Kasus. Kencana Prenada Media Group, Jakarta, hal. 18

(22)

overdract (FEO), yaitu penyerahan hak milik berdasarkan atas

kepercayaan. 108

Jaminan fidusia telah digunakan di Indonesia sejak masa Hindia Belanda sebagai suatu bentuk lembaga jaminan yang lahir dari yurisprudensi, yang memungkinkan kepada pemberi fidusia untuk menguasai barang yang dijaminkan untuk melakukan kegiatan usaha yang dibiayai dari pinjaman dengan menggunakan jaminan fidusia.

Dalam perkembangan selanjutnya lembaga jaminan fidusia ini diatur melalui peraturan perundang-undangan, yaitu Undang-Undang No.42 tahun 1999 ini, pengikatan jaminan utang yang dilakukan melalui jaminan fidusia wajib memenuhi ketentuan undang-undangnya.

Dalam kaitannya dengan lembaga jaminan fidusia ini, OK Brahu mengatakan bahwa :

Het is deze “deling” van het eigendomrecht in een juris discheigendom, in handen van de creiteur en een, economische eigendom’, verbleven bij de debiteur, waaraan men doorgaans terstond denkt bij de ‘term’ Fidusiaire eigendom.109

Terjemahan bebas dapat diartikan bahwa pembagian hak milik antara hak secara yuridis berada ditangan kreditur dan hak milik secara ekonomis tetap berada di tangan debitur, lazimnya orang menyebut dengan istilah milik fidusia. Keluar

108 H. Salim HS., Op.Cit., hal. 55. 109

OK Brahn, 1988, Fidusiare Stille Vervanding en Eigendoms voor behoud

(23)

ditampakkan sebagai pemindahan milik, sebenarnya (ke dalam, intern) hanya suatu jaminan saja untuk hutang. Dalam sistem hukum Anglo Sakson, Henry Campbell Black, mengatakan :

The term is derived from the Roman law, and means (as a noun) a person holding the character analogous to that of a trustee, in respect to the trust and confidence involved in itand the scrupulous good faith and candor whichit requires. A person having duty, created by his undertaking, to act primarily for another’s benefit in matters connected which such undertaking. As an adjective it means of nature of a trust; having the characteristics of a trust; analogous to a trust; relating to or founded upon a trust or confidence.110

Dalam pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No. 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, tentang Fidusia diberikan pengertian sebagai berikut

Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.

Jika diuraikan dari ketentuan tersebut, maka terlihat unsur perumusannya, yaitu :

1) Pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan.

2) Benda itu tetap berada dalam penguasaan pemilik benda.

1. Pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan.

Doktrin para sarjana mengemukakan bahwa dalam

110

Herry Combell Black, 1991, Black’s Law Dictionary, Definitions of the

Terms and Phrases of American and English Jurisprudence Ancient and Modern,

(24)

Fidusia, “Pengalihan hak milik atas dasar Kepercayaan”, tidak benar-benar menjadikan kreditur sebagai pemilik pemilik atas benda yang telah dijaminkan, tetapi hanya memberika hak jaminan saja pada kreditur sebagaimana tujuan dari kata “pengalihan” tersebut tidak lain hanyalah untuk memberikan jaminan atas suatu pemenuhan hak tagihan atas eksekusi terhadap jaminan.111

Begitu pula apabila berpegang pada kata-kata “atas dasar kepercayaan”, dapat ditapsirkan bahwa dengan pengalihan itu, kreditur tidak dengan benar-benar menjadi pemilik atas benda jaminan, karena dengan berpegang pada penafsiran yang selam aini berlaku (doktrin di atas), berarti pemberi jaminan percaya bahwa jika nanti hutang yang telah diberikan jaminan Fidusia dilunasi, maka hak milik atas benda jaminan akan kembali pada pemberi jaminan, dan dalam prakteknya hal demikianlah yang berlaku.112

2. Benda itu Tetap Berada dalam Pengusaan pemilik benda. Unsur yang kedua ini telah ditapsirkan pula oleh doktrin para sarjana yang ada, meskipun alas hak (title) dari benda itu diserahkan melalui suatu perjanjian, namun bendanya secara fisik tetap dikuasai oleh pemberi jaminan.

111

H. Tan Kamelo, 2004, Hukum Jaminan Fidusia, Alumni, Bandung, hal. 190 – 191.

(25)

Jadi secara yuridis, hak terhadap benda tersebut telah diserahkan, namun pemberi jaminan masih mempunyai hak untuk menikmati atau memanfaatkan benda yang telah dibebani jaminan tersebut, meskipun dengan sendirinya atas hak yang diserahkan terebut bukan hak kepemilikan suatu benda sepenuhnya, melainkan hak milik terhadap jaminan atas benda sebagaimana dijelaskan di atas.

Terhadap apa yang dikemukakan di atas, maka dipertegas kembali dalam pasal 1 angka (2) Undang-Undang Fidusia sebagai berikut :

Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi Fidusia, sebagaimana agunan bagipelunasa hutang tetentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditur lainnya.

Dari ketentuan tersebut, maka unsur-unsur Fidusia adalah merupakan upaya pemberian hak jaminan pada kreditur dengan tujuan :

1) Sebagai Agunan

Sebagai agunan menunjuk pada ciri umum dari hak jaminan, bahwa pengalihan hak milik terhadap suatu benda hanya diperuntukkan sebagai agunan/jaminan saja. Memang apabila dilihat lebih jauh terhadap konstruksi

(26)

jaminan fidusia akan membingungkan dan sering menimbulkan salah tafsir apabila dikaitkan dengan unsur dari pengertian fidusia tentang "pengalihan hak milik" yang sering ditafsirkan bahwa penerima jaminan fidusia semestinya menjadi pemilik atas benda yang bersangkutan. Apabila ditinjau lebih jauh riwayat fidusia sebenarnya merupakan penyelundupan atas ketentuan gadai yang diatur pada Pasal 1152 ayat (i) KUH Perdata untuk membedakan dari gadai berdasarkan kebutuhan praktek hukum jaminan. Karena hukum merupakan suatu sistem yang tidak memungkinkan untuk adanya pertentangan sehingga digunakan istilah pengalihan hak milik untuk membedakan dangan gadai.113

2) Untuk kepentingan pelunasan utang tertentu;

Unsur ini menunjuk pada penjelasan bahwa pemberian jaminan fidusia memiliki tujuan yang sama dengan jaminan lainnya yaitu untuk jaminan agar debitur memenuhi kewajibannya yaitu dalam pelunasan utang tertentu. Dengan demikian terlihat bahwa perjanjian pokoknya adalah hutang, piutang dan perjanjian pemberian jaminan fidusianya sebagai perjanjian tambahan (assesoir). Hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 4 UU Fidusia yang

113

(27)

menyatakan: "Jaminan Fidusia merupakan perjanjian

ikutan dan suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi." Sedangkan ciri perjanjian tambahan (assesoir)

adalah perjanjian tersebut bersifat dependen yang tidak dapat berdiri sendiri, kemudian berakhirnya adalah tergantung pada berakhirnya perjanjian pokoknya.114

3) Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditor lain dari pelunasan/kewajiban debitur (pemberi jaminan fidusia).

Unsur ini menunjukkan bahwa kreditur penerima fidusia akan mempunyai posisi lebih baik di depan hukum dalam penagihan, demikian pula apabila terjadi eksekusi terhadap benda jaminan fidusia, maka kedudukannya lebih diutamakan atau didahulukan daripada kreditur lainnya dalam mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi dari benda jaminan fidusia. Hal demikian dinamakan hak preferen. Terhadap hak preferan tersebut perlu diperhatikan bahwa: 1) hak preferen harus dilihat dalam kaitannya dengan kreditur lainnya; 2) hak preferen menggambarkan adanya kaitan antara hak dengan benda yang dijaminkan; 3) pelaksanaan hak adalah untuk

114

(28)

mengambil pelunasan piutang, bukan memiliki benda jaminan; 4) hak preferen lahir pada saat jaminan fidusia didaftarkan. Hal ini selaras pula dengan Pasal 27 UU Fidusia yang menyatakan:

1) Penerima Fidusia memiliki hak yang didahulukan terhadap kreditur lainnya.

2) Hak yang didahulukan yang didahulukan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah hak Penerima Fidusia untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda yang menjadi objek jaminan Fidusia. 3) Hak yang didahulukan dari Penerima Fidusia tidak

hapus karena adanya kepailitan dan atau likuidasi Pemberi Fidusia.

3.2.2. Subyek dan Obyek Jaminan Fidusia

Subyek hukum adalah setiap pendukung hak dan kewajiban, yaitu manusia dan badan hukum. Pada masa sekarang manusia adalah subyek hukum, disamping badan hukum.115 Sedangkan obyek hukum adalah setiap benda baik bergerak maupun tidak bergerak dan berwujud maupun tidak berwujud.116

Subyek Jaminan Fidusia adalah pihak-pihak yang terlibat dalam pembuatan perjanjian /akta Jaminan Fidusia yaitu pemberi fidusia dan penerima Fidusia.

Pemberi fidusia adalah orang perorangan atau korporasi pemilik benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia. Pemberi fidusia bisa debitur sendiri atau pihak lain bukan debitur. Yang

115

Peter Mahmud Marzuki, 2009, Pengantar Ilmu Hukum, Prenada Media Group, Jakarta, hal. 242.

(29)

dimaksud korporasi menurut hemat penulis adalah suatu badan usaha yang berbadan hukum atau badan usaha bukan berbadan hukum. Untuk membuktikan bahwa benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia milik sah pemberi fidusia maka harus dilihat bukti-bukti kepemilikan benda-benda jaminan tersebut.

Penerima Fidusia adalah orang perseorangan atau korporasi sebagai pihak yang mempunyai piutang yang pembayarannya dijamin dengan jaminan Fidusia. Yang dimaksud korporasi menurut hemat penulis adalah badan usaha yang berbadan hukum yang memiliki usaha dibidang pinjaman-meminjam, uang seperti perbankan.

Jadi penerima fidusia adalah kreditur (pemberi pinjaman), bisa Bank sebagai pemberi kredit atau orang-perorangan atau badan hukum yang memberi pinjaman. Penerima fidusia memiliki hak untuk mendapatkan pelunasan utang yang diambil dari nilai obyek fidusia dengan cara menjual oleh kreditur sendiri atau melalui pelelangan umum.

Yang dimaksud obyek Jaminan Fidusia adalah benda-benda apa yang dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani Jaminan Fidusia. Benda-benda yang dapat dibebani Jaminan Fidusia yaitu:

1) Benda bergerak berwujud, contohnya:

a. Kendaraan bermotor seperti mobil, bus, truck, sepeda motor dan lain-lainnya.

(30)

b. Mesin-mesin pabrik yang tidak melekat pada tanah/ bangunan pabrik

c. Alat-afat inventaris kantor Perhiasan

d. Persediaan barang atau inventory, stock barang, stock barang dagangan dengan daftar mutasi barang. e. Kapal laut berukuran dibawah 20

f. Perkakas rumah tangga seperti mebel, radio, televisi, almari es, mesin jahit.

g. Alat-alat pertanian seperti traktor pembajak sawah, mesin penyedot air dan lain-lain.

2) Barang bergerak tidak berwujud, contohnya: a. Wesel

b. Sertifikat deposito c. Saham

d. Obligasi e. Konosemen

f. Piutang yang diperoleh pada saat jaminan diberikan atau yang diperoleh kemudian.

g. Deposito berjangka.

3) Hasil dari benda yang menjadi obyek jaminan baik benda bergerak berwujud atau benda bergerak tidak berwujud atau hasil dari benda tidak bergerak yang tidak dapat dibebani Hak Tanggungan.

(31)

Fidusia diasuransikan.

5) Benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan yaitu hak milik satuan rumah susun di atas tanah hak pakai atas tanah negara (UU No. 16 tahun 1985) dan bangunan rumah yang dibangun diatas tanah orang lain sesuai pasal 15 UU No. 5 tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman.

6) Benda-benda termasuk piutang yang telah ada pada saat jaminan diberikan maupun piutang yang diperoleh kemudian hari.

3.2.3. Sifat-Sifat Jaminan Fidusia

Jaminan Fidusia yang ditur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :

1. Jaminan Fidusia mempunyai sifat accessoir.

Seperti sifat-sifat jaminan pada umumnya, Jaminan Fidusia bersifat accessoir artinya Jaminan Fidusia bukan hak yang berdiri sendiri tetapi lahirnya keberadaannya atau hapusnya tergantung perjanjian pokoknya. Yang dimaksud perjanjian pokok adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi prestasi. Perjanjian pokok misalnya perjanjian kredit atau perjanjian utang atau perjanjian lainnya yang menimbulkan kewajiban para pihak untuk memberikan sesuatu, berbuat sesuatu dan

(32)

tidak berbuat sesuatu yang dapat dinilai dengan uang.

Sifat accessoir dari Jaminan Fidusia ini berdasarkan pada pasal 4 UU Jaminan Fidusia yang menegaskan: Jaminan Fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi prestasi. Pasal 25 juga menegaskan bahwa Jaminan Fidusia hapus karena hapusnya utang yang dijamin dengan fidusia.

2. Jaminan Fidusia mempunyai sifat droit de suite.

Jaminan Fidusia memiliki sifat Droit De Suite ini mengikuti sifat droit de suite seperti Hak Tanggungan karena prinsip droit de suite merupakan bagian dari peraturan perundang-undangan Indonesia dalam kaitannya dengan hak mutlak atas kebendaan. Jaminan Fidusia yang memiliki sifat

droit de suite artinya penerima Jaminan Fidusia/Kreditur

mempunyai hak mengikuti benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia dalam tangan siapapun benda itu berada. Namun sifat ini dikecualikan untuk obyek Jaminan Fidusia yang berbentuk benda persediaan (inventory). Obyek Jaminan Fidusia yang berbentuk benda persediaan dalam dunia perdagangan dapat dijual setiap saat karena benda persediaan tersebut merupakan barang-barang dari hasil produksi industri yang memang untuk diperdagangkan. Sifat droit de suite dapat

(33)

dicontohkan benda obyek Jaminan Fidusia berupa bus-bus atau truck oleh pemilik benda dijual kepada pihak lain, maka dengan sifat don't de suite, jika debitur cidera janji Kreditur sebagai penerima Jaminan Fidusia tetap dapat mengeksekusi benda jaminan bus-bus atau truck meskipun oleh pemberi Fidusia telah dijual dan dikuasai pihak lain. Jadi penjualan obyek Jaminan Fidusia oleh pemilik benda tersebut tidak menghilangkan hak Kreditur untuk mengeksekusi benda jaminan (obyek Fidusia) itu.

3. Jaminan Fidusia memberikan hak preferent.

Kreditur sebagai penerima Fidusia memiliki hak yang didahulukan, (preferent) terhadap kreditur lainnya artinya jika debitur cidera janji atau lalai membayar hutangnya maka kreditur penerima fidusia mempunyai hak untuk menjual atau mengeksekusi benda jaminan fidusia dan kreditur mendapat hak didahulukan untuk mendapatkan pelunasan hutang dari hasil eksekusi benda jaminan fidusia tersebut.

Contoh Bank BTN memberikan kredit kepada B dengan Jaminan Fidusia berupa kendaraan truck dan bus. Ternyata B juga mempunyai hutang di Bank Gajah Tunggal tanpa jaminan. Jadi B memiliki hutang kepada Bank BNI dan Bank Gajah Tunggal. Jika debitur B cidera janji maka Bank BTN sebagai penerima fidusia mendapatkan pelunasan terlebih

(34)

dahulu dari hasil eksekusi benda jaminan, sedangkan Bank Gajah Tunggal baru mendapatkan pelunasan jika hasil eksekusi tersebut lebih besar dari pelunasan seluruh hutang B kepada Bank BTN.117

4. Jaminan Fidusia untuk menjamin utang yang telah ada atau akan ada.

Fungsi Jaminan Fidusia ialah untuk menjamin pelunasan suatu utang yang besarnya sudah diperjanjikan dalam perjanjian pokok yaitu perjanjian kredit atau perjanjian utang. Utang yang dijamin pelunasannya dengan fidusia harus memenuhi syarat sesuai pasal 7 UU Fidusia yaitu:

a. Utang yang telah ada artinya besarnya utang yang ditentukan dalam perjanjian kredit atau perjanjian lainnya. Besarnya utang yang ada dalam perjanjian kredit merupakan jumlah utang maksimum atau disebut plafond kredit. Sering terjadi jumlah plafond kredit yang tercantum dalam perjanjian kredit tidak seluruhnya ditarik oleh debitur sehingga jumlah utang yang sebenarnya tidak sama dengan jumlah plafond dalam perjanjian kredit. Oleh karena itu besarnya utang telah ada, dapat menggunakan bukti tambahan berupa rekening koran atau bukti lainnya yang dikeluarkan Bank. Rekening koran yang diterbitkan Bank inilah merupakan bukti besarnya jumlah utang riil yang ada yang dijamin pelunasannya dengan Jaminan fidusia .

b. Utang yang akan timbul di kemudian hari yang telah diperjanjikan dalam jumlah tertentu. Utang yang akan timbul di kemudian hari atau yang akan ada ini misalnya utang yang timbul dari pembayaran yang dilakukan oleh kreditur untuk kepentingan debitur dalam rangka pelaksanaan Bank Garansi. Utang ini merupakan utang yang akan ada karena terjadinya dimasa akan datang tetapi

117

(35)

jumlahnva utang sudah bisa ditentukan sesuai komitmen kreditur untuk membayar Bank Garansi akibat debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada penerima Bank Garansi (pihak yang dijamin).

c. Utang yang pada saat eksekusi dapat ditentukan jumlahnya berdasarkan perjanjian kredit yang menimbulkan kewajiban memenuhi suatu prestasi.

Pada saat eksekusi terhadap Jaminan fidusia, kreditur akan menentukan jumlah utang riil debitur berdasarkan perjanjian kredit atau rekening koran yang meliputi penarikan hutang pokok, bunga, denda keterlambatan dan biaya-biaya lainnya yang dikeluarkan kreditur. Berdasarkan bukti-bukti tersebut jumlah utang dapat ditentukan pada saat kreditur akan mengajukan eksekusi.118 5. Jaminan Fidusia dapat menjamin lebih dari satu utang.

Pasal 8 Undang-Undang Fidusia (UUF) menegaskan bahwa: Jaminan Fidusia dapat diberikan kepada lebih dari satu Penerima Fidusia atau kepada kuasa atau wakil dari Penerima Fidusia tersebut. Dari ketentuan pasal ini maka benda jaminan fidusia dapat dijaminkan oleh debitur kepada beberapa kreditur. Dari penjelasan pasai tersebut, yang dimaksud lebih dari satu penerima fidusia atau lebih dari satu kreditur hanya berlaku dalam rangka pembiayaan kredit secara konsorsium atau sindikasi. Artinya seorang kreditur secara bersama-sama dengan Kreditur lain (secara konsorsium atau sindikasi) memberikan kredit kepada seorang debitur dalam satu perjanjian kredit. Jaminan Fidusia yang diberikan debitur digunakan untuk menjamin kepada semua kreditur itu secara bersama. Antara kreditur satu dengan kreditur lainnya

118

(36)

mempunyai kedudukan yang sama atas jaminan Fidusia, tidak ada kreditur yang memiliki peringkat yang lebih tinggi dibanding debitur lain.

6. Jaminan Fidusia mempunyai kekuatan eksekutorial.

Kreditur sebagai penerima Fidusia mempunyai hak untuk mengeksekusi benda jaminan bila debitur cidera janji. Hak untuk mengajukan eksekusi tersebut berdasarkan: Pasal 15 ayat 3 yang menegaskan bahwa Apabila debitur cidera janji, kreditur sebagai Penerima Fidusia mempunyai hak untuk menjual Benda yang menjadi obyek jaminan Fidusia atas kekuasaan sendiri. Hak untuk menjual obyek Jaminan Fidusia atas kekuasaan sendiri merupakan perwujudan dari Sertifikat Jaminan Fidusia mempunyai eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Hal ini ditegaskan dalam pasal 15 ayat 1 dan 2 UU Jaminan Fidusia yang intinya menegaskan Sertifikat Jaminan Fidusia yang dicantumkan kata-kata "Demi Keadilan

Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa mempunyai kekuatan

eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Dengan sifat eksekutorial ini jika debitur cidera janji maka kreditur sebagai penerima Fidusia dapat melakukan penjualan benda jaminan secara langsung dengan bantuan

(37)

Kantor Lelang atau tidak dengan bantuan Kantor Lelang dan tidak perlu meminta fiat dari pengadilan. Hak kreditur untuk menjual sendiri benda jaminan dinamakan Parate Eksekusi. 7. Jaminan Fidusia mempunyai sifat spesialitas dan publisitas.

Sifat spesialitas adalah uraian yang jelas dan rinci mengenai obyek Jaminan Fidusia. Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia harus diuraikan secara jelas dan rinci dengan cara mengidentifikasi benda jaminan tersebut, dijelaskan mengenai surat bukti kepemilikannya dalam Akta Jaminan Fidusia.

Sifat publisitas adalah berupa pendaftaran Akta Jaminan Fidusia yang merupakan akta pembebanan benda yang dibebani Jaminan Fidusia. Pendaftaran Akta Jaminan Fidusia dilakukan di Kantor Pendaftaran Fidusia tempat dimana Pemberi Fidusia berkedudukan. Untuk benda-benda yang dibebani Jaminan Fidusia tetapi berada di luar wilayah Negara Republik Indonesia tetap didaftarkan di kantor Pendaftaran Fidusia di Indonesia dimana Pemberi Fidusia berkedudukan.

Dengan dilaksanakan pendaftaran benda yang dibebani Jaminan Fidusia di Kantor Pendaftaran Fidusia, maka masyarakat dapat mengetahui bahwa suatu benda telah dibebani Jaminan Fidusia sehingga masyarakat akan

(38)

berhati-hati untuk melakukan transaksi atas benda tersebut dan sekaligus memberikan jaminan kepastian terhadap kreditur lainnya mengenai benda yang telah dibebani Jaminan Fidusia. Pendaftaran benda yang telah dibebani Jaminan Fidusia ini untuk memenuhi asas publisitas seperti tercantum pada pasal 11 UU Jaminan Fidusia yang menegaskan bahwa benda yang dibebani dengan jaminan Fidusia wajib didaftarkan.

8. Jaminan Fidusia berisi hak untuk melunasi utang.

Pada umumnya sifat ini ada dalam setiap hak jaminan yang menjamin pelunasan utang, seperti Hak Tanggungan juga memiliki sifat ini. Sifat ini sesuai fungsi setiap jaminan yang memberikan hak dan kekuasaan kepada kreditur untuk mendapatkan pelunasan dari hasil penjualan jaminan tersebut bila debitur cidera janji bukan untuk dimiliki kreditur. Ketentuan ini bertujuan untuk melindungi debitur dari tindakan sewenang-wenang kreditur. Seandainya debitur setuju mencantumkan janji bahwa benda yang menjadi obyek fidusia akan menjadi milik debitur jika debitur cidera janji maka oleh undang-undang janji semacam itu batal demi hukum. Batal hukum artinya sejak semula dianggap tidak pernah ada sehingga tidak perlu dilaksanakan (vide pasal 33 UU Fidusia ).

(39)

Jaminan Fidusia dan klaim asuransi.

Sifat ini sangat menguntungkan kepentingan Kreditur karena obyek jaminan fidusia menjadi lebih luas bukan hanya benda-benda saja tetapi meliputi hasil dari pemanfaatan atau pengelolaan dari benda yang menjadi obyek jaminan fidusia termasuk klaim asuransi jika benda yang menjadi obyek jaminan fidusia di asuransikan (vide pasal 10 UU Fidusia).

Misalnya obyek jaminan fidusia berupa bus-bus atau truck-truck, maka yang menjadi jaminan fidusia bukan hanya bus-bus dan truck saja tetapi meliputi hasil dari pengoperasian atau pengelolaan bus dan truck itu yaitu berupa sejumlah uang. Namun dalam penerapannya tentu tidak mudah untuk mengetahui berapa jumlah uang hasil dari pemanfaatan atau pengelolaan bus atau truck tersebut.

10. Obyek Jaminan Fidusia berupa benda-benda bergerak berwujud dan tidak berwujud dan benda tidak bergerak yang tidak dapat dibebani dengan Hak Tanggungan serta benda-benda yang diperoleh di kemudian hari.

3.2.4. Pembebanan Jaminan Fidusia

Apabila permohonan kredit sudah disetujui, maka selanjutnya dibuatkanlah perjanjian, baik perjanjian kredit maupun perjanjian pembebanan jaminannya. Pembebanan

(40)

jaminan fidusia atas kredit yang telah disetujui tersebut dilakukan melalui beberapa tahapan sesuai dengan ketentuan UU Fidusia (UU No. 42 tahun tahun 1999) yang dimaksud tahap-tahap pembebanan fidusia adalah rangkaian perbuatan hukum dari dibuatnya perjanjian pokok yang berupa perjanjian kredit, pembuatan akta jaminan fidusia sampai dilakukannya pendaftaran di Kantor Pendaftaran Fidusia. Rangkai perbuatan hukum tersebut memerlukan beberapa tahapan sebagai berikut :

a. Tahap Pertama (Pembuatan Perjanjian Pokok).

Tahap pertama didahului dengan dibuatnya perjanjian pokok yang berupa perjanjian kredit atau perjanjian utang. Perjanjian pokok yang berupa perjanjian kredit dapat dibuat dengan akta dibawah tangan artinya dibuat oleh Kreditur dan Debitur sendiri atau akta otentik artinya dibuat oleh dan dihadapan Notaris. Didahuluinya pembuatan perjanjian pokok yang berupa perjanjian kredit ini sesuai sifat

accessoir dari Jaminan Fidusia yang artinya pembebanan

Jaminan Fidusia merupakan ikutan dari perjanjian pokok. Pasal 4 UU Fidusia menegaskan Jaminan Fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiben bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi.

(41)

(tambahan) dimaksudkan untuk mendukung secara khusus perjanjian terdahulu yaitu perjanjian pokok (perjanjian kredit) yang telah disepakati dan yang hanya memiliki sifat relatif. Menurut Mochamad Isnaeni:

Pada umumnya diakui bahwa segala sesuatu yang memperoleh dukungan akan menjadi lebih kokoh ketimbang saat sebelumnya ketika tidak ada pendukungnya. Begitu pula kalau perjanjian kredit sebagai perjanjian pokok bermula ekedar memiliki sifat relative, sehingga krediturnya hanya berposisi sebagai kreditur konkuren, kalau koemudian didukung oleh perjanjian jaminan (tambahan) yang bersifat kebendaan, mengakibatkan kreditur yang bersangkutan berubah posisi menjadi kreditur preferen dengan hak-hak yang lebih istimewa.119

b. Tahap Kedua (Pembuatan Akta Jaminan Fidusia)

Tahap kedua berupa pembebanan benda dengan jaminan Fidusia yang ditandai dengan pembuatan Akta Jaminan Fidusia ditandatangani Kreditut sebagai penerima Fidusia dan pemberi Fidusia (debitur atau pemilik benda tetapi bukan debitur). Dalam Akta Jiminan Fidusia selain dicantumkan hari dan tanggal juga dicantumkan mengenai waktu atau jam pembuatan akta tersebut. Bentuk Akta Jaminan Fidusia adalah akta otentik yang dibuat oleh dan dihadapan Notaris. Pembebanan fidusia dilakukan dengan menggunakan instrument yang disebut “Akta Jaminan Fidusia”. Akta jaminan fidusia ini haruslah dibuat dengan

119 Mochamad Isnaeni, 1996, hal. 36, Hipotik Pesawat Udara di Indonesia, CV. Dharma Muda, Surabaya.

(42)

akta Notaris (Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang No. 42 Tahun 1999).120

Sejalan dengan ketentuan yang mengatur Hipotik dan Hak Tanggungan, maka Akta Jaminan Fidusia harus dibuat oleh dan dihadapan pejabat yang berwenang, yaitu Notaris.121 Pasal 1870 KUH Perdata menyatakan bahwa Akta Notaris merupakan akta otentik yang memiliki kekuatan pembuktian sempurna tentang apa yang dimuat didalamnya diantara para pihak beserta para ahli warisnya atau para pengganti haknya. Itulah sebabnya mengapa Undang-Undang Fidusia (UU No. 42 Tahun 1999) menetapkan perjanjian Fidusia harus dibuat dengan Akta Notaris. 122

Menurut Ratnawati W. Prasadja, alasan Undang-Undang menetapkan bentuk perjanjian pembebanan jaminan fidusia dengan akta notaris adalah : Pertama , akta notaris adalah akta otentik, sehingga memiliki kekuatan pembuktian sempurna; Kedua , obyek jaminan fidusia umumnya adalah benda bergerak; Ketiga , undang-undang melarang adanya fidusia ulang.123

120

Bedi, HL dan Hardikal, V.K, 1997, hal. 138, Practical Banking

Advances,New Delhi, India : UBS Publishers Distributors Ltd.

121 Gunawan Widjaya dan Achmad Yani, Op.Cit, hal. 135. 122

Gunawan Widjaja dan Achmad Yani, Op.Cit, hal. 36. 123

(43)

Kewajiban pembebanan jaminan fidusia dengan akta notaris, adalah merupakan norma yang bersifat memaksa (dwingenrecht). Sudah tentu apabila dibuat tidak dengan akta notaris atau dibuat hanya dengan akta dibawah tangan, perjanjian jaminan fidusia itu tidak memiliki eksistensi dan konsekwensinya tidak dapat didaftarkan untuk memenuhi azas publisitas sebagaimana dikehendaki oleh undang-undang.

Secara teoritis fungsi akta adalah untuk kesempurnaan perbuatan hukum (formalitas causa), 124 dan akta notaris mempunyai kekuatan pembuktian lahir sesuai azas “acta publica proban seseipsa”. Bila dibandingkan dengan akta dibawah tangan tidak mempunyai kekuatan pembuktian lahir karena tanda tangan pada akta dibawah tangan masih dapat dipungkiri oleh para pihak. Dengan demikian, akta notaris mempunyai kekuatan hukum dan kepastian hukum yang lebih besar dan sempurna dibandingkan akta dibawah tangan.125

Akta jaminan fidusia sebagaimana dimaksud, haruslah berisikan sekurang-kurangnya hal-hal sebagai berikut :

124

Sudikno Mertokusumo, 1970, hal. 121-122, Sejarah Peradilan dan

Perundang-Undangannya di Indonesia, Universitas Gajah Mada, Gunung Agung, Jakarta.

125

(44)

a) Identitas pihak pembeli fidusia, berupa : – Nama lengkap

– Agama

– Tempat tinggal/tempat kedudukan, – Tempat lahir,

– Tanggal lahir, – Jenis kelamin – Status perkawinan – Pekerjaan.

b) Identitas pihak penerima fidusia, yakni tentang data seperti tersebut diatas.

c) Haruslah dicantumkan hari, tanggal dan jam pembuatna akta fidusia.

d) Data perjanjian pokok yang dijamin dengan fidusia. e) Uraian mengenai benda yang menjadi obyek jaminan

fidusia, yakni tentang identifikasi benda tersebut, dan surat bukti kepemilikannya. Jika bendanya selalu berubah-ubah seperti benda dalam persediaan (inventory), haruslah disebutkan tentang jenis, merek, dan kualitas dari benda tersebut.

f) Berapa nilai pejaminannya

g) Berapa nilai benda yang menjadi obyek jaminan fidusia.126

c. Tahap Ketiga, (Pendaftaran Jaminan Fidusia)

Pada tahap ketiga ini, ditandai dengan pendaftaran jaminan fidusia di Kantor Pendaftaran Fidusia di tempat kedudukan pemberi Fidusia (domisili debitur atau pemilik benda jaminan fidusia).

Pendaftaran jaminan fidusia diatur dalam Pasal 11 sampai dengan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jamman Fidusia dan Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran

126

(45)

Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia. Peraturan Pemerintah ini terdiri atas 4 bab dan 14 pasal. Hal-hal yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini meliputi pendaftaran fidusia, tata cara perbaikan sertifikat, perubahan sertifikat, pencoretan pendaftaran, dan penggantian sertifikat.

Dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia ditentukan bahwa benda, baik yang berada di dalam wilayah negara Republik ladonesia maupun berada di luar wilayah negara Republik Indonesia yang dibebani jaminan fidusia wajib didaftarkan. Pendaftaran dilakukan pada Kantor Pendaftaran Fidusia. Untuk pertama kalinya Kantor Pendaftaran Fidusia didirikan di Jakarta dengan wilayah kerja mencakup seluruh wilayah RI. Tapi kini Kantor Pendaftaran Fidusia telah dibentuk pada setiap provinsi di Indonesia. Kantor Pendaftaran Fidusia berada dalam lingkup tugas Departemen hukum dan Hak Asasi Manusia.

Pendaftaran jaminan fidusia dilakukan oleh kreditur atau kuasanya atau wakilnya. Dalam prakteknya kreditur memberikan kuasa kepada Notaris yang membuat akta jaminan fidusia untuk melakukan pendaftaran jaminan fidusia dimaksud. Adapun tujuan pendaftaran jaminan fidusia adalah :

(46)

1. Untuk memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang berkepentingan.

2. Memberikan hak yang didahulukan (preferent) kepada penerima fidusia terhadap kreditur yang lain. Ini disebabkan jaminan fidusia memberikan hak kepada penerima fidusia untuk tetap menguasai bendanya yang menjadi obyek jaminan fidusia berdasarkan kepercayaan (Penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia).127

Setelah dilakukan pendaftaran jaminan fidusia, guna membuktikan adanya jaminan fidusia, maka Kantor Pendaftaran Fidusia menerbitkan sertifikat jaminan fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran (pasal 14 ayat 1 UU No. 42 tahun 1999). Sertifikat jaminan fidusia ini merupakan salinan dari Buku Daftar Fidusia yang berisi catatan tentang hal-hal yang sama dengan data dan keterangan yang ada pada saat pernyataan pendaftaran. Sertifikat ini diserahkan kepada penerima fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran.

Dalam sertifikat jaminan fidusia dicantumkan azas-azas “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” (pasal

127

(47)

15 ayat 1 UU Fidusia), yang mempunyai kekuatan eksekutorial yang disamakan dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Apabila debitur cidera janji, dengan sertifikat jaminan fidusia tersebut, kreditur berhak menjual benda jaminan fidusia atas kekuasaannya sendiri.

Referensi

Dokumen terkait

Diketahui juga bahwa jaminan fidusia tidak dilakukan pencoretan/penghapusan karena ketidak pedulian para pihak terutama Bank (Penerima Fidusia) yang menurut

kredit dengan jaminan fidusia di PD BPR BKK Sayung. Untuk mengetahui upaya apa sajakah yang dilakukan kreditur dalam pelaksanaan. perjanjian kredit dengan jaminan fidusia di

Ketentuan Pasal 27 Undang-Undang Jaminan Fidusia tersebut, dapat diketahui bahwa Penerima Fidusia memiliki hak yang didahulukan atau diutamakan terhadap kreditur lainnya, yaitu

Dalam suatu perjanjian kredit dengan Jaminan Fidusia untuk memberikan perlindungan hukum kepada bank selaku kreditur atas objek Jaminan Fidusia tersebut maka bank selaku

yang dapat dilakukan kreditur jika pemberi Fidusia mengalihkan benda persediaan yang menjadi obyek jaminan Fidusia dengan didasarkan pada analisis mengenai

Ketentuan Pasal 27 Undang-Undang Jaminan Fidusia tersebut, dapat diketahui bahwa Penerima Fidusia memiliki hak yang didahulukan atau diutamakan terhadap kreditur lainnya, yaitu

dari penerima jaminan fidusia tidak hapus karena benda yang menjadi objek. jaminan fidusia tidak termasuk ke dalam harta pailit pemberi

Sehubungan dengan penjaminan ini, apa yang harus dilakukan oleh penerima fidusia apabila pemberi fidusia melalaikan kewajibannya atau cidera janji yang berupa lalainya pemberi