• Tidak ada hasil yang ditemukan

RELATIONSHIP BETWEEN CAREER MATURITY CLASS STUDENTS WITH LEARNING MOTIVATION X MAN BENEITS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RELATIONSHIP BETWEEN CAREER MATURITY CLASS STUDENTS WITH LEARNING MOTIVATION X MAN BENEITS"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

RELATIONSHIP BETWEEN CAREER MATURITY CLASS

STUDENTS WITH LEARNING MOTIVATION X MAN

BENEITS

Fitria Wijaya, Ni Made Taganing, M.Psi., PSi. Undergraduate Program, 2008

Gunadarma University

http://www.gunadarma.ac.id

key words: maturity ABSTRACT :

The selection and career preparation is one of the tasks that are important to adolescent development, including in terms of selecting an appropriate education majors. Teenagers can choose and plan a career according to his ability. Students who have autonomy in choosing a department of education by estimating the strengths and weaknesses that exist in itself has tended to choose the correct education majors for themselves, resulting in students motivated to learn. Motivation to learn is the psychological factor of the non intellectual. Unique rule is in terms of growing the passion, pleasure and enthusiasm for learning. Students, who have strong motivation, will have a lot of energy to perform learning activities (Sadirman, 2001). Super et al. (1957) suggested adolescent career maturity is the readiness of individuals to meet the career development tasks in accordance with the age and stage of development. Students who are involved selecting a department of education by considering the abilities, interests and personality that has tended to choose the right direction for himself. Electoral education majors according to the abilities, interests and personality of students can result in students a spirit, more serious and motivated in learning. Independence of students in making career decisions, namely students choose majors not because of the influence of others, such as parents or friends, but because of his own choice of customized with the ability to lead his students more enthusiastic about learning, more serious and higher learning motivation. Information relating to the chosen career, that students know the information about the direction you choose can affect students' motivation, if students know the information about the direction you choose, students tend to choose the right majors, so students are more enthusiastic and serious about learning and learning motivation increases. Then the hypothesis in this study is that there are positive relationships between career maturity and motivation to learn in class X MAN Cibinong. To measure the maturity of his career was done by using the Career Maturity Inventory CMI (Career Maturity Inventory) made by John O. Crites, Ph.D and adapted into Indonesian culture by Ni Made iv taganing, et al. (2006). Of the 30 items tested attitude scales have 16 items with valid value item-total correlations

(2)

ranged from 0303-0581 with a reliability coefficient 0804. In a test of competence from 50 items 28 items tested there are valid with the value item-total correlations ranged from 0300-0618 with a reliability coefficient 0862. Data are deemed to be normal (0000) and linear (0000). Meanwhile, to measure the motivation to learn, was done by using a scale based learning motivation motivational aspects of learning from Sardiman (2001). Of the 60 items tested there are 40 valid items with item-total correlation values ranged from 0300-0714 with a reliability coefficient 0876. Otherwise normal data (0200) and linear (0000). This study aims to examine the relationship between career maturity and motivation to learn in class X MAN Cibinong. Research subjects were 60 students of class X-sex male and female between the ages of 15 to 17 years. Based on the data analysis using Spearman's rho correlation coefficient of correlation was obtained for 0504 to 0000 the level of significance (p < 0.01). This means the relationship is positive and highly significant trending between career maturity and motivation to learn in class X MAN Cibinong, Bogor. That is, the higher the career maturity of the individual's motivation to study higher and higher, and vice versa. These results indicate that the research hypothesis is accepted. Career maturity is critical in determining the proper education majors, students who lack awareness about the abilities and interests owned by him can have the wrong perception about a career that will be selected and cause less motivated in carrying out his chosen career field. That is one reason why the career maturity is required.

(3)

Hubungan Antara Kematangan Karir dengan Motivasi Belajar pada Siswa Kelas X MAN Cibinong

FITRIA WIJAYA

Pembimbing : Ni Made Taganing, MPSi., PSi. ABSTRAK

Siswa yang terlibat memilih suatu jurusan pendidikan dengan mempertimbangkan kemampuan, minat dan kepribadian yang dimilikinya cenderung dapat memilih jurusan yang tepat untuk dirinya. Pemilihan jurusan pendidikan yang sesuai dengan kemampuan, minat dan kepribadian siswa dapat mengakibatkan siswa semangat, lebih serius dan termotivasi dalam belajar. Kemandirian siswa dalam pembuatan keputusan karir, yaitu siswa memilih jurusan tidak karena pengaruh orang lain, tetapi karena pilihannya sendiri yang disesuaikan dengan kemampuan dirinya mengakibatkan siswa lebih bersemangat dalam belajar. Maka hip otesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara kematangan karir dengan motivasi belajar pada siswa kelas X MAN Cibinong.

Untuk mengukur kematangan karir dilakukan dengan menggunakan Inventori Kematangan Karir CMI (Career Maturity Inventory) yang disusun oleh John O. Crites, Ph.D dan diadaptasi ke dalam budaya indonesia oleh Ni Made Taganing, dkk. (2006). Dari 30 item skala sikap yang diujicobakan terdapat 16 item yang valid dengan nilai korelasi item-total berkisar antara 0.303-0.581 dengan koefisien reliabilitas 0.804. Pada tes kompetensi dari 50 item yang diujicobakan terdapat 28 item yang valid dengan nilai korelasi item-total berkisar antara 0.300-0.618 dengan koefisien reliabilitas 0.862. Data dinyatakan tidak normal (0.000) dan linier (0.000). Sedangkan untuk mengukur motivasi belajar, dilakukan dengan menggunakan skala motivasi belajar berdasarkan aspek-aspek motivasi belajar dari Sardiman (2001). Dari 60 item yang diujicobakan terdapat 40 item yang valid dengan nilai korelasi item-total berkisar antara 0.300-0.714 dengan koefisien reliabilitas 0.8 76. Data dinyatakan normal (0.200) dan linier (0.000).

Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara kematangan karir dengan motivasi belajar pada siswa kelas X MAN Cibinong.

Berdasarkan analisis data yang dilakukan dengan menggunakan korelasi Spearman rho diperoleh koefisien korelasi sebesar 0.504 dengan taraf signifikansi 0.000 (p<0.01).

Kata kunci : Kematangan Karir, Motivasi Belajar, Siswa Kelas X MAN Cibinong, Bogor

(4)

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Siswa SMU berkisar antara 15- 19 tahun, masa ini dapat digolongkan sebagai masa remaja (Papalia & Olds, 1 9 9 5 ) . M a s a r e m a j a a d a l a h m a s a memilih, hal ini terlihat dari salah satu tu g as p erk emb an g an remaja y aitu memilih dan mempersiapkan diri untuk menjalankan suatu pekerjaan (Sukadji, 2000). Menurut Havinghurst (dalam Hurlock, 1980) pemilihan dan persiapan diri untuk menjalankan suatu pekerjaan a t a u k a r i r m e r u p a k a n t u g a s perkembangan yang penting dimasa remaja, sebab karir atau pekerjaan seseorang menentukan berbagai hal dalam kehidupan. Maka remaja harus memilih bidang pekerjaan yang akan ditekuni, jenis pekerjaan yang akan ditekuni menyebabkan remaja harus menyelesaikan pendidikannya sampai taraf yang dibutuhkan oleh bidang pekerjaan yang diinginkan. Sedangkan pada u sia sekitar 17 tahu n remaja menyadari bahwa mereka bertanggung jawab dalam perencanaan karirnya (Seligman, 1994). Di masa remaja perkembangan karir berjalan seiring d e n g a n b e r t a m b a h n y a u s i a d a n mengalami dinamika yang penting pada m a s a s e k o l a h m e n e n g a h ( M i l l e r ; Mitchell dalam Seligman 1994). Super (dalam Seligman, 1994) mengatakan perkembangan karir pada masa sekolah menengah sebagai tahap eksplorasi yang dimulai pada usia 15 sampai 24 tahun. Pada tahap ini remaja mengembangkan kesadaran terhadap dirinya dan dunia kerja, dan mulai mencoba peran-peran baru, maka dalam hal ini diperlukan kematangan karir.

B r o w n & B r o o k s ( 1 9 9 0 ) meng emuk akan kematangan karir sebagai kesiapan kognitif dan afektif

dari individu untuk mengatasi tugas-tugas perkembangan yang dihadapkan kepadanya, karena perkembangan biologis dan sosialnya serta harapan-h a r a p a n d a r i o r a n g - o r a n g d a l a m masyarakat yang telah mencapai tahapan perkembangan tersebut. Untuk dapat memilih dan merencanakan karir yang tepat, dibutuhkan kematangan karir, yaitu meliputi pengetahuan akan diri, p e n g e t a h u a n t e n t a n g p e k e r j a a n , kemampuan memilih pekerjaan, dan kemampuan merencanakan langkah-langkah menuju karir yang diharapkan (Crites dalam Barnes, 1974). Rendahnya kematangan karir dapat menyebabkan kesalahan dalam mengambil keputusan k arir , te r m asu k k es alah an d al a m menentukan jurusan pendidikan bagi siswa SMA.

Pada kenyataannya, banyak remaja yang memilih suatu jurusan pendidikan tanpa mempertimbangkan kemampuan, minat dan kepribadiannya. Mereka cenderung mengikuti pilihan o r a n g t u a , t e m a n , d e n g a n d a s a r populariras pekerjaan atau identifikasi dengan orang tua. Kesalahan pemilihan p en didik an d ap at m en g akib atk an kerugian waktu, finansial dan kegagalan dalam belajarpun dapat terjadi, ini dikarenakan mereka tidak termotivasi untuk belajar. Karena masalah pemilihan dan persiapan karir merupakan salah satu tugas perkembangan yang penting bagi remaja dan dapat mempengaruhi keseluruhan masa depan seseorang, m a k a a p a b i l a r e m a j a b e r h a s i l menyelesaikan tugas perkembangannya dapat membuat bahagia. Sebaliknya apabila seseorang gagal, hal ini dapat m e m b u a t t i d a k b a h a g i a , t i m b u l p e n o l a k a n d a r i m a s y a r a k a t , d a n

(5)

kesulitan dengan tugas perkembangan selan ju tn y a ( H av in g h u rst, d ala m Hurlock 1980).

Dengan demikian, Pemilihan dan persiapan karir merupakan salah satu tugas perkembangan yang penting bagi r e m a j a d an d a p at m e m p e n g a r u h i keseluruhan masa depan seseorang, termasuk dalam hal memilih jurusan pendidikan yang tepat. Remaja dapat memilih dan merencanakan karir sesuai dengan minat, harapan, cita-cita, dan kemampuannya, dalam hal ini remaja memerlukan kematangan karir. Siswa y a n g m e m i l i k i k e t e r l i b a t a n d a n kemandirian dalam memilih suatu j u r u s a n p e n d i d i k a n d e n g a n memperkirakan kekuatan dan kelemahan y a n g a d a p a d a d i r i n y a , mempertimbangkan kemampuan, minat dan kepribadian yang dimilikinya tanpa mengikuti pilihan orang tua atau teman, cenderung dap at memilih jurusan pendidikan yang tepat untuk dirinya, s e h i n g g a m e n g a k i b a t k a n s i s w a termotivasi untuk belajar.

Sardiman (2001) mengatakan motivasi belajar berperan sebagai penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan, menentukan arah perbuatan, dan menyeleksi perbuatan yang berkaitan dengan kegiatan belajar. Motivasi belajar sangat diperlukan agar kegagalan dalam belajar tidak terjadi, d a n k e m a m p u a n s i s w a d a p a t dikembangkan secara optimal. Siswa yang merasa siap u n tuk memb uat keputusan dalam bidang pendidikan yang berhubungan dengan pekerjaan yang diinginkannya menyebabkan siswa memilih karir yang sesuai untuk dirinya, termasuk dalam memilih jurusan, hal ini menggambarkan kematangan karirnya tinggi. Crites (dalam Barnes, 1974) mengemukakan bahwa individu yang memiliki kematangan karir tinggi ditandai dengan memiliki pengetahuan

akan diri, pengetahuan tentang pekerjaan, kemampuan memilih p e k e r j a a n , d a n k e m a m p u a n merencanakan langkah-langkah menuju karir yang diharapkan. Dalam hal ini, siswa cenderung merasa senang dalam melakukan aktivitas belajar, ini dapat disebabkan karena pengetahuan siswa t e n t a n g k a r i r y a n g d i p i l i h n y a , kemampuan dan minat siswa yang sesuai dengan karir yang dipilihnya, juga pertimbangan -pertimbangan yang dilakukan untuk memilih suatu bidang yang akan ditekuninya. Maka siswa yang memiliki kematangan karir tinggi cenderung motivasi belajarnya juga tinggi.

Motivasi belajar merupakan tenaga dorong selama proses belajar u n t u k m e n c a r i d a n m e n e m u k a n info rmasi meng en ai hal -h al y an g dipelajari, menyerap informasi dan mengelolanya, mengubah informasi yang didapat menjadi suatu hasil serta menerapkan hasil ini dalam kehidupan (Sukadji, 2000). Adanya motivasi belajar pada seseorang ditandai oleh tanggung j a w a b , t e k u n t e r h a d a p t u g a s , berkonsentrasi untuk menyelesaikan tugas, tidak mudah menyerah, memiliki s e j u m l a h u s a h a , b e k e r j a k e r a s , memperhatikan umpan balik, waktu p en y eles aian tu g as d en g an tid ak menunda, dan menetapkan tujuan yang realistis (Sardiman, 2001).

Individu yang memiliki kematangan karir rendah cenderung mudah terpengaruh oleh lingkungan disekitarnya, hal ini dapat membuat seseorang memilih karir yang kurang tepat untuk dirinya. Sehingga motivasi belajarnya rendah pula, karena mereka melakukan karir yang dipilihnya karena pengaruh orang lain tidak dari dirinya sendiri.

(6)

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk m e m b u k t i k a n s e c a r a e m p i r i s a d a tidaknya hubungan antara kematangan karir dengan motivasi belajar pada siswa kelas X MAN Cibinong.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang ingin diperoleh dari penelitian :

1. Manfaat Teoritis

. Hasil penelitian ini diharapkan

dapat bermanfaat untuk

meningkatkan motivasi belajar d e n g a n c a r a s i s w a m e m i l i k i pemahaman terhadap diri sendiri, b a k a t , k e m a m p u a n , m i n a t , keterbatasan, dan kualitas-kualitas lain yang dimiliki. Siswa memiliki informasi atau pengetahuan mengenai persyaratan dalam memilih suatu jurusan yang ditekuni dan dapat memilih jurusan yang tepat agar motivasi belajarnya meningkat.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan

dapat bermanfaat untuk

meningkatkan motivasi belajar d e n g a n c a r a s i s w a m e m i l i k i keterlibatan dalam belajar yang lebih s e r i u s , g u r u m e m b i m b i n g d a n memberi informasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan jurusan yang d i t e k u n i s i s w a . S e k o l a h l e b i h meningkatkan fasilitas bimbingan konseling untuk memilih jurusan yang tepat untuk siswa agar motivasi belajarnya tinggi.

TINJAUAN PUSTAKA Motivasi Belajar

Pada diri siswa terdapat kekuatan mental yang menjadi penggerak belajar. Kekuatan penggerak tersebut berasal dari berbagai sumber. Siswa belajar

k a r e n a d i d o r o n g o l e h k e k u a t a n mentalnya. Kekuatan mental itu berupa keinginan, perhatian, kemauan atau cita-cita. Kekuatan mental tersebut dapat tergolong rendah atau tinggi. Ada para a h l i p s i k o l o g i p e n d i d i k a n y a n g m e n y e b u t k e k u a t a n m e n t a l y a n g mendorong terjadi belajar tersebut sebagai motivasi belajar. Motivasi dipandang sebagai dorongan mental yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku manusia, termasuk perilaku belajar. Dalam motivasi terkandung adanya keinginan yang mengaktifkan, men g g erak k an , men y alu r k an d an m e n g a r ah k a n s ik a p d an p e ri l ak u individu belajar (Dimyati & Mudjiono, 2002).

Dengan demikian yang dimaksud dengan motivasi belajar adalah suatu dorongan atau daya penggerak yang ada d al a m d i ri s es e o r an g y a n g d a p at membuat seseorang melakukan kegiatan belajar. Motivasi sangat dibutuhkan oleh anak untuk melakukan kegiatan belajar, karena tanpa adanya motivasi belajar, s e s e o r a n g t i d a k a k a n m u n g k i n mengembangkan kemampuannya secara optimal. Dengan adanya motivasi untuk belajar, seseorang bukan hanya ingin belajar tetapi juga mendapat kenikmatan dengan melakukan berbagai kegiatan yang berkaitan dengan belajar.

Fungsi Motivasi dalam Belajar

Menurut Sardiman (2001) fungsi motivasi ada tiga, yaitu :

a. Mendorong Manusia untuk Berbuat, sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi.

b. Menentukan Arah Perbuatan c. Menyeleksi Perbuatan

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar

(7)

Belajar dapat di pengaruhi oleh motivasi intrinsik, artinya dapat dibentuk didalam diri individu, adanya suatu kebutuhan dapat berkembang menjadi suatu perhatian atau suatu dorongan (Mustaqim & Wahid, 1991). Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar diantaranya adalah :

a. Kemasakan

b. Usaha yang Bertujuan dan Ideal c. Pengetahuan Mengenai Hasil dalam

Motivasi

d. Penghargaan dan Hukuman e. Partisipasi

f. Perhatian

Karakteristik Adanya Motivasi

Belajar

Anderson dan Faust ( dalam Prayitno, 1989) menjabarkan empat karakteristik adanya motivasi belajar dalam diri siswa, yaitu :

Kematangan Karir Remaja

Menurut Havinghurst (dalam Hurlock, 1980) persiapan diri untuk menjalani suatu pekerjaan atau karir m e r u p a k a n s a l a h s a t u t u g a s p er k e m b a n g an y a n g p en ti n g b a g i remaja. Masalah karir merupakan suatu masalah penting, karena pekerjaan atau karir seseorang menentukan berbagai segi dari kehidupannya. Dimasa remaja perkembangan karir berjalan seiring d e n g a n b e r t a m b a h n y a u s i a d a n mengalami dinamika yang penting pada masa sekolah menengah (Miller dalam Seligman, 1994). Pada masa ini remaja harus memilih bidang-bidang pekerjaan yang nantinya akan ditekuni. Sebagian besar remaja mulai menunjukkan minat pada bidang pekerjaan tertentu dan memiliki pengetahuan tentang tugas-tugas dari pekerjaan, aspek psikososial dalam pekerjaan, atribut-atribut yang dimiliki oleh pekerja, persiapan yang Adanya Ketekunan dalam Belajar

g. Adanya Minat Belajar

h. Adanya Perhatian terhadap Mata Pelajaran

i. Adanya Konsentrasi terhadap Mata Pelajaran

Aspek-Aspek Motivasi Belajar

Menurut Sardiman (2001), aspek y a n g d a p a t m e m b e d a k a n t i n g k a t motivasi belajar tinggi dan rendah, yaitu:

a. Tanggung jawab terhadap Tugas b. Tekun terhadap Tugas,

Berkonsentrasi untuk Menyelesaikan Tugas, dan Tidak Mudah Menyerah c. Memiliki Sejumlah Usaha, Bekerja

Keras, dan Menghabiskan Waktu untuk Kegiatan Belajar

d. Memperhatikan Umpan Balik e. Waktu Penyelesaian Tugas

f. Menetapkan Tujuan yang Realistis dibutuhkan untuk memasuki suatu pekerjaan dan pendekatan-pendekatan untuk merencanakan karir (Seligman, 1994).

Super (dalam Seligman, 1994) mengatakan masa SMA sebagai sub tingkat pertama dari tahap eksplorasi, yaitu sub tahap sementara (tentative substage) yang dimulai pada usia sekitar 15 sampai 17 tahun. Tahap eksplorasi m e r u p ak a n ta h a p d i m a n a r e m a j a mengembangkan kesadaran terhadap dirinya dan dunia kerja dan mencoba peran-peran baru. Pilihan sementara t e r h a d a p b i d a n g p e k e r j a a n y a n g diinginkan berdasarkan kebutuhan, minat, kemampuan dan nilai-nilai. Maka kematangan karir adalah keberhasilan remaja dalam menyelesaikan tugas perkembangan karir yang ditandai dengan memiliki informasi mengenai pendidikan dan karir, mengarahkan diri pada eksplorasi yang sistematis terhadap dunia kerja, memiliki kemampuan dalam mengambil keputusan, memiliki

(8)

kesadaran terhadap gaya hidup yang diinginkan, berkembangnya citra diri dengan jelas, positif dan realistik, serta mampu m emb entuk ren can a k arir sementara dan tujuan yang sesuai dengan citra diri dan gaya hidup yang diinginkan (Seligman, 1994).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kematangan karir remaja adalah kesiapan individu untuk memenuhi tugas perkembangan karir yang sesuai dengan usia dan tahapan perkembangannya. Pada perkembangan karir, masa remaja merupakan tahap eksplorasi (Usia 15-24 tahun). Tahap ini adalah suatu perluasan dari uji realistis, dengan konsekuensi modifikasi konsep diri. Pada tahap ini, keputusan-keputusan pendidikan yang penting akan dialami pertama kali dan tujuan-tujuan karir pertama kali diuji secara serius.

Perkembangan Karir

Super dkk. (1957) membagi tahap-tahap perkembangan karir menjadi lima tahap, yaitu:

a. Tahap Pertumbuhan (Usia-14 tahun) Tahap ini dibagi menjadi tiga sub tahap, yaitu:

a) Fantasi (usia 4-10 tahun) b) Minat (usia 11-12 tahun) c) Kapasitas (usia 13-14 tahun) b. Tahap Eksplorasi (Usia 15-24 tahun)

Tahap ini dibagi menjadi tiga sub tahap, yaitu:

a)Sementara (usia 15-17 tahun b)Transisi (usia 18-2 1 tahun) c)Percobaan (usia 22-24 tahun) c. Tahap Penentuan (Usia 25-44 tahun)

Tahap ini dibagi menjadi dua sub tahap, yaitu:

a) Percobaan (usia 25-30 tahun) b) Stabilitasi (usia 25-30 tahun) d. Tahap Pemeliharaan (Usia 45-64

tahun)

e. Tahap Penurunan (usia 65 tahun ke

atas)

Tahap ini dibagi menjadi dua sub tahap, yaitu:

a) Pelambatan (usia 65-70 tahun) b) Pensiun (usia 71 tahun ke atas) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kematangan Karir

Menurut Seligman (1994), faktor-faktor yang mempengaruhi kematangan karir pada remaja adalah :

a. Faktor Individu b. Faktor Pengalaman c. Faktor Sosial Ekonomi d. Faktor Gender

e. Faktor Usia

Aspek dalam Proses Kematangan Karir

Menurut Super (dalam Seligman, 1 9 9 4 ) as p ek - a sp e k d al a m p r o s e s kematangan karir atau adaptasi terhadap karir terdiri dari :

a. Perencanaan (Planfulness) b. Penjajagan (Exploration)

c. Pengumpulan Informasi (Information Gathering)

d. Pengambilan Keputusan (Decision Making)

e. Orientasi Kenyataan (Reality Orientation)

Karakteristik Kematangan Karir M e n u r u t S e l i g m a n ( 1 9 9 4 ) kematangan karir yang positif ditandai o l e h s u a t u u r u t a n p r o s e s d a l a m kehidupan, yang meliputi :

a. Meningkatnya kesadaran diri b. Meningkatnya pengetahuan akan pilihan-pilihan karir yang sesuai

c. Meningkatnya kesesuaian antara kemampuan, minat, dan nilai dengan karir yang diinginkan

d. Meningkatnya kesadaran akan karir yang diinginkan

(9)

perencanaan dan kesuksesan karir

f. Meningkatnya sikap

yeng

berhubungan dengan karir (orientasi berprestasi, kemandirian, perencanaan komitmen, motivasi, self efficacy)

g. Meningkatnya kepuasan dan kesuksesan dalam perkembangan karirnya.

Career Maturity Inventory (CMI) Penelitian ini menggunakan CMI (Career Maturity Inventory) yang dikembangkan oleh John E. Crites, Ph.D. dan diadaptasi ke dalam budaya Indonesia oleh Ni Made Taganing, dkk. bertujuan untuk men guji k embali validitas dan reliabilitas CMI yang diadaptasi ke dalam budaya Indonesia, dalam hal ini pada siswa MAN Cibinong kelas X dengan pertimbangan siswa k el as X s u d a h h a ru s m e m p u n y ai perencanaan karir jangka panjang, paling tidak sudah harus mengambil keputusan untuk pemilihan jurusan. Peneliti menggunakan inventori ini yang terdiri dari skala sikap dan tes kompetensi yang dapat mengungkap perasaan-perasaan, reaksi subjektif dan kecenderungan individu dalam memilih karir. Inventori ini juga mengungkap aspek-aspek pengetahuan akan diri, pengetahuan tentang pekerjaan, kemampuan memilih pekerjaan, kemampuan merencanakan langkah-langkah menuju karir, dan apa yang harus dilakukan.

Siswa

Djamarah (2002) menjelaskan bahwa anak didik dipahami sebagai individu yang belajar dan sebagai individu dengan segala perbedaannya.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa siswa adalah subjek

belajar yang menempati posisi sentral kegiatan belajar mengajar.

Kebutuhan Siswa

Pemenuhan kebutuhan siswa, di samping bertujuan untuk memberikan materi kegiatan setepat mungkin, juga materi pelajaran yang sudah disesuaikan dengan kebutuhan, biasanya menjadi lebih menarik. Adapun yang menjadi kebutuhan siswa menurut Sardiman (2001), antara lain: a. Kebutuhan Jasmaniah b. Kebutuhan Sosial c. Kebutuhan Intelektual Karakteristik Siswa Menurut Hamalik (2002), k a r a k t e r i s t i k s i s w a y a n g d a p a t mempengaruhi kegiatan belajar siswa adalah :

a. Latar Belakang Pengetahuan dan Taraf Pengetahuan

b. Gaya Belajar c. Usia Kronologis d. Tingkat Kematangan

e. Spektrum dan Ruang Lingkup Minat f. Lingkungan Sosial Ekonomi g. Hambatan Lingkungan dan

Kebudayaan h. Intelegensi

i. Keselarasan dan Attitude j. Prestasi Belajar

k. Motivasi

Hubungan antara Kematangan Karir dengan Motivasi Belajar pada Siswa Kelas X MAN Cibinong

Masa remaja adalah masa yang menentukan dalam perkembangan s e s e o r a n g , b a i k p e r k e m b a n g a n psikologis ataupun biologis. Pada masa remaja terbentuk pola tingkah laku dan aktivitas yang berhubungan dengan kelanjutan hidupnya, hal ini terlihat dari salah satu tugas perkembangan remaja

(10)

yaitu memilih dan mempersiapkan diri untuk menjalankan suatu pekerjaan (Sukadji, 2000). Salah satunya adalah d a l a m m e m i l i h j u r u s a n / p r o g r a m pendidikan lanjutan. Apabila remaja memilih jurusan pendidikan sesuai d e n g a n m i n a t , k e m a m p u a n d a n kepribadian, maka remaja tersebut dapat dikatakan memiliki kematangan karir.

K e m a t a n g a n k a r i r a d a l a h kesiapan individu untuk lebih terbuka terhadap informasi, membuat keputusan karir yang sesuai dengan usianya serta membentuk karir yang sesuai dengan t u g a s p e r k e m b a n g a n k a r i r s e t i a p individu (Savickas, dalam Patton 2001).

Siswa yang terlibat memilih su at u j u ru s an p e n d i d i k an d en g a n mempertimbangkan kemampuan, minat dan kepribadiannya cenderung dapat memilih ju ru san y an g tepat untu k dirinya. Pemilihan pendidikan yang sesuai dengan kemampuan, minat dan kepribadian siswa dapat mengakibatkan siswa termotivasi dalam belajar. Namun sebaliknya, apabila siswa yang memilih s u a t u j u r u s a n p e n d i d i k a n t a n p a mempertimbangkan kemampuan, minat dan kepribadiannya. Misalnya cenderung mengikuti pilihan orang tua, teman, dengan dasar populariras pekerjaan atau identifikasi dengan orang tua. Kesalahan p e m i l i h a n p e n d i d i k a n d a p a t mengakibatkan kerugian waktu, finansial dan kegagalan dalam belajarpun dapat terjadi, ini dikarenakan mereka tidak termotivasi untuk belajar.

Faktor lain yang menyebabkan kematangan karir disebabkan karena dukungan dari guru dan teman-teman. Dukungan dari guru dan teman-teman dapat mempengaruhi tingkat aspirasi karir remaja untuk memilih jurusan pendidikan. Dalam hal ini, apabila siswa dalam memilih jurusan pendidikan didukung oleh teman dan gurunya, maka cenderung lebih merasa yakin dengan

jurusan pendidikan yang dipilihnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Rice (1993) bahwa guru dan teman-teman disekolah berperan cukup besar dalam pemilihan karir siswa sekolah menengah.

Faktor keluarga dapat menyebabkan terjadinya kematangan karir, dalam hal ini keluarga dapat memberikan pengaruh positif maupun negatif bagi remaja dalam menentukan dan memilih bidang pekerjaan yang diinginkannya. Keluarga memberikan pengaruh positif apabila keluarga memberikan saran serta nasihat tentang jurusan yang menjadi pilihan anaknya. Sedangkan pengaruh keluarga dapat men jad i n eg atif ap abila k elu ar g a memaksakan kehendak mereka terhadap p emilih an d an p eren can aan k arir anaknya, termasuk memaksa anak untuk m e m i l i h j u r u s a n y a n g t i d a k diinginkannya.

Faktor individu memiliki pengaruh yang kuat pada kematangan karir seseorang, hal ini mencakup self esteem, kemampuan, minat, kepribadian, dan prestige. Semakin kuat hubungan antara kemampuan, minat dan bakat seseorang dengan persyaratan bidang yang dipilihnya, maka tingkat kepuasan, kinerja dan stabilitas mereka akan semakin tinggi (Seligman, 1994).

Dalam mencapai karir yang tepat bukan hanya kematangan karir yang dibutuhkan, tetapi motivasi belajar juga dibutuhkan. Motivasi belajar adalah d o r o n g a n y a n g m e m b u a t s i s w a melakukan kegiatan belajar, termasuk motivasi untuk mencapai karir yang tepat. Bagi remaja, keputusan untuk memilih jurusan yang tepat dibutuhkan k e m atan g an k a rir, y an g m elip u ti pengetahuan akan diri, pengetahuan tentang pekerjaan, kemampuan memilih suatu pekerjaan dan kemampuan untuk

(11)

karir yang diharapkan (Crites, dalam Barnes, 1974). Keinginan seseorang perlu dibarengi dengan kemampuan atau kecakapan dalam mencapainya. Secara r i n g k a s d a p a t d i k a t a k a n b a h w a kemampuan akan memperkuat motivasi siswa untuk melakukan tugas-tugas perkembangan, salah satunya memilih j u r u s a n p e n d i d i k a n y a n g t e p a t ( Mustaqim & Wahid, 1991).

B a n y a k f a k t o r y a n g d a p a t menyebabkan terjadinya motivasi belajar, diantaranya adalah faktor kemampuan siswa, yaitu keinginan seseorang perlu dibarengi dengan kemampuan dalam mencapainya. Maka apabila siswa memiliki kemampuan, motivasinya cenderung lebih kuat untuk melakukan tugas perkembangannya, salah satunya dalam memilih jurusan y a n g t e p a t d a n s e s u a i d e n g a n kemampuannya, hal ini menyebabkan siswa lebih termotivasi untuk belajar karena kemampuan yang dimilikinya d an k e m ata n g a n k ar ir c en d eru n g meningkat.

Selain itu faktor kondisi siswa juga mempengaruhi motivasi belajar, yaitu kondisi siswa meliputi kondisi jasmani dan rohani, mempengaruhi motivasi dalam belajar. Seorang siswa yang sedang sakit, lapar atau marah akan m e n g g a n g g u p e r h a t i a n b e l a j a r . Sebaliknya, seorang siswa yang sehat, kenyang dan gembira akan mudah memusatkan perhatian. Dengan kata la in , k o n d i si j a s m a n i d an r o h a n i seseorang berpengaruh pada motivasi belajar. Maka, apabila siswa memiliki kondisi jasmani dan rohani yang baik, m o t i v a s i b e l a j a r n y a c e n d e r u n g meningkat dan menyebabkan siswa d a p a t m e l a k u k a n t u g a s perkembangannya dengan baik untuk mencapai kematangan karir. Pengaruh teman-teman baru, guru (Monks, dalam

Dimyati & Modjiono, 2002). Hal ini sesuai dengan pendapat Farmer (dalam Seligman, 1994) bahwa bagi remaja dukungan guru merupakan pengaruh penting bagi motivasi.

Kondisi lingkungan siswa mempengaruhi motivasi belajar, dapat berupa keadaan alam, lingkungan tempat tinggal, pergaulan sebaya dan kehidupan k e m asy a ra k at an s eb a g ai a n g g o t a m a s y a r a k a t m a k a s i s w a d a p a t terpengaruh oleh lingkungan sekitar. Bencana alam, tempat tinggal yang kumuh, perkelahian antar siswa, akan men g g an g g u k esu n g g uh an d alam belajar. Sebaliknya, sekolah yang indah, pergaulan siswa yang rukun, akan memperkuat motivasi belajar. Maka apabila kondisi lingkungan siswa baik, m o t i v a s i b e l a j a r n y a c e n d e r u n g meningkat dan menyebabkan siswa d a p a t m e l a k u k a n t u g a s perkembangannya dengan baik untuk mencapai kematangan karir.

Motivasi belajar adalah dorongan y a n g m e m b u a t s i s w a m e l a k u k a n kegiatan belajar, termasuk motivasi untuk mencapai karir yang tepat. Bagi remaja, keputusan u ntuk memilih j u r u s a n y a n g t e p a t d i b u t u h k a n k e m atan g an k a rir, y an g m elip u ti pengetahuan akan diri, pengetahuan tentang pekerjaan, kemampuan memilih suatu pekerjaan dan kemampuan untuk merencanakan langkah-langkah menuju karir yang diharapkan (Crites dalam Barnes, 1974). Kematangan karir yang tin g g i d ap at m en y eb ab k an sis w a mengambil keputusan karir yang tepat dalam menentukan pendidikan lanjutan. Dalam memilih jurusan pendidikan perlu mempertimbangkan minat, kemampuan, dan kepribadiannya, sehingga siswa termotivasi belajar. Apabila siswa

(12)

memilih jurusan sesuai dengan minat yang disukainya, maka cenderung akan lebih bersemangat dan tertarik dengan mata pelajaran yang dipelajarinya. Menurut Sardiman (2001) siswa yang m e m i l i k i m o t i v a s i b e l a j a r a k a n menunjukkan minat yang besar terhadap bidang yang disukainya. Horrock (1976) menyatakan bahwa minat remaja dalam pemilihan bidang karir dan pilihan karirnya merupakan salah satu aspek penting dalam penyesuaian pribadi, prestasi dan kesuksesan dalam hidup m e r e k a . A p a b i l a r e m a j a m e m i l i h rencana karir secara bijaksana dengan menyesuaikan antara kemampuan dan min atn y a, m ak a m er ek a me milik i p e l u a n g y a n g l e b i h b e s a r u n t u k beradaptasi, memperoleh kepuasan dan kesuksesan dalam tahap perkembangan berikutnya. Untuk menentukan bidang pekerjaan atau pendidikan yang akan ditempuh, kematangan karir dapat m e m p e n g a r u h i m o t i v a s i b e l a j a r seseorang (Havinghurst, dalam Hurlock, 1980). Apabila seseorang memiliki k e m atan g an k a rir, m ak a mo tiv asi belajarnya cenderung lebih tinggi. Siswa yang memilih jurusan dengan tepat sesuai kemampuan dan minatnya dapat diartikan memiliki kematangan karir yang baik, hal ini dapat mempengaruhi motivasi belajarnya menjadi lebih tinggi, sehingga siswa mempunyai dorongan yang membu at dirin ya melakuk an kegiatan belajar dengan merasa senang dalam mempelajari bidang yang ditekuni untuk karirnya dimasa depan.

Hipotesis

Berdasarkan teori di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara kematangan karir dengan motivasi belajar pada siswa kelas X MAN Cibinong.

METODE PENELITIAN

Identifikasi Variabel Penelitian Setelah menelaah landasan teori maka yang menjadi variabel adalah :

1. Variab el Bebas (X) : Kematangan Karir

2. Variabel Terikat (Y) : Motivasi Belajar

Definisi Operasional Variabel

Penelitian

Kematangan Karir

Kematangan karir adalah sebagai keberhasilan seseorang menyelesaikan tugas-tugas perkembangan karir yang khas pada tahap perkembangan tertentu, kematangan karir berkaitan dengan tugas perkembangan karir pada tiap-tiap tahap perkembangan karir. Dalam penelitian ini untuk mengukur kematangan karir yaitu dengan menggunakan Inventori CMI (Career Maturity Inventory) yang sudah diadaptasi ke dalam budaya indonesia oleh Ni Made Taganing K., M P s i . , P s i . d k k . t a h u n 2 0 0 6 d a n bertujuan untuk mengadaptasi, menguji kehandalan dan melakukan standarisasi terhadap Career Maturity Inventory yang disusun oleh John O. Crites, Ph.D. yang terdiri dari Skala Sikap dan Tes Kompetensi. Inventori ini terdiri dari skala sikap dan tes kompetensi yang dapat mengungkap perasaan-perasaan, reaksi subjektif dan kecenderungan individu dalam memilih karir. Inventori ini juga mengungkap aspek-aspek pengetahuan akan diri, pengetahuan tentang pekerjaan, kemampuan memilih pekerjaan, kemampuan merencanakan langkah-langkah menuju karir, dan apa yang harus dilakukan.

(13)

Motivasi belajar merupakan keseluruhan daya penggerak atau dorongan yang ada dalam diri siswa yang menyebabkan timbulnya kegiatan b e l a j a r , s e h i n g g a t u j u a n y a n g dikehendaki oleh siswa dapat tercapai. Pengukuran motivasi belajar dilakukan dengan menggunakan skala motivasi b elaj ar b e rd asa rk an asp ek -as p ek motivasi belajar yang dikemukakan oleh Sardiman (2001), yaitu tanggung jawab, tekun terhadap tugas, berkonsentrasi untuk menyelesaikan tugas, dan tidak mudah menyerah, memiliki sejumlah usaha, bekerja keras, dan menghabiskan w a k t u u n t u k k e g i a t a n b e l a j a r , memperhatikan umpan balik dan waktu penyelesaian tugas serta menetapkan tujuan yang realistis. Maka semakin tinggi motivasi belajar siswa, semakin tinggi kematangan karirnya.

Sampel

Dalam penelitian ini pemilihan sampel terdiri dari 60 orang, yaitu siswa kelas X, berjenis kelamin laki-laki dan perempuan yang berasal dari sekolah MAN Cibinong. Sampel ini dipilih dengan pertimbangan bahwa siswa kelas X sedang berada pada tahap sudah merencanakan karir jangka panjang karena nantinya mereka akan mengambil keputusan untuk pemilihan jurusan. Pemilihan sampel dilakukan dengan menggunak an metode probability sampling.

Teknik Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan data yang d i p er lu k a n , d al a m p e n elit i an in i digunakan kuesioner yaitu Inventori Kematangan Karir yang terdiri dari Skala Sikap dan Tes kompetensi serta Skala Motivasi Belajar. Skala kematangan karir

Inventori yang digunakan adalah CMI (Career Maturity Inventory) yang disusun oleh John O. Crites, Ph.D. yang t e r d i r i d a r i S k a l a S i k a p d a n T e s Kompetensi yang sudah diadaptasi ke dalam budaya indonesia oleh Ni Made Taganing K., MPsi.,Psi. dkk. tahun 2006.

Skala Sikap

Skala ini terdiri dari Skala Sikap b e r j u m l a h 3 0 i t e m d a n d i s u s u n berdasarkan dengan derajat favorable sebanyak 8 item dan derajat unfavorable 22 item. Dengan menggunakan kategori respons variasi jawaban sebagai berikut : Setuju (S), Tidak setuju (TS).

Tes Kompetensi

Tes Kompetensi berjumlah 50 item dengan administrasi tes peraspek dan disusun berdasarkan dengan derajat favorable sebanyak 14 item dan derajat u n f a v o r a b l e 3 6 i t e m . D e n g a n menggunakan kategori respons variasi jawaban sebagai berikut : Setuju (S), Tidak setuju (TS), Tidak Tahu (TT). Pilihan Tidak Tahu (TT) disertakan untuk menghindarkan subjek memilih jawaban karena menebak jika benar-benar tidak tahu jawaban yang benar-benar.

3. Skala motivasi belajar

Skala yang digunakan adalah skala motivasi belajar yang disusun p en u li s b e rd a s ar k a n a sp e k - as p ek motivasi belajar yang dikemukakan oleh Sardiman (2001), yaitu tanggung jawab, tekun terhadap tugas, berkonsentrasi untuk menyelesaikan tugas, dan tidak mudah menyerah, memiliki sejumlah usaha, bekerja keras, dan menghabiskan w a k t u u n t u k k e g i a t a n b e l a j a r , memperhatikan umpan balik dan waktu

penyelesaian tugas serta menetapkan tujuan yang realistis.

(14)

Skala ini terdiri dari 60 item dan disusun berdasarkan dengan derajat favorable s e b a n y a k 3 0 i t e m d a n d e r a j a t unfavorable 30 item. Skala ini disusun b e r b e n t u k s k a l a L i k e r t d e n g a n menggunakan kategori respons tingkat kesesuaian yang mempunyai variasi jawaban sebagai berikut: Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), Sangat Tidak Sesuai (STS).

Validitas dan Reliabilitas Alat Pengumpul Data

Uji validitas dan reliabilitas alat pengumpul data pada penelitian ini d ilak u k an d en g an m en g g u n a k an program SPSS ver.15 for Windows.

Teknik Analisis Data

Pengujian hipotesis pada penelitian ini menggunakan uji korelasi Spearman rho, yaitu untuk menganalisis hubungan antara kematangan karir (X) sebagai variabel bebas dengan motivasi belajar (Y) sebagai variabel terikat. Analisis dilakukan dengan menggunakan program SPSS ver.15 for Windows.

PERSIAPAN, PELAKSANAAN, HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN Persiapan Penelitian

Persiapan dalam penelitian ini yaitu dengan mempersiapkan alat ukur. Alat ukur dalam penelitian ini disiapkan dengan menyusun Skala Motivasi Belajar dan menggunakan Inventori K e m ata n g a n K ari r C MI (C a re er Maturity Inventory) yang disusun oleh John O. Crites, Ph.D dan diadaptasi ke dalam budaya indonesia oleh Ni Made Taganing K., dkk. tahun 2006, yang dikembangkan berdasarkan konstruk

sikap pada skala sikap dan aspek-aspek pada tes kompetensi dalam kematangan karir dan aspek-aspek motivasi belajar dari Sardiman (2001).

Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini menggunakan sistem try out terpakai, yaitu data yang diperoleh dengan sekali try out dalam p e n y e b a r a n s k a l a d a n s e k a l i g u s digunakan sebagai data dalam penelitian. Penelitian dilakukan terhadap Siswa SMA/Sederajat, dalam penelitian ini siswa MAN Cibinong, Bogor. Proses pengambilan data di Sekolah MAN Cibinong berlangsung pada tanggal 3 Mei 2008. Beberapa hari sebelumnya, yaitu pada tanggal 28 April 2008 peneliti datang ke Sekolah MAN Cibinong untuk meminta izin guna melakukan penelitian d i S e k o l a h M A N C i b i n o n g d a n menjelaskan maksud dari kedatangan dan menanyakan persyaratan apa saja yang diperlukan untuk mengadakan penelitian di Sekolah tersebut. Peneliti juga meminta kesediaan guru di sekolah tersebut untuk membantu peneliti dalam m e n j a l a n k a n p e n e l i t i a n . D a l a m pelaksanaannya, peneliti menyebar 60 kuesioner dan semuanya dapat dianalisis lebih lanjut.

Hasil Penelitian

1. Uji Validitas dan Reliabilitas Skala

a. Skala Kematangan Karir

Skala sikap item yang valid memiliki nilai korelasi item -total berkisar antara 0.303 sampai 0.58 1. Pada tes kompetensi item yang valid memiliki nilai korelasi item-total berkisar antara 0.303 sampai 0.6 18. Pada skala sikap uji reliabilitas diperoleh angka koefisien

(15)

reliabilitas sebesar 0.804. Pada tes kompetensi uji reliabilitas diperoleh angka koefisien reliabilitas sebesar 0.862.

b. Skala Motivasi Belajar

Pada skala Motivasi Belajar item yang valid memiliki nilai korelasi item-total berkisar antara 0.300 sampai 0.714. Uji reliabilitas dilakukan dengan

menggunakan formula Alpha Cronbach dan diperoleh angka koefisien reliabilitas sebesar 0.876.

2. Deskripsi Subjek

Dalam penelitian ini terdapat penggolongan berdasarkan usia. Yaitu dari 60 subjek yang diteliti, subjek berusia 15 tahun memiliki pro sentase 57% (N=34) dan subjek berusia 16 tahun m e milik i p ro sen t ase 3 7 % ( N =2 2 ). Sedangkan subjek berusia 17 tahun memiliki prosentase 6% (N=4).

Dalam penelitian ini terdapat p e n g g o l o n g a n b e r d a s a r k a n j e n i s kelamin. Yaitu dari 60 subjek yang diteliti, subjek berjenis kelamin laki-laki memiliki prosentase 28% (N=17) dan p e r e m p u a n m e m i l i k i p r o s e n t a s e 72%(N=43).

Dalam penelitian ini terdapat pengg olon g an b erd asark an u rutan kelahiran. Yaitu dari 60 subjek yang diteliti, subjek dengan urutan kelahiran sulung memiliki pro sentase 46.67% (N=28), subjek dengan urutan kelahiran tengah memiliki prosentase 28.33% (N=17), subjek dengan urutan kelahiran bungsu memiliki prosentase 16.67% (N=1 0 ) d an su bjek d en g an u ru tan kelahiran tunggal memiliki jumlah prosentase terkecil yaitu 8.33% (N=5).

3. Uji Asumsi

Uji Normalitas

Berdasarkan pengujian normalitas pada variabel kematangan karir, pada skala sikap diperoleh hasil 0 .0 0 0 p ad a K o l m o g o ro v S m irn o v ( P < 0 . 0 5 ) . S e d a n g k a n p a d a t e s kompetensi diperoleh hasil 0.000 pada Kolmogorov Smirnov (P<0.05). Maka pengujian menunjukkan bahwa hasil distribusi skor kematangan karir pada subjek penelitian yang telah di ambil adalah tidak normal.

Pada skala motivasi belajar diperoleh hasil 0.200 pada Kolmogorov Smirnov (P>0.05). Maka pengujian menunjukkan bahwa hasil distribusi skor motivasi belajar pada subjek penelitian yang telah di ambil adalah normal. Uji Linieritas

Dari hasil pengujian linieritas diperoleh nilai F sebesar 57.168 dengan signifikansi 0.000 (p < 0.05). hasil pengujian ini menu n juk an bah wa hubungan variabel-variabel di atas adalah linier.

4. Analisis Data

Data penelitian dianalisis dengan men g g u n ak an teh nik u ji ko relasi Spearman rho, diperoleh koefisien korelasi kematangan karir sebesar 0.504 dengan taraf signifikansi 0.000 (p<0.01). Dari hasil tersebut, dapat dilihat adanya hubungan berarah positif dan sangat signifikan antara kematangan karir dengan motivasi belajar pada siswa kelas X MA N Cibin o n g, h al in i b erarti semakin tinggi kematangan karir maka motivasi belajar individu semakin tinggi, b e g i t u j u g a s e b a l i k n y a . D e n g a n demikian hasil ini menunjukkan bahwa hipotesis yang berbunyi “Ada hubungan positif antara kematangan karir dengan

(16)

motivasi belajar pada siswa kelas X MAN Cibinong” dapat diterima. 5. Analisis Tambahan

Perhitungan Mean Empirik dan

M e a n H i p o t e t i k S k a l a Kematangan Karir (Sikap, Tes Kompetensi) & Motivasi Belajar Skala Motivasi Belajar

Nilai mean empirik berada pada titik 115.63, maka motivasi belajar yang dimiliki subjek cenderung sedang/rata-rata

(MH+1SD<ME<MH+2SD=120<1 15.63 <140).

Skala Sikap dan Tes Kompetensi Nilai mean empirik berada pada titik 13.02, maka sikap yang dimiliki s u b j e k c e n d e r u n g t i n g g i (MH+1 SD<ME<MH+2SD=10.6<1 3.02 <13.2).

Nilai mean empirik berada pada titik 22.3 7, maka kompetensi yang dimiliki subjek cenderung tinggi

(MH+1 SD<ME<MH+2SD=1 8.6<22.37 <23.2).

Sumbangan Relatif

Dari hasil penelitian diketahui bahwa nilai sumbangan relatif (R2) = 0.496 atau 49.6%. Hal ini berarti k e m a t a n g a n k a r i r m e m b e r i k a n sumbangan relatif atau kontribusi sebesar 49.6% terhadap motivasi belajar. Pembahasan

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, diketahui adanya hubungan positif antara kematangan karir dengan motivasi belajar pada siswa kelas X MAN Cibinong, Bogor. Hal ini berarti apabila kematangan karir tinggi maka motivasi belajar tinggi, begitu juga

sebaliknya apabila motivasi belajar tinggi maka kematangan karir tinggi.

Menurut Havinghurst (dalam Hurlock, 1980), persiapan diri untuk menjalani suatu pekerjaan atau karir tertentu merupakan salah satu tugas perkembangan yang penting di masa remaja, karena pekerjaan atau karir seseorang menentukan berbagai segi dari k e h i d u p a n n y a . D i m a s a r e m a j a , perkembangan karir berjalan seiring d e n g a n b e r t a m b a h n y a u s i a d a n mengalami dinamika yang penting pada m asa se k o lah me n en g ah ( Mille r, Mitchell dalam Seligman, 1994). Pada masa ini remaja harus memilih bidang pekerjaan yang nantinya akan ditekuni. Jenis pekerjaan yang akan mereka tekuni menyebabkan remaja harus memilih jurusan pendidikan yang sesuai dengan minat, kemampuan dan kepribadiannya. S e b a g i a n b e s a r r e m a j a m u l a i menunjukkan minatnya pada bidang p e k e r j a a n t e r t e n t u d a n m e m i l i k i pengetahuan tentang tugas-tugas dari pekerjaan, aspek psikososial dalam pekerjaan, atribut-atribut yang dimiliki oleh pekerja, persiapan yang dibutuhkan untuk memasuki suatu pekerjaan, dan p e n d e k a t a n - p e n d e k a t a n u n t u k merencanakan karir mereka (Seligman, 1994). Tujuan dari persiapan pemilihan jurusan pendidikan adalah agar remaja mempersiapkan diri untuk memilih bidang pekerjaan yang nantinya akan mereka tekuni.

Horrock (1976) menyatakan bahwa minat remaja dalam pemilihan bidang karir dan pilihan karirnya merupakan salah satu aspek penting dalam penyesuaian pribadi, prestasi dan k esu k sesan d alam h id up merek a. Apabila remaja memilih rencana karir secara bijaksana dengan menyesuaikan antara kemampuan dan minatnya, maka mereka memiliki peluang yang lebih

(17)

besar untuk beradaptasi, memperoleh kepuasan dan kesuksesan dalam tahap perkembangan berikutnya. Tetapi jika remaja merencanakan karirnya secara tidak bijaksana, maka cenderung akan m er asa tid ak b ah a g ia, b o s an , d a n mengalami frustasi. Remaja dituntut untuk memiliki kemampuan dalam mengambil keputusan mengenai bidang pekerjaan yang dipilihnya. Mereka mulai m e m p e r h i t u n g k a n k e m u n g k i n a n -kemungkinan bidang pekerjaan yang m e r e k a i n g i n k a n d a n m u l a i merencanakan kehidupannya kelak. R e m a j a m e n y a d a r i b a h w a m a s a depannya tergantung pada perencanaan yang dilakukannya pada saat ini.

Siswa yang memiliki keterlibatan dan kemandirian dalam memilih suatu j u r u s a n p e n d i d i k a n d e n g a n memperkirakan kekuatan dan kelemahan y a n g a d a p a d a d i r i n y a , mempertimbangkan kemampuan, minat dan kepribadian yang dimilikinya tanpa mengikuti pilihan orang tua atau teman, cenderung dapat memilih jurusan yang t e p a t u n t u k d i r i n y a , s e h i n g g a mengakibatkan siswa termotivasi untuk belajar. Namun sebaliknya, apabila siswa yang memilih suatu jurusan pendidikan tanpa mempertimbangkan kemampuan, minat dan kepribadiannya. Misalnya cenderung mengikuti pilihan o r a n g t u a , t e m a n , d e n g a n d a s a r populariras pekerjaan atau identifikasi dengan orang tua dapat mengakibatkan siswa kurang termotivasi untuk belajar. Kesalahan pemilihan pendidikan dapat mengakibatkan kerugian waktu, finansial dan kegagalan dalam belajarpun dapat terjadi, ini dikarenakan mereka tidak termotivasi untuk belajar karena jurusan pendidikan pendidikan yang dipilih tidak sesuai dengan kemampuan, minat dan kepribadiannya.

K e m a t an g a n k a ri r a m a tl a h penting dalam menentukan jurusan pendidikan yang tepat, siswa yang kurang memiliki kesadaran mengenai kemampuan dan minat yang dimiliki dirinya dapat memiliki persepsi yang salah tentang karir yang akan dipilih dan menyebabkan kurang termotivasi dalam m e n j a l a n k a n b i d a n g k a r i r y a n g dipilihnya. Itulah salah satu sebab mengapa kematangan karir diperlukan.

P a d a a n a l i s i s t a m b a h a n menunjukkan bahwa skala kematangan karir, yaitu pada sikap dan kompetensi dimana skor mean empirik berada di atas perhitungan mean hipotetik, maka dapat disimpulkan bahwa kematangan karir pada subjek penelitian berada pada kategori tinggi. Kematangan karir yang tergolong tinggi kemungkinan karena sebagian besar subjek berjenis kelamin perempuan 72% (N=43) (lihat diagram 2). Kematangan karir pada perempuan ditandai dengan perempuan memiliki ketelitian yang tinggi, sehingga tekun terhadap tugas dan membuat perempuan lebih mengenal suatu pekerjaan yang dilakukannya. Perempuan cenderung le b i h m e n g en a li d i r in y a s e n d i ri, sehingga tahu kemampuan, minat dan kepribadiannya serta tertarik untuk mengetahui tentang pekerjaan yang sesuai dengan dirinya. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Mariska (2007), yang mengemukakan bahwa wanita memiliki ketelitian yang lebih baik dibandingkan dengan kaum pria, dan lebih banyak bekerja di bagian kantor (head office) dimana jenis pekerjaannya lebih banyak menuntut tingkat ketelitian yang baik yaitu design, estimating, quatitiy surveying, cost control dan juga contracting. Hal ini diperkuat oleh McNair, dkk. (dalam Seligman, 1994) bahwa remaja perempuan memiliki tingkat kematangan karir yang lebih

(18)

tinggi dibandingkan dengan siswa laki-laki pada tingkat usia yang sama.

Sedangkan pada perhitungan perbandingan mean empirik dan mean h i p o t e ti k d ik e t ah u i b ah w a si s w a memiliki kategori motivasi belajar yang tergolong rata-rata. Hal ini mungkin disebabkan karena fasilitas yang masih kurang maksimal, seperti fasilitas perpustakaan yang masih terbatas. Berdasarkan observasi peneliti, fasilitas kurang maksimal ditandai dengan tidak adanya kartu perpustakaan untuk siswa dan jenis buku perpustakaan yang kurang beragam.

Dari hasil penelitian yang dilakukan, didapatkan hasil bahwa kematangan karir memberikan sumbangan relatif atau kontribusi sebesar (R2) = 0.496 atau 49.6% terhadap motivasi belajar dan selebihnya diperkirakan dipengaruhi oleh faktor lain seperti cita-cita atau aspirasi siswa, usaha yang bertujuan dan ideal, penghargaan dan hukuman, partisipasi, kondisi siswa, serta unsur-u n sunsur-u r d in a mis d ala m b elaja r d an pembelajaran.

PENUTUP Kesimpulan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang sangat signifikan antara kematangan karir dengan motivasi belajar pada siswa MAN Cibinong kelas X. Hal ini berarti semakin tinggi kematangan karir siswa, m a k a s e m a k i n t i n g g i m o t i v a s i belajarnya, begitu juga sebaliknya. Untuk kematangan karir pada subjek penelitian tergolong tinggi dan untuk motivasi belajar pada subjek penelitian tergolong rata-rata.

Selain itu, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kematangan karir memberikan sumbangan relatif atau kontribusi sebesar 49,6% terhadap

mo tiv asi b el aja r d a n seleb ih n y a diperkirakan dipengaruhi oleh faktor lain seperti cita-cita atau aspirasi siswa, u s a h a y a n g b e r t u j u a n d a n i d e a l , penghargaan dan hukuman, partisipasi, kondisi siswa, serta unsur-unsur dinamis dalam belajar dan pembelajaran.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat

dikemukakan saran-saran sebagai berikut :

1. Saran untuk Subjek Penelitian

(siswa)

Motivasi belajar individu termasuk dalam kategori sedang, hal ini akan lebih baik jika subjek dapat meningkatkan motivasi belajarnya dengan cara belajar lebih rajin agar kematangan karirnya juga dapat tercapai dengan tepat.

2. Saran untuk Pihak Sekolah

Untuk pihak sekolah disarankan untuk tetap memberikan bimbingan konseling mengenai karir, dalam hal ini bimbingan memilih jurusan pendidikan yang tepat bagi siswa dan meningkatkan motivasi belajar, agar siswa mendapat pengetahuan yang lebih dalam dan luas mengenai karir dan dapat meningkatkan motivasi belajarnya

3. Saran untuk Penelitian Lebih

Lanjut

Bagi penelitian selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian dengan subjek yang bukan hanya kelas X, sehingga hasil penelitian lebih beragam, dan juga disarankan untuk meneliti mengenai kematangan karir pada perempuan dan laki-laki, agar dapat diketahui secara empiris perbedaan kematangan karir pada laki-laki dan perempuan.

(19)

Atkinson, J.W. & Raynor, J.o. (1978). Personality, motivation and achievement. New York: John Willey & Sons. Azwar, S. (2005). Tes prestasi: fungsi

dan pengembangan prestasi belajar. Edisi Kedua. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Bahri, S. (2002). Psikologi belajar. Jakarta : PT. Rineka Cipta

Barnes, W.J. (1974). The effect of occupational investigation p ro g ra ms o n ninth gra d e students. as measured by the career maturity inventory. Disertasi Tidak diterbitkan. Texas: A&M University Brooks, L. (1990). Recent developments

in theory building. In D. Brown and L. Brooks (Eds.), Career choice and

development: applying contemporary theories to practice (2nd ed). San Francisco: Jossey-Bass. Dimyati & Modjiono (2002). Belajar dan pembelajarannya. Jakarta: Rineka cipta

Dja marah , S.B. (2 0 0 2 ). P siko lo g i belajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Gage, N.L & Berlier, D.C. (1998). Educational psychology (6th e d ) . B o s t o n : H o u g h t o n Miffin company.

Hadibroto, I, dkk. 2003. Misteri perilaku anak sulung, tengah, bungsu

dan tunggal. Jakarta: PT G r a m e d i a W i d i a s a r a n a Indonesia.

Hamalik, O. (2002). Psikologi belajar dan mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo.

Horrock. J.E. (1976). The psychology of adolescence. (4th ed). Boston : Houghton Miffin company Hurlock, E. (1980). Developmental

p sych o log y: A life sp a n approach. (5t h ed). New Delhi: McGraw-Hill.

Mustaqim & Wahid (1991). Psikologi pendidikan. Jakarta : PT. Rineka Cipta. Naidoo, A.V. (1998). Career maturity: a

review of four decades of research. Bellville, South Africa: University of the Western Cape.

Ormrod, J.E. (2000). Educational psychology. New Jersey: Prentice Hall.Inc.

Papalia, D.E & Olds, S.W. (1995). Human development (6th ed). McGraw-Hill.Inc.

Patton, W. (2001). Developmental issues in career maturity and career d e c i s i o n S t a t u s. c a r e e r development quarterly, June 2 0 0 1 . R e t r i e v e d f r o m http://www.Findarticles.com/ cf_0/m0JAX/4_49/80746786/ p1/article.jhtml

Prayitno, E. (1989). Motivasi dalam belajar. Jakarta : Depdikbud, Direktorat Jendral Pendidikan pendidikan. Jakarta :

(20)

Pintrich, P.R & Schunk, D.H. (1996). Motivation and education. N e w J e r s e y : P r e n t i c e Hall.Inc.

Rice, F.P. (1993). The Adolescent, development, relationship, & culture (9th ed). USA: Allyn & Bacon

Sardiman, A. M (2001). Intreraksi dan motivasi belajar. Jakarta: Rajawali Seligman, L. (1994). Developmental

career counseling & assesment (2 nd ed).

California : SAGE

Publications.

Spokane, A.R. (1991). Career intervention. New Jersey: Prentice Hall.Inc.

Sukadji, S. (2000). Psikologi pendidikan d a n p s i k o l o g i s e k o l a h. Depok: LPSP3 Universitas Indonesia.

Super, D.E. et al. (1957). Vocational development: A framework for research. New York: Teacher Collage, Columbia U n i v e r s i t y B u r e a u o f Publications.

Turner, J.S. & Helms, D.B. (1995). Life span development (5th ed). Fort Worth: Holt, Rinehart, and Winston, Inc.

Winkel, W.S. (1991). Bimbingan dan konseling di institusi

Wlodkowski, R.J. (1999). Enhanching adult motivation to learn. San Francisco: (Revised ed). Jossey-Bass Publishers. Woolfolk, A.E. (1993). Educational

psychology. (5th ed). Boston : Allyn and Bacon.

Referensi

Dokumen terkait

Anu't anuman, kononsidera ni Onofre na ipasok sa ospital si Angela, lalu na nang kakitaan niya ito ng malalang pakikipagtalo sa sarili sa kanyang pag-iisa, ng pagpupumilit sa buwan

Penelitian ini adalah penelitian untuk mengetahui pengaruh satu atau lebih variabel bebas ( independent variable ) terhadap variabel terikat ( dependent variable )

Kebijakan puritanisme oleh sultan Aurangzeb dan pengislaman orang-orang Hindu secara paksa demi menjadikan tanah India sebagai negara Islam, dengan menyerang berbagai praktek

Praktek earnings management oleh manajemen dapat diminimumkan melalui mekanisme monitoring untuk menyelaraskan ( alignment ) perbedaan kepentingan pemilik dan

Deformasi plastis dapat meningkatkan energi dalam pada material karena dislokasi semakin merapat sehingga laju korosi akan meningkat. Merapatnya dislokasi pada

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tindakan kelas berkaitan dengan peningkatan hasil belajar siswa dengan menggunakan

Presiden Joko Widodo menginginkan kegiatan karnaval Kemerdekaan menjadi agenda tahunan, Hal ini dikatakannya saat menghadiri karnaval dan pesta rakyat yang bertajuk

Maksud dan tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh konsentrasi nanas bubuk dan madu yang tepat dalam pembuatan cokelat