• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN I.1.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN I.1."

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

1 I.1. Latar Belakang

Tanah sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia merupakan salah satu modal pembangunan yang mempunyai nilai strategis dan fungsi yang sangat penting bagi kegiatan pembangunan, demi tercapainya masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Dalam usaha mewujudkan masyarakat adil dan makmur itu maka Pemerintah Indonesia menyelenggarakan pembangunan secara berencana, menyeluruh dan merata di berbagai bidang, termasuk di dalamnya bidang pertanahan (Rustanto, 2013).

Tanah merupakan salah satu hal terpenting untuk memenuhi kebutuhan manusia. Rosyida (2011) menyebutkan bahwa tanah sebagai tempat manusia menyelenggarakan kehidupan. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara, termasuk ruang didalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya (UU No. 26 tahun 2007).

Di jaman globalisasi ini perkembangan wilayah semakin pesat seiring meningkatnya jumlah penduduk dan pertumbuhan penduduk. Ritohardoyo (2013) menyebutkan bahwa semakin meningkatnya pertumbuhan jumlah dan kebutuhan penduduk, semakin meningkat pula kebutuhan tempat atau tanah. Pertumbuhan penduduk yang pesat menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan hunian, industri, perkantoran, sarana dan prasarana transportasi, serta fasilitas publik lainnya. Konsekuensinya, pembangunan fisik pun semakin meningkat, guna memenuhi kebutuhan penduduk tersebut. Pembangunan fisik tersebut berupa permukiman sebagai tempat tinggal, perkantoran dan perindustrian sebagai tempat bekerja dan jenis penggunaan lainnya. Pemenuhan kebutuhan penduduk tersebut membawa dampak terjadinya peningkatan perubahan penggunaan tanah dari satu penggunaan ke penggunaan yang lain terutama dari pertanian ke non pertanian. Terjadinya perubahan penggunaan tanah tidak dapat dihindari karena berkaitan erat dengan dinamika penduduk dan dinamika pembangunan.

(2)

Kabupaten Karanganyar merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang terletak antara 1100 40’ – 1110 10’ Bujur timur dan 70 28’ – 70 46’ Lintang Selatan. Ketinggian rata-rata Kabupaten Karanganyar 511 meter di atas permukaan laut serta beriklim tropis dengan temperatur 220 – 310 C. Kabupaten Karanganyar dilalui oleh jalur arteri primer atau arteri utama yang menghubungkan Propinsi Jawa Tengah dengan Propinsi Jawa Timur. Secara administrasi Kabupaten Karanganyar dibagi menjadi 17 kecamatan yang meliputi 15 kelurahan dan 162 desa, serta memiliki luas 77.378,64 ha dengan jumlah penduduk pada tabel berikut:

Tabel I.1 Jumlah Penduduk Kab. Karanganyar thn 2009-2013

Tahun Jumlah Penduduk

2009 872.811 jiwa

2010 878.810 jiwa

2011 887.292 jiwa

2012 896.496 jiwa

2013 904.820 jiwa

Sumber : BPS, Karanganyar dalam angka tahun 2009-2013

Dari tabel I.1 dapat disimpulkan bahwa dari tahun ke tahun jumlah penduduk semakin meningkat sehingga untuk memenuhi kebutuhan dalam bidang fisik terjadi perubahan penggunaan tanah dari pertanian ke non pertanian yang secara hukum diajukan oleh penduduk dalam Ijin Perubahan Penggunaan Tanah (IPPT) kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN). Data IPPT di Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Karanganyar terjadi perubahan penggunaan tanah dari pertanian ke permukiman dan industri. Permukiman untuk mendukung kebutuhan hidup dan industri untuk tempat bekerja.

Kabupaten Karanganyar saat ini belum tersedia peta perubahan penggunaan tanah dari pertanian ke permukiman dan industri. Pada kegiatan aplikatif ini membuat peta perubahan penggunaan tanah dari pertanian ke permukiman dan industri berdasarkan data IPPT tahun 2009 sampai dengan tahun 2013. Berdasarkan peta perubahan penggunaan tanah pertanian ke industri dan permukiman tersebut dapat diketahui kecamatan yang memiliki perubahan penggunaan tanah pertanian yang tertinggi dan dapat dilakukan analisis arah perubahan penggunaan tanah pertanian serta faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan tanah

(3)

pertanian ke industri dan permukiman. Hasil tersebut selanjutnya dapat digunakan oleh pemerintah daerah dalam pengambilan keputusan untuk merencanakan pembangunan di Kabupaten Karanganyar.

I.2. Lingkup Kegiatan

Agar tidak menyimpang dari permasalahan dan tujuan, maka lingkup kegiatan aplikatif ini sebagai berikut:

1. Bahan yang digunakan dalam kegiatan aplikatif ini adalah data Ijin Perubahan Penggunaan Tanah (IPPT), yang merupakan ijin perubahan penggunaan tanah pertanian ke industri dan permukiman tahun 2009 sampai tahun 2013 di Kabupaten Karanganyar.

2. Peta perubahan penggunaan tanah pertanian ke industri dan permukiman akan ditinjau berdasarkan kepadatan penduduk, sistem jaringan prasarana wilayah (aksesbilitas), struktur ruang, pola ruang wilayah, kawasan strategis dan pemanfaatan ruang wilayah yang direncanakan dalam RTRW Kabupaten Karanganyar.

I.3. Tujuan Kegiatan

Tujuan yang ingin dicapai dalam kegiatan aplikatif ini sebagai berikut:

1. Membuat peta perubahan penggunaan tanah pertanian ke industri dan permukiman dari tahun 2009 sampai tahun 2013.

2. Mengetahui arah dan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan tanah pertanian ke industri dan permukiman di Kabupaten Karanganyar.

I.4. Manfaat Kegiatan

Manfaat yang diharapkan dari kegiatan aplikatif ini sebagai berikut:

1. Menggambarkan perubahan penggunaan tanah pertanian ke industri dan permukiman di Kabupaten Karanganyar dari tahun 2009-2013 sehingga dapat menjadi bahan masukan bagi Badan Perencaanaan Daerah dalam

(4)

pengambilan keputusan dalam rencana pembangunan di Kabupaten Karanganyar.

2. Dapat digunakan sebagai referensi ilmu pengetahuan seperti ilmu perencanaan wilayah dan ilmu pemetaan.

I.5. Landasan Teori I.5.1. Penggunaan Tanah

Tanah merupakan sumber utama kesejahteraan dan kehidupan masyarakat dan kerenanya tanah haruslah digunakan dan dimanfaatkan secara optimal (Andriaji, 2013). Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 16 tahun 2004, penggunaan tanah adalah wujud tutupan permukaan bumi baik yang merupakan bentukan alami maupun buatan manusia. Penggunaan tanah adalah usaha manusia memanfaatkan lingkungan alamnya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tertentu dalam kehidupan dan keberhasilannya. Penggunaan tanah perlu memperhatikan pengambilan keputusan seseorang terhadap pilihan terbaik dalam menggunakan tanah untuk tujuan tertentu (Ritohardoyo, 2013). Penggunaan dan pemanfaatan tanah harus sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah ditentukan berdasarkan pedoman, standart dan kriteria teknis yang ditetapkan oleh pemerintah.

Penggunaan tanah (bahasa Inggris: land use) adalah modifikasi yang dilakukan oleh manusia terhadap lingkungan hidup menjadi lingkungan terbangun seperti lapangan, pertanian dan permukiman, sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 16/PRT/M/2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten bahwa ketentuan umum peraturan zonasi penggunaan tanah RTRW Kabupaten Karanganyar sebagai berikut:

A. Kawasan Lindung, terdiri dari: 1. Kawasan Hutan Lindung

Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya, meliputi: kawasan bergambut dan kawasan resapan air. 2. Kawasan Perlindungan Setempat, meliputi: sempadan pantai,

sempadan sungai, kawasan sekitar danau atau waduk, kawasan sekitar mata air, dan lain sebagainya, cagar budaya, taman hutan raya.

(5)

3. Kawasan lindung geologi, meliputi: kawasan cagar alam geologi dan kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah.

4. Kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya meliputi: kawasan suaka alam, kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya. B. Kawasan Budi Daya

1. Kawasan peruntukan Hutan Produksi, yang dirinci meliputi kawasan peruntukan hutan produksi terbatas, hutan produksi tetap dan hutan produksi yang dapat dikonversi.

2. Kawasan Hutan Rakyat

3. Kawasan peruntukan Pertanian, meliputi kawasan peruntukan lahan basah, pertanian lahan kering dan holtikultura.

4. Kawasan peruntukan Perkebunan, yang dirinci berdasarkan jenis komoditas perkebunan yang ada di wilayah kabupaten.

5. Kawasan peruntukan Perikanan, meliputi kawasan peruntukan perikanan tangkap, budi daya perikanan dan pengolahan ikan.

6. Kawasan peruntukan Pertambangan, meliputi kawasan peruntukan mineral dan batubara, minyak dan gas bumi, panas bumi, serta air tanah di kawasan pertambangan.

7. Kawasan peruntukan Industri, meliputi kawasan peruntukan industri besar, industri sedang dan industri rumah tangga.

8. Kawasan peruntukan Pariwisata, meliputi kawasan peruntukan pariwisata budaya, pariwisata alam dan pariwisata buatan.

9. Kawasan peruntukan permukiman, meliputi kawasan permukiman perkotaan dan peruntukan permukiman perdesaan. Sebagai kawasan budi daya maka permukiman diarahkan dalam kajian lokasi dan fungsi masing-masing permukiman, terutama dikaitkan dengan karakter lokasi, misalnya di pegunungan, dataran tinggi, permukiman pantai dan sebagainya.

I.5.2. Perubahan Penggunaan Tanah

Perubahan penggunaan lahan adalah bertambahnya suatu penggunaan lahan dari satu sisi penggunaan ke penggunaan yang lainnya diikuti dengan berkurangnya

(6)

tipe penggunaan lahan yang lain dari suatu waktu ke waktu berikutnya, atau berubahnya fungsi suatu lahan pada kurun waktu yang berbeda (Wahyunto dkk, 2001).

Perubahan penggunaan tanah dari pertanian ke non pertanian bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup dalam bidang fisik, yang berupa permukiman sebagai tempat tinggal, perkantoran dan perindustrian sebagai tempat bekerja dan jenis penggunaan lainnya. Selain itu terdapat perubahan penggunaan tanah kas desa yaitu perubahan penggunaan tanah dari pertanian menjadi non pertanian seperti kegiatan usaha, sekolah, musholla, dll. Perubahan tanah kas desa bertujuan meningkatkan daya guna yang maksimal dalam penyelenggaraan pemerintahan, layanan masyarakat, dan usaha perekonomian (Parningotan, 2010).

Menurut Undang-undang No 4 tahun 1992 yang mengatur tentang Perumahan dan Permukiman, definisi permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung peri kehidupan dan penghidupan. Menurut Ritohardoyo (2002) lahan industri merupakan lahan yang digunakan oleh suatu badan hukum, badan usaha milik swasta, maupun badan usaha milik Negara sebagai tempat untuk kegiatan komersil, produksi, dan maintance. Pembangunan industri di Indonesia ditujukan untuk memperluas kesempatan kerja, meratakan kesempatan berusaha, dan meningkatkan ekspor dan menghemat devisa, menunjang pembangunan daerah dan memanfaatkan sumber daya alam dan sumber daya manusia (Jayadinata, 1999).

Perubahan penggunaan tanah harus mempertimbangkan ketentuan dan syarat penggunaan dan pemanfaatan tanah yang digunakan sebagai dasar izin kepada pemohon melakukan perubahan penggunaan dan pemanfaatan tanahnya (Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional RI No 2 tahun 2011). Ijin permohonan untuk melakukan perubahan penggunaan tanah dari pertanian ke non pertanian disebut dengan Ijin Perubahan Penggunaan Tanah (IPPT).

I.5.3. Faktor-faktor Penyebab Perubahan Penggunaan Tanah

Menurut pendapat Lee (1979 dalam Yunus, 2008) berdasarkan studinya mengenai proses perubahan pemanfaatan tanah di daerah pinggiran kota terdapat 6

(7)

faktor yang mengacu perubahan penggunaan tanah. Keenam faktor tersebut adalah (1) karakteristik fisik dari tanah (physical characteristic); (2) peraturan-peraturan mengenai pemanfaatan tanah (regulation); (3) karakteristik personal pemilik tanah (land owner pattern); (4) banyak sedikitnya fasilitas dan utilitas umum (service and utilities); (5) derajat aksesbilitas (accebilities) dan (6) inisiatif para pembangun (developers initiative).

Faktor karakteristik tanah mempunyai peran yang penting dalam mempengaruhi perkembangan daerah. Perbedaan daerah satu dengan daerah yang lainnya akan menyebabkan penggunaan tanah yang berbeda-beda. Daerah yang terbebas dari banjir, stabilitas tinggi, topografi relatif datar atau mempunyai kemiringan lereng yang kecil, air tanahnya dangkal, relief mikro tidak menyulitkan untuk pembangunan, drainasenya baik, terbebas dari polusi air, udara maupun tanah akan mempunyai daya tarik yang lebih besar terhadap penduduk (Yunus, 2001).

Faktor keberadaan peraturan mengenai pemanfaatan tanah sebagai salah satu faktor yang berpengaruh kuat terhadap intensitas perkembangan spasial di suatu kota apabila peraturan yang ada dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen (Sinclair, 1967 dalam Yunus, 2005). Keberadaan peraturan ini merupakan dasar bagi pemanfaatan tanah dan sebagai pedoman bagi seluruh pemangku kepentingan dalam berinvestasi, sebagaimana ditentukan dalam Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia. Pemerintah menggunakan Rencana Tata Ruang Wilayah sebagai dasar dalam menerbitkan ijin-ijin pemanfaatan ruang (Lasaiba, 2012).

Faktor karakteristik pemilik tanah juga menentukan corak perkembangan spasial di suatu tempat, khususnya akselerasi intensitas perkembangannya. Oleh karena itu, pengamatan yang mendalam terhadap kepemilikian tanah merupakan hal yang penting dalam mengkaji perubahana penggunaan tanah (Lasaiba, 2012).

Aksesbilitas merupakan salah satu faktor penyebab perubahan penggunaan tanah dan menentukan produktivitas suatu kota. Semakin tinggi tingkat aksesbilitas suatu kota bagi masyarakatnya, semakin tinggi pula tingkat produktivitas kota tersebut maka kemungkinan kota itu menjadi cepat maju, begitu juga sebaliknya (Lasaiba, 2012).

(8)

Ketersediaan fasilitas dan utilitas untuk mencapai tujuan tertentu yaitu pemenuhan kebutuhan masyarakat. Fasilitas dan utilitas merupakan faktor penarik terhadap penduduk untuk datang ke arahnya. Semakin banyak jenis dan macam pelayanan umum yang terkonsentrasi pada suatu wilayah, maka akan semakin besar daya tariknya terhadap penduduk dan fungsi-fungsi kekotaan lainnya (Yunus, 2008).

Faktor prakarsa pengembang mempunyai peranan yang kuat dalam mengarahkan pengembangan spasial suatu kota. Para pengembang selalu menggunakan ruang yang cukup luas untuk melakukan pembangunan yang mempunyai dampak yang besar terhadap lingkungan sekitar (Yunus, 2005).

Faktor-faktor yang telah dijelaskan Lee (1979) dalam Yunus (2008), dalam menjelaskan faktor-faktor perubahan penggunaan tanah, tidak memasukkan faktor penduduk. Ritohardoyo (2013) menyebutkan bahwa faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan yaitu:

1. Faktor Fisik

Faktor fisik yang berpengaruh besar adalah iklim dan ketinggian tempat. Faktor ini secara umum dipengaruhi oleh atribut letak dan situasi.

2. Faktor Ekonomi dan Sosial Budaya

Faktor ekonomi dan sosial budaya yang perlu diperhatikan dalam hubungannya dengan penggunaan tanah adalah kepadatan penduduk, pekerjaan (lokasi industri, perdagangan dan jasa), tingkat pengetahuan dan ketrampilan penduduk, persepsi dan nilai yang hidup dimasyarakat terhadap pemanfaatan sumber daya alam, tingkat pendapatan dan keterbukaan wilayah.

Kepadatan penduduk sering disebut dengan Man Land Ratio yaitu rasio antara jumlah penduduk di suatu wilayah dengan luas wilayah (km2 atau ha) dengan rumus sebagai berikut (Mantra, 2003) :

Kepadatan Penduduk (KP) = ……….(1)

3. Faktor Ekologi

Faktor ekologi yang berpengaruh adalah sifat keterwakilan, kekhasan, sifat keaslian dan sifat keanekaragaman.

(9)

Rencana pembangunan wilayah dan kelestarian sumber daya, merupakan suatu kendala yang perlu dipertimbangkan dalam mengalokasikan sumber daya alam untuk berbagai peruntukan.

I.5.4. Klasifikasi Data

Ada beberapa metode standart dalam klasifikasi yang digunakan dalam perangkat lunak ArcGIS sebagai berikut (ESRI, 2006):

1. Equal Interval

Metode equal interval membagi interval yang sama pada masing-masing kelas. Klasifikasi equal interval digunakan untuk menekankan jumlah relatif nilai atribut terhadap nilai lain, contoh terdapat nilai attribute 0 sampai 300 dan memiliki 3 kelas. Pada setiap kelasnya memiliki jangkauan 100, maka nilai interval menjadi 0-100, 101-200, dan 201-300. Klasifikasi equal interval ideal untuk data yang mempunyai jangkauan yang familiar, misal persentase atau suhu.

Keuntungan: Menyajikan informasi kepada user non-teknis dan lebih mudah untuk mengerti nilai-nilai.

2. Quantile

Pada metode klasifikasi Quantile, setiap kelas mempunyai jumlah fitur yang sama. Klasifikasi Quantile cocok untuk data yang mempunyai distribusi linear.

3. Natural Breaks (Jenks)

Metode ini menentukan titik pada data dengan melihat pengelompokan dan pola data. Data yang digunakan mempunyai jangkauan dari yang terkecil sampai yang besar. Data kemudian dibagi-bagi dengan batas-batas yang ditentukan berdasarkan nilai jangkauan terbesar.

4. Standart Deviasi (Standart Deviation)

Metode standart deviasi menunjukkan perbedaaan nilai atribut terhadap mean. Jika data diklasifikasi menggunakan standard deviasi, ArcGIS mencari nilai mean dan menempatkan kelas diatas dan dibawah mean pada interval 1; 0,5 dan 0,25 dari standard deviasi sampai semua nilai data dimasukkan dalam kelas.

(10)

I.5.5. Desain Simbol dan Penyajian Hasil

Desain simbol adalah suatu kegiatan kreativitas grafis dalam menyajikan unsure permukaan bumi yang sesuai dengan tujuan pembuatan peta. Membuat desain simbol merupakan hasil persepsi yang benar dari karakteristik suatu unsur dan konsep dari pemakai peta (Soendjojo dan Riqqi, 2012).

Gambar I.1 Pembuatan Desain Simbol Peta

Karakteristik geodata merupakan salah satu faktor penting dalam pembuatan desain simbol peta. Diperlukan analisis geodata spasial yang akan disajikan pada peta. Data spasial permukaan bumi dapat dibedakan menjadi empat dasar/kategori, yaitu:

1. Karakteristik Planimetrik

Karakteristik planimetrik pada pembuatan desain symbol disajikan dalam bentuk symbol titik, garis atau luas.

2. Tingkat Ukuran

Data dapat diukur menurut skala nominal, skala ordinal, skala interval dan rasio.

(11)

 Data Nominal

Suatu ukuran dari unsur dengan aturan tertentu yang tidak mempunyai tingkatan (rangking).

Titik Kota

Ibu Kota 

Garis Sungai Batas Adm

Luas Hutan Danau

Gambar I.2 Contoh Simbol Nominal

 Data Ordinal

Suatu ukuran dari unsur dengan aturan tertentu yang mempunyai tingkatan. Titik Produksi tinggi sedang rendah Populasi Padat Sedang Kecil Garis Jalan Tol Arteri Kolektor Batas Adm Propinsi Kabupaten Desa

(12)

Luas Kualitas Bagus Cukup Kurang Industri Luas Kecil

Gambar I.3 Contoh Simbol Ordinal

 Data Interval dan rasio

Suatu ukuran yang tidak hanya dengan aturan dan urutan tertentu saja, melainkan juga dibagi atas kelas-kelas tertentu dengan harga yang sebenarnya.

Titik Produksi Populasi

50-80 10-49

1-9 Garis Kapasitas Jalan

Diatas 10 ton

Antara 5-10 ton

Frekuensi

Luas Curah Hujan Kepadatan Person/km2

Gambar I.4 Contoh Simbol Interval dan Rasio 3. Struktur dari organisasi lain

Struktur organisasi adalah aspek lain dari karakteristik geo-data spasial. 4. Karakteristik data lain

(13)

Sesudah data dianalisis untuk karakteristik planimetrik, tingkat ukuran dan struktur data, pada dasarnya pemilihan simbol sudah muali dapat ditentukan. Masih perlu melakukan pencarian karakteristik data lain untu melengkapi data.

Variabel tampak (visual variable) merupakan basis dasar didalam pembuatan simbol yang berperan penting pada proses sistematika dan logika desain simbol penyajian hasil peta. Bentuk penyajian yang menggunakan variabel tampak, umumnya dinyatakan dalam (Soendjojo dan Riqqi, 2012):

1. Bentuk (shape)

Gambaran dari suatu unsur/objek yang dipetakan dapat dinyatakan dalam berbagai bentuk, mulai dari bentuk geometrik yang sederhana seperti segiempat, segitiga, lingkaran sampai ke bentuk-bentuk yang cukup kompleks (Gambar I.5). Untuk unsur garis dan area/luas, bentuk penyajian tidak dalam bentuk geometrik melainkan dalam bentuk komponen-komponen grafis.

Gambar I.5 Simbol Bentuk

(Sumber : Soendjojo dan Riqqi, 2012)

Variasi dari bentuk dapat berupa garis dan luas/areal. Pengertian bentuk dalam garis bukanlah bentuk secara keseluruhan dari gambar itu sendiri, melainkan bagaimana bentuk simbol yang melukiskan gambaran tersebut. Jadi bentuk simbol yang melukiskan gambaran suatu unsur dapat berbeda-beda, ada garis yang bentuknya zig-zag, ada juga yang ‘smooth’.

2. Ukuran (size)

Variabel ukuran dapat diketahui dari dimensi simbol (Gambar I.6). Variabel ini mudah dikenal karena ukuran akan memberi gambaran tentang suatu besaran jumlah. Untuk simbol garis, variabel ukuran mengacu pada lebar/tebal dari garis, dan tidak pada ukuran panjangnya, sedang untuk simbol luas, ukuran mengacu pada pengulangan titik atau garis yang disajikan, tidak pada ukuran areanya.

(14)

Gambar I.6 Simbol Ukuran (Sumber : Soendjojo dan Riqqi, 2012) 3. Orientasi (orientation)

Variabel orientasi mengacu pada arah dari simbol yang disajikan (Gambar I.7). Umumnya, orientasi ini disajikan pada bentuk-bentuk yang tidak regular, sebab pemakaian bentuk regular seperti lingkaran, empat persegi panjang, belah ketupat akan sulit mengetahui arahnya. Orientasi hanya dapat digunakan sebagai suatu metode diferensiasi di antara simbol titik, sebab mempunyai panjang yang pasti dan sumbu yang pendek. Untuk simbol garis dan area,elemen orientasi membentuk garis dan area sesuai dengan unsur yang diwakilinya.

Gambar I.7 Simbol Orientasi (Sumber : Riyadi, 1994) 4. Harga (value)

Harga adalah variabel tampak yang mengacu kepada harga grey scale, suatu derajat kehitaman dari warna putih/muda sampai ke warna hitam/tua, dengan memanfaatkan screen tersebut, maka dapat dinyatakan kuantitas (jumlah/banyak) yang berbeda dari satu unsur terhadap unsur lain (Gambar I.8). Pada praktiknya, screen untuk warna muda selalu mempunyai harga yang persentase (%) nya selalu lebih kecil dibandingkan dengan warna tua. Pemakaian persentase screen tidaklah selalu proporsional dengan screen yang dipakai, artinya untuk menyatakan suatu daerah A yang jumlah penduduknya 2 kali dibandingkan dengan daerah B, tidak selalu persentase screen yang dipakai didaerah A adalah 2 kali dari daerah B. Penggunaan harga sebagai

(15)

variabel tampak dapat digunakan untuk penyajian simbol titik, garis, dan luas.

Gambar I.8 Simbol Harga (Sumber : Soendjojo dan Riqqi, 2012) 5. Tekstur (texture)

Tekstur sebagai variabel tampak bisa digunakan untuk memahami bermacam-macam ukuran dari suatu harga yang tetap. Macam-macam bentuk tekstur (Gambar I.9) dapat diatur melalui teknik reproduksi fotografis, harga dari tekstur akan sama tetapi ukurannya berbeda.

Gambar I.9 Simbol Tekstur (Sumber : Soendjojo dan Riqqi, 2012) 6. Warna (colour)

Variabel tampak untuk warna dapat dibedakan atas tiga hal, yaitu:

Corak (hue), berkaitan dengan jumlah warna yang tersedia, akan dijumpai adanya perbedaan antara satu warna dengan warna lainnya (Gambar I.10). Corak secara sederhana bisa diartikan sebagai nama/ragam warna, lebih spesifik corak adalah warna yang dipantulkan atau transmisikan oleh objek, contoh warna yang disebut merah, hijau, kuning, dan seterusnya.

Gambar I.10 Simbol Corak (Sumber : Soendjojo dan Riqqi, 2012)

Harga (value), berhubungan dengan ukuran dari pemantulan sinar yang terjadi, makin banyak sinar yang dipantulkan berarti harga

(16)

yang terjadi semakin tinggi. Harga adalah nilai gelap terang warna yang biasanya dinilai dengan ukuran persen, dimana 0% sama dengan hitam, dan 100% sama dengan putih. Sebagai contoh, warna kuning mempunyai harga lebih rendah dibandingkan dengan warna coklat (Gambar I.11)

Gambar I.11 Simbol Warna (Sumber : Soendjojo dan Riqqi, 2012)

Kejenuhan (saturation), berhubungan dengan reaksi manusia dalam melihat suatu warna (Gambar 1.12). Kejenuhan dapat diartikan pada tingkat kemurnian warna (kadang disebut juga sebagai chroma), dimana nilainya dihitung dari berapa banyaknya warna abu-abu yang terdapat pada warna dengan satuan %. Kejenuhan 0% berwarna abu-abu (saturated). Ada satu warna tertentu yang dapat menimbulkan reaksi terhadap mata manusia, padahal warna bersangkutan mempunyai ‘harga’ yang tinggi.

Warna bersangkutan disebut sebagai warna yang berkurang kejenuhannya (misalnya warna kuning). Kejenuhan ini akan berlaku pada lembar peta dengan suatu area/ daerah (luas atau kecil) yang akan disajikan dalam bentuk warna, suatu area yang luas akan dapat menimbulkan bertambahnya kejenuhan. Sedang daerah yang kecil akan berkurang kejenuhannya.

Gambar I.12 Simbol Kejenuhan (Sumber : Soendjojo dan Riqqi, 2012)

Variabel tampak yang digunakan pada simbol untuk memperjelas arti dari setiap variabel. Meskipun pada prakteknya beberapa variabel tampak digunakan

(17)

bersama-sama untuk membuat simbol berbeda dengan lainnya, misalnya : gabungan antara bentuk dan warna, antara bentuk dan warna dan besarnya dan lain sebagainya.

Berkaitan dengan masalah visual tampak, terdapat empat tingkatan hierarki pada persepsi pandang dari suatu symbol:

1. Asosiatif, yaitu simbol-simbol akan terlihat secara individudan setiap simbol mempunyai arti yang sama penting.

2. Selektif, yaitu simbol-simbol dapat divisualkan dalam tingkatan grup. 3. Tingkatan/kelas, yaitu simbol-simbol dapat tersusun dengan baik

berdasarkan spesifik dari tingkatan kelas.

4. Kuantitatif, yaitu kelas dikenal melalui simbol-simbol dengan cara mengkualitatifkan (dua kali atau tiga kali lebih).

Masing-masing variabel tampak, mempunyai satu atau lebih dari bentuk persepsi pandang, seperti dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel I.2 Bentuk Persepsi Tampak Persepsi

Tampak

Variabel Pandang

Posisi Bentuk Orientasi Warna Kerapatan Harga Value

Asosiatif + + + + # -

-Selektif - - # ++ + + +

Kelas - - - - # + +

Kuantitatif - - - +

(++ = sangat baik, + = baik, # = cukup, - = cukup)

Variabel tampak tersebut disajikan dalam peta tematik. Peta tematik adalah suatu peta yang memperlihatkan informasi kualitatif dan atau kuantitatif pada unsur tertentu. Unsur-unsur tersebut ada hubungannya dengan detil topografi yang penting. Pada peta tematik, keterangan disajikan dengan gambar, memakai pernyataan dan simbol-simbol yang mempunyai tema tertentu atau kumpulan dari tema-tema yang ada hubungannya antara satu dengan yang lain (Prihandito, 1989).

I.5.6. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Karanganyar tahun 2011-2031

Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan

(18)

makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang (UU No. 26 tahun 2007).

Penataan ruang merupakan suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang (Peraturan Pemerintah No 26 tahun 2008).

1.5.5.1 Struktur ruang. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman system jaringan prasarna dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional (anonim dalam RTRW Kabupaten Karanganyar tahun 2011 s.d. 2031). Pembagian struktur wilayah di Kabupaten Karanganyar :

1. Pusat Kegiatan Lokal (PKL) memiliki fungsi utama sebagai pusat pemerintahan kabupaten, pusat pendidikan, pusat pengembangan perdagangan dan jasa dan pusat pengembangan kegiatan pariwisata. PKL di Kabupaten Karanganyar meliputi Kecamatan Karanganyar, Jaten dan Tawangmangu.

2. Pusat Kegiatan Lokal yang dipromosikan (PKLp) memiliki fungsi utama sebagai pusat pengembangan kegiatan perdagangan dan jasa. Pusat kegiatan lokal yang dipromosikan di Kabupaten Karanganyar adalah Kecamatan Colomadu.

3. Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) memiliki fungsi utama sebagai pengembangan kegiatan perdagangan dan jasa, pusat pengembangan kegiatan industri, pusat pengembangan kegiatan pertanian dan pusat pengembangan kegiatan pariwisata. PPK di Kabupaten Karanganyar meliputi Kecamatan Kebakkramat, Tasikmadu, Karangpandan, Kerjo, Jumapolo, Gondangrejo, Mojogedang, Matesih, Jumantono, Jatipuro, Jatiyoso, Ngargoyoso, dan Jenawi.

4. Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL) memiliki fungsi utama sebagai pusat pengembangan kegiatan pertanian dan pusat pengembangan kegiatan

(19)

pariwisata. PPL di Kabupaten Karanganyar meliputi Kecamatan Mojogedang, Kebakkramat, Matesih, jenawi, Ngargoyoso, Jatiyoso, Jumantono, Jumapolo, dan Gondangrejo.

1.5.5.2 Sistem jaringan jalan. Sistem jaringan jalan adalah satu kesatuan ruas jalan yang saling menghubungkan dan mengikat pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam pengaruh pelayanannya dalam satu hierarki (anonim dalam RTRW Kabupaten Karanganyar tahun 2011 s.d. 2031). Pembagian jaringan jalan di Kabupaten Karanganyar:

1. Jaringan Jalan Arteri

Jaringan jalan arteri di Kabupaten Karanganyar meliputi:

a. Ruas jalan batas Kota Surakarta – Desa Malangjiwan, Kecamatan Colomadu

b. Ruas jalan batas Kota Surakarta–Palur c. Ruas jalan Palur–batas Kabupaten Sragen 2. Jaringan Jalan Kolektor

Jaringan jalan kolektor di Kabupaten Karanganyar meliputi:

a. Ruas jalan batas Kota Surakarta–batas Kecamatan Kalijambe Sragen b. Ruas jalan Palur–Karanganyar–Tawangmangu

c. Ruas Jalan Tawangmangu–batas Kabupaten Magetan d. Ruas jalan kabupaten Wonogiri–Kabupaten Karanganyar e. Ruas Jalan Kabupaten Karanganyar–batas Kabupaten Sragen f. Jalan lingkar utara Surakarta

1.5.5.3 Pola ruang. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya (anonim dalam RTRW Kabupaten Karanganyar tahun 2011 s.d. 2031). Pola ruang di Kabupaten Karanganyar dibagi menjadi 2 kawasan sebagai berikut:

1. Kawasan Lindung

Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya. a. Kawasan resapan air

(20)

Kawasan resapan air di Kabupaten Karanganyar terdiri dari : Kecamatan Tawangmangu, Matesih, Karangapandan, Ngargoyoso, Jatiyoso, dan Jenawi.

b. Kawasan rawan bencana tanah longsor

Kawasan rawan bencana tanah longsor di Kabupaten Karanganyar terdiri dari : Kecamatan Ngargoyoso, Tawangmangu, Jatiyoso, Matesih, Jenawi, Kerjo.

c. Kawasan rawan bencana puting beliung

Kawasan rawan bencana puting beliung di Kabupaten Karanganyar terdiri dari : Kecamatan Mojogedang, Tasikmadu, Ngargoyoso, Jumapolo, Gondangrejo, dan Kebakkramat.

d. Kawasan rawan bencana banjir

Kawasan rawan bencana banjir di Kabupaten Karanganyar terdiri dari : Kecamatan Jaten, Kebakkramat dan Gondangrejo.

e. Kawasan wisata, pelestarian alam dan cagar budaya

Kawasan wisata, pelestarian alam dan cagar budaya di Kabupaten Karanganyar terdiri dari : Kecamatan Tawangmangu, Ngargoyoso dan Jenawi.

2. Kawasan Budidaya a. Kawasan Pertanian

Kawasan pertanian di Kabupaten Karanganyar terdiri dari : Kecamatan Colomadu, Gondangrejo, Kebakkramat, Jaten, Tasikmadu, Mojogedang, Karanganyar, Jumapolo, Jumantono, Jatipuro, Jatiyoso, Kerjo, Karangpandan, Matesih, Jenawi, Ngargoyoso, dan Tawangamngu. b. Kawasan Peruntukan Industri

Kawasan industri di Kabupaten Karanganyar terdiri dari : Kecamatan Gondangrejo, Kebakkramat, Jaten, dan Tasikmadu.

c. Kawasan Peruntukan Permukiman

Kawasan peruntukan permukiman di Kabupaten Karanganyar adalah semua kecamatan di Kabupaten Karanganyar.

(21)

1.5.5.4 Kawasan strategis. Kawasan Strategis adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting terhadap ekonomi, sosial, budaya dan / atau lingkungan (anonim dalam RTRW Kabupaten Karanganyar tahun 2011 s.d. 2031). Kawasan strategis di Kabupaten Karanganyar di bagi menjadi beberapa kawasan sebagai berikut:

1. Kawasan Strategis Kabupaten/Kota (KSK) bidang pertumbuhan ekonomi meliputi : Kecamatan Colomadu, Jaten, Karanganyar, Tawangmangu. 2. Kawasan Strategis Kabupaten/Kota (KSK) bidang ketahanan pertanian

meliputi : Kecamatan Karangpandan, Matesih, Mojogedang dan Jumapolo. 1.5.5.5 Pemanfaatan ruang. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program serta pembiayaannya (anonim dalam RTRW Kabupaten Karanganyar tahun 2011 s.d. 2031). Pemanfaatan ruang wilayah berisi penataan ruang perwujudan pusat perkembangan kota-kota sentra industri, perdagangan dan jasa yaitu Kecamatan Gondangrejo, Jaten dan Kebakkramat. Perkembangan kota-kota sentra produksi pertanian yaitu Kecamatan Kebakkramat, Mojogedang, Karangpandan, Matesih, Jumantono dan Jumapolo.

Gambar

Gambar I.1 Pembuatan Desain Simbol Peta
Gambar I.2 Contoh Simbol Nominal
Gambar I.4 Contoh Simbol Interval dan Rasio 3. Struktur dari organisasi lain
Tabel I.2 Bentuk Persepsi Tampak Persepsi

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 28/Menkes/Per/X/2017 tentang izin dan penyelenggaraan praktik bidan, kewenangan yang dimiliki bidan dalam

Kencolepot adalah aplikasi mobile yang dirancang dan dibuat untuk membantu wisatawan, warga Bandung, ataupun pelajar yang sedang menuntut ilmu di Bandung jika mereka

Once monitoring activities determine that the device is near a location, the application can read the major number and set up a new moni‐ toring trigger to look for anything in

Dimensi f merupakan nilai yang bersifat nyata dari suatu kriteria yang dituliskan dalam fungsi, f : K → R dan tujuannya berupa prosedur optimasi untuk setiap alternatif

Persepsi tamu tentang pelayanan prima karyawan reception di Hotel Axana Padang ditinjau dari indikator ability (kemampuan) berada pada kategori kurang baik dengan

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian adalah teknik kuesioner untuk mengumpulkan data tentang variabel kemampuan melakukan hubungan interpersonal

Perancangan sistem yang digunakan dalam “Pembuatan Aplikasi Mobile Untuk Mengetahui Rumus Fisika Dasar” adalah dengan UML (Unified Modeling Language). UML adalah bahasa standar

INDIKATOR KINERJA 6 KETERANGAN PROGRAM KEGIATAN SASARAN 4 kegiatan Jumlah kegiatan pengharmonisasian peraturan perundang- undangan Meningkatnya kualitas produk hukum daerah